tugas_metlit_dini

11
 1 Merumuskan Strategi Keterlibatan Pemuda dalam Penundaan Usia Perkawinan sebagai Bagian dari Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Oleh: Siti Wahyudini, S.P. 0906596481 Latar Belakang Masalah Di negara berkembang seperti Indonesia, kematian ibu dan bayi masih merupakan masa lah yang cukup besar. Berdasarkan Surve i Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah sebesar 307 per 100 .000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007, SDKI me nunjukkan AKI sebesar 228 per 100 ribu ke lahiran hidup. Walaupun terlihat ada pe nurunan, dalam Miliennium Development Goals(MDGs) ditargetkan tahun 2015 AKI tidak lebih dari 104 per 100 ribu kelahira n. Hal ini mengindikasikan ba hwa derajat kesehatan ibu masih perlu ditingkatkan 1 . Angka kematian ibu (AKI) atau maternal mortality ratio (MMR) adalah  jumlah kematian ma ternal yang terjad i dalam periode wa ktu tertentu per 100. 000 kelahiran hidup pada periode waktu yang sama 2 . Yang dimaksud dengan kematian maternal adalah kematian seorang wanita pada saat hamil, atau 42 hari setelah persalinan, pada berapapun usia kehamilan tersebut, yang disebabkan oleh kehamilan dan bukan karena sebab-sebab accidental or incidental causes 3 . Tingginya AKI dipengaruhi oleh penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung berkaitan dengan kondisi saat melahirkan seperti perdarahan, hipertensi atau tekanan darah tinggi saat kehamilan (eklampsia), infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Penyeba b langsung tersebut diperburuk oleh status kesehatan dan gizi ibu yang kurang baik. Sementara itu penyebab tidak langsung antara lain adalah rendahnya taraf pendidikan perempuan, kurangnya pengetahua n kesehatan reproduksi, rendahnya status sosial 1 http://www.mediaindonesia.com/read/2010/02/23/125161/71/14/Capaian-MDGs-Terkendala- Kasus-Kematian-Ibu 2 World Health Organization. International Statistical Classification of Dis eases and Related  Health Problems. Tenth Rev ision. Geneva, World Health Organization, 1992 3 Maternal Mortality in 2000: Estimates developed by WHO, UNCEF and UNFPA 2004

Upload: siti-wahyudini-kosasih

Post on 20-Jul-2015

157 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 1/11

 

1

Merumuskan Strategi Keterlibatan Pemuda dalam Penundaan Usia

Perkawinan sebagai Bagian dari Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja

Oleh: Siti Wahyudini, S.P.

0906596481

Latar Belakang Masalah

Di negara berkembang seperti Indonesia, kematian ibu dan bayi masih

merupakan masalah yang cukup besar. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2002, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah

sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007, SDKI menunjukkan

AKI sebesar 228 per 100 ribu kelahiran hidup. Walaupun terlihat ada penurunan,

dalam Miliennium Development Goals(MDGs) ditargetkan tahun 2015 AKI tidak 

lebih dari 104 per 100 ribu kelahiran. Hal ini mengindikasikan bahwa derajat

kesehatan ibu masih perlu ditingkatkan1.

Angka kematian ibu (AKI) atau maternal mortality ratio (MMR) adalah

 jumlah kematian maternal yang terjadi dalam periode waktu tertentu per 100.000

kelahiran hidup pada periode waktu yang sama2. Yang dimaksud dengan kematian

maternal adalah kematian seorang wanita pada saat hamil, atau 42 hari setelah

persalinan, pada berapapun usia kehamilan tersebut, yang disebabkan oleh

kehamilan dan bukan karena sebab-sebab accidental or incidental causes3. 

Tingginya AKI dipengaruhi oleh penyebab langsung dan penyebab tidak 

langsung. Penyebab langsung berkaitan dengan kondisi saat melahirkan seperti

perdarahan, hipertensi atau tekanan darah tinggi saat kehamilan (eklampsia),

infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Penyebab langsung tersebut

diperburuk oleh status kesehatan dan gizi ibu yang kurang baik. Sementara itu

penyebab tidak langsung antara lain adalah rendahnya taraf pendidikan

perempuan, kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi, rendahnya status sosial

1http://www.mediaindonesia.com/read/2010/02/23/125161/71/14/Capaian-MDGs-Terkendala-

Kasus-Kematian-Ibu2 World Health Organization. International Statistical Classification of Diseases and Related 

 Health Problems. Tenth Revision. Geneva, World Health Organization, 19923 Maternal Mortality in 2000: Estimates developed by WHO, UNCEF and UNFPA 2004

Page 2: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 2/11

 

2

ekonomi, kedudukan dan peranan ibu yang tidak menguntungkan dalam keluarga,

serta kurangnya ketersediaan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana (KB)4.

Menurut BKKBN, usia yang ideal untuk hamil dan melahirkan adalah 20-

30 tahun. Lebih atau kurang dari itu akan rentan terjadinya resiko seperti

pendarahan, keguguran, hamil anggur dan hamil prematur di masa kehamilan.

Resiko meninggal dunia akibat keracunan kehamilan yang disebabkan oleh

tekanan darah tinggi atau hipertensi juga banyak terjadi pada perempuan yang

melahirkan di usia dini. Selain itu anatomi tubuh wanita yang berusia di bawah 16

atau 19 tahun masih dalam pertumbuhan, termasuk juga pinggul dan rahimnya,

sehingga jika hamil dan melahirkan akan berisiko susah melahirkan hingga

kematian. Kesiapan untuk hamil dan melahirkan ditentukan oleh kesiapan fisik,

kesiapan mental/psikologis, dan kesiapan sosial ekonomi. Sehingga di usia 20

tahun dianggap sudah siap secara fisik.

Banyak penelitian yang telah dilakukan sehubungan dengan perilaku

seksual remaja yang berdampak pada pernikahan di bawah umur maupun

kehamilan yang tidak diinginkan. Diantaranya menurut BKKBN Jabar (2002) di

6 kabupaten sebanyak 29,6% remaja telah melakukan hubungan seks pra nikah

dan 57,3% mengenal dan biasa melihat pornografi. Penelitian BKKBN dan

Lembaga Demografi FEUI (2000) mengungkapkan terdapat 2,4 juta aborsi

pertahun (21%) yang sebesar 700-800 ribu terjadi pada remaja. Sebanyak 11%

kelahiran terjadi pada usia remaja, yaitu 43% wanita melahirkan anak pertama

dengan usia pernikahan kurang dari 9 bulan5.

Laporan UNFPA (2000) menyebutkan bahwa 1 dari 6 penduduk dunia

adalah remaja, dimana 85% hidup di negara berkembang. Banyak yang sudah

aktif seksual, separuhnya sudah menikah. Hal ini merupakan tantangan resikomasalah kesehatan reproduksi.

4Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

 Rancang Bangun Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu untuk Mencapai Sasaran  Millenium

 Development Goals. Bappenas. 20075

Imami Nur Rachmawati, SKp, MSc., Pelatihan Kesehatan Reproduksi Remaja Untuk MencegahKematian Perinatal. Makalah

Page 3: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 3/11

 

3

Identifikasi Masalah

Melihat latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas,

beberapa masalah yang berhasil diidentifikasi adalah:1.  Masih minimnya keterlibatan pemuda dalam pendidikan kesehatan

reproduksi remaja, khususnya dalam hal penundaan usia perkawinan.

2.  Perlunya merumuskan strategi yang melibatkan peran pemuda dalam

pendidikan kesehatan reproduksi remaja, khususnya dalam hal penundaan

usia perkawinan.

Batasan Masalah

Penelitian ini hanya difokuskan pada perumusan strategi peran pemuda

dalam penundaan usia perkawinan sebagai salah satu materi dalam pendidikan

kesehatan reproduksi remaja. Menjadi penting untuk merumuskan strategi

pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja yang melibatkan pemuda, yang

merupakan bagian dari target pendidikan itu sendiri. Pelibatan pemuda dalam

pendidikan kesehatan reproduksi adalah dalam perencanaan program yang

mempertimbangkan sisi kehidupan remaja sehingga dapat menjamin programnya

akan cocok atau relevan dengan remaja.

Rumusan Masalah

Menurut Bappenas (2007), di beberapa daerah, perkawinan usia muda

mendapat pembenaran dari pandangan budaya masyarakat setempat seperti di

daerah Kalimantan Selatan, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan di

daerah lain perkawinan usia muda terjadi akibat dari kehamilan yang tidak 

diinginkan karena pergaulan bebas6.

Studi Wahyu dkk (1999) dalam Bappenas (2007) menunjukkan bahwa di

Kalimantan Selatan, perkawinan usia muda masih tinggi, yaitu di bawah 18 tahun.

6 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

 Rancang Bangun Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu untuk Mencapai Sasaran  Millenium

 Development Goals. Bappenas. 2007

Page 4: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 4/11

 

4

Fenomena kawin muda terjadi juga di daerah Jawa Barat dimana angka

perkawinan usia muda masih sangat tinggi, terutama di kawasan pantai utara Jawa

Barat seperti diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 1. Perkembangan Rata-Rata Umur Kawin Pertama Perempuan (UKPW)

di Propinsi Jawa Barat 2004‐2005

Kabupaten/Kota

Usia Kawin Pertama Perempuan

Tahun

2004 2005

Kab. Bekasi 18,42 17,97

Kab. Karawang 17,24 17,24

Kab. Purwakarta 17,64 17,60

Kab. Bogor 17,60 17,61

Kab. Sukabumi 17,12 17,05Kab. Cianjur 17,07 17,17

Kab. Bandung 18,04 17,87

Kab. Sumedang 17,77 17,60

Kab. Garut 17,35 17,28

Kab. Tasikmalaya 17,74 17,36

Kab. Ciamis 17,21 17,21

Kab. Cirebon 17,89 17,91

Kab. Kuningan 17,73 17,69

Kab. Indramayu 17,19 17,06

Kab. Majalengka 17,29 17,26

Kab. Subang 17,61 17,62Kota Bandung 19,01 19,05

Kota Cirebon 19,26 19,56

Kota Bogor 19,14 18,86

Kota Sukabumi 18,74 18,27

Kota Bekasi 19,26 19,46

Kota Depok 19,26 19,38

Kota Cimahi 19,00 19,08

Kota Tasikmalaya 18,20 18,43

Kota Banjar 17,91 17,89

Rata-rata Propinsi 17,86 17,82

Dalam budaya masyarakat NTB, perkawinan usia muda juga merupakan

fenomena yang umum terjadi. Angka perkawinan usia muda di NTB menurut

data statistik dan analisa gender Propinsi NTB tahun 2004 menunjukkan rata-rata

umur perkawinan pertama berkisar antara 15-19 tahun, dan paling banyak terjadi

di pulau Lombok (Tabel 2)7.

7 Ibid  

Page 5: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 5/11

 

5

Tabel 2. Persentase Perempuan Pernah Kawin Berumur >10 di Propinsi NTB

2000‐20038 

Sedangkan di Sulawesi Utara perkawinan usia muda terjadi bukan karena

tradisi, melainkan akibat dari „kecelakaan‟ dalam pergaulan anak muda. Apalagi

daerah perkotaan di Sulawesi Utara seperti Manado terus berkembang menjadi

kota metropolitan, di mana tidak menutup kemungkinan terjadinya pergaulan

bebas di kalangan anak-anak muda. Anak usia sekolah yang terlanjur hamil oleh

orangtuanya akan dinikahkan atau digugurkan kandungannya karena dinilai

merusak status sosial keluarga9.

Tinjauan Pustaka

Adat Istiadat dan Perkawinan Usia muda

Menurut Bappenas (2007), budaya perkawinan usia muda di Jawa Barat

salah satunya dipicu oleh budaya yang masuk pada jaman Belanda dan jaman

Jepang. Pada jaman Belanda didirikan perkebunan-perkebunan dengan pola

kebudayaan sendiri. Dengan didirikannya perkebunan maka terjadi migrasi baik 

8 Biro Kesejahteraan Sosial Setda NTB, Tahun 2004 yang diambil dari Laporan Poyek KPKK

AUSAID, 2006.9 Bappenas, op. cit ., h. 76

Page 6: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 6/11

 

6

perpindahan penduduk ke daerah perkebunan untuk mendapatkan pekerjaan,

maupun dalam arti migrasi sosial yaitu perpindahan kelas sosial. Sebagian

perempuan bermigrasi ke status sosial elit yaitu menjadi nyai-nyai dan sebagian

laki-laki menjadi mandor . Sistem kemandoran memberi peluang pada kaum laki-

laki untuk menikahi perempuan dalam usia muda. Upaya untuk mempertahankan

status sosial antara lain dilakukan melalui aspek reproduksi, mempunyai anak 

sebanyak-banyaknya agar dapat mewariskan status sosial. Maka berlangsung

reproduksi masal untuk kekuatan perkebunan. Lebih cepat melahirkan anak maka

akan lebih cepat membentuk koloni. Sampai saat ini feodalistik di perkebunan

(mandor) masih bertahan.

Mitos lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya

 perkawinan usia muda adalah pepatah yang mengatakan “bengkung ngariung,

bongkok garonyok”, yang berarti enak atau susah yang penting berkumpul. Mitos

tersebut menyebabkan orang Sunda lebih senang ngariung (berkumpul) sehingga

apabila orang Sunda pergi merantau keluar daerahnya bukan disebut perantau

tetapi “ulin” yang artinya pada suatu saat ia akan kembali lagi ke kampung

halamannya. Sebelum merantau mereka harus menikah dulu dengan memilih

isteri atau suami orang sekampung, yang diharapkan akan menjamin dan

memudahkan mereka pada saat pulang kampung.

Di Nusa Tenggara Barat, salah satu yang ditengarai ikut berkontribusi

pada perkawinan usia dini adalah misimplementasi tradisi perkawinan yang

disebut merarik yang tumbuh berkembang di kalangan masyarakat Lombok.

Konon merarik merupakan tradisi untuk menghargai harkat dan martabat

kaum perempuan. Seharusnya dalam tradisi merarik perempuan memiliki posisi

yang sangat kuat untuk menentukan masa depan dan tidak ada paksaan bagi

perempuan dalam menentukan pilihan.

Dalam tradisi merarik anak perempuan diambil dari rumah orangtuanya,

biasanya dilakukan pada malam hari, apabila ada yang melanggar, misalnya

dilakukan di siang hari akan dikenai denda secara adat. Beberapa aturan adat

harus dipenuhi, di antaranya yang mengambil harus orang lain, bukan calon

suami, serta sebaiknya ada kaum perempuan yang ikut dalam proses mengambil

yang akan menemani calon pengantin sampai proses merarik selesai. Perempuan

Page 7: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 7/11

 

7

yang diambil tidak boleh dibawa langsung ke rumah calon suami, melainkan

disembunyikan, atau dititipkan di rumah orang lain. Biasnya anak perempuan

yang dilarikan disembunyikan di rumah kerabat pihak laki-laki atau di rumah

tokoh masyarakat seperti kepala kampung, kepala desa, dan sebagainya. Setelah

tiga hari peristiwa melarikan, dimulai proses negosiasi antara keluarga calon

pengantin perempuan dengan keluarga calon pengantin laki-laki. Ini dilakukan

berkoordinasi dengan aparat pemerintah desa, yaitu keliang (kini kepala dusun) di

tempat pihak laki-laki dengan keliang di daerah asal calon pengantin perempuan.

Tahapan ini disebut mesejati.

Apabila pihak orangtua perempuan menyetujui, negosiasi akan dilakukan

untuk menentukan „harga calon pengantin‟ dengan pihak yang melarikan (pihak 

laki-laki). Setelah harga disetujui, dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara dan

pesta untuk meresmikan pernikahan tersebut. Sebaliknya apabila pihak orangtua

perempuan benar-benar tidak menyetujui pernikahan tersebut, si anak perempuan

akan dibawa pulang dan orangtua menolak untuk menegosiasikan „harga calon

 pengantin‟ dengan pihak laki-laki.

Sayangnya tradisi merarik ini dilakukan seringkali tanpa melalui

pertimbangan usia. Orangtua akan lebih bahagia apabila anak perempuannya

cepat menikah. Dalam pandangan masyarakat setempat, bagi anak perempuan

menikah jauh lebih berharga dibandingkan dengan apapun juga, termasuk 

pendidikan. Hal ini diperparah dengan kecenderungan yang semakin menyalahi

makna sebenarnya dari merarik itu sendiri. Seringkali terjadi „penculik an‟

terhadap siswi yang sedang berada di sekolah, di mana belum tentu siswi yang

dilarikan tersebut bersedia dijadikan istri oleh laki-laki yang membawanya. Dan

karena kebiasaan lokal, orangtua pihak perempuan enggan memperpanjangpersoalan dan menerima tradisi merarik yang dilakukan pihak laki-laki.

Tidak jarang orangtua perempuan malah dipersalahkan jika mempersoalkan hal

itu karena dinilai melanggar tradisi.

Maraknya proses merarik yang kini diistilahkan sebagai selarian (kawin

lari) dan bahkan dimaknai secara sederhana menjadi memaling atau mencuri,

Page 8: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 8/11

 

8

telah memberikan kontribusi cukup besar pada perkawinan di mana usia

perempuan masih sangat muda dan seharusnya masih bersekolah10

.

Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja

Di berbagai belahan dunia, wanita menikah dan melahirkan di masa

remaja mereka (Tabel 3). Kehamilan dan persalinan membawa resiko morbiditas

dan mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang telah

berusia 20 tahunan. Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai

2 sampai 5 kali resiko kematian (maternal mortality) dibandingkan dengan wanita

yang telah berusia 18-25 tahun akibat persalinan lama dan persalinan macet,

perdarahan maupun faktor lain. Kegawatdaruratan yang berkaitan dengan

kehamilan misalnya tekanan darah tinggi (hipertensi) dan anemia (kurang darah)

 juga lebih sering terjadi pada ibu-ibu berusia remaja terutama pada daerah di

mana kekurangan gizi merupakan endemis11

 

Tabel 3. Prosentase Wanita Berusia 20-24 tahun yang Melahirkan pada usia 20

tahun menurut Wilayah dan Negara12

 

Kondisi kesehatan reproduksi sangat penting dalam pembangunan

nasional karena remaja adalah aset dan generasi penerus bangsa. Masyarakat

internasional menekankan pentingnya terus menerus memperjuangkan hak remaja

untuk memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan yang dapat melindungi

10  Ibid 

11Outlook Vol. 12 Januari 2000. Kesehatan Reproduksi Remaja:Membangun Perubahan yang

 Bermakna. Path & UNFPA.12 Sumber: AGI 1998

Page 9: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 9/11

 

9

kesehatan reproduksi mereka secara memadai. Selama ini remaja masih kurang

memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang baik dan benar

seperti yang mereka butuhkan13

.

Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi sangat penting bagi setiap

perempuan untuk memperoleh pemahaman mengenai fungsi-fungsi organ

reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, sehingga mereka dapat menjalani

kehidupan sebagai perempuan dewasa secara sehat pula. Pemahaman mengenai

masalah ini dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted 

 pregnancy), yang dalam banyak hal membawa akibat buruk pada kaum

perempuan, misalnya, aborsi yang bisa menyebabkan kematian. Pengenalan

pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan remaja perempuan yang berada

di sistem persekolahan, yang lazim disebut pendidikan sebaya ( peer education),

dipandang sangat efektif untuk mengembangkan jaringan di kelompok tersebut,

sehingga mencapai critical mass yang sangat penting dalam mendukung

akselerasi program pendidikan kesehatan reproduksi14

.

Analytical Hierarchy Process

Proses Hierarki Analitik (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1993) dan

dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek atau tidak 

berkerangka dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

sangat sedikit. Secara umum hirarki dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a. Hirarki struktural, yaitu masalah yang kompleks diuraikan menjadi bagian-

bagiannya atau elemen-elemennya menurut ciri atau besaran tertentu. Hirarki ini

erat kaitannya dengan menganalisa masalah yang kompleks melalui pembagian

obyek yang diamati menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil.

b. Hirarki fungsional, menguraikan masalah yang kompleks menjadi bagian-

bagiannya sesuai hubungan esensialnya. Hirarki ini membantu mengatasi masalah

atau mempengaruhi sistem yang kompleks untuk mencapai tujuan yang

diinginkannya seperti penentuan prioritas tindakan, alokasi sumber daya.

13 BKKBN. Kurikulum Dan Modul Pelatihan Pengelolaan Pemberian Informasi Kesehatan

 Reproduksi Remaja Oleh Pendidik Sebaya. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak 

Reproduksi, BKKBN, 2008.14 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

 Rancang Bangun Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu untuk Mencapai Sasaran Millenium Development Goals. Bappenas. 2007. 

Page 10: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 10/11

 

10

Konsistensi matriks yaitu inkonsitensi sebesar 10% ke bawah ialah tingkat

inkonsistensi yang masih bisa diterima15

.

Analisa SWOT sebagai Alat Formulasi Strategi

Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk 

merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (Strenggths) dan peluang (Opportunities), namun

secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman

(Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan

pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian

perencana strategis (strategic planner ) harus menganalisa faktor-faktor strategisperusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada

saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk 

analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 1997)16

.

15 Nurmianto, Eko, Arman H. Nasution dan Syafril S. Perumusan Strategi Kemitraan

 Menggunakan Metode AHP dan SWOT (Studi Kasus Pada Kemitraan PT. Inka dengan Industri

Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun). Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi

Industri, Universitas Kristen Petra.16 Ibid 

Page 11: Tugas_Metlit_Dini

5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 11/11

 

11

Kerangka Proposal

Bab I. Pendahuluan

I.1. Latar Belakang Masalah

I.2. Identifikasi Masalah

I.3. Batasan Masalah

I.4. Rumusan Masalah

I.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.6. Metodologi Penelitian

I.7. Sistematika Penulisan

Bab II. Tinjauan Pustaka

Daftar Pustaka