tugas se
TRANSCRIPT
MAKALAH SINTESIS ENZIMATIS
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKALAH
“ PRODUKSI BIOETANOL DARI ECENG GONDOK (Eichhorniacrassipes) dengan Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae “
DISUSUN OLEH :
KUSBANDIA N111 11 266
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) telah dikenal sebagai gulma air. Hal ini
disebabkan karena eutrofikasi yang terjadi di badan air. Eutrofikasi merupakan peristiwa
meningkatnya bahan organik dan nutrien (terutama unsur Nitrogen dan Phospor) yang
terakumulasi di badan air. Peningkatan bahan organik dan nutrien ini berasal dari
limbah domestik, limbah pertanian, dan lain-lain. Bioetanol dapat diproduksi dari
berbagai bahan baku yaitu saccharine material, starchy material dan lignocellulose
material. Saccharine material dapat langsung difermentasi untuk menghasilkan etanol.
Starchy material perlu dilakukan hidrolisis terlebih dahulu sebelum difermentasi.
Lignocellulose material perlu dilakukan pretreatment untuk mendegradasi strukturnya
yang kompleks. Produksi bioetanol terdiri dari beberapa proses, yaitu pretreatment,
hidrolisis dan fermentasi. Eceng gondok mengandung hemiselulosa 48,70 ± 0,027%
dan selulosa 18,20 ± 0,012% berat basah (Nigam, 2002) dan 4,1% pati pada daun
eceng gondok. Beberapa penelitian mengenai produksi bioetanol dengan bahan baku
eceng gondok telah dilakukan sebelumnya. Pada tahap pretreatment digunakan
campuran NaOH dan H2O2 (Mishima dkk., 2008) dan H2SO4 . Pada penelitian ini
dilakukan pretreatment dengan pemanasan. Proses hidrolisis terdiri dari tahap likuifikasi
dan sakarifikasi. Tahap likuifikasi digunakan jamur Aspergillus niger yang menghasilkan
enzim α-amilase untuk mendegradasi pati. Tahap sakarifikasi digunakan ragi
Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan enzim glukoamilase untuk mengubah
polisakarida menjadi gula yang dapat difermentasi (glukosa, galaktosa, manosa dan
sebagainya). A. niger juga menghasilkan enzim selulase untuk mendegradasi selulosa.
Beberapa mikroorganisme dapat melakukan fermentasi etanol dari substrat hasil
degradasi eceng gondok, diantaranya Pichia stipitis NRLL Y-7124, ragi yang diisolasi
dari bermacam-macam hidrosfer (Masami, dkk., 2008). Pada penelitian ini digunakan
bakteri Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tipe-tipe Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam
keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu
bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa
akseptor elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil
fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen
lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal
sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk
menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi
anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor
elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi yang menghasilkan
asam laktat sebagai produk sampingannya. Akumulasi asam laktat inilah yang berperan
dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot.
Adapun tipe-tipe fermentasi dan reaksinya adalah sebagai berikut:
1. Fermentasi Alkohol
Beberapa jasad renik seperti ragi, glukosa dioksidasi menghasilkan etanol dan CO2
dalam proses yang disebut fermentasi alkohol. Jalur metabolisme proses ini sama
dengan glikolisis sampai dengan terbentuknya piruvat. Dua tahap reaksi enzim
berikutnya adalah reaksi perubahan asam piruvat menjadi asetaldehida, dan reaksi
reduksi asetaldehida menjadi alkohol. Dalam reaksi pertama piruvat didekarboksilasi
diubah menjadi asetaldehida dan CO2 oleh piruvat dekarboksilase, suatu enzim yang
tidak terdapat dalam hewan. Reaksi dekarboksilase ini merupakan reaksi yang tak
reversible, membutuhkan ion Mg2+ dan koenzim tiamin pirofosfat. Reksi berlangsung
melalui beberapa senyawa antara yang terikat secara kovalen pada koenzim. Dalam
reaksi terakhir, asetaldehida direduksi oleh NADH dengan enzim alkohol
dehidrogenase, menghasilkan etanol. Dengan demikian etanol dan CO2 merupakan
hasil akhir fermentasi alkohol, dan jumlah energi yang dihasilkan sama dengan glikolisis
anaerob, yaitu 2 ATP.
2. Fermentasi Asam Laktat
Fermentasi asam laktat banyak dilakukan oleh fungi dan bakteri tertentu digunakan
dalam industri susu untuk membuat keju dan yoghurt. Aseton dan methanol merupakan
beberapa produk samping fermentasi mikroba jenis lain yang penting secara komersil.
Dalam fermentasi asam laktat, piruvat direduksi langsung oleh NADH untuk membentuk
laktat sebagai produk limbahnya, tanpa melepaskan CO2. Pada sel otot manusia,
fermentasi asam laktat dilakukan apabila suplay oksigen tubuh kurang. Laktat yang
terakumulasi sebagai produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun
secara perlahan diangkut oleh darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat.
Bakteri asam laktat mampu mengebah glukosa menjadi asam laktat. Bakeri tersebut
adalah Laktobbacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus dan Bifidobacterium.
Ada 2 kelompok fermentasi asam laktat, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif.
Homofermentatif menggunakan glikolisis melalui jalur EMP dan heterofermentatif
menggunakan glikolisis melalui jalur HMP.
3. Fermentasi Asam Campuran
Enterobacteriaceae (Escherichia, Enterobacter, Salmonella, Klebsiella, dan Shigella)
memfermentasikan glukosa menjadi campuran asam asetat, format, suksinat, etanol,
CO2, dan H2. Semua produk diperoleh dari fosfoenol piruvat (PEP) atau lebih tepatnya
suksinat dari PEP, sedang yang lainnya dari piruvat (piruvat diperoleh dari PEP).
Suksinat diperoleh dari karboksilasi PEP melalui jalur reduktif-asam sitrat (jalur
suksinat). PEP diubah menjadi oksaloasetat oleh PEP karboksilase. Perubahan
oksaloasetat menjadi suksinat melalui rute dan melibatkan enzim yang sama seperti
pada perubahan oksaloasetat menjadi pada fermentasi propionat untuk bakteri
Propionibacterium. Laktat diperoleh langsung dari reduksi piruvat oleh laktat
dehidrogenase. Format diperoleh dari pemecahan piruvat (hasil lain adalah asetil KoA),
kemudian dapat diubah menjadi CO2 dan H2. Asetil KoA dapat diubah menjadi etanol
maupun asetat.
Lactobacillus helveticus memfermentasi sitrat dan laktosa menjadi laktat. Akan tetapi,
jika laktosa ditiadakan, terjadi perubahan produk fermentasi, yaitu menghasilkan asetat
dan suksinat, bukan laktat. Asetoin dan diasetil tidak terdektesi pada produk fermentasi
Lactobacillus helveticus. Produksi asetat dari piruvat (hasil konversi sitrat) diperantai
oleh NADH oksidase, bukan asetat kinase.
4. Fermentasi Anaerob
Dalam keadaan normal, respirasi seluler organisme dilakukan melalui proses fosforilasi
oksidatif yang memerlukan oksigen bebas. Sehingga hasil ATP respirasi sangat
tergantung pada pasokan oksigen yang cukup bagi selnya. Tanpa oksigen
elektronegatif untuk menarik elektron pada rantai transport elektron, fosforilasi oksidatif
akan terhenti. Akan tetapi, fermentasi memberikan suatu mekanisme sehingga
sebagian sel dapat mengoksidasi makanan dan menghasilkan ATP tanpa bantuan
oksigen. Misalnya, pada tumbuhan darat yang tanahnya tergenang air sehingga akar
tidak dapat melakukan respirasi aerob karena kadar oksigen dalam rongga tanah
sangat rendah.
Secara prosedural, fermentasi merupakan suatu perluasan glikolisis yang dapat
menghasilkan ATP hanya dengan fosforilasi tingkat substrat sepanjang terdapat
pasokan NAD+ yang cukup untuk menerima elektron selama langkah oksidasi dalam
glikolisis. Mekanisme fermentasi tidak dapat mendaur ulang NAD+ dari NADH karena
tidak mempunyai agen pengoksidasi (kondisi anaerob). Sehingga yang terjadi adalah
NADH melakukan transfer elektron ke piruvat atau turunan piruvat. Berikut bahasan
terhadap dua macam fermentasi yang umum yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi
asam laktat.
a. Fermentasi alkohol
Fermentasi alkohol biasanya dilakukan oleh ragi dan bakteri yang banyak digunakan
dalam pembuatan bir dan anggur. Pada Fermentasi alkohol, piruvat diubah menjadi
etanol dalam dua langkah. Langkah pertama menghidrolisis piruvat dengan molekul air
sehingga melepaskan karbondioksida dari piruvat dan mengubahnya menjadi
asetaldehida berkarbon dua. Dalam langkah kedua, asetaldehida direduksi oleh NADH
menjadi etanol sehingga meregenerasi pasokan NAD+ yang dibutuhkan untuk glikolisis.
b. Fermentasi asam laktat
Fermentasi asam laktat banyak dilakukan oleh fungi dan bakteri tertentu digunakan
dalam industri susu untuk membuat keju dan yogurt. Aseton dan methanol merupakan
beberapa produk samping fermentasi mikroba jenis lain yang penting secara komersil.
Dalam fermentasi asam laktat, piruvat direduksi langsung oleh NADH untuk membentuk
laktat sebagai produk limbahnya, tanpa melepaskan CO2. Pada sel otot manusia,
fermentasi asam laktat dilakukan apabila suplay oksigen tubuh kurang. Laktat yang
terakumulasi sebagai produk limbah dapat menyebabkan otot letih dan nyeri, namun
secara perlahan diangkut oleh darah ke hati untuk diubah kembali menjadi piruvat.
2. Penerapan Fermentasi Dalam Bidang Bioteknologi
2.1 Penerapan Fermentasi Dalam Bidang Pangan
Fermentasi merupakan proses perubahan-perubahan kimia dalam suatu substrat
organik yang berlangsung karena aksi katalisator biokimiawi yaitu enzim yang
dihasilkan oleh mikroba-mikroba hidup tertentu (Tjokroadikoesoemo,
1993). Fermentasi sering diganti dengan peragian. Ragi-ragi tersebut mempunyai
persamaan yaitu manghasilkan fermen atau enzim yang dapat mengubah substrat
menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan berupa energi. Proses fermentasi
dapat dimanfaatkan dalam bidang industri pangan, baik yang dibuat melalui proses
produksi yang sangat sederhana (tradisional/konvensional) maupun yang modern.
Pemanfaatan mikroba dalam bidang bioteknologi telah memberikan dapak yang positif
bagi kelangsungan hidup manusia, salah satunya untuk pengolahan makanan.
Namun, tidak semua mikroba tersebut dapat digunakan untuk pengolahan makanan.
Adapun beberapa jenis mikroba yang bermanfaat untuk pengolahan makanan, yaitu:
jenis bakteri dan jenis jamur. Mikroba jenis bakteri yang digunakan dalam pemanfaatan
berbagai macam produk adalah: Lactobacillus, Streptococcus, Pediococcus cerevisiae,
Acetobacter. Pada mikroba jenis fungi yang digunakan dalam pemanfaatan berbagai
macam produk adalah jamur Rhyzopus oryzae, Neurospora sitophila, Aspergillus
wentii dan Aspergillus oryzae, Saccharomyces cerevisiae.
Adapun contoh yang konvensional misalnya bisa dilihat dalam proses pembuatan tape,
tempe, dan tuak. Contoh yang modern misalnya pembuatan yougurt, keju, wine. Semua
proses pembuatan pangan ini memerlukan bantuan mikroorganisme. Berikut
merupakan beberapa produk olahan yang menggunakan bantuan mikroba tersebut.
3. Metode-metode yang dilakukan dalam Produksi Bioetanol dari Eceng Gondok
crassipes) dengan Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae yaitu :
a. Pretreatment
Ada dua macam proses pretreatment yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu
pretreatment asam dan pemanasan. Asam yang digunakan adalah asam sulfat 2%
(v/v). Sedangkan pemanasan menggunakan autoclave pada suhu 121 0C selama 30
menit. Proses pretreatment asam dilakukan dengan menambahkan 420 mL asam sulfat
2% (v/v) ke dalam 25 gram tepung eceng gondok, kemudian distirer selama 7 jam.
Selanjutnya suspensi eceng gondok dinetralkan dengan 30 mL NaOH 6 M dan
ditambah 50 mL buffer asetat 0,1 M (pH 5). Proses pretreatment pemanasan dilakukan
dengan memanaskan 25 gram tepung eceng gondok pada suhu 121 0C selama 30
menit. Selanjutnya ditambah 450 mL akuades dan 50 mL buffer asetat 0,1 M (pH 5).
b. Hidrolisis
Proses hidrolisis meliputi dua tahap, yaitu tahap likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap
likuifikasi dilakukan variasi seeding ratio jamur A. niger sebagai starter. Variasi seeding
ratio sebesar 4/40 (v/v) dan 8/40 (v/v) dengan waktu inkubasi dalam tahap likuifikasi
selama dua hari. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 90 0C selama 60 menit. Tahap
sakarifikasi dengan ragi S. cerevisiae dengan waktu inkubasi selama satu hari.
Selanjutnya dipanaskan pada suhu 60 0C selama 50 menit. Setelah dilakukan proses
sakarifikasi, kadar glukosa diukur dengan metode Nelson-Somogyi. Pembuatan starter
jamur A. niger dilakukan dengan menginokulasikan A. niger dalam media PDB (Potato
Dextrose Broth) kemudian dishaker pada suhu ruang selama 24 jam. Volume masing
masing seeding ratio 4/40 (v/v) dan 8/40 (v/v) berturut-turut adalah 50 mL dan 100 mL.
Starter untuk S. cerevisiae dibuat dari S. cerevisiae yang diinokulasikan dalam media
PDB sebanyak 100 mL dan dishaker pada suhu ruang selama 8 jam.
Fermentasi
Tahap fermentasi dilakukan selama lima hari. Substrat hasil hidrolisis disaring,
kemudian masing-masing 100 mL substrat ditambah starter Z. mobilis dan S. cerevisiae
sebanyak 20% (v/v). Starter untuk Z. mobilis dibuat dari media NB (Nutrient Broth) yang
diinokulasikan Z. mobilis dan dishaker selama selama 6 jam. Starter untuk S. cerevisiae
dibuat dari media PDB yang diinokulasikan S. cerevisiae kemudian dishaker selama 8
jam. Cairan hasil fermentasi disampling untuk dianalisis kadar etanol. Sampling
dilakukan mulai hari kedua hingga hari kelima.
4. HASIL DAN DISKUSI
a. Pretreatment
Biomassa eceng gondok tersusun dari lignoselulosa. Proses Pretreatment dibutuhkan
untuk mengubah struktur lignoselulosa agar lebih mudah diakses oleh enzim yang
mengubah polimer karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) menjadi gula yang dapat
difermentasi (fermentable sugar). Lignoselulosa sebagai penyusun dinding sel tanaman
eceng gondok terdiri dari polimer selulosa dan hemiselulosa yang dilindungi oleh lignin.
Lignoselulosa memiliki bagian kristalin dan amorf. Struktur kristalin lignoselulosa adalah
selulosa yang tersusun dari rantai glukosa yang saling terikat dengan ikatan 1-4 β
glikosida dan adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang
berdekatan, sehingga strukturnya menjadi kokoh. Struktur amorf lignoselulosa adalah
hemiselulosa yang tersusun dari glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, arabinosa,
sejumlah kecil ramnosa dan asam galaktonik. Struktur amorf ini tidak sekuat struktur
kristalin sehingga lebih mudah diuraikan melalui proses pretreatment. Tahap
pretreatment dengan asam termasuk proses pretreatment secara kimia. Bahan kimia
yang umum digunakan adalah H2SO4, H3PO4, HCl. Selain pretreatment dengan asam,
proses pretreatment secara kimia lainnya adalah dengan alkali (NaOH, NH3), gas (Cl2,
NO2, SO2), agen pengoksidasi (H2O2, ozon) (Pandey, 2009). Tanaman eceng gondok
yang mempunyai struktur lignoselulosa (Nigam, 2002) membutuhkan proses
pretreatment untuk memecah struktur lignoselulosanya, sehingga dapat dihidrolisis
menjadi monosakarida. Proses pretreatment pemanasan pada suhu tinggi termasuk
proses fisika. Selain pemanasan pada suhu tinggi, proses fisika lainnya adalah
pengubahan ukuran partikel biomassa (bahan baku) menjadi sekecil mungkin (Pandey,
2009). Untuk itu, tanaman eceng gondok dikeringkan dan dihaluskan menjadi tepung
eceng gondok, sehingga ukuran partikelnya semakin luas. Tepung eceng gondok yang
dipaparkan pada suhu tinggi diharapkan dapat memutus ikatan-ikatan dalam
polisakarida tepung eceng gondok. Ukuran partikel yang semakin kecil dapat
memaksimalkan interaksi partikel tepung eceng gondok dengan enzim-enzim yang
dihasilkan dari jamur Aspergillus niger untuk memutus ikatan polisakarida.
b. Hidrolisis
Penelitian ini menggunakan proses hidrolisis secara biologi. Proses hidrolisis ini terdiri
dari dua langkah, yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Mikroba yang digunakan adalah
jamur Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Jamur A.niger digunakan pada
tahap likuifikasi dan S.cerevisiae digunakan pada tahap sakarifikasi. Jamur A. niger
menghasilkan enzim α-amilase dan glukoamilase yang mampu menghidrolisis pati.
Enzim α-amilase mampu memutus ikatan α-1,4 glikosida secara acak di bagian dalam
pati. Akibat dari aktivitas tersebut, rantai pati terputus-putus menjadi maltosa,
maltotriosa, glukosa dan dekstrin. Sedangkan enzim glukoamilase akan memecah
ikatan α-1,4 maupun α-1,6 glikosida pada molekul pati menjadi gula reduksi (Purwantari
dkk., Ragi S. cerevisiae juga menghasilkan enzim glukoamilase, agar dihasilkan gula
reduksi yang lebih banyak. Selain menghasilkan enzim α-amilase dan glukoamilase, A.
niger juga menghasilkan enzim selulase. Enzim ini menghidrolisis acak dari ikatan β-1,4
glikosida dari selulosa. Proses hidrolisis merupakan langkah selanjutnya untuk
memecah struktur polisakarida menjadi monosakarida. Selulosa merupakan komponen
terbesar kedua dari tanaman eceng gondok setelah hemiselulosa. Rantai selulosa yang
terhidrolisis akan menghasilkan disakarida selobiosa. Selanjutnya selobiosa yang
terhidrolisis lebih lanjut akan menghasilkan glukosa. Selobiosa merupakan disakarida
yang tersusun dari dua unit monomer glukosa. Selobiosa diperoleh dari hidrolisis parsial
selulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolimer yang tersusun dari monomer
karbohidrat yang bermacam-macam. Hemiselulosa tersusun dari galaktosa, glukosa,
arabinosa, sedikit rhamnosa, asam glukoronik, asam metil glukoronik dan asam
galakturonik. Hemiselulosa mempunyai struktur acak dan amorf sehingga lebih mudah
dihidrolisis.
c. Fermentasi
Fermentasi merupakan proses produksi energi dari mikroorganisme dalam kondisi
anaerobik (tanpa udara). Mikroorganisme yang melakukan fermentasi etanol harus
dapat memfermentasi semua monosakarida yang terkandung dalam media. Penelitian
ini menggunakan dua mikroorganisme, yaitu Saccharomyces cerevisiae dan
Zymomonas mobilis. Ragi S. cerevisiae dapat memfermentasi substrat glukosa,
fruktosa, galaktosa, sukrosa dan pati. Sedangkan bakteri Z. mobilis dapat
memfermentasi substrat glukosa, fruktosa dan sukrosa (Sen, 1989). Sebelumnya,
S.cerevisiae maupun Z. mobilis dipre-culture selama 24 jam berturut-turut dalam media
PDB (Potato Dextrose Broth) dan Nutrient Broth (terdiri dari lactose, pepton dan yeast
extract). Pre-culture dimaksudkan untuk memperbanyak sel, sehingga media atau
substrat dapat langsung dimanfaatkan oleh mikroba untuk melakukan proses
fermentasi. Proses fermentasi dilakukan selama lima hari untuk melihat tren etanol
yang dihasilkan. Sampling dilakukan mulai hari kedua hingga hari kelima. Sampling
dilakukan mulai hari kedua karena diasumsikan pada hari pertama mikroba dalam fasa
adaptasi dengan media atau substratnya. menghasilkan glukosa secara optimum.
Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mikroorganisme yang efektif
melakukan fermentasi dengan substrat yang berasal dari degradasi lignoselulosa eceng
gondok.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Kadar glukosa yang tertinggi pada sampel B4. Sampel ini dihasilkan dari proses
pretreatment asam yang dilanjutkan dengan likuifikasi dengan A. niger dengan
seeding ratio 8/40 (v/v) dan tanpa proses sakarifikasi. Kadar glukosa yang terukur
sebesar 8414,7287 mg/L.
2. Kadar etanol tertinggi yang terukur pada kromatografi gas diperoleh pada sampel C3.
Tepung eceng gondok yang dipretreatment pemanasan, kemudian dilikuifikasi
dengan A. niger dengan seeding ratio 8/40 (v/v) dan dilanjutkan dengan sakarifikasi
kemudian difermentasi dengan S. cerevisiae. Kadar etanol tertinggi sebesar 0,27%
dari fermentasi selama 3 hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16966/4/Chapter%20II.pdf
Diakses pada tanggal 23 Februari 2013. Makassar
2. http://sejarah.kompasiana.com/2011/07/19/sejarah-tuak-nira
Diakses pada tanggal 23 Februari 2013. Makassar