tutorial

67
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny.K TTL : Sukoharjo/ 24.09.1956 Umur : 58 tahun Alamat : JL. Kr Pulo Rt06/10 Johar Baru, Jakarta Pusat Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam Tanggal MRS : 11-09-2015 No. RM : 00780009 Dokter yang Merawat : dr. Kuspudji, Sp.PD II. ANAMNESIS (autoanamnesis pada tanggal 11/09/2015) Keluhan Utama Lemas sejak 3 hari SMRS KeluhanTambahan 1

Upload: ainunzamira

Post on 18-Feb-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

koas

TRANSCRIPT

Page 1: Tutorial

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.K

TTL : Sukoharjo/ 24.09.1956

Umur : 58 tahun

Alamat : JL. Kr Pulo Rt06/10 Johar Baru, Jakarta Pusat

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Tanggal MRS : 11-09-2015

No. RM : 00780009

Dokter yang Merawat : dr. Kuspudji, Sp.PD

II. ANAMNESIS (autoanamnesis pada tanggal 11/09/2015)

Keluhan Utama

Lemas sejak 3 hari SMRS

KeluhanTambahan

nyeri kepala, muntah, nyeri ulu hati, BB menurun

Riwayat Penyakit Sekarang

Os mengeluh badan terasa lemas sejak 1 minggu yang lalu. Os mengeluh muntah sejak

3 hari yang lalu, muntah disertai rasa mual. Muntah dalam sehari bisa 3 sampai 4 kali,

1

Page 2: Tutorial

dalam sekali muntah ± sebanyak 1 gelas sedang, muntahan berisi makanan yang dimakan.

Os juga merasakan nyeri ulu hati yang hilang timbul. Os mengatakan sering merasakan

nyeri kepala dibagian belakang kepala sampai ke leher. Nafsu makannya meningkat, namun

sebelumnya nafsu makan Os biasa saja, akan tetapi BB Os turun beberapa tahun yang lalu

BB Os ± 60 kg, namun saat ini BB Os hanya 49 kg. Os mengeluh sering merasa haus, Os

mngeluh akhir-akhir ini sering BAK dalam 1 hari bisa BAK > 8x dan lebih sering tengah

malam. Nyeri saat berkemih (-). Os juga mengeluh nyeri pada pinggang bagian kanan

sejak sebulan lalu. BAB nya sulit, sudah 2 hari Os belum BAB. Os mempunyai riwayat

DM (+) sejak ± 5 tahun yang lalu. Os juga mempunyai riwayat hipertensi 3 tahun terakhir

ini, dan mempunyai riwayat maag. Sesak nafas disangkal. Nyeri dada juga disangkal.

Penurunan penglihatan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya sudah pernah mengalami keluhan seperti ini, namun keluhan

sebelumnya tidak seburuk keluhan saat ini. Riwayat DM sejak ± 5 tahun yang lalu.

Riwayat sakit maag (+). Hipertensi (+) sejak 3 tahun lalu. Riwayat Penyakit Jantung

disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lainnya disangkal. Riwayat kencing

manis, penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya pada anggota keluarga yang lain

disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien tidak rutin konsumsi obat DM dan hipertensinya.

2

Page 3: Tutorial

Riwayat Alergi

Alergi debu, makanan dan obat disangkal

Riwayat Psikososial

Pasien mengatakan bahwa pola makan pasien tidak teratur. Frekuensi makan pasien 2-

3 kali sehari namun sering terlambat makan. Jumlah konsumsi air pasien > 1 botol aqua

500 ml setiap harinya karena pasien selalu merasa haus. Pasien mengaku jarang

berolahraga. Pasien menyangkal merokok dan kosumsi alcohol.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital:

Tekanan darah : 210/110 mmHg

Nadi : 88x/menit

Respirasi : 17 x/menit

Suhu : 36,8 oC

Antropometri

BB : 49 kg

TB : 155 cm

IMT : 20,41 m/kg2

Kesimpulan : normal

Status Generalis:

Kepala : Normocephal

Mata : konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)

3

Page 4: Tutorial

Hidung : sekret (-/-),

Telinga : sekret (-/-), hiperemis (-/-)

Leher : Perbesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-), JVP normal

Pulmo :

Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi (-/-),scar (-/-), pernapasan

torakoabdominal

Palpasi : Bag.dada tertinggal (-/-),vokal fremitus simetris

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar ICS 6

Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Cor :

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 6 linea midaxillaris sinistra anterior,

Perkusi :

Batas atas : ics 4 linea parasternalis dekstra

Batas kanan : ics 5linea parasternalis dekstra

Batas kiri : ics 6 linea midaxillaris sinistra anterior

Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

Inspeksi : Datar, distensi (-)

Palpasi : NTE (+), tidak teraba adanya benjolan, hepar dan lien tidak teraba,

ballotement (-), nyeri ketok pinggang kanan (-/-)

Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen, asites (-)

Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit

4

Page 5: Tutorial

Ekstremitas :

Ekstr. Atas : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-)

Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

(11-09-2015) jam 21.45 WIB

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai RujukanHb 10,3 Mg/dl 13.5 – 17.5Leukosit 11,11 103/ul 3,8 – 10,6HT 29 % 40 – 50Trombosit 364 103/ul 150 - 440Natrium 127 Mmol/L 135 – 147Kalium 4.7 Mmol/L 3.5 – 5.5Clorida 98 Mmol/L 98 - 110Glukosa Darah sewaktu >600 Mg/dL 70-200SGOT 20 U/L 10 – 34Urea 40 Mg/dl 10 - 50Kreatinin 1,12. Mg/dl 0.67 – 1.17

(13-09-2015) jam 05.00

Jenis Pemeriksaan Hasil SatuanGlukosa jam 05.00 128 Mg/dL Glukosa jam 11.00 150 Mg/dlGlukosa jam 15.00 343 Mg/dlGlukosa jam 18.00 296 Mg/dLGlukosa jam 24.00 434 Mg/dL

(14-09-2015) jam 06.00Jenis Pemeriksaan Hasil SatuanGlukosa jam 06.00 254 Mg/dL Glukosa jam 11.00 164 Mg/dlGlukosa jam 16.00 280 Mg/dl

5

Page 6: Tutorial

RESUME

Ny. K, Perempuan 58 tahun, datang ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan Os

mengeluh badan terasa lemas sejak 1 minggu yang lalu. Os mengeluh muntah sejak 3 hari

yang lalu, muntah disertai rasa mual. Muntah dalam sehari bisa 3 sampai 4 kali, dalam

sekali muntah ± sebanyak 1 gelas sedang, muntahan berisi makanan yang dimakan. Os juga

merasakan nyeri ulu hati yang hilang timbul. Os mengatakan sering merasakan nyeri kepala

dibagian belakang kepala sampai ke leher. Nafsu makannya meningkat, namun sebelumnya

nafsu makan Os biasa saja, akan tetapi BB Os turun beberapa tahun yang lalu BB Os ± 60

kg, namun saat ini BB Os hanya 49 kg. Os mengeluh sering merasa haus, Os mngeluh

akhir-akhir ini sering BAK dalam 1 hari bisa BAK > 8x dan lebih sering tengah malam.

Nyeri saat berkemih (-). Os juga mengeluh nyeri pada pinggang bagian kanan sejak

sebulan lalu. BAB nya sulit, sudah 2 hari Os belum BAB. Os mempunyai riwayat DM (+)

sejak ± 5 tahun yang lalu. Os juga mempunyai riwayat hipertensi 3 tahun terakhir ini, dan

mempunyai riwayat maag.. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 210/110 mmHg, Nadi :

88x/menit, Respirasi : 17 x/menit, suhu 36.8 ºc, Konjungtiva anemis +/+, NTE (+)

GDS: >600mg/dL

DAFTAR MASALAH

1. Diabetes Melitus tipe II

2. Hipertensi grade II

3. Dyspepsia

6

Page 7: Tutorial

Assessment

1. Diabetes Mellitus Tipe II

S : Os mempunyai riwayat DM sejak ± 5 th lalu. Os mengeluh badan terasa lemas, mual,

muntah. Nafsu makannya biasa saja, namun akhir-akhi ini nafsu makan urun. Beberata

tahun lalu, BB Os ±65 kg, saat ini 49 kg. Polidipsi (+), Poliuria (+) , 1 hari pasien biasa

BAK > 8x. Os sering konsumsi obat DM yaitu metformin, glukopac.

O : Glukosa sewaktu : >600 mg/dl

A : DM Tipe II

P :

- Rencana diagnosis : HbA1C, monitoring GDS, GDP, GD2PP, profil lipid,

albumin/protein urin.

- Rencana terapi : glurenorm 30 mg sebelum makan, dan konsul bagian gizi

- Edukasi (Pola Gaya Hidup)

- Latihan Jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selam kurang lebih 30menit). Latihan

jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kai,jogging,berenang,dan bersepeda santai.

- Terapi gizi Medis

2. Hipertensi

S : Os mengeluh pusing, pusing pada bagian belakang kepala dan menjalar ke leher. Os

mempuyai riwayat hipertensi sejak 3 tahun lalu.

O : TD : 210/110 mmHg

Nadi : 88x/menit

Respirasi : 17 x/menit

7

Page 8: Tutorial

Suhu : 36,5 oC

A : Hipertensi grade II

P :

- Rencana diagnosis : foto thorax, EKG

- Rencana terapi : candesartan (angiotensin II reseptor blocker) dan amlodipine (calcium

channel blockers).

- Edukasi : pengurangan asupan garam berlebih , pengurangan stres bila mungkin.

Modifikasi gaya hidup antara lain, meningkatkan aktifitas fisik, menghentikan merokok,

3. Dyspepsia

S: Os mengeluh muntah sejak 3 hari SMRS, muntah 3-4 kali/hari, muntah ± sebanyak 1

gelas sedang, isi muntahan berisi makanan, muntah disertai rasa mual dan nyeri ulu hati.

Pasien mempunyai riwayat maag (+).

O: Nyeri tekan epigastirum (+)

A: Dispepsia

P :

- Rencana Diagnosis: Endoskopi

- Rencana Terapi: antagonis reseptor H2: Ranitidin injeksi (25 mg dalam 2 ampul),

ondancentron, CaCO3, bicnat.

- Edukasi : Hindari makanan yang merangsang seperti makanan yang pedas

8

Page 9: Tutorial

Follow Up

S O A P

14/09/2015

Os mengeluh

lemas, nyeri

kepala (+), mual(-)

muntah(-)

TD: 160/90 mmhg

Suhu : 37˚ C

Nadi :78 x/m

RR : 18 x/m

Glukosa 05.00: 82mg/dL

Glukosa 11.00: 173mg/dL

Glukosa 15.00: 80mg/dL

Glukosa 18.00: 296mg/dL

Glukosa 24.00: 434mg/dL

DM tipe II

Hipertensi

-Istirahat cukup

-Diet makanan dengan komposisi

yang seimbang (rendah garam

dan protein)

-Edukasi pasien untuk makan

sedikit tapi sering

-Konsul gizi

-Infuse RL 20 tpm

15/09/2015

Os mengeluh

lemas (+), nyeri

kepala (+)

Suhu : 36.8˚ C

Nadi : 84 x/m

RR : 20 x/m

TD: 130/90 mmHg

Glukosa 06.00: 254mg/dL

Glukosa 11.00: 164mg/dL

Glukosa 16.00: 280mg/dL

DM tipe II

Hipertensi

-Istirahat cukup

-Diet makanan dengan komposisi

yang seimbang (rendah garam

dan protein)

-Infuse RL 20 tpm

9

Page 10: Tutorial

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defnisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980

dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu

jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan

problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat

defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

B. Epidemiologi

Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta kasus

diabetes di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 % penderita

DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung tinggi pada

negara maju dari pada negara sedang berkembang, karena perbedaan kebiasaan hidup.

Dampak ekonomi jelas terlihat akibat adanya biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan.

Disamping konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan

penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan pria yaitu 3 : 2, hal ini kemungkinan

karena faktor obesitas dan kehamilan. Menurut WHO prevalensi DM diperkirakan akan

meningkat dari 8,4 juta tahun 2000 menjadi 21,2 juta lebih pada tahun 2030.

C. Klasifikasi

10

Page 11: Tutorial

Menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011

Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM

Menurut Fisiologi Kedokteran Guyton and Hall, Diabetes Melitus terbagi menjadi :

1. DM tipe I (IDDM) à diabetes melitus yg tergantung insulin

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,

yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula

darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu

insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus

B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam

terjadinya DM.

Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas,

yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune,

11

Page 12: Tutorial

dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga

dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini

2. DM tipe II (NIDDM) à diabetes melitus tidak tergantung insulin.

Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya

NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa

obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM

adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme.

Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai

kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan.

Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah

resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal.

Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh

karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal

tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan,

lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal,

memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula

darah.

D. Anatomi dan Fisiologi Pankreas

12

Page 13: Tutorial

a. Anatomi Pankreas

Pankreas terletak

melintang dibagian

atas abdomen

dibelakang gaster

didalam ruang

retroperitoneal.

Disebelah kiri ekor

pankreas mencapai

hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan

dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya

biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher

pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.

2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya

namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans

hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.

Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta.

Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah

setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel beta merupakan bungkusan

13

Page 14: Tutorial

insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan

yang lain. Dalam sel beta , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks

dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan

dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam

retikulum endoplasma sel beta, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia

dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel

oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar

dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel beta serta kapiler

berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang

mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang

merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin.

b. Fisiologi Pankreas

Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa

hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-

hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa

darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu

glukagon. Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans

menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone

lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat

sekresi glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel

beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah

peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal

adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin

14

Page 15: Tutorial

dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan

peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk

menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999)

c. Sintesis insulin

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada

retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin

mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin yang kemudian dihimpun dalam

gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini,sekali lagi dengan

bantuan peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang

keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

d. Sekresi insulin

Kadar glukosa darah yang meningkat merupakan komponene utama yang memberi

rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin sekaligus sebagai tahap awal

terjadinya sekresi insulin.

Disamping glukosa,beberapa

jenis asam amino dan obat-

obatan dapat pula memiliki

efek yang sama dalam

rangsangan terhadap sel beta.

Berikut tahapan sekresi

insulin:

1. Tahap pertama adalah

proses glukosa melewati membran sel. Untuk dapat melewati memebran sel beta,

15

Page 16: Tutorial

dibutuhkan bantuan senyawa lain yakni glucose transporter 2 (glut2) yang terdapat

dalam sel beta.

2. Selanjutnya molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi di

dalam sel dan membebaskan molekul atp. Molekul atp yang terbentuk, mengaktifkan

penutupan k channel pada membran sel.

3. Penutupan k channel berakibat terhambatnya pengeluaran ion k dari dalam sel yang

menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang diikuti oleh pembukaan ca

channel.

4. Masuknya ion Ca2+ ini yang merangsang terjadinya mobilisasi vesikel proinsulin ke

membran sel dan akhirnya di sekresikan dalam bentuk insulin dan peptida-C.

E. Patofisiologi

a. DM Tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin

karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan

hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial. Dengan tingginya konsentrasi

glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan

ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis

osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurra)

dan rasa haus (polidipsia).

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga

terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan

(polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan

16

Page 17: Tutorial

glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa

pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu

keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis.

b. DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun

kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel

sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai

resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin

yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya

maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II.

F. Manifestasi Klinik

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel

menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti

menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,

aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya

akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan

penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari

dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan

17

Page 18: Tutorial

seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin

maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka

reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan

dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,

sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara

otomatis.

G. Langkah-Langkah Diagnostik

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis

tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole

blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-

angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk

tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan

glukosa darah kapiler.

Diagnosis diabetes melitus

18

Page 19: Tutorial

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya

DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.

a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara yaitu :

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL

sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.

2. Dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik

yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga

pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.

3. Dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik

dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan

tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang

dilakukan.

19

Page 20: Tutorial

(IPD FKUI.2009 dan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.

a. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa

plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

b. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

20

Page 21: Tutorial

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

b. berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan

c. diperiksa kadar glukosa darah puasa

d. diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan

dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit

e. berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

f. diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

g. selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

21

Page 22: Tutorial

H. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan

insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung

kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya

ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin

dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala

hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan

kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

Pilar Penatalaksanaan DM :

a. Edukasi

b. Terapi Gizi medis

c. Latihan Jasmani

d. Intervensi Farmakologi

Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif

pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju

perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi

22

Page 23: Tutorial

yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi

Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara

total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim

(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).

a. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna

mencapai sasaran terapi.

b. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan

untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan

kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan

pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,

terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

a. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

b. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

c. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

d. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama

dengan makanan keluarga yang lain

e. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

f. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas

aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

23

Page 24: Tutorial

g. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.

Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai

bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak

a. Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan

melebihi 30% total asupan energi.

b. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

c. Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

d. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh

dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

e. Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

Protein

a. Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

b. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa

lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.

c. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB

perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium

a. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk

24

Page 25: Tutorial

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok

teh) garam dapur.

b. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.

c. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

a. Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi

cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang

tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik

untuk kesehatan.

b. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis alternatif

a. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk

pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt,

lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

b. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

c. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping

pada lemak darah.

d. Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,

neotame.

e. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman

25

Page 26: Tutorial

(Accepted Daily Intake / ADI )

Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang

besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa

faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal

(BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

a. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus

dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.Indeks massa tubuh dapat

dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT (WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:

RedefiningObesity and its Treatment):

BB Kurang <18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih >23,0

26

Page 27: Tutorial

Dengan risiko 23,0-24,9

Obes I 25,0-29,9

Obes II >30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

a. Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar

25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.

b. Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade antara

40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70

tahun.

c. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat, 20%

pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan

aktivitas sangat berat.

d. Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat kegemukan Bila

kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk

tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 - 1200

kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600 kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3

porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi

27

Page 28: Tutorial

makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh

mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang

mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit

penyertanya.

Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.

Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus

tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali

glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang

relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau

bermalasmalasan.

28

Page 29: Tutorial

Intervensi Farmakologi

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan

pengaturan makan dan latihan jasmani.

1. Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

a. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

c. penghambat glukoneogenesis (metformin)

d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

A. Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan

seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit

29

Page 30: Tutorial

kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari

2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan

diekskresi secara cepat melalui hati.

B. Penambah sensitivitas terhadap insulin

a. Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan

jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena

dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien

yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di

samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang

diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi

30

Page 31: Tutorial

ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan

hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).

Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut

dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai

efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek

samping hipoglikemia. Efek samping yang

paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari :

a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar

glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal

b. Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan

c. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

d. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan

e. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

f. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan pertama

g. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan sediaan ES-KI

31

Page 32: Tutorial

1. Sulfonil urea- Glibenclamid

Insulin secretagous : ATP-sensitive K channel

S:2,5-5mg/tabDH:2,5-15mgLK:12-24jamF:1-2x/hari a.c

ES:hipoglikemiKI:pasien hepar& ginjal

2. Meglitinid- Repaglinid

Insulin secretagous S:1mg/tabDH:1,5-6mgLK:-F:3x/hari a.c

ES: ggn GI KI:pasien hepar& ginjal

3. Biguanid- Metformin

↓ Prod glukosa hepar dan ↑ sens. Jar otot& adiposa thdp insulin

S:500-850mgDH:250-3000LK:6-8jamF:1-3x/hari p.c/bersama mkn

ES: gjala GIKI: pasien dgn gangg hepar, ginjal

No. Golongan Mekanisme kerja Dosis dan sediaan ES-KI

4. Tiazolidinedion - pioglitazone

Mengaktifkan PPAR-g, terbentuk GLUT baru

S:15-30mg/tabDH:15-45mgLK:24 jamF:1x sehari

ES: ↑BB, edemaKI:ggal jtg 3-4

5. Penghambat α-glikosidase (acarbose)

Mengurangi absorbsi glukosa di usus halus

S:50-100mgDH:100-300mgLK:-F:3x bersama suapan I

ES: kembung, flatulens

(Farmakologi FKUI.2009)

2. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

a. Penurunan berat badan yang cepat

b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

c. Ketoasidosis diabetik

d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

32

Page 33: Tutorial

h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Efek samping terapi insulin :

a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

b. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.

c. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:

a. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin

diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.

b. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau

keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan

puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah

makan.

c. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi

yang terjadi.

d. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja cepat

(rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja

panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).

33

Page 34: Tutorial

e. Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja

pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja

panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan

OHO. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan

respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa

darah harian.

f. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila

sasaran terapi belum tercapai.

Tipe - Jenis Insulin Insulin dapat dibedakan atas

dasar :

1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak disuntikan.

2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.

3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai hilangnya

efek insulin.

Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan

puncak dan jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :

1. Insulin Eksogen kerja cepat.

Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek. Yang

termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini dikenal 2

macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain :

Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan,

34

Page 35: Tutorial

mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.

2. Insulin Eksogen  kerja sedang.

Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan

menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat

penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine

Hegedorn ( NPH ),MonotardÒ, InsulatardÒ. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam.

Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.

3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)

Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang.

Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 /

40.

35

Page 36: Tutorial

4. Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam).

Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari

tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 – 36 jam.

Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard.

Cara pemberian insulin Insulin kerja singkat :

IV, IM, SC

Infus ( Glukosa / elektrolit )

Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )

Insulin kerja menengah / panjang :

Jangan IV karena bahaya emboli.

Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan

tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah

diperiksa setiap 6 jam sekali.

Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :

Gula darah Unit

36

Page 37: Tutorial

< 60 mg % = 0  unit

< 200 mg % = 5 – 8  unit

200 – 250 mg% = 10 – 12 unit

250 - 300 mg% = 15 – 16 unit

300 – 350 mg% = 20 unit

> 350 mg% = 20 – 24 unit

Dosis :

a. Pasien DM muda 0,75-1,5 U/kgbb kerja sedang 2x/hr.

b. DM dewasa kurus 8-10 U kerja sedang 20-30 m sblm mkan pagidan 4-5 U sblm makan

malam.

c. DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sblm makan malam.

Teknik Penyuntikan Insulin

Sebelum menggunakan insulin, diabetesi ataupun keluarga tentunya perlu untuk

diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan insulin

eksogen :

1. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik haruslah

bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan kapas bersih

37

Page 38: Tutorial

dan steril

2. Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.

3. Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara

perlahan-lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan

kembali suspensi. (Jangan dikocok).

4. Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke dalam vial

untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila akan

dipakai campuran insulin.

5. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih dahulu.

6. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung gelembung

atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat

mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang ada sebenarnya tidaklah terlalu

membahayakan, namun dapat mengurangi dosis insulin.

7. Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya suntikan

dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit dan insulin

disuntikkan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikkan otot (intra

muskular).

Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan

insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana

penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah,

hindarilah penyuntikkan pada  daerah perut. Secara urutan, area proses penyerapan paling

cepat adalah dari perut, lengan atas dan paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila

daerah suntikkan digerak-gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama

38

Page 39: Tutorial

dapat mengurangi variasi penyerapan. Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama

dapat merangsang terjadinya perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan

insulin. Daerah suntikkan sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm)  dari daerah sebelumnya.

Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke daerah

yang lain. Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah

proses penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk

mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai

berikut:

1. Menyuntik dengan suhu kamar

2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara

3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik

4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang

5. Tusuklah kulit dengan cepat

6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan

7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul 

Efek samping penggunaan insulin :

Lipoatrofi

Lipohipertrofi

Alergi sistemik atau lokal

Resistensi insulin

Sepsis

39

Page 40: Tutorial

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila

terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75%

pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan

di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan

oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara

yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan

lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di

negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di

tempat tersebut.

Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada

penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di

tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung. Selama

beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin

dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik,

penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan,

reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit,

angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah

hipotensi dan shock yang diakhiri kematian.

Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan

40

Page 41: Tutorial

pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi,

harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.

Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga

OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien

yang disertai dengan alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai

dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang

banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah

atau insulin kerja panjang) yang diberikan padamalam hari menjelang tidur. Dengan

pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang

baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-

10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut

dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di

atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik

oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

I. Penilaian Hasil Terapi

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara

terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

a. Pemeriksaan kadar glukosa darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

- Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

41

Page 42: Tutorial

- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah

puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan. Kalau

karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan pemeriksaan 2

jam posprandial.

b. Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau

hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan untuk

menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan

untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan

minimal 2 kali dalam setahun.

Kriteria Pengendalian DM

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian

DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar

glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai

kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah

42

Page 43: Tutorial

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali

kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah

makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain,

mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-

sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek

samping hipoglikemiadan interaksi obat.

J. Penyulit Diabetes Melitus

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun, antara lain :

Penyulit akut :

1. Ketoasidosis diabetik

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia dan cara mengatasinya

a. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL

43

Page 44: Tutorial

b. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan

kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemiapaling sering disebabkan oleh

penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat

berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu

kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk

pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal

kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,

mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada

pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan memerlukan

pengawasan yang lebih lama. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik

(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing,

gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Hipoglikemia harus segera mendapatkan

pengelolaan yang memadai. Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau

minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra vena.

Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa.

Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat. Untuk penyandang

diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih

dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya

kesadaran.

Penyulit Kronik

1. Makroangiopati :

- Pembuluh darah jantung

44

Page 45: Tutorial

- Pembuluh darah tepi

- Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Terkadang ulkus

iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.

- Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:

- Retinopati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan

memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati

- Nefropati diabetik. Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi

risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan

mengurangi risiko terjadinya nefropati

- Neuropati

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi

distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.

Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa

sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu

dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan pemeriksaan

neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap

tahun. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang

memadai akan menurunkan risiko amputasi. Untuk mengurangi rasa sakit dapat

diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik atau gabapentin. Semua penyandang

diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk

mengurangi risiko ulkus kaki.

45

Page 46: Tutorial

K. Pencegahan Diabetes Melitus

Beberapa cara pencegahan penyakit DM, yaitu:

1. Pencegahan Primer

Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada kelompok risiko

tinggi. Mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita

penyakit ini, yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (di atas 45

tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat

keluarga DM, dll. Upaya yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah upaya untuk

menghilangkan faktor-faktor tersebut.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit

dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Tindakan ini

bearti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut. Penyuluhan

mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting untuk

meningkatkan kepatuhan berobat.

3. Pencegahan Tersier

Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka pengelola harus berusaha

mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini

mungkin sebelum kecacatan tersebut menetap. Contohnya aspirin dosis rendah

(80--325 mg) dapat dianjurkan diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah

mempunyai penyulit makroangiopati. Pelayanan kesehatan yang holistik dan

terintegrasi antar disiplin ilmu terkait sangat diperlukan.

46

Page 47: Tutorial

DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI

Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 2007. Jakarta: FKUI

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI

2011

47