tugas review perubahan budaya & organisasi dr hermawan (uas).docx
TRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH
PERUBAHAN DAN BUDAYA ORGANISASI
OLEH :
ENI PURWANTI (156030101111016)
UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIKMALANG
2016
KUMPULAN JURNAL INTERNASIONAL
TENTANG PERUBAHAN DAN BUDAYA ORGANISASI
TINJAUAN JURNAL INTERNASIONAL
Communicating Change in Organizational Restructuring: A Grounded Theory Case Study
Mohd Fauzi Kamarudin, Karen Starr, Aida Nasirah Abdullah, Kalthom Husain
TINJAUAN JURNAL INTERNASIONAL Oleh : Eni Purwanti
Magister Administrasi Publik, FIA Univ. Brawijaya
Judul : Communicating Change in Organizational Restructuring: A Grounded Theory Case Study
Jurnal : Procedia – Social and Behavioral Sciences (ScienceDirect.com)
Volume dan Halaman
: Vol. 155, Hal. 496 – 501
Tahun : 2014
Penulis : Mohd Fauzi Kamarudin, Karen Starr, Aida Nasirah Abdullah, Kalthom Husain
A. Pendahuluan
Pasar bebas dan globalisasi menuntut setiap organisasi yang ada di
dunia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Dengan berubah dan
menyesuaikan diri, sebuah organisasi akan bertahan atau bahkan berkembang.
Namun organisasi bukanlah sesuatu yang mudah untuk diubah begitu saja,
karena banyaknya elemen-elemen yang terdapat didalamnya yang akan
terpengaruh atau terkait satu sama lain. Membawa sebuah organisasi kepada
perubahan sama saja dengan mengendalikan sebuah kapal induk atau kapal
selam saat peperangan. Dibutuhkan bahasa komunikasi yang jelas dan sepaham
di antara anggota organisasi, dibutuhkan pula informasi tentang segala sumber
daya yang dipunyai untuk proses perubahan, serta gambaran yang jelas tentang
perubahan seperti apa yang diinginkan. Untuk itu sebuah perubahan harus
direncanakan dengan matang. Bagi individu-individu dalam organisasi, berita
tentang perubahan dalam organisasinya dapat menimbulkan keantusiasan dan
harapan yang akhirnya menyadarkan mereka akan kebutuhan tentang informasi
yang jelas tentang perubahan itu. Maka sangat jelas terlihat, bahwa komunikasi
merupakan faktor penting dalam perubahan. Kegagalan berkomunikasi akan
menimbulkan asumsi-asumsi, kemudian berkembang menjadi isu dan kesinisan
(Brown & Cregan dalam Kamarududin dkk, 2014:496). Bila dibiarkan akan
menuju pada situasi ketidakpastian, yang menimbulkan stress pada individu
1
2
dalam organisasi. Dan akhirnya dari stress tersebut timbullah sikap
penentangan (resistance) terhadap perubahan (Starr dalam Kamarudin dkk,
2014:496).
Jurnal berjudul Communicating Change in Organizational Restructuring :
a grounded Theory Case Study yang ditulis oleh Mohd Fauzi Kamarudin, Karen
Starr, Aida Nasirah, dan Kalthoum Hussain mengemukakan tentang upaya
mengkomunikasikan perubahan struktur organisasi pada sebuah universitas di
Australia, yaitu penggabungan fakultas pendidikan dan fakultas seni dengan
tujuan efisiensi dan manajerial yang lebih efektif.
B. Pembahasan
Mengkomunikasikan perubahan dalam organisasi pendidikan tinggi
seperti universitas tidaklah mudah, hal ini disebabkan struktur organisasinya
yang terdiri dari banyak lembaga semi otonom serta berbagai fungsi atau jabatan
yang saling melengkapi. Untuk melancarkan proses penggabungan dua fakultas
tersebut, dibentuklah sebuah komite yang beranggotakan perwakilan dari kedua
fakultas, perwakilan dari kantor kepegawaian universitas, dan perwakilan dari
Wakil Rektor selaku penggagas penggabungan. Ditetapkan waktu selama 6
(enam) bulan bagi komite untuk mengkomunikasikan penggabungan fakultas
pendidikan dan fakultas seni kepada pihak-pihak yang terkait dan
berkepentingan. Dalam masa ini, diamati bahwa terdapat dua arah komunikasi,
yaitu dari komite kepada pihak terkait dan sebaliknya. Komite menganggap
bahwa penyampaian informasi yang berkaitan dengan penggabungan dua
fakultas sudah bagus dan cukup. Diadakan rapat dan sesi-sesi konsultasi untuk
menyampaikan informasi sekaligus mendapatkan masukan atau umpan balik.
Selain itu, dibuat pula email, laporan berkala, dan pengumuman yang memuat
informasi yang berkaitan dengan penggabungan dua fakultas. Seorang anggota
komite menyatakan bahwa banyak sekali hal yang telah dilakukan untuk
mengkomunikasikan penggabungan dua fakultas ini, dan upaya itu juga
dilakukan pada berbagai macam fungsi dan jabatan yang terkait secara eksklusif.
Tidak hanya dilakukan pada pihak-pihak terkait secara keseluruhan. Ia
menganggap bahwa mungkin ada sangat banyak komunikasi yang terjadi, selain
yang tercatat dan resmi (hal.499).
3
Namun tidak demikian halnya yang terjadi menurut pihak yang menerima
informasi. Proses penggabungan dua fakultas memunculkan masalah-masalah
diakibatkan kualitas informasi yang buruk dan kurang. Banyak yang merasakan
ketidakpastian selama proses penggabungan. Sesi konsultasi yang diadakan
memberi informasi, namun tidak memberikan kesempatan yang cukup tentang
bagaimana perubahan yang akan terjadi dan efeknya terhadap semua pihak
yang terkait. Diantara anggota-anggota kedua fakultas muncul kekhawatiran
akan status pekerjaan mereka di masa mendatang dan hal ini tidak banyak
dibahas, sehingga seolah-oleh tidak ditanggapi oleh komite (hal.499).
Ketidakpastian ini pun diakui oleh seorang anggota komite. Ia berpendapat
bahwa tidak banyak yang disampaikan mengenai hal tersebut, mengingat proses
penggabungan sedang berjalan. Tidak seorangpun tahu dengan pasti apa yang
akan terjadi nanti (hal.500).
Penggunaan berbagai media untuk berkomunikasi tidak menjamin
keberhasilan komunikasi itu sendiri. Komunikasi seharusnya mengajak serta dan
melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan di dalamnya (Lewis, Schmisseur,
Stephens dalam Kamarudin dkk, 2014:500). Hal ini hanya bisa dicapai melalui
dialog yang saling berumpan balik dalam waktu yang cukup dan informasi yang
dibagikan adalah informasi yang diperlukan dalam isu yang didialogkan. Apabila
hal ini tidak dilakukan, maka akan menimbulkan ketidakpastian dalam proses
perubahan. Walaupun ketidakpastian adalah sesuatu normal dan biasa terjadi,
namun sebaiknya dihindari dalam konteks organisasi.
C. Komunikasi Perubahan Kepemimpinan di Provinsi DKI Jakarta
Setelah pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama
memenangkan Pilkada Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012, banyak sekali
perubahan-perubahan yang terjadi di ibukota negara ini. Salah satu perubahan
yang menarik perhatian adalah perombakan struktur organisasi Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Tercatat sebanyak 8 (delapan) kali promosi, mutasi,
maupun demosi selama tahun 2015 dibawah pimpinan Gubernur Basuki Tjahaya
Purnama atau biasa dikenal Ahok (Tabel.1).
4
Tabel 1. Perombakan jabatan eselon II, III, dan IV di organisasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama Tahun 2015Pelantikan
ke-Tanggal Jabatan Jumlah
Orang1 2 Januari 2015 Pejabat eselon II, III, IV
(hasil lelang jabatan)4.676 orang
2 22 Januari 2015 Pejabat eselon II, III 704 orang3 18 Mei 2015 Pejabat eselon III, IV 649 orang4 3 Juli 2015 Pejabat eselon II, III, IV 25 orang5 7 Agustus 2015 Pejabat eselon II 10 orang6 4 September 2015 Pejabat eselon II, III, IV 327 orang7 6 November 2015 Pejabat eselon III, IV 328 orang8 11 Desember 2015 Pejabat eselon III 16 orang
Penggantian kepemimpinan tentunya berdampak pada organisasi secara
keseluruhan. Sudah menjadi pengetahuan yang umum bila terjadi penggantian
kepemimpinan maka akan terjadi perubahan kebijakan, kemudian terjadi
perubahan strategi pencapaian tujuan. Perubahan kepemimpinan seringkali juga
membawa perubahan budaya dalam organisasi, sehingga setiap individu
didalamnya dituntut untuk beradaptasi. Proses adaptasi tentunya membutuhkan
waktu dan dapat mempengaruhi kinerja individu. Komunikasi dalam proses
perubahan dan adaptasi juga sangat penting. Kegagalan komunikasi bisa
menimbulkan resistansi terhadap perubahan. Pada kasus penggabungan dua
fakultas di sebuah universitas di Australia, kegagalan komunikasi telah
menimbulkan situasi ketidakpastian walaupun tidak terjadi resistansi. Namun
apabila dibiarkan maka situasi tersebut akan mengarah pada resistansi terhadap
perubahan.
Perubahan kepemimpinan dalam struktur organisasi-organisasi di
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan oleh Gubernur Ahok dinilai
terlalu sering oleh pengamat, salah satunya adalah Pengamat perkotaan
Universitas Trisakti Nirwono Joga. Kepada www.koran-sindo.com Ia menuturkan
perombakan pejabat dan evaluasi yang terlalu cepat seperti saat ini sangat
mempengaruhi kinerja pejabat dan berimbas pada penyerapan anggaran. Hal ini
pun diakui oleh Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dalam
http://metro.sindonews.com/. Wagub mengatakan bahwa salah satu contoh
terganggunya kinerja birokrasi yakni terlihat dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2015 dan APBD 2016.
5
Dengan adanya pergantian pejabat eselon II, III dan IV para pejabat yang
mengisi posisi baru harus beradaptasi kembali dengan pekerjaan dan lingkungan
kerjanya. "Adaptasi kinerja itu idealnya enam bulan sampai 1 tahun setelah
menduduki posisi baru, kecuali kalau dia ditemukan melanggar aturan dan
hukum. Tapi untuk evaluasi kinerja paling enggak setahun. Sebab seorang di
tempat baru itu butuh adaptasi. Harus mengenal lingkungan dan pekerjaannya,
supaya dia bisa mengejar ketertinggalannya," jelasnya. Perubahan
kepemimpinan inipun seringkali tidak didahului oleh komunikasi. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya pejabat yang mengetahui posisinya pada saat
pelantikan. Contohnya Muhammad Yuliadi yang akan dilantik menjadi Sekretaris
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta menggantikan
Ahmad Sotar Harahap pada tanggal 9 September 2015. Mantan Wakil Wali Kota
Jakarta Barat itu mengaku sampai dengan siang hari ia masih mengikuti
pelatihan kepemimpinan di Lembaga Administrasi Negara (LAN) Pejompongan,
Jakarta Pusat. Salah satu stafnya memberitahu bahwa pada jam 3 sore ia akan
mengikuti pelantikan. Hingga di lokasi pelantikan, Yuliadi mengaku masih belum
mengetahui jabatan yang akan dia emban. Hal yang sama dialami Asisten Deputi
Gubernur Bidang Tata Ruang, Abdul Chair. Mantan Kepala Bidang Partisipasi
Masyarakat Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Bencana itu
mengaku baru menerima informasi akan dilantik pada pukul 11.00 WIB hari itu
juga.
Perubahan yang terlalu sering, memberikan waktu yang singkat untuk
komunikasi dan adaptasi. Resistansi atau penolakan terhadap perubahan
mengiringi kegagalan komunikasi dan adaptasi. Dibandingkan dengan kasus
penggabungan dua fakultas di sebuah universitas di Australia, kasus
perombakan jabatan dalam organisasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta jauh
lebih buruk. Tidak adanya komunikasi dan waktu yang sangat sempit untuk
beradaptasi mengakibatkan resistansi dan kinerja yang buruk. Terbukti dari
penyerapan anggaran Provinsi DKI Jakarta sampai dengan September 2015
adalah 19,39% dan paling rendah di Indonesia. Memang isu perombakan
pejabat-pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bukanlah satu-satunya
penyebab rendahnya penyerapan anggaran, namun kinerja pegawai adalah hal
terpenting dalam penyerapan anggaran. Semakin sedikit anggaran yang diserap,
maka pembangunan di daerah yang bersangkutan juga melambat. Sehingga
perekonomian pun terganggu.
6
D. Kesimpulan
Komunikasi adalah hal terpenting dalam proses perubahan sebuah
organisasi. Agen-agen perubahan mengkomunikasikan keputusan, prosedur,
proses transisi, struktur yang baru, dan kebijakan yang diberlakukan selama
proses perubahan. Masukan atau umpan balik harus diperhatikan dalam rangka
memastikan bahwa kebutuhan dan kekhawatiran pihak yang terdampak
perubahan akan terpenuhi. Hafied Cangara,2008 dalam
https://amirlahjeni.wordpress.com/2012/03/30/unsur-unsur-komunikasi/
berpendapat bahwa ada 5 (lima) unsur dalam komunikasi yang baik, yaitu : (1)
sumber, yaitu pembuat atau pengirim informasi; (2) pesan, yaitu sesuatu yang
disampaikan pengirim kepada penerima; (3) media, yaitu sarana yang digunakan
untuk menyampaikan pesan; (4) penerima, yaitu pihak dimaksudkan untuk
menerima pesan dari sumber; dan (5) pengaruh atau dampak, yaitu perbedaan
antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan
sesudah menerima pesan atau perubahan pengetahuan, sikap, dan tindakan
seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. Kemudian Charles Osgood Gerald
Miller dan Melvin L De Fleur menambahkan efek dan umpan balik (feedback)
sebagai unsur komunikasi, yaitu masukan atau tanggapan dari penerima kepada
sumber tentang pesan yang telah disampaikan. Dan yang terakhir ialah
pandangan Joseph de Vito, K Sereno dan Erika Vora yang menilai lingkungan
merupakan unsur komunikasi, karena situasi yang terjadi pada lingkungan dapat
mempengaruhi proses komunikasi sebagai gangguan (noise) atau dukungan
(support).
Pada kasus perubahan struktur organisasi di sebuah universitas di
Australia, upaya komunikasi telah dijalankan dan semua unsurnya telah
terpenuhi. Namun hal ini bukan jaminan keberhasilan proses komunikasi dalam
perubahan organisasi. Upaya mengkomunikasikan penggabungan dua fakultas
dianggap gagal oleh beberapa pihak yang terlibat didalamnya, karena sedikitnya
tanggapan yang diberikan oleh komite terhadap masukan atau umpan balik pihak
yang terdampak perubahan. Hal ini membawa lingkungan kerja pada keadaan
tidak pasti, sehingga menimbulkan stress pada anggota organisasi. Walaupun
tidak terjadi penolakan terhadap perubahan, namun kinerja anggota organisasi
menjadi terganggu.
7
Sedangkan perubahan kepemimpinan organisasi-organisasi Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, tidak ada ataupun sedikit sekali upaya untuk
mengkomunikasikan perubahan ini. Tidak ada upaya dari sumber untuk
menyebarkan informasi, tidak ada waktu yang cukup untuk memberikan
masukan atau umpan balik, bahkan terjadi penolakan terhadap perubahan atau
kegagalan dalam beradaptasi. Ketika terjadi penolakan yang ditandai dengan
tidak adanya perubahan pada kinerja organisasi (SKPD), maka dilakukan
penggantian kepemimpinan kembali dalam waktu yang singkat karena pemimpin
sebelumnya dianggap gagal. Hal ini dirasa kurang tepat, karena yang
sebenarnya terjadi adalah kegagalan mengkomunikasikan perubahan dalam
organisasi. Siapapun pemimpinnya, ia akan memerlukan waktu yang cukup
untuk membangun komunikasi yang baik sehingga pesan perubahan dapat
tersampaikan dengan baik pula. Penggantian kepemimpinan dalam waktu yang
singkat hanya menambah tingkat kecemasan dan stress, sehingga sangat
berpengaruh terhadap kinerja pegawai dan kinerja organisasi secara
keseluruhan. Rendahnya penyerapan anggaran menjadi bukti nyata akan hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Kamarudin, Mohd Fauzi, Karen Starr, Aida Nasirah Abdullah, Kalthoum Husain. (2014). Communicating Change in Organizatiional Restructuring : A Grounded Theory Case Study. Procedia Social and Behavioural Sciences. 155.496-501.
http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3384/1/mutasi.pns.dki.era.ahok?utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=ktopird diakses pada tanggal 3 Januari 2016 pukul 19.00 WIB
http://metro.sindonews.com/read/1048433/171/wagub-dki-perombakan-pejabat-di-dki-terlalu-cepat-1443359790 diakses pada tanggal 5 Januari 2016 pukul 9.00 WIB
http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=4&date=2015-11-07 diakses pada tanggal 5 Januari 2016 pukul 9.00 WIB
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/10/03/11520011/Penyerapan.Anggaran.DKI.Terendah.di.Indonesia.Ahok.Salahkan.Kemendagri diakses pada tanggal 5 Januari 2016 pukul 9.00 WIB
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/10/05/17593031/Penyerapan.Anggaran.Jakarta.Terendah.di.Indonesia.Ini.Tindakan.DPRD.DKI?utm_source=news&utm_medium=bp-kompas&utm_campaign=related& diakses pada tanggal 5 Januari 2016 pukul 9.00 WIB
http://www.informasiahli.com/2015/07/pengertian-komunikasi-unsur-dan.html diakses pada tanggal 5 Januari 2016 pukul 17.00 WIB
https://amirlahjeni.wordpress.com/2012/03/30/unsur-unsur-komunikasi/ diakses pada tanggal 5 Januari 2016 pukul 17.00 WIB