tugas_referat
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Kulit dapat diobati dengan berbagai macam cara antara
kain topikal, sistemik, dan secara intralensi. Pada makalah ini
menjelaskan mengenai terapi antibiotik baik secara sistemik maupun
secara topikal. Pemilihan Antibiotik tertentu sudah pasti bergantung pada diagnosis
penyakit dan jika memungkinkan pada biakan in vitro dan study sensitifitas dari sampel
klinis. Berbagai patogen yang diisoloasi dari sebagian besar dermatosis yang terinfeksi
antara lain streptococcus B-hemolitiku grup A, Staphylococcus auerus atau keduanya.
Patogen-patogen yang dijumpai pada luka bedah adalah patogen-patogen yang di jumpai
di lingkungan. Oleh sebab itu, informasi mengenai pola regional resistensi obat penting
dalam memilih suatu agen terapeutik. Pada penggunaan topikal dimaksudkan adalah
sediaan yang digunakan pada kulit dengan efek lokal seperti pada sediaan lotion, salep,
dan krim.1,2
Sejarah antibiotik dimulai ketika ditemukannya obat antibiotik
pertama oleh Alexander Flemming yaitu Penicillin-G. Flemming berhasil
mengisolasi senyawa tersebut dari Penicillium chrysogenum syn. P.
notatum. Dengan penemuan antibiotik ini membuka sejarah baru
dalam bidang kesehatan karena dapat meningkatkan angka
kesembuhan yang sangat bermakna. Kemudian terjadilah penggunaan
besar-besaran antibiotik pada saat perang dunia untuk pengobatan
berbagai macam penyakit. Masalah baru muncul ketika mulai
dilaporkannya resistensi beberapa mikroba terhadap antibiotik karena
penggunaan antibiotik yang besar-besaran. Hal ini tidak seharusnya
terjadi jika kita sebagai pelaku kesehatan mengetahui penggunaan
antibiotik yang tepat.1,2
Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-
obat antibiotik yang baru menambah tantangan untuk mengusai terapi
medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja.
1
Beberapa senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata
mempunyai kemampuan dalam membunuh mikroba.1,2,3
Semua ini bertujuan akhir untuk meoptimalkan penggunaan
antibiotik yang tepat dan efektif dalam mengobati sebuah penyakit
sekaligus dapat mengurangi tingkat resistensi.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kata antibiotik berasal dari bahasa yunani yaitu -anti
(melawan) dan -biotikos (cocok untuk kehidupan). Istilah ini
diciptakan oleh Selman tahun 1942 untuk menggambarkan semua
senyawa yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Namun istilah ini
kemudian digeser dengan ditemukannya obat antibiotik sinetis.
Penggunaan istilah antimikroba cenderung mengarah ke semua
jenis mikroba dan termasuk di dalamnya adalah antibiotik, anti
jamur, anti parasit, anti protozoa, anti virus, dll. Namun dalam
pembahasan ini hanya membicarakan proses penghambatan
antibiotik dalam membunuh bakteri.1,3,4
Mikroorganisme yang dihambat oleh antibiotik khusunya
adalah bakteri. Maka dari itu antibiotik bersinosim dengan anti-
bakteri. Antibiotik berbeda dengan istilah disinfectant karena
desifektant membunuh kuman dengan cara membuat lingkungan
yang tidak wajar bagi kuman. Sedangkan kerja dari antibiotik
adalah cenderung bersifat Toksisitas Selektif dalam arti dapat
membunuh kuman tanpa merugikan inang.1,3
B. KLASIFIKASI ANTIBIOTIK
Pembagian antibiotik dapat dibagi berdasarkan luasnya
aktivitas antibiotik, aktivitas dalam membunuh serta berdasarkan
2
mekanisme obat antibiotik tersebut.
Berdasarkan luasnya aktivitas, antibiotik dibagi menjadi
antibiotik spektrum luas dan spektum sempit. Istilah luas
mengandung arti bahwa antibiotik ini dapat membunuh banyak
jenis bakteri sedangkan sebaliknya, istilah sempit hanya digunakan
untuk membunuh bakteri yang spesifik yang telah diketahui secara
pasti. Penggunaan spektrum luas digunakan apabila identifikasi
kuman penyebab susah dilakukan namun kerugiaanya dapat
menghambat pula bakteri flora normal dalam tubuh.1,4,5
Berdasarkan aktivitas dalam membunuh, antibiotik dibagai
menjadi Bactericidal dan Bacteristatic. Antibiotik yang mempunyai
sifat bakterisidal membunuh bakteri target dan cenderung lebih
efektif serta tidak perlu menggantungkan pada sistem imun
manusia. Sangat perlu digunakan pada pasien dengan penurunan
sistem imun. Yang termasuk baterisidal adalah β-lactam,
aminoglycoside, dan quinolone. Bakteriostatik justru bekerja
menghambat pertumbuhan bakteri dan dapat memanfaatkan
sistem imun host obat bakteriostatik yang khas adalah tetracycline,
sulfonamide, tetracycline, dan clindamycin.1,4,5
Bedasarkan mekanisme kerja, antibiotik dibagi menjadi 5
jenis, yaitu :1,3,4,5
A. Penghambatan sintetis dinding bakteri
B. Penghambat membran sel
C. Penghambatan sintetis protein di ribosom
D. Penghambatan sintetis asam nukleat
E. Penghambatan metabolik (antagonis folat)
Site of action dari masing-masing golongan terdapat
mekanisme kerja, farmakokintetik, farmakodinamik, serta aktivitas
antimikroba yang berbeda-beda. Perbedaan ini menyebabkan
perbedaan kegunaan di dalam klinik Karena perbedaan ini juga
maka mekanisme resisistensi dari masing-masing golongan juga
3
mengalami perbedaan.4,5
Gambar 1. Tempat Kerja dari Masing-Masing Golongan Antibiotik
C. RESISTENSI OBAT ANTIBIOTIK
Resistensi obat antibiotik oleh mikroba dapat dibagai menjadi
berikut : 1,3
1. Mikroba menghasilkan enzim yang merusak aktivitas obat.
Misal : Stapilokokus yang resisten terhadap penicillin menghasilkan β-
lactamase yang merusak obat-obat β-lactam
2. Mikroba merngubah permeabilitas terhadap obat.
3. Mikroba mengembangkan suatu perubahan terhadap struktur
sasaran bagi obat
Misal : Berubahnya strukutr protein reseptor pada ribosom 30S
menyebabkan mikroba resisten terhadap golongan aminoglikan.
4. Mikroba mengembangkan perubahan jalur metabolitk yang
dihambat
Misal : Bakteri yang resisten Sulfonamides tidak memerlukan PAB
ekstraseluler dimana awalnya bakteri ini sangat membutuhkannya.
4
Mikroba mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat
melakukan fungsi metaboliknya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh
obat. Asal resistensi-resistensi di atas dapat bersifat genetik maupun
non genetik. Yang non genetik dapat berasal dari berubahnya bentuk
suatu mikroba menjadi inaktif sehingga resisten terhadap obat-obat
yang kerjanya pada proses replikasi bakteri. Sedangkan genetik dapat
diturunkan dari mikroba satu ke keturunannya melalui mutasi
kromosom atau dari satu mikroba ke mikroba lain melalui plasmid.1,3,4
Resistensi silang saja terjadi dari satu jenis antibiotik ke jenis
lain. Misal suatu mikroba resisten terhadap suatu jenis antibiotik
dapat resisten terhadap jenis yang lain. Reaksi silang ini dapat
terjadi pada jenis-jenis yang berhubungan sacara kimia maupun
tidak.4,5,6
D. EFEK SAMPING
Efek samping penggunaan antibiotik dapat dikelompokkan menurut
reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi, reaksi toksik, serta perubahan
biologik dan metabolik pada hospes.1,2
1. Reaksi alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan
melibatkan sistem imun tubuh hospes. Terjadinya tidak bergantung
pada besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya
reaksi dapat bervariasi. Prognosis reaksi seringkali sukar diramalkan
walaupun didasarkan atas riwayat reaksi alergi pasien. Orang yang
pernah mengalami reaksi alergi, misalnya oleh penisilin, tidak selalu
mengalami reaksi itu kembali ketika diberikan obat yang sama.
Sebaliknya orang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi
pada penggunaan ulang penisilin. Reaksi alergi pada kulit akibat
penggunaan penisilin dapat menghilang sendiri, walaupun terapinya
diteruskan. Peristiwa ini mungkin berdasarkan pada desensitisasi.
Tetapi pada kejadian reaksi alergi yang lebih berat daripada eksantem
5
kulit, sebaiknya terapi antibiotik tersebut dihentikan. Sebab makin
berat sifat reaksi pertama makin besar kemungkinan timbulnya reaksi
yang lebih berat pada pemberian ulang, berupa anafilaksis, dermatitis
eksfoliativa, angioedema, dan lain-lain. 1,2
2. Reaksi idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik
terhadap pemberian antibiotik tertentu. Sebagai contoh, 10% pria
berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat
primakuin, ini disebabkan mereka kekurangan enzim G6PD. 1,2
3. Reaksi toksik
Antibiotik pada umumnya bersifat toksik selektif, tetapi sifat ini relatif.
Efek toksik pada hospes dapat ditimbulkan oleh semua jenis antibiotik.
Yang mungkin dapat dianggap relatif tidak toksik sampai saat ini
adalah golongan penisilin. Dalam menimbulkan efek toksik, masing-
masing antibiotik dapat memiliki predileksi terhadap organ atau sistem
tertentu pada tubuh hospes. Golongan aminoglikosida pada umumnya
bersifat toksik terutama terhadap nervus octavus. Golongan tetrasiklin
cukup terkenal dalam mengganggu pertumbuhan jaringan tulang,
termasuk gigi, akibat deposisi kompleks tetrasiklin kalsium ortofosfat.
Dalam dosis besar obat ini bersifat hepatotoksik, terutama pada pasien
pielonefritis dan pada wanita hamil. Di samping faktor jenis obat,
berbagai faktor dalam tubuh juga dapat menentukan terjadinya reaksi
toksik, antara lain fungsi organ/sistem tertentu sehubungan dengan
biotransformasi dan ekskresi obat. 1,2
4. Perubahan biologik dan metabolik
Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi,
terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik,
populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat
6
patogen. Penggunaan antibiotik terutama yang berspektrum luas
dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis
mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi patogen.
Gangguan keseimbangan ekologik mikroflora normal tubuh dapat
terjadi di saluran cerna, napas, saluran kelamin dan pada kulit. Pada
beberapa keadaan perubahan ini dapat menimbulkan superinfeksi,
yaitu suatu infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer
dengan suatu antibiotik. Mikroba penyebab superinfeksi biasanya ialah
jenis mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat
penggunaan antibiotik berspektrum luas, khususnya tetrasiklin. 1,2
1. GOLONGAN INHIBITOR SINTETIS DINDING BAKTERI
Bakteri mempunyai lapisan luar yang kaku yang disebut
dinding sel. Dinding sel terdapat pada baik bakteri yang gram (+)
maupun bakteri gram (-). Dinding ini berfungsi mempertahankan
bentuk sel dari perbedaan tekanan osmotic internal dan eksternal
yang sangat tinggi. Pada kedua bakteri mempunyai suatu lapisan
yang bernama Peptidoglycan. Lapisan ini berfungsi mensintetis
dinding bakteri melalui reaksi yang disebut TRANSPEPTIDASI.
Lapisan ini lebih tebal pada bekteri gram (+) dan pada gram (-) di
antara peptidoglycan dan dinding terdapat lapisan membran lemak
sehingga terdapat gambaran membran bilayer.5,6
Preoses penghambatan sintetis dinding bakteri dapat melalui
2 jalur. Jalur pertama berasal dari penghambatan proses
transpeptidasi. Semua obat β-lactam dapat menghambat proses ini.
Yang termasuk dalam antibiotik β-lactam adalah golongan Penicillin,
Cephalosporins, Carbapemems, dan Monobactam. Jalur berikutnya
melalui penghambatan sintetis peptidoglycan. Yang termasuk jalur
kedua ini adalah Vancomycin dan Bacitracin. Pembagian kelompok
ini dapat dilihat pada gambar di bawah. 5,6
7
Gambar 2. Bagan Pembagian Antibiotik Golongan Inhibitor Sintetis Dinding Bakteri
I.1 PENICILLIN
Penicillin yang paling terkenal dan pertama ditemukan adlah
penicillin-G yang ditemukan oleh Flamming pada 1929. Senyawa ini
dihasilkan dari pembenihan spesies Penisillium notatum. Sifat dari
penicillin-G adalah kepekaannya terhadap penghacuran cincin β-
lactam oleh senyawa β-lactamase dan tidak aktif secara relative
terhadap kebanyakan bakteri gram negatif. Pengembangan
terhadap Penicillin menghasilkan turunan-turunan penicillin yang
lebih stabil terhadap asam dan aktif terhadap bakteri gram (-)
maupun gram (+).1,5,6
8
1. Struktur kimia
Semua Penicillin mempunyai struktur dasar yang sama.
Terdapat cincin Beta lactam yang dikelilingi oleh cincin
tiazolodin. Beberapa turunan Penicillin didapatkan dengan
menambahkan senyawa lain pada gugus R. Struktur penicillin
dapat dilihat pada gambar.3,5,6
Gambar 3. Struktur dasa Penicillin. Terdapat cincin β-lactam (kiri) yang dikelilingi cincin tiazolid (kanan).
2. Resistensi
Mekanisme resistensi terhadap Penicillin dapat dibagi
dalam beberapa mekanisme : 6,7
a. Bakteri-bakteri tertentu seperti Staphylococcus aureus,
beberapa Haemophilus influenzae dan gonokokus
menghasilkan senyawa β-lactamse yang memecah cincin β-
lactam. Kontrol pembentukan β-lactamase dikontrol oleh
kromosom dan plasmid. Nafcillin tahan terhap β-lactamase
karena cincin β-lactam dilindungi oleh rantai samping R’.
b. Beberapa mikroba kurang mempunyai reseptor spesifik dan
kurangnya permeabilitas terhadap β-lactam.
c.Organisme yang dormant seperti Mycoplasma L resistant
terhadap penicillin karena tidak mensintetis peptidoglycan.
Zat-zat penghambat β-lactamase seperti clavulanic acid,
sulbactam dan, tazobactam dapat menghambat aktivitas β-
9
lactamase yang dihasilkan bakteri yang resisten. Pemberian
tunggal obat ini kurang menunjukkan aktivitas antibakteri.
Namun kombinasi obat ini dengan obat-obat β-lactam, misalnya
clavulanic acid dan amoxcillin dapat efektif terhadap infeksi
saluran pernafasaan oleh H influenza penghasil β-lactamase.1,6,7
3. Farmakokinetik
Absorpsi peroral berbeda-beda dari masing-masing obat
penicillin tergantung dari kestabilan asam dan ikatan
proteinnya. Pemberian minimal harus diberikan 1 jam sebelum
atau sesudah makan untuk mengurangi ikatan pada makanan.
Absorpsi parenteral biasanya cepar. Pemberian IM sering
menimbulkan iritasi dan nyeri pada tempat suntikan. Pemberian
IV bolus intermittent dengan tetesan kontinue cenderung
disukai.2,3,7,8
Penicillin tidak larut dalam sel dan tidak masuk dalam sel
inang. Pemberian 6 gr perhari dapat menghasilkan kadar 1-6
μg/ml dalam darah. Penicillin yang terikat kuat pada protein
(oxacillin, dicloxacillin) menghasilkan kadar obat bebas yang
lebih rendah daripada yang terikat lemah (Ampicillin, Penicillin-
G). 2,3,7,8
Kadar penicillin pada jaringan setara dengan yang ada di
serum. Pada mata, protat, dan susunan syaraf pusat kadar ini
lebih rendah daripada di serum. Namun pada cairan serebospinal
kadar dapat mencapai 0,2 μg/mL jika diberikan 6 gr parenteral
sehingga tidak diperlukan suntika intratekal. 2,3,7,8
Ekskresi dilakukan kebanyakan oleh ginjal. Sekitar 10%
diekskresi di glomerulus dan 90% melalui tubulus dengan
kecepatan 2 gr/jm kecuali nafcillin dimana 80% diekskresi di
dalam saluran empedu. Waktu paruh Penicillin-G adalah ½-1 ja
dan pada gagal ginjal dapat mecapai 10 jam. Ampicillin
10
diekskresi lebih lama. Sekresi di tubulus dapat dihambat dengan
pemberian probensid dan digunakan pada jika ingin mncapai
kadar sistemik dan cairan serebospinal yang tinggi. Pada
neonantus pemberian ini lebih lambat. Ekskresi juga dapat
melalui sputum dan air susu dan dapat menimbulkan alergi pada
bayi yang menyusui. 2,3,7,8
4. Kegunaan Klinik
Obat ini dikenal karena paling luas kegunaannya. Semua
penicillin oral harus diberikan minimal 1 jam sebelum/sesudah
makan.
a. Penicillin-G
Obat ini masih digunakan pada infeksi pneumococcus,
streptococcus, meningococcus, staphilococcus yang tidak
menghasilkan β-lactamase, gonococcus, Treponema pallidum,
Bacillus anthracic dan bakreti gram (+) lainnya, clostridium,
actinomyces, listeria, dan bacterioid. Kebanyakan dosis yang
digunakan adalah dosis sehari (6 gram) dan umumnya
diberikan secara bolus intermittent IV. Penicillin-V
diindikasikan pada infeksi ringan saluran pernafasan dengan
dosis harian 1-4 g. Pemberian oral tidak boleh diberikan
terhadap infeksi yang berat.8,9
b. Benzathine Penicillin
Obat ini berbentuk garam yang mempunyai kelarutan
dalam air yang sangat rendah dan menghasilkan kadar
rendah tetapi bertahan lama. Kegunaannya adalah diberikan
secara 1,2 juta unit IM untuk profilaksi reinfeksi streptokokus
selama 3-4 minggu.1,8,9
c. Ampicillin, Amoxicillin, carbenicillin, Ticarcillin, Piperacillin,
mezlocillin, Azlocillin
Obat ini berbeda dengan penicillin-G karena punya
akitivitas lebih besar terhadp bakteri gram (-). Ampicillin dan
11
amoxicillin mempunyai aktivitas sama. Namun amoxicillin
lebih mudah diserap dalam usus. Diberikan secara oral untuk
ISK oleh bakteri koliformis gram (-) dan infeksi bakteri
campuran saluran nafas (sinusitis, otitis, bronchitis). Dosis
yang diberikan adalah 250-500 mg 3x sehari. Obat ini kurang
efektif terhadap enterobacter, pseudomonas dan
gastroenteritis salmonella noninvasive.1,8,9
Carbenicillin lebih efektif terhadap pseudomonas dan
proteus namun lebih cepat menjadi resisten. Pemberian
dengan dosis 12-30g/hari IV biasanya diberikan berkombinasi
dengan antibiotik golongan lain untuk pengobatan sepsis
pseudomonas pada luka baker.1,8,9
Ticarcillin menyerupai carbenicillin tetapi dosisnya
lebih rendah (200-300mg/kg/hari). Obat yang lain mempunyai
aktivitas yang kebanyakan sama.1,8,9
d. Penicillin yang resisten terhadap β-lactamase
Golongan yang resisten terhadap β-lactamase adalah
Oxacillin, Cloxacillin, Dicloxacillin, dan Nafcillin. Indikasi
penggunaan hanya digunakan pada infeksi staflokokus
penghasil β-lactamase. Dosis yang digunakan adalah 0,25-0,5
g setiap 4-6 jam peroral. Untuk infeksi yang berat diberikan 8-
12 g/hari nafcillin intermittent bolus IV tiap 2-4 jam (1-2 g tiap
pemberian). Methicillin jarang digunakan karena bersifat
nefrotoksis.3,6-9
5. Efek Samping
a. Hipersensitivitas
b. Neurotoksis pada dosis tinggi (>20.000 unit intratekal atau
>20juta parenteral)
c. Dyspepsia
d. Nefrotoksis (Methycillin)
12
e. Gangguan pendarahan (Cabenicillin).1,8,9
I.2 CEPHALOSPORIN
Cephalosporin dihasilkan oleh jamur Cephalosporium.
Senyawa ini mirip dengan Penicillin namun lebih resisten terhadap
β-Lactamase dan cenderung lebih aktif terhadap bakteri gram (+)
maupun gram (-).1
1. Struktur Kimia
Strutur ini mirip dengan penicillin yaitu adanya cincin β-
Lactam tetapi dilekati cincin dihydrithiazide dan terdapat
gugusan R1 dan R2 yang memungkinkan untuk dibuat turunan-
turunan cephalosporin dengan aktivitas yang lebih tinggi dan
toksisitas yang lebih rendah.1,7,9,10
Gambar 4. Struktur kimia cephalosporin
2. Aktivitas Antimikroba dan Resistensi
Aktivitas dan cara kerja antimikroba beserta mekanisme
resistensi cephalosporin analog dengan penicillin. 1,7,9,10
a. Cephalosporin Generasi Pertama
Yang termasuk obat ini adalah Cefadroxil (Duricef),
Cephradrin, Cephalotin (cephalothin; Keflin), Cephalexin,
(Keflex), Cephapirin (cephapirin; Cefadryl). 1,7,9,10
a.1 Aktivitas Antimikroba
Obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif seperti
13
pneumokokus, streptokokus viridan, gourp streptokokus A
hemolitikum dan S aureus. Gram negatif yang juga dapat
dihambat antara lain E. coli, Klebsiella pneumoniae, dan Proteus
mirabilis. Kokus anaerob (Peptococcus, Peptostreptococcus)
biasanya sensitif kecuali B fragilis.1,3,5
a.2 Farmakologi dan Dosis
Oral : Cefalexin, Cefradrin, dan Cefadroxil diabsorpsi di
usus bervariasi. Pemberian 500 mg peroral hanya menghasilkan
kadara 15-20 μg/mL. Kadar dalam urin biasanya sangat tinggi
namun di jaringan biasanya kadarnya lebih rendah. Dosis
Cefalexin dan cefadrin diberikan 4 x 0,25-0,5 g dan cefadroxil
diberikan 3 x 0,5-1 g. Ekskresi terutama di urin dan dapat
dihambat dengan pemberian probenesid. Pada penderita gagal
ginjal dosis harus dikurangi.1,3,5
IV : infus IV diberikan sebanyak 1 gram dan mencapai
kadar puncak cefazolin sebanyak 90-120 μg/mL, cefalotin dan
cefazolin sebanyak 40-60 μg/mL, Dosisnya untuk Cefazolin 1-2
g /8 jam, cefalotin dan cefapirin adalah 1-2 g/6 jam.1,3,5
IM : jarang dilakukan.1
a.3 Penggunaan Klinik
Walau obat ini punya spectrum luas dan tidak terlalu
toksis, namun obat ini jarang digunakan selain sebagai obat
alternative untuk beberapa infeksi. Dapat digunakan untuk ISK,
luka kecil yang terdapat stafilokokus, dan infeksi ringan lainnya.
Untuk profilaksis pembedahan, Cefazolin lebih banyak digunakan
karena lebih murah serta dapat mengurangi resistensi terhadap
obat lain. Jangan digunakan untuk pengobatan infeksi berat.
Cephalosporin generasi pertama tidak dapat melakukan pentrasi
ke SSP dan tidak bisa digunakan untuk pengobatan
14
meningitis.1,3,5
b. Cephalosporin Generasi Kedua
Contoh dari cephalosporin generasi kedua adalah cefaclor
(Keflor, Raniclor), cefamandol, cefmetazole, cefodoxim, cefonicid
(monocid), cefoxitin, cefprozil (cefzil), cefotetan, cefuroxime
(ceftin).5,7,9,10
b.1 Aktivitas Antimikroba
Aktivitas obat ini biasanya mirip dengan generasi pertama
namun mempunyai spektrum yang lebih luas terhadap bakteri
gram (-) : enterobacter, Klebsiella, dan Proteus indol-positif.
Untuk pengobatan H influenza cefamandol, cefuroxime,
cefonicid, dan ceforanid lebih efektif. Untuk pengobatan B fragilis
justru cefoxitin, cefmetazole, dan cefotetan lebih efektif. Semua
generai kedua tidak aktif terhadap enterokokus dan P
aeruginosa. 5,7,9,10
b.2 Farmakologi dan Dosis
Oral : Cefaclor, cefuroxim, cefprozil dapat diberikan peroral.
Dosis untuk dewasa biasanya 10-15 mg/kg/hari diberikan dalam
2-4 dosis terbagi. 5,7,9,10
IV : Setelah 1 gr IV dapat menghasilkan kadar serum 75-125
μg/mL. 5,7,9,10
IM : Biasanya sangat sakit. Pada gagal ginjal dibutuhkan
penyesuaian dosis 5,7,9,10
b.3 Penggunaan Klinik
Karena aktivitasnya terhadap H influenza, Cefaclor sering
digunakan untuk sinusitis dan otitis media pada pasien alergi
atau tidak ada respon terhadap Ampicillin. Hanya cefuroxim
15
yang dapat menembus sawar otak. Cefoxitin, cefmetazole, dan
cefotetan yang efektif terhadap B fragilis dapat digunakan untuk
infeksi bakteri anaerob tersebut seperti peritonitis dan
divertikulitis.6,9,10
c. Cephalosporin Generasi Ketiga
Yang termasuk generasi ke 3 cephalosporin adalah
cefixime, cefotaxime, Ceftazidime, ceftizoxime, ceftriaxone, dan
moxalaktam. 6,9,10
c.1 Aktivitas Antimikroba
Yang khas untuk generasi ketiga adalah mencangkupi gram
negatif yang luas dan dapat menembus sawar otak. Selain itu
secara menetap generasi ketiga juga aktif terhadap enterobacter
citrobacter, S marcescens, dan Providencia, serta Haemophilus
dan Neisseria penghasil β-Lactamase. 6,9,10
c.2 Farmakologi dan Dosis
Kadar dalam darah adalah 60-140 μg/mL setelah
pemberian infus IV 1 gram. Kadar ini akan sama di semua
jaringan dan dapat mencapai sistem syaraf pusat. 6,9,10
Waktu paruh untuk ceftriaxone (7-8 jam) setelah
pemberian 15-30 g/kg/hari dibagi dalam dosis tiap 12-24 jam,
namun pada meningitis dosis ini diberikan setiap 12 jam. Obat
lain punya waktu paruh 1-1,7 jam dapat disuntikan setiap 6-8
jam dengan dosis 2-12 gram/hari. 6,9,10
Ekskresi utama melalui empedu, jadi pada gagal ginjal
obat ini memerlukan penyesuaian dosis. 6,9,10
c.3 Penggunaan Klinik
Karena penetrasi ke sawar otak, obat generasi ketiga
sering digunakan untuk mengobati meningitis termasuk yang
16
disebabkan oleh meningokokusm H influenza, dan bakteri gram
(-) usus yang rentan. Pada sepsis yang tidak diketahui
penyebabnya obat ini juga sering digunakan.5,6
c.4 Efek Samping
Efek samping terhadap cephalosporin yang dapat muncul pada
umumnya antara lain adalah :5,6
Alergi
Hipoprotrombinemia dan kelainan perdarahan :
diberikan vitamin K 10 mg 2 x seminggu untuk
pencegahan
Disulfiram-like effect (penghambatan metabolisme
alkohol) sehingga jangan dberikan untuk orang
alkoholisme
1.3 Obat β-Lactam Lainnya
Yang termasuk kelas β-Lactam yang lain adalah monobactam dan
carbapenem.1,5,6
a. Monobactam
Obat ini mempunyai cincin β-Lactam monosiklik dan ternyata juga
resisten terhadap β-Lactamase serta aktif terhadap beberpa gram
(-) seperti pseudomonas dan Serratia. Kelemahan obat ini adalah
tidak ada aktivitas terhadap bakteri gram (+) dan bekteri anaerob.
Contoh golongan ini adalah Aztreonam (azactam). Kadar dalam
serum adalah 100 μg/mL setelah pemberian 1-2 gram setiap 8 jam.
Waktu paruh 1-2 jam dan pada gagal ginjal dapat memanjang.1,2,5,6
b. Carbapenem
Obat ini adalah obat baru dengan cincin β-Lactam. Contohnya
adalah Imipenem. Obat ini mempunyai spektrum luas terhadap
bakteri gram (+), gram (-), dan anaerob. Obat ini juga punya
17
kelebihan resisten terhadap β-Lactamase. Namun obat ini
diinaktifkan di tubulus sehingga konsentrasi dalam urin menjadi
rendah. Penetrasi baik di jaringan tubuh dan cairan serebrospinal.
Dosis biasanya 0,5-1 gram IV setiap 6 jam (waktu paruh 1 jam). 1,2,5,6
Kegunaan secara pasti belum ditentukan namun mungkin
digunakan atas pengobatan terhadap infeksi yang telah resisten.
Sejak Pseudomonas cepat menjadi resisten terhadap imipenem,
pemberian kombinasi obat ini dengan aminoglican perlu dilakukan. 1,2,5,6
Efek samping masih terbatas pada mual, muntah, diare, dan kulit
kemerahan serta pada gagal ginjal gejala ini semakin terlihat. 1,2,5,6
c. Vancomycin
Vancomycin dan bacitracin merupakan penghambat sintetis dinding
sel namun bukan termasuk golongan β-Lactam. Vancomycin
dihasilkan oleh Sterptomyces. Obat ini aktif terhadap bakteri gram
(+) khususnya staphylococcus. 1,2,5,6
c.1 Struktur Kimia
Struktur kimia vancomycin terdiri dari suatu glicopeptida dengan
erat molekul 1500 larut dalam air dan stabil. Mekanisme obat ini
adalah penghambatan sintetis peptidoglican di tingkan membrane
sel. 1,2,5,6
c.2 Aktivitas Antimikroba
Vancomycin bersifat bakterisid untuk gram (+) pada konsentrasi
0,5-3 μg/mL. Banyak staphylococcus yang sudah resisten terhadap
nafsilin dapat dibunuh dengan obat ini serta resistensi vancomycin
terjadi sangat lambat dan jarang. 1,2,5,6
c.4 Farmakokinetik
Vancomycin tidak diabsopsi di usus. Pengobatan peroral digunakan
untuk mengobati enterokolitis. Pemberian IV dengan dosis 0,5 gram
18
dapat mencapai kadar serum 10-20 μg/mL (waktu paruh 1-2 jam).
Ekskresi dilakukan oleh ginjal. 1,2,5,6
c.5 Penggunaaan Klinik
Indikasi Vancomycin adalah untuk sepsis atau endocarditis yang
disebabkan oleh staphylocoocus yang sudah resisten terhadap obat
lain dengan dosis 0,5 gram IV tiap 6-8 jam. Pengobatan peroral
dengan dosis 0,125-0,5 gram tiap jam digunakan untuk enterokolitis
terutama Clostridium difficle. 1,2,5,6
c.6 Efek Samping
Jarang terjadi efek samping. Flebitis pada tempat suntikan dan
demam mungkin terjadi. Gejala flushing yang luas dapat juga
terjadi (red man syndrome). 1,2,5,6
E. Bacitracin
Bacitracin merupakan campuran polipeptida siklik yang
dihasilkan dari Tracy Bacillus subtilis. Aktif terhadap mikroba gram
(+). Karena efek toksisnya yang sistemik bacitracin jarang
digunakan.2,10,11
Aktivitas obat ini sama seperti vancomycin yaitu untuk gram (+)
khususnya staphylococcus. Obat ini susah diabsorpsi di usus ,kulit,
mukosa, atau yang lain jadi sering digunakan untuk pengobataan
topical dengan dosis 500 unit/gram untuk menekan lesi permukaan
kulit, pada luka, atau pada mukosa. 2,10,11
Efek sampingnya adalah kerusakan ginjal secara mencolok,
menyebabkan proteinuria, hematuria, dan retensi nitrogen sehingga
suah tidak digunakan. Reaksi alergi pada penggunakan topikal
jarang terjadi. 2,10,11
II. GOLONGAN INHIBITOR SINTETIS PROTEIN
Telah dibuktikan secara klinik bahwa Tetracyclin,
amonoglycoside, Chloramphenicol, Macrolides, dan Lyncomicin
19
dapat menghambat sintetis protein melalui kerja di ribosom. Sel
bakteri secara umumnya mempunyai beberapa tipe ribosom antara
lain ribosom 30S, ribosom 50S, dan ribosom 70S. Ribosom 80S yang
terdapat manusia, tidak terdapat pada bakteri sehingga golongan
obat ini.1.7.9.10
II.1 Penghambat Sintetis Protein Di Ribosom
20
Gambar 5. Bagan pembagian golongan obat penghambat sintetis protein
Kerja penghambatan di masing-masing ribosom mempunyai
mekanisme yang berbeda. Golongan yang beraksi di ribosom 30S
dan 70S adalah golongan tetracycline dan amiglycoside. Sedangkan
golongan lain beraksi di ribosom 50S. Penghambat sintetis protein
terbagi dalam 5 kelompok yaitu : Tetracyclin, Amoniglycoside,
Macrolide, Chloramphenicol, dan Lyncomycin. 1.7.9.10
a. Tetracycline
Tetracycline yang pertama kali ditemukan adalah
chlortetracycline yang diisolasi dari Streptomycecs aureofaciens. 1.7.9.10
a.1 Struktur Kimia
Semua tetracycline mempunyai struktur yang sama. Obat ini
tersedia sebagai hidroklorida yang lebih larut. Larutan tersebut
bersifat asam dan mudah berikatan erat dengan ion-ion logam
bervalensi 2 dan dapat mengganggu absorpsi dan aktivitas. 1.7.9.10
Gambar 6. Struktur kimia tetracyclines
a.2 Aktivitas Antimikroba
Tetracycline cenderung merupakan antibakteri spektrum
luas. Bersifat bakteristatik baik untuk gram (+) dan gram (-) ,
bakteri anaerob, riketsia, clamidia, micoplasma, serta untuk
21
beberapa protozoa misalnya amuba. 1.7.9.10
Tetracyclin memasuki mikroba melalui difusi pasif dan
transport aktiv sehingga pada mikroba yang rentan terdapat
penumpukan obat ini di dalam sel. Tetracycline kemudian terikat
reversible ke reseptor pada subunit 30S ribosom dalam posisi
yang menghambat pengikatan aminoasil-tRNA ke tempat
akseptor pada komplek mRNA ribosom. Efek lanjut adalah
mencegah penambahan asam amino baru ke rantai peptide yang
tumbuh. 1.7.9.10
a.3 Resistensi
Resistensi muncul dengan perubahan permeabilitas pasif
dan juga tidak adanya transport aktif terhadap tetracycline.
Resistensi ini muncul dipengaruhi genetik. Kontrol resistensi oleh
plasmid juga dapat resisteni terhadap obat golongan lain.
Penggunaan secara luas tetracycline bertanggung jawab
terhadap resistensi terhadap obat lain. 1.7.9.10
a.4 Farmakokinetik
Absopsi tetracycline di usus bervariasi antara beberapa
obat. Beberapa ada yang tetap di usus dan dikeluarkan di tinja.
Obat chlortetracycline hanya 30% diasorpsi. Jenis lain hanya 60-
80% untuk oxytetracycline dan demeclocycline, 90-100% untuk
doxycycline dan minocycline. Absorpsi paling baik di usus halus
bagian atas dan baiknya pada saat tidak makan karena dapat
diganggu jika ada kation bervalensi dua (Ca2+, Mg2+, Fe2+),
terutama dalam susu dan antasida. Pemberian parenteral
tetracycline biasanya diracik dengan buffer khusus. 1.7.9.10
Dalam darah terjadi ikatan protein berbagai tetracycline
sebesar 40-80%. Dengan dosis oral 500 mg tiap 6 jam dapat
mencapai kadar 4-6 μg/mL untuk tetracycline hydrochlorid dan
22
oxytetracycline. Doycycline dan minocycline agak lebih rendah.
Suntikan IV membuat kadar lebih tinggi untuk sementara waktu.
Distribusi tidak dapat mencapai cairan serebrospinal. Minosiklin
khas karena konsentrasi yang tinggi di air mata dan air liur.
Tetracycline dapat melintasi plasenta dan air susu. 1.7.9.10
Ekskresi terutama di empedu dan urin. Di empedu
ekskresinya lebih banyak dan mungkin diabsorpsi kembali di
usus untuk mempertahankan kadar di serum. Sekitar 50% jenis
tetracycline diekskresi di glomerulus ginjal dan dipengaruhi oleh
keadaan gagal ginjal. Doxicycline dan minocycline diekskresi
lebih lambat sehingga di dalam serum lebih lama. 1.7.9.10
a.5 Kegunaan Klinik
Tetracycline merupakan obat spektrum luas pertama dan
telah digunakan sewenang-wenang. Merupakan obat terpilih
untuk infeksi Mycoplasma pneumoniae, Clamidia, serta ricetsia.
Obat ini juga berguna untuk infeki bakteri campuran infeksi
saluran pernafasan misalnya sinusitis dan bronchitis. Dapat
digunakan untuk infeksi Vibrio dan kolera namun resistensi telah
dilaporkan. 1.7.9.10
Tetracycline efektif untuk infeksi infeksi melalui hubungan
seksual yang disebabkan clamidia. Doxycycline efektif terhadap
leptospirosis. Untuk protozoa yang dapat dihabat oleh
tetracycline adalah Entamoeba hitolitika atau Plasmodium
falciparum (Doxicycline). 1.7.9.10
a.6 Efek Samping
Efek samping yang bisa timbul antara lain : 1.7.9.10
Efek samping pencernakan seperti mual, muntah dan
diare karena engubah flora normal. Hal ini
merupakan alasan penghentian dan pengurangan
23
pemberian tetracycline.
Penumpukan di tulang dan gigi tetracycline sering
terjadi. Kontra indikasi pemberian pada ibu hamil
karena dapat menumpuk di gigi janin yang
menyeabkan kekuning-kuningan pada gigi serta
penumpukan di tulang yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada janin dan anak umur dibawah 8
tahun.
Hepatotoksis juga dapat diberikan jika diberikan
pada dosis besar atau telah terjadi insuficiensi hepar
sebelumnya.
Trombosis vena dapat terjadi pada pemberian IV.
Hiperfotosensitif terutama demeclocycline.
Reaksi vestibular seperti pusing, vertigo, mual,
muntah (minocycline) .
b. Aminoglycoside
Aminoglycoside berasal dari berbagai spesies Streptomyces.
Sampai saat ini yang masuk kelompok ini adalah Stretomycin,
neomycin, gentamycinm dan lain-lain. Semua obat ini menghambat
sintetis protein dan punya kelemahan dalam berbagai macam
resistensi. Semua aminoglykoside punya potensi ototoksis dan
nefrotoksik.
Penggunaan pada umumnya digunakan terhadap bakteri enteric
gram (-) terutama pada bakteriemia, sepsis, atau endocarditis. 11,12
b.1 Struktur Kimia
Aminoglycoside memiliki inti heksosa di samping streptidin
atau deoxistreptamin. Dimana gula amino terikat dengan ikatan
glikosida. Aminoglycoside larut dalam air, stabil dalam larutan
dan lebih aktif dalam keadaan pH alkali daripada asam. 11,12
24
Gambar 7. Struktur kimia Aminoglycoside secara umum
b.2 Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja aminoglycoside adalah pernghambatan
irreversible sintetis protein. Diawali dengan proses tranpot aktif
yang bergantung pada oksigen sehingga tidak efektif terhadap
kuman anaerob. Proses selanjutnya adalah berikatan dengan
subunit 30S ribosom. Proses sintetis dihambat degan cara
mengganggu “komplek awal” pembentukan peptide,
menginduksi kesalahan baca mRNA, serta pemecahan polisom
menjadi monosom yang tidak berfungsi. 11,12
b.3 Resistensi
Ada 3 mekanisme resistensi yang telah diketahui antara
lain : 11,12
Adanya enzim yag menginaktifasikan aminogycoside
dengan adenilasasi, asetilasi, dan fosforilasi.
Perubahan permeabilitas
Perubahan reseptor di ribosom
b.4 Kelompok Obat Aminoglycosida
b.4.1 Streptomycin
25
Streptomycin dihasilkan dari Streptomyces grieus. Turunannya adalah
dihidrostreptomycin. Aktivitas antibakteri dan resistensi masih sama
dengan jenis yang lain. Streptomycin efektif untuk mikobakteria dan
beberapa spesies lain (infeksi pes, tularemia, dan bruselosis dengan
dosis 1 gram/hari ) serta pengobatan kombinasi untuk memperkuat
efektifitas antibakteri yang lain. Efek Samping yang bias timbul adalah
alergi dan gangguan vestibular-vertigo dan keseimbangan. 11,12
b.4.2 Gentamicin dan Tobramycin
Baik gentamycin dan tobramycin efektif terhadap gram (+) dan
gram negatif. Spktrum aktivitas kedua obat ini sama dengan
menghambat banyak strain stafilokokus, koliform, dan bakteri gram (-)
lainnya. Kombinasi yang efektif adalah dengan dengan karbenisilin
atau tikarsilin untuk pengobatan pseudomonas, proteus, enterobacter,
dan klebsiella. Namun banyak sterptokokus resisten terhadap
gentamycin. 11,12
Pemberian IM atau IV gentamycin atau tobramycin biasanya
digunakan untuk infeksi berat (sepsis) pseudomonas, enterobacter,
proteus yang telah resisten dengan obat lain. Dengan dosis 5-7
mg/kg/hari IM atau IV obat ini dipadukan dengan cephalosporin atau
penicillin untuk pengobatan yang lebih efektif. Kombinasi dengan
penicillin-G dapat digunakan untuk endocarditis yang disebabkan oleh
S viridans dan S faecalis. Gentamycin 0,1-0,3% dalam krim atau obat
salep sering digunakan untuk luka bakar, luka, dan lesi kulit yang
terinfeksi. Efek samping kedua obat analog dengan aminoglycoside
lain, seperti nefrotoksisitas dapat terjadi. 11,12
b.4.3 Kanamycin dan Neomycin
Kedua obat ini juga berhubungan erat karena mempunyai
resistensi silang yang lengkap. Neomycin susah diasorpsi secara oral,
ekskresi terutama di glomerulus. Penggunaan secara perenteral obat
26
ini telah lama dihindari karena efek nefrotoksis dan ototoksis yang
jelas setelah pemberian. Peggunaan paling sering adalah untuk topical
atau suntikan ke dalam sendi, rongga pleura, atau rongga abses
dimana ada infeksi. Penggunaan peroral masih digunakan untuk
mengurangi flora usus sebelum pembedahan. 11,12
b.4.4 Amikacin
Amikacin merupakan turunan dari kanamycin yang kurang toksis
namun lebih resisten terhadap enzim penginaktif gentamycin sehingga
digunakan terapi kedua setelah gentamycin. Penggunaan amikacin
efektif untuk banyak bakteri Proteus, Pseudomonas, Enterobacter, dan
Serratia.1,5,7,8
b.4.5 Netilmycin
Keuntungan Netilmycin adalah obat ini cenderung lebih tahan
terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh bakteri yang resisten
terhadap gentamycin dan tobramycin. Indikasi terutama pada infeksi
iatrofenik serta infeksi yang beresiko untuk terjadi sepsis. 1,3,4
c. Macrolide
Macrolides termasuk golongan senyawa yang mempunyai cincin
makrolide. Contoh obat ini yang terkenal adalah erythromycin.
Penggunaan macrolide terbatas pada infeksi korinebakterium,
klamidia, mycoplasma dan legionella. Contoh macrolide adalah
Azitromycin, Clarithromycin, Erythromycin, dan Spiramycin.1,3,4
c.1 Erythromycin
Erythromycin merupakan obat macrolide yang dihasilkan dari
Streptomyces erythreus. Aktvitas dapat hilang pada suhu 200C dan pH
asam. Sediaan pada umumnya berupa garam. Erythromycin masih
efektif terhadap organisme gram positif, terutama pneumokokus,
streptokokus,, dan korinebakterium. Organisme lain seperti
27
mycoplasma, Clamydia trachomatis, dan Helicobacterium juga peka.
Resistensi dijumpai pada beberapa pneumokokus dan streptokokus
dengan perubahan pada reseptor. Dikontrol dengan genetik dan
plasmid. 1,3,4
Karena tidak tahan asam, erythromycin basa dirusak di dalam
lambung dan pemberian peroral harus diberikan dalam bentuk enteric
coating atau dalam bentuk stearat ester. Dosis peroral 2 g/hari
mencapai kadar serum 2 μg/mL. Sejumlah besar hilang dalam feses.
Distribusi tidak dapat menembus sawar otak. Obat ini menembus
plasenta dan mencapai janin. Ekskresi dilakukan dalam empedu. 1,3,4
Erythromycin digunakan dalam infeksi Corynebacterium (difteri,
sepsis, eritrasma), Infeksi klamedia pada saluran pernafasan,
neonantus, mata, atau genialia, Pneumonia oleh Mycoplasma dan
Legionella. Dosis oral diberikan 0,25-0,5 gram tiap 6 jam. Efek samping
yang bisa muncul berupa anoreksia, mual, muntah, dan sifat toksis
terhadap hepar. 1,3,4
c.2 Spiramycin
Spiramycin punya spectrum yang sama dengan erythromycin
namun lebih lemah. Keutungannya adalah daya penetrasi yang kuat
di jaringan mulut, tenggorokan dan saluran nafas sehingga sering
digunakan untuk ISPA yang sukar dicapai dengan antibiotik lain.1,2,6
d. Chloramphenicol
Chloramphenicol berasal dari isolasi Stretomyces venezuelae. Sifat
kristal chloramphenicol sangat larut dalam alcohol dan sukar larut
dalam air. Namun Chloramphenicol suksinat sangat larut dalam air. 1,2,6
Obat ini mempunyai efek kuat penghambat sintetis protein mikroba.
Obat ini bersifat bakteriostatik untuk kebanyakan bakteri, namun tidak
efektif untuk klamidia. Mekanisme resistensi muncul dengan
28
berkurangnya permeabilitas terhadap chloramphenicol dan munculnya
senyawa cholramphenicol acetyltransferase yang dapat
menginaktifasikan obat ini. 1,2,6
Obat ini sangat efektif untuk infeksi antara lain : 1,2,6
Salmonella simtomatik
Infeksi serius H influenza seperti meningitis,
Infeksi meningokokus dan pneumokokus pada
SSP
Infeksi anaerobik pada SSP
Pemberian diberikan secara oral (2 gram/hari) maupun parenteral
(chloramphenicol suksinat 25-5 mg/kg/hari). Obat ini dapat mencapai
SSP dengan kadar yang sama dengan di dalam serum. Obat ini mudah
diinaktifasikan di dalam hati. Ekskresi terutama di tubulus ginjal dab
sebagian kecil di empedu. Dosis tidak perlu dikurangi pada gagal ginjal
namun sangat dikurangi pada gagal hati. 1,2,6
e. Clindamycin / Lyncomycin
Clindamycin merupakan turunan dari lyncomycin. Keduanya
mempunyai aktivitas yang menyerupai erythromycin namun
clindamycin lebih kuat dalam mengatasi infeksi banyak bakteri kokus
gram (+), kecuali enterokokus, Haemopgilusm Niseria, dan
Mycoplasma yang resisten.2,3,5,9
Pemberian secara oral 0,15-0,3 gram tiap 6 jam sedangka untuk IV
diberikan 600 mg tiap 8 jam. Obat ini tidak dapat mencapai SSP.
Ekskresi terutama di dalam hati, empedu dan urin. 2,3,5,9
Indikasi yang penting adalah untuk mengobati infeksi anaerob berat
oleh Bacterioid dan kuman anaerob lainnya. Penggunaan lainnya
sering kali digunakan pada infeksi yang berasal dari saluran genital
wanita seperti sepsis karena keguguran atau abses pelvis. 2,3,5,9
III GOLONGAN INHIBITOR FUNGSI DAN SINTETIS ASAM NUKLEID
29
Obat-obat penghambat sintetis DNA terdiri dari 3 golongan
mekanisme yaitu :2
1. penghambat replikai DNA
2. penghambat polymerase rNA
3. penghambat metabolisme nukleotid
Obat golongan inhibitor replikasi DNA bekerja dengan mem-blok
aksi gyrase dan DNA topoisomerase. Sedangkan golongan inhibitor
polymerase menghambat dengan cara berikatan kuat dengan rNA
polymerase. Golongan inhibotor metabolik nukleid seperti Acyclovir
menghambat sintetis DNA dengan cara konversi senyawa ini menjadi
tiphosphate dan menghambat thymidine kinase dan polymerase DNA
sehingga ada penambahan DATP ke dalam DNA dan kekurangan
tymine untuk replikasi DNA. 2,3,5,9
Golongan rifamycin menghambat dengan cara melekat pada enzim
polymerase rNA sehingga DNA yang telah bertrankripsi tidak bisa
diubah menjadi mRNA. Golongan terakhir menghambat DNA girase
sehinga tidak terjadi proses trankripsi pembelahan DNA. 2,3,5,9
Gambar 8. Bagan pembagian golongan penghambat sintetis DNA
30
A. Quinolone
Quinolone merupakan turunan obat dari nalidixic acid. Obat-obat
pendahulu quinolone ini mempunyai spektrum yang lebih kecil dan
biasanya digunakan untuk antiseptik saluran kemih. Turunan terbaru
yang mempunyai aktivitas antimikroba lebih baik terbagi menjadi
beberapa generasi, antara lain : 2,3,5,9
Generasi I : cinoxacin, flumequine, nalidixic acid, oxolinic acid,
piromidic acid, pipemidic acid, rosoxacin
Generasi II : ciprofloxacin, enoxacin, fleroxacin, lomefloxacin,
nadifloxacin, norfloxacin, ofloxacin, pefloxacin, rufloxacin
Generasi III : balofloxacin, gatifloxacin, grepafloxacin,
levofloxacin, moxifloxacin, pazufloxacin, sparfloxacin,
temafloxacin, tosufloxacin
Genrasi IV : clinafloxacin, garenoxacin, gemifloxacin, sitafloxacin,
trovafloxacin, prulifloxacin.
Pemberian quinolone diberikan secara oral dan ekskresi terutama di
ginjal. Quinolone sering digunakan dalam infeksi saluran kemih
walaupun disebabkan karena infeksi bakteri yang kebal terhadap
bermacam-macam obat. Norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg
diberikan peroral 2 kali sehari. Selain itu juga dapat diberikan untuk
diare infeksi, infeksi tulang, sendi, intra abdominal, serta pada infeksi
mikobakterium. 2,3,5,9
b. Metronidazole
Metronidazole sering digunakan sebagai obat antiprotozoa untuk
pengobatan tricomoniasis, giardia lambia, B coli, serta infeksi
amubiasis lainnya. Namun selain itu metronidazole mempunyai efek
antibakteri trhadap banyak kuman anaerob. Metronidazole diberikan
secara oral dan kemudian tersebar di jaringan tubuh sampai ke
serebrospinal. Ekskresi terutama di urin. Untuk pengobatan infeksi
31
anaerob, metronidazole sering digunakan untuk menurunkfan infeksi
pasca operasi apendektomi, bedah kolon, dll. Beberapa infeksi seperti
B fragilis, klstridia kadang-kadang masih menunjukkan respon. 2,3,5,9
c.Rifamyicin
Rifamycin masih terbukti aktif terhadap beberapa kokus gram (+)
dan (-), serta beberapa bakteri enteric, mikobakterium, klamidia, dan
poxvirus. Sayangnya banyak laporan mengenai resistensi bakteri yang
cepat terhadap pengobatan tunggal rifamycin sehingga tidak boleh
diberikan sendiri. Rifamycin diabsopsi baik secara peroral, dan
diekskresikan melalui hati ke dalam empedu. 2,3,5,9
Rifamycin diberikan dengan dosis 600 mg/hari dapat diberikan
untuk pengobatan TB bersamaan dengan pemberian INH, etambutol,
dll. Efek sampingnya menimbulkan warna oranye pada urin, keringat,
air mata yang sebenarnya tidak berbahaya. 2,3,5,9
IV GOLONGAN PENGHAMBAT MEMBRAN SEL
32
Gambar 9. Bagan pembagian obat penghambat fungsi membran sel
Yang termasuk golongan obat ini adalah polymyxin, polyenes,
imidazole, dll. Kerja golongan ini adalah mengganggu intregitas
fungisonal membran sitoplasma sehingga terjadi kematian pada
bakteri. Polymyxin bekerja pada membran bakteri gram (-) yang kaya
fosfatidil dan bekerja seperti detergen. Polyenes juga bekerja hampir
sama namun melekat pada jamur karena jamur mengandung
ergosterol sehingga akan terbentuk sebuah pori. Mekanisme lain
ditunjukkan oleh imidazole dengan cara penghambatan sintetis
ergosterol. 2,3,5,9
a. Polymyxin
Polymyxin merupakan golongan polipeptida basa dan aktif terhadap
bakteri gram (-). Obat ini mempunyai efek nefrotoksis yang hebat
sehingga banyak ditinggalkan kecuali polymyxin B dan E. 2,3,5,9
Polymyxin bekerja sebagai bakterisidal dan tidak dapat diabsorpsi
di dalam usus sehingga diberikan secara parenteral. Walaupun begitu
konsentrasi di dalam darah dan jaringan cenderung rendah karena
diikat erat oleh sel-sel mati. Ekskresi terutama di ginjal. 2,3,5,9
Penggunaan polymyxin sekarang dibatasi pada penggunaa topical.
Lerutan polymyxin B 1-10 mg/mL diberikan pada permukaan yang
terinfeksi, atau disuntikkan ke dalam pleura ataupun sendi. Efek
33
samping yang ditakutkan pada pemberian sistemik adalah efek
nefrotoksisnya. 2,3,5,9
V. GOLONGAN INHIBITOR METABOLISME
Golongan ni mempunyai efek kerja seperti pada golongan
penghambat sintetis DNA, yaitu penghambatan dalam proses
pembentukan purin. Yang termasuk golongan ini adalah sulfonamide
dan trimetropim. Suatu kombinasi antara golongan sulfonamide –
thrimethropim dapat mengoptimalkan kerja golongan ini dengan
contoh co-tromoxazole. 2,3,5,9
Gambar 10. Bagan pembagian golongan penghambat metabolik
a. Sulfonamide
Sulfonamide secara struktural analog dengan asam p-amino
benzoat (PABA). Obat ini bekerja secara bakteriostatik. Cara kerjanya
adalah pengubahan sulfonamide oleh enzim dihidrofolat sintase
menjadi analog asam folat yang tidak berfungsi. Normalnya enzim
inilah yang bertugas mengubah PABA menjadi asasm dihidrofolat. Jadi
sulfonamide hanya efektif terhadap bakteri-bakteri yang tidak dapat
membuat PABA atau membutuhkan PABA ekstrasel. Resistensi muncul
apabila bakteri tersebut bermutasi memproduksi PABA yang
34
berlebihan, perubahan struktur enzim. 2,3,5,9
Sulfonamide kebanyakan diberikan secara peroral dan dapat
didistribusikan ke semua jaringan termasuk ke cairan serebrospinal.
Ekskresi terutama dilakukan oleh glomerulus ginjal dengan kadar
dalam urin bias mencapai 10-20 kali konsentrasi dalam darah. 2,3,5,9
Penggunaan sulfonamide sering digunakan secara peroral untuk
infeksi saluran kemih yang belum diobati sebelumnya, infeks clamidia
pada mata dan saluran genital. Infeksi bakteri seperti streptokokus B-
hemolitikum, meningokokus dulu digunakan namun sekarang sudah
banyak terjadi resisten. 2,3,5,9
Efek samping yang dilaporkan adalah pengendapan sulfonamide di
saluran kemih sehingga dapat menyebabkan obstruksi. Efek ini dapat
dicegah dengan pemberian sulfonamide paling larut. Efek lainnya
adalah gangguan hematopoetik berupa anemia (heolitik atau aplastik)
granulositopenia, trombositopenia, dan reaksi leukomoid. 2,3,5,9
b. Thrimethropim
Thrimethropim bekerja dengan cara penghambatan kerja enzim
asam dihidrofolat reduktase yang bertugas mengubah asam
dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat. Absorpsi baik melalui usus
dan distribusi luas seperti sulfonamide. Sifatnya lebih larut dalam
lipid.3,5
Pengobatan dengan thrimethropim tunggal dapat diberikan untuk
infeksi saluran kemih akut. Selain itu karena thrimethropim dapat
terakumulasi pada cairan prostate dan cairan vagina, thrimethropim
sering digunakan pada infeksi prostate dan vagina. 3,5
Efek samping serupa dengan sulfonamide berupa gangguan
hematopoetik seperti anemia megaloblastik, leukopenia, dan
granulositopenia. 3,5
c. Co-Trimoxazole
35
Gabungan kombinasi antara sulfonamide dan thrimethropim ini
sering kali digunakan. Karena thrimethropim punya kelarutan lipid
yang besar, perbandingan thrimethropi : sulfonamide = 1 : 5 untuk
tiap co-trimoxazole. 3,5
Penggunaan obat ini biasanya berupa pengobatan pilihan untuk
infeksi pneumonia oleh P carinii, entriris karena Shigella dan infeksi
salmonella sistemik setelah resisten terhadap Ampicillin dan
khoramphenicol. Penggunaan lain adalah pengobatan infeksi saluran
kemih dan prostate. 3,5
VI ANTIBIOTIK TOPIKAL
1. Kerusakan Kulit Akut : kerusakan yang masih baru dengan tanda bengkak,
berdarah, melepuh, dan gatal.13
2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah terjadi
antara 7 30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin parah dan
sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya. 13
3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta
timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya kulit
menjadi tebal, keras dan retak-retak. 13
Pemakaian Antibiotik Topikal
Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di bidang kulit.
Efek samping pemakaian antibiotik topikal diantaranya adalah menyebabkan terjadinya
dermatitis kontak alergi / iritan, penetrasinya rendah pada jaringan yang terinfeksi, lebih
cepat terjadi resistensi mikroba, efek toksik (absorbsi sistemik), dan mengganggu flora
normal tubuh. Antibiotika topikal adalah obat yang paling sering diresepkan oleh
36
spesialis kulit untuk menangani akne vulgaris ringan sampai sedang serta merupakan
terapi adjunctive dengan obat oral. Untuk infeksi superfisial dengan area yang terbatas,
seperti impetigo, penggunaan bahan topikal dapat mengurangi kebutuhan akan obat oral,
problem kepatuhan, efek samping pada saluran pencernaan, dan potensi terjadinya
interaksi obat. Selanjutnya, antibiotika topikal seringkali diresepkan sebagai bahan
profilaksis setelah tindakan bedah minor atau tindakan kosmetik (dermabrasi, laser
resurfacing) untuk mengurangi resiko infeksi setelah operasi dan mempercepat
penyembuhan luka. Akhir-akhir ini kegunaan antibiotika topikal untuk profilaksis setelah
tindakan minor dipertanyakan dan akan didiskusikan lebih lanjut di bawah ini.8,10,13
Pengobatan Topikal Untuk Akne
Efikasi antibiotika topikal pada pengobatan akne vulgaris dan rosasea berhubungan
langsung dengan efek antibiotika, dan diduga beberapa antibiotika topikal memiliki efek
anti-inflamasi dengan menekan neutrophil chemotactic factor atau melalui mekanisme
lain. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih antibiotika topikal untuk
akne vulgaris karena meningkatnya resistensi terhadap antibiotika yang sering digunakan.
Ini menyebabkan para ahli mencari kemungkinan terapi kombinasi untuk akne vulgaris
yang dapat mengurangi terjadinya resistensi. 8,10,13
Eritromisin
Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid dan efektif baik untuk kuman gram
positif maupun gram negatif. Antibiotika ini dihasilkan oleh Streptomyces erythreus dan
digunakan untuk pengobatan akne. Eritromisin berikatan dengan ribosom 50S bakteri dan
menghalangi translokasi molekul peptidil-tRNA dari akseptor ke pihak donor, bersamaan
dengan pembentukan rantai polipepetida dan menghambat sintesis protein. Eritromisin
juga memiliki efek anti-inflamasi yang membuatnya memiliki kegunaan khusus dalam
pengobatan akne. Eritromisin tersedia dalam sediaan solusio, gel, pledgets dan salep 1,5
%- 2% sebagai bahan tunggal. Juga tersedia dalam sediaan kombinasi dengan benzoil
peroksida, yang dapat menghambat resistensi antibiotika terhadap eritromisin. Kombinasi
zinc asetat 1,2% dengan eritromisin 4% lebih efektif daripada dengan Clindamisin. 8,10,13
Klindamisin
37
Klindamisin adalah antibiotika linkosamid semisintetik yang diturunkan dari linkomisin.
Mekanisme kerja antibiotika ini serupa dengan eritromisin, dengan mengikat ribosom
50S dan menekan sintesis protein bakteri. Klindamisin digunakan secara topikal dalam
sediaan gel, solusio, dan suspensi (lotio) 1% serta terutama untuk pengobatan akne. Juga
tersedia dalam kombinasi dengan benzoil peroksida yang dapat menghambat resistensi
antibiotika terhadap klindamisin. Efek samping berupa kolitis pseudomembran jarang
dilaporkan pada pemakaian klindamisin secara topikal. 8,10,13
Metronidasol
Metronidasol, suatu topikal nitroimidasol, saat ini tersedia dalam bentuk gel, lotio, dan
krim 0,75%, serta sebagai krim 1% untuk pengobatan topikal pada rosasea. Pada
konsentrasi ringan, obat dipakai 2 kali sehari, sedangkan pada konsentrasi yang lebih
tinggi obat dipakai sekali sehari. Metronidasol oral memiliki aktifitas broad-spectrum
untuk berbagai organisme protozoa dan organisme anaerob. Mekanisme kerja
metronidasol topikal di kulit belum diketahui; diduga efek antirosasea berhubungan
dengan kemampuan obat sebagai antibiotika, antioksidan dan anti-inflamasi. 8,10,13
Asam Azelaik
Asam Azelaik adalah suatu asam dikarboksilik yang ditemukan pada makanan (sereal
whole grain dan hasil hewan). Secara normal terdapat pada plasma manusia (20-80
ng/mL), dan pemakaian topikal tidak mempengaruhi angka ini secara bermakna.
Mekanisme kerja obat ini adalah menormalisasi proses keratinisasi (menurunkan
ketebalan stratum korneum, menurunkan jumlah dan ukuran granul keratohialin, dan
menurunkan jumlah filagrin. Dilaporkan bahwa secara in vitro, terdapat aktifitas terhadap
Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis, yang mungkin berhubungan
dengan inhibisi sintesis protein bakteri (tempat yang pasti sampai saat ini belum
diketahui). Pada organisme aerobik terdapat inhibisi enzim oksidoreduktif. Pada bakteri
anaerobik terdapat inhibisi pada enzim oksidoreduksi (seperti tyrosinase, mitochondrial
enzymes of the respiratory chain, 5-alpha reductase, dan DNA polymerase). Pada bakteri
anaerob, terdapat gangguan proses glikolisis. Asam Azelaik digunakan terutama untuk
pengobatan akne vulgaris, dan ada yang menyarankan digunakan untuk hiperpigmentasi
38
(misalnya melasma), meskipun FDA tidak menyetujui indikasi ini. Asam Azelaik tersedia
dalam sediaan krim 20%.8,10,13
Pengobatan Topikal Pada Infeksi Bakteri Superfisial Mupirosin
Mupirosin, yang dahulu dikenal sebagai asam pseudomonik A adalah antibiotika yang
diturunkan dari Pseudomonas fluorescens. Obat ini secara reversibel mengikat sintetase
isoleusil-tRNA dan menghambat sintesis protein bakteri. Aktifitas mupirosin terbatas
terhadap bakteri gram positif, khususnya staphylococcus dan streptococcus. Aktifitas
obat ini meningkatkan suasana asam. Mupirosin sensitif terhadap perubahan suhu,
sehingga tidak boleh terpapar dengan suhu tinggi. Salep mupirosin 2% dioleskan 3 kali
sehari dan terutama diindikasikan untuk pengobatan impetigo dengan lesi terbatas, yang
disebabkan oleh S. aureus dan Streptococcus pyogenes. Tetapi, pada penderita
immunocompromised terapi yang diberikan harus secara sistemik untuk mencegah
komplikasi yang lebih serius. Pada tahun 1987 dilaporkan resistensi bakteri terhadap
mupirosin yang pertama kali. Setelah itu terdapat beberapa laporan resistensi mupirosin
karena pemakaian antibiotika topikal untuk methicillinresistant S. aureus (MRSA).
Penelitian terakhir di Tennessee Veterans’ Affairs Hospital menunjukkan bahwa
penggunaan jangka panjang salep mupirosin untuk mengontrol MRSA, khususnya pada
penderita ulkus dekubitus, meningkatkan resistensi yang bermakna. Lebih lanjut, peneliti
Jepang menemukan bahwa mupirosin konsentrasi rendah dicapai setelah aplikasi
intranasal dan dipostulasikan bahwa mungkin ini menjelaskan resistensi terhadap
mupirosin pada strain S. aureus. Suatu studi percobaan menggunakan salep antibiotika
kombinasi yang mengandung basitrasin, polimiksin B, dan gramisidin berhasil
menghambat kolonisasi pada 80% (9 dari 11) penderita yang setelah di-follow-up selama
2 bulan tetap menunjukkan dekolonisasi. Semua kasus (6 dari 6) terhadap mupirosin-
sensitive MRSA dieradikasi, sedangkan 3 dari 5 kasus terhadap mupirosin-sensitive
MRSA dieliminasi. Formulasi baru yang menggunakan asam kalsium (kalsium
membantu dalam stabilisasi bahan kimia) tersedia untuk penggunaan intranasal dalam
bentuk salep 2% dan krim 2%. 8,10,13
39
Pengobatan Topikal Untuk Mencegah Infeksi Setelah Tindakan Bedah Atau Untuk
Pengobatan Dermatitis Kronik
Antibiotika topikal banyak dipakai untuk mengurangi infeksi setelah tindakan bedah
minor, pada dermatitis kronik seperti dermatitis stasis dan dermatitis atopi, atau setelah
abrasi ringan pada kulit. Studi terakhir difokuskan pada insidens infeksi setelah biopsi
kulit atau tindakan bedah yang diberi antibiotika topikal. Pada beberapa kasus, antibiotika
topikal tampaknya menurunkan angka penyembuhan luka. Studi lain menunjukkan
bahwa penggunaan pembawa (vehicle) memberi hasil yang sama seperti pemberian
antibiotika pada penyembuhan luka tanpa resiko dermatitis kontak iritan atau alergi
terhadap bahan antibiotika. Hasil studi yang besar yang membandingkan basitrasin dan
petrolatum pada lebih dari 1200 tindakan bedah minor dan biopsi menunjukkan bahwa
bahan aktif basitrasin tidak menurunkan angka infeksi secara bermakna, tetapi malah
berhubungan dengan dermatitis kontak alergi. 8,10,13
Basitrasin
Basitrasin adalah antibiotika polipeptida topikal yang berasal dari isolasi strain Tracy-I
Bacillus subtilis, yang dikultur dari penderita dengan fraktur compound yang
terkontaminasi tanah. Basi ini diturunkan dari Bacillus, dan trasin berasal dari penderita
yang mengalami fraktur compound (Tracy). Basitrasin adalah antibiotika polipeptida
siklik dengan komponen multipel (A,B dan C). Basitrasin A adalah komponen utama dari
produk komersial dan yang sering digunakan sebagai garam zinc. Basitrasin mengganggu
sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat atau menghambat .defosforilasi suatu ikatan
membran lipid pirofosfat, pada kokus gram positif seperti stafilokokus dan streptokokus.
Kebanyakan organisme gram negatif dan jamur resisten terhadap obat ini. Sediaan
tersedia dalam bentuk salep basitrasin dan sebagai basitrasin zinc, mengandung 400
sampai 500 unit per gram. Basitrasin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri
superfisial pada kulit seperti impetigo, furunkolosis, dan pioderma. Obat ini juga sering
dikombinasikan dengan polimiksin B dan neomisin sebagai salep antibiotika tripel yang
dipakai beberapa kali sehari untuk pengobatan dermatitis atopi, numularis, atau stasis
yang disertai dengan infeksi sekunder. Sayangnya, aplikasi basitrasin topikal memiliki
40
resiko untuk timbulnya sensitisasi kontak alergi dan meski jarang dapat menimbulkan
syok anafilaktik. 8,10,13
Polimiksin B
Polimiksin B adalah antibiotika topikal yang diturunkan dari B.polymyxa, yang asalnya
diisolasi dari contoh tanah di Jepang. Polimiksin B adalah campuran dari polimiksin B1
dan B2, keduanya merupakan polipeptida siklik. Fungsinya adalah sebagai detergen
kationik yang berinteraksi secara kuat dengan fosfolipid membran sel bakteri, sehingga
menghambat intergritas sel membran. Polimiksin B aktif melawan organisme gram
negatif secara luas termasuk P.aeruginosa, Enterobacter, dan Escherichia coli.
Polimiksin B tersedia dalam bentuk salep (5000-10000 unit per gram) dalam kombinasi
dengan basitrasin atau neomisin. Cara pemakaiannya dioleskan sekali sampai tiga kali
sehari. 8,10,13
Aminoglikosida Topikal, Termasuk Neomisin, Gentamisin, Dan Paromomisin
Aminoglikosida adalah kelompok antibiotika yang penting yang digunakan baik secara
topikal atau pun sistemik untuk pengobatan infeksi yang disebabkan bakteri gram negatif.
Aminoglikosida memberi efek membunuh bakteri melalui pengikatan subunit ribosomal
30S dan mengganggu sintesis protein. Neomisin sulfat, aminoglikosida yang sering
digunakan secara topical adalah hasil fermentasi Strep. faridae. Neomisin yang tersedia
di pasaran adalah campuran neomisin B dan C , sedangkan framisetin yang digunakan di
Eropa dan Canada adalah neomisin B murni. Neomisin sulfat memiliki efek mematikan
bakteri gram negatif dan sering digunakan sebagai profilaksis infeksi yang disebabkan
oleh abrasi superfisial, terluka, atau luka bakar. Tersedia dalam bentuk salep (3,5 mg/g)
dan dikemas dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika lain seperti basitrasin,
polimiksin dan gramisidin. Bahan lain yang sering dikombinasikan dengan neomisin
adalah lidokain, pramoksin, atau hidrokortison. Neomisin tidak direkomendasikan oleh
banyak ahli kulit karena dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak
karena pemakaian neomisin memiliki angka prevalensi yang tinggi, dan pada 6 –8%
penderita yang dilakukan patch test memberi hasil positif. Neomisin sulfat (20%) dalam
petrolatum digunakan untuk menilai alergi kontak. Gentamisin sulfat diturunkan dari
41
hasil fermentasi Micromonospora purpurea. Tersedia dalam bentuk topikal krim atau
salep 0,1%. Antibiotika ini banyak digunakan oleh ahli bedah kulit ketika melakukan
operasi telinga , terutama pada penderita diabet atau keadaan immunocompromised lain,
sebagai profilaksis terhadap otitis eksterna maligna akibat P. aeruginosa. Paromomisin
berhubungan erat dengan neomisin dan memiliki efek antiparasit. Sediaan topikal terdiri
dari paramomisin sulfat dan metilbenzetonium klorida yang digunakan di Israel untuk
mengobati leismaniasis kutaneus. 8,10,13
Antibiotika Lain
Gramisidin
Gramisidin adalah antibiotika topikal yang merupakan derivat B. brevis. Gramisidin
adalah peptida linier yang membentuk stationary ion channels pada bakteri yang sesuai.
Aktifitas antibiotika gramisidin terbatas pada bakteri gram positif. 8,10,13
Kloramfenikol
Kloramfenikol di Amerika Serikat penggunaannya terbatas untuk pengobatan infeksi
kulit yang ringan. Kloramfenikol pertama kali diisolasi dari Strep. venezuela, tetapi saat
ini disintesis karena struktur kimianya sederhana. Mekanisme kerjanya hampir mirip
dengan eritromisin dan klindamisin, yaitu menghambat ribosom 50S memblokade
translokasi peptidil tRNA dari akseptor ke penerima. Kloramfenikol tersedia dalam krim
1 %. Obat ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan anemia aplastik yang fatal
atau supresi sum-sum tulang. 8,10,13
Sulfonamida
Struktur sulfonamida mirip dengan para-aminobenzoic acid (PABA) dan bersaing dengan
zat tersebut selama sintesis asam folat. Sulfonamida jarang digunakan secara topikal,
kecuali krim silver sulfadiazine (Silvaden) dan krim mafenid asetat. Silver sulfadiazine
melepas silver secara perlahan-lahan. Silver memberi efek pada membran dan dinding sel
bakteri. Mekanisme kerja mefenid tidak sama dengan sulfonamid karena tidak ada reaksi
antagonis terhadap PABA. Mafenid asetat yang digunakan untuk lesi yang luas pada kulit
42
dapat menyebabkan asidosis metabolik dan dapat menyebabkan rasa nyeri. Golongan ini
adalah antibiotika broad-spectrum dan digunakan untuk luka bakar. Superinfeksi oleh
Candida dapat terjadi karena pemakaian krim mafenid. 8,10,13
Clioquinol / Iodochlorhydroxiquin
Clioquinol adalah antibakteri dan antijamur yang di-indikasi-kan untuk pengobatan
kelainan kulit yang disertai peradangan dan tinea pedis serta infeksi bakteri minor.
Clioquinol adalah sintetik hydroxyquinoline yang mekanisme kerjanya belum diketahui.
Kerugian clioquinol adalah mengotori pakaian, kulit, rambut dan kuku serta potensial
menyebabkan iritasi. Clioquinol mempengaruhi penilaian fungsi tiroid (efek ini dapat
berlangsung hingga 3 bulan setelah pemakaian ). Tetapi clioquinol tidak mempengaruhi
hasil tes untuk pemeriksaan T3 dan T4. 8,10,13
Nitrofurazone
Nitrofurazone (Furacin) adalah derivat nitrofuran yang digunakan untuk pengobatan luka
bakar. Mekanisme kerjanya adalah inhibisi enzim bakteri pada degradasi glukosa dan
piruvat secara aerob maupun anaerob. Nitrofurazone tersedia dalam krim , solusio atau
kompres soluble 0,2%, dan aktifitas spektrum obat ini meliputi staphylococcus,
streptococcus, E. coli, Clostridium perfringens, Aerobacter enterogenes, dan Proteus sp. 8,10,13
Asam Fusidat
Asam fusidat adalah sediaan topikal yang tidak tersedia di Amerika Serikat, tetapi
terdapat di Kanada dan Eropa sebagai antibakteri dalam bentuk krim, salep, impregnated
gauze. Asam fusidat adalah antibiotika steroidal dengan mekanisme kerja mempengaruhi
fungsi faktor elongasi (EF-G) dengan menstabilkan EF-G-GDP-ribosome complex,
mencegah translokasi ribosom dan daur ulang bentuk EF-G. 8,10,13
Retapamulin
Pada tanggal 17 April 2007 retapamulin telah disetujui oleh (FDA) untuk digunakan
sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan resisten oleh
43
metisilin ataupun resisten vankomisin. Retapamulin berikatan dengan subunit 50S
ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan
menghambat protein sintesis dari bakteri. Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan
pada 210 pasien impetigo yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak
lebih dari 100 cm2 atau>2% luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada
pasien tersebutdidapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus Pada pasien-pasien
tersebut diberi retapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi. Evaluasi
dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi
berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benarbenar telah membaik tanpa penggunaan
terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan menggunakan retapamulin didapatkan
perbaikan klinis dan hanya 52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan
placebo.
Dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin merupakan First line untuk pengobatan impetigo,
namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan
retapamulin topikal karena diketahui retapamulin memiliki lebih sedikit efek samping
bila dibandingkan dengan dicloxacillin. 8,10,13
44
BAB III
KESIMPULAN
1) Antibiotik adalah senyawa-senyawa yang dapat menghambat
dan membunuh bakteri
2) Antibiotik dapat terbagi berdasarkan aktivitas dalam membunuh
yaitu bakteriosid dan bakteriostatik
3) Antibiotik dapat terbagai berdasarkan tempat mekanisme kerja
yaitu : Penghambatan sintetis dinding bakteri, Penghambat
membran sel, Penghambatan sintetis protein di ribosom,
Penghambatan sintetis asam nukleat, dan Penghambatan
metabolik (antagonis folat)
4) Resistensi terhadap antibiotik muncul karena beberapa
mekanisme seperti : dihasilkannya enzim yang merusak aktivitas
obat; pengubahan permeabilitas terhadap obat; adanya
perubahan terhadap struktur sasaran bagi obat; adanya
perubahan jalur metabolitk yang dihambat; adanya perubahan
enzim yang tetap dapat melakukan fungsi metaboliknya tetapi
45
lebih sedikit dipengaruhi oleh obat.
5) Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di bidang
kulit. Pengobatan Topikal Untuk Akne antara lain : eritromisin, klindamisin,
metronidasol, asam azelaik. Pengobatan Topikal Pada Infeksi Bakteri Superfisial
adalah Mupirosin. Pengobatan Topikal Untuk Mencegah Infeksi Setelah Tindakan
Bedah Atau Untuk Pengobatan Dermatitis Kronik antara lain : Basitrasin,
Polimiksin B. Adapula Aminoglikosida Topikal, Termasuk Neomisin,
Gentamisin, Dan Paromomisin. Antibiotika Lain antara lain : Gramisidin,
Kloramfenikol, sulfonamida, Clioquinol, Nitrofurazone (Furacin), Asam fusidat,
Retapamulin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhat V (2008), Classification of Antibiotik, Mediacal Notebook,
diambil tanggal 3 Januari 2013, dari
http://pre-pg.blogspot.com/2007/03/classification-of-
antibiotics.html
2. Darmansjah, I., Nelwan, R., (1994) Antibiotic guideline :
Farmacological, medical journal of university of Indonesia.
diambil tanggal 3 Januari 2013 dari
http://www.iwandarmansjah.web.id/attachment/at_antibiotic
%20guidelines.pdf
3. Goodman dan Gilman ( 2007 ).Dasar Farmakologi Terapi. Vol 2. Jakarta : EGC.
46
4. Harahap Marwali (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipocrates
5. Katzung Bertram G (2007). Basic And Clinical Pharmacology. Ed 10th. Lange Medical
6. Rosen, E.J., Quinn, F.B., (2000), Microbiology, infections, and
antibiotic therapy, diambil tanggal 3 Januari 2013, dari
http://www.utmb.edu/ otoref/grnds/Infect-0003/Infect-0003.pdf
7. Setiabudy Rianto, dkk (2007) Antimikroba dalam .Farmakologi
Dan terapi. Ed 5. Jakarta : FK UI.
8. Hamzah Mochtar (2008). Dermatoterapi dalam Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin . Ed 5. Jakarta : FK UI
9. Katzung, E.G, (2010). Obat-Obat Kemoterapeutika, dalam
Farmakologi Dasar & Klinik. Ed 10. Jakarta : EGC.
10. Katzung, E.G, (2010). Farmakologi Dermatologi dalam
Farmakologi Dasar & Klinik. Ed 10. Jakarta : EGC.
11. Bhat V (2008), Classification of Antibiotik, Mediacal
Notebook, diambil tanggal 3 Januari 2013, dari http://pre-
pg.blogspot.com/2007/03/classification-of-antibiotics.html
12. Darmansjah, I., Nelwan, R., (1994) Antibiotic guideline :
Farmacological, medical journal of university of Indonesia.
diambil tanggal 3 Januari 2013 dari
http://www.iwandarmansjah.web.id/attachment/at_antibiotic
%20guidelines.pdf.
13. Sediaan topikal Di unduh pada tanggal 3 januari 2013 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26573/4/Chapter20II.pdf
47
48