typoid kasus

Upload: atang-kusman

Post on 01-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jjjj

TRANSCRIPT

I. IDENTITAS PENDERITA Nama: An. RJenis kelamin : Laki-laki Umur: 8 tahun Berat badan: 24 kg Alamat: CigobangNo RM: 665771MRS: 23 November 2014II. ANAMNESA 1. Keluhan Utama : Demam2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dari IGD dengan keluhan badan demam. Demam timbul sejak 1 minggu yang lalu naik turun. Demam terjadi paling parah terutama pada malam hari. Sedangkan kalau pagi hari demam agak turun. Demam turun apabila minum obat turun panas. Pasien juga mengeluh sakit kepala, mual, akan tetapi tidak muntah, perut terasa sakit dan nafsu makan menurun. Buang air kecil lancar, belum buang air besar selama 2 hari. Pasien sudah berobat, akan tetapi keluhannya belum membaik sehingga keluarga memutuskan untuk dibawa ke RS3. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat menderita sakit seperti ini, belum pernah Riwayat berasal dari daerah endemis malaria atau riwayat bepergian ke daerah endemis malaria disangkal Riwayat suka jajan sembarangan diakui4. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini Di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada yang sakit seperti ini Di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada yang sakit DB

III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: Lemah, Kesadaran : compos mentisTanda Vital: Tekanan darah : 100/70 mmHg, Nadi: 88 x/menit isi dan tekanan cukup, RR : 20 x/menit, Suhu: 39 C, BB : 25 kg.Kepala : CA(-/-), SI (-/-), Mata cekung (-/-)Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (+)Leher : Otot bantu pernafasan (-/-), limfonodi tidak terabaThorax : Pulmo : Simetris, retraksi supracalivular (-), retraksi intercosta (-), sonor (+/+), vesikuler (+/+), RBH (-/-), RBK (+/+), wheezing (-/-)Cor : S1>S2, regular, Murmur (-), Gallop (-)Abdomen : Inspeksi : datar, massa (-) Auskultasi : BU (+) normal Perkusi : Timpani Palpasi : Supel Ekstremitas : Akral dingin (-)

IV. HASIL LABORATORIUMDarah Lengkap : Hb : 11,4 gr/dl13,4-17,7 g/dlLeukosit : 13.000/ mm34.300-10.300 / mm3Ht : 40 %40-47%Thrombosit : 295.000 / mm3150.000-400.000/mm3Imuno Serologi ( Widal )S. typhi O: + 1/320S. typhi H: + 1/320S. paratyphi A-H: + 1/160S. paratyphi B-H: + 1/160

V. DIAGNOSIS Demam TypoidVI. PENANGANAN IVFD RL 20 tpm makro Kloramfenikol 4x300 mg iv Parasetamol sirup 3x2 cth

PEMBAHASAN

A. Definisi dan EpidemiologiDemam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini hanya didapatkan pada manusia. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. 1,2Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.4 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus. 3

B. EtiologiDemam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, s. paratyphi A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh S. typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yng lain. (5) . Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering, dan bahan tinja. (5)

Gambar 2.1. Strukur Salmonella typhi (5)

Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (5)1. Antigen OAntigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman. Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100C selama 25 jam, alkohol dan asam yang encer. (6)2. Antigen HAntigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 60C dan pada pemberian alkohol atau asam. (6)

3. Antigen ViAntigen Vi terletak di lapisan terluar S. Typhi (kapsul) yang melindungi kuman dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya karier. (6)4. Outer Membrane Protein (OMP)Antigen OMP S typhi merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP, terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85100C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein a dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S typhi yang sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa/52 kDa. (6)

C. PatofisiologiHCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk ke dalam usus penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. (5)Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang. (5)Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan oleh sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai membran serosa. (5)Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi. (5)Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut. (5)Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid. (5)D. Gejala Klinis Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah mortalitas (kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan dewasa. Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar dengan gejala klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam tifoid pada anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai gejala klinis ringan ataupun tanpa gejala (asimptomatik) (7).Masa inkubasi rata-rata bervariasi 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum atau status gizi serta status imunologis pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini bervariasi namun secara garis besar dapat dikelompokan, antara lain : Demam satu minggu atau lebih; Gangguan pencernaan; dan Gangguan kesadaran.Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu kedua maka gejala dan tanda klinis makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai dengan yang berat 7,8. Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39-41C) serta dapat juga bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid kongenital (7).Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem (7).Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm, berwarna merah pucat, serta hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan emboli kuman dimana di dalamnya mengandug kuman salmonella dan terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan kadang-kadang daerah pantat maupun bagian flexor lengan atas (8).Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria. Pembesaran limpa pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih lunak (8). Tofoid kongenital didapatkan dari ibu hamil yang menderita demam tifoid dan menularkan pada janin melalui darah. Pada umumnya besifat fatal namun pernah dilaporkan tifoid kongenital dapat hidup dengan gejala tidak khas dan menyerupai sepsis neonatorum. Pada tipe kongenital kuman dapat ditemukan dalam darah, hati, limpa, serta kelainan patologis pada usus tidak didapatkan. Hal ini menjelaskan bahwa pada tifoid kongenital penularannya lewat darah dan secara cepat menimbulkan gejala-gejala tifoid sepsis pada janin. Demam tifoid pada anak usia < 2 tahun jarang dilaporkan, bila terjadi biasanya gambaran klinisnya berbeda dengan anak yang lebih besar. Kejadiannya sering mendadak disertai panas yang tinggi, muntah-muntah, kejang, dan tanda-tanda perangsangan meningeal. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis (20.000-25.000/mm3), limpa sering teraba pada pemeriksaan fisik. Perjalanan fisiknya lebih pendek, lebih variasi, sering tidak melebihi minggu, angka kematian yang tinggi ( 12,5%) (7).

E.Penegakan Diagnosis Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit (8).1. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED (Laju Endap Darah) : meningkat. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). 2. Kimia Klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut. 4. Imunologi Tes Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya. 5. Mikrobiologi Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid atau Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi (5,6).Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 - 7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin dan tinja.

F.Komplikasi Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari yang ringan sampai berat bahkan kematian. Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu diwaspadai dari demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini (8).Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri pada perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadinya syok, diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar bersama tinja. Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut (peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan medis yang segera (8).Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare. Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.2. Kejang Demam3. Gangguan Kesadaran4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).5. Pneumonia.6. Peradangan pankreas (pankreatitis).7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.

G.Managemen Penatalaksanaan 1. Pengobatan kausala. Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari oral atau iv dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari.b. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari atau sulfameoksasol 40-50 mg/kgBB/hari selama 7 haric. amoksisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 10 harid. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 harie. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari iv atau im selama 5 hari2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kgBB/hari iv dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik. 3. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi4. Pengobatan suportif : roboransia5. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair mudah dicerna tinggi kalori dan protein6. Tirah baring bila perlu isolasi penderita7. Transfusi darah sesuai keperluan 8. Tindakan diperlukan pada penyulit perforasi usus9. Diet : makanan tidak berserat dan mudah dicerna, setelah demam reda dapat diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup. (4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 16. Philadelphia : WB Saunders, 2000:842-8.2. Rampengan T.H., Laurent I. R. Demam Tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008 : 46; 62. 3. Risky V. P., Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak. Available at http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.pdf. Accessed at 13 September 2013. 4. Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Siti S. Demam Tifoid. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006 : 1774.5. Tirta Swarga. Demam Tifoid. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. 20086. Puspa Wardani, Prihartini, Probohusodo. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical and Medical Labolatory. 12. 1. 2005 : 31-77. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC. 2008: 53-72.8. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.