tugas tpah_produksi jamur agen hayati dan patoser

Upload: rieyo-soesilo

Post on 02-Mar-2016

699 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

TUGAS TERSTRUKTURMATA KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI AGEN HAYATI

Produksi Jamur Sebagai Agen Hayati dan Patogen Serangga

DISUSUN OLEH:KELOMPOK JAMURKELAS BDOSEN : Dr.Ir.Aminudin A, MS

MINAT PERLINDUNGAN TANAMANPROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014

2

Pokok Bahasan: Produksi Jamur Sebagai Agen Hayati dan Patogen SeranggaPenyusun: Kelompok JamurKelas: B

Anggota Kelompok:1. Anella Retna Kumala S1150402071110182. Nisa Kartikasari1150402001111973. Realita Deka Anindya P1150402001111104. Rizky Darmawan Sasono1150402001110885. Devia Enitasepa1150402001111886. Rima Quraini R.P1150402001111967. Ramadhani Mahendra Kusuma1150402001110908. Dita Aprilia Mayasari1150402001110669. Diajeng Indah Nastiti11504020111109110. Ghassani Anggiah P 11504020011108211. Ilham Fajar Sutrisno11504020111133512. Bergas Redityo11504020111125113. Mukti Budi Waluyo11504020111120614. Regina Pramitha Putri11504020111121915. Erviani Marlitasari11504020111123816. Siti Umi F115040200111074

17.

TUGAS!

1. Carilah 10 jurnal tentang produksi jamur baik sebagai agen hayati maupun patogen serangga, kemudian resume hasil penelitian dari masing-masing jurnal tersebut sehingga dapat diketahui tentang bagaimana produksi agen hayati jamur !

2. Carilah lima produsen produksi jamur sebagai patogen serangga dari jurnal maupun artikel!

3. Carilah minimal dua mahasiswa senior yang sedang atau telah penelitian tentang jamur, kemudian lakukan wawancara mengenai cara produksi dan perbanyakan jamur yang narasumber lakukan untuk keperluan penelitian yang ia lakukan !

PEMBAHASAN

1. Resume 10 jurnal tentang produksi jamur baik sebagai agen hayati maupun patogen serangga

a) Judul Jurnal: Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman PerkebunanResume: Mekanisme infeksinya yang secara kontak melalui kutikula dan tidak perlu tertelan oleh serangga menyebabkan B. bassiana menjadi kandidat utama untuk digunakan sebagai agen pengendalian berbagai spesies serangga hama, baik yang hidup pada kanopi tanaman maupun yang di dalam tanah. Rata-rata patogenisitasnya terhadap hama sasaran cukup tinggi, sehingga pemanfaatannya dalam pengendalian serangga hama perkebunan, seperti kapas, kelapa sawit, lada, kelapa dan teh memiliki prospek sangat baik. Mekanisme infeksi dimulai dari melekatnya konidia pada kutikula serangga, kemudian berkecambah dan tumbuh di dalam tubuh inangnya. Hunt et al. (1984) menyatakan bahwa perkecambahan konidia cendawan baik pada integumen serangga maupun pada media buatan umumnya membutuhkan nutrisi tertentu, seperti glukosa, glukosamin, khitin, tepung, dan nitrogen, terutama untuk pertumbuhan hifa. B. bassiana memproduksi toksin yang disebut beauvericin. Antibiotik ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan nukleus serangga, sehingga mengakibatkan pembengkakan yang disertai pengerasan pada serangga yang terinfeksi.Selain secara kontak, B. bassiana juga dapat menginfeksi serangga melalui inokulasi atau kontaminasi pakan. Broome menyatakan bahwa 37% dari konidia B. bassiana yang dicampurkan ke dalam pakan semut api, Selenopsis richteri, berkecambah di dalam saluran pencernaan inangnya dalam waktu 72 jam, sedangkan hifanya mampu menembus dinding usus antara 60-72 jam. Di dalam tubuh inangnya cendawan ini dengan cepat memperbanyak diri hingga seluruh jaringan serangga terinfeksi. Serangga yang telah terinfeksi B. bassiana biasanya akan berhenti makan, sehingga menjadi lemah, dan kematiannya bisa lebih cepat. Serangga yang mati tidak selalu disertai gejala pertumbuhan spora. Contohnya, aphid yang terinfeksi B. bassiana hanya mengalami pembengkakan tanpa terjadi perubahan warna. Kematian serangga biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan secara menyeluruh, dan atau karena toksin yang diproduksi oleh cendawan.Menurut Cheung dan Grula, penyakit white muscardine yang menyerang saluran pencernaan Heliothis zea mengakibatkan gangguan nutrisi hingga kematian. Serangga yang terbunuh tubuhnya akan berwarna putih karena ditumbuhi konidia B. bassiana. Jumlah konidia yang dapat dihasilkan oleh satu serangga ditentukan oleh besar kecilnya ukuran serangga tersebut. Setiap serangga terinfeksi B. bassiana akan efektif menjadi sumber infeksi bagi serangga sehat di sekitarnya. Seperti cendawan lain, perrtumbuhan B. bassiana juga sangat ditentukan oleh kelembapan lingkungan. Namun demikian, cendawan ini juga memiliki fase resisten yang dapat mempertahankan kemampuannya menginfeksi inang pada kondisi kering. Keberadaan epizootiknya di alam menyebabkan B. bassiana secara cepat menginfeksi populasi serangga hingga menyebabkan kematian. Selain itu, kemampuan penetrasinya yang tinggi pada tubuh serangga menyebabkan cendawan ini juga dengan mudah menginfeksi serangga hama pengisap, seperti aphid (Aphis sp.) dan kutu putih Bemisia spp. yang tidak mudah terinfeksi oleh bakteri maupun virus.Konidia cendawan Deuteromycetes umumnya sudah dapat diperbanyak pada media padat atau media cair melalui proses fermentasi. Tetapi, perbanyakan B. bassiana sebagian besar dilakukan pada media padat, seperti beras, gandum, atau jagung. Langkah awal pengembangan suatu mycopestisida atau pestisida berbahan aktif cendawan entomopatogen adalah mengkoleksi isolat kemudian menguji potensinya untuk mendapatkan isolat yang paling virulen terhadap hama sasaran. Pada tahap awal pengembangan, dibutuhkan inokulum cendawan dalam jumlah yang cukup untuk pengujian di laboratorium dan lapang.Untuk kebutuhan bioesai, perbanyakan isolat B. bassiana cukup dilakukan pada media agar di dalam tabung reaksi (slant). Sedangkan perbanyakan secara massal untuk komersial dapat dilakukan apabila telah terseleksi isolatisolat yang paling virulen terhadap hama sasaran. Perbanyakan B. bassiana dalam skala kecil dan untuk masa penyimpanan berdurasi singkat (< 1 tahun) cukup dilakukan dengan menggunakan media Sabouroud Dextrose Agar (SDA). Media ini dapat menjaga viabilitas konidia B. bassiana hingga 6 minggu sebelum digunakan sebagai sumber inokulum dalam perbanyakan massal. Untuk mempertahankan virulensi, pemurnian pada media buatan sebaiknya cukup dilakukan empat kali (Wright et al., 2001), selanjutnya dilakukan pemurnian dengan serangga inang.

b) Judul Jurnal: Uji Patogenesis Jamur Metarhizium anisopliae dan Jamur Cordyceps militaris Terhadap Larva Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros) (Coleoptera: Scarabaeidae) di LaboratoriumResume: Jamur Metarhizium anisopliae telah dikenal sebagai patogen pada berbagai jenis serangga hama dan dapat diproduksi secara komersial sebagai bioinsektisida. Walaupun jamur ini dapat menginfeksi begitu banyak serangga, ternyata intensitas serangan terbesar dan inang yang terbaik untuk berkembang biak adalah larva Oryctes rhinoceros. Semua stadia O. rhinoceros kecuali telur dapat diinfeksi oleh jamur ini. Sifat jamur ini yang dapat menginfeksi hampir semua stadia O. rhinoceros itulah yang menjadi dasar untuk memanfaatkan jamur ini sebagai agens hayati hama tersebut (Sambiran dan Hosang, 2007).

Persiapan Perbanyakan meliputi :a. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) Media PDA digunakan untuk mengembangbiakkan jamur entomopatogen.b. Pembuatan Media Jagung Media jagung digunakan untuk perbanyakan jamur entomopatogen setelah terlebih dahulu dibiakkan pada media PDA. Media jagung digunakan untuk mempermudah aplikasi jamur entomopatogen (yaitu dengan menaburkan media jagung yang telah ditumbuhi jamur entomopatogen, dimana dosis media jagung yang digunakan sesuai dengan perlakuan masing-masing).c. Penyediaan Jamur Entomopatogen Jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah M. anisopliae yang diisolasi dari larva O. rhinoceros yang terserang M. anisopliae. M. anisopliae terlebih dahulu dibiakkan dalam media PDA sebagai biakan murni. Sebelum aplikasi terlebih dahulu dihitung kerapatan konidia per gram media jagung dengan menggunakan alat haemocytometer. Konsentrasi konidia dalambiakan M. anisopliae yang baik adalah mengandung 500 juta ( 5 x 108) konidia ataulebih dalam setiap gram jagung (Mahmud,1989). Sedangkan jamur C.militaris yang digunakan diperoleh dari Bahlias Reseach Station, Lonsum. Jamur tersebut telah tersedia dalam bentuk biakan murni, yang kemudian akan dibiakkan lagi guna perbanyakan. Setelah itu diperlakukan sama dengan jamur M.anisopliae, seperti dibiakkan lagi pada media jagung dan dihitung kerapatan konidianya sebelum aplikasi.d. Persiapan Media PerlakuanBerupa stoples, tinggi stoples tersebut adalah 12.5 cm, diameter 13.5 cm dan volume stoples 1788.32 cm3 ( r 2 x t). Stoples diisi dengan makanan larva O. rhinoceros berupa tandan kosong kelapa sawit yang diambil dari lapangan (yang telah disterilkan sebelumnya), dengan tinggi media makanan dalam stoples adalah 5 cm dan volumenya adalah 715.33 cm3 ( r2 x t). Media tersebut disediakan sebanyak 28 stoples.

e. Penyediaan Larva Serangga Uji Larva O. rhinoceros diambil dari lapangan sebanyak 140 larva instar ke-3 yang sehat. Kemudian larva dimasukkan ke dalam stoples masing masing 5 larva. Sebagai makanannya dimasukkan juga tandan kosong kelapa sawit yang telah disterilkan sebelumnya, dimasukkan ke stoples 1 hari sebelum larva dimasukkan ke dalam stoples. Setelah itu stoples ditutup dengan kain kasa. Aplikasi jamur M. anisopliae dan C. militaris dilakukan dengan cara menaburkan jamur yang telah tumbuh pada media jagung kemudian dicampurkan dengan media makan larva O.rhinoceros, dimana dosis yang digunakan sesuai dengan perlakuan masing-masing. Aplikasi jamur entomopatogen ini dilakukan hanya satu kali saja pada media makan larva O. Rhinoceros yaitu satu hari sebelum larva dimasukkan ke dalam media yang telah disediakan (Priyanti, 2009).

c) Judul Jurnal: Seleksi Substrat Jamur Metarhizium sp. Untuk Mengendalikan Wereng Coklat Nilaparvata lugens (Stal.) (Homoptera: Delphacidae) Di Tanaman PadiResume: Prosedur yang baik dalam memproduksi jamur entomopatogen dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah produksi jamur di dalam media cairlalu dilanjutkan tahap kedua produksi pada media padat dengan cara menginokulasikan inokulum dari media cair ke media padat. Produksi jamur pada media cair dilakukan pada medium cair yang mengandung yeast dan sukrosa. Yeast sebanyak 20 g dicampur dengan 20 g sukrosa, lalu dilarutkan ke dalam 500 ml air. Larutan ini dipanaskan selama 10-15 menit hingga mendidih. Bila yeast mengumpal, larutan tersebut diblender selama 60 detik, lalu didiamkan 2-3 jam atau satu malam diletakkan di lemari es, kemudian tambahkan 500 ml air. Larutan tersebut diambil sebanyak 75 ml dan dimasukkan ke dalam botol berbentuk krucut tahan panas (volume 250 ml), tutup dengan kapas dan aluminum foil. Botol berisi media ini selanjutnya disterilkan di dalam otoklaf bersuhu 12 1oC selama 20-30 menit. Setelah itu, biakan murni Metarhizium yang berasal dari SDA di atas diinokulasikan sebanyak 10 potong (ukuran 0.5x0.5 cm per potong dengan kerapatan spora 107) untuk 1 liter medium perbanyakan sambil digoyang dengan shaker selama tiga hari pada suhu kamar guna mendapatkan spora yang optimal dan virulen. Pembuatan biakan ini dilakukan sebanyak 32 botol.Substrat yang digunakan untuk perbanyakan jamur Metarhizium sp. pada penelitian yaitu Jagung pecah, beras, SDB dan singkong halus (dipotong halus lebih kurang 3-5 mm) dibersihkan dan dicuci pada air mengalir, ditiriskan dan ditambahkan air 300 ml dan 20 ml minyak sayur per 1000 g media ditanak dalam dandang sambil terus diaduk hingga airnya terserap semua. Pindahkan media setengah matang ini ke dalam plastik tahan panas (ukuran 1 kg) yang diisi sebanyak 250 g media, kemudian dimasukkan ke otoklaf yang suhunya telah diatur pada 121 oC selama 40 menit. substrat selanjutnya didinginkan pada suhu kamar, lalu diinokulasikan Metarhizium yang berasal dari substrat cair di atas sebanyak 75 ml biakan untuk 1000 g media dibuat 32 katong.Seleksi substrat perbanyakan jamur Metarhizium sp. Setiap kantong substrat diambil 10 g, diaduk dengan 90 ml air steril dan ditambahkan 0,05% tween, kemudian diamati viabilitas dan kerapatan konidia, serta patogenisitasnya. Viabilitas konidia diamati dengan cara mengambil suspensi biakan dengan kerapatan 100-300 konidia, lalu dituangkan ke dalam cawan petri yang berisi SDA dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu kamar, kemudian dihitung viabilitas (persentase perkecambahan) konidia tersebut. Masing-masing biakan dari empat macam media tadi diulang 4 kali. Kerapatan konidia diamati melalui pengenceran berseri dengan cara mengencerkan 1 g media per mlair steril. Kerapatan konidia dihitung menggunakan haemacytometer. Patogenisitas konidia dari masing-masing perlakuan media (jagung pecah, beras pecah, singkong, dan SDB) diuji dengan cara meneteskan 10 l suspensi (kerapatan 1 03, 1 05, dan 1 0 7 konidia per ml. Setiap perlakuan diinokulasi pada 10 nimfa uji. Kemudian nimfa tersebut dipelihara hingga menjadi imago dan mortalitas dicatat setiap tiga jam selama dua hari, hari ketiga dan seterusnya hanya dicatat setiap hari. Peubah yang diamati ialah persentase mortalitas nimfa dan Lethal Time (LT50).

d) Judul Jurnal: Efek Aplikasi Jamur Parasit Nematoda Globodera rostochiensis terhadap Pertumbuhan dan Tajuk serta Serapan P dan K Tanaman Resume:Globodera rostochiensis (Woll) adalah nematoda sista kuning (NSK) pengganggu tanaman yang berbahaya pada tanaman kentang baik di daerah tropis maupun sub tropis. Mekanisme NSK untuk menyebabkan penyakit adalah pembentukan sinsitium yang menghambat serapan unsur hara dari tanah oleh akar tanaman. Menghilangkan nematoda dari tanah yang telah terinfeksi merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Usaha yang dapat dilakukan adalah mengendalikan populasi sampai pada tingkat yang tidak merugikan. Dalam sistem pengendalian hama terpadu (PHT), pnegendalian OPT dilakukan dengan memadukan satu atau beberapa teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan Pengendalian hayati dengan memanfaatkan mikroorganisme antagonis penting untuk dikembangkan, mengingat pengendalian kimiawi selama ini sering digunakan dapat menurunkan kualitas tanah, meningkatkan tingkat polusi air tanah dan perairan. Inokulasi jamur uji, Fusarium oxysporum TR1, F. solani TR2, F. oxysporum KT1, F. chlamydosporum KT2, F. oxysporum SM1, P. lilacinus SM3 dan F chlamydosporum SM4 digunakan untuk uji coba pengendalian G.rostochiensis. Hasil dari penelitian menunjukkan pada media tanam yang terinfeksi G. rostochiensis tidak menimbulkan penyakit bahkan secara nyata meningkatkan bobot kering tajuk serta serapan P dan K pada tanaman kentang. Efek samping dari peningkatan bobot kering tajuk adalah munculnya sejumlah enzim yang berperan dalam degradasi bahan organik tanah. Sejumlah mikroorganisme berperan dalam siklus unsur hara di dalam tanah seperti siklus karbon, nitrogen dan fosforus. Berdasarkan Kotlova (2007), senyawa serine proteinase ekstraseluler pada filtrat medium kultur jamur P. lilacinus. Selain itu, senyawa tersebut dapat menghidrolisis protein, gugus p-nitroanilide yang ada di tripeptida dan norleucine, leucine dan phenylalanie. Degradasi substrat protein akan meningkatkan konsentrasi nitrogen tersedia di dalam tanah yang akan dimanfaatkan oleh tanaman bagi pertumbuhannya. Hidrolisis polisakarida di dalam tanah akan menghasilkan sumber karbon seperti gula sederhana dan asam organik untuk mikroorganisme heterotrof. Dengan demikian secara tidak langsung, produksi enzim oleh P. lilacinus akan berperan dalam pertumbuhan tanaman.

e) Judul Jurnal: Potensi Agen Hayati Trichoderma sp Sebagai Agen Pengendali HayatiResume:Pengendalian biologi( hayati) menunjukkan alternative pengedalian yang dapat dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negative terhadap lingkungan dan sekitarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti virus, jamur atau cendawan,bakteri atau aktiomisetes. Beberapa jamur atau cendawan mempunyai potensi sebagai agens hayati dari jamur patogenik diantaranya adalah Trichoderma spp. (Baker danCook,1983 dalam Tindaon, 2008). Jamur Trichoderma spp.digunakan sebagai jamur atau cendawan antagonis yang mampu menghambat perkembangan pathogen melalui proses mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (MukerjidanGarg, 1988 dalamRifai, et. al.,1996).Koloni Trichoderma spp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau (Umrah, 1995 dalam Nurhayati, 2001). Koloni pada medium OA (20o C) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang, dan berukuran (2,8-3,2) m x (2,5-2,8) m, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya ditemukan dalam miselia darikoloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar,dkk., 1999 dalam Tindaon, 2008).Trichoderma spp. yang dinfestasikan kedalam tanah dilaporkan oleh Rifai,dkk., (1996) mampu menekan serangan Phytium sp dan tanaman Kedelai. Data mereka menunjukkan bahwa semakin panjangnya jarak antara infestasi T. Viride dengan saat-saat datang Phytium cenderung semakin menurunkan intensitas dan persentase bibit dan benih yang terserang Phytium spp. Penelitian lainnya dilakukan oleh Sulistiyowati, dkk., (1997) denga nmenggunakan cendawan uji Sclerotium roflsii. Hasil pengujian secara in vitro Trichoderma spp.. mampu menghambat pertumbuhan S. Rolfsii sebesar 53,89%. Sedangkan hasil pengujian di rumah kaca menunjukkan bahwa cara aplikasi Trichoderma spp. Melalui tanah yang menyebabkan saat penyakit lebih lambat yakni 12-14 hari dibandingkan dengan cara penyelaputan benih (7-8 hari). Dari penulisan diatas dapat disimpulkan bahwaTrichoderma spp. Mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman, hal ini dikarenakan sifat Trichoderma spp. Sebagai cendawan antagonis yang dianggap aman bagi lingkungan karena cendawan ini berasal dari tanah dan dapat berfungsi sebagai pengurai unsure hara tanaman serta dalam pengendalian penyakit memberikan hasil yang cukup memuaskan.

f) Judul Jurnal: Produksi Mikoinsektisida dari Propagul Kapang Beauveria bassianaResume:Keberhasilan produksi propagul B. bassiana antara lain tergantung pada jenis isolat B. bassiana, komposisi medium produksi dan kondisi fermentasi seperti pH, aerasi dan suhu (Feng, Poprawski, & Khachatourians, 1994). Produksi bioinsektisida B. bassiana di dalam negeri dilakukan secara lokal oleh petani organik, kelompok tani penggiat pengendalian hama terpadu ataupun dinas-dinas pertanian. Di tingkat petani lokal seperti itu, propagul B. bassiana yang diproduksi melalui fermentasi cair umumnya langsung diaplikasikan di lapangan, tanpa melalui formulasi ataupun immobilisasi. Oleh karenanya, kualitas produknya tidak seragam dengan tingkat efektivitas fluktuatif, dan tidak mampu untuk disimpan dalam waktu lama ataupun didistribusikan. Kapang B. bassiana dapat diisolasi dari tanah pertanian, serasah maupun serangga hama tanaman. Medium yang digunakan merupakan medium selektif, artinya komposisi medium tersebut sengaja dirancang hanya untuk menumbuhkan jenis B. bassiana, sehingga jenis kapang lain yang tidak diinginkan tidak dapat tumbuh. Medium selektif yang digunakan terdiri atas (dalam 1.000 ml air destilasi) : glukosa 40 g, pepton (Difco) 10 g, agar 15 g, kristal ungu 0,01 g, sikloheksamida 0,25 g, dan kloramfenikol 0.5 g (tidak ikut diautoklaf) yang ditambahkan setelah dingin. Inkubasi dilakukan pada suhu 27 oC selama 5 hari (Doberski & Tribe, 1980).Dalam proses fermentasi pH dan suhu merupakan dua faktor yang cukup vital. Nilai pH medium untuk pertumbuhan kapang berkisar 5-7. Domsch et al. (1980) menyatakan bahwa pH optimal untuk pertumbuhan B. bassiana adalah 5,7-5,9 dan untuk pembentukan konidia adalah 7-8. Semakin tinggi pH, semakin menurun jumlah propagul B. bassiana. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sifat isolat B. bassiana yang lebih menyukai kondisi asam dibandingkan kondisi netral atau basa. Nilai pH optimal bagi pertumbuhan dan produksi propagul B. bassiana melalui fermentasi cair (medium PDB) adalah pH 5 (Wahyudi & Suwahyono, 2002).Pertumbuhan optimal kapang juga ditentukan oleh kondisi suhu fermentasi yang optimal. Pada suhu yang optimal akan terjadi pertumbuhan kapang yang maksimal. Wright dan Chandler (1995) menyatakan bahwa suhu optimal pertumbuhan kapang B. bassiana adalah antara 4,4-35o C. Suhu 32oC merupakan suhu pertumbuhan B. bassiana yang paling baik (Wahyudi & Suwahyono, 2002).Medium fermentasi kapang B. bassiana yang optimal adalah medium yang menyediakan nutrien yang meliputi karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral. Penggunaan campuran glukosa dan urea sebagai medium fermentasi diharapkan dapat dihasilkan pertumbuhan B. bassiana yang optimal sehingga diperoleh produksi propagul yang maksimal. Konsentrasi glukosa dan urea memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan B. bassiana (jumlah cfu B. bassiana). Penggunaan konsentrasi yang rendah yaitu 10 g/l glukosa dan 6 g/l urea ternyata memberikan pengaruh yang optimal terhadap pertumbuhan B. bassiana. Dengan demikian pada penerapan produksi propagul B. bassiana skala massal direkomendasikan untuk tidak menggunakan glukosa dan urea yang lebih tinggi dari konsentrasi tersebut (Wahyudi, 2002b).Metode umum yang digunakan untuk memproduksi propagul B. bassiana ada dua macam, yaitu : (1) metode fermentasi cair dan (2) metode fermentasi padat. B. bassiana membutuhkan unsur karbon dan nitrogen sebagai makronutrien dan mineral-mineral sebagai mikronutrien untuk pertumbuhan. Selain makronutrien, B. bassiana juga membutuhkan unsur-unsur mineral seperti phospor, potassium, magnesium, sulfur, besi, mangan, kalsium, molybdenum, dan seng. Kapang membutuhkan vitamin maksimal 100 mM, sebagai elemen struktural pertumbuhan, seperti Tiamin (B1), Biotin (B7), Piridoksin (B6), Riboflavin (B2), Niasin (B3), Asam pantotenat (B5), Cyanocobalamin (B12), dan inositol. B. bassiana dapat tumbuh tanpa ada perlakuan khusus selain komposisi medium. Apabila pada suhu kamar dan pH alami B. bassiana tumbuh dengan baik, maka untuk memproduksi dalam skala yang lebih besar, dapat dilakukan dengan mudah dan murah karena tidak memerlukan energi untuk menjaga suhu optimal pertumbuhannya. Campuran medium yang terbaik bagi pertumbuhan B. bassiana adalah campuran tepung tapioka dan nasi.

g) Judul Jurnal: Efektivitas Trichoderma Sp. Dan Gliocladium Sp. Dalam Pengedalian Layu Fusarium Pada Tanaman KrisanResume:Pada jurnal yang membahas tentang mengendalikan layu fusarium pad tanaman krisan dengan menggunakan Trichoderma sp. dan Glioclodium sp. diketahui ada beberapa tahap untuk menguji dan memproduksi agens hayati yang digunakan untuk mengendalikan penyakit tersebut yang dilakukan pertama kali adalah dengan mengisolasi Fusarium oxysporum dengan menggunakan metode moist chambers. Lalu selanjutnya di lakukan isolasi agens hayatinya dengan melakukan pengenceran 10 g sampel tanah yang berasal dari pertanaman krisan ke dalam gelas piala berisi 90 mL air, sehingga didapatkan konsentrasi 10-1-10-6. Suspensi tersebut selanjutnya diambil 10 L dengan pipet mikro melalui tabung untuk selanjutnya dibiakan pada cawan petri berisi media PDA. Hasil biakan diinkubasi selama tiga hari pada cawan petri diambil dengan jarum ent untuk dibiakkan pada cawan petri yang lain untuk identifikasi dan memperoleh biakan murni. Lalu dilakukan pembuatan suspensi dengan menggunakan biakan murni Fusarium oxyporum sebanyak 10 petri dicampur dengan 1 L akuades steril kemudian diblender selama 30 detik. Suspensi Fusarium oxyporum dimasukkan ke dalam gelas piala volume 1 L. Hasil campuran diambil 10 mL suspense dengan gelas piala (volume 10 mL) untuk diinokulasi pada media tanam krisan. Pembuatan suspense agen antagonis dilakukan secara terpisah dengan cara yang sama dengan suspensi pathogen. Setelah dilakukan pembuatan suspensi lalu selanjutnya menguji antagonism agen Trichoderma sp. dan Glioclasium sp. terhadap Fusarium oxyporum dengan mengetahui kemampuan menghambat Trichoderma sp. dan Glioclasium sp.maupun kombinasi keduanya terhadap Fusarium oxyporum. Pengujian dilakukan dengan cara menumbuhkan pathogen biakan murni Fusarium oxyporum dan Trichoderma sp. dengan Fusarium oxyporum dan Glioclasium sp. berdiameter 0,5 cm yang berumur 7 hari masing-masing pada cawan petri berdiameter 9 cm dengan jarak 3 cm. Cara yang sama juga dilakukan untuk perlakuan kombinasi sehingga pada satu cawan petri terdapat tiga biakan. Selanjutnya dilakukan persiapan bibi krisan dan media tanam setelah itu dilakukan inokulasi Fusarium oxyporum dan dan agen antagonis pada media tanam. Yang terakhir adalah dilakukannya pengamatan dan analisa data untuk membahas efektivitas percobaan tersebut.

h) Judul Jurnal: Jamur Nematofagus Sebagai Alternatif Pengendalian Nematoda Parasit Pada TanamanResume:Sebelum jamur nematofagus yang akan digunakan diperbanyak, jamur tersebut harus diisolasi terlebih dahulu dari tanah, akar atau kotoran ternak. Isolasi jamur di laboratorium dapat menggunakan media selektif yang miskin nutrisi agar jamur tumbuh sebagai biakan tunggal (monokultur). Selanjutnya larva nematoda ditambahkan sebagai sumber makanannya. Selanjutnya untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan, diperlukan penambahan antibiotik pada medium. Semua larva nematoda yang terperangkap akan terbunuh dalam beberapa jam (Mustika, 1995). Bila dalam sampel tanah, akar atau kotoran ternak terdapat jamur nematofagus, maka jamur yang ada akan tumbuh dalam medium agar dan menginfeksi larva nematoda tersebut. Selanjutnya dilakukan isolasi kembali dari medium yang mengandung nematoda dengan menggunakan berbagai medium yang diperkaya dengan nutrisi agar jamur nematofagus tumbuh banyak.Perbanyakan jamur nematofagus dapat menggunakan berbagai medium, diantaranya Potato Dextrose Agar (PDA), Malt Agar (MA), Yeast Malt Agar (YMA), Saboroud Glucose Agar (SGA) dan Corn Malt Agar (CMA). (Walter et al., 1994). Nazarudin (1997) memperbanyak jamur nematofagus dengan menggunakan beberapa media buatan dan bahan alami bahan alami seperti PDA, PDB (Potato Dextrose Broth), EM4, Dedak dan Jagung. Ahmad et al, (2001), menggunakan media lokal tepung beras untuk memperbanyak jamur nematofagus dan terbukti memberikan hasil yang baik untuk jenis Dactylella spp. dibandingkan dengan media jagung, dedak atau CMA. Selain itu penggunaan media lokal harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan media impor.Sebelum diaplikasikan jamur nematofagus diperbanyak dengan menggunakan media beras jagung yang dikukus sampai masak, selanjutnya dikemas dalam kantong plastik tahan panas dan disterilkan dalam autoclave pada suhu 1200C. Setelah dingin, media diinokulasi dengan potongan biakan agar yang mengandung hifa jamur nematofagus yang diinginkan. Biakan diinkubasi pada suhu kamar selama 2-3 minggu. Biakan bisa diaplikasikan di lapangan bila seluruh media jagung dalam plastik telah tertutup oleh hifa jamur yang ditandai dengan biakan yang berwarna putih. Kelemahan cara ini antara lain adalah biakan tidak tahan disimpan lama (tidak stabil), mudah rusak dan tidak praktis. Untuk mempermudah aplikasi di lapangan, dibuat formula antara lain dengan menggunakan kaolin, vermikulit dan gom arab yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi bentuk pelet atau butiran dengan komposisi 72 g gom arab, 350 g vermikulit, dan 1000 g kaolin (Harni et al, 2000).i) Judul Jurnal: Pengendalian Hayati Penyakit Lodoh (Busuk Umbi Kentang) Dengan Agens Hayati Jamur-Jamur Antagonis Isolat LokalResume:Penyakit busuk daun tanaman kentang atau yang oleh petani di Kedu, Wonosobo disebut Lodoh merupakan penyakit yang paling serius di antara penyakit dan hama yang menyerang tanaman kentang di Indonesia. Penyakit lodoh ini disebabkan oleh serangan jamur patogen ganas Phytophthora infestans yang dapat menurunkan produksi kentang hingga 90% dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat. Sampai saat ini kapang patogen penyebab penyakit busuk batang dan daun tanaman kentang tersebut masih merupakan masalah krusial dan belum ada fungisida yang benar-benar efektif terhadap penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan mengoleksi dan mengidentifikasi jamur-jamur tanah isolat lokal yang bersifat antagonis terhadap patogen penyebab penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang di daerah sentra pembibitan tanaman kentang di Kedu Temanggung Jawa Tengah adalah Phytophthora infestans. Terdapat 17 isolat jamur tanah isolat lokal yang dapat diisolasi dari tanah di sentra pembibitan tanaman kentang tersebut. Dari 17 isolat jamur ini dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok isolat yang berbeda morfologi koloninya. Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa dari 4 kelompok jamur tanah tersebut adalah dari marga Trichoderma spp, Aspergillus sp, Pennicillium sp Phytophthora infestans. Terdapat satu buah jamur yang belum dapat diidentifikasi.Cara Produksi Jamur1. Isolasi dan identifikasi jamur-jamur antagonis tanah lokalIsolat jamur-jamur antagonis isolat lokal diisolasi dari tanah tempat tanaman kentang tumbuh baik yang teridentifikasi sakit ataupun yang tidak oleh patogen Phytophthora infestans. Isolasi dilakukan pada lahan pertanaman kentang yang sakit dan yang tidak terinfeksi Phytophthora infestans. Isolasi dilakukan dengan cara isolasi langsung (direct plating), yaitu : tanah lokal diambil dan diletakkan pada cawan petri yang berisi medium TEA steril yang telah ditambahkan chloramfenikol 50 ppm, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Koloni jamur yang menunjukkan morfologi koloni yang berbeda kemudian masing-masing dipisahkan ke dalam medium PDA kemudian diidentifikasi menurut buku Barnett dan Hunter, 1972.2.Isolasi dan identifikasi jamur Phytophthora infestans.Isolat Phytophthora infestans diisolasi dari daun kentang yang positif terinfeksi Phytophthora infestans. Isolasi dilakukan dengan cara isolasi langsung (direct plating), yaitu : daun kentang diambil dan diletakkan pada cawan petri yang berisi TEA steril yang telah ditambahkan chloramfenikol 50 ppm, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Koloni kapang yang menunjukkan ciri-ciri Phytophthora infestans dipindahkan dalam medium PDA lainnya dalam cawan petri secara aseptik dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Identifikasi menurut Barnett dan Hunter, 1972 untuk memperoleh isolat murni Phytophthora infestans.3. Uji Antagonisme jamur antagonis isolat lokal terhadap kapang patogen Phytophthora infestans secara In vitro. Isolat Phytophthora infestans yang telah dibiakkan pada media PDA di dalam cawan petri yang berisi media PDA (Potao Dekstrose Agar) dan diinkubasi selama 5 x 24 jam pada suhu 30oC, kemudian dibuat cetakan potongan miselium berbentuk bulat dengan diameter 0,5 cm. Satu potongan miselium ini kemudian diletakkan berdampingan dengan cetakan miselium koloni jamur antagonis isolat lokal (dual plating). Sebagai kontrol, kapang patogen Phytophthora infestans ditumbuhkan pada medium PDA yang tidak diinokulasikan terlebih dahulu dengan biakan sel jamur antagonis isolate lokal.

j) Judul Jurnal: Studi Patogenitas Metarhizium anisopliae Sorhasil Perbanyakan Medium Cair Alami Terhadap Larva Oryctes RhinocerosResume:Jamur Metarhizium anisopliae diperoleh dari lapangan dan ditumbuhkan pada berbagai macam ekstrak (jagung, kentang, ketela rambat dan cairan sintetik alyoshina). Inokulasi Metarhizium anisopliae pada larva Oryctes rhinoceros di laboratorium dilakukan dengan cara memasukkan satu ekor larva ke dalam tabung gelas yang telah diisi media batang kelapa lapuk yang telah disterilkan.Pengamatan di kebun praktek meliputi patogenisitas Metarhizium anisopliae terhadap larva Oryctes rhinoceros di lokasi Celeban, Banyakan, Karangsari, danKlelen. Dan Selanjutnya perhitungan spora yang tumbuh pada larva Oryctes rhinoceros.

2. Lima produsen produksi jamur sebagai patogen serangga dari jurnal maupun artikel!

KAA adalah lembaga yang berfungsi membantu menganalisis dan mengkaji problema atau masalah yang berkaitan dengan segala aspek pengembangan agribisnis dan agrowisata serta mencari solusinya.Perusahaan ini menawarkan produk-produk agribisnis yang ramah lingkungan untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman dan peningkatan produktifitas tanaman dengan memperhatikan faktor keseimbangan ekosistem yang berkelanjutan, seperti jamur patogen serangga. Berikut ini adalah produk jamur patogen serangga yang di produksi oleh KAA, antara lain :

Patoser Metarhizium

Patoser Metarhizium Kusuma BioPlus adalah jamur entomopatogen yang dapat menimbulkan kematian bagi serangga hama. Metarhizium sp. bersifat sebagai larvisidal (racun ulat) karena dapan menghasilkan senyawa racun destruxin yang menyebabkan paralisa sel dan kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malphigi, hemocyt dan jaringan otot ulat. Cara pengendalian hayati ini relatif aman karena tidak menimbulkan serangga yang resisten, resurjensi dan kematian terhadap serangga parasit dan predator.Metarhizium sp dapat digunakan untuk mengendalikan ulat hama dari golongan kupu (Lepidoptera) dan kumbang (Coleoptera) serta hama golongan wereng pada tanaman padi dan palawija, dan pada lahan perkebunan. Mengandung jamur patogen seranggan Metarhizium sp.

Patoser Beauveria

Patoser Beauveria Kusuma BioPlus adalah jamur entomopatogen yang potensial dalam pengendalian serangga hama. Jamur ini dikenal sebagai penyakit white muscardine pada serangga karena miselia dan konidianya (spora) berwarna putih. Jamur ini memproduksi racun yang disebut beauvericin yang menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan nukleus serangga dengan kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Patoser Verticillium (1 Liter)

Patoser Verticillium Kusuma BioPlus merupakan agens hayati penting yang memiliki spektrum pengendalian yang luas dapat digunakan untuk mengendalikan serangga hama pada tanaman pangan.Verticillium sp Kusuma BioPlus digunakan untuk mengendalikan serangga seperti thrips tungau, aphid dan homoptera lain. Selain itu, berbagai jenis spesies dari ordo Diptera (golongan lalat hama), Hemiptera (walang sangit dan penghisap polong kedelai), Hymenoptera hama dan Lepidoptera juga dapat menjadi inangnya.Mengandur jamur patogen serangan Verticillium sp.

Patoser Nomuraea

Patoser Nomuraea Kusuma BioPlus adalah jamur entomopatogen yang dapat menimbulkan kematian bagi serangga hama dari ordo Lepidoptera (penggerek batang, Spodoptera, Heliothis). Konidia (spora) jamur ini meninfeksi ulat dengan cara penetrasi melalui kulit (integumen), kemudian memproduksi senyawa metabolit (mototoksin) yang bersifat racun aktif bagi inangnya.Ulat-ulat Lepidoptera yang terinfeksi Nomuraea sp tubuhnya ditumbuhi konidia tebal berwarna hijau. Ulat yang terinfeksi Nomuraea sp di lapang biasanya menempel dengan kuat pada permukaan daun.Mengandung jamur patogen serangga Nomuraea sp. Artikel : Produsen Jamur Agen Hayati PT. Natural Nusantara Resume : Beauveria bassiana secara alami terdapat didalam tanah sebagai jamur saprofit. Beauveria bassiana merupakan jamur serangga yang dapat menginfeksi berbagai spesies serangga.Beauveria bassianamasuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh.Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin.Pada proses selanjutnya, jamur akan bereproduksi di dalam tubuh inang. Jamur akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia jamur menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Serangga yang terserang jamur Beauveria bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan jamur menutupi tubuh inang dengan warna putih.Dalam infeksinya, Beauveria bassiana akan terlihat keluar dari tubuh serangga terinfeksi mula-mula dari bagian alat tambahan (apendages) seperti antara segmen-segmen antena, antara segmen kepala dengan toraks , antara segmen toraks dengan abdomen dan antara segmen abdomen dengan cauda (ekor).Setelah beberapa hari kemudian seluruh permukaan tubuh serangga yang terinfeksi akan ditutupi oleh massa jamur yang berwarna putih.Penetrasi jamur entomopatogen sering terjadi pada membran antara kapsul kepala dengan toraks atau diantara segmen-segmen apendages demikian pula miselium jamur keluar pertama kali pada bagian-bagian tersebut.Selain Beauveria bassiana yang merupakan agen hayati seperti bakteri Bacillus thuringiensis, Corynebacterium sp., Pseudomonas Fluorescens, juga ada jamur Trichoderma sp. Cara pembuatan entomo patogen Beauveria bassiana terbilang mudah untuk perbanyakan nya. Perbanyakan jamur di ambil dari proses pemurnian jamur 10 tahap dan kemuadian jamur di perbanyak.

Artikel : Perusahaan Mosa Mandiri corporationResume: Gliocladium sp.Berfungsi sebagai, parasitisme, kompetisi, dan antibiosis yang dapat memproduksi gliovirin dan viridin yang merupakan antibiotik yang bersifat fungistatik.Gliovirinmerupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur pathogen dan bakteri.CendawanGliocladium sp.memarasiti inangnya dengan cara menutupi atau membungkus patogen, memproduksi enzim-enzim dan menghancurkan dinding sel pathogen hingga pathogen mati (Howell, 1989 dalamAriani, 2001).Gliocladium spdapat hidup baik sebaagai saprofit maupun parasit pada cendawan lain, dapat berkompetisi akan makanan, dapat menghasilkan zat penghambat dan bersifat hiperparasit (Papavizas, 1985). Gliocladium spdapat digunakan untuk mengendalikan penyakit tular tanah, termasuk penyakit damping off pada kacang buncis dan kubis, bercak daun pada tomat dan penyakit penyemaian pada tanaman kapas (Mahr, 1994)

PerbanyakanMasal Untuk starter (biakan induk) cendawan antagonis ditumbuhkan pada media padat jagung atau serbuk gergaji kayu, Perbanyakan massal cendawan ini digunakan dalam bentuk kompos. Kompos gliocladium terdiri dari: 1meter kubik Jerami/serbuk gergaji 250 gr ureaSuperphos 500 gr, kapur pertanian 300 gr, pupuk kandang 50 gr, gliocladium 300 gr. Campuran bahan-bahan ini ditumpuk menjadi 4 lapisan, kemudian dikomposkan selama 20 hari dan pembalikan dilakukan pada hari ke 12.

Judul Jurnal: Tandion, H., 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium roflsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kasa.Resume: Cara mengembangkan biofungisida Trichoderma sp:Bahan-bahan: 6 Kg serbuk gergaji halus 4 Kg dedak Air secukupnya (20 % dari media campuran) Starter Trichoderma sp Kantong palstik ukuran 15 cm X 25 cm dengan ketebalan 0,4 ml Alkohol 70 %Alat: Kompor Dandang besar Plastik untuk alas ukuran 2 m X 2 m Sendok kecil/ sendok teh Lilin Cara Pembuatan Jamur Trichoderma sp: Campurkan secara merata serbuk gergaji dan dedak diatas alas plastic Tambahkan air kedalam campuran tadi dengan kadar air sekitar 20 % (jika digenggam kuat tidak menetes airnya dan jika dilepaskan tidak pecah atau hancur) Masukkan bahan kedalam plastik media hingga kira-kira setengahnya, lipat ujungnya. Sterilkan media tersebut kedalam dandang selama 1,5 2 jam Dinginkan dalam suhu kamar Masukkan starter Trichoderma sp seujung sendok teh ke dalam media tersebut didepan lampu lilin. Sendok teh sebelumnya bersihkan dulu dengan alkohol dan bakar dengan lampu lilin. Lakukan ditempat yang bersih dan jangan berbincang ketika memasukkan inokulum (kalau perlu pakai masker) Lipat kembali ujung plastik dan rekatkan dengan selotip Simpan dalam ruangan yang bersih Setelah 7 14 hari, cendawan Trichoderma sp siap diaplikasikan. Indikatornya media berubah warna hijau tua kehitaman dan tidak berbau busuk.

Cara Aplikasi Jamur Trichoderma sp pada tanaman: Untuk aplikasi Trichoderma sp pada pesemaian dilakukan dengan cara mencampur Jamur Trichoderma : Tanah : pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 2 : 1 Aplikasi pada pertanaman dilapangan dilakukan dengan cara bersamaan dengan pupuk dasar atau dicampur dengan pupuk kandang dengan dosis 10 20 gr jamur Trichoderma sp per lubang atau 140 kg per hektar. Cara aplikasi pada tanaman tahunan (jeruk, mangga, durian, alpukat dll) dilakukan dengan cara mencampur Trichoderma sp dengan pupuk kandang lalu ditaburkan pada lubang disekitar perakaran dengan dosis 1 4 kg per tanaman. Menurut beberapa penelitian dengan aplikasi Trichoderma sp disekitar perakaran maka 90 % tanaman akan terhindar dari penyakit layu dan pertumbuhan akan lebih optimal.

Judul Jurnal : Pemanfaatan Jamur Endofit Penisillium Sp. Dari Akar Tanaman Kentang Sebagai Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacaerum) Pada Tanaman KentangResume : Telah dilakukan penelitian pada tanaman kentang yang merupakan salah satu bahan pangan utama dunia setelah padi, gandum dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia. Kendala utama dalam budi daya kentang di Indonesia adalah serangan hama dan penyakit. Upaya untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan melakukan isolasi mikroba endofit khususnya jamur endofit yang hidup dalam jaringan tanaman dan mampu menghasilkan metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya. Jamur endofit adalah jamur yang terdapat pada jaringan tanaman yang masih aktif. Jamur endofit biasanya terdapat dalam suatu jaringan seperti daun, ranting atau akar tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jamur endofit dari akar tanaman kentang yang mempunyai potensi sebagai penghasil senyawa antibakteri Ralstonia solanacaerum.Metode yang digunakan adalah metode eksplorasi dan eksperimen. Penelitian dilakukan dengan cara mengisolasi jamur endofit dari akar tanaman kentang yang kemudian dilakukan identifikasi terhadap jamur endofit yang tumbuh pada media PDAS. Produksi metabolit sekunder jamur endofit diperoleh dengan metode fermentasi dan diuji aktivitasnya terhadap bakteri Ralstonia solanacaerum dengan menggunakan metode difusi agar (Kirby-Bauer). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, jamur endofit yang telah diisolasi dan diidentifikasi dari akar tanaman kentang mempunyai aktivitas antibakteri Ralstonia solanacaerum.

3. Hasil wawancara mengenai cara produksi dan perbanyakan jamur yang narasumber lakukan untuk keperluan penelitian yang ia lakukan

Narasumber 1 : Astrie Septianing Anggraini, Minat Perlindungan Tanaman 2010Judul Skripsi: Eksplorasi Cendawan Entomopatogen Dari Perakaran Tanaman CabaiHasil Wawancara :Metode yang digunakan dalam produksi dan perbanyakan jamur untuk penelitian yang ia lakukan ialah dengan metode trapping. Narasumber menggunakan ulat hongkong sebagai umpan pemicu munculnya jamur. Pengambilan sampel tanaman cabai dan tanah dilakukan dengan menggunakan metode diagonal.Pengambilan sampel tanah dilakukan pada kedalaman 5-15cm. Tanah sampel yang telah diambil oleh narasumber kemudian dimasukkan kedalam plastik dan diletakkan di dalam kotak kedap udara dan selanjutnya diproses di laboratorium. Dilaboratorium, sampel tanah yang telah diambil dimasukkan kedalam toples, kemudian diberi populasi ulat hongkong dengan kedalaman 0,5cm dari permukaan, selanjutnya sampel tanah yang telah berisi populasi ulat hongkong disemprot dengan aquadest steril setiap hari untuk menjaga kelembaban dalam toples tersebut. Kemudian dilakukan pengamatan, dan pada hari pengamatan ke-3 ulat hongkong telah terserang jamur. Pengamatan tetap berlangsung selama 2 minggu. Setelah pengamatan selama dua minggu, ulat hongkong yang telah terserang jamur disterilisasi dengan menggunakan chlorox, alkohol, dan aquadest, dan selanjutnya diisolasi di media SDA (Saboraud Dextrose Agar). Media SDA merupakan media semiselektif sehingga menyebabkan jamur tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan media PDA (Potato Dextrose Agar). Diantara beberapa jamur yang tumbuh, diambil jamur yang dekat dengan ulat hongkong. Hal ini dikarenakan apabila jamur yang diambil berada di posisi jauh dari ulat hongkong, dikhawatirkan terjadi kontaminan. Selanjutnya dilakukan purifikasi. Kegiatan purifikasi diantaranya pemurnian jamur yang masih ada ulat hongkong ditanam di media baru. Kemudian dilakukan identifikasi, dan menentukan jenis spesies jamur tersebut berdasarkan ciri-ciri yang ada dengan perbandingan literatur. Hasil purifikasi digunakan sebagai indukan perbanyakan jamur.

Gambar: Dokumentasi wawancara dengan narasumber 1

Narasumber 2 : Rossy Husna Shofiana, Minat Perlindungan Tanaman 2010Judul Skripsi: Potensi Antagonisme Jamur Endofit pada Tanaman Cengkeh Terhadap Jamur Akar Putih (Rhigidoporus mikroporus) secara in vitroHasil Wawancara :Untuk perbanyakan jamur antagonis. narasumber mencari sampel pada tanaman yang bergejala penyakit yang disebabkan oleh jamur akar putih kemudian dicabut dan diambil akarnya dengan bercirikan terdapat rhizomorf berwarna putih di permukaan akar. Narasumber membawa sampel dari lokasi lapang dengan cara di inkubasi, diletakkan didalam kotak yang telah diberi tissu basah steril. Isolasi yang dilakukan dengan cara memotong akar 1-2cm kemudian ditanam dimedia PDA, dan ditunggu hingga 7 hari. Selanjutnya dipurifikasi dan ditunggu selama 7hari. Setelah 7 hari kemudian, sampel tersebut diletakkan di preparat/diinkubasi, selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop, diamati ciri-ciri yang nampak serta membandingkan ciri-ciri yang nampak di mikroskop tersebut dengan literatur penunjang. Dalam hal ini, narasumber menggunakan literatur dari pengarang bernama Semangun. Untuk perbanyakan jamur endofit, narasumber mengambil lima sampel tanaman cengkeh dengan metode diagonal, kemudian diambil akar, batang, daun tiap sampel tanaman. Selanjutnya bagian-bagian tersebut ditanam di media PDA, dan ditunggu hingga 7 hari. Selanjutnya, narasumber melakukan purifikasi, isolasi dan identifikasi. Narasumber juga melakukan uji antagonis antara jamur endofit dengan jamur antagonis.

Gambar: Dokumentasi wawancara dengan narasumber 2