tugas tinjauan pustaka sifilis(1)

9
DEFINISI Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan mempunyai beberapa sifat, yaitu: perjalanan penyakitnya sangat kronis, dalam perjalanannya dapat menyerang semua organ tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten, dapat kambuh kembali (rekuren), dan dapat ditularkan dari ibu ke janinnya sehingga menimbulkan kelainan congenital. Selain ibu ke bayinya juga dan melalui hubungan seksual, sifilis juga ditularkan melalui luka, transfuse dan jarum suntik. 3 SIFILIS TERSIER (S III) Pada stadium ini lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I (buku perkembangan dan penanggulangan terakhir sifilis dan frambusia hal 28). kelainan khas ialah guma, yakni infiltrate sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan deksrtuktif. Besarnya guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit diatas mula-mula tidak menunjukan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakan. Setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid seta melekat terhadapa guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen. 1 Tempat perforasi akan menjadi ulkus berbentuk bulat/lonjong, dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong keluar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga membentuk pinggir yang polikistik. Jika telah menjadi ulkus, maka infiltrate yang terdapat dibawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar.

Upload: yanti-tandjung

Post on 25-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Tinjauan Pustaka Sifilis(1)

DEFINISI

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan mempunyai

beberapa sifat, yaitu: perjalanan penyakitnya sangat kronis, dalam perjalanannya dapat

menyerang semua organ tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten,

dapat kambuh kembali (rekuren), dan dapat ditularkan dari ibu ke janinnya sehingga

menimbulkan kelainan congenital. Selain ibu ke bayinya juga dan melalui hubungan seksual,

sifilis juga ditularkan melalui luka, transfuse dan jarum suntik. 3

SIFILIS TERSIER (S III)

Pada stadium ini lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I

(buku perkembangan dan penanggulangan terakhir sifilis dan frambusia hal 28). kelainan khas

ialah guma, yakni infiltrate sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan deksrtuktif. Besarnya

guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit diatas mula-mula tidak

menunjukan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakan. Setelah beberapa bulan mulai

melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi

eritematosa dan livid seta melekat terhadapa guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan

keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang sanguinolen. 1

Tempat perforasi akan menjadi ulkus berbentuk bulat/lonjong, dindingnya curam, seolah-

olah kulit tersebut terdorong keluar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga membentuk pinggir

yang polikistik. Jika telah menjadi ulkus, maka infiltrate yang terdapat dibawahnya yang semula

sebagai benjolan menjadi datar. Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan

hingga beberapa tahun. Biasanya guma soliter , tetapi dapat pula multiple, umumnya asimetrik.

Gejala umum biasanya tidak ada, tetapi jika guma multiple dan perlunakannya cepat dapat

disertai demam 1

Selain guma dapat juga timbul nodus. Mula-mula di daerah kutan kemudian ke

epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya meninggalkan

sikatrik yang hipertrofi. Nodus tersebut dalam perkembanganya mirip guma, mengalami nekrosis

ditengah dan membentuk ulkus. Dapat pula tanpa nekrosis dan menjasi sklerotik 1

Guma juga ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar. Yang setempat

biasanya pada mulut dan tenggorokan atau septum nasi. Pada lidah yang tersering adalah guma

yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia 1

Page 2: Tugas Tinjauan Pustaka Sifilis(1)

Pada tulang paling sering menyerang tibia, tengkorak bahu, femur dan fibula dan

humerus dengan gejala nyeri biasanya pada malam hari 1

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis sifilis dapat ditegakkan dengan cara melihat langsung organisme dengan mikroskop

lapangan gelap atau pewarnaan antibodi fluoresen langsung dan kedua dengan mendeteksi

adanya antibodi dalam serum dan cairan serebrospinal. Tes serologis merupakan tes konfirmasi

untuk melihat adanya antibodi terhadap organisme penyebab sifilis. Tes serologis juga

diperlukan untuk menegakkan diagnosis infeksi sifilis pada masa laten sifilis dimana tidak

tampak adanya gejala-gejala penyakit. Ada dua kelompok tes serologis yang dapat digunakan

dalam mendiagnosis penyakit sifilis yaitu tes serologis antibodi non treponema dan antibodi

treponema.4

I. Pemeriksaan T.pallidum dengan mikroskop lapangan gelap.

Cara pemeriksaan adalah dengan mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan

pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut

jika hasil pada hari pertama dan kedua negative. Treponema tampak berwarna putih berlatar

belakang gelap. Pergerakan memutar terhadap sumbunya , bergerak perlahan-lahan melintasi

lapangan pandang 1

Ket: gambar Treponema pallidum dibawah mikroskop

Jika dalam pemeriksaan mikroskop tidak berhasil ditemukan kuma bukan berarti diagnosis sifilis

dapat disingkirkan. Hasil negative dalam pemeriksaan dapat terjadi karena jumlah kuman dalam

sediaan terlampau sedikit, penderita telah mendapat obat antitreponema secara sistemik atau

Page 3: Tugas Tinjauan Pustaka Sifilis(1)

topical, lesi telah menyembuh, lesi berasal dari late sifilis atau memang bukan lesi yang

disebabkan oleh penyakit sifilis.

2. Serologis Test for Syphilis (S.T.S)

T.S.S. merupakan tes yang penting bagi sifilis. T.S.S. dibagi menjadi 2 berdasarkan antigen

yang dipakai yaitu : Nontreponemal (tes regain), dan treponemal1,4.

2.1 Tes Non Treponemal

yaitu antibodi yang terbentuk akibat adanya infeksi oleh penyakit sifilis atau penyakit infeksi

lainnya. Antibodi ini terbentuk setelah penyakit menyebar ke kelenjar limpe regional dan

menyebabkan kerusakan jaringan serta dapat menimbulkan reaksi silang dengan beberapa

antigen dari jaringan lain. Tes serologis non treponema mendeteksi antibodi yang merupakan

kompleks dari lecitin, kolesterol dan kardiolipin dan digunakan untuk skrining adanya infeksi

oleh T. pallidum. Termasuk tes ini adalah Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) dan

Rapid Plasma Reagen (RPR) yang memberikan hasil positif setelah 4 – 6 minggu terinfeksi

(positif pada 70% pasien dengan lesi primer dan stadium lanjut). Tetapi tes ini dapat memberikan

positif palsu pada kondisi seperti kehamilan, kecanduan obat, keganasan, penyakit autoimun dan

infeksi virus. Imunoasai ini menggunakan antibodi nontreponemal dan lipoid sebagai antigen,

termasuk pemeriksaan ini adalah: 4

a. Veneral Disease Research Laboratory (VDRL)

b. Rapid Plasma Reagin (RPR)

c. Cardiolipin Wassermann (CWR)

d. Unheated Serum Reagin (USR)

e. Toulidone Red Unheated Serum Test (TRUST)

f. ELISA

Tes ini bertujuan untuk mendeteksi adanya reaksi antara antibodi dari sel yang rusak dan

kardiolipin dari treponema. Digunakan untuk skrining penderita dan monitoring penyakit setelah

pemberian terapi. Tes-tes seperti Veneral Disease Research Laboratory (VDRL), Rapid Plasma

Reagin (RPR), Unheated Serum Reagin (USR) dan Toulidone Red Unheated Serum Test

(TRUST) mendeteksi adanya reaksi antigen-antibodi dengan menilai presipitasi yang terbentuk

baik secara makroskopik (RPR dan TRUTS) maupun mikroskpoik (VDRL dan USR). Antibodi

Page 4: Tugas Tinjauan Pustaka Sifilis(1)

yang terdeteksi biasanya timbul 1 – 4 minggu setelah munculnya chancre primer. Pengambilan

spesimen pada stadium primer akan mempengaruhi sensitivitas tes dimana titer antibodi

meningkat selama tahun pertama dan selanjutnya menurun secara nyata sehingga memberikan

hasil negatif pada pemeriksaan ulang. Dapat ditemukan hasil tes positif palsu maupun negatif

palsu. Positif palsu terjadi karena adanya penyakit bersifat akut seperti hepatitis, infeksi virus,

kehamilan atau proses kronik seperti kerusakan pada jaringan penyambung. Sedang hasil negatif

palsu terjadi karena tingginya titer antibodi (prozone phenomenon) yang sering ditemukan pada

sifilis sekunder 4.

2.2 Tes Treponemal

Antibodi treponemal yang bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap antigen

treponema dan sebagai konfirmasi dari hasil positif tes skrining nontreponemal atau konfirmasi

adanya proses infeksi pada hasil negatif tes nontreponemal pada fase late atau laten disease.4

a. Tes Treponema pallidum Immobilization (TPI)

Sensitifitas tes rendah pada beberapa stadium penyakit terutama stadium I , tetapi spesifisitasnya

paling baik dibanding tes serologis lain dan merupakan satu-satunya tes yang hampir tidak

memberi hasil positif semu. Tes menggunakan serum penderita yang tidak aktif ditambah dengan

T. pallidum yang mobil dan komplemen, lalu diinkubasi pada suhu 35° C selama 16 jam

selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Hasil positif terlihat dengan T. pallidum yang tidak

mobil 4.

b. Fluorescent treponemal antibody-absorbed double strain test (FTA-ABS DS).

Sebelum tes serum pasien diinaktifkan dengan pemanasan dan diserap dengan sorbent untuk

membersihkan dari antibodi terhadap treponema komensal, kemudian dicampur dengan apusan

T. pallidum pada kaca obyek, inkubasi lalu bilas hati-hati. Tambahkan konjugat antibodi anti-

imunoglobulin human yang dilabel dengan tetrametil-rodamin isotiosinat [TMRITC] tutup

dengan kaca penutup, inkubasi dan bilas. Periksa apusan di bawah mikroskop pengcahayaan

ultraviolet. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya treponema berfluoresensi-TMRITC pada

apusan. Tes FTA adalah imunoasai yang sangat sensitif dan spesifik sehingga baik digunakan

Page 5: Tugas Tinjauan Pustaka Sifilis(1)

untuk diagnosis tetapi tidak dipakai dalam pemantauan terapi sebab hasil tes positif akan tetap

positif walaupun telah diberi pengobatan sampai sembuh4.

c. Tes Treponema pallidum Hemagglutination (TPHA)

Merupakan uji hemaglutinasi pasif secara kualitatif dan semi kuantitatif yang dapat

mendeteksi anti T. pallidum antibodi dalam serum atau plasma, di mana hasil positif didapatkan

bila terjadi aglutinasi. Sensitivitas dan spesifisitas cukup 11 baik kecuali untuk sifilis stadium I,

tes ini juga cukup praktis, mudah dan sederhana serta harganya relatif murah. Sebagai antigen

dipakai T .pallidum strain Nichol dan sebagai carrier digunakan sel darah merah kalkun. Sel

darah merah kalkun yang diliputi Ag T . pallidum dan Ab serum penderita lalu diinkubasi,

antibodi T. pallidum dalam serum akan mengikat antigen pada sel darah merah membentuk

kompleks Ag-Ab dan hasil positif dinilai dengan melihat adanya aglutinasi .

3. Foto Rontgen

Foto rontgen dapat dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang yang dapat terjadi pada S II,

S III, dan sifilis congenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler misalnya untuk melihat aneurisma

aorta4.

4. Histopatologi

Kelainan yang utama pada sifilis adalah proloferasi sel-sel endotel terutama terdiri atas infiltrate

perivaskular tersusun oleh sel-sel limfoid dan sel-sel plasma 4.

PROGNOSIS

Dengan ditemukannya penisilin maka prognosis sifilis lebih baik. Pada stadium dini yang diobati

, angka penyembuhan 95 %. Jika tidak diobati maka seperempatnya akan kambuh, 5 % akan

mendapat S III , 10 % mengalami sifilis kardiovaskular, neurosifilis pada 9 % pria, wanita 5 %,

23 % akan meninggal. Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I, dan S II1.

Page 6: Tugas Tinjauan Pustaka Sifilis(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. E.C. Natahusada dan Adhi Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin,edisi ke-5. Jakarta: Penerbit FKUI; 2007

2. Sjaiful Fahmi Daili. Sifilis Didapat. Perkembangan Terakhir Penanggulangan Sifilis Dan Frambusia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1988

3. Dwi Murtiastutik.Sifilis. Symposium On Dermatology and Venereology In Daily Practice. Surabaya : Perdoski 2008

4. Sri Julyani. Aspek Imunologis Penyakit Sifilis. Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-2287,Vol.02 No.03, Tahun 2009.