potensi bacillus pumilus la4p sebagai agen pupuk hayati

87
POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI AGAR-AGAR DAN TEPUNG IKAN MUHAMMAD AZHAR PRATAMA PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M / 1442 H

Upload: others

Post on 19-Jul-2022

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI AGAR-AGAR DAN TEPUNG IKAN

MUHAMMAD AZHAR PRATAMA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 2: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

i

POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI AGAR-AGAR DAN TEPUNG IKAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

MUHAMMAD AZHAR PRATAMA

11140950000056

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442 H

Page 3: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

ii

POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

MENGGUNAKAN LIMBAH INDUSTRI AGAR-AGAR DAN TEPUNG IKAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

MUHAMMAD AZHAR PRATAMA

11140950000056

Menyetujui:

Mengetahui,

Pembimbing I,

Ir. Jamal Basmal, M.Sc

NIP. 195903241989031001

Pembimbing II,

Dr. Nani Radiastuti, M.Si

NIP. 196509022001122001

Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Priyanti, M.Si

NIP. 197505262000122001

Page 4: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

iii

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Potensi Bacillus pumilus LA4P sebagai Agen Pupuk Hayati

menggunakan Limbah Industri Agar-Agar dan Tepung Ikan” yang ditulis oleh

Muhammad Azhar Pratama, NIM 11140950000056 telah diuji dan dinyatakan

LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Januari 2021. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Program Studi Biologi.

Menyetujui :

Mengetahui,

Penguji I,

Dr. Fahma Wijayanti, M.Si

NIP. 196903172003122001

Penguji II,

Narti Fitriana, M.Si

NIDN. 0331107403

Ketua Program Studi Biologi

Dr. Priyanti, M.Si

NIP. 197505262000122001

Pembimbing I,

Ir. Jamal Basmal, M.Sc

NIP. 195903241989031001

Pembimbing II,

Dr. Nani Radiastuti, M.Si

NIP. 196509022001122001

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud.

NIP. 196904042005012005

Page 5: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

iv

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR

HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2021

Muhammad Azhar Pratama

11140950000056

Page 6: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

v

ABSTRAK

Muhammad Azhar Pratama. Potensi Bacillus pumilus LA4P sebagai Agen

Pupuk Hayati menggunakan Limbah Industri Agar-Agar dan Tepung Ikan.

Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2021. Dibimbing oleh Ir. Jamal Basmal,

M.Sc. dan Dr. Nani Radiastuti, M.Si.

Bacillus pumilus merupakan bakteri selulolitik yang dimanfaatkan untuk

pengembangan pupuk hayati. Aplikasi B. pumilus LA4P sebagai bahan pupuk hayati

dilakukan untuk mengurangi limbah padat yang terakumulasi di lingkungan.

Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi B. pumilus LA4P sebagai agen pupuk

hayati pada limbah industri agar-agar (LIA) serta menemukan formulasi terbaik dari

kombinasi LIA dan tepung ikan berdasarkan aktivitas selulase dan produksi

fitohormon IAA. Penelitian meliputi uji pada media selektif pemecah fosfat, kalium,

dan selulosa dan uji pertumbuhan sel, aktivitas selulase, dan produksi IAA dengan

variasi konsentrasi LIA (1%,2%,3%) dan tepung ikan (0,1%;0,2%;0,3%) pada waktu

inkubasi tertentu (hari ke-1,3,5,7,9,11). Hasil karakterisasi zona bening menunjukkan

kemampuan bakteri memecah fosfat, kalium, dan selulosa diindikasikan zona bening

di media selektif. Kombinasi perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sel,

aktivitas selulase, dan produksi IAA (sig.<0,05). B. pumilus LA4P memiliki potensi

sebagai agen pupuk hayati berbasis LIA. Formulasi terbaik yaitu perlakuan

konsentrasi LIA 2% dengan penambahan tepung ikan 0,3% waktu inkubasi hari ke-11

dimana nilai aktivitas selulase yang dihasilkan sebesar 0,53 U/mL, sementara

konsentrasi IAA yang dihasilkan sebesar 0,71 ppm.

Kata kunci : Bacillus pumilus LA4P, Limbah industri agar-agar, Pupuk hayati,

Tepung ikan

Page 7: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

vi

ABSTRACT

Muhammad Azhar Pratama. Potential of Bacillus pumilus LA4P as Biological

Fertilizer Agent used Agar-Agar Industrial Waste and Fish Meal.

Undergraduate Thesis. Departement of Biology. Faculty of Science and

Technology. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. 2021. Advised

by Ir. Jamal Basmal, M.Sc. and Dr. Nani Radiastuti, M.Si.

Bacillus pumilus was cellulolytic bacteria that used for biofertilizers development.

B.pumilus LA4P application for biofertilizers used to reduce effort solid waste that

accumulates in environment. This study aims to determined potential of B.pumilus

LA4P as biofertilizer agent in agar-agar industrial waste and found best formulation

of agar-agar industrial waste and fishmeal according incubation time for cellulase

activity and IAA phytohormone production. This study contains halo zone method by

tested bacteria ability on selective media for degradated phosphate, potassium, and

cellulose, also quantitative method by measured cell growth, cellulase activity, and

IAA production with variations in agar-agar industrial waste concentrations

(1%,2%,3%) and fishmeal (0,1%;0,2%;0,3%) at certain incubation times (days

1,3,5,7,9,11). Results of B.pumilus LA4P characterization showed ability to

degradated phosphate, potassium, and cellulose in presenced of halo zones in

selective media. Results of variance analysis showed combination of factors had

significant effect for bacterial cell growth, cellulase activity, and IAA production

(sig.<0,05). Best formulation obtained the treatment combination of 2% agar-agar

industrial waste with 0,3% fishmeal at eleventh day incubation while cellulase

activity by 0,53 U/mL and IAA production by 0,71 ppm.

Keywords : Agar-agar industrial waste, Bacillus pumilus LA4P, Biofertilizer, Fish

meal.

Page 8: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

vii

Jakarta, Januari 2021

Penulis

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT sang Maha Pemberi Rahmat yang

senantiasa melimpahkan nikmat dan karunia kepada semua makhlukNya tanpa

terkecuali, serta memberi kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan proses

penyusunan skripsi yang berjudul “Potensi Bacillus pumilus LA4P sebagai Agen

Pupuk Hayati menggunakan Limbah Industri Agar-Agar dan Tepung Ikan”.

Shalawat serta salam tidak lupa diberikan kepada Nabi Muhammad shalallahu’alaihi

wassalam, seorang rasul Allah yang membawa kebaikan bagi seluru umat manusia.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan

banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

2. Dr. Priyanti, M.Si selaku ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ir. Jamal Basmal, M.Sc selaku pembimbing I yang telah membantu memberi

masukan dan bimbingannya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi penulis.

4. Dr. Nani Radiastuti, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu

untuk memberi masukan serta bimbingan kepada penulis dalam menyusun

skripsi ini.

5. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan Perikanan

(BBRP2BKP), Slipi, Jakarta yang telah menerima penulis untuk melaksanakan

penelitian dan memperoleh informasi.

6. Segenap dosen Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi atas ilmu

pengetahuan dan ilmu hidup yang dengan ikhlas diajarkan kepada penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memiliki kontribusi

dalam ilmu pengetahuan.

Page 9: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

viii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .......................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

1.3. Hipotesis ........................................................................................................ 3

1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3

1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3

1.6. Kerangka Berpikir .......................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5

2.1. Pupuk Hayati .................................................................................................. 5

2.2. Plant Growth Promoting Bacteria (PGPB) ................................................... 7

2.2.1. Bakteri Penghasil Fitohormon ....................................................................... 9

2.2.2. Bakteri Pelarut Fosfat .................................................................................. 10

2.2.3. Bakteri Penambat Nitrogen .......................................................................... 11

2.2.4. Bakteri Pelarut Kalium ................................................................................ 11

2.2.5. Bakteri Pemecah Selulosa ............................................................................ 12

2.3. Bacillus pumilus ........................................................................................... 12

2.4. Tepung Ikan ................................................................................................. 13

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................................... 15

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 15

3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................. 15

3.3. Rancangan Penelitian ................................................................................... 15

3.4. Cara Kerja .................................................................................................... 16

3.4.1. Pembuatan Media Selektif dan Media Perlakuan ........................................ 16

3.4.2. Pembuatan Pereaksi Dinitrosalisilat (DNS) ................................................. 18

3.4.3. Pembuatan Kurva Standar Glukosa dan IAA .............................................. 18

3.4.4. Peremajaan Isolat Bacillus pumilus LA4P ................................................... 19

Page 10: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

ix

3.4.5. Uji Potensi Pelarut Fosfat ............................................................................ 19

3.4.6. Uji Potensi Pelarut Kalium .......................................................................... 20

3.4.7. Uji Potensi Aktivitas Selulase ...................................................................... 20

3.4.8. Perhitungan Sel Bakteri ............................................................................... 20

3.4.9. Pengukuran Nilai Derajat Keasaman (pH) .................................................. 21

3.4.10. Pengukuran Aktivitas Selulase pada Media Perlakuan ................................ 21

3.4.11. Pengukuran Konsentrasi Fitohormon IAA pada Media Perlakuan ............. 22

3.5. Analisis Data ................................................................................................ 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 21

4.1. Potensi Pelarut Fosfat Bacillus pumilus LA4P ............................................ 21

4.2. Potensi Pelarut Kalium B. pumilus LA4P .................................................... 22

4.3. Aktivitas Selulase B. pumilus LA4P ............................................................ 23

4.4. Tingkat Pertumbuhan B. pumilus LA4P pada Media Perlakuan ................. 25

4.5. Aktivitas Selulase B. pumilus LA4P pada Media Limbah Industri Agar-

Agar (LIA) dan Tepung Ikan ....................................................................... 29

4.6. Produksi Fitohormon Indole-3-Acetic Acid (IAA) B. pumilus LA4P pada

Media Limbah Industri Agar-Agar (LIA) dan Tepung Ikan ........................ 33

4.7. Nilai Derajat Keasaman (pH) Media Limbah Industri Agar-Agar selama

Masa Inkubasi .............................................................................................. 36

4.8. Perlakuan Terbaik dari Media Limbah Industri Agar-Agar (LIA) .............. 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 40

5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 40

5.2. Saran ............................................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 41

LAMPIRAN ...................................................................................................................... 51

Page 11: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian ............................................................................ 4

Gambar 2. Morfologi mikroskopis B. pumilus dengan perbesaran mikroskop cahaya

2000x.................. ........................................................................................... 13

Gambar 3. Grafik pertumbuhan sel B. pumilus LA4P hasil interaksi antara

konsentrasi substrat dan waktu inkubasi ........................................................ 28

Gambar 4. Grafik aktivitas selulase B. pumilus LA4P hasil interaksi antara

konsentrasi substrat dan waktu inkubasi ........................................................ 32

Gambar 5. Grafik produksi IAA B. pumilus LA4P hasil interaksi antara konsentrasi

substrat dan waktu inkubasi ........................................................................... 35

Gambar 6. Grafik nilai pH pada media perlakuan B. pumilus LA4P hasil interaksi

antara konsentrasi substrat dan waktu inkubasi ............................................. 37

Page 12: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kriteria baku mutu pupuk hayati tunggal untuk bakteri non simbiotik ................ 5

Tabel 2. Persyaratan khusus pupuk hayati menurut fungsinya ........................................... 6

Tabel 3. Rerata indeks pelarutan fosfat (masa inkubasi 5 hari) ........................................ 21

Tabel 4. Rerata indeks pelarutan kalium (masa inkubasi 5 hari) ...................................... 22

Tabel 5. Rerata indeks pelarutan selulosa ......................................................................... 24

Tabel 6. Hasil uji lanjut DMRT berdasarkan konsentrasi substrat terhadap jumlah sel

B. pumilus LA4P (108 CFU/mL) ........................................................................ 25

Tabel 7. Hasil uji lanjut DMRT berdasarkan konsentrasi substrat terhadap aktivitas

selulase B. pumilus LA4P (U/mL) ...................................................................... 30

Tabel 8. Hasil uji lanjut DMRT berdasarkan konsentrasi substrat terhadap produksi

IAA B. pumilus LA4P (ppm) .............................................................................. 33

Tabel 9. Rerata nilai pH media berdasarkan konsentrasi substrat (LIA dan tepung

ikan) dan waktu inkubasi .................................................................................... 36

Page 13: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rancangan percobaan faktor perlakuan Limbah Industri Agar-Agar ......... 51

Lampiran 2. Diagram alir penelitian ................................................................................ 52

Lampiran 3. Kurva standar dan konsentrasi glukosa ....................................................... 53

Lampiran 4. Kurva standar dan konsentrasi IAA............................................................. 54

Lampiran 5. Data hasil uji kuantitatif isolat B. pumilus LA4P ........................................ 55

Lampiran 6. Hasil statistik uji ANOVA ........................................................................... 57

Lampiran 7. Hasil uji lanjut DMRT berdasarkan interaksi antar faktor substrat dan

waktu inkubasi ........................................................................................... 60

Lampiran 8. Dokumentasi uji zona bening ...................................................................... 68

Lampiran 9. Dokumentasi media perlakuan ..................................................................... 69

Lampiran 10.Dokumentasi hasil pengukuran uji kuantitatif ............................................. 71

Page 14: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Produksi pengolahan industri agar-agar menghasilkan jumlah limbah yang

cukup banyak, salah satunya hasil pengolahan produk agar-agar. Limbah padat

industri agar-agar memiliki komposisi berupa 24% selulosa dan sejumlah mineral

(Nurhayati & Kusumawati, 2014). Selulosa merupakan komponen kompleks pada

tumbuhan yang sulit didegradasi secara alami (Chen, 2014). Komposisi selulosa

tersebut membuat industri agar menghasilkan produk samping berupa limbah padat

yang terakumulasi setiap hari dan berdampak pada lingkungan (Kumar et al., 2013).

Keberadaan limbah berupa produk akhir yang terakumulasi tersebut dapat

menimbulkan permasalahan berupa pencemaran apabila tidak bisa diatasi dengan

baik. Namun, produk akhir limbah tersebut memiliki prospek yang menjanjikan

sehingga dapat dimanfaatkan secara ekonomis karena keunggulannya yang kaya akan

unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan C) dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Zn, Boron,

Na, Cl, dan Mn) (Basmal et al., 2016). Salah satu pemanfaatan yang menjanjikan

yaitu sebagai bahan baku dalam produksi pupuk hayati (biofertilizer) atau pupuk

hayati. Penelitian Afif (2011) menunjukkan bahwa limbah industri agar-agar dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk hayati media tanam hortikultura. Pemanfaatan limbah

industri agar-agar tersebut dapat menjadi solusi untuk mengatasi pencemaran limbah

industri agar-agar. Pupuk hayati dari limbah industri agar-agar banyak mengandung

beberapa komponen kimia seperti lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang saling

terikat kuat (Lestari et al., 2018). Pupuk hayati dari limbah industri agar-agar juga

banyak mengandung zat pengatur tumbuh (ZPT), seperti auksin, giberelin, sitokinin,

asam absisat, dan etilen (Basmal, 2009). Kandungan tersebut membuat bakteri

Bacillus pumilus LA4P memiliki kemungkinan untuk dimanfaatkan sebagai agen

pupuk hayati.

Page 15: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

2

B. pumilus merupakan bakteri yang mampu menghasilkan enzim selulolitik

untuk menghidrolisis selulosa (Munifah et al., 2015). Berdasarkan penelitian Munifah

et al. (2015), B. pumilus dapat dimanfaatkan untuk menghidrolisis lignin, selulosa,

hemiselulosa, dan homoselulosa untuk produksi selulase dan zat pengatur tumbuh

sehingga bisa dimanfaatkan lebih lanjut. B. pumilus kemungkinan dapat dimanfaatkan

untuk pengembangan limbah industri agar-agar termasuk untuk produksi selulase dan

zat pengatur tumbuh sehingga bisa dimanfaatkan lebih lanjut. Selama ini B. pumilus

identik sebagai bakteri yang berasosiasi dengan akar tanaman sehingga kemungkinan

dapat digunakan menjadi bahan baku pupuk hayati (Sari et al., 2007).

Keberadaan bakteri sebagai agen pupuk hayati tentunya tidak lepas dari

kebutuhan sumber nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Sumber

nitrogen menjadi salah satu faktor penting untuk menunjang pertumbuhan bakteri.

Sumber nitrogen yang bisa dimanfaatkan bakteri ada pada tepung ikan. Tepung ikan

memiliki kadar protein hingga mencapai 59,13% (Haris & Nafsiyah, 2019). Sa’diyah

et al. (2016) menyatakan tepung ikan belum terlalu dimanfaatkan oleh masyarakat

khususnya nelayan diakibatkan belum adanya pengetahuan dalam pemanfaatan

tepung ikan dan tidak adanya alat-alat yang memadai untuk pengolahan, sehingga

hanya menjadi sampah dan dibuang tanpa dimanfaatkan lebih lanjut. Hal ini juga

berkaitan dengan belum optimalnya pemanfaatan potensi sumberdaya ikan dalam

rangka menekan impor tepung ikan. Potensi sumberdaya ikan baru dimanfaatkan

sebesar 62% dari total 6,7 juta ton potensi sumberdaya ikan (KKP, 2012). Tepung

ikan diharapkan dapat menjadi bahan tambahan dalam formulasi pupuk hayati untuk

dijadikan sumber protein bagi pertumbuhan bakteri.

Aplikasi B. pumilus LA4P untuk bahan-bahan pupuk hayati dilakukan sebagai

upaya mengurangi jumlah limbah padat yang terakumulasi di lingkungan sehingga

tidak menimbulkan pencemaran. Selain itu, pupuk hayati juga dapat menjadi

alternatif pilihan di bidang pertanian untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan

kimia terutama pupuk kimia. Pemanfaatan limbah industri agar-agar menjadi pupuk

hayati harus sesuai dengan kriteria baku mutu pupuk hayati berdasarkan Peraturan

Menteri Pertanian (Permentan) nomor 70 tahun 2011. Hal tersebut menjadikan

Page 16: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

3

adanya sejumlah parameter uji seperti uji pelarut fosfat, uji pelarut kalium, uji

aktivitas selulolitik, dan uji fitohormon IAA (Indole-3-Acetic-Acid) yang dilakukan

supaya pupuk hayati berbahan dasar B. pumilus LA4P dan limbah industri agar-agar

dapat memenuhi kriteria tersebut dengan kualitas yang lebih baik.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah B. pumilus LA4P memiliki aktivitas pertumbuhan sel, aktivitas

selulase, dan produksi fitohormon IAA yang dipengaruhi limbah industri

agar-agar ?

2. Formulasi apa yang terbaik dari kombinasi media berbahan baku limbah

industri agar-agar untuk aktivitas selulase dan produksi IAA pada B. pumilus

LA4P ?

1.3. Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. B. pumilus LA4P memiliki aktivitas pertumbuhan sel, aktivitas selulase,

produksi fitohormon IAA yang dipengaruhi limbah industri agar-agar.

2. Formulasi terbaik dari kombinasi media berbahan baku limbah industri agar-

agar adalah kombinasi yang memenuhi kriteria Peraturan Menteri Pertanian

nomor 70 tahun 2011 tentang pupuk hayati tunggal dan memiliki nilai

aktivitas yang tinggi dalam waktu yang sama.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kemampuan B. pumilus LA4P sebagai agen hayati dalam

produksi pupuk hayati berbasis limbah industri agar-agar.

2. Memperoleh formulasi terbaik dari kombinasi bahan baku pupuk hayati

menggunakan limbah industri agar-agar dan B. pumilus LA4P.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemanfaatan limbah

industri agar-agar yang dilakukan oleh Plant Growth Promoting Bacteria (PGPB)

khususnya untuk B. pumilus. Selain itu, dapat meningkatkan nilai tambah limbah

Page 17: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

4

industri agar-agar menjadi bernilai ekonomis dengan menerapkan prinsip zero waste

concepts. Penelitian ini juga memberikan solusi alternatif untuk subtitusi pupuk kimia

yang tidak ramah lingkungan.

1.6. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah :

Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian yang menggambarkan latar belakang hingga

output penelitian

Limbah yang dihasilkan industri pengolahan agar-agar

semakin meningkat

Pemanfaatan sebagai pupuk hayati

Bacillus pumilus LA4P

solusi

Pertumbuhan

bakteri

Menghasilkan

ZPT

Potensi sebagai biofertilizer

Aktivitas

selulolitik

Kriteria baku mutu

Permentan No. 70

tahun 2011

output

Bahan baku

pupuk hayati

Page 18: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang dapat

meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Permentan,

2011). Mikroba yang digunakan berupa inokulan yang memiliki satu strain tertentu

dan dapat pula lebih dari satu strain dalam satu inokulan. Perkembangan telah

memungkinkan penambahan inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok

fungsional mikroba. Pupuk hayati memiliki kriteria baku mutu (Tabel 1) yang tertera

pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 70 tahun 2011.

Tabel 1. Kriteria baku mutu pupuk hayati tunggal untuk bakteri non simbiotik

Parameter Syarat Teknis menurut Jenis Bahan Pembawa

Padat Cair

Bakteri * ≥ 1 x 10

8 CFU/g bobot kering ≥ 1 x 10

8 CFU/mL

Aktinomiset* ≥ 1 x 10

6 CFU/g bobot kering ≥ 1 x 10

5 CFU/mL

Fungi* ≥ 1 x 10

6 CFU/g bobot kering ≥ 1 x 10

5 CFU/mL

Uji Fungsional*:

a. Penambat N

b. Pelarut P

c. Pelarut unsur hara

d. Pembentuk bintil akar

Positif

Positif

Positif

Positif

Positif

Positif

Positif

Positif

Patogenisitas Negatif

E. coli & Salmonella spp. < 1 x 103 CFU atau MPN/g atau mL

Kadar pH 5 - 8

Keterangan :

*) = Uji terhadap genus mikroba dan uji fungsional dilakukan sesuai dengan

klaim yang terdapat pada produk

MPN = Most Probable Number

Page 19: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

6

Adapun kriteria khusus pupuk hayati menurut fungsi dari pupuk hayati yang

tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011

tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan khusus pupuk hayati menurut fungsinya

Fungsi Parameter Uji Kriteria Metode

Pengujian

Penambat N2

a) simbiotik

Pembentukan lendir

eksopolisakarida pada

media karbohidrat dan

pembentukan bintil akar

Positif bereaksi

asam/basa pada

media YEMA +

kongo/bromtimol

blue

Plating media

JNFB

b) hidup bebas Pembentukan

pelikel/gelang pada

media JNFB

Positif

pembentukan

bintil akar

Inokulasi

tanaman

Pelarut P dan

fasilitator P

a) Zona pelarutan P Positif

membentuk zona

bening pada

media agar

Plating media

Pikovskaya

b) Pelarutan P Positif (≥ 10%

selisih P) pada 0-

48 jam

Spektrofotometer

c) % infeksi /kolonisasi

tanaman inang

Positif = ≥ 50% Pewarnaan

Fuchsin

Pemacu

tumbuh

Produksi fitohormon Positif Spektrofotometer

Penghasil

antimikroba

Terbentuknya zona

bening

Positif Plating

Perombak

bahan organik

(dekomposer)

a) Aktivitas selulase

(kualitatif)

(+) = terbentuk

zona bening

pada media agar

CMC

Plating

b) Aktivitas selulase

(kuantitatif)

≥ 0,3 unit Fpase

per mL

Spektrofotometer

Pupuk hayati (biofertilizer) dapat dikatakan sebagai inokulan berbahan aktif

mikroorganisme beserta substrat yang berfungsi menambat hara tertentu dan

memfasilitasi ketersediaan hara di dalam tanah bagi tanaman (Simanungkalit et al.,

2006). Beberapa jenis pupuk hayati yang umum dijumpai yaitu pupuk hayati pengikat

nitrogen bebas, pupuk hayati penambat sumber fosfat, dan pupuk hayati mikoriza

yang menghasilkan biohormon untuk tumbuhan. Pupuk hayati yang memiliki

Page 20: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

7

mikroorganisme pengikat nitrogen bebas untuk diubah menjadi amoniak yang

selanjutnya akan dimanfaatkan oleh tanaman, antara lain Azotobacter sp.,

Azospirillum sp., Herbaspirillum sp., Rhizobium sp., Clostridium sp., Azolla sp., dan

lain-lain. Biofertilizer sumber fosfat dan mineral lainnya (kalium, sulfur), seperti

Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan mikoriza (Sutariati et al., 2006). Kelompok

mikroba ini menyediakan fosfat atau mineral lainnya dengan cara melarutkan fosfat

(P) atau kalium (K) yang tidak larut menjadi fosfat atau kalium terlarut sehingga

dapat diserap oleh tanaman. Mikroba-mikroba penyedia biohormon adalah

Azotobacter sp., Azospirillum sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Hormon-

hormon yang dihasilkan sangat diperlukan oleh tanaman, baik untuk perkecambahan,

pertumbuhan tunas dan batang, perpanjangan akar, pembungaan maupun pembuahan.

2.2. Plant Growth Promoting Bacteria (PGPB)

Rhizobakteri atau bakteri tanah yang memicu pertumbuhan tanaman pada

umumnya disebut PGPB. Kloepper dan Schroth (1978) mendefinisikan bahwa PGPB

merupakan bakteri tanah yang mampu berasosiasi dengan mengkolonisasi di bagian

akar tanaman dan meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan nutrisi

yang ada di tanah. PGPB harus mampu hidup di bagian rizosfer yang kaya akan

nutrisi. PGPB tunggal akan sering menunjukkan berbagai jenis tindakan termasuk

untuk pengendalian biologis (Kloepper, 2003 ; Vessey, 2003). PGPB mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara langsung maupun tidak langsung

dengan cara melepaskan zat pengatur tumbuh (ZPT) atau zat aktif biologis lainnya,

mengubah tingkat hormon endogen, meningkatkan ketersediaan, dan penyerapan

nutrisi melalui fiksasi atau mobilisasi unsur hara, mengurangi efek merugikan dari

mikroorganisme patogen pada tanaman dan menggunakan berbagai mekanisme untuk

memacu pertumbuhan tanaman (Nadeem et al., 2006).

Somers et al. (2014) mengklasifikasikan PGPB berdasarkan aktivitas

fungsionalnya, yaitu sebagai biofertilizer, fitostimulator, rizoremediator, dan

biopestisida. Beberapa kelompok bakteri seperti genus Rhizobium sp.,

Bradyrhizobium sp., Pseudomonas sp., Azotobacter sp., Bacillus sp., Klebsiella sp.,

Page 21: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

8

Enterobacter sp., Xanthomonas sp., Serratia sp., dan beberapa genus lainnya, telah

terbukti memfasilitasi pertumbuhan tanaman melalui berbagai mekanisme aksi

(Khan, 2005 ; Akhtar & Siddiqui, 2009). Gray dan Smith (2005) menjelaskan bahwa

PGPB yang berasosiasi berkisar pada tingkat kedekatan bakteri dengan akar dan

kedekatan asosiasi. Hal tersebut secara umum dibagi ke dalam ekstraseluler (ePGPB)

dan intraseluler (iPGPB). ePGPB menempati bagian rizosfer, pada bagian rhizoplane

atau asangak, dan di ruang antara sel-sel korteks akar (Figueiredo et al., 2011).

Contoh bakteri ePGPB diantaranya Agrobacterium sp., Arthrobacter sp., Azotobacter

sp., Azospirillum sp., Bacillus sp., Burkholderia sp., Caulobacter sp.,

Chromobacterium sp., Erwinia sp., Flavobacterium sp., Micrococcous sp.,

Pseudomonas sp., Serratia sp., dan lain-lain (Bhattacharyya & Jha, 2012). iPGPB

menempati bagian dalam sel akar umumnya pada bagian sel nodular khusus atau

bintil akar (Figueiredo et al., 2011). Contoh bakteri iPGPB diantaranya Allorhizobium

sp., Azorhizobium sp., Bradyrhizobium sp., Mesorhizobium sp., Rhizobium sp., dari

famili Rhizobiaceae. Banyak bakteri iPGPB merupakan rizobakteri Gram-negatif

(Bhattacharyya & Jha, 2012).

Bakteri yang dapat dimanfaatkan sebagai agen penyubur tanaman serta

membantu pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwasannya Allah menciptakan

segala makhluk hidup bahkan dalam bentuk mikroskopis dengan berbagai manfaat.

Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 29 dinyatakan bahwa :

ا ف ال رض جميعا ثم استى ت ى ىهه سبع سم ي ال السمآءفسى هىالذي خلق لكم م

(٩٢) وهىبكل شي ءعليم

Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan

Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikanNya tujuh langit dan Dia Maha

Mengetahui segala sesuatu (QS. Al Baqarah: 29).

Ayat dalam Qur’an ini secara tersirat menjelaskan bahwasannya segala

sesuatu yang diciptakan oleh Allah memiliki manfaat untuk manusia termasuk

mikroorganisme sekecil bakteri. Hal ini juga berkaitan dengan ayat Qur’an surat Al

Baqarah ayat 26 yaitu :

Page 22: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

9

ا بعىضة فما فىقها ان الله ل يستحيي (٩٢) .......ان يضزب مثل م

Artinya : “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk

atau yang lebih rendah dari itu....”

Maksud dari ayat tersebut menyatakan bahwa perumpamaan yang lebih rendah dari

nyamuk, yaitu makhluk hidup kecil berupa mikroorganisme termasuk bakteri.

2.2.1. Bakteri Penghasil Fitohormon

Bakteri dapat memperbaiki pertumbuhan akar dan memacu pertumbuhan

tanaman dengan memproduksi fitohormon seperti auksin (IAA) (Sutariati et al.,

2006 ; Sutariati & Wahab, 2010), giberelin dan sitokinin (Kloepper et al., 2007).

Studi yang dilakukan Sutariati et al. (2006), menunjukkan bahwa beberapa jenis

rhizobakteri yang diuji (dari kelompok Bacillus spp., Pseudomonas spp., dan Serratia

spp.) terbukti mampu memproduksi IAA dalam media dengan penambahan asam

amino L-triptofan. Menurut Patten dan Glick (1996), 80% mikroorganisme yang

diisolasi dari rizosfer berbagai tanaman memiliki kemampuan untuk mensistesis dan

melepaskan IAA sebagai metabolit sekunder.

IAA (Indole-3-Acetic-Acid) merupakan hormon tumbuh yang memegang

peranan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Mikroba yang

mampu menghasilkan IAA dapat meningkatkan pertumbuhan dan perpanjangan akar

sehingga permukaan akar menjadi lebih luas dan akhirnya tanaman mampu menyerap

nutrisi dari dalam tanah lebih banyak (Boiero et al., 2007). IAA berfungsi mendorong

pemanjangan sel batang pada konsentrasi 0,9 g/L; di atas konsentrasi tersebut IAA

akan menghambat pemanjangan sel batang (Rostiana & Seswita, 2007). IAA memacu

protein yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke

dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim sehingga memutuskan beberapa ikatan silang

hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian

memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah proses pemanjangan ini

terjadi, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan

sitoplasma (Basmal, 2009).

Page 23: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

10

2.2.2. Bakteri Pelarut Fosfat

Fosfat merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan tanaman setelah

nitrogen, dimana tersedia di tanah dalam bentuk organik dan anorganik (Khan et al.,

2009). Meskipun banyak tersedia fosfat, namun bentuk yang tersedia untuk tanaman

sangat rendah. Hal ini disebabkan karena tanah berfosfat yang tersedia dalam bentuk

yang tidak larut atau tidak dapat dipecahkan. Tanaman menyerap fosfat hanya dalam

dua bentuk yang dapat larut, yaitu ion monobasik (H2PO4) dan ion diabasik (HPO2)

(Bhattacharyya & Jha, 2012).

Beberapa hasil penelitian di bidang bioteknologi tanah dan tanaman,

mendapatkan formula biofertilizer berbasis mikroba yang dapat menyediakan fosfat

untuk pertumbuhan tanaman. Kelompok mikroba pelarut fosfat tersebut berasal dari

kelompok bakteri, diantaranya Pseudomonas sp., Bacillus sp., Brevibacterium sp.,

dan Serratia sp. Beberapa genus bakteri lainnya yang juga dilaporkan mampu

melarutkan fosfat adalah Rhodococcus sp., Arthrobacter sp., Chryseobacterium sp.,

Gordonia sp., Phyllobacterium sp., Delftia sp. (Chen et al., 2006), Azotobacter sp.

(Kumar et al., 2001), Enterobacter sp., Pantoea sp., dan Klebsiella sp. (Chung et al.,

2005).

Aktivitas pelarutan fosfor ditentukan oleh kemampuan mikroba untuk

melepaskan metabolit seperti asam organik, yang dilakukan melalui pengkelatan

kation terikat fosfat dengan kelompok hidroksil dan karboksil mereka, yang

kemudian diubah menjadi bentuk larut (Sagoe et al., 1998). Bakteri melepaskan

fosfat terikat melalui produksi asam organik yang memiliki berat molekul rendah

terutama glukonat dan asam ketoglukonat (Deubel et al., 2000), disamping itu juga

melalui penurunan pH rizosfer. pH rizosfer diturunkan melalui produksi proton atau

pelepasan bikarbonat (keseimbangan anion / kation) dan perubahan gas (O2 / CO2).

Asam-asam organik yang dihasilkan oleh mikroba, melarutkan fosfat tidak larut

dengan menurunkan pH, mengkelat kation dan bersaing dengan fosfat yang terserap

dalam tanah (Nahas, 1996).

Page 24: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

11

2.2.3. Bakteri Penambat Nitrogen

Nitrogen merupakan nutrisi utama tanaman, yang dapat menjadi faktor

pembatas dalam proses budidaya pertanian jika tidak tersedia bagi tanaman. Fiksasi

biologis nitrogen tidak hanya dapat dilakukan melalui simbiosis dengan tanaman

inang, berbagai mekanisme fiksasi lainnya juga dapat dilakukan oleh kelompok

bakteri PGPB. Azoarcus sp., Beijerinckia sp., Klebsiella pneumoniae, dan Pantoea

agglomerans dilaporkan mampu memfiksasi N2 atmosfer dalam tanah (Riggs et al.,

2001) dan membuatnya tersedia bagi tanaman. Fiksasi N2 secara biologis yang

mengubah nitrogen menjadi amonia menggunakan sistem enzim kompleks

mikroorganisme pemfiksasi nitrogen yaitu nitrogenase (Kim & Rees, 1994).

Proses fiksasi N2 dilakukan oleh kompleks nitrogenase (Kim & Rees, 1994).

Nitrogenase terdiri atas dua komponen yaitu komponen I (dinitrogenase atau protein

Fe-Mo) dan komponen II (dinitrogenase reduktase atau protein Fe). Nitrogenase

dikode oleh sekitar 20 gen nif (Lee et al., 2000), diantara 20 gen nif tersebut, gen nifH

merupakan gen terpenting yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan

nitrogenase karena menyandi subunit pembentuk kompleks nitrogenase (Choo et al.,

2003). Gen nifH mengkode komponen II pada nitrogenase yang merupakan

homodimer dengan berat molekul 70 kilo Dalton (kDa) (Caton, 2007).

2.2.4. Bakteri Pelarut Kalium

Bakteri pelarut kalium dapat memberikan efek yang menguntungkan bagi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga dapat dijadikan sebagai pupuk

hayati yang ramah lingkungan. Berbagai macam bakteri yaitu Pseudomonas sp.,

Burkholderia sp., Acidothiobacillus ferrooxidans, Bacillus mucilaginosus, B.

edaphicus, B. circulans, dan Paenibacillus sp. telah dilaporkan dapat melarutkan

kalium di dalam tanah (Lian et al., 2002 ; Li et al., 2006 ; Liu et al., 2012).

Bakteri-bakteri pelarut kalium ini ditemukan dapat melarutkan kalium di

tanah dalam bentuk batuan larut dan mineral silikat dengan cara memproduksi dan

mengekskresikan asam organik secara langsung, kemudian dilepaskan pada batuan K

atau ion silikat yang dapat membuat K larut sehingga dapat diserap oleh tanaman

Page 25: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

12

(Parmar & Sindhu, 2013). Pelarutan mineral silikat oleh mikroba ini disebabkan oleh

produksi asam organik seperti asam oksalat dan asam tartarat serta karena produksi

polisakarida yang membantu dalam pemecahan mineral untuk melepaskan kalium

(Sheng & He, 2006).

2.2.5. Bakteri Pemecah Selulosa

Bakteri pemecah selulosa atau bakteri selulolitik merupakan bakteri yang

mampu menghasilkan selulase dan menghidrolisis selulosa menjadi produk yang

lebih sederhana, pada umumnya dijumpai di habitat yang kaya akan selulosa

(Murtiyaningsih & Hazmi, 2017). Beberapa genus bakteri yang memiliki kemampuan

selulolitik adalah Bacillus sp., Clostridium sp., Flavobacterium sp., Pseudomonas sp.,

Vibrio sp., Citrobacter sp., Serratia sp., Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan

Aeromonas sp. (Anand, et al., 2010).

Bakteri selulolitik dapat mendegradasi selulosa karena menghasilkan enzim

dengan spesifikasi berbeda. Enzim tersebut akan menghidrolisis ikatan (1,4)-β-D-

glukosa pada selulosa. Enzim selulase adalah enzim yang dapat menghidrolisis

selulosa dengan memutus ikatan glikosidik β-1,4 dalam selulosa, selodektrin,

selobiosa, dan turunan selulosa lainnya menjadi gula sederhana atau glukosa

(Munifah, 2017).

2.3. Bacillus pumilus

Bacillus pumilus merupakan jenis bakteri yang termasuk ke dalam famili

Bacillaceae. Bakteri B. pumilus berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif,

dan bersifat anaerobik. Bakteri ini dapat ditemukan di tanah dan beberapa koloni

menempati area perakaran tumbuhan karena memiliki mekanisme antibakteri dan

antifungi. Seperti pada bakteri Gram-positif lainnya, lapisan peptidoglikan B. pumilus

diselubungi oleh asam teikoik dan lipoteikoik. Asam ini memiliki komposisi berupa

poliglikosilfosfat dengan unit monosakarida dan disakarida (Potekhina et al., 2011).

Hal inilah yang memudahkan permukaan sel B. pumilus menyerap Ca2+

dan Mg2+

masuk ke dalam sel. Keseimbangan di dalam sel membuat B. pumilus dapat tahan di

Page 26: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

13

lingkungan oligotrofik, tahan H2O2, infeksi bahan kimia, dan kondisi lainnya

(Nicholson et al., 2000 ; Parvathi et al., 2009). B. pumilus dapat bersimbiosis dengan

tumbuhan untuk membantu pertumbuhan sejumlah tanaman dari bagian rizosfer,

seperti Capsicum annuum L. dan Triticum aestivum (Joo et al., 2004 ; Sari et al.,

2007). Hal ini dikarenakan B. pumilus dapat berperan sebagai bakteri fiksator

nitrogen (N2) menjadi amonia (NH2) (Hernandez et al., 2009).

Gambar 2. Morfologi mikroskopis B. pumilus LA4P dengan perbesaran

mikroskop cahaya 2000x (sumber: dokumentasi pribadi, 2018)

B. pumilus dapat juga berbahaya jika menginfeksi manusia. Tahun 2006

ditemukan 3 kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh B. pumilus. Hal ini

disebabkan karena B. pumilus menghasilkan kompleks lipopeptida yang disebut

pumilacidin yang dapat memberikan efek racun pada sel epitel tubuh (From et al.,

2007). Bakteri ini memiliki gen cesA dan cesB yang mengkode sintesis cereulide.

Cereulide merupakan dodecadepsipeptida yang bersifat toksik bagi manusia (Parvathi

et al., 2009).

2.4. Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan hasil olahan ikan segar yang diolah dengan beberapa

perlakuan, seperti pencucian, pengukusan, pengepresan, pengeringan, dan

Page 27: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

14

penggilingan atau penepungan (Purnanila, 2010). Kualitas tepung ikan yang diolah

dengan pemanasan berlebihan dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencokelatan dan

terjadi penurunan kadar protein sehingga menyebabkan kerusakan (Assadad et al.,

2015).

Salah satu produk tepung ikan yang ekonomis dan potensial untuk diolah

adalah tepung ikan rucah. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil hasil tangkapan

sampingan yang belum termanfaatkan secara baik. Ikan rucah dapat dimanfaatkan

menjadi bahan pakan dengan pengolahan menjadi tepung ikan (Handajani et al.,

2013). Tepung ikan yang berasal dari ikan rucah kaya akan asam amino, energi, asam

lemak, serta mineral (Utomo et al., 2013).

Tepung ikan rucah mengandung berbagai komponen seperti protein (51%-

58%), air (5-6%), abu (13-17%), serat (1-3%), lemak (12-14%), kalsium (4-5%),

fosfor (4,13-4,65%), dan garam (0,36-0,65%) (Assadad et al., 2015). Unsur-unsur

tersebut dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai kofaktor dalam proses aktivitas

metabolik (Ramkumar et al., 2016).

Page 28: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

15

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium bioteknologi, laboratorium

mikrobiologi, dan laboratorium kimia Balai Besar Riset Pengolahan Produk

Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP), Petamburan, Jakarta Pusat dari

bulan September 2018 sampai Februari 2019.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain laminar air flow (ESCO

Fume Hood), autoklaf (Hirayama HVA85), timbangan analitik, shaking incubator,

microsentrifuge, spektrofotometer UV-Vis (Spectronic GenesysTM), vorteks,

mikroskop (Olympus), pH indicator, mikropipet 10-1000 µl, Colony Counter, hot

plate, microplate 96-well flat bottom, dan thermoblock.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain akuades, Nutrient

Agar (NA), Nutrient Broth (NB), media karboksimetil selulosa (CMC), isolat bakteri

Bacillus pumilus LA4P stok kultur BBRP2BKP, limbah industri agar-agar (LIA)

sampel PT Agarindo Bogatama, pewarna merah Kongo 0,1%, NaCl 1 M, NaOH 1%,

H2SO4, 80 mL air destilat, 1 g NaClO2, 0,5 mL CH3COOH pekat, HNO3 3,5%,

H3BO3, media Pikovskaya, media Aleksandrov, tepung ikan, K2Cr2O7 1 N, , Plate

Count Agar (PCA), pereaksi Salkowski, pereaksi dinitrosalisilat (DNS) dan L-

triptofan.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan bakteri B. pumilus LA4P sebagai variabel terikat. Variabel yang

digunakan yaitu limbah industri agar-agar (LIA) dan tepung ikan. LIA yang

digunakan yaitu sebanyak 1%, 2%, dan 3%, sementara tepung ikan rucah yang

digunakan yaitu sebanyak 0,1%, 0,2%, dan 0,3%.

Page 29: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

16

Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

L1T1 = LIA 1%, tepung ikan 0,1% + isolat B. pumilus LA4P

L1T2 = LIA 1%, tepung ikan 0,2% + isolat B. pumilus LA4P

L1T3 = LIA 1%, tepung ikan 0,3% + isolat B. pumilus LA4P

L2T1 = LIA 2%, tepung ikan 0,1% + isolat B. pumilus LA4P

L2T2 = LIA 2%, tepung ikan 0,2% + isolat B. pumilus LA4P

L2T3 = LIA 2%, tepung ikan 0,3% + isolat B. pumilus LA4P

L3T1 = LIA 3%, tepung ikan 0,1% + isolat B. pumilus LA4P

L3T2 = LIA 3%, tepung ikan 0,2% + isolat B. pumilus LA4P

L3T3 = LIA 3%, tepung ikan 0,3% + isolat B. pumilus LA4P

Setiap perlakuan dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan subulangan

sebanyak tiga kali. Parameter yang diamati yaitu pertumbuhan sel bakteri dengan

metode Total Plate Count (TPC), aktivitas enzim selulase, produksi hormon IAA, dan

nilai pH pada media perlakuan.

3.4. Cara Kerja

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan kerja, diantaranya preparasi

(pembuatan media selektif dan perlakuan, pembuatan pereaksi, dan kurva standar),

peremajaan isolat bakteri, uji zona bening (uji pelarut fosfat, uji pelarut kalium, dan

uji selulolitik), analisis pertumbuhan bakteri, analisis tingkat aktivitas selulase,

analisis nilai produksi IAA, dan pengukuran pH media (Lampiran 2.).

3.4.1. Pembuatan Media Selektif dan Media Perlakuan

Media selektif yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya media kultur

NB, media kultur NA, media padat Pikovskaya, media padat Aleksandrov, dan media

padat CMC 1%. Media perlakuan yang digunakan yaitu media kombinasi LIA dan

tepung ikan.

Media NB sebanyak 13 g dilarutkan dalam 1 L akuades. Media dipanaskan

menggunakan hotplate hingga homogen. Media yang sudah homogen disterilisasi

menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Prosedur pembuatan media

Page 30: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

17

NA sama dengan prosedur pembuatan NB namun menggunakan 28 g media NA yang

dilarutkan dalam 1 L akuades.

Media Pikovskaya merupakan media selektif yang digunakan untuk

mengetahui kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan fosfat dari sumber

anorganik. Komposisi media yang digunakan mengacu pada Permentan (2011)

dengan memodifikasi sumber fosfat. Bahan-bahan yang digunakan yaitu glukosa (10

g/L), NaCl (0,2 g/L), KCl (0,1 g/L), MgSO4.7H2O (0,1 g/L), MnSO4 (4 mg/L), FeSO4

(2 mg/L), CaHPO4 (5 g/L), (NH4)2SO4 (0,5 g/L), yeast extract (0,5 g/L), dan agar (15

g/L). Semua bahan baku dilarutkan dalam 1 L akuades dan dihomogenkan kemudian

disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

Media Aleksandrov merupakan media selektif yang digunakan untuk

mengetahui kemampuan isolat bakteri dalam melarutkan kalium. Komposisi media

yang digunakan mengacu pada Angraini (2015) dengan memodifikasi sumber kalium.

Bahan-bahan yang digunakan yaitu glukosa (5 g/L), MgSO4.7H2O (0,5 g/L), FeCl3 (6

mg/L), CaCO3 (0,1 g/L), CaHPO4 (2 g/L), KCl (3 g/L), dan agar (20 g/L). Semua

bahan baku dilarutkan dalam 1 L akuades dan dihomogenkan kemudian disterilisasi

menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

Media perlakuan yang digunakan berbahan dasar LIA dan tepung ikan.

Pembuata media perlakuan bertujuan untuk mengetahui potensi pertumbuhan dan

aktivitas B. pumilus LA4P dalam memproduksi selulase dan fitohormon IAA.

Komposisi media perlakuan diadaptasi dari penelitian Munifah (2017) dan

dimodifikasi.

Komposisi bahan-bahan yang digunakan yaitu LIA (0,5 g atau 1 g atau 1,5 g)

disesuaikan seperti pada perlakuan, tepung ikan (0,05 g atau 0,1 g atau 0,15 g)

(disesuaikan seperti pada perlakuan), glukosa (0,05 g), KH2PO4 (0,05 g), MgSO4 (25

mg), NaCl (25 mg), FeSO4 (0,5 mg), MnSO4 (0,5 mg), NH4NO3 (15 mg),

CaCl2.2H2O (2 mg), dan akuades (45 mL). Media disterilisasi pada suhu 121°C

selama 15 menit. Media yang telah steril ditambahkan L-triptofan steril 0,1% (5 mL)

sebagai prekursor IAA. Media dihomogenkan dan dikocok secara perlahan.

Page 31: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

18

3.4.2. Pembuatan Pereaksi Dinitrosalisilat (DNS)

Pereaksi DNS memiliki peran sebagai indikator pereaksi dalam proses

pengukuran aktivitas enzim selulase. DNS sebanyak 1 g dilarutkan dalam 20 mL

NaOH 2 N secara perlahan hingga homogen dan larutan berwarna jingga. DNS

dihomogenkan kembali dengan mencampurkan KNaC4H4O6.4H2O (30 g) yang telah

dilarutkan dalam 50 mL pure water. Campuran yang telah larut tersebut ditambahkan

fenol (0,2 g). Larutan yang telah homogen dimasukkan ke dalam labu ukur

bervolume 100 mL dan ditambahkan sedikit pure water secara perlahan hingga

mencapai batas tera.

3.4.3. Pembuatan Kurva Standar Glukosa dan IAA

Pembuatan kurva standar glukosa dimulai dengan membuat larutan stok 100

ppm (5 mg gula standar (glukosa) dalam 50 mL akuades). Serial standar glukosa yang

dibuat adalah 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90 ppm hasil pengenceran dari

larutan stok standar glukosa 100 ppm. Setiap 1 mL larutan standar glukosa

ditambahkan dengan 1 mL pereaksi DNS. Larutan dihomogenkan dan dipanaskan

dalam air mendidih pada suhu ±100°C selama 15 menit di dalam waterbath. Larutan

didinginkan dan absorbansi diukur pada panjang gelombang 540 nm. Kurva standar

terbentuk dari hubungan antara nilai absorbansi yang dihasilkan (sumbu-y) dengan

konsentrasi larutan (sumbu-x) sehingga dihasilkan sebuah persamaan regresi

(Lampiran 3).

Pembuatan kurva standar IAA dimulai dengan membuat larutan stok 100 ppm

(5 mg standar IAA dalam 50 mL akuades). Serial standar IAA yang dibuat adalah 10,

20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, dan 90 ppm hasil pengenceran dari larutan stok standar

IAA 100 ppm. Setiap 1 mL larutan standar IAA ditambahkan dengan 1 mL pereaksi

Salkowski (komposisi: 2 mL FeCl3 0,5 M, 49 mL akuades, 49 mL HClO4). Larutan

dihomogenkan dan diinkubasi pada ruang gelap dengan suhu ruang selama 30 menit.

Absorbansi diukur pada panjang gelombang 530 nm. Kurva standar terbentuk dari

hubungan antara nilai absorbansi yang dihasilkan (sumbu-y) dengan konsentrasi

larutan (sumbu-x) sehingga dihasilkan sebuah persamaan regresi (Lampiran 4).

Page 32: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

19

3.4.4. Peremajaan Isolat Bacillus pumilus LA4P

Isolat diremajakan pada media NB, NA, dan CMC padat. Isolat diinokulasi

pada 100 mL media NB secara aseptis dan diinkubasi dalam shaking incubator

selama 24 jam pada suhu 37°C. Sebanyak 100 µL kultur cair umur 24-48 jam

dipindahkan ke dalam media NA secara aseptis dengan metode sebar (spread plate)

lalu diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37°C. Isolat dimurnikan dengan metode

gores (streak) pada media NA untuk diamati ciri morfologi koloni isolat yang

diinginkan. Koloni diamati secara mikroskopik menggunakan pewarna Gram

menggunakan mikroskop cahaya. Isolat yang telah murni dipindahkan ke dalam

media NA miring untuk dijadikan stok isolat. Isolat diremajakan kembali pada media

CMC untuk dilakukan uji konfirmasi aktivitas selulolitik.

3.4.5. Uji Potensi Pelarut Fosfat

Uji potensi pelarut fosfat dilakukan dengan menggunakan media selektif

Pikovskaya. Media agar Pikovskaya (SubbaRao, 1982) dibuat dengan formulasi 10 g

glukosa, 5 g Ca3(PO4)2, FePO4 atau sumber P lainnya, 0,5 g (NH4)2SO4, 0,1 g

MgSO4.2H2O, sedikit MnSO4, sedikit FeSO4, 0,5 g ekstrak ragi, dan 15 g agar

kemudian dilarutkan dalam akuades sampai volume 1 L. Setelah media padat agar

Pikovskaya dituang dalam cawan petri, kultur bakteri diinokulasikan dengan cara

mengambil satu ose koloni bakteri pada kultur dan diinkubasi pada suhu 30°C selama

3 sampai 6 hari. Hasil positif menunjukkan adanya zona bening di sekeliling koloni.

Indeks pelarutan fosfat diukur dengan menggunakan rumus berikut :

IP = ( ) ( )

( )

Keterangan : IP = Indeks Pelarutan

3.4.6. Uji Potensi Pelarut Kalium

Analisis isolat bakteri dalam melarutkan kalium dilakukan dengan metode

mengacu pada Angraini (2015). Analisis dilakukan dengan menumbuhkan isolat

Page 33: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

20

bakteri pada media Aleksandrov (5 g glukosa, 0,5 g MgSO4.7H2O, 0,006 g FeCl3, 0,1

g CaCO3, 2 g Ca3PO4, 3 g feldspar (sebagai sumber K), dan 20 g agar-agar dalam 1 L

akuades, pH 8) dan diinkubasi pada suhu 28°C selama 3-7 hari. Setelah inkubasi,

kemudian diamati zona bening yang terbentuk di sekitar koloni dan diukur dengan

mistar atau jangka sorong lalu dihitung masing-masing indeks pelarutan (IP) kalium

untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam melarutkan kalium dengan

menggunakan rumus berikut:

IP = ( ) ( )

( )

Keterangan : IP = Indeks Pelarutan

3.4.7. Uji Potensi Aktivitas Selulase

Uji potensi aktivitas selulase dilakukan dengan menggunakan media CMC

padat dan mengacu pada prosedur yang diadaptasi dari Munifah (2017). Koloni

bakteri yang tumbuh dipindahkan pada media CMC padat, kemudian diinkubasi

selama 5 hari pada suhu kamar. Pewarnaan merah Kongo 0,1% diberikan sebanyak

15 mL dan didiamkan selama 30 – 60 menit lalu dibilas dengan NaCl 1 M sebanyak

2-3 kali kemudian didiamkan selama 15 menit. Adanya aktivitas selulase ditunjukkan

dengan adanya zona bening. Indeks aktivitas selulase ditentukan dengan mengukur

diameter zona bening dan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

IP = ( ) ( )

( )

Keterangan : IP = Indeks Pelarutan

3.4.8. Perhitungan Sel Bakteri

Perhitungan sel bakteri dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC).

Metode perhitungan TPC dimodifikasi dari Purnomo (2016). Perhitungan metode

TPC dilakukan dengan mengambil larutan starter sebanyak 1 mL dilarutkan ke dalam

9 mL air suling sehingga diperoleh pengenceran 10-1

. Pengenceran dilakukan secara

berurutan 10-2

, 10-3

, 10-4

, 10-5

, 10-6

, 10-7

, dan 10-8

kemudian 3 pengenceran terakhir

Page 34: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

21

masing-masing diinokulasi dengan cara spread plate pada media PCA dengan 3 kali

ulangan. Masing-masing inokulum diinkubasi pada suhu 28°C selama 48 jam. Jumlah

koloni bakteri yang tumbuh dihitung menggunakan colony counter dengan

persyaratan perhitungan 30-300 koloni. Jumlah bakteri dihitung dengan cara

mengalikan jumlah koloni yang terhitung dengan faktor pengenceran. Persamaan

yang digunakan untuk menghitung jumlah sel bakteri (CFU/mL) adalah sebagai

berikut :

Perhitungan jumlah sel bakteri (CFU/mL) =

Keterangan :

CFU/mL = Colony Forming Unit per mililiter (satuan internasional perhitungan

jumlah sel bakteri)

F1 = inokulan yang dituang (0,1 mL)

FP = Faktor Pengenceran

3.4.9. Pengukuran Nilai Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH media LIA diukur menggunakan kertas pH indicator. Perubahan

warna pada kertas pH indicator menunjukkan adanya perubahan kondisi pH yang

terjadi selama masa inkubasi. Pengukuran nilai pH disesuaikan dengan waktu

pengambilan sampel. Pengulangan pengukuran pH dilakukan sebanyak tiga kali

untuk tiap perlakuan.

3.4.10. Pengukuran Aktivitas Selulase pada Media Perlakuan

Aktivitas enzim selulase diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis

dengan panjang gelombang (λ) 540 nm. Pengukuran aktivitas selulase disesuaikan

dengan waktu pengambilan sampel untuk mengetahui konsentrasi substrat dan waktu

inkubasi optimum untuk memproduksi enzim selulase. Prosedur dilakukan dengan

mengadaptasi metode Munifah (2017).

Sebanyak 100 µL supernatan sampel dan 100 µL CMC 1% dituang ke dalam

microtube dan dihomogenkan menggunakan vorteks. Sampel diinkubasi selama 30

menit dalam suhu ruang kemudian ditambahkan dengan 200 µL pereaksi DNS dan

dihomogenkan kembali. Sampel dipanaskan dalam thermoblock pada suhu ±95ºC

Page 35: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

22

selama 15 menit, kemudian didinginkan. Sebanyak 100 µL sampel diletakkan pada

microplate 96-well untuk dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Nilai absorbansi yang terukur dimasukkan ke dalam

persamaan berikut :

Absorbansi = ((As-Ab)-(Ak-Ab))

Keterangan :

As = absorbansi sampel

Ab = absorbansi blanko

Ak = absorbansi kontrol

Kadar glukosa (nilai x) (mg/L) diperoleh dengan memasukkan nilai

absorbansi (nilai y) yang telah diukur ke dalam persamaan kurva standar glukosa.

Aktivitas selulase dalam memecah glukosa dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut :

Aktivitas selulase (U/mL) = ( )

Keterangan :

V = volume enzim (0,1 mL)

t = waktu inkubasi (30 menit)

BM = berat molekul glukosa (180 Dalton)

Perlakuan pada kontrol tidak terlalu berbeda dengan blanko. Keduanya

dilakukan dengan metode dan tahapan yang sama. Perlakuan pada kontrol dilakukan

inaktivasi enzim terlebih dahulu dengan memanaskan enzim selama 15 menit

menggunakan thermoblock pada suhu ±95°C. Perlakuan pada blanko menggunakan

akuades untuk direaksikan dengan substrat. Pengulangan pengukuran aktivitas

selulase dilakukan sebanyak tiga kali untuk tiap perlakuan.

3.4.11. Pengukuran Konsentrasi Fitohormon IAA pada Media Perlakuan

Konsentrasi hormon IAA diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis

dengan panjang gelombang (λ) 530 nm. Pengukuran konsentrasi hormon IAA

disesuaikan dengan waktu pengambilan sampel untuk mengetahui konsentrasi

substrat dan waktu inkubasi optimum untuk memproduksi hormon IAA. Prosedur ini

dilakukan dengan mengadaptasi dari prosedur A’ini (2013).

Page 36: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

23

Sebanyak 75 µL supernatan sampel diletakkan pada microplate 96-well.

Sampel ditambahkan 150 µL pereaksi Salkowski lalu dihomogenkan. Sampel

diinkubasi di dalam ruang gelap pada suhu ruang selama 30 menit. Nilai absorbansi

diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Konsentrasi fitohormon IAA pada sampel

diperoleh dari persamaan kurva standar IAA murni. Tahapan yang sama juga

dilakukan pada larutan blanko. Pengulangan pengukuran konsentrasi hormon IAA

dilakukan sebanyak tiga kali untuk tiap perlakuan.

4.5. Analisis Data

Analisis data yang telah diperoleh dilakukan dengan metode deskriptif dan

statistik. Analisis deskriptif dilakukan pada pengujian karakteristik zona bening B.

pumilus LA4P, yaitu pada uji pelarut fosfat, kalium, dan selulosa. Data dideskripsikan

sesuai dengan hasil keberadaan zona bening pada pengujian.

Analisis statistik dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh interaksi

perlakuan. Data dianalisis menggunakan Statistical Product and Service Solution

(SPSS) dengan uji ANOVA batas kepercayaan 95% (α = 0,05). Nilai signifikansi

ditentukan pada taraf 5%. Nilai signifikansi (sig. <0,05) menunjukkan bahwa H0

ditolak dan H1 diterima. Perlakuan yang berpengaruh nyata kemudian dilanjutkan

dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk mengetahui

perbedaan pengaruh dari tiap perlakuan.

Page 37: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi Pelarut Fosfat Bacillus pumilus LA4P

Uji potensi pelarut fosfat dilakukan pada media Pikovskaya dengan CaHPO4

sebagai sumber fosfat. Penggunaan media selektif Pikovskaya dilakukan untuk

mengetahui kemampuan B. pumilus LA4P dalam melarutkan fosfat.

Tabel 3. Rerata indeks pelarutan fosfat (masa inkubasi 5 hari)

Ulangan Diameter Koloni

(cm)

Diameter Zona

Bening (cm)

Diameter Total

(cm)

Indeks

Pelarutan

Fosfat

1 1,65 0,85 2,50 0,52

2 2,40 1,45 3,85 0,60

3 2,35 1,40 3,75 0,60

Rerata 2,13±0,42 1,23±0,33 3,37±0,75 0,57±0,05

Hasil yang ditunjukkan pada media Pikovskaya menunjukkan adanya zona

bening di sekitar koloni bakteri (Lampiran 8.a). Pengamatan zona bening

menunjukkan rerata diameter zona bening yang dihasilkan B. pumilus LA4P sebesar

1,23±0,33 dan rerata diameter koloni sebesar 2,13±0,42 sehingga nilai rerata indeks

pelarutan fosfat sebesar 0,57±0,05 (Tabel 3). Indeks pelarutan tersebut menunjukkan

B. pumilus LA4P memiliki kekuatan daya hambat kategori sedang sebab indeks

mencapai antara 0,5-1,0 berdasarkan kriteria Susanto et al. (2012). Penelitian Larasati

et al. (2018) yang mengisolasi bakteri pelarut fosfat dari tanah gambut menunjukkan

B. pumilus PG3TT.1 memiliki indeks mencapai 1,28 dan termasuk dalam kategori

daya hambat fosfat yang kuat. Penelitian Mihalache et al. (2018) yang mengisolasi

bakteri pelarut fosfat dari rizosfer tanaman kacang juga menunjukkan B. pumilus R10

memiliki indeks pelarutan 1,33±0,88 dan termasuk dalam kategori daya hambat kuat.

Hal ini menunjukkan B. pumilus LA4P memiliki potensi sebagai bakteri pelarut

fosfat.

Page 38: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

22

Pelarutan fosfat yang dilakukan B. pumilus tak lepas dari aktivitasnya dalam

menghasilkan asam-asam organik seperti suksinat, asam sitrat, glutamat, laktat,

malat, oksalat, glioksalat, fumarat, dan tartarat (Raharjo et al., 2007). Asam-asam

organik tersebut berperan sebagai katalisator dan memungkinkan asam-asam organik

membentuk senyawa kompleks dengan sejumlah kation sehingga terjadi pelarutan

fosfat menjadi bentuk yang tersedia untuk tanaman (Wulandari, 2001). B. pumilus

mampu menghasilkan asam organik, diantaranya adalah vanilin (Su et al., 2011),

asam laktat (Li et al., 2018), serta asam-asam nonaktik dan homononaktik yang

menjadi unit pembentuk antibiotik (Han et al., 2014). Penelitian Setiawati et al.

(2014) menunjukkan bahwa keberadaan asam laktat dengan nilai yang tinggi sebagai

asam organik mempengaruhi peningkatan aktivitas fosfatase pada bakteri pelarut

fosfat.

4.2. Potensi Pelarut Kalium B. pumilus LA4P

Uji pelarut kalium dilakukan pada media Aleksandrov dengan KCl sebagai

sumber kalium. Penggunaan media selektif Aleksandrov dilakukan untuk mengetahui

kemampuan B. pumilus LA4P dalam melarutkan kalium. KCl merupakan sumber

kalium yang lebih mudah tersedia di alam dan mudah dilarutkan (Sebayang et al.,

2015).

Tabel 4. Rerata indeks pelarutan kalium (masa inkubasi 5 hari)

Ulangan Diameter Koloni

(cm)

Diameter Zona

Bening (cm)

Diameter Total

(cm)

Indeks

Pelarutan

Kalium

1 0,30 0,18 0,48 0,60

2 0,47 0,03 0,50 0,06

3 0,48 0,07 0,55 0,15

Rerata 0,42±0,1 0,09±0,08 0,51±0,04 0,27±0,29

Hasil yang ditunjukkan pada penelitian ini yaitu pada uji pelarut kalium

terlihat adanya zona bening yang memastikan bahwa isolat bakteri dapat melarutkan

kalium (Lampiran 8.b). Rerata diameter zona bening yang dihasilkan B. pumilus

Page 39: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

23

LA4P sebesar 0,09±0,08 dan rerata diameter koloni sebesar 0,42±0,1 sehingga nilai

rerata indeks pelarutan kalium sebesar 0,27±0,29 (Tabel 4). Indeks pelarutan tersebut

menunjukkan B. pumilus LA4P memiliki kekuatan daya hambat kategori rendah

sebab diameter indeks dibawah 0,5 berdasarkan kriteria Susanto et al. (2012). Hal ini

diduga karena sejumlah sel bakteri memproduksi polisakarida dalam jumlah yang

tidak banyak, sehingga interaksi sel dengan molekul pada media selektif tergolong

rendah dan menyebabkan proses pemecahan kalium juga rendah. Man et al. (2014)

menyatakan dalam penelitiannya bahwa pembentukan biofilm hasil produksi

polisakarida pada permukaan feldspar kalium meningkatkan pelarutan melalui proses

pelepasan K, Si, dan Al dalam lingkup kontak bakteri-mineral.

Penelitian Yachana (2017) menunjukkan indeks zona bening pelarutan

kalium pada B. pumilus tergolong rendah dan membutuhkan waktu 8,3 jam setelah

seminggu inokulasi untuk melihat zona bening, namun tingkat pelarutan pada media

mengandung KCl lebih tinggi dibandingkan dengan media menggunakan bubuk

mika. Menurut Zaidi et al. (2009), B. pumilus sebagai bakteri pelarut kalium mampu

memproduksi asam organik seperti glukonat dan 2-ketoglukonat. Asam organik

tersebut akan menurunkan pH sehingga melepas ikatan kalium dengan unsur hara

lainnya. Mikroba dapat melarutkan kalium dari ikatan kalium tak larut pada suatu

media melalui sekresi asam organik. Kemampuan asam organik melarutkan kalium

dapat menurun seiring dengan menurunnya stabilitas asam organik (Basak & Biwas,

2009). Bakteri pelarut kalium juga melepaskan ion K dari mineral K untuk

menurunkan pH tanah dengan membentuk kompleks ion Si4+

, Al3+

, Fe2+

, dan Ca2+

yang berasosiasi dengan mineral K. Penelitian Etesami et al. (2017) menunjukkan

bakteri pelarut kalium melapukkan batuan flogopit melalui penempelan unsur pada

alumunium dan asam terlarut pada jaringan kristal.

4.3. Aktivitas Selulase B. pumilus LA4P

Uji aktivitas selulase dilakukan pada media carboxymethyl cellulose (CMC)

untuk mengetahui kemampuan B. pumilus LA4P dalam memecah selulosa. Hasil

Page 40: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

24

yang ditunjukkan yaitu pada uji aktivitas selulase terlihat adanya zona bening yang

menunjukkan bahwa B. pumilus LA4P merupakan bakteri selulolitik (Lampiran 8.c).

Zona bening pada media selektif disebabkan terjadinya hidrolisis CMC.

Hidrolisis CMC menyebabkan selulosa terdegradasi menjadi gugus yang lebih

sederhana bahkan sudah dimanfaatkan oleh bakteri. Visualisasi zona bening terjadi

disebabkan antara congo red dan selulosa memiliki ikatan kovalen sehingga media

yang tidak mengandung selulosa tidak akan terwarnai akibat dari pemanfaatan

selulosa oleh bakteri selulolitik (Mushoffa, 2012).

Tabel 5. Rerata indeks pelarutan selulosa

Ulangan Diameter Koloni

(cm)

Diameter

Zona Bening

(cm)

Diameter

Total (cm)

Indeks

Pelarutan

Selulosa

1 1,30 2,00 3,30 1,54

2 1,10 3,00 4,10 2,73

3 0,90 2,00 2,90 2,22

Rerata 1,1±0,2 2,33±0,58 3,43±0,61 2,16±0,6

Pengamatan zona bening menunjukkan rerata diameter zona bening yang

dihasilkan B. pumilus LA4P sebesar 2,33±0,58 dan rerata diameter koloni sebesar

1,1±0,2 sehingga nilai rerata indeks pemecah selulosa sebesar 2,16±0,6 (Tabel 5).

Indeks pelarutan tersebut menunjukkan B. pumilus LA4P memiliki kekuatan daya

hambat kategori tinggi sebab diameter indeks mencapai lebih dari 1,0 berdasarkan

kriteria Susanto et al. (2012). Penelitian Rawway et al. (2018) menunjukkan isolat

bakteri B. pumilus memiliki indeks pemecah selulosa mencapai 1,33 atau lebih dari

1,0. Penelitian Padaria et al. (2013) juga menunjukkan indeks pemecah selulosa yang

tinggi menggunakan B. pumilus NAIMCC-B-01415 yaitu mencapai 2,68.

Degradasi selulosa secara alami dapat dilakukan oleh bakteri aerobik.

Mikroorganisme aerobik dapat menghasilkan enzim selulase nonkompleks yang

terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase, dan glukosidase yang bekerja secara

sinergis untuk menghidrolisis selulosa (Wilson, 2011). Endoglukanase mempunyai

afinitas yang tinggi terhadap substrat CMC karena menghidrolisis ikatan glikosidik β-

1,4 secara acak (Sakti, 2012). Studi molekuler pada B. pumilus menunjukkan

Page 41: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

25

keterkaitan gen CysB dalam proses degradasi selulosa. CysB diketahui menjadi

regulator transkripsi dalam mengaktivasi transkripsi untuk sintesis L-sistein dari asam

organik (Gremel et al., 2008). Studi tersebut diperkuat penelitian Padaria et al. (2013)

yang menunjukkan perbandingan isolat B. pumilus TL5 dengan penambahan sistein

terjadi degradasi CMC sehingga membentuk zona bening pada media tumbuh,

sementara isolat tanpa sistein tidak membentuk zona bening atau tidak terjadi

degradasi selulosa pada media tumbuh.

4.4. Tingkat Pertumbuhan B. pumilus LA4P pada Media Perlakuan

Pengujian tingkat pertumbuhan sel secara kuantitatif dilakukan untuk

mengetahui masa pertumbuhan optimum B. pumilus LA4P selama berada pada media

perlakuan dengan variasi konsentrasi LIA dan konsentrasi tepung ikan. Pengujian ini

diharapkan dapat menemukan formulasi terbaik hasil kombinasi konsentrasi LIA dan

konsentrasi tepung ikan yang sesuai dengan kriteria minimum Peraturan Menteri

Pertanian nomor 70 tahun 2011.

Tabel 6. Hasil uji lanjut DMRT berdasarkan konsentrasi substrat (LIA dan tepung

ikan) terhadap jumlah sel B. pumilus LA4P (108 CFU/mL).

Konsentrasi

LIA

Konsentrasi

Tepung

Ikan

Jumlah Sel (log CFU/mL)

H1 H3 H5 H7 H9 H11

1% (L1)

0,1% (T1) 9,31a-f

14,26a-i

10,51a-f

6,86a-e

10,43a-f

9,52e-k

0,2% (T2) 11,07a-f

16,87d-k

16,08c-k

18,72f-l

11,68a-f

11,11a-f

0,3% (T3) 15,23b-k

16,33c-k

10,84a-f

22,09g-m

11,01a-f

11,26i-m

2% (L2)

0,1% (T1) 7,22a-e

8,27a-f

4,36a 5,50

a-b 5,88

a-c 6,03

a-c

0,2% (T2) 10,91a-f

10,32a-f

12,67a-h

17,01d-k

8,89a-f

7,71a-e

0,3% (T3) 10,27a-f

6,71a-e

11,48a-f

14,48a-j

9,06a-f

7,94a-e

3% (L3)

0,1% (T1) 29,56m

23,35i-m

22,67h-m

24,93k-m

14,14a-i

12,03a-g

0,2% (T2) 24,59j-m

6,50a-d

16,14c-k

12,47a-h

11,68a-f

7,85a-e

0,3% (T3) 27,71l-m

11,82a-g

5,92a-c

4,38a 14,82

a-k 6,49

a-d

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak

berbeda nyata (p<0,05)

LIA = limbah industri agar-agar (konsentrasi 1%, 2%, 3%)

T = tepung ikan (konsentrasi 0,1%; 0,2%; 0,3%)

H = waktu inkubasi (hari ke-1, 3, 5, 7, 9, 11)

Page 42: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

26

Hasil analisis sidik ragam diperoleh nilai Sig. (0,000) ≤ 0,05 dengan variabel

konsentrasi LIA dan konsentrasi tepung ikan serta interaksi secara simultan ketiga

faktor perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sel bakteri B. pumilus

LA4P. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sel B. pumilus LA4P dipengaruhi

oleh variasi konsentrasi LIA dan konsentrasi tepung ikan pada media uji.

Hasil uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) berdasarkan interaksi

ketiga faktor perlakuan tertera pada Tabel 6. Hasil DMRT tersebut menunjukkan

rerata jumlah sel tertinggi yang dihasilkan terjadi pada kelompok perlakuan

konsentrasi LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L3T1) pada waktu

inkubasi hari ke-1, yaitu sebesar 29,56±0,09 x 108 CFU/mL. Jumlah sel terendah

yang dihasilkan terjadi pada kelompok perlakuan konsentrasi LIA 3% dengan

penambahan tepung ikan 0,3% (L3T3) pada waktu inkubasi hari ke-7, yaitu sebesar

4,38±0,07 x 108 CFU/mL.

Formulasi perlakuan LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L3T1)

pada waktu inkubasi hari ke-1 tidak berbeda nyata dengan beberapa formulasi yang

menggunakan perlakuan LIA sebanyak 3% dan 0,1% tepung ikan, diantaranya yaitu

LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L3T1) pada hari ke-3, hari ke-5, dan

hari ke-7. Hal ini menunjukkan pertumbuhan bakteri optimal pada rentang waktu

inkubasi 1-7 hari. Kondisi ini disebabkan karena bakteri sudah mampu memanfaatkan

nutrisi pada substrat untuk fase pertumbuhan dengan maksimal. Ketersediaan nutrisi

dianggap mencukupi dan kondisi lingkungan kultur sesuai dengan pertumbuhan sel

bakteri karena jumlah bakteri yang tidak terlalu berbeda signifikan (Masithah et al.,

2011). Formulasi perlakuan LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L3T1)

pada waktu inkubasi hari ke-1 juga tidak berbeda nyata dengan formulasi perlakuan

LIA 3% dengan penambahan tepung ikan sebanyak 0,2% (L3T2) pada hari ke-1 dan

penambahan tepung ikan 0,3% (L3T3) pada hari ke-1. Hal ini disebabkan karena

bakteri mulai melakukan pertumbuhan eksponensial dengan memanfaatkan nutrisi

dari substrat LIA.

Hasil yang tertera pada Tabel 6. formulasi terbaik hasil interaksi dari faktor

konsentrasi LIA dan konsentrasi tepung ikan terhadap pertumbuhan sel bakteri B.

Page 43: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

27

pumilus LA4P menunjukkan bahwa formulasi LIA 3%, tepung ikan 0,1% (L3T1) dan

waktu inkubasi hari ke-1 merupakan hasil terbaik. Hal ini ditandai dengan tingginya

tingkat pertumbuhan sel bakteri yang baru memasuki hari pertama masa inkubasi

serta kestabilan pertumbuhan hingga waktu inkubasi hari terakhir. Tingginya tingkat

pertumbuhan sel bakteri menunjukkan adanya kesesuaian antara pertumbuhan bakteri

dan media pembawa pupuk hayati (Rohmah et al., 2016). Secara umum, substrat

dimanfaatkan mikroorganisme untuk pertumbuhan biomassa, pemeliharaan sel, dan

membentuk asam organik untuk bertahan hidup (Safitri et al., 2016). Menurut

Munifah (2017) substrat LIA memiliki komponen selulosa yang mencapai 77,65%.

Komponen selulosa yang berlimpah menjadi sumber karbon bagi pertumbuhan

bakteri terutama mikroorganisme selulolitik (Anindyawati, 2010). Menurut Subagyo

et al. (2015) penambahan sumber karbon memberikan efek peningkatan pertumbuhan

dan kepadatan sel bakteri.

Perbedaan jumlah sel bakteri pada Tabel 6. disebabkan karena adanya

perbedaan kandungan nutrisi pada setiap formulasi dari hari ke hari akibat

pemanfaatan sumber karbon yang digunakan bakteri sebagai sumber energi

(Retnowati et al., 2011). Sumber karbon tersebut menjadi energi bagi bakteri juga

untuk mengaktifkan enzim-enzim yang digunakan dalam proses metabolisme bakteri

(Zuhri et al., 2013). Pola pertumbuhan B. pumilus LA4P hasil interaksi dengan

konsentrasi substrat LIA dan tepung ikan dengan variasi waktu inkubasi dapat dilihat

pada Gambar 3.

Jumlah sel bakteri yang diinokulasi ke dalam media perlakuan pada awal

inkubasi sebanyak 4,14 x 108 CFU/mL. Pertumbuhan sel B. pumilus LA4P pada

media perlakuan berkisar antara 4,36 hingga 29,56 x 108 CFU/mL. Isolat B. pumilus

LA4P memiliki aktivitas tertinggi pada hari ke-1 masa inkubasi atau 24 jam setelah

inokulasi pada media dengan komposisi LIA 3% dan tepung ikan 0,1% (L3T1).

Tingginya pertumbuhan pada media dengan LIA 3% disebabkan karena kandungan

LIA yang lebih tinggi dari perlakuan LIA 1% dan LIA 2% sehingga kandungan

selulosa yang bisa dimanfaatkan bakteri untuk pertumbuhan lebih banyak. Secara

umum setelah hari ke-1 masa inkubasi pertumbuhan bakteri cenderung fluktuatif.

Page 44: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

28

Jumlah bakteri yang fluktuatif tersebut masih berada dalam kriteria minimum

formulasi pupuk hayati tunggal menurut Peraturan Menteri Pertanian nomor 70 tahun

2011, yaitu 1 x 108 CFU/mL (Tabel 1).

Gambar 3. Grafik pertumbuhan sel B. pumilus LA4P hasil interaksikonsentrasi

substrat (LIA dan tepung ikan) dan waktu inkubasi. (Keterangan : L1

= LIA 1%, L2 = LIA 2%, L3 = 3%, T1 = tepung ikan 0,1%, T2 =

tepung ikan 0,2%, T3 = tepung ikan 0,3%).

Pertumbuhan bakteri B. pumilus LA4P paling terlihat jelas saat mengalami

fase eksponensial. Aktivitas-aktivitas yang cukup tinggi terjadi pada beberapa

perlakuan LIA 3% (L3) hari ke-1 dimana fase eksponensial mengalami titik optimum

pertumbuhan, sementara sebagian perlakuan mampu mencapai fase stasioner ketika

hari ke-3. Pada kelompok perlakuan LIA 3%, fase eksponensial terjadi pada rentang

waktu hari ke-0 hingga hari ke-1 waktu inkubasi. Pada perlakuan LIA 1% dan LIA

2% rerata fase eksponensial terjadi hingga hari ke-3 waktu inkubasi. Fase

eksponensial diduga terjadi karena adanya kandungan glukosa yang dimanfaatkan

bakteri sebagai sumber karbon. Penelitian Faizah et al. (2017) yang menggunakan

media dengan sumber karbon glukosa sebagai media tumbuh B. pumilus

menunjukkan pertumbuhan bakteri memasuki fase stasioner pada hari ke-4 setelah

inokulasi. Penelitian Munifah (2017) pada media selektif selulosa menunjukkan B.

pumilus mulai memasuki fase eksponensial akhir menuju fase stasioner pada hari ke-

4. Pertumbuhan yang cepat pada hari ke-0 hingga hari ke-3 diduga karena adanya

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

0 1 3 5 7 9 11

Lo

g s

el (

CF

U/m

L)

Waktu Inkubasi (Hari)

L1T1

L1T2

L1T3

L2T1

L2T2

L2T3

L3T1

L3T2

L3T3

Page 45: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

29

penambahan konsentrasi tepung ikan pada setiap perlakuan media. Tepung ikan

mengandung berbagai unsur-unsur seperti protein, air, abu, serat, dan nutrisi lainnya

yang bisa dimanfaatkan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan sel (Ramkumar

et al., 2016).

Pada Gambar 3. setelah hari ke-3 terjadi fluktuasi kurva pertumbuhan bakteri

B. pumilus LA4P. Kurva menunjukkan adanya penurunan dan kenaikan pertumbuhan

bakteri yang cenderung tidak terlalu berbeda signifikan. Hal ini disebabkan sebagian

bakteri mengalami pertumbuhan kembali setelah mengalami penurunan. Isolat bakteri

dapat tumbuh kembali karena adanya sumber nutrisi yang berasal dari sel-sel bakteri

yang telah mengalami kematian. Jasad bakteri mengalami penguraian sehingga dapat

dijadikan sumber nutrisi bagi sisa bakteri yang masih hidup (Respati et al., 2017).

Kondisi ini dimanfaatkan bakteri untuk mensintesis dan mengaktifkan enzim yang

dibutuhkan untuk proses metabolisme menggunakan sumber karbon lain (Sari, 2010).

4.5. Aktivitas Selulase B. pumilus LA4P pada Media Limbah Industri Agar-

Agar (LIA) dan Tepung Ikan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara variabel konsentrasi

LIA dan konsentrasi tepung ikan berpengaruh nyata terhadap aktivitas selulase

dengan nilai Sig. (0,000) ≤ 0,05. Ketiga faktor tersebut mempengaruhi aktivitas

selulase yang dihasilkan B. pumilus LA4P secara signifikan sehingga dilakukan uji

lanjut DMRT untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang terbaik dalam

menghasilkan aktivitas selulase. Adapun hasil uji lanjut DMRT berdasarkan ketiga

faktor dapat dilihat pada Tabel 7.

Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan rerata aktivitas selulase tertinggi yang

dihasilkan terjadi pada kelompok perlakuan konsentrasi LIA 2%. Nilai aktivitas

selulase tertinggi terjadi pada perlakuan konsentrasi LIA 2% dengan penambahan

tepung ikan 2% (L2T2) waktu inkubasi memasuki hari ke-1 yaitu sebesar 0,62±0,01

U/mL. Aktivitas selulase terendah yang dihasilkan terjadi pada kelompok perlakuan

konsentrasi LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L3T1) pada waktu

inkubasi hari ke-9, yaitu sebesar 0,20±0,00 U/mL. Perlakuan L2T2 hari ke-1 tidak

Page 46: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

30

berbeda nyata dengan beberapa perlakuan, diantaranya perlakuan konsentrasi LIA 1%

dengan penambahan tepung ikan 1% (L1T1) waktu inkubasi hari ke-3 dan perlakuan

konsentrasi LIA 2% dengan penambahan tepung ikan 3% (L2T3) waktu inkubasi hari

ke-11. Hal ini disebabkan karena tingkat aktivitas selulase yang hampir setara

tingginya dan dipengaruhi konsentrasi LIA sebagai substrat. Substrat pada media

memberi peranan penting untuk aktivitas enzim. Substrat yang dikonsumsi bakteri

dimanfaatkan sebagai sumber energi dengan memecah selulosa (Hutcheson et al.,

2011). Pada perlakuan konsentrasi LIA 3%, rerata aktivitas selulase berkisar antara

0,20 – 0,33 U/mL, lebih rendah dibandingkan aktivitas selulase pada media LIA 1%

dan 2%. Penelitian Munifah (2017) juga menunjukkan bahwa substrat LIA yang

dibutuhkan untuk memproduksi enzim selulase adalah 1,5% hingga 2,5% sementara

konsentrasi 3% tidak memberikan kenaikan aktivitas enzim.

Tabel 7. Hasil uji lanjut DMRT berdasarkan konsentrasi substrat (LIA dan tepung

ikan) terhadap aktivitas selulase B. pumilus LA4P (U/mL).

Konsentrasi

LIA

Konsentrasi

Tepung

Ikan

Aktivitas Selulase (U/mL)

H1 H3 H5 H7 H9 H11

1% (L1)

0,1% (T1) 0,34c-i

0,54o-p

0,23a-e

0,30b-i

0,38h-l

0,37g-l

0,2% (T2) 0,43e-j

0,42k-m

0,33f-k

0,30a-h

0,43l-n

0,40i-l

0,3% (T3) 0,57j-m

0,49m-p

0,27a-f

0,32e-j

0,42k-m

0,42l-m

2% (L2)

0,1% (T1) 0,49n-p

0,28a-g

0,26a-f

0,26a-f

0,24a-f

0,45l-o

0,2% (T2) 0,62o-p

0,28a-f

0,27a-f

0,27a-f

0,23a-f

0,46l-o

0,3% (T3) 0,48p 0,28

a-g 0,32

d-j 0,27

a-f 0,29

a-g 0,53

o-p

3% (L3)

0,1% (T1) 0,23o-p

0,22a-c

0,26a-f

0,22a-e

0,20a 0,27

a-b

0,2% (T2) 0,33f-k

0,23a-f

0,26a-f

0,21a-b

0,25a-f

0,21a-b

0,3% (T3) 0,21a-f

0,24a-f

0,26a-f

0,22a-d

0,25a-f

0,22a-e

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak

berpengaruh nyata pada taraf p≤0,05

LIA = limbah industri agar-agar (konsentrasi 1%, 2%, 3%)

T = tepung ikan (konsentrasi 0,1%; 0,2%; 0,3%)

H = waktu inkubasi (hari ke-1, 3, 5, 7, 9, 11)

Formulasi terbaik dari parameter aktivitas selulase ditinjau dari kombinasi

formula yang digunakan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi LIA 2% dengan

penambahan tepung ikan 2% (L2T2) waktu inkubasi hari ke-1 merupakan formulasi

Page 47: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

31

terbaik. Hal ini ditandai dengan tingginya aktivitas selulase yang terjadi. Aktivitas

selulase yang tinggi diduga terjadi karena konsentrasi LIA sebagai substrat dan enzim

berada dalam jumlah yang seimbang. Hal ini berkaitan dengan sisi aktif enzim

dimana semakin tinggi konsentrasi substrat maka sisi aktif enzim akan semakin

banyak mengikat substrat sehingga produk glukosa yang dihasilkan semakin banyak

(Putri, 2016). Sisi aktif enzim selulase memiliki konfigurasi ikatan ligan sebagai

pengikat substrat dan melakukan aktivitas katalik. Struktur β-sheet molekul selulase

terdapat lengkung konkaf yang memiliki celah dimana selulosa bisa terikat (Nauli,

2014). Penelitian Chinedu et al. (2011) menunjukkan ikatan ligan dapat

meningkatkan aktivitas selulase pada Aspergillus niger hingga tiga kali lipat.

Bakteri lebih cenderung menggunakan glukosa hasil hidrolisis enzim selulase

untuk pertumbuhan sehingga aktivitas selulolitik cenderung menurun (Al Bashori et

al., 2012). Hal ini terlihat pada aktivitas selulase hari ke-3 hingga hari ke-5 yang

mengalami penurunan. Penelitian Masfufatun (2011) menunjukkan penurunan

aktivitas selulase disebabkan semakin tinggi konsentrasi substrat maka semakin tinggi

viskositasnya sehingga probabilitas substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim

semakin kecil. Putri (2016) menjelaskan bahwa semakin banyak konsentrasi substrat

maka sisi aktif enzim yang terikat semakin banyak dan menyebabkan semakin banyak

selulosa yang dihidrolisis menjadi glukosa. Glukosa yang banyak seiring dengan

waktu inkubasi menyebabkan inhibisi produk glukosa karena glukosa akan menempel

pada sisi alosterik enzim sehingga sisi aktif enzim tidak bisa ditempati substrat. Pola

aktivitas selulase B. pumilus LA4P hasil interaksi dengan konsentrasi substrat LIA

dan tepung ikan dengan variasi waktu inkubasi dapat dilihat pada Gambar 7.

Aktivitas selulase yang dihasilkan B. pumilus LA4P pada media perlakuan

berkisar antara 0,20 – 0,62 U/mL. Aktivitas selulase cenderung mengalami penurunan

dan lebih stabil setelah hari ke-3 (Gambar 4). Berdasarkan kriteria Peraturan Menteri

Pertanian nomor 70 tahun 2011 (Tabel 2.) kelompok perlakuan LIA 1% dengan

penambahan 0,1%, 0,2%, dan 0,3% tepung ikan (L1T1, L1T2, dan L1T3) sebagian

besar telah memenuhi kriteria persyaratan minimum sebagai formula bahan pembawa

untuk bakteri selulolitik dengan aktivitas selulase minimum 0,3 U/mL. Aktivitas

Page 48: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

32

selulase yang dihasilkan pada kelompok perlakuan LIA 2% memenuhi kriteria pada

hari ke-1 inkubasi (L2T1, L2T2, dan L2T3), sedangkan semua perlakuan LIA 3%

belum memenuhi kriteria persyaratan minimum aktivitas selulase berdasarkan

Peraturan Menteri Pertanian nomor 70 tahun 2011 dikarenakan nilai aktivitas selulase

yang masih dibawah 0,3 U/mL.

Gambar 4. Grafik aktivitas selulase B. pumilus LA4P hasil interaksi antara

konsentrasi substrat (LIA dan tepung ikan) dan waktu inkubasi.

(Keterangan : L1 = LIA 1%, L2 = LIA 2%, L3 = 3%, T1 = tepung

ikan 0,1%, T2 = tepung ikan 0,2%, T3 = tepung ikan 0,3%).

LIA menjadi sumber selulosa pada media pertumbuhan dan menjadi

penginduksi untuk sekresi enzim selulase oleh B. pumilus LA4P. Produksi enzim tak

lepas dari pertumbuhan sel hingga akhir fase eksponensial sel (Sonia & Kusnadi,

2015). Hal ini terlihat pada hari pertama inkubasi yang merupakan nilai aktivitas

selulase tertinggi dengan peningkatan jumlah sel pada fase pertumbuhan hari pertama

(Gambar 6). Rahayu et al. (2014) menyatakan tingkat aktivitas selulase tertinggi

untuk bakteri Bacillus sp. pada umumnya terjadi setelah 24 jam pertumbuhan.

Selulase pada bakteri akan menghidrolisis selulosa menjadi komponen yang lebih

sederhana dengan produk utama glukosa, selobiosa, dan selooligosakarida. Penurunan

aktivitas selulase setelah hari ke-1 inkubasi terjadi karena bakteri tidak mampu

mendegradasi selulosa secara sempurna, sebab biosintesis selulase dipengaruhi

selulosa pada substrat yang telah dimanfaatkan bakteri untuk pertumbuhan sel

(Murtiyaningsih & Hazmi, 2017).

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

1 3 5 7 9 11

Akti

via

s S

elula

se (

U/m

L)

Waktu Inkubasi (Hari)

L1T1

L1T2

L1T3

L2T1

L2T2

L2T3

L3T1

L3T2

L3T3

Page 49: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

33

4.6. Produksi Fitohormon Indole-3-Acetic Acid (IAA) B. pumilus LA4P pada

Media Limbah Industri Agar-Agar (LIA) dan Tepung Ikan

Uji produksi fitohormon IAA dilakukan secara kuantitatif untuk mengetahui

konsentrasi IAA yang dihasilkan B. pumilus LA4P ke dalam media formulasi substrat

LIA dan tepung ikan dengan waktu inkubasi serta untuk menentukan formulasi

terbaik sesuai dengan kriteria Peraturan Menteri Pertanian nomor 70 tahun 2011.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara variabel konsentrasi

LIA dan konsentrasi tepung ikan berpengaruh nyata terhadap produksi IAA dengan

nilai Sig. (0,000) ≤ 0,05. Adanya pengaruh yang signifikan terhadap produksi IAA

maka dilakukan uji lanjut DMRT untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang

terbaik dalam menghasilkan fitohormon IAA. Adapun hasil uji lanjut DMRT

berdasarkan ketiga faktor dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil uji lanjut DMRT berdasarkan konsentrasi substrat (LIA dan tepung

ikan) terhadap produksi IAA B. pumilus LA4P (ppm).

Konsentrasi

LIA

Konsentrasi

Tepung

Ikan

Kadar IAA (ppm)

H1 H3 H5 H7 H9 H11

1% (L1)

0,1% (T1) 0,00a 0,06

a-c 0,18

a-e 0,32

c-j 0,77

m-o 0,61

i-n

0,2% (T2) 0,02a-b

0,08a-d

0,17a-d

0,35i-n

0,76l-o

0,64g-n

0,3% (T3) 0,08a-d

0,09a-d

0,27a-g

0,69l-o

0,66k-n

0,68k-o

2% (L2)

0,1% (T1) 0,52f-n

0,62i-n

0,29a-f

0,37d-k

0,54l-o

0,60l-o

0,2% (T2) 0,33a-h

0,55g-n

0,24a-f

0,55g-n

0,58h-n

0,65k-n

0,3% (T3) 0,25i-n

0,59i-n

0,31b-i

0,45e-l

0,60i-n

0,71o

3% (L3)

0,1% (T1) 0,45e-l

0,45e-l

0,65k-n

0,75i-n

0,46e-m

0,63j-n

0,2% (T2) 0,47e-n

0,47e-n

0,72l-o

0,53f-n

0,52f-n

0,60k-o

0,3% (T3) 0,45e-l

0,46e-m

0,78n-o

0,68k-o

0,52i-n

0,56g-n

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak

berpengaruh nyata pada taraf p≤0,05

LIA = limbah industri agar-agar (konsentrasi 1%, 2%, 3%)

T = tepung ikan (konsentrasi 0,1%; 0,2%; 0,3%)

H = waktu inkubasi (hari ke-1, 3, 5, 7, 9, 11)

Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa konsentrasi IAA tertinggi terjadi

pada perlakuan konsentrasi LIA 3% dengan penambahan tepung ikan 0,3% (L3T3)

waktu inkubasi memasuki hari ke-5 yaitu sebesar 0,78±0,01 ppm (Tabel 8).

Page 50: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

34

Perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi LIA 1% dengan

penambahan tepung ikan 0,1% (L1T1) dan 0,2% (LIT2) waktu inkubasi memasuki hari

ke-9. Konsentrasi IAA terendah terjadi pada perlakuan konsentrasi LIA 1% dengan

penambahan tepung ikan 0,1% (L1T1) waktu inkubasi hari ke-1 yaitu sebesar

0,00±0,00 ppm. Hal ini diduga karena konsentrasi substrat yang rendah dibandingkan

dengan perlakuan lainnya sehingga membutuhkan waktu inkubasi lebih lama untuk

menghasilkan IAA.

Hasil yang tertera pada Tabel 8. menunjukkan formulasi terbaik dari interaksi

konsentrasi substrat dan waktu inkubasi terhadap produksi IAA pada B. pumilus

LA4P menunjukkan bahwa formulasi LIA 3%, tepung ikan 0,3% (L3T3) dan waktu

inkubasi hari ke-5 merupakan hasil terbaik. Hal ini terlihat dari tingginya produksi

IAA yang dihasilkan. Aktivitas produksi IAA yang tinggi disebabkan oleh tingginya

kandungan nutrisi yang digunakan untuk melakukan biosintesis IAA. Penambahan

tepung ikan yang mengandung protein kaya akan asam amino juga memicu tingginya

produksi IAA. Pembentukan IAA dipicu adanya asam amino L-triptofan sebagai

prekursor dalam pembentukan IAA yang merangsang terjadinya peningkatan sintesis

IAA (Danapriatna, 2014). Penelitian Chaiharn & Lumyong (2011) dan Susilowati et

al. (2018) menunjukkan sebagian besar isolat bakteri akan memproduksi IAA lebih

tinggi ketika ada penambahan prekursor triptofan dan sintesis IAA akan melalui jalur

Trp-pathways. Tingkat produksi fitohormon IAA yang dihasilkan B. pumilus LA4P

pada kombinasi media LIA dan tepung ikan dengan variasi waktu inkubasi tertera

pada Gambar 5.

Produksi IAA yang dihasilkan B. pumilus LA4P pada semua media perlakuan

berkisar antara 0,00 – 0,78 ppm. Konsentrasi IAA yang diproduksi dari B. pumilus

LA4P waktu inkubasi hari pertama hingga hari ke-9 rerata cenderung mengalami

peningkatan. Konsentrasi IAA yang diproduksi oleh B. pumilus LA4P dapat

dinyatakan memenuhi kriteria berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 70

tahun 2011, yaitu produksi IAA memiliki konsentrasi diatas 0,00 ppm (Tabel 2.).

Hanya perlakuan konsentrasi LIA 1% dengan penambahan tepung ikan 0,1% (L1T1)

waktu inkubasi hari ke-1 yang tidak memproduksi IAA. Hal ini dimungkinkan karena

Page 51: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

35

adaptasi bakteri dengan komposisi LIA dan tepung ikan yang sedikit dibandingkan

perlakuan lainnya. Sukmadi (2012) menyatakan bahwa komposisi media sangat

berpengaruh terhadap konsentrasi IAA yang dihasilkan bakteri.

Gambar 5. Grafik produksi IAA B. pumilus LA4P hasil interaksi antara konsentrasi

substrat (LIA dan tepung ikan) san waktu inkubasi. (Keterangan : L1 =

LIA 1%, L2 = LIA 2%, L3 = 3%, T1 = tepung ikan 0,1%, T2 = tepung

ikan 0,2%, T3 = tepung ikan 0,3%).

Hasil penelitian Patil et al. (2011) menunjukkan bakteri mulai menghasilkan

IAA pada fase-fase awal pertumbuhan bakteri. Peningkatan produksi IAA sepanjang

waktu inkubasi hingga hari ke-9 masih terkait dengan tingkat kestabilan kualitas

formulasi media. Penelitian Antonius et al. (2014) menunjukkan bahwa terjadi

kenaikan konsentrasi IAA selama masa penyimpanan pupuk hayati sementara pupuk

hayati yang disimpan dengan waktu yang relatif lebih singkat memiliki kandungan

IAA yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena IAA disekresikan pada saat

kondisi lingkungan tempat tumbuh (media) bakteri semakin berkurang kandungan

nutrisinya dan kemungkinan IAA disekresikan pada masa-masa istirahat seperti

produksi metabolit sekunder. Jika persediaan glukosa pada media habis untuk proses

pertumbuhan bakteri maka sel bakteri cenderung akan menggunakan L-triptofan

sebagai sumber energi (Sukmadi, 2012).

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1 3 5 7 9 11

Konse

ntr

asi

Auksi

n

(ppm

)

Waktu Inkubasi (Hari)

L1T1

L1T2

L1T3

L2T1

L2T2

L2T3

L3T1

Page 52: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

36

4.7. Nilai Derajat Keasaman (pH) Media Limbah Industri Agar-Agar selama

Masa Inkubasi

Pengukuran nilai pH dilakukan untuk mengetahui perubahan derajat keasaman

yang terjadi pada media perlakuan selama masa inkubasi akibat dari adanya aktivitas

metabolisme bakteri. Hasil analisis ragam pada media perlakuan menunjukkan bahwa

interaksi dari ketiga faktor perlakuan (konsentrasi LIA, konsentrasi tepung ikan, dan

waktu inkubasi) tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai pH pada media

tumbuh bakteri B. pumilus LA4P (sig. >0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi

perlakuan serta waktu inkubasi tidak mempengaruhi kondisi pH media tumbuh. Nilai

pH media LIA yang dikombinasikan dengan tepung ikan rucah tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Rerata nilai pH berdasarkan konsentrasi substrat (LIA dan tepung ikan) dan

waktu inkubasi.

Konsentrasi

LIA

Konsentrasi

Tepung

Ikan

Nilai pH

H1 H3 H5 H7 H9 H11

1% (L1)

0,1% (T1) 7,00 7,25 7,50 8,00 8,00 8,00

0,2% (T2) 7,00 7,50 7,50 8,00 8,00 8,00

0,3% (T3) 7,00 7,00 7,50 7,75 8,00 8,50

2% (L2)

0,1% (T1) 6,75 7,50 7,50 7,50 7,50 7,75

0,2% (T2) 6,50 7,50 7,50 7,25 7,50 7,75

0,3% (T3) 6,50 7,50 7,50 7,50 8,00 7,75

3% (L3)

0,1% (T1) 7,00 7,00 7,50 8,00 8,00 7,75

0,2% (T2) 6,50 7,00 7,25 8,00 8,00 7,75

0,3% (T3) 6,50 7,00 7,50 8,00 8,00 7,75

Keterangan : LIA = limbah industri agar-agar (konsentrasi 1%, 2%, 3%)

T = tepung ikan (konsentrasi 0,1%; 0,2%; 0,3%)

H = waktu inkubasi (hari ke-1, 3, 5, 7, 9, 11)

Nilai pH awal dari semua media perlakuan sebelum diinokulasikan bakteri

mencapai 6,5. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rerata nilai pH yang dihasilkan

seluruh perlakuan selama 11 hari masa inkubasi mencapai 6,5 – 8,5 dan cenderung

terus mengalami kenaikan nilai pH hingga hari terakhir masa inkubasi (Tabel 9).

Prima et al. (2015) menyatakan bahwa pH optimum bakteri untuk produksi enzim

selulase berkisar antara 6 – 8. Susanti (2011) menyatakan enzim memiliki pH

optimum yang khas dan umumnya hanya aktif pada kisaran pH yang terbatas.

Page 53: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

37

Perubahan pH mempengaruhi ionisasi gugus fungsi sisi aktif enzim yang dapat

menyebabkan perubahan konformasi enzim selulase dan sifat katalitiknya. Sementara

itu Larosa et al. (2013) menyatakan kondisi pH yang optimum untuk menghasilkan

fitohormon IAA berkisar antara 6 – 7,5. Produksi IAA pada media yang mengandung

prekursor L-triptofan maksimal terjadi pada kondisi pH 7,5. Kondisi media yang

terlalu asam akan mengganggu kinerja enzim-enzim yang mengkatalis prekursor L-

triptofan menjadi IAA. Semakin tinggi nilai pH media menunjukkan pertumbuhan

dan produksi IAA yang meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Balaji et al.

(2012) yang menunjukkan IAA diproduksi secara optimal pada kondisi pH 7. Grafik

rerata nilai pH media selama masa inkubasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik nilai pH pada media perlakuan B. pumilus LA4P hasil interaksi

antara konsentrasi substrat (LIA dan tepung ikan) dan waktu inkubasi.

(Keterangan : L1 = LIA 1%, L2 = LIA 2%, L3 = 3%, T1 = tepung

ikan 0,1%, T2 = tepung ikan 0,2%, T3 = tepung ikan 0,3%).

Pada Gambar 6. terlihat bahwa rerata media perlakuan terjadi peningkatan

nilai pH dari waktu inkubasi hari ke-1 hingga hari ke-11. Kriteria khusus pupuk

hayati berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 70 tahun 2011 tentang

persyaratan kadar nilai pH yang dihasilkan bakteri pada bahan pembawa

menunjukkan bahwa nilai pH perlakuan selama 11 hari masa inkubasi masih

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

7,5

8,0

8,5

9,0

1 3 5 7 9 11

Nil

ai D

eraj

at K

easa

man

Waktu Inkubasi (Hari)

L1T1

L1T2

L1T3

L2T1

L2T2

L2T3

L3T1

L3T2

L3T3

Page 54: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

38

memenuhi persyaratan optimum yang ditetapkan, yaitu sebesar 5-8 (Tabel 1) kecuali

pada perlakuan konsentrasi LIA 1% dengan penambahan tepung ikan 0,3% (L1T3)

waktu inkubasi memasuki hari ke-11 yang nilainya mencapai 8,5.

Nilai pH tertinggi terjadi pada perlakuan konsentrasi LIA 1% dengan

penambahan tepung ikan 0,3% (L1T3) waktu inkubasi hari ke-11 yang nilainya

mencapai 8,5. Nilai derajat keasaman terendah terjadi perlakuan konsentrasi LIA 2%

dengan penambahan tepung ikan 0,2% (L2T2) dan 0,3% (L2T3) waktu inkubasi hari

ke-1 dan dengan nilai pH 6,5. Penelitian Munifah (2017) menunjukkan B. pumilus

pada media LIA 2,5% memiliki nilai optimum 7. Namun aktivitas pertumbuhan

setelah fase stasioner pertumbuhan sel (Gambar 3) terjadi peningkatan pH setelah hari

ke-3. Sebagian besar perlakuan mulai memasuki titik optimum derajat keasaman pada

hari ke-7 hingga hari ke-9 yang nilainya mencapai 7,5 hingga 8. Peningkatan pH

diduga disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan akibat dari pemanfaatan

glukosa lebih lanjut oleh bakteri yang juga menyebabkan fluktuasi pertumbuhan.

Wihansah et al. (2018) menyatakan keberadaan glukosa mendukung kinerja pompa

proton yang menjadi faktor utama dalam homeostasis pH dalam mengatur keluar-

masuknya proton. Ketika nilai pH intrasel menjadi asam akibat dari kondisi

lingkungan yang asam, maka proton akan dipompa keluar sel sehingga membuat

kondisi lingkungan stabil untuk pertumbuhan sel dan menaikkan nilai pH. Perubahan

ini akan memudahkan pemecahan selulosa oleh enzim yang diproduksi mikroba

selulolitik. Selulosa bisa dipecah menjadi monomer glukosa dengan hidrolisis

enzimatik. Enzim eksoglukosa bekerja terhadap ujumg rantai polisakarida dan

menghasilkan selobiosa yang pada akhirnya dipecah menjadi 2 molekul glukosa yang

merupakan produk utama hidrolisis selulosa (Putri et al., 2015).

4.8. Perlakuan Terbaik dari Media Limbah Industri Agar-Agar (LIA)

Perlakuan terbaik dipilih berdasarkan nilai aktivitas selulase dan konsentrasi

IAA yang dihasilkan berada pada nilai yang tinggi pada waktu yang sama. Hal ini

akan membuat B. pumilus LA4P lebih mudah untuk dimanfaatkan pada LIA sebagai

bahan baku pupuk hayati. Hasil uji aktivitas selulase dan IAA menunjukkan adanya

Page 55: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

39

perbedaan nilai tertinggi pada perlakuan dan waktu yang berbeda. Nilai aktivitas

selulase tertinggi terjadi pada perlakuan konsentrasi LIA 2% dengan penambahan

tepung ikan 2% (L2T2) waktu inkubasi memasuki hari ke-1 (Tabel 7) namun pada

waktu yang bersamaan produksi fitohormon IAA tergolong rendah, yaitu sebesar 0,33

ppm (Tabel 8). Konsentrasi IAA tertinggi terjadi pada perlakuan konsentrasi LIA 3%

dengan penambahan tepung ikan 0,3% (L3T3) waktu inkubasi memasuki hari ke-5

(Tabel 8) namun tingkat aktivitas selulase tidak tinggi, yaitu sebesar 0,26 U/mL

(Tabel 7).

Berdasarkan hasil uji aktivitas selulase dan uji fitohormon IAA secara

kuantitatif, perlakuan terbaik dari yaitu perlakuan konsentrasi LIA 2% dengan

penambahan tepung ikan 0,3% (L2T3) waktu inkubasi hari ke-11. Hal ini karena

perlakuan tersebut memiliki nilai aktivitas selulase dan fitohormon yang tinggi di

waktu yang bersamaan meskipun bukan nilai yang paling tinggi. Nilai aktivitas

selulase yang dihasilkan sebesar 0,53 U/mL, sementara konsentrasi IAA yang

dihasilkan sebesar 0,71 ppm. Aktivitas selulase yang tinggi menandakan

pertumbuhan bakteri yang semakin baik karena adanya sumber glukosa, sehingga

bakteri dapat memanfaatkan triptofan secara optimum untuk dijadikan sumber energi

dan menghasilkan IAA pada waktu yang bersamaan (Sukmadi, 2012). Kondisi ini

juga didukung dengan komponen selulosa yang sangat tinggi pada LIA, yakni

mencapai 77,65% (Munifah, 2017). Hasil uji aktivitas selulase dan uji fitohormon

IAA juga akan menunjang efektivitas pengaplikasian pupuk hayati dari segi

pertanian, sebab pemecahan selulosa akan memudahkan bakteri dalam memperoleh

nutrisi dan melakukan pertumbuhan sel. Kondisi ini yang memicu IAA sebagai zat

pengatur tumbuh dapat dihasilkan bakteri dan dimanfaatkan oleh tumbuhan.

Keberadaan IAA digunakan tumbuhan untuk mengontrol proses fisiologi dan

mengatur perpanjangan dalam batang maupun akar (Larosa et al., 2013).

Page 56: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Bacillus pumilus LA4P dapat berpotensi sebagai agen pengembangan pupuk

hayati berbasis limbah industri agar-agar (LIA) berdasarkan uji zona bening pelarut

fosfat, pelarut kalium, dan aktivitas selulase.

Perlakuan terbaik dari hasil kombinasi antara konsentrasi LIA dan konsentrasi

tepung ikan terhadap aktivitas selulase dan produksi fitohormon IAA adalah

kombinasi perlakuan konsentrasi LIA 2% dengan penambahan tepung ikan 0,3%

(L2T3) waktu inkubasi hari ke-11 dimana nilai aktivitas selulase yang dihasilkan

sebesar 0,53 U/mL, sementara konsentrasi IAA yang dihasilkan sebesar 0,71 ppm.

5.2. Saran

Pengembangan bakteri B. pumilus LA4P sebagai agen pupuk hayati pada

media LIA diperlukan adanya pengujian unsur-unsur hara lain dengan menggunakan

konsorsium bakteri jenis lain untuk dikombinasikan dengan B. pumilus LA4P

sehingga dapat diaplikasikan untuk pertumbuhan tanaman tertentu dan manfaat yang

didapatkan lebih variatif.

Page 57: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

41

DAFTAR PUSTAKA

A’ini, Z. F. (2013). Isolasi dan identifikasi bakteri penghasil IAA (Indole-3-acetid

acid) dari tanah dan air di Situgunung, Sukabumi. Faktor Exacta, 6(3), 231-

240.

Afif, A. K. (2011). Pemanfaatan limbah padat proses pengolahan agar PT Agarindo

Bogatama sebagai media tanam hortikultura. Skripsi. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Akhtar, M. S., & Siddiqui, Z. A. (2009). Effects of phosphate solubilizing

microorganisms and Rhizobium sp. on the growth, nodulation, yield and

root-rot disease complex of chickpea under field condition. African Journal

of Biotechnology, 8, 3489-3496.

Al Bashori, K., Mulyani, N. S., & Aminin, A. L. N. (2012). Isolasi komunitas bakteri

termofilik selulolitik dari kompos serta identifikasi fenotipik dan genotipik

dengan metode Sscp. Jurnal Sains dan Matematika., 20(2), 46-53.

Anand, A. A. P., Vennison, S. J., Sankar, S. G., Prabhu, D. I. G., Vasan, P. T.,

Raghuraman, T., Geoffrey, C. J., & Vendan, S. E. (2010). Isolation and

characterization of bacteria from the gut of Bombyx mori that degrade

cellulose, xylan, pectin and starch and their impact on digestion. Journal of

Insect Science, 10(7), 1-20.

Angraini, E. (2015). Kajian potensi bakteri pelarut kalium dari lahan penambangan

batu kapur Palimanan Cirebon. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anindyawati, T. (2010). Potensi selulase dalam mendegradasi lignoselulosa limbah

pertanian untuk pupuk organik. Berita Selulosa, 45(2), 70-77.

Antonius, S., Agustyani, D., Imamuddin, H., Dewi, T. K., & Laili, N. (2014). Kajian

bakteri penghasil hormon tumbuh IAA sebagai pupuk organik hayati dan

kandungan IAA selama penyimpanan. Prosiding Semnas Pertanian Organik,

279-285.

Assadad, L., Hakim, A. R., & Widianto, T. N. (2015). Mutu tepung ikan rucah pada

berbagai proses pengolahan. Prosiding Semnas UGM, 53-62.

Balaji, N., Lavanya, S. S., Muthamizhselvi, S., & Tamilarasan, K. (2012).

Optimization of fermentation condition for indole acetic acid production by

Pseudomonas sp. International Journal of Advances in Biotechnology

Research, 3(4), 797-803.

Basmal, J. (2009). Prospek pemanfaatan rumput laut sebagai bahan pupuk organik.

Squalen, 4(1), 1-8.

Page 58: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

42

Basmal, J., Hermana, I., & Sardino. (2016). Pemanfaatan tepung ampas dari ekstraksi

agar untuk bahan pupuk tanaman. JPB Kelautan dan Perikanan, 11(2), 195-

212.

Basak, B. B., & Biwas, D. R. (2009). Influence of potassium solubilizing

microorganism (Bacillus mucilaginosus) and waste mica on potassium

uptake dynamics by sudan grass (Sorghum vulgare Pers.) grown under two

alfisols. Plant Soil, 3(17), 235-255.

Bhattacharyya, P. N., & Jha, D. K. (2012). Plant growth-promoting rhizobacteria

(PGPR): emergence in agriculture. World Journal of Microbiology and

Biotechnology, 28, 1327–1350.

Boiero, L., Perrig, D., Masciarelli, O., Penna, C., Cassan, F., & Luna, V. (2007).

Phytohormone production by three strains of Bradyrhizobium japonicum and

possible physiological and technological implications. Applied Microbiology

and Biotechnology, 74, 874-880.

Caton, I. R. (2007). Abundance of nifH genes in urban, agricultural, and pristine

prairie streams exposed to different levels of nitrogen loading. Thesis.

Wichita State University.

Chaiharn, M., & Lumyong, S. (2011). Screening and optimization of indole-3-acetic

acid production and phosphate solubilization from rhizobacteria aimed at

improving plant growth. Current Microbiology, 62, 173-181.

Chen, H. (2014). Biotechnology of Lignocellulose: Theory and Practice. Chemical

Industry Press. Beijing.

Chen, Y. P., Rekha, P. D., Arun, A. B., Shen, F. T., Lai, W. A., & Young, C. C.

(2006). Phosphate solubilizing bacteria from subtropical soil and their

tricalcium phosphate solubilizing abilities. Applied Soil Ecology, 34, 33–41.

Chinedu, S, N., Nwinyi, O. C., Okafor, U. A., & Okochi, V. I. (2011). Kinetic study

and characterization of 1,4-β-endoglucanase of Aspergillus niger ANL301.

Dynamic Biochemistry, 5, 41-46.

Choo, Q. C., Samian, M. R., & Najimudin, N. (2003). Phylogeny and characterization

of three nifH-homologous genes from Paenibacillus azotofixans. Applied

and Environmental Microbiology, 69, 3658-3662.

Chung, H., Park, M., Madhaiyan, M., Seshadri, S., Song, J., Cho, H., & Sa, T. (2005).

Isolation and characterization of phosphate solubilizing bacteria from the

rhizosphere of crop plants of Korea. Soil Biology and Biochemistry, 37,

1970–1974.

Danapriatna, N. (2014). Faktor yang mempengaruhi biosintesis IAA oleh

Azospirilium. Jurnal Ilmiah SOLUSI, 1(2), 82-88.

Page 59: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

43

Deubel, A., Gransee, & Merbach, W. (2000). Transformation of organic rhizodeposits

by rhizoplane bacteria and its influence on the availability of tertiary calcium

phosphate. Journal of Plant Nutrition and Soil Science, 163, 387-392.

Etesami, H., Rmami, S., & Alikhani, H. A. (2017). Potassium solubilizing bacteria

(KSB): Mechanisms, promotion of plant growth, and future prospects.

Journal of Soil Science & Plant Nutrition, 17(4), 897-911.

Faizah, L. N., Budiharjo, A., & Kusdiyanti, E. (2017). Optimasi pertumbuhan dan

potensi antagonistik Bacillus pumilus terhadap patogen Xanthomonas

campestris serta identifikasi molekuler gen penyandi PKS dan NRPS. Jurnal

Biologi, 6(1), 38-48.

Figueiredo, M. V. B., Seldin, L., Araujo, F. F., & Mariano, R. L. R. (2011). Plant

growth promoting rhizobacteria:fundamentals and applications. In:

Maheshwari, D. K. Plant Growth and Health Promoting Bacteria. Springer-

Verlag, Berlin, Heidelberg, pp. 21–42.

From, C., Hormazabal, V., & Granum, P. E. (2006). Food poisoning associated with

pumilacidin-producing Bacillus pumilus in rice. International Journal of

Food Microbiology, 115, 319-324.

Gray, E. J., & Smith, D. L. (2005). Intracellular and extracellular PGPR:

commonalities and distinctions in the plant–bacterium signaling processes.

Soil Biology and Biochemistry, 37, 395–412.

Gremel, G., Dorrer, M., & Schmoll, M. (2008). Sulphur metabolism and cellulase

gene expression are connected processes in the filamentous fungus Hypocrea

jecorina. BMC Microbiology, 8, 174.

Han, L., Huo, P., Chen, H., Li, S., Jiang, Y., Li, L., Xu, L., Jiang, C., & Huang, X.

(2014). New derivatives of nonactic and homononactic acids from Bacillus

pumilus derived from Breynia fruticosa. Chemistry and Biodiversity, 11(7),

1088-1098.

Handajani, H., Hastuti, D. S., & Sujono (2013). Penggunaan berbagai asam organik

dan bakteri asam laktat terhadap nilai nutrisi limbah ikan. Jurnal Ilmu

Perairan, 2(3), 126-132.

Haris, H. & Nafsiyah, I. (2019). Formulasi campuran limbah ikan dan ikan rucah

terhadap kandungan dan daya cerna protein tepung ikan. Majalah BIAM,

15(2), 82-93.

Hernandez, J. P., de Bashan, L. E., Rodriguez, D. J., Rodriguez, Y., & Bashan, Y.

(2009). Growth promotion of the freshwater microalga Chlorella vulgaris by

the nitrogen-fixing, plant growth-promoting bacterium Bacillus pumilus

from arid zone soils. European Journal of Soil Biology, 45, 88-93.

Page 60: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

44

Hutcheson, S. W., Zhang, H., & Suvorov, M. (2011). Carbohydrase systems of

Saccharophagus degradans degrading marine complex polysaccharides.

Marine Drugs, 9, 645-665.

Joo, G. J., Kim, Y. M., & Lee, I. J. (2004). Growth promotion of red pepper plug

seedlings and the production of gibberellins by Bacillus cereus, Bacillus

macroides and Bacillus pumilus. Biotechnology Letters, 26(6), 487-491.

Khan, A. G. (2005). Role of soil microbes in the rhizospheres of plants growing on

trace metal contaminated soils in phytoremediation. Journal of Trace

Elements in Medicine and Biology, 18, 355–364.

Khan, M. S., Zaidi, A., Wani, P. A., & Oves, M. (2009). Role of plant growth

promoting rhizobacteria in the remediation of metal contaminated soils.

Environmental Chemistry Letters, 7, 1–19.

Kim, J., & Rees, D. C. (1994). Nitrogenase and biological nitrogen fixation.

Biochemistry, 33, 389–397.

KKP. (2012). Buku Statistik Kelautan dan Perikanan. Pusat Data Statistik dan

Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Kloepper, J. W. (2003). A review of mechanisms for plant growth promotion by

PGPR. In: Reddy, M. S., Anandaraj, M., Eapen, S. J., Sarma, Y. R., &

Kloepper, J. W. (Eds.), Abstracts and Short Papers. 6th International PGPR

Workshop, 5–10 October 2003, Indian Institute of Spices Research, Calicut,

India, pp. 81–92.

Kloepper, J. W., Gutierrez-Estrada, A., & Mclnroy, J. A. (2007). Photoperiod

regulates elicitation of growth promotion but not induced resistance by plant

growth-promoting rhizobacteria. Canadian Journal of Microbiology, 53(2),

159–167.

Kloepper, J. W. & Schroth, M. N. (1978). Plant growth promoting rhizobacteria on

radishes. In: Proceedings of the IVth international conference on plant

pathogenic bacteria, Argers, France: Station de Pathologie Vegetale et

Phytobacteriologyie, INRA, pp 879–882.

Kumar, V., Behl, R. K., & Narula, N. (2001). Establishment of phosphate solubilizing

strains of Azotobacter chroococcum in the rhizosphere and their effect on

wheat cultivars under greenhouse conditions. Microbiology Research, 156,

87–93.

Kumar, S., Gupta, R., Kumar, G., Sahoo, D., & Kuhad, R. C. (2013). Bioethanol

production from Gracilaria verrucosa, a red alga, in a biorefinery approach.

Bioresource Technology, 135, 150-156.

Larasati, E. D., Rukmi, M. G. I., Kusdiyantini, E., & Ginting, R. C. B. (2018). Isolasi

dan identifikasi bakteri pelarut fosfat dari tanah gambut. Bioma, 20(1), 1-8.

Page 61: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

45

Larosa, S. F., Kusdiyantini, E., Raharjo, B., & Sarjiya, A. (2013). Kemampuan isolat

bakteri penghasil indole acetic acid (IAA) dari tanah gambut Sampit,

Kalimantan Tengah. Jurnal Biologi, 2(3), 41-54.

Lee, S., Reth, A., Meletzus, D., Sevilla, M., & Kennedy, C. (2000). Characterization

of major cluster of nif, fix, and associated genes in sugarcane endophyte,

Acetobacter diazotrophicus. Journal of Bacteriology, 182(24), 7088-7091.

Lestari, M. D., Sudarmin, & Harjono. (2018). Ekstraksi selulosa dari limbah

pengolahan agar menggunakan larutan NaOH sebagai prekursor bioetanol.

Indonesian Journal of Chemical Science, 7(3), 237-241.

Li, D., Ni, K., Zhang, Y., Lin, Y., & Yang, F. (2018). Influence of lactic acid

bacteria, cellulase, cellulase-producing Bacillus pumilus and their

combinations on alfalfa silage quality. Journal of Integrative Agriculture,

17(12), 2768-2782.

Li, F. C., Li, S., Yang, Y. Z., & Cheng, L. J. (2006). Advances in the study of

weathering products of primary silicate minerals, exemplified by mica and

feldspar. Acta Petroleum Mineral, 25, 440-448.

Lian, B., Fu, P. Q., Mo, D. M., & Liu, C. Q. (2002). A comprehensive review of the

mechanism of potassium release by silicate bacteria. Acta Mineral Sinica,

22, 179–183.

Liu, D., Lian, B., & Dong, H. (2012). Isolation of Paenibacillus sp. and assessment of

its potential for enhancing mineral weathering. Geomicrobiology Journal,

29, 413-421.

Man, L. Y., Cao, X. Y., & Sun, D. S. (2014). Effect of potassium-solubilizing

bacteria-mineral contact mode on decompotition behavior of potassium-rich

shale. China Journal Nonferrous Metals, 2(4), 48-52.

Masfufatun. (2011). Isolasi dan Karakterisasi Enzim Selulase. Universitas Wijaya

Kusuma. Surabaya.

Masithah, E. D., Ariesma, N., & Cahyoko, Y. (2011). Pengaruh pemberian bakteri

Bacillus pumilus pada rumen sapi sebagai pupuk terhadap pertumbuhan

Dunaliela salina. Jurnal Kelautan, 4(1), 82-89.

Mihalache, G., Mihasan, M., Zamfirache, M. M., Stefan, M., & Raus, L. (2018).

Phosphate solubilizing bacteria from runner bean rhizosphere and their

mechanism of action. Romanian Biotechnology, 23(4), 13853-13861.

Munifah, I. (2017). Bakteri penghasil selulase dan potensinya sebagai pendegradasi

limbah padat industri agar-agar. Thesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Munifah, I., Sunarti, T. C., Irianto, E. H., & Meryandini, A. (2015). Biodegradation

of solid wastes of agar seaweed processing industry by indigenous

Page 62: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

46

cellulolytic Bacillus pumilus LA4P. Bioscience and Biotechnology Research

Asia, 12(3), 1957-1964.

Murtiyaningsih, H., & Hazmi, M. (2017). Isolasi dan uji aktivitas enzim selulase pada

bakteri selulolitik asal tanah sampah. Agritop, 15(2), 293-308.

Mushoffa. (2012). Isolasi dan identifikasi bakteri selulolitik dari feses kambing.

Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Nadeem, S. M., Zahir, Z. A., Naveed, M., Arshad, M., & Shahzad, S. M. (2006).

Variation in growth rhizobacteria and ion uptake of maize due to inoculation

with plant growth promoting under salt stress. Soil Environment, 25, 78-84.

Nahas, E. (1996). Factors determining rock phosphate solubilization by

microorganism isolated from soil. World Journal of Microbiology and

Biotechnology, 12, 18-23.

Nauli, T. (2014). Penentuan sisi aktif selulase Aspergillus niger dengan Docking

Ligan. Jurnal Kimia Terapan Indonesia, 16(2), 94-100.

Nicholson, W. L., Munakata, N., Horneck, G., Melosh, H. J., & Setlow, P. (2000).

Resistance of Bacillus endospores to extreme terrestrial and extraterrestrial

environments. Microbiology and Molecular Biology Reviews, 64, 548-572.

Nurhayati, & Kusumawati, R. (2014). Sintesis selulosa asetat dari limbah pengolahan

agar. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 9(2),

97-107.

Padaria, J. C., Sarkar, K., Lone, S. A., & Srivastava, S. (2013). Molecular

characterization of cellulose-degrading Bacillus pumilus from the soil of tea

garden, Darjeeling hills, India. Journal of Environmental Biology, 35, 555-

561.

Parmar, P., & Sindhu, S. S. (2013). Potassium solubilization by rhizosphere bacteria:

influence of nutritional and environmental conditions. Journal of

Microbiology, 3(1), 25-31.

Parvathi, A., Krishna, K., Jose, J., Joseph, N., & Nair, S. (2009). Biochemical and

molecular characterization of Bacillus pumilus isolated from coastal

environment in Cochin, India. Brazilian Journal of Microbiology, 40, 269-

275.

Patil, N. B., Gajbhiye, M., Ahiwale, S. S., Gunjal, A. B., & Kapadnis, B. P. (2011).

Optimization of indole 3-acetic acid (IAA) production by Acetobacter

diazotrophicus L1 isolated from sugarcane. International Journal of

Environmental Sciences, 2(1), 307-314.

Patten, C. L., & Glick, B. R. (1996). Bacterial biosynthesis of indole-3-acetic acid.

Canadian Journal of Microbiology, 42, 207–220.

Page 63: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

47

Permentan. (2011). Peraturan Menteri Pertanian nomor 70 tahun 2011 tentang

Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Kementerian

Pertanian. Jakarta.

Potekhina, N. V., Streshinskaya, G. M., Tul’skaya, E. M., Kozlova, Y. I.,

Senchenkova, S. N., & Shashkov, A. S. (2011). Phosphate-containing cell

wall polymers of bacilli. Biochemistry, 76(7), 745-754.

Prima, A., Devi, S., & Saryono. (2015). Optimalisasi pH produksi enzim selulase dari

bakteri endofitik Pseudomonas stutzeri LBKURCC45, Pseudomonas

cepacia LBKURCC48 dan Pseudomonas stutzeri LBKURCC59. Jurnal

Online Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Riau, 2(1), 199-204.

Purnanila, D. (2010) Kajian perlakuan pendahuluan terhadap sifat kimiawi tepung

ikan selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret. Surakarta.

Purnomo, S. A. E. (2016). Pengaruh variasi konsentrasi biofertilizer terhadap

produktivitas tanaman pakcoy (Brassica rapa L. var. chinensis) pada sistem

hidroponik NFT (nutrient film technique). Skripsi. Universitas Airlangga,

Surabaya.

Putri, S. (2016). Karakterisasi enzim selulase yang dihasilkan oleh Lactobacillus

plantarum pada variasi suhu, pH, dan konsentrasi substrat. Skripsi. Fakultas

Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Malang.

Putri, W. O., Amri, A., & Utami, S. P. (2015). Pengaruh pH pada proses hidrolisis

mikro alga Chlorella vulgaris menjadi glukosa menggunakan enzim

selulase. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Riau, 2(1),

1-5.

Raharjo, B., Suprihadi, A, & Agustina, D. K. (2007). Pelarutan fosfat anorganik oleh

kultur campur jamur pelarut fosfat secara in vitro. Jurnal Sains dan

Matematika, 15(2), 45-54.

Rahayu, A. G., Haryani, Y., & Puspita, F. (2014). Uji aktivitas selulolitik dari tiga

isolat bakteri Bacillus sp. galur lokal Riau. Jurnal Online Mahasiswa

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau , 1(2),

319-327.

Ramkumar, A., Sivakumar, N., & Victor, R. (2016). Fish-waste potential low cost

substrate for bacterial protease production. Biotechnology Journal, 10, 335-

341.

Rawway, M., Ali, S. G., & Badawy, A. S. (2018). Isolation and identification of

cellulose degrading bacteria from different sources at Assiut Governorate

(Upper Egypt). Journal of Ecology of Health and Environment, 6(1), 15-24.

Page 64: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

48

Respati, N. Y., Yulianti, E., & Rakhmawati, A. (2017). Optimasi suhu dan pH media

pertumbuhan bakteri pelarut fosfat dari isolat bakteri termofilik. Jurnal

Prodi Biologi, 6(7), 423.

Retnowati, Y., Bialangi, N., & Posangi, N. W. (2011). Pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus pada media yang diekspos dengan infus daun

sambiloto. Jurnal Saintek, 6(2), 1-9.

Riggs, P. J., Chelius, M. K., Iniguez, A. L., Kaeppler, S. M., & Triplett, E. W. (2001).

Enhanced maize productivity by inoculation with diazotrophic bacteria.

Australian Journal of Plant Physiology, 28, 829-836.

Rohmah, N., Muslihatin, W., & Nurhidayati, T. (2016). Pengaruh kombinasi media

pembawa pupuk hayati bakteri penambat nitrogen terhadap pH dan unsur

hara nitrogen dalam tanah. Jurnal Sains dan Seni ITS, 4(1), 2337-3520.

Rostiana, O. & Seswita, D. (2007). Pengaruh indole butyric acid dan napphtaleine

acetic acid terhadap induksi perakaran tunas piretrum (Chrysanthemum

cinerariifoloum) klon prau 6 secara in vitro. Buletin Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat, 18(1), 39-48.

Sa’diyah, H., Hadi, A. F., & Ilminnafik, N. (2016). Pengembangan usaha tepung ikan

di desa nelayan Puger Wetan. Asian Journal of Innovation and

Entrepreneurship, 1(1), 39-47.

Safitri, N., Sunarti, T. C., & Meryandini, A. (2016). Formula media pertumbuhan

bakteri asam laktat Pediococcus pentosaceus menggunakan substrat whey

tahu. Jurnal Sumberdaya Hayati, 2(2), 31-38.

Sagoe, C. I., Ando, T., Kouno, K., & Nagaoka, T. (1998). Relative importance of

protons and solution calcium concentration in phosphate rock dissolution by

organic acids. Soil Science and Plant Nutrition, 44, 617-625.

Sakti, P. C. (2012). Optimasi produksi enzim selulase dari Bacillus spp. BPPT CC

RK2 dengan variasi pH dan suhu menggunakan response surfance

methodology. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok.

Sari, E., Etebarian, H. R., & Aminian, H. (2007). The effects of Bacillus pumilus,

isolated from wheat rhizosphere, on resistance in wheat seedling roots

against the take-all fungus, Gaeumannomyces graminis var. tritici. Journal

of Phytopathology, 155, 720-727.

Sari, R. F. (2010). Optimasi aktivitas selulase ektraseluler dari isolat bakteri RF-10.

Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Sebayang, A. M., Damanik, M. M. B., & Lubis, K. S. (2015). Aplikasi pupuk KCl

dan pupuk kandang ayam terhadap ketersediaan dan serapan kalium serta

Page 65: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

49

pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) pada tanah inseptisol Kwala

Bekala. Jurnal Agroekoteknologi, 3(3), 870-875.

Setiawati, M. R., Suryatmana, P., Hindersah, R., Fitriatin, B. N., & Herdiyantoro, D.

(2014). Karakterisasi isolat bakteri pelarut fosfat untuk meningkatkan

ketersediaan P pada media kultur cair tanaman jagung (Zea mays L.).

Bionatura-Jurnal Ilmu Hayati & Fisik, 16(1), 30-34.

Sheng, X. F. & He, L. Y. (2006). Solubilization of potassium bearing minerals by a

wild type strain of Bacillus edaphicus and its mutants and increased

potassium uptake by wheat. Canadian Journal of Microbiology, 52(1), 66-

72.

Somers, E., Vanderleyden, J., & Srinivasan, M. (2014). Rhizosphere bacterial

signalling: a love parade beneath our feet. Critical Reviews in Microbiology,

30, 205–240.

Sonia, N. M., & Kusnadi, J. (2015). Isolasi dan karakterisasi parsial enzim selulase

dari isolat bakteri OS-16 asal padang pasir Tengger-Bromo. Jurnal Pangan

dan Agroindustri, 3(4), 11-19.

Su, F., Hua, D., Zhang, Z., Wang, X., Tang, H., Tao, F., Tai, C., Wu, Q., Wu, G., &

Xu, P. (2011). Genome sequence of Bacillus pumilus S-1, an efficient

isoeugenol-utilizing producer for natural vanillin. Journal of Bacteriology,

193(22), 6400-6401.

Subagyo, Margino, S., & Triyanto. (2015). Pengaruh penambahan berbagai jenis

sumber karbon, nitrogen dan fosfor pada medium deMan, Rogosa and

Sharpe (MRS) terhadap pertumbuhan bakteri asam laktat terpilih yang

diisolasi dari intestinum udang penaeid. Jurnal Kelautan Tropis, 18(3), 127-

132.

SubbaRao, N. S. (1982). Advances in Agricultural Microbiology. Oxford and IBH

Publications Company, India.

Sukmadi, R. B. (2012). Aktivitas fitohormon indole-3-acetic acid (IAA) dari

beberapa isolat bakteri rizosfer dan endofit. Jurnal Sains dan Teknologi

Indonesia, 14(3), 221-227.

Susanti, E. (2011). Optimasi produksi dan karakterisasi sistem selulase dari Bacillus

circulans strain lokal dengan induser avicel. Jurnal Ilmu Dasar, 12(1), 40-

49.

Susanto, D., Sudrajat, & Ruga, R. (2012). Studi kandungan bahan aktif tumbuhan

meranti merah (Shorea leprosula Miq.) sebagai sumber senyawa antibakteri.

Jurnal Kesehatan, 11(2), 1-15.

Susilowati, A., Puspita, A. A., & Yunus, A. (2018). Drought resistant of bacteria

producing exopolysaccharide and IAA in rhizosphere of soybean plant

Page 66: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

50

(Glycine max) in Wonogiri Regency Central Java Indonesia. IOP

Conference Series: Earth and Environmental Science, 142, 1-7.

Sutariati, G. A. K, & Wahab, A. (2010). Isolasi dan uji kemampuan rizobakteri

indigenus sebagai agensia pengendali hayati penyakit pada tanaman cabai.

Jurnal Holtikultura, 20(1), 86-95.

Sutariati, G. A. K., Widodo, Sudarsono, & Ilyas, S. (2006). Pengaruh perlakuan Plant

Growth Promoting Rhizobacteria terhadap pertumbuhan bibit tanaman cabai.

Buletin Agronomi, 34(1), 46-54.

Utomo, N. B. P., Susan, & Setiawati, M. (2013). Peran tepung ikan dari berbagai

bahan baku terhadap pertumbuhan lele sangkuriang Clarias sp. Jurnal

Akuakultur Indonesia, 12(2), 158-168.

Wihansah, R. R. S., Yusuf, M., Arifin, M., Oktaviana, A. Y., Rifkhan, Negara, J. K.,

& Sio, A. K. (2018). Pengaruh pemberian glukosa yang berbeda terhadap

adaptasi Escherichia coli pada cekaman lingkungan asam. Jurnal Sains

Peternakan Indonesia, 13(1), 29-35.

Wilson, D. B. (2011). Microbial diversity of cellulose hydrolysis. Current Opinion in

Microbiology, 14, 1-5.

Wulandari, S. (2001). Efektivitas bakteri pelarut fosfat Pseudomonas sp. terhadap

pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max L.) pada tanah podsolik merah

kuning. Jurnal Natur Indonesia, 4(1), 14-20.

Yachana, J. (2017). Potassium mobilizing bacteria: enhance potassium intake in

paddy to regulates membrane permeability and accumulate carbohydrates

under salinity stress. Brazilian Journal of Biological Sciences, 4(8), 333-344.

Zaidi, A., Khan, M. S., Ahemad, M., & Oves, M. (2009) Plant growth promotion by

potassium solubilizing bacteria. Acta Microbiologica et Immunologica

Hungarica, 56(3), 263-284.

Zuhri, R., Agustien, A., & Rilda Y. (2013). Pengaruh sumber karbon dan nitrogen

terhadap produksi protease alkali dari Bacillus sp. M1.2.3 termofilik. Jurnal

Biologika, 2(1), 40-46.

Page 67: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

51

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rancangan percobaan faktor perlakuan limbah industri agar (LIA)

Faktor A Faktor B Faktor C

H1 H3 H5 H7 H9 H11

L1

T1 L1T1 L1T1 L1T1 L1T1 L1T1 L1T1

T2 L1T2 L1T2 L1T2 L1T2 L1T2 L1T2

T3 L1T3 L1T3 L1T3 L1T3 L1T3 L1T3

L2

T1 L2T1 L2T1 L2T1 L2T1 L2T1 L2T1

T2 L2T2 L2T2 L2T2 L2T2 L2T2 L2T2

T3 L2T3 L2T3 L2T3 L2T3 L2T3 L2T3

L3

T1 L3T1 L3T1 L3T1 L3T1 L3T1 L3T1

T2 L3T2 L3T2 L3T2 L3T2 L3T2 L3T2

T3 L3T3 L3T3 L3T3 L3T3 L3T3 L3T3

Desain tata letak percobaan (secara acak)

L1T3-U1-s1, s2, s3 L1T1-U1-s1, s2, s3 L2T1-U1-s1, s2, s3

L2T2-U2-s1,s2,s3 L2T1-U2-s1,s2,s3 L1T3-U2-s1,s2,s3

L3T1-U1-s1, s2, s3 L3T2-U1-s1, s2, s3 L2T2-U1-s1, s2, s3

L1T2-U1-s1, s2, s3 L3T3-U1-s1, s2, s3 L1T2-U2-s1,s2,s3

L1T1-U2-s1,s2,s3 L3T2-U2-s1,s2,s3 L2T3-U1-s1, s2, s3

L3T3-U2-s1,s2,s3 L2T3-U2-s1,s2,s3 L3T1-U2-s1,s2,s3

Keterangan :

L1 = LIA 1% H1 = Hari ke-1 U = Ulangan

L2 = LIA 2% H3 = Hari ke-3 s = sub-ulangan

L3 = LIA 3% H5 = Hari ke-5

T1 = Tepung ikan 0,1% H7 = Hari ke-7

T2 = Tepung ikan 0,2% H9 = Hari ke-9

T3 = Tepung ikan 0,3% H11 = Hari ke-11

Page 68: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

52

Lampiran 2. Diagram alir penelitian

Preparasi

(pembuatan media, larutan pereaksi, dan kurva standar)

Peremajaan bakteri pada media tumbuh

Uji Zona Bening

Isolat bakteri Bacillus pumilus LA4P

Uji Pelarut Fosfat

(media Pikovskaya)

Uji Pelarut Kalium

(media Aleksandrov) Uji Aktivitas Selulolitik

(media CMC)

Uji Lanjutan

Pertumbuhan

sel bakteri

(metode TPC)

Aktivitas

selulase

(metode DNS)

Produksi IAA

(metode

kolorimetri)

Pengukuran

pH media

perlakuan

Uji statistik SPSS

Page 69: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

53

Lampiran 3. Kurva standar dan konsentrasi glukosa

Konsentrasi

(ppm) Blanko

Respon

Instrumen Absorbansi

100 0,0426 0,1382 0,0956

200 0,0426 0,4040 0,3614

300 0,0426 0,7092 0,6666

400 0,0426 0,9535 0,9109

500 0,0426 1,2356 1,1930

600 0,0426 1,5892 1,5466

700 0,0426 1,7718 1,7292

800 0,0426 1,9641 1,9215

900 0,0426 2,1367 2,0941

1000 0,0426 2,3504 2,3078

y = 0,0025x - 0,0455

R² = 0,9911

0,0000

0,5000

1,0000

1,5000

2,0000

2,5000

3,0000

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100

Abso

rban

si 5

40 n

m

Konsentrasi (ppm)

Kurva Standar Glukosa

Page 70: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

54

Lampiran 4. Kurva standar dan konsentrasi IAA

Konsentrasi

(ppm) Blanko

Respon

Instrumen Absorbansi

0 0,0426 0,0466 0,0040

10 0,0426 0,2422 0,1996

20 0,0426 0,4888 0,4462

30 0,0426 0,6470 0,6044

40 0,0426 0,8487 0,8061

50 0,0426 1,0586 1,0159

60 0,0426 1,1660 1,1234

70 0,0426 1,3994 1,3568

80 0,0426 1,5787 1,5361

90 0,0426 1,6992 1,6566

100 0,0426 1,9514 1,9088

y = 0,1859x - 0,1036

R² = 0,9972

0,0000

0,5000

1,0000

1,5000

2,0000

2,5000

0 2 4 6 8 10 12

Abso

rban

si (

530 n

m)

Konsentrasi (ppm)

Kurva Standar IAA

Page 71: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

55

Lampiran 5. Data hasil uji kuantitatif isolat B. pumilus LA4P

a) Jumlah sel (108 CFU/mL)

LIA Tepung

Ikan

Jumlah Sel (108 CFU/mL) berdasarkan Waktu Inkubasi

H1 H3 H5 H7 H9 H11

L1

T1 9,31±1,95 14,26±3,10 10,51±1,65 6,86±0,50 10,43±2,92 9,52±0,96

T2 11,07±4,77 16,87±0,21 16,08±1,77 18,72±1,01 11,68±1,52 11,11±4,50

T3 15,23±4,45 16,33±1,83 10,84±0,94 22,09±2,74 11,01±4,49 11,26±4,77

L2

T1 7,22±3,32 8,27±1,33 4,36±0,26 5,50±0,47 5,88±0,29 6,03±2,09

T2 10,91±3,53 10,32±1,41 12,67±0,47 17,01±1,42 8,89±1,25 7,71±0,05

T3 10,27±0,47 6,71±2,17 11,48±4,38 14,48±0,42 9,06±0,86 7,94±3,22

L3

T1 29,56±9,98 23,35±5,26 22,67±4,57 24,93±8,00 14,14±2,11 12,03±1,92

T2 24,59±5,54 6,50±1,17 16,14±2,06 12,47±1,56 11,68±4,42 7,85±0,83

T3 27,71±3,04 11,82±8,47 5,92±2,47 4,38±0,07 14,82±1,87 6,49±1,43

Keterangan : L1 = 1%; L2 = 2%; L3 = 3%; T1 = 0,1%; T2 = 0,2%; T3 = 0,3%;

Satuan = CFU/mL (Mean±SD)

b) Aktivitas selulase (U/mL)

LIA Tepung

Ikan

Aktivitas Selulase (U/mL) berdasarkan Waktu Inkubasi

H1 H3 H5 H7 H9 H11

L1

T1 0,34±0,01 0,54±0,01 0,23±0,00 0,30±0,01 0,38±0,00 0,37±0,00

T2 0,43±0,01 0,42±0,01 0,33±0,01 0,30±0,00 0,43±0,00 0,40±0,00

T3 0,57±0,01 0,49±0,01 0,27±0,01 0,32±0,00 0,42±0,00 0,42±0,01

L2

T1 0,49±0,01 0,28±0,01 0,26±0,00 0,26±0,01 0,24±0,01 0,45±0,01

T2 0,62±0,01 0,28±0,01 0,27±0,00 0,27±0,00 0,23±0,00 0,46±0,01

T3 0,48±0,01 0,28±0,00 0,32±0,00 0,27±0,00 0,29±0,01 0,53±0,00

L3

T1 0,23±0,00 0,22±0,00 0,26±0,00 0,22±0,01 0,20±0,00 0,27±0,00

T2 0,33±0,02 0,23±0,00 0,26±0,00 0,21±0,00 0,25±0,00 0,21±0,00

T3 0,21±0,01 0,24±0,00 0,26±0,01 0,22±0,00 0,25±0,00 0,22±0,00

Keterangan : L1 = 1%; L2 = 2%; L3 = 3%; T1 = 0,1%; T2 = 0,2%; T3 = 0,3%;

Satuan = U/mL (Mean±SD)

Page 72: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

56

Lampiran 5. (lanjutan)

c) Produksi IAA (ppm)

LIA Tepung

Ikan

Kadar IAA (ppm) berdasarkan Waktu Inkubasi

H1 H3 H5 H7 H9 H11

L1

T1 0,00±0,00 0,06±0,00 0,18±0,01 0,32±0,00 0,77±0,00 0,61±0,00

T2 0,02±0,01 0,08±0,00 0,17±0,01 0,35±0,00 0,76±0,01 0,64±0,00

T3 0,08±0,00 0,09±0,00 0,27±0,01 0,69±0,01 0,66±0,01 0,68±0,00

L2

T1 0,52±0,00 0,62±0,00 0,29±0,00 0,37±0,01 0,54±0,00 0,60±0,00

T2 0,33±0,00 0,55±0,00 0,24±0,00 0,55±0,00 0,58±0,02 0,65±0,01

T3 0,25±0,00 0,59±0,01 0,31±0,01 0,45±0,01 0,60±0,01 0,71±0,01

L3

T1 0,45±0,00 0,45±0,00 0,65±0,01 0,75±0,00 0,46±0,01 0,63±0,01

T2 0,47±0,00 0,47±0,00 0,72±0,01 0,53±0,01 0,52±0,00 0,60±0,00

T3 0,45±0,01 0,46±0,00 0,78±0,01 0,68±0,00 0,52±0,00 0,56±0,01

Keterangan : L1 = 1%; L2 = 2%; L3 = 3%; T1 = 0,1%; T2 = 0,2%; T3 = 0,3%;

Satuan = ppm (Mean±SD)

d) Kadar pH media

LIA Tepung

Ikan

Nilai pH berdasarkan Waktu Inkubasi

H1 H3 H5 H7 H9 H11

L1

T1 7,00±0,00 7,25±0,35 7,50±0,00 8,00±0,00 8,00±0,00 8,00±0,00

T2 7,00±0,00 7,50±0,00 7,50±0,00 8,00±0,00 8,00±0,00 8,00±0,00

T3 7,00±0,00 7,00±0,00 7,50±0,00 7,75±0,35 8,00±0,00 8,50±0,00

L2

T1 6,75±0,35 7,50±0,00 7,50±0,00 7,50±0,00 7,50±0,00 7,75±0,35

T2 6,50±0,00 7,50±0,00 7,50±0,00 7,25±0,35 7,50±0,71 7,75±0,35

T3 6,50±0,00 7,50±0,00 7,50±0,00 7,50±0,00 8,00±0,00 7,75±0,35

L3

T1 7,00±0,00 7,00±0,00 7,50±0,00 8,00±0,00 8,00±0,00 7,75±0,35

T2 6,50±0,00 7,00±0,00 7,25±0,35 8,00±0,00 8,00±0,00 7,75±0,35

T3 6,50±0,00 7,00±0,00 7,50±0,00 8,00±0,00 8,00±0,00 7,75±0,35

Keterangan : L1 = 1%; L2 = 2%; L3 = 3%; T1 = 0,1%; T2 = 0,2%; T3 = 0,3%;

(Mean±SD)

Page 73: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

57

Lampiran 6. Hasil statistik uji ANOVA

Between-Subjects Factors

Value Label N

Konsentrasi LIA 1 L1 36

2 L2 36

3 L3 36

Konsentrasi Tepung Ikan 1 T1 36

2 T2 36

3 T3 36

Waktu Inkubasi 1 Hari ke-1 18

2 Hari ke-3 18

3 Hari ke-5 18

4 Hari ke-7 18

5 Hari ke-9 18

6 Hari ke-11 18

Tests of Between-Subjects Effects

Source Dependent

Variable

Type III Sum

of Squares df

Mean

Square F Sig.

Corrected

Model

Jumlah Sel 4096,028a 53 77,284 4,351 ,000

Aktivitas Selulase 1,183b 53 ,022 14,105 ,000

Konsentrasi IAA 5,403c 53 ,102 6,304 ,000

pH Media 23,373d 53 ,441 12,701 ,000

Intercept Jumlah Sel 17889,815 1 17889,815 1007,097 ,000

Aktivitas Selulase 11,416 1 11,416 7211,970 ,000

Konsentrasi IAA 25,693 1 25,693 1588,755 ,000

pH Media 6082,502 1 6082,502 175176,067 ,000

LIA Jumlah Sel 779,540 2 389,770 21,942 ,000

Aktivitas Selulase ,277 2 ,139 87,539 ,000

Konsentrasi IAA ,843 2 ,422 26,068 ,000

pH Media 1,060 2 ,530 15,267 ,000

TI Jumlah Sel ,246 2 ,123 ,007 ,993

Aktivitas Selulase ,006 2 ,003 1,738 ,186

Konsentrasi IAA ,106 2 ,053 3,275 ,045

pH Media ,060 2 ,030 ,867 ,426

Inkubasi Jumlah Sel 360,420 5 72,084 4,058 ,003

Aktivitas Selulase ,308 5 ,062 38,945 ,000

Konsentrasi IAA 1,956 5 ,391 24,186 ,000

pH Media 18,095 5 3,619 104,227 ,000

LIA * TI Jumlah Sel 925,312 4 231,328 13,022 ,000

Aktivitas Selulase ,023 4 ,006 3,564 ,012

Konsentrasi IAA ,042 4 ,010 ,646 ,632

Page 74: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

58

Lampiran 6. (lanjutan)

pH Media ,148 4 ,037 1,067 ,382

LIA *

Inkubasi

Jumlah Sel 1097,672 10 109,767 6,179 ,000

Aktivitas Selulase ,436 10 ,044 27,558 ,000

Konsentrasi IAA 2,001 10 ,200 12,376 ,000

pH Media 2,634 10 ,263 7,587 ,000

TI *

Inkubasi

Jumlah Sel 270,457 10 27,046 1,523 ,157

Aktivitas Selulase ,032 10 ,003 2,004 ,051

Konsentrasi IAA ,126 10 ,013 ,782 ,645

pH Media ,551 10 ,055 1,587 ,136

LIA * TI

*

Inkubasi

Jumlah Sel 662,380 20 33,119 1,864 ,036

Aktivitas Selulase ,102 20 ,005 3,219 ,000

Konsentrasi IAA ,329 20 ,016 1,016 ,460

pH Media ,824 20 ,041 1,187 ,301

Error Jumlah Sel 959,242 54 17,764

Aktivitas Selulase ,085 54 ,002

Konsentrasi IAA ,873 54 ,016

pH Media 1,875 54 ,035

Total Jumlah Sel 22945,085 108

Aktivitas Selulase 12,685 108

Konsentrasi IAA 31,970 108

pH Media 6107,750 108

Corrected

Total

Jumlah Sel 5055,270 107

Aktivitas Selulase 1,269 107

Konsentrasi IAA 6,276 107

pH Media 25,248 107

a. R Squared = ,810 (Adjusted R Squared = ,624)

b. R Squared = ,933 (Adjusted R Squared = ,867)

c. R Squared = ,861 (Adjusted R Squared = ,724)

d. R Squared = ,926 (Adjusted R Squared = ,853)

Page 75: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

60

Lampiran 7. Hasil uji lanjut DMRT berdasarkan interaksi antar faktor substrat (LIA dan tepung ikan) dan waktu inkubasi

a) Jumlah sel bakteri

Interaksi LIA x

Tepung Ikan x

Waktu Inkubasi

N

Subset

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

L2T1H5 2 4,355

L3T3H7 2 4,380

L2T1H7 2 5,500 5,500

L2T1H9 2 5,875 5,875 5,875

L3T3H5 2 5,915 5,915 5,915

L2T1H11 2 6,025 6,025 6,025

L3T3H11 2 6,490 6,490 6,490 6,490

L3T2H3 2 6,500 6,500 6,500 6,500

L2T3H3 2 6,705 6,705 6,705 6,705 6,705

L1T1H7 2 6,855 6,855 6,855 6,855 6,855

L2T1H1 2 7,220 7,220 7,220 7,220 7,220

L2T2H11 2 7,705 7,705 7,705 7,705 7,705

L3T2H11 2 7,845 7,845 7,845 7,845 7,845

L2T3H11 2 7,940 7,940 7,940 7,940 7,940

L2T1H3 2 8,270 8,270 8,270 8,270 8,270 8,270

L2T2H9 2 8,885 8,885 8,885 8,885 8,885 8,885

L2T3H9 2 9,060 9,060 9,060 9,060 9,060 9,060

L1T1H1 2 9,305 9,305 9,305 9,305 9,305 9,305

L2T3H1 2 10,260 10,265 10,265 10,265 10,265 10,265

L2T2H3 2 10,315 10,315 10,315 10,315 10,315 10,315

Page 76: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

61

L1T1H9 2 10,425 10,425 10,425 10,425 10,425 10,425

L1T1H5 2 10,510 10,510 10,510 10,510 10,510 10,510

L1T3H5 2 10,835 10,835 10,835 10,835 10,835 10,835

L2T2H1 2 10,905 10,905 10,905 10,905 10,905 10,905

L1T3H9 2 11,005 11,005 11,005 11,005 11,005 11,005

L1T2H1 2 11,065 11,065 11,065 11,065 11,065 11,065

L1T2H11 2 11,110 11,110 11,110 11,110 11,110 11,110

L2T3H5 2 11,475 11,475 11,475 11,475 11,475 11,475

L1T2H9 2 11,675 11,675 11,675 11,675 11,675 11,675

L3T2H9 2 11,675 11,675 11,675 11,675 11,675 11,675

L3T3H3 2 11,820 11,820 11,820 11,820 11,820 11,820 11,820

L3T1H11 2 12,025 12,025 12,025 12,025 12,025 12,025 12,025

L3T2H7 2 12,465 12,465 12,465 12,465 12,465 12,465 12,465 12,465

L2T2H5 2 12,670 12,670 12,670 12,670 12,670 12,670 12,670 12,670

L3T1H9 2 14,135 14,135 14,135 14,135 14,135 14,135 14,135 14,135 14,135

L1T1H3 2 14,260 14,260 14,260 14,260 14,260 14,260 14,260 14,260 14,260

L2T3H7 2 14,480 14,480 14,480 14,480 14,480 14,480 14,480 14,480 14,480 14,480

L3T3H9 2 14,820 14,820 14,820 14,820 14,820 14,820 14,820 14,820 14,820 14,820 14,820

L1T3H1 2 15,225 15,225 15,225 15,225 15,225 15,225 15,225 15,225 15,225 15,225

L1T2H5 2 16,075 16,075 16,075 16,075 16,075 16,075 16,075 16,075 16,075

L3T2H5 2 16,135 16,135 16,135 16,135 16,135 16,135 16,135 16,135 16,135

L1T3H3 2 16,325 16,325 16,325 16,325 16,325 16,325 16,325 16,325 16,325

L1T2H3 2 16,870 16,870 16,870 16,870 16,870 16,870 16,870 16,870

L2T2H7 2 17,005 17,005 17,005 17,005 17,005 17,005 17,005 17,005

L1T1H11 2 17,080 17,080 17,080 17,080 17,080 17,080 17,080

Page 77: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

62

L1T2H7 2 18,715 18,715 18,715 18,715 18,715 18,715 18,715

L1T3H7 2 22,090 22,090 22,090 22,090 22,090 22,090 22,090

L3T1H5 2 22,670 22,670 22,670 22,670 22,670 22,670

L3T1H3 2 23,350 23,350 23,350 23,350 23,350

L1T3H11 2 23,915 23,915 23,915 23,915 23,915

L3T2H1 2 24,585 24,585 24,585 24,585

L3T1H7 2 24,925 24,925 24,925

L3T3H1 2 27,710 27,710

L3T1H1 2 29,560

Sig. 0,052 0,070 0,053 0,051 0,054 0,052 0,051 0,052 0,063 0,054 0,054 0,074 0,139

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 17,995.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

b. Alpha = 0,05.

b) Aktivitas selulase

Interaksi LIA x

Tepung Ikan x

Waktu Inkubasi

N

Subset

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

L3T1H9 2 0,200

L3T1H11 2 0,208 0,208

L3T2H11 2 0,209 0,209

L3T2H7 2 0,211 0,211

Page 78: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

63

L3T1H3 2 0,220 0,220 0,220

L3T3H7 2 0,221 0,221 0,221 0,221

L3T3H11 2 0,224 0,224 0,224 0,224 0,224

L3T1H7 2 0,225 0,225 0,225 0,225 0,225

L1T1H5 2 0,225 0,225 0,225 0,225 0,225

L3T2H3 2 0,233 0,233 0,233 0,233 0,233 0,233

L2T2H9 2 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235 0,235

L3T3H1 2 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237

L3T3H3 2 0,240 0,240 0,240 0,240 0,240 0,240

L2T1H9 2 0,243 0,243 0,243 0,243 0,243 0,243

L3T3H9 2 0,246 0,246 0,246 0,246 0,246 0,246

L3T2H9 2 0,249 0,249 0,249 0,249 0,249 0,249

L3T2H5 2 0,261 0,261 0,261 0,261 0,261 0,261

L3T1H5 2 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262

L3T3H5 2 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262 0,262

L2T1H5 2 0,264 0,264 0,264 0,264 0,264 0,264

L2T1H7 2 0,265 0,265 0,265 0,265 0,265 0,265

L2T2H7 2 0,267 0,267 0,267 0,267 0,267 0,267

L2T2H5 2 0,269 0,269 0,269 0,269 0,269 0,269

L1T3H5 2 0,274 0,274 0,274 0,274 0,274 0,274

L2T3H7 2 0,274 0,274 0,274 0,274 0,274 0,274

L2T2H3 2 0,276 0,276 0,276 0,276 0,276 0,276

L2T3H3 2 0,280 0,280 0,280 0,280 0,280 0,280 0,280

L2T1H3 2 0,283 0,283 0,283 0,283 0,283 0,283 0,283

L2T3H9 2 0,287 ,2871 ,2871 ,2871 ,2871 ,2871 ,2871

Page 79: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

64

L1T2H7 2 0,298 0,298 0,298 0,298 0,298 0,298 0,298 0,298

L1T1H7 2 0,304 0,304 0,304 0,304 0,304 0,304 0,304 0,304

L1T1H1 2 0,310 0,310 0,310 0,310 0,310 0,310 0,310

L2T3H5 2 0,319 0,319 0,319 0,319 0,319 0,319 0,319

L1T2H1 2 0,321 0,321 0,321 0,321 0,321 0,321

L1T3H7 2 0,321 0,321 0,321 0,321 0,321 0,321

L3T2H1 2 0,327 0,327 0,327 0,327 0,327 0,327

L1T2H5 2 0,327 0,327 0,327 0,327 0,327 0,327

L1T1H11 2 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375

L1T1H9 2 0,383 0,383 0,383 0,383 0,383

L1T2H11 2 0,395 0,395 0,395 0,395

L1T3H1 2 0,405 0,405 0,405 0,405

L1T2H3 2 0,416 0,416 0,416

L1T3H9 2 0,418 0,418 0,418

L1T3H11 2 0,421 0,421

L1T2H9 2 0,431 0,431 0,431

L2T1H11 2 0,452 0,452 0,452 0,452

L2T2H11 2 0,463 0,463 0,463 0,463

L1T3H3 2 0,491 0,491 0,491 0,491

L2T1H1 2 0,518 0,518 0,518

L2T2H1 2 0,530 0,530

L2T3H11 2 0,534 0,534

L1T1H3 2 0,538 0,538

L3T1H1 2 0,542 0,542

L2T3H1 2 0,571

Page 80: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

65

Sig. 0,053 0,057 0,072 0,052 0,054 0,061 0,050 0,076 0,056 0,073 0,053 0,066 0,066 0,054 0,056 0,089

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,002.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

b. Alpha = 0,05.

c) Produksi IAA

Interaksi LIA x

Tepung Ikan x

Waktu Inkubasi

N

Subset

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

L1T1H1 2 0,004

L1T2H1 2 0,017 0,017

L1T1H3 2 0,057 0,057 0,057

L1T2H3 2 0,076 0,076 0,076 0,076

L1T3H1 2 0,083 0,083 0,083 0,083

L1T3H3 2 0,095 0,095 0,095 0,095

L1T2H5 2 0,129 0,129 0,129 0,129

L1T1H5 2 0,178 0,178 0,178 0,178 0,178

L2T1H5 2 0,232 0,232 0,232 0,232 0,232 0,232

L2T2H5 2 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237 0,237

L1T3H5 2 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270 0,270

L2T2H1 2 0,273 0,273 0,273 0,273 0,273 0,273 0,273 0,273

L2T3H5 2 0,314 0,314 0,314 0,314 0,314 0,314 0,314 0,314

L1T1H7 2 0,322 0,322 0,322 0,322 0,322 0,322 0,322 0,322

Page 81: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

66

L2T1H7 2 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375

L3T3H1 2 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451

L2T3H7 2 0,452 0,452 0,452 0,452 0,452 0,452 0,452 0,452

L3T1H1 2 0,452 0,452 0,452 0,452 0,452 0,452 0,452 0,452

L3T1H3 2 0,454 0,454 0,454 0,454 0,454 0,454 0,454 0,454

L3T3H3 2 0,459 0,459 0,459 0,459 0,459 0,459 0,459 0,459 0,459

L3T1H9 2 0,460 0,460 0,460 0,460 0,460 0,460 0,460 0,460 0,460

L3T2H3 2 0,466 0,466 0,466 0,466 0,466 0,466 0,466 0,466 0,466 0,466

L3T2H1 2 0,469 0,469 0,469 0,469 0,469 0,469 0,469 0,469 0,469 0,469

L3T2H9 2 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521 0,521

L2T1H1 2 0,525 0,525 0,525 0,525 0,525 0,525 0,525 0,525 0,525

L3T2H7 2 0,528 0,528 0,528 0,528 0,528 0,528 0,528 0,528 0,528

L2T2H7 2 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549 0,549

L2T2H3 2 0,554 0,554 0,554 0,554 0,554 0,554 0,554 0,554

L3T3H11 2 0,556 0,556 0,556 0,556 0,556 0,556 0,556 0,556

L1T2H11 2 0,561 0,561 0,561 0,561 0,561 0,561 0,561 0,561

L2T2H9 2 0,583 0,583 0,583 0,583 0,583 0,583 0,583

L2T3H3 2 0,586 0,586 0,586 0,586 0,586 0,586

L1T2H7 2 0,587 0,587 0,587 0,587 0,587 0,587

L3T1H7 2 0,596 0,596 0,596 0,596 0,596 0,596

L2T3H9 2 0,600 0,600 0,600 0,600 0,600 0,600

L1T1H11 2 0,611 0,611 0,611 0,611 0,611 0,611

L2T1H3 2 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617 0,617

L3T3H9 2 0,618 0,618 0,618 0,618 0,618 0,618

L2T3H1 2 0,623 0,623 0,623 0,623 0,623 0,623

Page 82: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

67

L3T1H11 2 0,633 0,633 0,633 0,633 0,633

L2T2H11 2 0,649 0,649 0,649 0,649

L3T1H5 2 0,655 0,655 0,655 0,655

L1T3H9 2 0,663 0,663 0,663 0,663

L3T2H11 2 0,683 0,683 0,683 0,683 0,683

L3T3H7 2 0,683 0,683 0,683 0,683 0,683

L1T3H11 2 0,683 0,683 0,683 0,683 0,683

L1T3H7 2 0,693 0,693 0,693 0,693

L3T2H5 2 0,718 0,718 0,718 0,718

L2T1H11 2 0,724 0,724 0,724 0,724

L2T1H9 2 0,745 0,745 0,745 0,745

L1T2H9 2 0,757 0,757 0,757 0,757

L1T1H9 2 0,770 0,770 0,770

L3T3H5 2 0,777 0,777

L2T3H11 2 0,971

Sig. 0,081 0,054 0,086 0,053 0,064 0,060 0,066 0,050 0,053 0,052 0,054 0,057 0,052 0,053 0,060

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,016.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.

b. Alpha = 0,05.

Page 83: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

68

Lampiran 8. Dokumentasi uji zona bening

a) Zona hambat pada uji fosfat B. pumilus LA4P

(Keterangan : a = zona bening; b = koloni bakteri)

b) Zona hambat pada uji kalium B. pumilus LA4P

(Keterangan : a = zona bening; b = koloni bakteri)

a

b

a b

Page 84: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

69

c) Zona hambat pada uji selulase B. pumilus LA4P

Gambar 5. Hasil uji aktivitas selulase B. pumilus LA4P (Keterangan : a =

zona bening; b = koloni bakteri).

Lampiran 9. Dokumentasi media perlakuan

a) Perlakuan LIA 1% dengan kombinasi konsentrasi tepung ikan 0,1% (a), 0,2% (b),

dan 0,3% (c).

a

.

b

..

c

.

a

..

b

..

a

b

Page 85: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

70

a

.

b) Perlakuan LIA 2% dengan kombinasi konsentrasi tepung ikan 0,1% (a), 0,2% (b),

dan 0,3% (c).

c) Perlakuan LIA 3% dengan kombinasi konsentrasi tepung ikan 0,1% (a), 0,2% (b),

dan 0,3% (c).

a

.

b

.

c

.

b

.

c

.

Page 86: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

71

Lampiran 10. Dokumentasi hasil pengukuran uji kuantitatif

a.) Koloni bakteri hasil pengenceran 10-5

(a), 10-6

(b), dan 10-7

(c) pada media

perlakuan dengan teknik spread plate.

b.) Hasil uji aktivitas selulase pada media perlakuan LIA 1% (a), 2% (b), dan 3%

(c).

c.) Hasil uji aktivitas produksi IAA pada media perlakuan LIA 1% (a), 2% (b), dan

3% (c).

a

.

b

.

c

.

a

.

b

. c

.

a

.

b

.

c

.

Page 87: POTENSI Bacillus pumilus LA4P SEBAGAI AGEN PUPUK HAYATI

72