uas biostrat
DESCRIPTION
UAS BiostratigrafiTRANSCRIPT
Nama : Nanda Najih Habibil Afif
NPM : 270110120183
Mata Kuliah : Biostratigrafi
1a. Apa yang dipelajari dalam biostratigrafi?
Yang dipelajari salam biostratigrafi penentuan umur batuan dan korelasi stratigrafi
berdasarkan fosil yang ditemukan dalam batuan tersebut. Mempelajari biostratigrafi
dimaksud untuk menggolongkan lapisan-lapisan batuan secara bersistem menjadi satuan
satuan tertentu berdasarkan kandungan dan penyebaran fosil.
b. Apa kegunaan mempelajari stratigrafi?
Kegunaan mempelajajari stratigrafi secara umum adalah untuk mengetahui urut-urutan
dari strata batuan serta korelasinya dengan batuan lain berdasarkan data yang diperoleh
(misal vulkanostratigrafi, litostratigrafi, biostratigrafi, kronostratigrafi), sehingga dapat
menjadi basis dalam rekonstruksi sejarah geologi nantinya.
2. Pengambilan sampel sangat menentukan hasil studi stratigrafi suatu daerah.
Sebutkan jenis-jenis sampel dan jelaskan perbedaannya!
Berdasarkan tempat pengambilannya, terdapat dua jenis sampel, yaitu:
- Sampel bawah permukaan (sub-surface sample): diperoleh dari hasil pemboran atau
cuttings atau dapat juga dari lubang-lubang seismic.
- Sampel permukaan (suface sample) atau outcrop: sampel yang dapat langsung di
ambil di lapangan atau hasil pengukuran penampang stratigrafi.
Berdasarkan sifatnya, terdapat dua jenis sampel, yaitu:
- Sampel yang independen independen satu sama lain (sampel yang diambil pada saat
pekerjaan geologi tanpa dikontrol posisi stratigrafi).
- Sampel yang urutan stratigrafinya diketahui (bisa dari sampel hasil pemboran, hasil
pengukuran penampang stratigrafi, sampel saat pemetaan geologi yang dikontrol
posisi stratigrafi).
3. Deskripsikan mikrofosil-mikrofosil yang biasa digunakan dalam studi biostratigrafi
(klasifikasi umum, ciri/gambar). Jelaskan pada sedimen apa kelompok mikrofosil-
mikrofosil tersebut dijumpai.
- Foraminifera
Berdasarakan cara hidupnya, macam macam foraminifera dibagi menjadi 2, yaitu:
Foraminifera plantonik
Foraminifera bentonik
Berdasarkan bentuk cangkangnya, jenis jenis foraminifera terbagi menjadi 3, yaitu:
Arenaceous (Foraminifera bercangkang pasiran)
Porcelaneous (Foraminifera bercangkang gampingan tanpa pori)
Hyalin (Foraminifera bercangkang gampingan berpori)
Foraminifera bentonik hidup di lapisan sedimen hingga kedalaman beberapa puluh
sentimeter. Cangkang foraminifera bentik memiliki ukuran yang berkisar antara 5 μ
hingga beberapa sentimeter. Foraminifera bentik memiliki bentuk cangkang yang
rumit dan memiliki arsitektur yang kompleks. Dapat dijumpai di sedimen batupasir
maupun batulempung.
Contoh: Cibicidoides vulgaris
Foraminifera planktonik hidup didaerah perairan. Foraminifera planktonik tersebar
luas di laut-laut terbuka dengan kedalam air lebih dari 10 meter. Dapat dijumpai di
sedimen batupasir maupun batulempung.
Contoh: Neogloboquadrina pachyderma
Foraminifera bercangkang pasiran biasa ditemukan di lingkungan yang ekstrim
seperti perairan payau atau di perairan laut dalam. Disebut pasiran karena
kenampakkan permukaan cangkang terlihat kasar seperti taburan gula pasir.
Foraminifera bercangkang gampingan tanpa pori biasa hidup soliter dengan
membenamkan cangkangnya ke dalam sedimen kecuali bagian mulutnya (aperture)
yang muncul kepermukaan sedimen. Dinamakan Porselaneous karena pada cangkang
dewasa, kenampakan foraminifera porcellaneous tampak seperti jambangan porselen
dengan bentuk kamar bersegi atau lonjong.
Foraminifera gampingan berpori merupakan jenis yang memiliki variasi bentuk
cangkang sangat banyak seperti lampu kristal dengan ornamen rumit, bening dan
berkilau.
Hyalin Aranaceous Porcelaneous
- Polen spora: memiliki bentuk dasar circular, triangular, convex, dan concave. dan
biasanya terdapat pada sedimen batulempung – batulanau.
Contoh fosil Polen (Palinoteca sp.) Contoh fosil spora Spinizonocolpites echinatus
- Ostracoda: cangkangnya seperti bentuk kacang, ukurannya 0,15 mm – 2 mm,
bivalve, dan biasanya terdapat pada sedimen batulempung – batupasir halusa
Contoh: Permico sp.
4. Mikrofosil dapat digunakan untuk penentuan umur. Sebutkan mikrofosil tersebut
berurutan berdasarkan sensitivitas (evolusi atau perubahannya dari waktu ke
waktu).
1. Foraminifera plantonik
2. Foraminifera besar
3. Polen spora
4. Foraminifera bentonik
5. Mikrofosil dapat digunakan untuk interpretasi batimetri atau lingkungan
pengendapan. Sebutkan mikrofosil-mikrofosil tersebut berdasarkan tingkat
sensitivitas (adaptasi yang rendah terhadap perubahan lingkungan). Pada
lingkungan mana masing-masing mikrofosil tersebut digunakan untuk interpretasi
lingkungan pengendapan.
- Foraminifera bentonik untuk penentu zona batimetri (dasar laut) karena sifatnya
yang menambat.
- Foraminifera besar untuk penentuan daerah dangkal.
- Polen spora untuk daerah daratan, terutama di zona transisi.
- Foraminifera plantonik untuk kedalaman tertentu, namun kurang efektif untuk
penentuan lingkungan pengendapan dan lebih baik untuk penentuan umur relatif.
6. Apa yang dimaksud dengan "biostratigraphic unit"? Sebutkan atau gambarkan
macam-macam zona!
Biostratigraphic unit atau satuan biostratigrafi adalah tubuh lapisan batuan yang dikenali
berdasarkan kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagi sendi pembeda tubuh
batuan di sekitarnya (Sandi Stratigrafi Indonesia 1996, Bab IV, Pasal 31, Butir 2).
Terdapat empat zona satuan biostratigrafi, yaitu:
1. Zona selang (Interval zone)
Zona selang ialah selang stratigrafi antara dua horizon biostratigrafi (horizon
biostratigrafi yaitu awal atau akhir peMunculan takson – takson penciri). Kegunaan
secara umum untuk korelasi tubuh – tubuh lapisan batuan. Batas atas dan bawah
suatu zona selang ditentukan oleh horizon pemunculan awal atau akhir suatu takson
penciri.
2. Zona Puncak (Acme zone)
Zona puncak adalah tubuh lapisan batuan yang menunjukkan perkembangan
maksimum suatu takson tertentu (pada umumnya perkembangan maksimum adalah
junlah maksimum populasi atau takson dan bukan seluruh kisarannya). Kegunaan
dalam hal-hal tertentu adalah untuk menunjukkan kedudukan kronostratigrafi tubuh
lapisan batuan, juga sebagai penunjuk lingkungan pengendapan. Batas vertikal dan
horizontal zona ini bersifat subjektif.
3. Zona Kumpulan (Asesmblage zone)
Zona kumpulan adalah kumpulan sejumlah lapisan yang dicirikan oleh kumpulan
alamiah fosil yang khas atau kumpulan suatu jenis fosil. Kegunaan zona ini adalah
sebagai penunjuk lingkungan pengendapan purba. Batas dan kelanjutan zona
kumpulan ditentukan oleh batas terdapatnya kebersamaan (kemasyarakatan) umur –
umur utama dalam kesinambungan yang wajar.
4. Zona kisaran (Range zone)
Zona kisaran adalah tubuh lapisan batuan yang mencakup kisaran stratigrafi unsur
terpilih dari kumpulan seluruh fosil yang ada (zona kisaran dapat berupa kisaran
umur suatu takson, kumpulan takson, takson-takson yang bermasyarakat, atau ciri
paleontologi yang lain yang menunjukkan kisaran). Kegunaan zona kisaran terutama
untuk korelasi tubuh batuan dan sebagai dasar penempatan batuan-batuan dalam
skala waktu geologi. Batas dan kelanjutan zona kisaran ditentukan oleh penyebaran
vertikal maupun horizontal takson yang mencirikannya.
7. Deskripsikan zonasi foraminifera yang biasa digunakan di Indonesia (menurut
siapa, bagaimana sistim pembagian zona, berikan contoh).
Zonasi Blow (1969) adalah yang paling sering dipakai di Indonesia, untuk berbagai
keperluan, baik penentuan umur batuan sedimen maupun korelasi. Salah satu faktornya
adalah karena sifat kesederhanaan pemakaiannya, dimana dalam tatanama hanya
menggunakan notasi huruf P (untuk Paleogen) dan N (untuk Neogen) dan angka (1-
22/23) untuk bagian yang lebih rinci dari zonanya.
Misal, spesies Orbulina universa (d`Orbigny) ditemukan ditemukan di umur Pleistosen
atas, sehingga ebrdasarkan zonasi Blow (1969) spesies tersebut masukd alam zonai N23.
8. Tidak ada soal
9. a.Deskripsikan zonasi nannofosil atau nannoplankton yang biasa digunakan di
Indonesia!
Zonasi nannofosil atau nannoplankton yang biasa digunakan di Indonesia yaotu menurut
Martini (1971) ; Pearch-Nielsen (1985) dimana zonasi dimulai dari NP15-NP25 lalu
dilanjutkan dengan NN1-NN21 dengan pembagian berdasarkan calcareous
nannoplankton.
b. Deskripsikan zonasi palinomorf (palinologi) yang biasa digunakan di Indonesia
Zonasi palinomorf yang biasa digunakan di Indonesia:
- Zonasi palinologi Tersier Indonesia Bagian Barat A.T Rahardjo.
- Zona Proxapertites operculatus : Eosen atau P14-P17, fosil penujuk Eosen liannya P.
cursus dan Cicatricosisporites eocenicus.
- Zona Meyeripollis naharkotensis: Oligosen (P18-N2), dicirikan oleh M.naharkotensis,
fosil penunjuk Oligosen lainnya adalah Cicatricosisporites dorogensis.
- Zona Florschuetzia trilobata (N3-N5), dibatasi oleh kepunahan M. naharkotensis dan
pemunculan awal F. levipoli.
- Zona F. levipoli (N6-N8), dibatasi oleh pemunculan awal F.levipoli dan pemunculan
awal F. meridionalis.
- Zona F. meridionalis (N-9-N16), dibatasi pemunculan awal F. meridionalis dan
pemunculan akhir F. trilobata.
- Zona Stenochlaenidites papuanus (N16-N20),dibatasi oleh kepunahan F. trilobata dan
pemunculan awal Dacricarpidites australiensis.
- Zona Dacrycarpidites australiensis (N20-N21), dibatasi oleh p.awal (f.a)
D.australiensis dan pemunculan akhir (l.a) Stenochlaenidites papuanus.
10. Apa yang dimaksud (bio) korelasi dan "stratigraphic marker"
Bio-korelasi merupakan penghubungan titik-titik kesamaan waktu atau penghubungan
satuan satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan kesamaan waktu berbasis data fosil
atau biostratigrafinya.
Stratigraphic marker adalah suatu bidang atau suatu permukaan yang merupakan batas
perubahan stratigrafi atau perubahan sifat stratigrafi yang jelas antara dua lapisan atau
unit (satuan). Marker juga dapat berupa bidang korelasi.
11. Deskripsikan beberapa metoda interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan
foraminifera!
Beberapa metode interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan formanifera adalah
sebagai berikut:
- Interpretasi dengan analisis kualitatif: mencatat kehadiran atau ketidak hadiran suatu
takson.
- Interpretasi dengan analisis kuantitatif: seluruh kehadiran fosil diidentifikasi dan setiap
takson dihitung jumlahnya.
- Interpretasi dengan analisis semi-kuantitatif: mencatat hasil pengamatan dalam interval
tertentu dan dinyatakan dalam simbol tertentu.
12. Bahas perkembangan studi biostratigrafi di Indonesia
Penggunaan biostratigrafi sebagai bagian dari analisis stratigrafi di Indonesia telah
mulai banyak berkembang yang dibuktikan dengan adanya analisis sejumlah observasi
stratigrafi berdasarkan tinjauan fosil di kalangan akademik maupun praktisi. Namun,
perkembangan studi biostratigrafi di Indonesia masih tergolong lambat lambat karena
hanya masih sebatas studi penggunaan, bukan studi pengembangan. Peminatan studi
biostratigrafi di Indonesia juga tergolong sedikit karena kecenderungan pemakaian
analisis stratigrafi dnegan basis lainnya, misal litostratigrafi.
13. Faktor-faktor apa yang mungkin dapat menyebabkan kesalahan dalam analisa
biostratigrafi.
Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan terjadinya kesalahan dalam analisis
biostratigrafi adalah:
- Keterdepatan reworked fossil yaitu inklusi fosil dari sedimen lain yang tererosi,
sehingga menyebabkan kesalahan analisis sedimen yang dituju.
- Jumlah specimen atau sampel yang dianalisis tidak bisa mewakili dari batuan sedimen
yang diobservasi.
- Kontaminasi oleh alat-alat laboratorium akibat pembersihan alat yang tidak sempurna.
- Sampel terkontaminasi dengan batuan lain seperti dalam kasus cutting hasil pengeboran
inti dalam eksplorasi migas.