skripsi deni giri hermawan bab i_bab vii

106
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya kea rah bentuk tubuh orang dewasa. Terjadi pula perubahan sikap dan sifat yang menonjol terutama terhadap teman sebaya, lawan jenis, terhadap permainan anggota keluarga. Secara biologis seorang remaja memasuki masa pubertas, menunjukkan perubahan-perubahan khusus bagi anak-anak yang mengalami perkembangan fisik. Yang perlu dipahami adalah perubahan- perubahan tersebut terjadi dalam masa remaja (adolesensi) yang menyebabkan remaja sanggup melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan (Hurlock, 2007). Salah satu ciri remaja adalah memperhatikan tampangnya, bagi seorang remaja kebaikan atau kejelekan penampilan merupakan hal yang penting. Remaja selalu membandingkan dirinya dengan gambar-gambar reklame dan

Upload: muhammad-bahrul-ulum

Post on 27-Oct-2015

594 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan

sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya kea rah

bentuk tubuh orang dewasa. Terjadi pula perubahan sikap dan sifat yang menonjol

terutama terhadap teman sebaya, lawan jenis, terhadap permainan anggota keluarga.

Secara biologis seorang remaja memasuki masa pubertas, menunjukkan perubahan-

perubahan khusus bagi anak-anak yang mengalami perkembangan fisik. Yang perlu

dipahami adalah perubahan-perubahan tersebut terjadi dalam masa remaja

(adolesensi) yang menyebabkan remaja sanggup melakukan penyesuaian diri dengan

lingkungan (Hurlock, 2007).

Salah satu ciri remaja adalah memperhatikan tampangnya, bagi seorang

remaja kebaikan atau kejelekan penampilan merupakan hal yang penting. Remaja

selalu membandingkan dirinya dengan gambar-gambar reklame dan dalam film-film.

Seorang anak remaja yang merasa bahwa penampilannya kurang baik di antara anak-

anak lainnya mengundurkan diri dari kegiatan-kegiatan bersama anak-anak lainnya

dan mengembangkan sikap-sikap negatif, senantiasa cemas mengenai pendapat orang

lain mengenai dirinya sehingga merasa malu dan rendah diri (Rini J, 2007).

Pada masa remaja, sikap individu mengalami berbagai perubahan baik fisik

maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik berupa

timbulnya jerawat. Individu yang mengalami masalah jerawat seringkali mempunyai

2

masalah yang berkaitan dengan harga diri, keyakinan terhadap diri sendiri, pergaulan

sosial, kemurungan, dan kegusaran. Masalah jerawat sering terjadi pada bagian

muka, belakang badan dan dada. Masalah ini memberikan kesan psikologis yang

buruk pada remaja, terutama remaja dalam alam persekolahan. Pada tahap ini, faktor

image remaja dan aktivitas pergaulan sosial amat penting. Walaupun masalah

dianggap ringan dan boleh diobati sendiri tetapi jika tidak dirawat akan

mengakibatkan kesan fisik dan emosi yang buruk (Willis, S. Sofyan, DR,M.Pd.

2005).

Keluhan yang sering dialami oleh kebanyakan orang khususnya remaja putri

pada wajahnya adalah jerawat. Jerawat merupakan salah satu penyakit kulit yang

meresahkan. Kondisi peradangan abnormal pada kulit yang terjadi menahun (kronik)

akibat penyumbatan kelenjar minyak dan produksi kelenjar minyak yang berlebihan

mengakibatkan jerawat. Ketakutan bahwa kulit yang berjerawat akan dinilai orang

lain memiliki pengaruh terhadap kehidupan fisik dan sosial seseorang (Lubis, 2007).

Menurut Kligmann dalam Efendi Z (2007), jerawat adalah salah satu penyakit

kulit yang paling banyak diderita oleh manusia, tidak ada satupun orang di dunia ini

melewati masa hidupnya tanpa sebuah jerawat dikulitnya. Ada beberapa faktor

pemicu jerawat. Pertama, jerawat bisa disebabkan kelebihan hormon. Faktor kedua,

jerawat disebabkan bakteri yang menempel pada kulit wajah. Ketiga, berkaitan

dengan ras. Keempat, faktor makanan. Kelima, bisa juga disebabkan stress. Dalam

beberapa penelitian disebutkan, anak perempuan yang menderita depresi dan

kecemasan beresiko 68% memiliki jerawat.

3

Sumber lain juga menyatakan, sebanyak 80-100% terjadi dalam usia remaja

14 – 17 tahun pada wanita, dan 16 – 19 tahun pada pria. Berdasarkan penelitian

Goodman (1999), jerawat dialami pada usia 16 – 17 tahun, dimana wanita berkisar

83 – 85 % dan pria berkisar 65 – 80%. Dari survey di kawasan Asia Tenggara,

terdapat 40 – 80% kasus jerawat. Sedangkan di Indonesia, catatan Kelompok Studi

Dermatologi Kosmetik Indonesia, menunjukkan terdapat 60% penderita pada tahun

2008 dan 80% pada tahun 2009. Dari kasus di tahun 2009, kebanyakan penderitanya

adalah remaja dan dewasa usia antara 11 – 25 tahun (Efendi, 2007).

Remaja putri tampak kurang menyukai perubahan fisik ketika beranjak

remaja, khususnya mengenai jerawat. Jerawat ini dapat menyebabkan remaja putri

seringkali merasa malu dan menutup diri terhadap lingkungan. Berbeda dengan

remaja putra yang cenderung menerima apa adanya yang mereka alami seiring

pubertas. Dengan munculnya jerawat pada masa remaja, maka kesadaran akan

pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang pada akhirnya dapat

mempengaruhi konsep diri remaja putri (Al-Hoqail, I.A.,2008).

Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui

individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan

orang lain (Ali, 2006). Menurut Keliat (2002) konsep diri terdiri dari lima komponen

yaitu: Citra diri (body image), ideal diri, harga diri, penampilan peran, identitas

personal. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada

aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan

menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas

dan meningkatkan harga diri.

4

Semua perempuan pada dasarnya menginginkan kulit muka yang bersih,

begitu pun remaja di mana masa membentuk diri dalam segala segi dengan sebaik-

baiknya. Kondisi lingkungan sekitar erat kaitannya dengan timbulnya jerawat. SMK

Negeri 1 Indramayu yang letaknya di pinggir jalan dan banyak debu dari kendaraan

yang lalu lalang serta udara yang panas merupakan salah satu faktor penyebab

timbulnya jerawat. Berdasarkan hasil survey yang peneliti lakukan pada tanggal 6

Pebruari 2012 terhadap murid perempuan kelas X SMK Negeri 1 Indramayu yang

berjumlah 269 orang, ternyata 145 orang atau (54 %) di antaranya menderita jerawat

dan hasil wawancara terhadap 10 siswi yang berjerawat, 7 siswi mengatakan tidak

menginginkan adanya jerawat yang mereka alami saat melewati masa pubertas

sehingga membuat mereka kurang percaya diri untuk tampil di depan umum, ada

yang merasa takut dan rendah diri karena wajahnya tidak cantik akibat tumbuhnya

jerawat bahkan lima diantaranya merasa terganggu karena perubahan bentuk wajah

mereka membuat mereka tidak bisa menarik perhatian orang lain untuk melihatkan

bakat yang dimilikinya.

Komponen konsep diri remaja yang mempunyai jerawat sering terganggu,

berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap (10%) 15 murid

perempuan yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, terdapat 12 murid

perempuan mengalami gangguan konsep diri. Hal tersebut dapat dilihat pada murid

perempuan di SMK Negeri 1 Indramayu yang mempunyai jerawat, mereka merasa

ada yang berubah terutama pada citra dirinya karena ketidak nyamanan disekitar

wajah dan tidak sama seperti teman sebayanya yang tidak mempunyai jerawat serta

mengakibatkan harga dirinya rendah. Citra tubuh menunjukkan gambaran diri yang

5

dimiliki setiap orang, penyakit atau gangguan kulit dapat merusak konsep dirinya,

mengadaptasi perilaku yang diakibatkan timbulnya jerawat dapat mempengaruhi

identitasnya dan menghalangi perannya didalam masyarakat atau lingkungan

sekolah. Dilihat dari cara pergaulannya, mereka merasa kurang percaya diri, malu,

kurang kontak mata saat diajak bicara, berusaha selalu memalingkan muka serta

kurang semangat dalam melakukan aktifitas.

Tetapi tidak semua remaja yang berjerawat dapat mengalami gangguan

konsep diri. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pendidikan,

pekerjaan, pengetahuan, dan informasi yang didapat dari media, baik cetak maupun

elektronik (Farozin, 2004).

Salah satu tugas mandiri perawat yaitu mengkaji status kesehatan dan

kebutuhan anak remaja dan fungsi perawat sebagai pelaksana yaitu melakukan

bimbingan dan penyuluhan kepada individu dan keluarga, serta masyarakat

khususnya kaum remaja, sehingga perawat harus mengetahui apa saja yang terjadi

pada masa remaja dan bagaimana harus menangani remaja dalam menghadapi

masalah khususnya yang berhubungan dengan perubahan fisik (Sukardi, 2007).

Selain itu peran perawat sebagai pendidik, yaitu mampu memberikan

bimbingan serta konseling kepada remaja putri yang menghadapi masalah di

antaranya melalui bimbingan sosial pribadi. Dengan bimbingan pribadi dan sosial ini

diharapkan dapat membantu siswa yang menghadapi masalah dalam diri siswa itu

sendiri baik di lingkungan sekolah maupun dalam berinteraksi di masyarakat (Ali,

2009).

6

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul “ Gambaran Konsep Diri Pada Remaja Putri yang Menderita

Acne Vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu tahun 2012.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, semua perempuan pada dasarnya

menginginkan kulit muka yang bersih, begitu pun remaja di mana masa membentuk

diri dalam segala segi dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan hasil survey yang peneliti

lakukan terhadap murid perempuan kelas X SMK Negeri 1 Indramayu yang

berjumlah 269, ternyata 145 (54 %) di antaranya berjerawat.

Dengan munculnya jerawat pada masa remaja, maka kesadaran akan

pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang pada akhirnya dapat

4mempengaruhi konsep diri remaja putri. Komponen konsep diri remaja yang

mempunyai jerawat sering terganggu, berdasarkan hasil observasi terhadap (10%) 15

murid perempuan yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, terdapat 12 murid

perempuan mengalami gangguan konsep diri. Hal tersebut dapat dilihat pada murid

perempuan di SMK Negeri 1 Indramayu yang mempunyai jerawat, mereka merasa

ada yang berubah terutama pada citra dirinya karena ketidak nyamanan di sekitar

wajah dan tidak sama seperti teman sebayanya yang tidak mempunyai jerawat serta

mengakibatkan harga dirinya rendah.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas bahwa permasalahan yang dapat

dirumuskan adalah: “Bagaimana gambaran konsep diri remaja putri yang menderita

acne vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu?”.

7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran konsep diri pada remaja putri yang menderita

acne vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran citra diri remaja putri yang menderita acne

vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu.

b. Mengetahui gambaran ideal diri remaja putri yang menderita acne

vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu.

c. Mengetahui gambaran harga diri remaja putri yang menderita acne

vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu.

d. Mengetahui gambaran peran diri remaja putri yang menderita acne

vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu.

e. Mengetahui gambaran identitas diri remaja putri yang menderita acne

vulgaris di SMK Negeri 1 Indramayu

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Responden (Remaja Putri)

Sebagai bekal pengetahuan bagi remaja dalam menghadapi masa pubertas

serta mengetahui perubahan yang terjadi sehingga remaja dapat menerima serta

mengerti hal-hal yang mungkin terjadi selama tumbuhnya jerawat.

8

2. Bagi Masyarakat Umum

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi yang berguna dalam

meningkatkan pengetahuan khususnya tata cara mengatasi dan mencegah jerawat.

3. Ilmu keperawatan

Penelitian ini bisa diaplikasikan pada klien yang mengalami jerawat ke dalam

pemberian asuhan keperawatan di komunitas.

4. Bagi Peneliti

a. Dapat mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta mengasah

kemampuan analisis bagi peneliti. 

b. Dapat meningkatkan wawasan peneliti mengenai faktor-faktor resiko

yang berhubungan dengan kejadian jerawat 

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Remaja

a. Pengertian Remaja

Remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi

pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas dan terjadi

perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2004).

Remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa

dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11

atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun yaitu menjelang masa dewasa muda. Remaja

tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongan

anak-anak tetapi tidak juga termasuk golongan orang dewasa. (Soetjiningsih, 2004).

b. Tahapan Perkembangan Remaja

Menurut WHO Remaja batasan remaja adalah suatu masa dimana :

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2) Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan

keadaan yang relatif lebih mandiri (Soetjiningsih, 2004).

10

Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan

psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati sebagai berikut:

1)Masa remaja awal /dini (Early adolescence) umur 11 - 13 tahun.

2)Masa remaja pertengahan (Middle adolescence) umur 14 -16 tahun.

3)Masa remaja lanjut (Late adolescence) umur 17 - 20 tahun.

Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Remaja

Tahapan RemajaUmur (tahun)

Laki-laki

Umur (tahun)

perempuan

Pra remaja

Remaja Awal

Remaja Menangah

Remaja Akhir

< 11

11-14

14-17

> 17

< 9

9-13

13-16

> 16

Sumber : (Soetjiningsih, 2007).

1) Masa Pra Remaja

Masa pra remaja adalah suatu tahap untuk memasuki tahap remaja yang

sesungguhnya. Pada masa ini ada beberapa indikator yang telah dapat ditentukan

untuk menentukan indentitas gender laki-laki atau perempuan. Ciri-ciri

perkembangan seksual pada masa ini antara lain ialah : perkembangan fisik yang

masih tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada masa ini juga mereka sudah

mulai senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari teman

sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya (Soetjiningsih, 2004).

2) Masa Remaja Awal

Merupakan tahap awal remaja sudah mulai tampak ada perubahan fisik yaitu:

fisik sudah mulai matang dan berkembang, remaja sudah mulai mencoba melakukan

11

onani karena telah sering kali terangsang secara seksual akibat pematangan yang

dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar

testosteron pada laki-laki dan estrogen pada perempuan. Hampir sebagian besar dari

laki-laki pada periode ini tidak bisa menahan untuk tidak melakukan onani, sebab

pada masa ini mereka sering kali mengalami fantasi. Selain itu tidak jarang dari

mereka yang memilih untuk melakukan aktivitas non fisik untuk melakukan fantasi

atau menyalurkan perasaan cinta dengan teman lawan jenisnya yaitu dengan bentuk

hubungan telephone, surat menyurat atau menggunakan sarana computer

(Soetjiningsih, 2004).

3) Masa Remaja Menengah

Pada masa ini para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh

yaitu anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah

mengalami haid.

4) Remaja Akhir

Pada masa ini remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh,

sudah seperti orang dewasa, mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah

jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran. Pada tahap

ini juga remaja telah mencapai kemampuan untuk mengembangkan cita-citanya

sesuai dengan pengalaman dan pendidikannya (Soetjiningsih, 2004).

c. Perubahan Psikologis Remaja

Remaja adalah usia transisi, seorang individu telah meninggalkan usia kanak-

kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang

kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun masyarakat. Semakin

12

maju masyarakat semakin panjang usia remaja karena ia harus mempersiapkan diri

untuk menyesuaikan dirinya dengan masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya

(Soetjiningsih, 2004).

Remaja dalam mengalami perubahan-perubahannya akan melewati perubahan

fisik, perubahan emosi dan perubahan sosial. Yang dimaksud dengan perubahan

fisik adalah pada masa puber berakhir, pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna

dan akan sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja (Soetjiningsih, 2004).

Perubahan emosi pada masa remaja terlihat dari ketegangan emosi dan

tekanan, tetapi remaja mengalami kestabilan dari waktu ke waktu sebagai

konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial

yang baru. Sedangkan perubahan sosial pada masa remaja merupakan salah satu

tugas perkembangan masa remaja yang tersulit, yaitu berhubungan dengan

penyesuaian sosial pada perubahan sosial ini, remaja harus menyesuaikan diri dengan

lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus

menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah

(Soetjiningsih, 2004).

d. Ciri Remaja

Ciri remaja pada anak wanita biasanya ditandai dengan tubuh yang

mengalami perubahan dari waktu ke waktu sejak lahir. Perubahan yang cukup

menyolok terjadi ketika remaja memasuki usia antara 9 – 15 tahun, pada saat itu

mereka tidak hanya tubuh menjadi lebih tinggi dan besar saja, tetapi terjadi juga

perubahan-perubahan di dalam tubuh yang memungkinkan untuk bereproduksi atau

keturunan.

13

Perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa atau sering dikenal

dengan istilah masa pubertas ditandai dengan datangnya menstruasi pada anak

perempuan. Datangnya menstruasi pertama tidak sama pada setiap orang. Banyak

faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut salah satunya adalah karena gizi. Saat

ini ada seorang anak perempuan yang mendapatkan menstruasi pertama di usia 8-9

tahun. Namun pada umumnya adalah sekitar 12 tahun. Remaja perempuan, sebelum

menstruasi akan menjadi sangat sensitif, emosional, dan khawatir tanpa alasan yang

jelas (Soetjiningsih, 2004).

2. Konsep Diri

a. Pengertian

Konsep diri adalah semua perasaan, kepercayaan, dan nilai yang diketahui

individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan

orang lain (Andayani, B dan Afiatin, T. 2006). Konsep diri menurut Potter dan Perry

(2005) adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana

mereka melihat kekuatan dan kelemahan pada seluruh aspek kepribadiannya.

Menurut Beck, Willian dan Rawlin (2006) menyatakan bahwa konsep diri

adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional

intelektual, sosial dan spiritual. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan

dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 2005). Individu dengan

konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan

interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang

negatif dapat dilihat dari hubungan sosial yang maladaptif (Keliat, 2002).

14

b. Komponen Konsep Diri

Konsep diri terdiri dari lima komponen, antara lain:

1) Citra diri (body image)

Citra diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak

sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh,

fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Keliat, 2002). Menurut

Stuart dan Sundeen (2005) gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya

secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang

ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang

secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu.

Citra diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.

Perubahan perkembangan yang normal seperti pubertas dan penuaan terlihat jelas

terhadap citra diri dibandingkan dengan aspek-aspek konsep diri yang lain. Selain itu,

citra diri juga dipengaruhi oleh nilai sosial budaya. Budaya dan masyarakat

menentukan norma-norma yang diterima luas mengenai citra diri dan dapat

mempengaruhi sikap seseorang, misalnya berat tubuh yang ideal, warna kulit, tindik

tubuh serta tato dan sebagainya (Alimul, 2008).

Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukkan tanda

dan gejala seperti:

a) Syok psikologis

Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan

dapat terjadi pada saat pertama tindakan.

15

b) Menarik diri

Individu menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan tetapi karena

tidak mungkin maka individu akan lari atau menghindar secara emosional.

c) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap

Setelah individu sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau berduka

muncul setelah fase ini individu mulai melakukan realisasi dengan gambaran diri

yang baru (Stuart dan Sundeen, 2005). Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri

di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak tanda dan gejala berikut secara

menetap maka respon individu dianggap maladaptive sehingga terjadi gangguan

gambaran diri yaitu:

(1) menolak untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.

(2) tidak dapat menerima perubahan-perubahan struktur dan fungsi tubuh.

(3) mengurangi kontak sosial sehingga individu menarik diri;

(4) perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.

(5) preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.

(6) mengungkapkan keputusan.

(7) mengungkapkan ketakutan ditolak.

(8) dipersonalisasi dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.

2) Ideal diri

Menurut Keliat (2002) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana

ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi.

Standar dapat berhubungan dengan tipe seseorang yang diinginkan atau

sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri adalah persepsi

16

individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan

atau penilaian personal tertentu (Stuart dan Sundeen, 2005).

Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standar perilaku yang dianggap

ideal dan diupayakan untuk dicapai. Diri ideal berawal dalam tahun prasekolah dan

berkembang sepanjang hidup. Diri ideal dipengaruhi oleh norma masyarakat dan

harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat (Potter dan Perry, 2005).

3) Harga diri

Harga diri menurut Alimul (2008), adalah penilaian individu tentang dirinya

dengan menganalisis kesesuaian antara perilaku dan ideal diri yang lain. Harga diri

dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun dari orang lain. Harga

diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa

seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 2005).

Harga diri berasal dari dua sumber, yaitu diri sendiri dan orang lain. Harga

diri bergantung pada kasih sayang dan penerimaan. Harga diri mencakup penerimaan

diri sendiri karena nilai dasar, meski lemah dan terbatas. Seseorang yang menghargai

dirinya dan merasa dihargai oleh orang lain biasanya mempunyai harga diri yang

tinggi. Seseorang yang merasa tidak berharga dan menerima sedikit respek dari orang

lain biasanya mempunyai harga diri yang rendah (Potter dan Perry, 2005).

Menurut Mars (1990) dalam Potter dan Perry (2005) harga diri juga

dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan

keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung

menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi. Ketika

berhasil, seorang individu dengan harga diri rendah cenderung mengatakan bahwa

17

keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atau atas bantuan orang lain

dari pada kemampuan pribadi. Coopersmith (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 2005)

menguraikan empat cara meningkatkan harga diri pada anak yaitu memberi

kesempatan berhasil, menanamkan gagasan, mendorong aspirasi, membantu

membentuk koping.

Coopersmith (1998) dalam Stuart dan Sundeen (2005) membagi harga diri

kedalam empat aspek:

a) Kekuasaan (power)

Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang lain.

Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu

dari orang lain.

b) Keberartian (significance)

Adanya kepedulian, penilaian, dan afeksi yang diterima individu dari orang

lain.

c) Kebajikan (virtue)

Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh ketaatan untuk

menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.

d) Kemampuan (competence)

Sukses memenuhi tuntutan prestasi. Menurut Burn (2006) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi gangguan harga diri seperti:

(1) Perkembangan individu

Faktor presdiposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang

tua menyebabkan anak merasa tidak diantar dan mengakibatkan anak gagal

18

mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak

berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari

orang tua dan orang terdekat atau penting baginya, ia merasa tidak adekuat karena

selalu tidak percaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan tanggung jawab

terhadap perilakunya.

(2) Ideal diri tidak realistis

Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak

untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standar yang tidak dapat dicapai

seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis.

(3) Gangguan fisik dan mental

Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.

(4) Sistem keluarga yang tidak berfungsi

Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun

harga diri dengan baik. Orang tua member umpan balik yang negatif dan berulang-

ulang akan terganggu jika kemampuan penyesuaian masalah tidak adekuat. Akhirnya

anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan dilingkungannya.

(5) Penanganan traumatik yang berulang-ulang misalnya akibat

penganiayaan fisik, emosi dan seksual.

4) Peran diri

Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari

seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck, dkk, 2006). Peran diri adalah

serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi

19

yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang

diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Alimul, 2008).

Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum

termasuk peran sebagai ibu atau ayah, istri atau suami, anak perempuan atau anak

laki-laki, pekerja atau majikan, saudara perempuan atau laki-laki, dan teman. Setiap

peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini

mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini

menyebabkan penurunan harga diri atau terganggunya konsep diri seseorang (Potter

dan Perry, 2005).

5) Identitas diri

Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari

observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri

sebagai suatu kesatuan yang utuh. Menjadi “diri-sendiri” adalah hal yang terpenting

dari identitas (Keliat, 2002). Identitas sering didapat dari observasi diri seseorang dan

dari apa yang kita katakan tentang diri kita (Stuart dan Sundeen, 2005).

Menurut Erikson (1963) dalam Potter dan Perry (2005), selama masa remaja

tugas emosional utama adalah perkembangan rasa diri atau identitas. Banyak terjadi

perubahan fisik, emosional, kognitif, dan sosial. Jika remaja tidak dapat memenuhi

harapan dorongan diri pribadi dan sosial yang membantu mereka

mengidentifikasikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami kebingungan

identitas.

Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintregasi bukan

terbelah.

20

c. Rentang respon konsep diri

Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu perubahan dalam citra diri,

idealdiri, harga diri, peran diri dan identitas personal. Rentang individu terdapat

konsep diri berfluktuasi sepanjang rentang respon konsep diri yaitu adaptif sampai

maladaptif.

Gambar 2.1Rentang respon konsep diri (Sumber: Stuart dan Sundeen, 2005)

1) Aktualisasi diri adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan

latar belakang pengalaman sukses.

2) Konsep diri yang positif apabila individu mempunyai pengalaman yang

positif dalam mewujudkan dirinya.

3) Harga diri yang rendah adalah transisi antara respon konsep diri adaptif dan

maladaptif.

4) Kerancuan identitas adalah kegagalan individu mengintregasikan aspek-

aspek identitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan kepribadian pada masa

dewasa yang harmonis.

21

5) Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri

sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan tidak dapat

membedakan diri dengan orang lain.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sundeen (2005), ada beberapa faktor-faktor yang

mempengaruhi konsep diri. Faktor tersebut terdiri dari:

1) Teori perkembangan

Konsep diri berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal

diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembangan melalui kebiasaan eksplorasi

atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan

interpersonal dan kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau

masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

Remaja dipaksa untuk mengubah gambaran mental mereka tentang diri

mereka. Perubahan fisik dalam ukuran dan penampilan menyebabkan perubahan

dalam persepsi diri dan penggunaan tubuh.

Remaja menghabiskan banyak waktu di depan cermin untuk hygiene,

berdandan dan berpakaian dimana mereka mencari perbaikan dari penampilan

mereka sebanyak mungkin. Distres yang besar dirasakan tentang ketidak sempurnaan

yang diserap (Perry dan Potter, 2005).

Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan

pembentukan identitas (Erikson, 1963 dalam Potter dan Perry, 2005). Pengalaman

yang positif pada masa kanak-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik

22

tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep

diri yang buruk.

2) Significant other (orang yang terpenting atau orang yang terdekat)

Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain,

belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri

merupakan interpretasi diri pandangan orang lain terhadap diri, remaja dipengaruhi

oleh orang lain yang dekat dengannya dan pengaruh orang terdekat atau orang

penting sepanjang siklus kehidupan.

Remaja seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas

yaitu dengan cara berkumpul untuk melakukan aktifitas bersama dengan membentuk

kelompok. Ketika remaja mengalami masalah kulit (jerawat) mereka seringkali

merasa kurang percaya diri ketika berhadapan dengan temannya. Banyaknya

informasi serta interaksi yang dilakukan oleh remaja dengan temannya, maka akan

mengakibatkan remaja tersebut tidak merasa tersingkirkan dari lingkungannya.

Interaksi yang terjadi antara remaja dengan lingkungannya mempuyai kualitas yang

berbeda-beda. Suatu interaksi dikatakan berkualitas, jika mampu memberikan

kesempatan kepada individu untuk mengembangkan diri dengan segala kelebihan

dan kekurangan yang dimilikinya.

3) Self Perception (persepsi diri sendiri)

Persepsi individu terhadap diri sendiri, serta pengalamannya mengenai

masalah fisik (jerawat) yang mereka alami, antara lain:

23

a) Life Style (gaya hidup)

Gaya hidup yang dimiliki oleh kebanyakan dari remaja sekarang lebih

cenderung pada gaya hidup yang serba instan dan modern misalnya dalam perawatan

muka. Pada remaja putri bagian wajah seringkali dipoles dengan kosmetik, tujuannya

selain untuk mempercantik diri juga untuk melindungi kulit dari sinar matahari.

Namun pada sore hari kosmetik yang tidak segera dihapus dan dibersihkan

akan menjadi populasi bersama keringat dan debu yang menempel di wajah sehingga

bisa menyebabkan terjadinya jerawat.

b) Tipe kepribadian

Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi dan perilaku yang

berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya personal individu dan

mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Farozin, 2004). Orang dengan

kepribadian tipe A (introvert) lebih mudah mengalami gangguan akibat adanya stress

dari pada orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert).

Ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert) yaitu tidak sabar,

kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, mudah gelisah, mudah bermusuhan dan

mudah tersinggung, sedangkan orang dengan kepribadian tipe B (ekstrovert)

mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan orang berkepribadian tipe A

(introvert).

Remaja putri yang mempunyai kepribadian introvert sering kali sulit bergaul,

hati tertutup dan sulit berhubungan dengan orang lain dan menyesuaikan diri dengan

lingkungan sekitar. Hal ini mengakibatkan remaja putri tersebut tidak ada keinginan

24

untuk mencari tahu tentang penyelesaian masalah dari orang lain dan cenderung

berfikir dengan pengalaman yang mereka dapatkan (Farozin, 2006).

Remaja putri yang mempunyai kepribadian ekstrovert seringkali mudah

bergaul, hatinya terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Hal ini menyebabkan remaja putri

tersebut selalu mencari solusi dari masalah jerawatnya yaitu dengan bertanya dan

cenderung tidak ingin berprasangka dengan pemikiran mereka sendiri (Farozin,

2006).

c) Bentuk Anatomi Tubuh

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba dan

menjamin kelangsungan hidup. Kulit dapat menyokong penampilan dan kepribadian

seseorang. Dengan demikian, kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat

penting. Selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup, kulit juga

mempunyai fungsi lain yaitu estetik, ras dan sarana komunikasi non verbal antara

individu satu dengan yang lain.

Menurut Dwikarya (2006), terdapat empat jenis kulit wajah yaitu:

(1) Kulit kering

Pada jenis kulit kering, kelenjar sebasea dan keringat hanya dalam jumlah

sedikit. Jenis kulit kering mempunyai ciri penampakan kulit kusam.

(2) Kulit berminyak

Pada jenis kulit berminyak, kelenjar sebasea dan keringat terdapat dalam

jumlah yang banyak. Jenis kulit berminyak mempunyai ciri kulit dahi, dagu dan

25

hidung tampak berminyak, tekstur kulit terasa kasar, pori-pori cenderung besar dan

terlihat jelas, make-up cenderung cepat luntur sehingga tidak bertahan lama, kulit

cenderung berkomedo dan berjerawat. Pada jenis kulit ini populasi bakteri atau jamur

yang senang memakan lemak (lipofibik) mudah mengalami peningkatan. Masalah

yang sering terjadi pada jenis ini adalah jerawat dan reaksi gatal diwajah saat

berkeringat.

(3) Kulit normal

Pada jenis kulit normal, jumlah kelenjar sebasea dan keringat tidak terlalu

banyak karena tersebar secara merata. Ciri jenis kulit normal adalah kulit tampak

lembut, cerah dan jarang mengalami masalah.

(4) Kulit kombinasi

Pada jenis kulit kombinasi, penyebaran kelenjar sebasea dan keringat tidak

merata. Jenis kulit kombinasi mempunyai ciri kulit dahi, hidung dan dagu tampak

mengkilap, berjerawat, tetapi kulit dibagian pipi tampak lembut.

e. Kriteria Kepribadian yang Sehat

Menurut Andayani, B dan Afiatin, T (2006), kriteria kepribadian yang sehat

sebagai berikut:

1) Citra tubuh yang positif dan akurat

Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang

sesuai akan kesehatan diri. Termasuk persepsi saat ini dan masa lalu.

2) Ideal dan realitas

Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup

yang dapat dicapai.

26

3) Konsep diri yang positif

Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalam

hidup.

4) Harga diri tinggi

Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya

sebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan

apa yang ia inginkan.

5) Kepuasan penampilan peran

Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan

orang lain secara intim dan mendapat kepuasan. Ia dapat mempercayai dan terbuka

pada orang lain serta membina hubungan interdependen.

6) Identitas jelas

Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah kehidupan dalam

mencapai tujuan.

f. Karakteristik Konsep Diri Rendah

Menurut Carpenito, 1995 dalam Taylor, 1997 dalam Tarwoto dan Wartonah

Andayani, B dan Afiatin, T (2006), karakteristik konsep diri rendah sebagai berikut:

1) Menghindari sentuhan atau melihat bagian tubuh tertentu

2) Tidak mau berkaca

3) Menghindari diskusi tentang topik dirinya

4) Menolak usaha rehabilitasi

5) Melakukan usaha sendiri dengan tidak tepat

6) Mengingkari perubahan pada dirinya

27

7) Meningkatkan ketergantungan pada orang lain

8) Tanda dari keresahan seperti marah, keputusasaan dan menangis

9) Menolak berpartisipasi dalam perawatan dirinya

10) Tingkah laku yang merusak seperti penggunaan obat-obatan dan alcohol

11) Menghindari kontak social

12) Kurang bertanggung jawab.

g. Faktor Resiko Gangguan Konsep Diri

Faktor resiko gangguan konsep diri menurut Andayani, B dan Afiatin, T

(2006), antara lain:

1) Gangguan identitas diri meliputi: perubahan perkembangan, trauma, jenis

kelamin yang tidak sesuai, budaya yang tidak sesuai

2) Gangguan citra tubuh meliputi: hilangnya bagian tubuh, perubahan

perkembangan, kecatatan

3) Gangguan harga diri meliputi: hubungan interpersonal yang tidak

harmonis, kegagalan perkembangan, kegagalan mencapai tujuan hidup, kegagalan

dalam mengikuti aturan moral.

4) Gangguan peran meliputi: kehilangan peran, peran ganda, konflik peran,

ketidakmampuan menampilkan peran.

2. Dampak Konsep Diri Terhadap Perilaku

Menurut Rakhmat (2002), individu cenderung bertingkah laku sesuai dengan

konsep dirinya. Apabila individu mempunyai konsep diri yang positif maka ia akan

mengembangkan perilaku-perilaku yang positif sesuai dengan caranya memandang

diri dan lingkungan. Begitu pula sebaliknya, apabila individu mempunyai konsep diri

28

yang negatif, maka ia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang cenderung

negatif sesuai dengan caranya memandang diri dan lingkungannya.

3. Jerawat

a. Pengertian

Acne vulgaris (jerawat) merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai

folikel pilosebasea (folikel rambut) yang rentang dan paling sering ditemukan di

daerah muka (Smeltzer, 2006). Menurut Wasitaatmadja, S., (2007), jerawat

merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar polisebasea. Akne

vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya

terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Adhi, D. Hamzah, 2006).

b. Etiologi

Meskipun etiologi yang pasti penyakit ini belum diketahui, namun menurut

Harahap (2006) ada berbagai faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit

akne vulgaris antara lain:

1) Kenaikan ekskresi sebum

Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea

membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak.

Aktifitas kelenjar sebasea diatur oleh androgen yang berperan dalam proses

ini. Pada penderita akne terdapat peningkatan konversi hormone androgen yang

normal beredar dalam darah (testoteron) ke bentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa

dihidrotestoteron). Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan

akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.

29

Meningkatnya produksi sebum disebabkan oleh organ akhir yang berlebihan

(end-organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen

dalam darah. Terbukti bahwa pada kebanyakan penderita lesi akne hanya ditemukan

di beberapa tempat yang kaya akan kelenjar sebasea.

2) Adanya keratinisasi folikel

Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan

korneosit dalam saluran pilosebasea. Hal ini dapat disebabkan oleh bertambahnya

produksi korneosit pada saluran pilosebasea, pelepasan korneosit yang tidak adekuat.

Pada penderita akne terjadi hiperkeratosis duktus pilo-sebasea yang secara

klinis tampak sebagai komedo. Penyebab terjadinya hiperkeratosis adalah androgen

selain menstimulasi kelenjar sebasea juga berpengaruh pada hiperkeratosis saluran

kelenjar, dan pada penderita akne komposisi sebum menunjukkan penurunan

konsentrasi asam linoleat yang signifikan dan terdapat hubungan yang terbalik antara

produksi sebum dan konsentrasi asam linoleat. Hal ini secara teori dikatakan dapat

menginduksi hiperkeratosis folikel serta penurunan fungsi barier epitel

(Soetjiningsih, 2007).

3) Bakteri

Tiga macam mikrobia yang terlibat dalam patogenesis akne adalah

Corynebacterium Acne (Propionibacterium Acne), Staphylococus epidermidis dan

Pityrosporum ovale (Malassezia furfur). Tampaknya ketiga macam bakteri bukanlah

penyebab primer pada proses patologi akne. Beberapa lesi disebabkan oleh

mikroorganisme yang memegang peranan penting, sedangkan pada lesi yang lain

timbul tanpa ada mikroorganisme.

30

Bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria) mengadakan

eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut. Menurut

hipotesis Saint-Leger skualen yang dihasilkan oleh kelenjar palit dioksidasi didalam

folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab terjadinya komedo.

4) Proses inflamasi (peradangan)

Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh

Corynebacterium Acne, seperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase, dan

neuramidase, memegang peranan penting pada proses peradangan.

Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan

komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel dapat menarik lekosit

nukleus polimorfi (PMN) dan limfosit. Bila masuk ke dalam folikel, PMN dapat

mencerna Corynebacterium Acne dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa

menyebabkan kerusakan dari folikel pilosebasea. Limfosit merupakan pencetus

terbentuknya sitokin.

Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat didalam sel tanduk, serta lemak

dari kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi nonspesifik, yang disertai oleh

makrofag dan sel-sel raksasa.

Pada fase permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh Corynebacterium

Acne, juga terjadi aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and

alternative complement pathways).

Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu antibodi

terhadap Corynebacterium Acne juga meningkat pada penderita akne hebat.

31

c. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Acne (Jerawat) antara lain:

1) Faktor genetik

Faktor genetik memegang peranan penting terhadap kemungkinan seseorang

menderita akne. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa akne terdapat pada 45%

remaja yang salah satu atau ke dua orang tuanya menderita akne, dan hanya 80% bila

ke dua orang tuanya tidak menderita akne. Ada hubungan antara sindrom XYY

dengan akne yang berat (Soetjiningsih, 2007).

2) Faktor ras

Warga Amerika berkulit putih lebih banyak menderita akne dibandingkan

dengan yang berkulit hitam dan akne yang diderita lebih berat dibandingkan dengan

orang jepang (Soetjiningsih, 2007).

3) Hormonal

Beberapa faktor fisiologis seperti menstruasi dapat mempengaruhi akne. Pada

wanita, 60-70% akne yang diderita menjadi lebih parah beberapa hari sebelum

menstruasi dan menetap sampai seminggu setelah menstruasi (Soetjiningsih, 2007).

Menurut Harahap (2006), hormon androgen memegang peranan penting

karena kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormone ini. Pada wanita, kadar

testoteron plasma sangat meningkat pada penderita akne. Berbeda dengan

konsentrasi testosterone pada penderita akne pria tidak berbeda dengan yang tidak

menderita akne.

Progesteron dalam jumlah fisiologik, tak mempunyai efek terhadap aktifitas

kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang-

kadang progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual.

32

4) Diet

Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh makanan terhadap

akne akan tetapi dari penyelidikan terakhir ternyata diet sedikit atau tidak,

berpengaruh terhadap akne (Harahap, 2006).

Tidak ditemukan adanya hubungan antara akne dengan asupan total kalori

dan jenis makanan, walaupun beberapa penderita menyatakan akne bertambah parah

setelah mengkonsumsi makanan tertentu, seperti coklat dan makanan berlemak

(Soetjiningsih, 2007).

5) Iklim

Cuaca yang panas dan lembab memperburuk akne. Hidrasi pada stratum

korneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne, misalnya pada akne tropikal

atau akne akibat kerja, sebagai contoh, pekerjaan ditempat yang lembab dan panas

seperti di dapur atau di tempat cuci pakaian. Pajanan sinar matahari yang berlebihan

dapat memperburuk akne (Soetjiningsih, 2007).

Menurut Cunliffe, 1989 (dalam Harahap, 2006), pada musim panas

didapatkan 60% perbaikan akne, 20% tidak ada perubahan, dan 20% bertambah

hebat. Bertambah hebatnya akne pada musim panas bukan disebabkan oleh sinar UV,

melainkan oleh banyaknya keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas

tersebut.

6) Lingkungan

Akne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan

pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan. Berbagai faktor mungkin berparan

antara lain: genetik, iklim, polusi dan lain-lain (Soetjiningsih, 2007).

33

7) Stress

Akne dapat kambuh atau bertambah buruk pada penderita dengan stress

emosional (Soetjiningsih, 2007). Pada beberapa penderita, stress dan gangguan emosi

dapat menyebabkan eksaserbasi akne. Kecemasan menyebabkan penderita

memanipulasi aknenya secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding

folikel dan timbul lesi beradang yang baru. Teori lain mengatakan bahwa eksaserbasi

ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar anak

ginjal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat (Harahap, 2006).

d. Epidemiologi

Akne merupakan kelainan kulit yang paling sering terjadi pada remaja.

Insiden akne bervariasi antara 30-60% dengan insiden terbanyak pada umur 14-17

tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria. Kligmann melaporkan 15% remaja

mempunyai akne klinis (akne major) dan 85% akne fisiologis (akne minor), yaitu

akne yang hanya terdiri dari beberapa komedo (Soetjiningsih, 2007).

e. Manifestasi Klinis

Lesi jerawat terutama terdapat di wajah, punggung, dada dan lengan atas.

Akne vulgaris ditandai oleh lesi yang polienorfi, walaupun dapat terjadi salah satu

bentuk lesi yang dominan pada suatu saat atau sepanjang perjalanan penyakit.

Manifestasi klinik jerawat dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka dan

komedo tertutup) lesi inflamasi superficial (papul, pustul dan lesi inflamasi dalam

(nodul) (Widjaja, E., 2008).

34

1) Komedo

Komedo adalah suatu tanda awal dari jerawat, sering muncul 1-2 tahun

sebelum pubertas. Lesi dapat berupa komedo terbuka atau komedo tertutup.

Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang dasar atau sedikit meninggi dengan

sunbu folikel yang berwarna gelap, berisi keratin dan lipid. Ukuran bervariasi antara

2-3 mm, biasanya bahan keratin terlepas dan tidak terjadi inflamasi kecuali bila

terjadi trauma.

Komedo tertutup berupa papul kecil, biasanya kurang dari 1mm, berwarna

pucat, mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami inflamasi sehingga

dianggap lebih penting secara klinis (Widjaja, E., 2008).

2) Papul

Papul merupakan reaksi radang dengan diameter < 5mm. papul superficial

sembuh dalam 5-10 hari dengan sedikit jaringan parut, tetapi dapat terjadi

hiperpigmentasi pasca inflamasi, terutama pada remaja dengan kulit yang berwarna

gelap. Papul yang lebih dalam, penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama

dan dapat meninggalkan jaringan parut (Widjaja, E., 2008).

3) Pustul

Pustul jerawat merupakan papul dengan puncak berupa pus atau nanah.

Biasanya usia pustul lebih pendek dari pada papul.

4) Nodul

Merupakan lesi radang dengan diameter 1cm atau lebih, disertai nyeri dan lesi

dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Lesi bentuk inilah biasanya yang

menyebabkan jaringan parut (Soetjiningsih, 2007).

35

f. Patofisiologi

Jerawat berasal dari folikel sebasea dan lesi awal berupa komedo.

Pemberitahuan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya bahan

keratin sehingga dinding felikel menjadi tipis dan menggelembung. Secara bertahap

akan terjadi penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi bertambah tipis

dan dilatasi (Soetjiningsih, 2007).

Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi dan diganti

dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo yang telah terbentuk sempurna

mempunyai dinding yang tipis, komedo terbuka mempunyai lubang patulous dan

bahan keratin tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan rambut

sebagian pusatnya. Komedo tertutup mempunyai keratin yang tidak padat dan lubang

folikelnya sempit. Komedo terbuka jarang mengalami inflamasi, kecuali bila sering

terkena trauma. Mikrokomedo dan komedo tertutup merupakan sumber timbulnya

lesi yang inflamasi (Wasitaatmadja, S., 2008).

Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan

kemudian timbul reaksi selular pada dermis. Ketika pecah, seluruh isi komedo masuk

ke dermis, reaksi yang timbul lebih hebat dan terdapat sel raksasa sebagai akibat

keluarnya bahan keratin. Pada infiltrate ditemukan bakteri difteroid gram positif

dengan bentuk khas P.Acnes di luar dan didalam sel lekosit (Adhi, D., Hamzah, M.,

Aisyah, S., 2007).

Lesi yang pecah nampak sebagai pustul, nodul atau nodul dengan pustul

diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selajutnya kontraksi jaringan

fibrus yang terbentuk dapat menimbukan jaringan parut (Soetjiningsing, 2007).

36

g. Klasifikasi

Menurut bagian ilmu penyakit dan kelamin FKUI / RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo dikutip dari Sukardi (2008), klasifikasi jerawat yaitu:

1) Ringan : Terdapat 5-10 komedo putih, komedo hitam dan papul pada

jerawat atau terdapat <5 pustul dan nodul pada wajah.

2) Sedang : Terdapat >10 komedo putih, komedo hitam dan papul atau

terdapat 5-10 pustul dan nodul pada wajah.

3) Berat : Terdapat >10 pustul dan nodul pada wajah.

h. Diagnosis

Diagnosis jerawat pada umumnya mudah ditegakkan. Keluhan penderita

dapat berupa rasa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan penderita lebih

bersifat kosmetik. Pada pemeriksaan kulit didapatkan erupsi kulit pada tempat

predileksi yang bersifat polimorfi, yang terdiri dari komedo (tanda patognomonik

akne vulgaris), papul, pustul dan nodul.

Salah satu dari tipe lesi ini dapat lebih menonjol, sehingga diagnosis yang

ditegakkan berdasarkan atas lesi yang dominan, misalnya akne vulgaris komedonal

bila lesi yang dominan adalah komedo (Soetjiningsih, 2007).

i. Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam penatalaksanan ini adalah untuk mengurangi koloni

bakteri, menurunkan aktivitas kelenjar sebasea, mencegah agar folikel tidak

tersumbat, mengurangi inflamasi, memerangi infeksi sekunder, meminimalkan

pembentukan jaringan parut dan mengeliminasi faktor-faktor predisposisi terjadinya

akne (Smelzter, 2008).

Teori Perkembangan

Significan Other (Orang yang terpenting atau terdekat)

Self Perception (Persepsi Diri Sendiri)

Life Style (Gaya Hidup)

Tipe Kepribadian

Bentuk Anatomi Tubuh (Kulit berminyak/berjerawat)

Remaja

Konsep Diri

Jerawat

Citra diriIdeal diriHarga diriPeran diri Identitas diri

37

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan akne, yaitu:

1) Perhatian terhadap keadaan emosional remaja tidak boleh diabaikan.

2) Pengobatan perlu waktu beberapa bulan dan pengobatan topical sering

menyebabkan akne lebih parah dalam 3-4 minggu.

3) Diet makanan tidak meningkatkan keparahan akne sehingga pembatasan

diet tidak diperlukan, kecuali pada penderita yang mengeluhkan penyakitnya

memburuk setelah mengkonsumsi makanan tertentu.

4) Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik Penderita wanita perlu

diperiksa adanya histurisme, alopsia dan obesitas. Perlu ditanyakan tentang siklus

menstruasi dan penggunaan pil kontrasepsi oral (Soetjiningsih, 2007).

B. Kerangka Teori

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri:

38

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan

dilakukan. Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka kerangka konsep yang

digunakan sebagai berikut, (Notoatmodjo, 2005)

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Remaja putri yang menderita acne vulgaris

Konsep Diri:1. Citra diri2. Ideal diri3. Harga diri4. Peran diri 5. Identitas diri

Kategori:1. Positif2. Negatif

INPUT PROSES OUTPUT

39

B. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel diamati atau diteliti, perlu sekali variabel-variabel

tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional ini bermanfaat

untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel

bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2005).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel/Sub variabel

Definisi Operasional Alat ukur Cara Ukur

Skala Kategori

Citra diri Citra diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar.

Kuesioner Melihat hasil jawaban responden

Ordinal 1. Positif, jika Skor ≥ 25

2. Negatif, jika < 25

Ideal diri Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi

Kuesioner Melihat hasil jawaban responden

Ordinal 1. Tinggi, jika Skor ≥ 25

2. Rendah, jika < 25

Harga diri Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri

Kuesioner Melihat hasil jawaban responden

Ordinal 1. Tinggi, jika Skor ≥ 25

2. Rendah, jika < 25

Peran diri Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai, dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat

Kuesioner Melihat hasil jawaban responden

Ordinal 1. Positif, jika Skor ≥ 25

2. Negatif, jika < 25

Identitas diri Identitas adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh

Kuesioner Melihat hasil jawaban responden

Ordinal 1. Realistis, jika Skor ≥ 25

2. Kurang, jika < 25

Konsep diri Konsep diri adalah pandangan keyakinan nilai yang diketahui remaja tentang dirinya dan mempengaruhi remaja berhubungan dengan orang lain. Komponen konsep diri mencakup: citra diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri

Kuesioner Melihat hasil jawaban responden

Ordinal 1. Positif, jika Skor ≥ 125

2. Negatif, jika < 125

40

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitatif,

yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat

gambaran atau mendeskripsikan tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo,

2005).

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian (Arikunto, 2006).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid perempuan kelas X SMK Negeri

1 Indramayu yang menderita jerawat sebanyak 145 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Adapun besarnya

sampel diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

n=N

N .d2+1

n=145

145(0 , 05 )2+1=145

145 (0 ,0025)+1=145

0 ,3625+1

n=1451 ,3625

≃106 , 4

n=106

41

Keterangan :

n : Jumlah sampel

d : Presisi (kesalahan yang ditoleransi) ditetapkan sebesar 5%

N : Jumlah Populasi

Teknik pengambil sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sam-

pling yaitu teknik pengambilan sampel dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseo-

rang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseo-

rang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya

(Notoatmodjo, 2005). Adapun kriteria sampel penelitian sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang akan diteliti (Nursalam, 2005). Adapun kriteria inklusi sampel

yang akan diteliti adalah :

1) Berjenis kelamin perempuan

2) Usia 15 sampai 19 tahun (Remaja)

3) Masih aktif sebagai siswi SMK N 1 Indramayu

4) Siswi kelas X di SMK N 1 Indramayu

5) Siswi yang berjerawat di SMK N 1 Indramayu

6) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subyek memenuhi

kriteria inklusi namun tidak dapat diikut sertakan dalam peneliti (Nursalam, 2005),

yang meliputi :

1) Siswi yang tidak masuk karena sakit.

42

2) Semua siswa laki-laki

3) Siswi mengalami cacat fisik permanen

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau unsur yang

dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep penelitian tertentu

(Notoatmodjo, 2005). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu

konsep diri remaja yang menderita acne vulgaris dengan subvariabel yaitu: citra diri,

ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di SMK Negeri 1 Indramayu pada tanggal 25

sampai dengan 26 Mei 2012.

E. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, kuesioner adalah

sejumlah pertanyaan yang disusun secara tertulis dalam rangka penelitian yang

merupakan laporan tertulis dalam rangka penelitian yang merupakan laporan diri

sendiri, pengetahuan dan faktor-faktor yang terjadi dalam masyarakat (Nursalam,

2005). Alat pengumpul data untuk mengetahui variabel konsep diri remaja putri yang

menderita jerawat menggunakan angket/kuesioner dengan skala likert sebanyak 50

butir soal yang terdiri dari pernyataan favourable dan unfavourable yang disusun dan

dikembangkan sendiri oleh peneliti. Instrumen pengumpul menggunakan skala likert

yang menyediakan alternatif jawaban sebagai berikut:

Tabel 4.1Penilaian Skor Skala Likert

43

Pernyataan positif Skor Pernyataan negatif SkorSangat Setuju 4 Sangat Setuju 1Setuju 3 Setuju 2Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 4

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Pelaksanaan uji coba instrumen penelitian konsep diri dilakukan pada tanggal

8 Mei 2012 dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan

sebelum penelitian dengan menyebarkan instrumen penelitian kepada 10 murid

perempuan di SMK Negeri 2 Indramayu yang bukan merupakan anggota subyek

penelitian.

Skor uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian direkap dan

dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel lalu ditempatkan di Program SPSS

untuk mengetahui hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian

menggunakan kaidah keputusan: jika rhitung > rtabel, berarti valid/reliabel dan jika rhitung <

rtabel, berarti tidak valid/tidak reliabel.

Tabel 4.2Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Konsep Diri Remaja Putri yang Berjerawat

No r tabel r hitung

(Corrected ítem-Total

Correlation)

Keterangan

r hitung

(Cronbach’s Alpha)

Keterangan

123456789

0,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,632

0,8580,7020,9040,7570,7570,7570,7570,9400,858

ValidValidValidValidValidValidValidValidValid

0,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,991

ReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabel

44

1011121314151617181920212223242526272829303132333435363738394041424344454647484950

0,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,6320,632

0,8290,9400,8580,9040,7570,7570,9400,8580,8290,9400,8580,8580,7020,9040,7570,7570,7570,7570,9400,8580,8290,9400,8580,9040,7570,7570,9400,8580,8290,9400,8580,9040,7570,7570,9400,8580,9040,7570,7570,7570,940

ValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValidValid

0,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,9910,991

ReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabel

G. Etika Penelitian

45

Pada saat akan melakukan penelitian, penelitian mengajukan permohonan ijin

kepada Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Indramayu yang menjadi tempat penelitian

untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian kuesioner dikirimkan ke subjek yang

diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi:

1. Informed Concent

Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada responden, tujuannya adalah

responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti

selama pengumpulan data. Jika responden bersedia untuk diteliti maka harus

menandatangani lembar persetujuan, jika responden menolak diteliti maka peneliti

tidak akan memaksa dan tetap mengormati haknya.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencatumkan

nama responden pada lembar pengukuran data (kuesioner). Lembar tersebut hanya

akan diberi nomor atau kode tertentu.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti.

4. Keadilan

Peneliti menekankan prinsip keadilan yaitu dengan memperlakukan

responden dengan perlakuan yang sama ketika berpartisipasi dalam penelitian

(Nursalam, 2005).

5. Manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

46

Peneliti melakukan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian supaya

mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian.

Peneliti juga meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek (Nursalam,

2005).

H. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah secara langsung diambil dari objek atau objek penelitian

oleh peneliti perorangan maupun organisasi (Riwidikdo, 2008). Data primer yang

diambil dalam penelitian ini adalah data siswi yang berjerawat dan data konsep diri

remaja putri.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek

penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak

lain (Riwidikdo, 2008)

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan melalui

catatan yang ada disekolah baik dari kepala sekolah maupun guru lain, yang berupa

jumlah siswi dan jumlah kelas yang didapat dari hasil wawancara Kepala Sekolah

dan guru BP

2. Langkah-langkah Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data meliputi:

a. Langkah Persiapan

1) Mengurus perizinan kepada kepala sekolah SMKN 1 Indramayu.

47

2) Melakukan survai pendahuluan untuk mengetahui jumlah siswi yang

berjerawat.

b. Langkah Pelaksanaan

1) Menyerahkan surat izin untuk mengadakan penelitian di SMKN 1

Indramayu.

2) Menetapkan sampel penelitian.

3) Penyebaran Kuesioner

4) Memproses dan menganalisa data-data yang terkumpul.

I. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Menurut Nadzir (2005), setelah data terkumpul melalui lembar kuesioner,

kemudian data diolah dengan cara sebagai berikut:

a. Editing, tahap pemeriksaan kelengkapan data dan kesinambungan data

serta keseragaman data, Penulis melakukan pemeriksaan biodata karakteristik

responden, kelengkapan hasil jawaban responden. jika terdapat kesalahan atau

kekurangan maka penulis dapat segera melakukan perbaikan dengan mengembalikan

instrumen penelitian untuk diisi dengan lengkap.

b. Coding, tahap memberikan simbol-simbol tertentu (biasanya dalam

bentuk angka) untuk setiap jawaban sesuai dengan simbol untuk masing-masing skor

untuk selanjutnya data yang ditetapkan untuk diolah kemudian diberi skor untuk

setiap jawaban sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan.

c. Scoring, pemberian skor dimana setiap jawaban diberi skor sesuai

48

dengan penilaian skor skala likert, hasil jawaban responden yang telah diberikan

pembobotan dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor ideal kemudian

dipersentasekan dengan jumlah dikali 100%. Kuesioner atau angket yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup dengan alternatif yang telah

ditentukan.

d. Entry data, tahap memasukkan data-data hasil penelitian dari masing-

masing skor per item dengan dengan menggunakan Microsoft Excel dan disajikan

dalam bentul tabel distribusi frekuensi.

e. Tabulating Data, tahap mengelompokkan sesuai dengan variabel dan

kategorinya guna memudahkan dalam menganalisisnya.

2. Analisis Data

Menurut Al Rasyid (1994) dalam Mulyana (2008), penafsiran kategori konsep

diri secara kualitatif membandingkan skor total hasil jawaban responden terhadap

nilai median. Adapun rumus median sebagai berikut:

Median : skor minimal + skor maksimal 2

Keterangan :Skor minimal : skor total minimal responden

: skor minimal setiap item x jumlah item (50) : 1 x 50 = 50

skor maksimal : skor total maksimal responden: skor maksimal setiap item x jumlah item (50) : 4 x 50 = 200

Median : 50 + 200 = 250 = 125 2 2

Selanjutnya dari hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan

kriteria sebagai berikut :

49

Skor > 125, maka kategori konsep diri positif

Skor < 125, maka kategori konsep diri negatif

Sedangkan penafsiran citra diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan

identitas diri secara kualitatif membandingkan skor total jawaban responden terhadap

kuesioner dengan nilai median. Adapun rumus median yang digunakan sebagai

berikut:

Skor minimal : skor total minimal responden: skor minimal setiap item x jumlah item (10) : 1 x 10 = 10

skor maksimal : skor total maksimal responden: skor maksimal setiap item x jumlah item (10) : 4 x 10 = 40

Median : 10 + 40 = 50 = 25 2 2

Selanjutnya dari hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan

kriteria sebagai berikut :

Skor > 25, maka kategori positif/realistis/tinggi

Skor < 25, maka kategori negatif/kurang realistis/rendah

Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi dalam bentuk tabel sesuai

variabel yang hendak diukur. Setelah proses tabulasi kemudian disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi, setelah itu dilakukan pembahasan dan

dibuat suatu kesimpulan dari penelitian tersebut (Arikunto, 2006:138).

BAB V

HASIL PENELITIAN

50

A. Konsep Diri Responden

Hasil pengumpulan data konsep diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan

hasil penelitian disajikan pada tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsep Diri

SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012

Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

Positif 70 66Negatif 36 34

Jumlah 106 100

Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa konsep diri remaja putri yang

berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 66% termasuk kategori positif.

B. Citra Diri Responden

Hasil pengumpulan data citra diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan

hasil penelitian disajikan pada tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Citra Diri

SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012

Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

Positif 57 53,8Negatif 49 46,2

Jumlah 106 100

Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa citra diri remaja putri yang berjerawat

di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori positif.

C. Ideal Diri Responden

51

Hasil pengumpulan data ideal diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan

hasil penelitian disajikan pada tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ideal Diri

SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012

Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

Tinggi 56 52,8Rendah 50 47,2

Jumlah 106 100

Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa ideal diri remaja putri yang

berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 52,8% termasuk kategori tinggi.

D. Harga Diri Responden

Hasil pengumpulan data harga diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan

hasil penelitian disajikan pada tabel 5.4 berikut:

Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Harga Diri

SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012

Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

Tinggi 57 53,8Rendah 49 46,2

Jumlah 106 100

Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa harga diri remaja putri yang

berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori tinggi.

E. Peran Diri Responden

52

Hasil pengumpulan data peran diri remaja putri yang berjerawat berdasarkan

hasil penelitian disajikan pada tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Diri

SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012

Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

Positif 55 51,9Negatif 51 48,1

Jumlah 106 100

Berdasarkan tabel 5.5, diketahui bahwa peran diri remaja putri yang

berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 51,9% termasuk kategori positif.

F. Identitas Diri Responden

Hasil pengumpulan data identitas iri remaja putri yang berjerawat

berdasarkan hasil penelitian disajikan pada tabel 5.6 berikut:

Tabel 5.6Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Identitas Diri

SMK Negeri 1 Indramayu Tahun 2012

Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

Realistis 61 57,5Kurang realistis 45 42,5

Jumlah 106 100

Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa identitas diri remaja putri yang

berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 57,5% termasuk kategori realistis.

BAB VI

53

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan

untuk menjawab rumusan masalah tentang gambaran konsep diri remaja putri yang

berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu.

A. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Konsep Diri Remaja Putri yang Berjerawat

Konsep diri adalah semua ide-ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian

yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 2005) sedangkan

menurut Hurlock (2008), konsep diri adalah gambaran yang dimiliki oleh

orang lain tentang dirinya. Konsep diri mencakup citra diri fisik dan citra diri

psikologis. Citra tubuh biasanya terbentuk pertama-tama dan berkaitan

dengan penampilan fisik dan daya tarik. Citra psikologis didasarkan atas

pikiran, perasaan, dan emosi.

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.1, diketahui

bahwa konsep diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu,

sebanyak 66% termasuk kategori positif. Ini menunjukkan bahwa responden

lebih dari setengah responden memiliki konsep diri positif, dan masih ada

kurang dari setengah responden masih memiliki konsep diri negatif akibat

jerawat yang dideritanya. Menurut Puckett (2007), bagi banyak remaja putri

yang menderita jerawat bukan saja berdampak pada fisiknya tetapi juga pada

emosi, dan pada mentalnya, yang kemudian dapat berpengaruh terhadap

54

hubungannya dengan orang lain, mereka cenderung akan menyalahkan

dirinya sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan negatif terhadap

dirinya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Agung (2004), bahwa jerawat

dan kecantikan merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dialami

oleh seseorang akibat gangguan hormonal ataupun berhubungan dengan

masalah gizi terutama pada wanita. Pada era modern ini ada tujuh masalah

kecantikan yang dialami wanita pada umumnya : keriput, kulit kusam,

pigmentasi dan warna kulit yang tidak merata, kulit kasar, pori-pori besar,

kering atau berminyak dan berjerawat. Akibat terjadinya hal tersebut dapat

menurunkan aktivitas kerja seseorang karena adanya rasa kurang percaya diri

dengan tampilannya. Hal tersebut dapat merugikan produktivitas kerja.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chris (2005), tentang konsep diri

pada wanita penderita jerawat, dimana didapat bahwa wanita yang berjerawat

menilai secara negatif terhadap penampilan fisiknya dan merasa tidak puas

dengan kondisi fisiknya tersebut. Penderita jerawat akan menampilkan kesan

yang negatif seperti rasa malu dan rendah diri terhadap orang lain, perasaan

malu dan rendah diri yang dirasakan oleh penderita jerawat berhubungan

dengan keadaan fisik yang dirasakan tidak sempurna lagi dan tidak sesuai

dengan apa yang diharapkannya.

Tetapi tidak semua remaja yang berjerawat dapat mengalami

gangguan konsep diri, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya pendidikan, pekerjaan, pengetahuan/ informasi yang didapat dari

55

media seperti televisi, majalah yang diterima oleh setiap remaja (Ruswan,

2005).

Peran guru dalam meningkatkan konsep diri yang positif pada siswa

di sekolah sangat penting, dengan memahami dan memecahkan permasalahan

yang dihadapi oleh siswa dengan memberikan pengetahuan tentang penyakit

jerawat.

2. Citra Diri Remaja Putri yang Berjerawat

Citra diri atau gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap

tubuhnya secara sadar atau tidak sadar termasuk persepsi dan perasaan

tentang ukuran dan bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan

masa lalu. Gambaran diri ini harus realistis karena lebih banyak seseorang

menerima dan menyukai tubunnya akan lebih aman sehingga harga dirinya

meningkat. Perubahan pada tubuh seperti perkembangan payudara, perubahan

suara, menstruasi, tumbuhnya jerawat dan sebagainya. Perubahan-perubahan

tersebut dapat mempengaruhi gambaran diri seseorang (Hurlock, 2008).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.2,

diketahui bahwa citra diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1

Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori positif. Hal ini menunjukkan

bahwa lebih dari setengah remaja putri SMK Negeri 1 Indramayu yang

memiliki jerawat memiliki citra diri positif, dan kurang dari setengahnya

memiliki citra diri negatif akibat jerawat.

56

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Ruswan (2005),

munculnya jerawat sering terjadi pada masa pubertas, tubuh mengalami

perubahan hormonal disertai peningkatan jumlah kelenjar minyak.

Peningkatan produksi minyak mengakibatkan muara kelenjar tersumbat dan

timbul bintil-bintil kasar pada kulit (komedo). Dengan munculnya jerawat

pada masa remaja, maka kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam

kehidupan sosial yang pada akhirnya dapat mempengaruhi konsep diri remaja

putri.

Hal ini sesuai dengan penelitian Nurtati (2010), berdasarkan hasil

analisis data menunjukkan bahwa remaja yang menderita jerawat memikiki

citra diri negatif. Jerawat yang dimiliki individu membuat remaja putri

memiliki citra diri negatif dalam pergaulan, sebaliknya jika individu memiliki

citra diri yang rendah maka akan semakin rendah perilaku dalam kehidupan

sehari-harinya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh

Walgito (2003) mengatakan bahwa gambaran fisik pada remaja

mempengaruhi perilaku sehari-hari. Gambaran fisik ini oleh (Tresnasari, T.

2004) disebut citra raga, dimana citra raga merupakan sebagian dari konsep

diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik.

Menurut Hawari (2003), salah satu daya tarik seseorang ditentukan

oleh penampilan fisiknya, tak salah kalau sebagian remaja putri terobsesi

untuk “menggunakan”daya tarik fisik ini sebagai akses menuju sukses dan

menjadi merasa bahagia. Seorang perempuan yang menarik adalah yang

57

langsing dan berwajah cantik. Berwajah cantik tentu saja yang kulitnya mulus

dan putih (tidak berjerawat), berhidung mancung dan sebagainya. Akibatnya

remaja putri seperti inilah yang beruntung dan selebihnya yang tak memenuhi

standar tersebut banyak yang terpuruk.

Besarnya reaksi emosi dan kurang mampuanya menyesuaikan

tergantung pada penampilan wajah dan kemampuan menyesuaikan dengan

merasa hina (Long, 2006)

Kesan antara tubuh serta ciri fisik para remaja dengan gambaran

tentang dirinya terdapat hubungan yang sangat penting. Selama masa kanak-

kanak seseorang membentuk gambaran dirinya. Persepsi tentang gambaran

ini menunjukkan kepada citra tubuh. Sejak tahun-tahun permulaan remaja

telah mulai sadar, bahwa mereka cukup cantik atau tampan dibandingkan

dengan yang lainnya. Mereka juga sadar akan ciri fisik lainnya seperti jerawat

yang dapat mempengaruhi kesan orang lain tentang dirinya (Hamalik,2005).

Hal ini dikuatkan dengan pendapat Taylor (2005), bahwa kehilangan

wajah yang menarik akan mengubah penampilan fisik penderita jerawat dan

dapat berpengaruh pada cara pandangnya terhadap gambaran tubuh. Wanita

merasa minder, terabaikan, merasa tidak sempurna lagi sebagai seorang

wanita. Ditambah lagi efek-efek pengobatan jerawat, yang dapat membuatnya

mengalami rasa gatal dan meninggalkan bekas jerawat.

Hal ini sejalan dengan pendapat Chris (2005), selain menimbulkan

bekas jerawat, efek utamanya adalah pada jiwa seseorang, seperti krisis

percaya diri atau minder dan depresi. Komponen konsep diri yang sering

58

terganggu pada remaja dengan munculnya jerawat yaitu gambaran diri dan

harga diri, dimana pada masa remaja fokus individu terhadap fisik lebih

menonjol dari periode kehidupan lain. Bentuk tubuh merupakan bagian dari

gambaran diri, pada remaja yang berjerawat mengakibatkan perubahan

bentuk tubuh dari remaja tersebut yang akan berdampak pada interaksi atau

hubungan sosial dilingkungan, dimana remaja menjadi minder dan merasa

tidak percaya diri yang akan mengakibatkan rendahnya harga diri.

3. Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus

berprilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar ini dapat berhubungan

dengan tipe orang atau sejumlah aspirasi cita-cita nilai yang di capai. Ideal

diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi oleh orang

penting dari dirinya yang memberikan tuntutan atau harapan. Pada masa

remaja, ideal diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua,

guru dan teman (Hurlock, 2008).

Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa ideal diri remaja putri yang

berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 52,8% termasuk kategori

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah remaja putri memiliki

ideal diri tinggi ketika menderita jerawat, namun masih ada kurang dari

setengah remaja putri yang memiliki ideal diri rendah ketika menderita

jerawat.

59

Hal ini sejalan dengan penelitian Herawati (2005), terungkap bahwa

wanita yang menderita jerawat akan mengalami gangguan body image dan

ideal diri yang tidak realistis yaitu merasa menjadi wanita yang kurang

sempurna dan ada kecenderungan timbulnya negativistic (penolakan) pada

penderita jerawat khususnya pada wanita yakni berupa keputus-asaan,

sehingga perlu suatu pendekatan secara humanistic pada penderita jerawat.

Hal ini diperkuat dengan penelitian Agung (2004), remaja merupakan

masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur

12 sampai dengan 21 tahun. Setiap tahap usia pasti ada tugas-tugas

perkembangan yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas

perkembangan pada usia yang sebenarnya maka pada tahap berikutnya akan

terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Tugas perkembangan remaja

adalah remaja harus dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat

memanfaatkannya secara efektif, namun sebagian besar remaja tidak dapat

menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang

tidak menginginkan adanya jerawat dan cenderung meniru penampilan orang

lain atau tokoh tertentu (Agung, 2004).

Pada periode remaja, akan banyak muncul perubahan fisik (biologis)

perubahan kognitif, maupun perubahan sosial. Perubahan tersebut merupakan

pemicu timbulnya gangguan penyesuaian sosialnya karena terjadi perubahan

persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku ketika menderita

jerawat. Memasuki masa remaja ada banyak faktor yang mempengaruhi

persepsi individu terhadap penyesuaian sosialnya. Remaja putri cenderung

60

seorang penilai yang penting terhadap penampilan dan kebersihan wajahnya

sendiri sebagai rangsang social. Bila ada penyimpangan pada diri remaja,

maka kemungkinan akan yang berhubungan dengan penilaian diri dari sikap

sosialnya (Dariyo, 2003).

Menurut Hurlock (2008), remaja menyadari bahwa merupakan hal

yang menyenangkan memiliki fisik yang menarik dan tubuh yang ideal. Hal

ini dapat mempertinggi kesempatan mereka dalam penerimaan sosial.

Perkembangan fisik yang dialami remaja menyebabkan remaja memiliki citra

terhadap fisiknya atau yang disebut dengan body image. Body image ini

sifatnya subjektif, tiap remaja memiliki tingkat keparahan jerawat yang

berbeda mengenai keadaan fisik wajahnya yang bisa menimbulkan rasa puas

terhadap dirinya.

Cara individu memandang diri sendiri mempunyai dampak yang

penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri,

menerima dan mengukur bagian tubuh akan memberi rasa aman, sehingga

terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 2002). Hal ini

berkaitan dengan faktor-faktor dari penyesuaian diri sosial yang telah

disimpulkan oleh Tejo (2006) faktor-faktor tersebut yaitu kepribadian, jenis

kelamin, intelligensi, pola asuh dan konsep diri. Kepribadian terdiri dari sifat-

sifat psikologis stabil dan khas. Sifat-sifat ini ikut menentukan dan

membedakan bagaimana perilaku individu yang satu dengan individu yang

lain dalam berhubungan dengan lingkungan sosial.

61

4. Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai degan

menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri yang

tinggi berakar dari penerimaan diri tanpa syarat sebagai individu yang berarti

dan penting walaupun salah, gagal atau kalah. Harga diri diperoleh dari

penghargaan diri sendiri dan dari orang lain yaitu perasaan dicintai, dihargai

dan dihormati (Hurlock, 2008).

Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa harga diri remaja putri yang

berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu, sebanyak 53,8% termasuk kategori

tinggi. Hal ini menunjukkan, masih ada remaja putri yang memiliki harga diri

rendah ketika menderita jerawat dimana dukungan dan penerimaan dari

berbagai pihak merupakan hal yang sangat berarti bagi penderita jerawat.

Hasil penelitian ini didukung oleh Anggraini (2006), bahwa kebutuhan

dukungan social pada wanita penderita jerawat sangat diperlukan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sharp (1994), dalam Agung (2004) bahwa wanita

yang menderita jerawat memiliki tingkat kebutuhan dukungan social yang

tinggi, dukungan social tersebut menurut Keliat (2002) termasuk orang tua,

teman dekat, guru, atasan, konselor dan sebagainya.

Menurut Herawati (2005), beberapa remaja akan merasa malu dan

minder sehingga menarik diri dari masyarakat atau menghindari untuk

berhubungan dengan orang lain yang menyebabkan harga diri rendah.

Apabila seorang remaja terus menarik diri dari pergaulan, maka dia juga akan

mengalami kemunduran perkembangan kognitif karena merasa takut dan

62

malu untuk mendapatkan informasi-informasi baru dan hal ini akan terus

berpengaruh pada proses tumbuh kembang remaja. Karena informasi yang

didapat hanya sedikit, maka remaja akan cenderung mengambil keputusan

sendiri untuk mengatasi masalahnya yang justru akan memperparah masalah

yang dihadapi.

Remaja yang memiliki citra diri tinggi dinilai memiliki citra diri yang

positif akan memiliki harga diri yang tinggi, merasa mampu dan berfikir

dengan penuh percaya diri tersebut juga didukung pendapat Rini (2004)

bahwa individu yang memiliki citra diri tinggi dinilai memiliki harga diri

positif yang dapat dilihat dari kepedulian diri (self care). Individu mempunyai

perhatian pada persoalan kesehatan seperti pilihan dalam pergaulan sehari-

hari. Sebaliknya, individu yang memiliki citra diri rendah dinilai memilliki

harga diri negatif. Individu merasakan ketidakpuasan pada tubuh,

pemikirannya hanya terfokus pada wajah, merasa kurang cantik, kurang

bersih dan berpikir bagaimana menjadi ideal yang menyebabkan individu

menjadi tidak perhatian terhadap pergaulannya.

5. Peran Diri

Peran adalah pola sikap, prilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari

seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Posisi di masyarakat dapat

menjadikan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan

kesukaran atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Hurlock,

2008).

63

Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.5, diketahui

bahwa peran diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu,

sebanyak 51,9% termasuk kategori positif. Ini menggambarkan masih banyak

remaja putri yang memiliki peran diri negatif ketika menderita jerawat. Hal

ini didukung oleh pernyataan Elvira (2008), bahwa penderita jerawat

mengalami gangguan keseimbangan hidup dan stress akibat mengerahkan

seluruh perangkat jiwa untuk menerima jerawat, mereka merasa kehilangan

kemampuan dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai wanita di dalam

pergaulan maupun perannya di lingkungan sekolah.

Menurut Keliat (2002), faktor psikologis yang dialami oleh penderita

jerawat sering mempengarui pandangannya terhadap wajahnya yakni

gangguan citra diri, jerawat akan mengakibatkan perubahan peran diri

sehingga mempengaruhi kehidupan sosialnya di lingkungan masyarakat.

Hasil penelitian ini sejalan penelitian Agung (2004), bahwa jerawat

yang diderita seseorang mempunyai peranan dalam penyesuaian diri sosial

pada remaja putri. Penyesuaian diri sosial yang baik akan menjadi salah satu

bekal penting karena akan membantu remaja pada saat terjun dalam

masyarakat luas. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa remaja yang

menilai dirinya baik maka akan dapat menyesuaikan diri dengan baik tanpa

mengalami hambatan. Hal ini didukung oleh pendapat Partosuwido (2004)

bahwa remaja yang memiliki peran diri yang positif maka penyesuaian

dirinya akan tinggi pula begitu juga sebaliknya, remaja yang memiliki peran

diri negatif maka penyesuaian dirinya juga akan rendah. Konsep diri adalah

64

semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahu individu dalam

berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, dalam Kelliat 2002). Hal

ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi

dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan

pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan. Konsep diri dipelajari melalui

kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan

individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan

pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep diri itu sendiri terdiri dari

beberapa bagian salah satunya yaitu body image (Kelliat, 2002). Hal ini juga

diungkapkan Willis, S (2005) yang menyatakan salah satu komponen

pentingnya dalam konsep diri yaitu body image mempunyai pengaruh

terhadap peran diri pada remaja pada lingkungan sosialnya.

6. Identitas Diri

Identitas adalah kesadaran akan diri yang bersumber dari observasi

dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai

suatu kesatuan yang utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri

yang kuat adalah seseorang yang memandang dirinya berbeda dengan orang

lain termasuk persepsinya terhadap jenis kelamin, memiliki otonomi yaitu

mengerti dan percaya diri, respek diri, mampu dan menguasai diri, mengatur

diri sendiri dan menerima diri (Hurlock, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang terliha pada tabel 5.6, diketahui

bahwa identitas diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1

Indramayu, sebanyak 57,5% termasuk kategori realistis. Hal ini menunjukkan

65

bahwa masih banyak remaja putri yang memiliki identitas diri yang kurang

realistis ketika menderita jerawat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Chris (2005) tentang konsep diri pada wanita berjerawat,

didapat perasaan malu dan rendah diri yang dirasakan oleh subjek

berhubungan dengan keadaan fisiknya yang dirasakan tidak sempurna lagi

dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Penderita jerawat merasa

tidak memiliki rasa percaya diri untuk menjalin hubungan sosialisasi dengan

orang lain. Kondisi fisik yang tidak menarik menyebabkan penderita jerawat

merasa memiliki kelemahan yang berdampak pada perasaan tidak memiliki

kemampuan dalam melakukan sesuatu hal.

Hasil penelitian ini diperkuat dengan pendapat Robecca Prescolt

(2007), penderita jerawat sering mengalami penurunan konsep diri terutama

pada remaja karena pada usia ini paling sering dipengaruhi oleh kehidupan

social sangat mempengaruhi akan kesempurnaan fisik, pemikiran ini

ditunjukkan bukan hanya oleh tubuh langsing tapi kulit yang sempurna.

Penderita jerawat dari yang sedang sampai yang berat dapat terganggu

kepercayaan diri dan indetitas dirinya, kita akan menjadi merasa tidak

sempurna dan menghakimi diri kita sebagai warga kelas dua, sehingga ketika

kita bertemu dengan orang lain, situasi baru, lawan jenis akan menarik diri,

yang akhirnya akan menurunkan konsep diri.

Menurut Herawati (2005), seorang remaja yang tidak mempunyai

jerawat bila remaja tersebut merasa puas dan dapat menerima keadaan

fisiknya, sedangkan seorang remaja dikatakan memiliki jerawat merasa tidak

66

puas dengan kondisi fisiknya. Remaja yang melihat keadaan wajahnya tidak

berjerawat maka hal ini akan memberikan kepuasan pada dirinya dan dia akan

mengembangkan konsep diri yang sehat (Hurlock, 2008). Keadaan jerawat

merupakan evaluasi dan persepsi diri terhadap keadaan fisik. Jika seorang

remaja tidak mempunyai jerawat, akan merasa percaya diri dan dapat

melakukan penyesuaian diri yang baik karena tidak ada hambatan dalam diri

remaja tersebut. Remaja tersebut dapat mengatasi masalah-masalah sosial

yang terjadi di lingkungannya. Remaja yang memiliki jerawat yaitu remaja

yang merasa kurang puas dengan keadaan fisiknya dan tidak bisa menerima

keadaan fisiknya, remaja tersebut merasa tidak mendapat respon

menyenangkan dari lingkungan sekitarnya dan canggung untuk melakukan

interaksi dengan orang lain, maka remaja tersebut akan merasa ragu-ragu

dalam melakukan penyesuaian diri sosial dan mengembangkan sikap-sikap

negatif. Seperti yang diungkapkan dalam penelitian Putriana (2004) yaitu

bahwa orang-orang yang menunjukkan identitas diri realistis maka akan

memiliki rasa percaya diri yang tinggi sedangkan orang-orang yang

menunjukkan identitas diri negatif maka akan memiliki kepercayaan diri yang

rendah pula. Demikian dapat dikatakan bahwa orang-orang yang memiliki

rasa percaya diri yang tinggi cenderung lebih bisa menerima diri sendiri

termasuk kepuasan terhadap bagian-bagian tubuh dan keseluruhan tubuh,

tidak menampilkan dirinya sebagai pribadi yang lemah dan pribadi yang tidak

bisa melakukan apa-apa dan remaja tersebut akan berani memasuki

67

lingkungannya yang baru dengan mengembangkan sikap diri yang yakin akan

dirinya dan akan mampu melakukan penyesuaian diri sosial dengan baik.

Menurut Agung (2004), gambaran dan penilaian seseorang terhadap

tubuh dan penampilan fisiknya. Hal ini juga berpengaruh terhadap cara

pandang atau penilaian dirinya sendiri secara positif atau negatif. Identitas

diri yang positif berkaitan erat dalam membentuk kepercayaan diri

seseorang, sehingga merasa mampu untuk berinteraksi dengan lingkungannya

tanpa rasa malu dan minder.

B. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan beberapa keterbatasan

penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Keterbatasan Kuesioner

Dalam pembuatan kuesioer tentang konsep diri mengenai jerawat,

peneliti belum menemukan standar baku dalam penulisan kuesinoer. Namun

peneliti sudah berusaha untuk menyusun kuesioner berdasarkan pada

kerangka konsep dan definisi operasional yang telah ditetapkan oleh peneliti

sebelumnya serta telah diuji cobakan sebelum dipakai dalam penelitian.

2. Keterbatasan Sampel

Responden yang diambil memiliki tingkat keparahan jerawat yang

berbeda, sehingga bisa jadi penilaian mereka terhadap konsep diri

menyesuaikan dengan tingkat keparahan jerawat. Sehingga subyektifitas

responden dalam menjawab pertanyaan kuesinoer sangat besar.

68

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik

simpulan sebagai berikut:

1. Konsep diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu,

sebanyak 66% termasuk kategori positif.

2. Citra diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu,

sebanyak 53,8% termasuk kategori positif.

3. Ideal diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu,

sebanyak 52,8% termasuk kategori tinggi.

4. Harga diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu,

sebanyak 53,8% termasuk kategori tinggi.

5. Peran diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu,

sebanyak 51,9% termasuk kategori positif.

6. Identitas diri remaja putri yang berjerawat di SMK Negeri 1 Indramayu,

sebanyak 57,5% termasuk kategori realistis.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasannya, maka

peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

69

1. Bagi Subjek Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja putri yang memiliki

konsep diri positif meskipun memiliki jerawat hendaknya tetap

mempertahankan kepercayaan diri dalam pergaulan sedangkan bagi yang

memiliki konsep diri negatif, agar meluangkan waktu untuk menambah

pengetahuan tentang jerawat melalui buku, internet maupun majalah-majalah

kesehatan.

2. Bagi Sekolah

Diperlukan peran guru BP/BK dalam meningkatkan konsep diri yang positif

pada siswa, dengan memberikan bimbingan konseling dalam memahami dan

memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa dengan memberikan

pengetahuan tentang jerawat.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tema yang sama,

disarankan untuk mempertimbangkan variable-variabel lain yang

berhubungan dengan penyesuaian diri sosial pada remaja, sehingga dapat

ditentukan faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi konsep diri.

b. Peneliti selanjutnya bila ingin meneliti tema yang sama, disarankan untuk

meneliti pada subjek yang lain, sehingga dapat diketahui bila ada

perbedaan dengan hasil penelitian peneliti.

c. Peneliti selanjutnya bila ingin meneliti tema yang sama disarankan untuk

menambah dengan melakukan penelitian dengan metode kualitatif dan

menggunakan metode analisis yang lebih mendetail.

70