Download - Tugas_Metlit_Dini
![Page 1: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/1.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 1/11
1
Merumuskan Strategi Keterlibatan Pemuda dalam Penundaan Usia
Perkawinan sebagai Bagian dari Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja
Oleh: Siti Wahyudini, S.P.
0906596481
Latar Belakang Masalah
Di negara berkembang seperti Indonesia, kematian ibu dan bayi masih
merupakan masalah yang cukup besar. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2002, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah
sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2007, SDKI menunjukkan
AKI sebesar 228 per 100 ribu kelahiran hidup. Walaupun terlihat ada penurunan,
dalam Miliennium Development Goals(MDGs) ditargetkan tahun 2015 AKI tidak
lebih dari 104 per 100 ribu kelahiran. Hal ini mengindikasikan bahwa derajat
kesehatan ibu masih perlu ditingkatkan1.
Angka kematian ibu (AKI) atau maternal mortality ratio (MMR) adalah
jumlah kematian maternal yang terjadi dalam periode waktu tertentu per 100.000
kelahiran hidup pada periode waktu yang sama2. Yang dimaksud dengan kematian
maternal adalah kematian seorang wanita pada saat hamil, atau 42 hari setelah
persalinan, pada berapapun usia kehamilan tersebut, yang disebabkan oleh
kehamilan dan bukan karena sebab-sebab accidental or incidental causes3.
Tingginya AKI dipengaruhi oleh penyebab langsung dan penyebab tidak
langsung. Penyebab langsung berkaitan dengan kondisi saat melahirkan seperti
perdarahan, hipertensi atau tekanan darah tinggi saat kehamilan (eklampsia),
infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Penyebab langsung tersebut
diperburuk oleh status kesehatan dan gizi ibu yang kurang baik. Sementara itu
penyebab tidak langsung antara lain adalah rendahnya taraf pendidikan
perempuan, kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi, rendahnya status sosial
1http://www.mediaindonesia.com/read/2010/02/23/125161/71/14/Capaian-MDGs-Terkendala-
Kasus-Kematian-Ibu2 World Health Organization. International Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems. Tenth Revision. Geneva, World Health Organization, 19923 Maternal Mortality in 2000: Estimates developed by WHO, UNCEF and UNFPA 2004
![Page 2: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/2.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 2/11
2
ekonomi, kedudukan dan peranan ibu yang tidak menguntungkan dalam keluarga,
serta kurangnya ketersediaan pelayanan kesehatan dan keluarga berencana (KB)4.
Menurut BKKBN, usia yang ideal untuk hamil dan melahirkan adalah 20-
30 tahun. Lebih atau kurang dari itu akan rentan terjadinya resiko seperti
pendarahan, keguguran, hamil anggur dan hamil prematur di masa kehamilan.
Resiko meninggal dunia akibat keracunan kehamilan yang disebabkan oleh
tekanan darah tinggi atau hipertensi juga banyak terjadi pada perempuan yang
melahirkan di usia dini. Selain itu anatomi tubuh wanita yang berusia di bawah 16
atau 19 tahun masih dalam pertumbuhan, termasuk juga pinggul dan rahimnya,
sehingga jika hamil dan melahirkan akan berisiko susah melahirkan hingga
kematian. Kesiapan untuk hamil dan melahirkan ditentukan oleh kesiapan fisik,
kesiapan mental/psikologis, dan kesiapan sosial ekonomi. Sehingga di usia 20
tahun dianggap sudah siap secara fisik.
Banyak penelitian yang telah dilakukan sehubungan dengan perilaku
seksual remaja yang berdampak pada pernikahan di bawah umur maupun
kehamilan yang tidak diinginkan. Diantaranya menurut BKKBN Jabar (2002) di
6 kabupaten sebanyak 29,6% remaja telah melakukan hubungan seks pra nikah
dan 57,3% mengenal dan biasa melihat pornografi. Penelitian BKKBN dan
Lembaga Demografi FEUI (2000) mengungkapkan terdapat 2,4 juta aborsi
pertahun (21%) yang sebesar 700-800 ribu terjadi pada remaja. Sebanyak 11%
kelahiran terjadi pada usia remaja, yaitu 43% wanita melahirkan anak pertama
dengan usia pernikahan kurang dari 9 bulan5.
Laporan UNFPA (2000) menyebutkan bahwa 1 dari 6 penduduk dunia
adalah remaja, dimana 85% hidup di negara berkembang. Banyak yang sudah
aktif seksual, separuhnya sudah menikah. Hal ini merupakan tantangan resikomasalah kesehatan reproduksi.
4Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Rancang Bangun Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu untuk Mencapai Sasaran Millenium
Development Goals. Bappenas. 20075
Imami Nur Rachmawati, SKp, MSc., Pelatihan Kesehatan Reproduksi Remaja Untuk MencegahKematian Perinatal. Makalah
![Page 3: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/3.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 3/11
3
Identifikasi Masalah
Melihat latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas,
beberapa masalah yang berhasil diidentifikasi adalah:1. Masih minimnya keterlibatan pemuda dalam pendidikan kesehatan
reproduksi remaja, khususnya dalam hal penundaan usia perkawinan.
2. Perlunya merumuskan strategi yang melibatkan peran pemuda dalam
pendidikan kesehatan reproduksi remaja, khususnya dalam hal penundaan
usia perkawinan.
Batasan Masalah
Penelitian ini hanya difokuskan pada perumusan strategi peran pemuda
dalam penundaan usia perkawinan sebagai salah satu materi dalam pendidikan
kesehatan reproduksi remaja. Menjadi penting untuk merumuskan strategi
pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja yang melibatkan pemuda, yang
merupakan bagian dari target pendidikan itu sendiri. Pelibatan pemuda dalam
pendidikan kesehatan reproduksi adalah dalam perencanaan program yang
mempertimbangkan sisi kehidupan remaja sehingga dapat menjamin programnya
akan cocok atau relevan dengan remaja.
Rumusan Masalah
Menurut Bappenas (2007), di beberapa daerah, perkawinan usia muda
mendapat pembenaran dari pandangan budaya masyarakat setempat seperti di
daerah Kalimantan Selatan, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan di
daerah lain perkawinan usia muda terjadi akibat dari kehamilan yang tidak
diinginkan karena pergaulan bebas6.
Studi Wahyu dkk (1999) dalam Bappenas (2007) menunjukkan bahwa di
Kalimantan Selatan, perkawinan usia muda masih tinggi, yaitu di bawah 18 tahun.
6 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Rancang Bangun Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu untuk Mencapai Sasaran Millenium
Development Goals. Bappenas. 2007
![Page 4: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/4.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 4/11
4
Fenomena kawin muda terjadi juga di daerah Jawa Barat dimana angka
perkawinan usia muda masih sangat tinggi, terutama di kawasan pantai utara Jawa
Barat seperti diperlihatkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Perkembangan Rata-Rata Umur Kawin Pertama Perempuan (UKPW)
di Propinsi Jawa Barat 2004‐2005
Kabupaten/Kota
Usia Kawin Pertama Perempuan
Tahun
2004 2005
Kab. Bekasi 18,42 17,97
Kab. Karawang 17,24 17,24
Kab. Purwakarta 17,64 17,60
Kab. Bogor 17,60 17,61
Kab. Sukabumi 17,12 17,05Kab. Cianjur 17,07 17,17
Kab. Bandung 18,04 17,87
Kab. Sumedang 17,77 17,60
Kab. Garut 17,35 17,28
Kab. Tasikmalaya 17,74 17,36
Kab. Ciamis 17,21 17,21
Kab. Cirebon 17,89 17,91
Kab. Kuningan 17,73 17,69
Kab. Indramayu 17,19 17,06
Kab. Majalengka 17,29 17,26
Kab. Subang 17,61 17,62Kota Bandung 19,01 19,05
Kota Cirebon 19,26 19,56
Kota Bogor 19,14 18,86
Kota Sukabumi 18,74 18,27
Kota Bekasi 19,26 19,46
Kota Depok 19,26 19,38
Kota Cimahi 19,00 19,08
Kota Tasikmalaya 18,20 18,43
Kota Banjar 17,91 17,89
Rata-rata Propinsi 17,86 17,82
Dalam budaya masyarakat NTB, perkawinan usia muda juga merupakan
fenomena yang umum terjadi. Angka perkawinan usia muda di NTB menurut
data statistik dan analisa gender Propinsi NTB tahun 2004 menunjukkan rata-rata
umur perkawinan pertama berkisar antara 15-19 tahun, dan paling banyak terjadi
di pulau Lombok (Tabel 2)7.
7 Ibid
![Page 5: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/5.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 5/11
5
Tabel 2. Persentase Perempuan Pernah Kawin Berumur >10 di Propinsi NTB
2000‐20038
Sedangkan di Sulawesi Utara perkawinan usia muda terjadi bukan karena
tradisi, melainkan akibat dari „kecelakaan‟ dalam pergaulan anak muda. Apalagi
daerah perkotaan di Sulawesi Utara seperti Manado terus berkembang menjadi
kota metropolitan, di mana tidak menutup kemungkinan terjadinya pergaulan
bebas di kalangan anak-anak muda. Anak usia sekolah yang terlanjur hamil oleh
orangtuanya akan dinikahkan atau digugurkan kandungannya karena dinilai
merusak status sosial keluarga9.
Tinjauan Pustaka
Adat Istiadat dan Perkawinan Usia muda
Menurut Bappenas (2007), budaya perkawinan usia muda di Jawa Barat
salah satunya dipicu oleh budaya yang masuk pada jaman Belanda dan jaman
Jepang. Pada jaman Belanda didirikan perkebunan-perkebunan dengan pola
kebudayaan sendiri. Dengan didirikannya perkebunan maka terjadi migrasi baik
8 Biro Kesejahteraan Sosial Setda NTB, Tahun 2004 yang diambil dari Laporan Poyek KPKK
AUSAID, 2006.9 Bappenas, op. cit ., h. 76
![Page 6: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/6.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 6/11
6
perpindahan penduduk ke daerah perkebunan untuk mendapatkan pekerjaan,
maupun dalam arti migrasi sosial yaitu perpindahan kelas sosial. Sebagian
perempuan bermigrasi ke status sosial elit yaitu menjadi nyai-nyai dan sebagian
laki-laki menjadi mandor . Sistem kemandoran memberi peluang pada kaum laki-
laki untuk menikahi perempuan dalam usia muda. Upaya untuk mempertahankan
status sosial antara lain dilakukan melalui aspek reproduksi, mempunyai anak
sebanyak-banyaknya agar dapat mewariskan status sosial. Maka berlangsung
reproduksi masal untuk kekuatan perkebunan. Lebih cepat melahirkan anak maka
akan lebih cepat membentuk koloni. Sampai saat ini feodalistik di perkebunan
(mandor) masih bertahan.
Mitos lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya
perkawinan usia muda adalah pepatah yang mengatakan “bengkung ngariung,
bongkok garonyok”, yang berarti enak atau susah yang penting berkumpul. Mitos
tersebut menyebabkan orang Sunda lebih senang ngariung (berkumpul) sehingga
apabila orang Sunda pergi merantau keluar daerahnya bukan disebut perantau
tetapi “ulin” yang artinya pada suatu saat ia akan kembali lagi ke kampung
halamannya. Sebelum merantau mereka harus menikah dulu dengan memilih
isteri atau suami orang sekampung, yang diharapkan akan menjamin dan
memudahkan mereka pada saat pulang kampung.
Di Nusa Tenggara Barat, salah satu yang ditengarai ikut berkontribusi
pada perkawinan usia dini adalah misimplementasi tradisi perkawinan yang
disebut merarik yang tumbuh berkembang di kalangan masyarakat Lombok.
Konon merarik merupakan tradisi untuk menghargai harkat dan martabat
kaum perempuan. Seharusnya dalam tradisi merarik perempuan memiliki posisi
yang sangat kuat untuk menentukan masa depan dan tidak ada paksaan bagi
perempuan dalam menentukan pilihan.
Dalam tradisi merarik anak perempuan diambil dari rumah orangtuanya,
biasanya dilakukan pada malam hari, apabila ada yang melanggar, misalnya
dilakukan di siang hari akan dikenai denda secara adat. Beberapa aturan adat
harus dipenuhi, di antaranya yang mengambil harus orang lain, bukan calon
suami, serta sebaiknya ada kaum perempuan yang ikut dalam proses mengambil
yang akan menemani calon pengantin sampai proses merarik selesai. Perempuan
![Page 7: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/7.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 7/11
7
yang diambil tidak boleh dibawa langsung ke rumah calon suami, melainkan
disembunyikan, atau dititipkan di rumah orang lain. Biasnya anak perempuan
yang dilarikan disembunyikan di rumah kerabat pihak laki-laki atau di rumah
tokoh masyarakat seperti kepala kampung, kepala desa, dan sebagainya. Setelah
tiga hari peristiwa melarikan, dimulai proses negosiasi antara keluarga calon
pengantin perempuan dengan keluarga calon pengantin laki-laki. Ini dilakukan
berkoordinasi dengan aparat pemerintah desa, yaitu keliang (kini kepala dusun) di
tempat pihak laki-laki dengan keliang di daerah asal calon pengantin perempuan.
Tahapan ini disebut mesejati.
Apabila pihak orangtua perempuan menyetujui, negosiasi akan dilakukan
untuk menentukan „harga calon pengantin‟ dengan pihak yang melarikan (pihak
laki-laki). Setelah harga disetujui, dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara dan
pesta untuk meresmikan pernikahan tersebut. Sebaliknya apabila pihak orangtua
perempuan benar-benar tidak menyetujui pernikahan tersebut, si anak perempuan
akan dibawa pulang dan orangtua menolak untuk menegosiasikan „harga calon
pengantin‟ dengan pihak laki-laki.
Sayangnya tradisi merarik ini dilakukan seringkali tanpa melalui
pertimbangan usia. Orangtua akan lebih bahagia apabila anak perempuannya
cepat menikah. Dalam pandangan masyarakat setempat, bagi anak perempuan
menikah jauh lebih berharga dibandingkan dengan apapun juga, termasuk
pendidikan. Hal ini diperparah dengan kecenderungan yang semakin menyalahi
makna sebenarnya dari merarik itu sendiri. Seringkali terjadi „penculik an‟
terhadap siswi yang sedang berada di sekolah, di mana belum tentu siswi yang
dilarikan tersebut bersedia dijadikan istri oleh laki-laki yang membawanya. Dan
karena kebiasaan lokal, orangtua pihak perempuan enggan memperpanjangpersoalan dan menerima tradisi merarik yang dilakukan pihak laki-laki.
Tidak jarang orangtua perempuan malah dipersalahkan jika mempersoalkan hal
itu karena dinilai melanggar tradisi.
Maraknya proses merarik yang kini diistilahkan sebagai selarian (kawin
lari) dan bahkan dimaknai secara sederhana menjadi memaling atau mencuri,
![Page 8: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/8.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 8/11
8
telah memberikan kontribusi cukup besar pada perkawinan di mana usia
perempuan masih sangat muda dan seharusnya masih bersekolah10
.
Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja
Di berbagai belahan dunia, wanita menikah dan melahirkan di masa
remaja mereka (Tabel 3). Kehamilan dan persalinan membawa resiko morbiditas
dan mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang telah
berusia 20 tahunan. Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai
2 sampai 5 kali resiko kematian (maternal mortality) dibandingkan dengan wanita
yang telah berusia 18-25 tahun akibat persalinan lama dan persalinan macet,
perdarahan maupun faktor lain. Kegawatdaruratan yang berkaitan dengan
kehamilan misalnya tekanan darah tinggi (hipertensi) dan anemia (kurang darah)
juga lebih sering terjadi pada ibu-ibu berusia remaja terutama pada daerah di
mana kekurangan gizi merupakan endemis11
Tabel 3. Prosentase Wanita Berusia 20-24 tahun yang Melahirkan pada usia 20
tahun menurut Wilayah dan Negara12
Kondisi kesehatan reproduksi sangat penting dalam pembangunan
nasional karena remaja adalah aset dan generasi penerus bangsa. Masyarakat
internasional menekankan pentingnya terus menerus memperjuangkan hak remaja
untuk memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan yang dapat melindungi
10 Ibid
11Outlook Vol. 12 Januari 2000. Kesehatan Reproduksi Remaja:Membangun Perubahan yang
Bermakna. Path & UNFPA.12 Sumber: AGI 1998
![Page 9: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/9.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 9/11
9
kesehatan reproduksi mereka secara memadai. Selama ini remaja masih kurang
memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang baik dan benar
seperti yang mereka butuhkan13
.
Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi sangat penting bagi setiap
perempuan untuk memperoleh pemahaman mengenai fungsi-fungsi organ
reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, sehingga mereka dapat menjalani
kehidupan sebagai perempuan dewasa secara sehat pula. Pemahaman mengenai
masalah ini dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted
pregnancy), yang dalam banyak hal membawa akibat buruk pada kaum
perempuan, misalnya, aborsi yang bisa menyebabkan kematian. Pengenalan
pendidikan kesehatan reproduksi di kalangan remaja perempuan yang berada
di sistem persekolahan, yang lazim disebut pendidikan sebaya ( peer education),
dipandang sangat efektif untuk mengembangkan jaringan di kelompok tersebut,
sehingga mencapai critical mass yang sangat penting dalam mendukung
akselerasi program pendidikan kesehatan reproduksi14
.
Analytical Hierarchy Process
Proses Hierarki Analitik (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1993) dan
dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek atau tidak
berkerangka dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi
sangat sedikit. Secara umum hirarki dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Hirarki struktural, yaitu masalah yang kompleks diuraikan menjadi bagian-
bagiannya atau elemen-elemennya menurut ciri atau besaran tertentu. Hirarki ini
erat kaitannya dengan menganalisa masalah yang kompleks melalui pembagian
obyek yang diamati menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil.
b. Hirarki fungsional, menguraikan masalah yang kompleks menjadi bagian-
bagiannya sesuai hubungan esensialnya. Hirarki ini membantu mengatasi masalah
atau mempengaruhi sistem yang kompleks untuk mencapai tujuan yang
diinginkannya seperti penentuan prioritas tindakan, alokasi sumber daya.
13 BKKBN. Kurikulum Dan Modul Pelatihan Pengelolaan Pemberian Informasi Kesehatan
Reproduksi Remaja Oleh Pendidik Sebaya. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak
Reproduksi, BKKBN, 2008.14 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Rancang Bangun Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu untuk Mencapai Sasaran Millenium Development Goals. Bappenas. 2007.
![Page 10: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/10.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 10/11
10
Konsistensi matriks yaitu inkonsitensi sebesar 10% ke bawah ialah tingkat
inkonsistensi yang masih bisa diterima15
.
Analisa SWOT sebagai Alat Formulasi Strategi
Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strenggths) dan peluang (Opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman
(Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian
perencana strategis (strategic planner ) harus menganalisa faktor-faktor strategisperusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada
saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk
analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 1997)16
.
15 Nurmianto, Eko, Arman H. Nasution dan Syafril S. Perumusan Strategi Kemitraan
Menggunakan Metode AHP dan SWOT (Studi Kasus Pada Kemitraan PT. Inka dengan Industri
Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun). Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi
Industri, Universitas Kristen Petra.16 Ibid
![Page 11: Tugas_Metlit_Dini](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020807/557200ec4979599169a0596a/html5/thumbnails/11.jpg)
5/17/2018 Tugas_Metlit_Dini - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/tugasmetlitdini 11/11
11
Kerangka Proposal
Bab I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang Masalah
I.2. Identifikasi Masalah
I.3. Batasan Masalah
I.4. Rumusan Masalah
I.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.6. Metodologi Penelitian
I.7. Sistematika Penulisan
Bab II. Tinjauan Pustaka
Daftar Pustaka