turp.docx

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan prostat transuretral (TURP) masih merupakan salah satu terapi standar dari Hipertropi Prostat Benigna (BPH) yang menimbulkan obstruksi uretra. Operasi ini sudah dikerjakan mulai beberapa puluh tahun yang lalu di luar negeri dan berkembang terus dengan makin majunya peralatan yang dipakai. Tapi di Indonesia khususnya di Mataram TURP ini relatif baru. Sindrom TURP adalah satu dari komplikasi tersering pembedahan endoskopi urologi. Insiden sindrom TURP mencapai 20% dan membawa angka mortalitas yang signifikan. Walaupun terdapat peningkatan di bidang anestesi 2,5% - 20% pasien yang mengalami TURP menunjukkan satu atau lebih gejala sindrom TURP dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada waktu perioperatif. Angka mortalitas dari sindrom TURP ini sebesar 0,99%. Terapi ini makin populer karena trauma operasi pada TURP jauh lebih rendah dibandingkan dengan prostatektomi secara terbuka. Dalam TURP dilakukan reseksi jaringan prostat dengan menggunakan kauter yang dilakukan secara visual. Dalam TURP dilakukan irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dan untuk menjaga visualisasi yang

Upload: musaynab

Post on 19-Jul-2016

53 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: turp.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembedahan prostat transuretral (TURP) masih merupakan salah satu terapi

standar dari Hipertropi Prostat Benigna (BPH) yang menimbulkan obstruksi uretra.

Operasi ini sudah dikerjakan mulai beberapa puluh tahun yang lalu di luar negeri

dan berkembang terus dengan makin majunya peralatan yang dipakai. Tapi di

Indonesia khususnya di Mataram TURP ini relatif baru.

Sindrom TURP adalah satu dari komplikasi tersering pembedahan

endoskopi urologi. Insiden sindrom TURP mencapai 20% dan membawa angka

mortalitas yang signifikan. Walaupun terdapat peningkatan di bidang anestesi 2,5%

- 20% pasien yang mengalami TURP menunjukkan satu atau lebih gejala sindrom

TURP dan 0,5% - 5% diantaranya meninggal pada waktu perioperatif. Angka

mortalitas dari sindrom TURP ini sebesar 0,99%.

Terapi ini makin populer karena trauma operasi pada TURP jauh lebih

rendah dibandingkan dengan prostatektomi secara terbuka. Dalam TURP dilakukan

reseksi jaringan prostat dengan menggunakan kauter yang dilakukan secara visual.

Dalam TURP dilakukan irigasi untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan dan untuk

menjaga visualisasi yang bisa terhalang karena perdarahan. Karena seringnya

tindakan ini dilakuan maka komplikasi tindakan serta pencegahan komplikasi

makin banyak diketahui.

Salah satu komplikasi yang penting dari TURP adalah intoksikasi air dan

hiponatremi dilusional yang disebut Sindroma TUR yang bisa berakhir dengan

kematian.

TUR syndrom adalah suatu komplikasi yang paling sering dan paling

menakutkan dalam pembedahan urologi endoskopik. Di tangan para ahli yang

berpengalamanpun, Sindroma TUR dapat terjadi pada 2% kasus dengan mortalitas

yang masih tinggi.

Page 2: turp.docx

1.2 Rumusan Masalah

Adapun permaslahan yang mungkin muncul pada turp syndrome yaitu sebagai

berikut :

a. Jelaskan pengertian TUR Syndrom ?

b. Jelaskan anatomi fisiologi perkemihan ?

c. Sebutkan penyebab dari TUR Syndrom ?

d. Jelaskan patofisiologi TUR Syndrom ?

e. Sebutkan manifestasi klinis TUR Syndrom ?

f. Sebutkan penatalaksanaan TUR Syndrom

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari latar dari makalah tersebut yaitu :

a. Mahasiswa mengetahui pengertian TUR Syndrom

b. Mahasiswa mengetahui anatomi fisiologi perkemihan

c. Mahasiswa mengetahui penyebab TUR Syndrom

d. Mahasiswa mengetahui patofisiologi TUR Syndrom

e. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis TUR Syndrom

f. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan TUR Syndrom

g. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan TUR Syndrom

Page 3: turp.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tur Syndrome

Sindroma TUR adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan

gejala akibat gangguan neurologik, kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan

oleh diserapnya cairan irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada

kapsul prostat yang terjadi selama operasi. Hiponatremia, hipovolemia, dan kadang

hiperamonemia mungkin terjadi. (Eaton, 2003)

Reseksi prostat transurethral sering membuka jaringan ekstensif sinus vena

pada prostat dan memungkinkan absorbsi sistemik dari cairan irigasi. Absorbsi dari

cairan dalam jumlah yang besar (2 liter atau lebih) menghasilkan konstelasi gejala

dan tanda yang disebut dengan sindrom TURP.

2.2 Anatomi Fisiologi

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses

penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan

oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang

tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air

kemih). Sistem perkemihan terdiri dari:

a. dua ginjal (ren)

b. dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih)

c. satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan

d. satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.

2.3 Etiologi

Berikut penyebab dari Turp Syndrome yaitu sebagai berikut :

a. Proses TURP yang lama

b. absorbsi meningkat jika reseksi dilakukan lebih dari 90 menit

Page 4: turp.docx

c. Tekanan intravaskuler meningkat. karena tinggi bagian irigasi lebih dari 60

cm di atas lokasi pembedahan

d. Banyak sinus prostat yang terbuka

Reseksi kelenjar prostate transuretra dilakukan dengan mempergunakan

cairan irigasi agar daerah yang di irigasi tetap terang dan tidak tertutup oleh

darah. Cairan elektrolit/ionik tidak bisa digunakan untuk irigasi saat TURP

karena cairan tersebut mendispersi aliran elektrokauter dan menyebabkan

hantaran saat operasi. Syarat cairan yang dapat digunakan untuk TURP adalah :

isotonik, non-hemolitik, electrically inert, non-toksik, transparan, mudah untuk

disterilisasi dan tidak mahal. Akan tetapi sayangnya cairan yang memenuhi

syarat seperti di atas belum ditemukan.

Untuk TURP biasanya menggunakan cairan nonelektrolit hipotonik

sebagai cairan irigasi seperti air steril, Glisin 1,5% (230 mOsm/L), atau

campuran Sorbitol 2,7% dengan Mannitol 0,54% (230 Osm/L). Cairan yang

boleh juga dipakai tapi jarang digunakan adalah Sorbitol 3,3%, Mannitol 3%,

Dekstrosa 2,5-4% dan Urea 1%.

a. Air steril/akuades (H2O)

Walaupun air steril memiliki banyak kualitas yang diperlukan sebagai cairan

irigasi yang ideal, kerugian dalam penggunaannya adalah air dapat

menyebabkan hipotonisitas yang ekstrim, hemolisis, hiponatremia delusional

dan gagal ginjal serta syok. Air/Akuades (H20) menunjukkan visibilitas yang

bagus karena air dengan sifat hipotonisnya melisis sel darah merah, tetapi

absorbsi yang signifikan bisa menghasilkan acute water intoxication.

Penggunaan air sebagai cairan irigasi dilarang hanya pada reseksi

transurethral tumor bladder.

b. Glycine 1.2%, 1.5%, 2.2%

Glycine, asam amino endogen dianjurkan sebagai cairan irigasi yang sesuai,

mengingat beberapa keuntungannya yaitu : harganya murah walaupun tidak

semurah air steril, isotonik dengan plasma hanya pada konsentrasi 2,2%

namun efek samping glisin pada konsentrasi ini lebih banyak. Osmolaritas

Page 5: turp.docx

glisin dengan konsentrasi 1,5% adalah 230 mOsm/liter bila dibandingkan

dengan osmolalitas serum 290 mOsm/liter sehingga toksisitas ginjal dan

kardiovaskular dapat terjadi. Penurunan konsentrasi glisin dapat

menyebabkan komplikasi yang lebih banyak akibat hipotonisitasnya sehingga

tidak dapat lagi digunakan sebagai cairan irigasi. Keuntungan glisin 1,5%

bila dibandingkan dengan air steril adalah tendensitasnya menyebabkan gagal

ginjal dan hemolisis yang lebih rendah.

c. Mannitol 3%

Mannitol dianggap tidak memiliki toksisitas yang disebabkan glisin, namun

dapat mendorong air keluar dari sel sehingga dapat menyebabkan overload

dari sirkulasi. Disamping itu harganya lebih mahal dibandingkan glisin.

Ekskresinya melalui ginjal sehingga akan menurun pada pasien dengan

gangguan fungsi ginjal.

d. Dekstrosa 2.5% - 4%

Tidak digunakan lagi secara luas karena dapat menyebabkan membakar

jaringan yang direseksi dan berkaitan dengan hiperglikemia apabila

diabsorbsi ke dalam sirkulasi. Juga tidak disukai karena membuat lengket

instrumen dan sarung tangan ahli bedah saat operasi.

e. Cytal

Cytal adalah campuran dari Sorbitol 2.7% dan Mannitol 0.54% banyak

digunakan di Amerika Serikat sebagai cairan irigasi, namun tidak popular di

India karena harganya yang mahal dan tidak tersedia secara luas. Didalam

tubuh, Sorbitol dimetabolisme menjadi fruktosa, yang dapat menimbulkan

masalah baru pada pasien yang hipersensitif terhadap fruktosa

f. Urea 1%

Urea dapat menyebabkan kristalisasi pada intrumen selama reseksi maka dari

itu tidak dipilih untuk cairan irigasi.

Berdasarkan keuntungan dan kerugian tersebut diatas maka glisin 1,5% dan

air steril yang paling sering digunakan sebagai cairan irigasi pada operasi

urologi endoskopi.

Page 6: turp.docx

2.4 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari Tur Syndrome yaitu sebagai berikut :

1. Hiponatremia

2. Hipoosmolaritas

3. Overload cairan

4. Edema paru

5. Hipotensi

6. Hemolisis

7. Keracunan cairan

8. Hiperglisinemia

9. Hiperamonemia

10. Hiperglikemia

11. Ekspansi volume intravaskular

Sindrom TUR dapat terjadi kapan pun dalam fase perioperatif dan dapat

terjadi beberapa menit setelah pembedahan berlangsung sampai beberapa jam

setelah selesai pembedahan. Penderita dengan anestesi regional menunjukkan

keluhan-keluhan sebagai beriku:

a. Pusing

b. Sakit kepala

c. Mual

d. Rasa tertekan di dada dan tenggorokan

e. Napas pendek

f. Gelisah

g. Nyeri perut

h. Tekanan sistolik dan diastolik meningkat

Perubahan ECG dapat berupa irama nodal, perubahan segmen ST,

munculnya gelombang U, dan komplek QRS yang melebar. Pada pasien yang

mengalami sindrom TURP, pulihnya kembali kesadaran karena anestesi dan khasiat

muscle relaxant dapat terlambat.

Page 7: turp.docx

2.1 Patofisiologi

Sindrom TURP ini muncul intraoperatif maupun postoperatif dengan gejala

sakit kepala, kelelahan terus menerus, confusion, sianosis, dispnea, aritmia,

hipotensi dan seizure. Selain itu bisa berakibat lebih parah yaitu bisa bermanifestasi

overload sirkulasi cairan, toksisitas dari cairan yang digunakan sebagai cairan

irigasi. Sindrom TURP bisa terjadi setiap saat dan telah diobservasi awal setelah

pembedahan dimulai dan beberapa jam setelah pembedahan selesai.

Jumlah cairan yang dapat memasuki daerah vaskularisasi dipengaruhi

beberapa faktor yaitu : tekanan hidrostatik dari cairan irigasi, jumlah venous sinus

yang terbuka, lama reseksi/paparan dan perdarahan vena yang terjadi. Tekanan

hidrostatis cairan irigasi yang rendah, semakin banyaknya vena yang terbuka saat

reseksi dan semakin lama waktu reseksi meningkatkan absorbsi air ke dalam sistem

sirkulasi.

1. Overload Sirkulasi

Uptake dari sejumlah kecil cairan irigasi dapat ditunjukkan pada setiap operasi

TURP melalui venous netwok of prostatic bed. Absorbsi cairan diteliti dengan

cara memeriksa udara ekspirasi dari etanol setelah penambahan etanol sampai

dengan konsentrasi lebih dari 1% ke dalam cairan irigasi.

Reseksi biasanya berlangsung 45-60 menit dan rata-rata 20mL/menit dari

cairan irigasi diserap/diabsorbsi selama operasi TURP. Karena volume

sirkulasi yang meningkat, volume darah akan meningkat, tekanan sistolik dan

diastolik meningkat dan dapat menyebabkan gagal jantung. Absorbsi cairan

mendilusi protein serum dan menurunkan tekanan onkotik darah. Hal ini

bersamaan dengan peningkatan tekanan darah mendorong cairan dari vaskular

menuju ke kompartmen interstisial, menyebabkan edema paru dan serebri.

Ditemukan pada absorbsi langsung ke dalam sirkulasi, hampir lebih dari 70%

cairan irigasi terakumulasi dalam ruang interstisial (periprostatik,

retroperitoneal). Untuk setiap 100 ml cairan yang memasuki ruangan

interstisial 10-15 mEq Na ikut masuk ke dalamnya.

Page 8: turp.docx

Durasi operasi berpengaruh pada jumlah absorbsi dan overload sirkulasi.

Morbiditas dan mortalitas ditemukan lebih tinggi pada operasi dengan waktu

lebih dari 90 menit. Absorbsi intravaskular dipengaruhi ukuran prostat

sedangkan absorbsi interstisial dipengaruhi integritas kapsul prostat. Overload

sirkulasi terjadi apabila berat dari prostat lebih dari 45 gr. Faktor penting

lainnya adalah tekanan hidrostatik dari prostatic bed. Tekanan ini dipengaruhi

ketinggian kolom cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kemih saat

pembedahan. Tinggi yang ideal dari cairan adalah 60 cm sehingga kira-kira

300 ml cairan dapat dihasilkan per menit untuk mendapatkan penglihatan yang

baik.

2. Water Intoxication

Beberapa pasien dengan sindrom TURP menunjukkan gejala intoksikasi air

dan kelainan neurologis disebabkan karena peningkatan jumlah air dalam

otaknya. Pasien awalnya menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah. Kejang

dapat berkembang menjadi koma dalam posisi deserebrasi. Papiledema, yaitu

pupil yang terdilatasi dan bereaksi lambat dapat terjadi.

3. Hyponatremia – Hiperosmolaritas

Kehilangan natrium klorida dari cairan ekstraseluler atau penambahan air yang

berlebihan pada cairan ekstra seluler akan menyebabkan penurunan konsentrasi

natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada

dehidrasi hipoosmotik dan berhubungan dengan volume cairan ekstraseluler.

Natrium penting dalam fungsinya untuk eksitasi sel, terutama pada jantung dan

otak. Hiponatremia dapat terjadi pasien yang mengalami TURP melalui

berbagai mekanisme :

1. Dilusi serum Na akibat kelebihan absorbsi cairan irigasi

2. Hilangnya Na menuju aliran cairan irigasi pada tempat reseksi prostat

Page 9: turp.docx

3. Hilangnya Na menuju ruangan interstisial pada periprostat dan

retroperitoneal

4. Jumlah besar glisin menstimulasi pelepasan atrial natriuretik peptida pada

kelebihan volume cairan menyebabkan natriuresis..

Gejala hiponatremia adalah gelisah, kebingungan, inkoheren, koma dan kejang.

Ketika Na serum turun sampai di bawah 120 mEq / liter, hipotensi dan

penurunan kontraktilitas miokardial terjadi. Dibawah 115 mEq / l, bradikardi

dan perluasan dari kompleks QRS pada EKG dapat terjadi, ektopik ventrikuler

dan inversi gelombang T dapat terjadi. Di bawah 100 mEq / liter maka kejang

umum, koma, henti nafas, Ventricular Tachycardia (VT), Ventricular

Fibrillation (VF) dan henti jantung terjadi. Kebutuhan Na dihitung berdasarkan

formula :

Sodium Deficit = Normal serum Na - Estimated serum Na x Volume of body

water

Namun gangguan fisiologis yang menyebabkan gangguan system saraf pusat

bukanlah hiponatremia tersebut melainkan hipoosmolalitas yang terjadi.

Seperti yang kita tahu bahwa sawar darah otak bersifat impermeabel terhadap

natrium namun permeabel terhadap air. Edema serebri terjadi akibat

hipoosmolalitas akut yang terjadi meningkatkan tekanan intrakranial,

menyebabkan bradikardi dan hipertensi (Cushing reflex).

4. Glycine Toxicity

Kelebihan glisin yang diabsobrsi ke sirkulasi bersifat toksik pada jantung dan

retina dan dapat menyebabkan hiperammonia. Pada pasien glisin 1,5%

berhubungan efek subakut dari miokardium, muncul sebagai depressi atai

Page 10: turp.docx

inverse gelombang T. pada EKG 24 jam setelah pembedahan. Absorbsi lebih

dari 500 ml menunjukkan dua laki resiko jangka panjang acute myocardial

infarction. ini yang menyebabkan jumlah mortalitas yang lebih tinggi antara

operasi transuretra vs open prostatectomy masih diperdebatkan oleh urologis

hingga saat ini. Dilutional hypocalcemia juga dapat menjadi penyebab

gangguan kardiovaskular ketika glisin di absorbsi. Namun kalsium dijaga tetap

normal secara cepat dengan mobilisasi kalsium dari tulang. Glisin adalah asam

amino yang berperan sebagai neurotransmitter utama pada system saraf pusat.

Tempat kerja glisin adalah terutama pada batang otak dan medulla spinalis

berbeda dengan neurotransmitter lainnya yaitu GABA yang bekerja pada area

subkortikal dan kortikal area. Mekanisme kerjanya diakibatkan dari

hiperpolarisasi dari membran postsinaps dengan meningkatkan hantaran

klorida. Pada konsentrasi tinggi menyebabkan efek pada sistem saraf pusat dan

gangguan penglihatan. Glycolic acid, formal dan formaldehyde adalah

metabolit lain dari glisin yang juga menyebabkan gangguan penglihatan. Tanda

seseorang mengalami toksisitas glisin adalah mual, muntah, respirasi lambat,

kejang, spell apneoea dan sianosis, hipotensi, oligouria, anuria dan kematian.

Nilai normal glisin pada pria adalah 13-17 mg / liter. Glycine toxicity jarang

pada pasien TURP mungkin karena hampir seluruh glisin yang diabsorbsi

ditahan pada ruang periprostatik dan retroperitoneal yang tidak memiliki efek

sistemik.

5. AmmoniaToxicity

Amonia adalah produk mayor dari metabolisme glisin. Konsentrasi ammonia

yang tinggi menekan pelepasan norepinefrin dan dopamine dalam otak. Hal ini

menyebabkan encephalopati TURP syndrome. Namun hal ini jarang terjadi

pada manusia. Karakteristik toksisitas yang terjadi adalah satu jam setelah

pembedahan. Pasien tiba-tiba mual dan muntah dan menjadi koma. Ammonia

darah meningkat menjadi 500 mikromol / liter (nilai normal : 11-35 mikromol /

Page 11: turp.docx

liter). Hyperammonemia dapat bertahan sampai lebih dari 10 jam paska operasi

karena glisin secara kontinu diabsorbsi dari ruang periprostat.

Mekanisme mengapa hiperammonia tidak diderita oleh semua pasien yang

mengalami TURP masih belum jelas. Hiperamonia mengimplikasikan bahwa

tubuh tidak dapat memetabolisme glisin secara sempurna melalui glisin

cleavage system., citric acid cycle dan konversi glycolic dan glioxylic acid.

Makanisme lain yang dapat menjelaskan adalah defisiensi arginin. Amonia

normalnya diubah menjdi urea dalam hati melalui ornithine cycle. Arginin

adalah produk intermediet dari siklus ini. Defisiensinya menandakan bahwa

ornithine cycle tidak berlangsung sempurna dan terjadi akumulasi amonia.

6. Hipovolemi, Hipotensi

Tanda hemodinamika klasik dari Sindrom TURP, ketika glisin digunakan

sebagai cairan irigasi,terdiri dari transient arterial hipertension, yang bisa tidak

muncul jika pendarahan berlebihan, diikuti dengan perpanjangan hipertensi.

Pelepasan substansi jaringan prostatik dan endotoksin menuju sirkulasi dan

asidosis mtabolik yang bisa berkontribusi terhadap hipotensi. Kehilangan darah

saat Sindrom TURP akan menimbulkan hipovolemia, menyebabkan kehilangan

kemampuan mengangkut oksigen secara signifikan sehingga bisa menuju

iskemia myokardial dan infark miokard. Kehilangan darah berkorelasi dengan

ukuran kalenjar prostat yang direseksi, lamanya pembedahan dan skill dari

operator. Rata-rata kehilangan darah saat TURP adalah 10ml/gram dari reseksi

prostat.

7. Gangguan Penglihatan

Salah satu komplikasi dari Sindrom TURP adalah kebutaan sementara,

pandangan berkabut, dan melihat lingkaran disekitar objek. Pupil menjadi

dilatasi dan tidak merespons. Lensa mata normal. Gejala bisa muncul

Page 12: turp.docx

bersamaan dengan gejala lain dari Sindom TURP atau bisa juga menjadi gejala

yang tersembunyi.

Penglihatan kembali normal 8-48 jam setelah pembedahan. Kebutaan TURP

disebabkan oleh disfungsi retina yang kemungkinan karena keracunan glisin.

Karena itu persepsi dari cahaya dan refleks mengedipkan mata dipertahankan

dan respon pupil terhdap cahaya dan akomodasi hilang pada kebutaan TURP,

tidak seperti kebutaan yang disebabkan karena disfungsi kortikal serebri.

8. Perforasi

Perforasi dari kandung kemih bisa terjadi saat TURP berkaitan dengan

instrumen pembedahan, pada reseksi yang sukar, distensi berlebihan dari

kantung kemih dan letusan didalam kantung kemih. Perforasi instrumen dari

kapsul prostatik telah diestimasi terjadi pada 1% dari pasien yang melakukan

TURP. Tanda awal dari perforasi, yang sering tidak diperhatikan adalah

penurunan kembalinya cairan irigasi dari kantung kemih. Dan diikuti oleh

nyeri abdomen, distensi dan nausea. Bradikardi dan hipotensi arterial juga

ditemukan. Juga ada resiko tinggi kesalahan diurese spontan. Pada perforasi

intraperitoneal, gejalanya berkembang lebih cepat. Nyeri alih bahu yang

berkaitan dengan iritasi pada diafragma merupakan gejala khas Pallor,

diaphoresis, rigiditas abdomen, nausea, muntah dan hipotensi bisa terjadi.

Perforasi ekstraperitonial, pergerakan refleks dari ekstemitas bawah bisa

terjadi. Letusan didalam kantung kemih jarang terjadi. Kauter dari jaringan

prostat dipercaya bisa membebaskan gas yang mudah terbakar. Secara normal,

tidak cukup oksigen yang terdapat didalam kantung kemih agar bisa terjadi

letusan. Tetapi jika udara masuk bersama dengan cairan irigasi akan bisa

berakibat timbulnya ledakan.

9. Koagulasi

DIC (Disseminated Intravasculer Coagulation) bisa terjadi berkaitan dengan

pelepasan partikel prostat yang kaya akan jaringan thrombopalstin menuju

Page 13: turp.docx

sirkulasi yang menyebabkan fibrinolisis sekunder. Dilutional trombositopenia

bisa memperbusuk situasi. DIC bisa dideteksi pada darah dengan timbulnya

penurunan jumlah platelet, FDP (Fibrin Degradation Products) yang tinggi

(FDP > 150 mg/dl) dan plasma fibrinogen yang rendah (400 mg/dl)

10. Bakteremia, Septisemia dan Toksemia

Sekitar 30% dari semua pasien TURP memiliki urin yang terinfeksi saat

preoperatif. Ketika prostat sinus vena terbuka dan digunakan irigasi dengan

tekanan tinggi, maka bakteri akan masuk menuju sirkualsi. Pada 6% pasien,

bakteremia menjadi septisemia. Absorbsi dari endotoksin bakteri dan produksi

toksin dari koagulasi jaringan akan berakibat keadaan toksik pada pasien

postoperatif. Gemetar yang parah, demam, dilatasi kapiler dan hipertensi bisa

terjadi secara temporer pada pasien ini.

11. Hipotermia

Hipotermia merupakan observasi yang selalu dilakukan pada pasien yang akan

dilakukan TURP. Penurunan dari suhu tubuh akan mengubah situasi

hemodinamika, yang mengakibatkan pasien menggigil dan peningkatan

konsumsi oksigen. Irigasi kandung kemih merupakan sumber utama dari

hilangnya panas dan penggunaan cairan irigasi pada suhu ruangan

menghasilkan penurunan suhu tubuh sekitar 1-2oC. Ini diperburuk oleh

keadaan ruangan operasi yang bersuhu dingin. Pasien geriatri diduga akan

mengalami hipotermia karena disfungsi otonom. Vasokonstriksi dan asidosis

bisa berefek pada jantung dan berkontribusi terhadap manifestasi sistem saraf

pusat. Menggigil juga bisa diperparah oleh pendarahan dari tempat reseksi.

Page 14: turp.docx

Gambar 2. Skema Patofisiologi sindrom TURP 11

Page 15: turp.docx

2.2 Penatalaksanaan

a. Jika dideteksi saat intra operatif  tindakan segeradihentikan dan pemberian

cairan IV dihentikan

b. Air yang diabsorbsi       harus dikeluarkan: Furosemid40 mg iv

c. Bantu pernafasan dengan oksigen (nasal kanul ataumasker, atau intubasi dan

ventilasi jika diperlukan)

d. Simptomatik hiponatremia yang menyebabkankelemahan sampai koma      harus

diatasi dengancairan hipertonik (NaCl 3% = 0.513 mmol/ml) sampaigejala

hilang

e. Periksa BGA, serum sodium dan Hb

f. Kelemahan dapat diatasi dengan dosis kecil midzolam(2-4 mg), diazepam (3-5

mg) atau thiopental (50-100mg)

g. Intubasi endotrakeal disarankan untuk mencegahaspirasi sampai status mental

kembali normal

h. Jika odem paru dan hipotensi berlanju invasif hemodinamik monitoring

direkomendasikan sebagaipetunjuk untuk penatalaksanaan farmakologis

danmanajemen cairan

1. Cairan Irigasi

Untuk operasi TUR dapat dipakai beberapa macam cairan irigasi. Salin tidak

dapat dipakai karena cairan ini merupakan penghantar listrik dan akan

mengganggu proses pemotongan dan kauterisasi. Di samping itu arus listrik

dapat dihantarkan ke alat resektoskop dan dapat mengenai ahli bedah.

Belakangan ini telah ditemukan mesin resektoskop yang lebih moderen yang

dapat menggunakan salin sebagai cairan irigasinya tapi alat tersebut masih

sangat mahal. Salin merupakan cairan irigasi yang ideal karena sifatnya yang

isotonik sehingga tidak mengganggu bila terserap.

Cairan lain yang dapat dipakai adalah air steril, glysin 1,2%, 1,5%, atau 2,2%.

Cairan lain yang dapat dipakai adalah sorbitol atau manitol 3%. Di negara maju

air steril sudah jarang dipakai karena jika diserap dalam jumlah besar dapat

Page 16: turp.docx

menyebabkan hiponatremia, hemolisis intra vaskuler dan hiperkalemia. Karena

itu sorbitol, manitol, atau glisin lebih banyak dipakai. Sorbitol/manitol atau

glisin dapat mencegah hemolisis intravaskuler tetapi tidak dapat mencegah

hiponatremia dilusional karena bisa terjadi penyerapan cairan dalam jumlah

besar tanpa penambahan natrium. Cairan yang banyak dipakai di luar negeri

adalah glisin. Tetapi penyerapan glisin dalam jumlah besar dapat menyebabkan

beberapa akibat dan sebenarnya cairan sorbitol dan manitol lebih baik

dibandingkan dengan glisin. Tetapi harganya lebih mahal. Cairan non ionik yang

dapat dipakai adalah larutan glukose 2,5%-4%. Untuk negara yang sedang

berkembang, Collins dan kawan-kawannya menganjurkan pemakaian dektrose

5% yang lebih ekonomik dibandingkan dengan cairan glisin dan lebih jarang

menimbulkan hemolisis serta lebih aman dibandingkan air steril. Tetapi larutan

dextrose tidak disukai karena dapat menyebabkan hipoglikemi tissue charring

pada tempat reseksi dan menimbulkan rasa lengket pada sarung tangan ahli

bedah dan peralatan. Di Amerika Serikat, cairan irigasi yang paling banyak

dipakai adalah Cytal yang merupakan campuran antara sorbitol 2,7% dan

manitol 0,54%.

2. Terapi

Pada hiponatremia ringan atau sedang, pemberian furosemide intravenous dan

infus normosalin mungkin sudah cukup. Tindakan ini akan menurunkan

kelebihan beban cairan melalui diuresis dan menjaga kadar Na dalam batas

normal. Pemberian furosemide sebaiknya dimulai selama pasien masih di dalam

kamar operasi kalau terjadi perdarahan yang banyak dan waktu operasi lebih dari

90 menit atau bila kadar natrium menurun. Pada kasus hiponatremi berat

diberikan infus 3% saline sebanyak 150-200 cc dalam waktu 1-2 jam. Tindakan

ini harus selalu disertai furosemide intravena, terutama pada pasien dengan

risiko terjadinya payah jantung kongestif. Pemberian hipertonik saline ini dapat

diulangi bila perlu. Selama pemberian saline hipertonik, kadar elektrolit harus

diperikasa tiap 2-4 jam untuk mencegah terjadinya hipernatremia. Pada

Page 17: turp.docx

penderita hiponatremia yang menunjukkan gejala, gejala itu bisa dihilangkan

dengan peningkatan kadar natrium 4-6 meq/liter saja. Dalam 12-24 jam pertama,

hanya setengah dari kekurangan kadar natrium yang perlu diatasi dengan

pemberian saline 3%. Pemberian saline 3% sebaiknya segera digantikan dengan

normal saline. Jangan meningkatkan kadar natrium lebih dari 20 meq/liter dalam

waktu 24 jam. Dianjurkan untuk menaikkan kadar natrium secara perlahan.

Karena pemberian saline 3% hanya dipakai untuk tidak lebih dari separuh dari

penggantian kalium, maka pada pasien dengan hiponatremia berat hanya

memerlukan 300-500cc saline 3%.

Bila terjadi udem paru-paru, harus dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi

tekanan positif dengan menggunakan oksigen 100%(1). Bila terjadi kehilangan

darah yang banyak maka transfusi dilakukan dengan menggunakan Packed Red

Cells (PRC). Bila terjadi DIC diberikan fibrinogen sebanyak 3-4 gram intravena

diikuti dengan pemberian heparin 2000 unit secara bolus dan diikuti 500 unit per

jam. Dapat juga diberikan fresh frozen plasma dan trombosit, tergantung dari

profil koagulasi.

2.3 Pencegahan Sindroma TUR

Identifikasi gejala-gejala awal sindrom TUR diperlukan untuk mencegah

manifestasi berat dan fatal pada pasien-pasien dengan pembedahan urologi

endoskopik. Bila diketahui adanya hiponatremi yang terjadi sebelum operasi

terutama pada pasien-pasien yang mendapat diuretik dan diet rendah garam harus

segera dikoreksi. Karena itu pemeriksaan natrium sebelum operasi TUR perlu

dilakukan. Pemberian antibiotik profilaktik mungkin mempunyai peran penting

dalam pencegahan bakteremia dan septicemia. Untuk penderita-penderita dengan

penyakit jantung, perlu dilakukan monitoring CVP atau kateterisasi arteri

pulmonalis.

Tinggi cairan irigasi yang ideal adalah 60 cm dari pasien. Lamanya operasi

TURP tidak boleh lebih dari 1 jam. Bila diperlukan waktu lebih dari 1 jam, maka

Page 18: turp.docx

TURP sebaiknya dilakukan bertahap. Pemeriksaan natrium serum sebaiknya

dilakukan tiap 30 menit dan perlu dilakukan koreksi sesuai dengan hasil serum

natrium. Perlu dilakukan pemberian furosemid profilaksis untuk mencegah

overload cairan. Bila perlu dilakukan transfusi darah, sebaiknya dilakukan dengan

PRC bukan dengan whole blood. Perlu dilakukan pencegahan hipotermi misalnya

dengan menghangatkan cairan irigasi sampai 37˚C.

Page 19: turp.docx

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

a. Identitas

Terjadi akibat operasi TURP +50% laki-laki >60 thn, +80% laki-laki usia 80

thn. (Purnomo, 2003)

b. Keluhan Utama

Sesak napas.

c. Riwayat Kesehatan

Pasien BPH dengan post operasi TURP.

d. Pemeriksaan Fisik

…………………………3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnose yang kemungkinan muncul pada tur syndrome yaitu sebagai berikut :

1. Kerusakan pertukaran gas b.d odem paru.

2. Kelebihan volume cairan b.d adanya penyerapan cairan irigasi yang

berlebihan.

3. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intracranial.

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

BAB III

PENUTUP

Page 20: turp.docx

A. Kesimpulan

Sindroma TUR adalah kumpulan tanda dan gejala yang terjadi pada penderita yang

menjalani operasi TURP yang disebabkan karena penyerapan cairan irigasi dalam

jumlah besar. Sindroma TUR dapat terjadi pada 2-10% operasi TURP dan masih dapat

terjadi walaupun di tangan urolog yang sudah berpengalaman sekalipun. Sindroma TUR

paling banyak terjadi pada pemakaian cairan irigasi yang hipotonik terutama bila yang

dipakai adalah air steril. Karena penyerapan air dalam jumlah besar mudah

menimbulkan hiponatremia dan hemolisis. Frekuensi sindroma TUR meningkat pada

operasi yang lamanya lebih dari 90 menit, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa

sindroma TUR dapat terjadi pada operasi yang berlangsung dibawah 30 menit, pada

prostat yang besarnya lebih dari 45 gram, dan bila cairan irigasi yang dipakai 30 liter

atau lebih. Dalam penanganan sindroma TUR, yang paling penting adalah diagnosa dini

yang memerlukan kerja sama yang baik antara ahli bedah dan ahli anestesi. Diagnosa

dini dari sindrom TUR dan penanganan yang tepat banyak menurunkan angka kematian

sindroma TUR ini.

B. Saran

1.      Didalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatdaruratan

system perkemihan diharapkan perawat memahami konsep dasar penyakit dan konsep

dasar asuhan keperawatan.

2.      Dalam pemberian tindakan keperawatan pada klien dengan kegawatdaruratan system

perkemihan hendaknya perawat dapat melakukan tindakan dengan cepat dan tepat

dengan mengutamakan tindakan yang paling prioritas, tanpa mengabaikan masalah yang

lain.

Daftar Pustaka

Page 21: turp.docx

Moorthy HK, Philip S. TURP Syndrome, Current Concepts In The Pathophysiology And

Management. Indian  J Urol 2001;17:97-102.

Hahn RG, The Transurethral Resection Syndrome. Acta Anaesthesiol Scand. 1991 ; 35 (7): 557-

567.

Leslie SW. Transurethral Resection of the Prostate. Taken from

www.emedicine.com/MED/topic3071.htm Accessed on 9 Sept 2008. Last Update Oct

33, 2006.

Marrero AS, Prodigalidad AM, Ambrosio AZ. Prediction and Early Diagnosis of Transurethral

Prostatectomy Syndrome. Members http://members.tripod.com/nktiuro/paper2.htm.

Accessed on 9 Sept 2008

Tanda dan gejala :

v     Lemah

v     Pusing dan sakit kepala

v     Rasa tertekan di dada dan tenggorokan

v     Napas pendek

v     Gelisah dan binggung

v     Hipotensi

v     Takikardia

v     Mual dan muntah

Page 22: turp.docx

v     Kolaps

v     Spasme otot dan nyeri perut

v     Kejang

v     Tekanan sistolik dan diastolik menurun

v     Nadi meningkat

Bila pasien mengalami anestesi umum, maka diagnosa dari sindrom TURP menjadi

sulit dan sering terlambat. Salah satu tanda sindromTURP jika klien sedang

mendapatkan anestesi adalah kenaikan dan penurunan tekanan darah yang tidak dapat

diterangkan sebabnya. Perubahan ECG dapat berupa irama nodal, perubahan segmen

ST, munculnya gelombang U, dan komplek QRS yang melebar. Pada pasien yang

mengalami sindrom TURP, pulihnya kembali kesadaran karena anestesi dan khasiat

muscle relaxant dapat terlambat.

Komplikasi

v     Sianotik

v     Hipotensi

v     Cardiac arrest

v     Gejala neurologi : mula-mula mengalami letargi dan kemudian tidak sadar, pupil

mengalami dilatasi dan dapat terjadi kejang tonik klonik dan dapat berakhir dengan

koma

v     Koagulopati

Pada Sindroma TUR dapat terjadi Disseminated Intravasculer Coagulation (DIC) yang

terjadi akibat lepasnya partikel prostat yang mengandung tromboplastin dalam jumlah

Page 23: turp.docx

besar ke dalam peredaran darah dan menyebabkan fibrinolisis sekunder. DIC ini dapat

diketahui dari turunnya kadar trombosit dan meningkatnya Fibrin Degradation Product

(FDP) serta kadar fibrinogen yang rendah

v     Bakteriemia dan Sepsis

Pada 30% penderita yang dilakukan TURP sudah terjadi infeksi sebelum operasi. Bila

sinus vena prostat terbuka sebelum operasi dan dilakukan irigasi dengan tekanan tinggi

maka kuman bisa masuk ke dalam peredaran darah dan terjadi bakteremia. Pada 6%

pasien bakteremia ini menyebabkan sepsis

v     Hipotermi

Hipotermi sering terjadi pada pasien yang mengalami TURP. Irigasi kandung kencing

merupakan penyebab penting kehilangannya panas tubuh dan hal ini ditambah dengan

suhu kamar operasi yang rendah. Hipotermi sering terjadi pada penderita lanjut usia

karena gangguan saraf otonomik

Cairan Irigasi

Cairan lain yang dapat dipakai adalah air steril, glysin 1,2%, 1,5%, atau 2,2%, sorbitol

atau manitol 3%. air steril sudah jarang dipakai karena jika diserap dalam jumlah besar

dapat menyebabkan hiponatremia, hemolisis intra vaskuler dan hiperkalemia. Sorbitol,

manitol atau glisin dapat mencegah hemolisis intravaskuler tetapi tidak dapat mencegah

hiponatremia dilusional karena bisa terjadi penyerapan cairan dalam jumlah besar tanpa

penambahan natrium. Cairan non ionik yang dapat dipakai adalah larutan glukose 2,5%-

4%. Untuk negara yang sedang berkembang, Collins dan kawan-kawannya

menganjurkan pemakaian dektrose 5% yang lebih ekonomik dibandingkan dengan

cairan glisin dan lebih jarang menimbulkan hemolisis serta lebih aman dibandingkan air

steril. Tetapi larutan dextrose tidak disukai karena dapat menyebabkan hipoglikemi

tissue charring pada tempat reseksi dan menimbulkan rasa lengket pada sarung tangan

ahli bedah dan peralatan.

Page 24: turp.docx

Penatalaksanaaan Medis

v     Pada hiponatremia ringan atau sedang, pemberian furosemide intravenous dan infus

normosalin mungkin sudah cukup

v     Pada kasus hiponatremi berat diberikan infus 3% saline (hipertonik) sebanyak 150-

200 cc dalam waktu 1-2 jam. Tindakan ini harus selalu disertai furosemide intravena,

terutama pada pasien dengan risiko terjadinya payah jantung kongestif. Pemberian

hipertonik saline ini dapat diulangi bila perlu. Kadar elektrolit harus diperikasa tiap 2-4

jam untuk mencegah terjadinya hipernatremia

v     Pemberian saline 3% sebaiknya segera digantikan dengan normal saline

v     Bila terjadi udem paru-paru, harus dilakukan intubasi trakeal dan ventilasi tekanan

positif dengan menggunakan oksigen 100%

v     Bila terjadi kehilangan darah yang banyak maka transfusi dilakukan dengan

menggunakan Packed Red Cells (PRC)

v     Bila terjadi DIC diberikan fibrinogen sebanyak 3-4 gram intravena diikuti dengan

pemberian heparin 2000 unit secara bolus dan diikuti 500 unit per jam. Dapat juga

diberikan fresh frozen plasma dan trombosit, tergantung dari profil koagulasi

Keuntungan :

-          Luka incisi tidak ada

-          Lama perawatan lebih pendek

-          Morbiditas dan mortalitas rendah

-          Prostat fibrous mudah diangkat

Page 25: turp.docx

-          Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

-   Tehnik sulit

-   Resiko merusak uretra

Asuhan Keperawatan

Diagnosa  keperawatan yang mungkin muncul :

v     Kelebihan volume cairan b.d pengenceran serum plasma

v     Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d hiponatremia saat operasi TURP

Diagnosa  keperawatan : Kelebihan volume cairan b.d pengenceran serum plasma

Intervensi

1. Awasi denyut jantung, TD dan CUP

2. Awasi berat jenis urin

3. Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema

4. Auskultasi paru dan bunyi jantung

5. Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah

6. Awasi pemeriksaan laboratorium : Natrium, kalium, albumin, Hb / Ht

7. Monitor intake dan output

8. Berikan obat diuretik

9. Ganti irigasi bladder dengan normal salin

10.  Kurangi waktu pelaksanaan operasi

Page 26: turp.docx

Diagnosa keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d hiponatremia

saat operasi TURP

Intervensi :

v     Hentikan irigasi

v     Monitor TTV dan tingakat kesadaran

v     Monitor EKG untuk mengetahui fungsi jantung akibat hiponatremia

v     Kaji suara paru dan jantung untuk adanya tanda edema paru, gagal jantung, atau

keduanya sebagai perpindahan cairan kembali ke intravascular

v     Observasi adanya perbedaan kelemahan dan kebingungan dari TUR sindrom dari

disorientasi post operasi dan hiponatremia

v     Monitor kadar elektrolit serum : Na, K

v     Pada hiponatremia ringan atau sedang, pemberian furosemide intravenous dan infus

normosalin mungkin sudah cukup

v     Hiponatremi berat diberikan infus 3% saline (hipertonik) sebanyak 150-200 cc

dalam waktu 1-2 jam. Tindakan ini harus selalu disertai furosemide intravena, terutama

pada pasien dengan risiko terjadinya payah jantung kongestif

v     Selama pemberian saline hipertonik, kadar elektrolit harus diperikasa tiap 2-4 jam

untuk mencegah terjadinya hipernatremia

TURP

Page 27: turp.docx

15 05 2010

TURP (emedicine.com)

Transurethral resection of the prostate (TURP) merupakan standar pembedahan

endoskopik untuk Benign Prostat Hypertrophy (pembesaran prostat jinak).  TURP

dilakukan dengan cara bedah elektro (electrosurgical) atau metode alternative lain yang

bertujuan untuk mengurangi perdarahan, masa rawat inap, dan absorbsi cairan saat

operasi.  Metode alternatif ini antara lain vaporization TURP (VaporTode), TURP

bipolar, vaporisasi fotoselektif prostat (PVP), dan enuleasi laser holmium serta

tidanakan invasive minimal lainnya seperti injeksi alcohol, pemasangan stent prostat,

laser koagulasi.

Menurut Agency for Health Care Policy and Research guidelines, indikasi absolut

pembedahan pada BPH adalah sebagai berikut :

1. Retensi urine yang berulang.

2. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat.

3. Gross hematuria berulang.

4. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli.

5. Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli.

6. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli

terganggu akibat pembesaran prostat.

Secara umum pasien dengan gejala LUTS sedang-berat yang tidak berespon terhadap

pengobatan dengan alfa-adrenergik bloker dan/atau 5-alfa reduktase blok inhibitor

Page 28: turp.docx

dipertimbangakan untuk menjalani prosedur pembedahan. TURP diindikasikan pada

pasien dengan gejala sumbatan saluran kencing menetap dan  progresif akibat

pembesaran prostat yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi obat-obatan.

Kontraindikasi TURP

TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasian pada pasien tertentu.

Hampir semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan kondisi

komorbid pasien dan kemampuan pasien dalam menjalani prosedur bedah dan anestesi.

Kontraindikasi relatif antara lain adalah status kardipulmoner yang tidak stabil atau

adanya riwayat kelainan perdarahan yang tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru

mengalami infark miokard dan dipasang stent arteri koroner sebaiknya ditunda sampai 3

bulan bila akan dilakukan TURP.

Pasien dengan disfungsi spingter  uretra eksterna seperti pada penderita miastenia

gravis, multiple sklerosis,atau Parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak bleh

dilakukan TURP karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi. Demikian

pula pada pasien yang mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerusakan

spingter uretra eksterna. TURP akan menyebabkan hilangnya spingter urin internal

sehingga pasien secara total akan tergantung pada fungsi otot spingter eksternal untuk

tetap kontinen. Jika spingter eksternal rusak, trauma, atau mengalami disfungsi, pasien

akan mengalami inkontinesia.

Kontrandikasi yang lain adalah pasien kanker prostat yang baru menjalani radioterapi

terutama brachyterapi atau krioterapi dan infeksi saluran kencing yang aktif.

Sumber : emedicine.com