tugas perencanaan bandar udara

76
TUGAS PERENCANAAN BANDAR UDARA PERENCANAAN GEOMETRIS AREAL PENDARATAN 1.ANALISA ANGIN Analisa angin adalah dasar dari perencanaan lapangan terbang sebagai pedoman pokok. Pada umumnya, Runway (R/W) dibuat sedapat mungkin harus searah dengan arah angin yang dominan (Prevalling Wind), agar gerakan pesawat pada saat take off dan landing dapat bergerak bebas dan aman, sejauh komponen angin samping (Cross Wind) yang tegak lurus arah bergeraknya pesawat. Maksimum Cross Wind yang diijinkan tidak hanya tergantung pada ukuran pesawat, tapi juga pada konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan. Persyaratan FAA (Federal Aviation Administration) untuk Cross Wind semua lapangan terbang (kecuali utility) : o Run Way harus mengarah sedemikian sehingga pesawat take off dan landing pada 95% dari waktu dan Cross Wind. o Cross Wind tidak melebihi 13 knots (15 mph), untuk utility Cross Wind diperkecil menjadi 11,5 mph. Persyaratan ICAO (International Civil Aviation Organization) : Pesawat dapat take off dan landing pada sebuah lapangan terbang, minimal 95 % dari waktu dan komponen Cross Wind. Berikut ini adalah klasifikasi panjang landasan pacu (ARFL / Aeroplane Reference Field Length) ICAO : o Cross Wind 20 knots (37 km/jam) AFRL = 1500 m atau lebih o Cross Wind 13 knots (24 km/jam) AFRL = 1200 s.d 1499 o Cross Wind 10 knots (19 km/jam) AFRL = < 1200 m Menurut ICAO dan FAA, penentuan arah runway harus dibuat berdasarkan arah yang memberikan wind coverage yang sedemikian rupa, sehingga pesawat dapat take off dan landing minimal 95 % dari waktu dan cross wind. KELVIN B CHRYSTO 100211096 Page 1

Upload: tio-herdin-rismawanto

Post on 07-Nov-2015

194 views

Category:

Documents


35 download

DESCRIPTION

Bandara

TRANSCRIPT

TUGAS PERENCANAAN BANDAR UDARA

TUGAS PERENCANAAN BANDAR UDARA

PERENCANAAN GEOMETRIS AREAL PENDARATAN

1. ANALISA ANGIN Analisa angin adalah dasar dari perencanaan lapangan terbang sebagai pedoman pokok. Pada umumnya, Runway (R/W) dibuat sedapat mungkin harus searah dengan arah angin yang dominan (Prevalling Wind), agar gerakan pesawat pada saat take off dan landing dapat bergerak bebas dan aman, sejauh komponen angin samping (Cross Wind) yang tegak lurus arah bergeraknya pesawat. Maksimum Cross Wind yang diijinkan tidak hanya tergantung pada ukuran pesawat, tapi juga pada konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan. Persyaratan FAA (Federal Aviation Administration) untuk Cross Wind semua lapangan terbang (kecuali utility) :1. Run Way harus mengarah sedemikian sehingga pesawat take off dan landing pada 95% dari waktu dan Cross Wind.1. Cross Wind tidak melebihi 13 knots (15 mph), untuk utility Cross Wind diperkecil menjadi 11,5 mph.Persyaratan ICAO (International Civil Aviation Organization) :Pesawat dapat take off dan landing pada sebuah lapangan terbang, minimal 95 % dari waktu dan komponen Cross Wind.Berikut ini adalah klasifikasi panjang landasan pacu (ARFL / Aeroplane Reference Field Length) ICAO :1. Cross Wind 20 knots (37 km/jam) AFRL = 1500 m atau lebih1. Cross Wind 13 knots (24 km/jam) AFRL = 1200 s.d 14991. Cross Wind 10 knots (19 km/jam) AFRL = < 1200 mMenurut ICAO dan FAA, penentuan arah runway harus dibuat berdasarkan arah yang memberikan wind coverage yang sedemikian rupa, sehingga pesawat dapat take off dan landing minimal 95 % dari waktu dan cross wind.

Dari data table frekuensi angin yang diberikan dapat dilakukan analisa angin untuk setiap arah angin dan kecepatannya.

TABEL 1 : DATA FREKUENSI ANGIN0-3 Knots3-6 Knots6-10 Knots10-16 Knots16-22 Knots> 22 KnotsJumlah

CALM210000000021000

N0302020052

NE010510016

E01000800300100102210

SE020110022

S0410005

SW0100001

W012007002008512186

NW0110002

Jumlah21000226615285041851125494

TABEL 2 : PERHITUNGAN PRESENTASE ANGIN

0-3 Knots3-6 Knots6-10 Knots10-16 Knots16-22 Knots> 22 KnotsJumlah

CALM82,37230,00000,00000,00000,00000,000082,3723

N0,00000,11770,07840,00780,00000,00000,2040

NE0,00000,03920,01960,00390,00000,00000,0628

E0,00003,92253,13801,17670,39220,03928,6687

SE0,00000,07840,00390,00390,00000,00000,0863

S0,00000,01570,00390,00000,00000,00000,0196

SW0,00000,00390,00000,00000,00000,00000,0039

W0,00004,70702,74570,78450,33340,00398,5746

NW0,00000,00390,00390,00000,00000,00000,0078

Jumlah82,37238,88845,99361,97690,72570,0431100,0000

Contoh Perhitungan Prosentase Angin : CALM = Maka = {1500/17720} x 100 % = 8.4650 %

ARAH N - S (0 - 180)

NoCALMNNEESESSWWNWTotal %

182,372320000000099,98757

200,1176750,0392253,9224920,078450,015690,0039224,706990,003922

300,078450,0196123,1379930,0039220,00392202,7457440,003922

400,0078450,0039221,1767470,003922000,7844980

50000,3922490000,3334120

60000,0279230000,0027920

ARAH E - W (90 - 270)

NoCALMNNEESESSWWNWTotal

182,3723200000000100

200,1176750,0392253,9224920,078450,015690,0039224,706990,003922

300,078450,0196123,1379930,0039220,00392202,7457440,003922

400,0078450,0039221,1767470,003922000,7844980

50000,3922490000,3334120

60000,0392250000,0039220

ARAH NW- SE (135 - 215)

NoCALMNNEESESSWWNWTotal

182,3723200000000103,1341

200,1176750,0392253,9224920,078450,015690,0039224,706990,003922

300,078450,0196123,1379933,1379930,00392202,7457440,003922

400,0078450,0039221,1767470,003922000,7844980

50000,3922490000,3334120

60000,0392250000,0039220

ARAH NE - SW (45 - 225)

NoCALMNNEESESSWWNWTotal

182,3723200000000103,1341

200,1176750,0392253,9224920,078450,015690,0039224,706990,003922

300,078450,0196123,1379933,1379930,00392202,7457440,003922

400,0078450,0039221,1767470,003922000,7844980

50000,3922490000,3334120

60000,0392250000,0039220

Data prosentase diatas kemudian digunakan dalam menentukan arah RunWay, dengan memperhitungkan tipe pesawat yang akan menggunakan Airport dan menganggap bahwa komponen Cross Wind bertiup dalam dua arah. Dari hasil perhitungan konfigurasi runway diperoleh persentasi angin yang paling maksimum adalah angin arah :ARAH N - S (0 - 180)= 99,98757%Dengan demikian, Runway (R/W) dibuat pada arah tersebut.

Lebar Jalur Kontrol AnginPersyaratan ICAO, pesawat dapat atau lepas landas pada sebuah lapangan terbang pada 95% dari waktu komponen Cross Wind tidak melebihi:a. 37 km/jam (20 knots) Pesawat dengan ARFL 1500 m atau lebih, kecuali apabila landasan mempunyai pengreman (koefisien gesek memanjang) tidak cukup baik.b. 24 km/jam (13 knots)Pesawat dengan ARFL 1200 - 1500 m.c. 19 km/jam (10 knots)Pesawat dengan ARFL < 1200 m.

Lihat table-1, Aeroplane Classfication by Code Number and letter (Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang, Freddy Jansen 2007) (dilampirkan) sbb: Pesawat DC 10 - 10 Kode angka huruf = 4D ARFL = 3200 m Jarak terluar roda pendaratan = 12,6 m Wingspan = 47,4 m Nilai maksimum permissible crosswind = 20 knotscomponent Lebar jalur kontrol angin = 40 knots

Pesawat DC 8 -62 Kode angka huruf = 4D ARFL = 3100 Jarak terluar roda pendaratan = 7,6 m Wingspan = 45,24 m Nilai maksimum permissible crosswind = 20 knotscomponent Lebar jalur kontrol angin = 40 knots

Pesawat DC 747 - B Kode angka huruf = 4E ARFL = 3352 m Jarak terluar roda pendaratan = 11 m Wingspan = 45,24 m Nilai maksimum permissible crosswind = 20 knotscomponent Lebar jalur kontrol angin = 40 knots

Pesawat B 737 - 200 Kode angka huruf = 4C ARFL = 2295 m Jarak terluar roda pendaratan = 6,4 m Wingspan = 28,4 m Nilai maksimum permissible crosswind = 20 knotscomponent Lebar jalur kontrol angin = 40 knots

Dari beberapa data pesawat rencana diatas, dipilih ARFL terbesar yang akan menjadi dasar dari perencanaan RunWay. Maka dapat dipilih pesawat rencananya adalah Pesawat B 747 - B, dengan ARFL = 3352 m.

1. RUNWAY (R/W) Panjang runwayPanjang runway (R/W) biasanya ditentukan berdasarkan pesawat rencana terbesar yang akan beoperasi pada airport yang bersangkutan. Dalam tugas ini diambil pesawat rencana B - 747 - B dengan kode 4E dan ARFL = 3352 mData : Elevasi=80,00 m Slope=1 %

Temperature (T) T1 = (28 ; 28 ; 27 ; 29 ; 30 ; 29) C T2 = (30 ; 33 ; 31 ; 33 ; 32 ; 30) CKetiga data diatas dipakai untuk mengkoreksi panjang runway :a) Koreksi terhadap elevasiSetiap kenaikan 300 m (1000 ft) dari permukaan laut rata-rata, ARFL bertambah 7 %

Dimana :L1=Panjang runway terkoreksiLo=ARFLE=Elevasi

3387,06 m = 3387 mb) Koreksi terhadap temperaturT1 = Temperatur rata-rata dari temperature harian rata-rata tiap bulan T2 = Temperatur rata-rata dari temperature harian maksimum tiap bulan

TahunT1(C)T2(C)

12830

22833

32731

42933

53032

62930

n = 6171189

T1=Tot T1 / nT2= Tot T2 / n=171/ 6=189 / 6=28,5 C=31,5 C

= 29,5 C

Panjang runway harus dikoreksi terhadap termperatur sebesar 1 % untuk setiap kenaikan 1 C, sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m diatas permukaan laut, temperature turun 6,5 C .

Dimana : L2 = Panjang R/W setelah dikoreksi To = Temperatur standar sebesar 59 F = 15 C To = (15 C 0.0065 E)Maka : L2 = L1 [ 1+ 0.001 ( Tr eff ( 15 0,0065 E ))] = 3387 [ 1 + 0,01 (29,5 ( 15 0,0065 (80)))] = 3895,7 m

c) Koreksi terhadap Slope Bila ARFL lebih besar dari 900 m, panjang runway bertambah dengan koreksi slope sebesar 1,0 % setiap kemiringan 1 % L3 =L2 ( 1 + 0,10 x S/1%)S=Slope (1,5%)=3895,7 ( 1 + 0,10 x (1,5%/1%)) = 4480 mMaka panjang runway direncanakan L = 4480 m

Lebar Runway (R/W)Menurut ICAO, lebar R/W direncanakan berdasarkan kode angka huruf dari pesawat-pesawat yang akan dilayani oleh lapangan terbang. Lebar R/W paling kurang dua kali landasan untuk keamanannya (safety area), tetapi FAA mensyaratkan lebar minimum 150 m ( 500 ft ). Lebar perkerasan struktural R/W harus sesuai dengan jenis pesawat. Dalam tugas ini, pesawat rencana yang digunakan adalah DC 10-30 dengan kode huruf 4D. Dengan menggunakan tabel Widths and Shoulders (dilampirkan) dari ICAO untuk kode 4D, diperoleh :

1. Lebar total=60 m2. Lebar perkerasan struktural=45 m 3. Lebar bahu landasan = 7,5 m4. Kemiringan Melintang untuk kode huruf D =1,5 %5. Harus Disediakan bahu dengan kemiringan =2,5 %

Skema Lapangan TerbangBahuPerkerasan StrukturalSumbu Perkerasan45.00 m60.00 m7.5 m7.5 m2.5 %1.5 %

Area keamanan landasan (Ranway Safety Area) termasuk didalamnya perkerasan struktural, bahu landasan serta area bebas hambatan, rata dan pengaliran airnya terjamin. Area ini harus mampu dilewati peralatan-peralatan pemadam kebakaran, mobil-mobil ambulance, truk-truk penyapu landasan (sweeper), dalam keadaan dibutuhkan mampu dibebani pesawat yang keluar dari perkerasan struktural . Blast Pad, suatu area yang direncanakan untuk mencegah erosi pada permukaan yang berbatasan dengan ujung landasan. Area ini selalu menerima jet blast yang berulang. Area ini bisa dengan perkerasan atau ditanami rumput. Pengalaman menunjukan bahwa panjang blast pad untuk pesawat-pesawat transport sebaiknya 60 m. Kecuali untuk pesawat berbadan lebar, panjang yang dibutukan oleh blast pad sebaiknya 120 m. Perluasan area keamanan (Safety Area) dibuat apabila perlu. Ukurannya tidak tentu tergantung kebutuhan lokal.

3. TAXIWAY (T/W)Taxiway adalah bagian dari lapangan terbang yang telah diberi perkerasan dan digunakan oleh pesawat yang telah selesai mendarat maupun yang akan take off.Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalan keluar masuk pesawat dari landas pacu ke terminal dan sebaliknya atau dari landas pacu ke hangar pemeliharaan.Taxiway diatur sedemikian hingga pesawat yang baru saja mendarat tidak mengganggu pesawat lain yang siap menuju landasan pacu. Rutenya dipilih jarak terpendek dari bangunan terminal menuju ujung landasan yang dipakai untuk areal lepas landas. Di banyak lapangan terbang, taxiway membuat sudut siku-siku dengan landasan, maka pesawat yang akan mendarat harus diperlambat sampai kecepatan yang sangat rendah sebelum belok ke taxiway.Karena kecepatan pesawat saat di taxiway tidak sebesar saat di landasan pacu, maka persyaratan mengenai kemiringan memanjang, kurva vertikal dan jarak pandang tidak seketat pada landasan. Oleh sebab itu, lebar taxiway masih tetap bergantung dari ukuran lebar pesawat.

a. Lebar TaxiwayICAO telah menetapkan bahwa lebar taxiway dan lebar total taxiway (lebar perkerasan dan bahu landasan). Dalam data tugas didapat pesawat rencana B - 747 B dengan kode huruf E. Gunakan table 4-7 dan table 4-8 (dilampirkan). Dari table 4-7, untuk kode huruf E diperoleh : jarak bebas minimum dari sisi terluar roda utama dengan perkerasan taxiway = 4,5 m. Dari table 4-8, untuk kode huruf E diperoleh : Lebar Taxiway (T/W)=23 m Lebar total Taxiway dan bahu landasannya=44 m

b. Kemiringan (Slope) dan Jarak Pandang (Sight Distance)Persyaratan yang dikeluarkan oleh ICAO untuk taxiway dengan kode huruf E ( table 4 - 9 ) adalah : Kemiringan memanjang maksimum=1,5 % Perubahan kemiringan memanjang maximum=1 % per 30 m Jarak pandang minimum=300 m dari 3 m di atas Kemiringan transversal maximum dari taxiway=1,5 % Kemiringan transversal maximum dari bagian yang diratakan pada strip taxiway : Miring ke atas = 2,5 % POTONGAN MELINTANG TAXIWAYBahuDaerah AmanPerkerasan StrukturalSumbu Perkerasan23 m44 m10.5 m10.5 m2.5 %1.5 %Miring ke bawah = 5 %

c. Jari-jari Taxiway (T/W)Dapat dicari dengan 2 cara, yaitu cara analitis (dengan rumus) dan table 4-10 buku Lapangan Terbang, Ir. H. Basuki 1. Menggunakan Rumus (Analitis)

atau Dimana : V= Kecepatan pesawat saat memasuki taxiwayf =Koofisien gesekan antara ban pesawat dengan permukaan perkerasan s =Jarak antara titik tengah roda pendaratan utama dengan tepi perkerasan s= wheel track + FK (ambil 2,5) T=Lebar taxiway W=Wheel base (jarak roda depan dengan roda pendaratan) utamaDalam menghitung jari-jari taxiway diambil jenis pesawat rencana yaitu B - 747 - B dari table 1-1 diperoleh :Lebar wheel track = 11 mLebar whell base = 25,6 mLebar taxiway (T/W) = 23 m s = x 11 + 2,5 = 8 m

Maka jari-jari taxiway (R) = = 72,651 m 73 m

d. Exit Taxiway Fungsi Exit Taxiway atau Turn Off, adalah menekan sekecil mungkin waktu penggunaan landasan oleh pesawat yang mendarat. Exit taxiway dapat ditempatkan dengan membuat sudut siku-siku terhadap landasan atau kalau terpaksa sudut yang lain yang juga bisa. Exit taxiway yang mempunyai sudut 30 disebut Kecepatan Tinggi atau Cepat keluar sebagai tanda bahwa taxiway tersebut direncanakan penggunaannya bagi pesawat yang harus cepat keluar.Penempatan Exit taxiway tergantung kepada pesawat campuran, kecepatan waktu approach atau waktu menyentuh perkerasan, kecepatan keluar, tingkat pengereman yang tergantung kepada kondisi permukaan perkerasan basah atau kering serta jumlah Exit taxiway yang direncanakan dibuat.

1. Exit Taxiway Menyudut Siku-Siku (Right Angled Exit Taxiway)Keputusan untuk merencanakan dan membangun Exit taxiway menyudut siku-siku didasarkan kepada analisa lalu lintas yang ada. Apabila lalu lintas rencana pada jam-jam puncak kurang dari 26 gerakan (mendarat atau lepas landas), maka Exit taxiway menyudut siku cukup memadai.Exit taxiway menyudut siku-siku bisa dibangun dengan dana yang lebih murah daripada membangun Exit taxiway kecepatan tinggi, dan apabila ditempatkan dengan semestinya, akan menghasilkan aliran lalu lintas pesawat yang cukup efisien.

R/W

T/W

T/W

2. Exit Taxiway Kecepatan Tinggi (Rapid Exit Taxiway)High Speed Exit Taxiway / Rapid Exit Taxiway. Kebutuhan akan adanya High Speed Exit Taxiway dewasa ini berkembang dengan berkembangnya arus lalu lintas pesawat di Pelabuhan Udara. Sebab dengan adanya High Speed Exit Taxiway pada sebuah landasan akan menambah kapasitas landasan itu untuk menampung arus gerak mendarat dan lepas landas pesawat.

T/WR/WJari-jari kurvaSudut intersection

Dengan perkembangan kebutuhan ini banyak keuntungan diadakan Standard High Speed Exit Taxiway yang berlaku untuk lapangan-lapangan terbang internasional. Pilot pesawat akan mengenal lebih baik dengan konfigurasinya dan mengharapkan hasil yang sama ketika mendarat di Pelabuhan Udara mana saja dengan fasilitas ini. Maka disarankan hanya satu saja standard perencanaan.Alasan mengapa memilih perencanaan ini untuk semua lapangan terbang adalah :1. Kemudahannya bagi sebagian besar, konfigurasi roda pendaratan pesawat untuk membuat belokan.2. Sisa perkerasan yang lapang didapatkan antara sisi luar roda pendaratan dengan tepi perkerasan taxiway.3. Muara yang diperluas dari Exit taxiway memberikan kemungkinan beberapa variasi sumbu belokan ke taxiway, bila pesawat tidak memulai belokannya dari titik yang ditandai pada landasan.4. Konfigurasinya memungkinkan pesawat belok walau dengan kecepatan tinggi 50 knots (93 km/jam).

3. Lokasi Exit TaxiwayLokasi Exit Taxiway ditentukan oleh titik sentuh pesawat tertentu waktu mendarat pada landasan dan kelakuan pesawat waktu mendarat.Untuk menentukan jarak lokasi Exit Taxiway dari Threshold landasan, unsur-unsur di bawah ini harus diperhitungkan :1) Jarak dari Threshold ke Touchdown2) Kecepatan waktu Touchdown3) Kecepatan awal sampai ke titik A4) Jarak dari Touchdown sampai ke titik ADi bawah ini diberikan contoh bagaimana menentukan Exit Taxiway dari Threshold landasan. Jarak ini diturunkan pada kondisi Standard muka laut. Ketinggian dan temperatur dapat mempengaruhi lokasi Exit Taxiway.

Jarak dari Threshold ke lokasi Exit Taxiway = Jarak Touch Down + D

Dimana :D=Jarak dari Touch Down ke titik A

S1=Kecepatan Touch Down (m/det) S2=Kecepatan awal ketika meninggalkan landasan (m/det)a=Perlambatan (m/det 2)Dalam tugas ini diketahui pesawat rencana : B - 747 - 200, sehingga didapat : Design group=D(Tabel AIRCRAFT / EXIT TAXIWAY DESIGN GROUPS) Kecepatan Touch Down (S1)= 259 km / jam = 71,94 m/det(Tabel AIRCRAFT / EXIT TAXIWAY DESIGN GROUPS) Kec. Awal saat meninggalkan Landasan (S2)=32 km / jam = 9 m/det Jarak Touch down=450 m Perlambatan (a)=1,5 m/sDari jarak Touch down yang sesuai, maka didapat jarak dari Threshold sampai ke titik awal kurva Exit Taxiway (untuk design group C). LO = Jarak Touch down dari R/W + D

= 1698,1212 m

LO = Jarak Touch down dari R/W +D = 450 + 1698,1212= 2148,1212 mJarak ini dihitung berdasarkan kondisi Standard Sea Level. Tapi jarak yang didapatkan ini harus ditambah 3 % per 300 m setiap kenaikan dari permukaan laut, dan sekitar 1 % setiap 5,6 C (10F ) dan diukur dari 15C = 59 F.

Koreksi terhadap elevasi Setiap kenaikan 300 m dari muka laut jarak harus ditambah 3 %, maka :

L1=LO [ 1 + (0.03 x )]

=2148,1212 [ 1+ 0,03 x )]=2153,4915 m Koreksi terhadap temperatur Setiap kenaikan 5,6 C dari kondisi standar (15 C = 59 F) jarak bertambah 1 % maka :

L2=L1

= 2153,4915

=2189,4702 mMaka Distance To Exit Taxiway = 2189,4702 m = 2190 m

5. Holding Bay

Pada lapangan terbang yang mempunyai lalu lintas padat perlu dibangun Holding Bay. Dengan disediakannya Holding Bay maka pesawat dari apron dapat menuju ke landasan dengan cepat dan memungkinkan sebuah pesawat lain untuk menyalip masuk ujung landasan tanpa harus menunggu pesawat didepannya yang sedang menyelesaikan persiapan teknis.

Keuntungan-keuntungan Holding Bay antara lain : 1) Keberangkatan pesawat tertentu yang harus ditunda karena sesuatu hal, padahal pesawat tersebut sudah masuk Taxiway menjelang sampai ujung landasan tidak menyebabkan tertundanya pesawat lain yang ada dibelakangnya. Pesawat dibelakangnya bisa melewati pesawat didepannya di Holding Bay. Penundaan pesawat depan misalnya untuk penambahan payload yang sangat penting pada saat sebelum lepas landas, penggantian peralatan rusak yang diketahui sesaat sebelum tinggal landas.2) Pemeriksaan altimeter (alat pengukur tinggi) sebelum terbang dan memprogram alat bantu navigasi udara apabila tidak bisa dilakukan apron.3) Pemanasan mesin sesaat sebelum lepas landas.

Holding Bay bisa juga digunakan sebagai titik pemeriksaan Aerodrome untuk VOR (Very Omny High), karena untuk pemeriksaan itu pesawat harus berhenti untuk menerima sinyal dengan benar. Ukuran Holding Bay tergantung pada : Jumlah dan posisi pesawat yang akan dilayani ditentukan oleh frekuensi pemakaiannya. Tipe-tipe pesawat yang akan dilayani. Cara-cara / perilaku pesawat masuk dan meninggalkan Holding Bay.

Ditentukan pula bahwa kebebasan antara pesawat yang sedang diparkir dengan pesawat yang melewatinya, yaitu ujung sayap pesawat, tidak boleh kurang dari 15 m, apabila pesawat yang bergerak adalah tipe turbo jet, dan 10 m apabila pesawat yang bergerak adalah tipe propeller.Holding Bay harus ditempatkan diluar area kritis yaitu sekitar instalasi ILS (Instrument Landing System) agar terhindar dari gangguan pada peralatan bantu pendaratan. Agar tercapai operasi penerbangan yang aman dan selamat dilapangan terbang, diperlukan jarak minimum dari sumbu landasan ke Holding Bay atau posisi Taxi Holding, tidak boleh kurang dari persyaratan yang diberikan pada table 4 12.

4. PERENCANAAN TERMINAL AREA Perencanaan ApronApron merupakan bagian lapangan terbang yang disediakan untuk memuat, dan menurunkan penumpang dan barang dari pesawat, pengisian bahan baker parkir pesawat dan pengecekan alat mesin yang seperlunya untuk pengoperasian selanjutnya.Dimensi apron dipengaruhi oleh : Jumlah gate position Konfigurasi parkir pesawat Cara pesawat masuk dan keluar Karakteristik pesawat terbang, termasuk pada saat naik (take off) dan turun (landing). Gate PositionDalam menentukan gate position yang diperlukan, dipengaruhi oleh : Kapasitas runway per jam Jenis pesawat dan prosentasi jenis pesawat tersebut Lamanya penggunaan gate position oleh pesawat (gate occupancy time) Prosestasi pesawat yang tiba dan berangkatJumlah gate position ditentukan dengan rumus :

= Dimana :V=Volume rata ratat=Rata rata gate occupancy time (per jam)U=Utilization factor (factor pemakaian)Untuk penggunaan secara bersama oleh semua pesawat, berlaku U dengan nilai dari 0,6 0,8 (dipakai 0,7). Untuk roda pada gate occupancy time (t) pada setiap kelas pesawat dibagi per jam (tiap 60 menit). Pesawat kelas A=60 menit Pesawat kelas B=45 menit Pesawat kelas C=30 menit Pesawat kelas D & E=20 menitUntuk kapasitas runway per jam (V) dibagi 2 per jumlah setiap jenis pesawat yang dilayani.Sesuai data tugas ini, jenis pesawat yang dilayani adalah : Pesawat DC 8 - 62:1 buah Pesawat DC 10 10:1 buah Pesawat B 747 - B:1 buah Pesawat B 737 200:1 buah

a. Pesawat DC 8 - 62 (kelas D ) G1 = = 0,20 1b. Pesawat DC 10 10 (kelas D) G1 = = 0,20 1c. Pesawat B 747 - B (kelas E) G1 = = 0,20 1d. Pesawat B 737 - 200 (kelas C) G1 = = 0,31 1

Jumlah gate position untuk semua jenis pesawat yang akan dilayani adalah := G1 + G2 + G3 + G4= 1 + 1 + 1 + 1= 1 buah

Turning Radius (r)Turning radius untuk masing-masing pesawat dihitung dengan menggunakan rumus :

r = x (wingspan + wheel track) + fordward roll Dimana, Fordward roll (pada keadaan standar) = 3,048 m (10 ft)a. Pesawat DC 8 - 62Dik :- wingspan=45,24 m- wheel track=7,6 mMaka :Turning Radius (r)= x ( 45,24 + 7,6 ) + 3,048 =29,468 mLuas gate= x r2 = x 29,4682 =2728,042 m2b. Pesawat DC 10 - 10 Dik :- wingspan=47,35 m- wheel track=10,67 mMaka :Turning Radius (r)= x (47,35 + 10,67) + 3,048 =32,058 mLuas gate = x r2 = x 32,0582 =3228,663 m2c. Pesawat B 747 - BDik :- wingspan =59,66 m- wheel track =11 mMaka :Turning Radius (r)= x (59,66 + 11) + 3,048 =38,378 mLuas gate = x r2 = x 31,204 2 =3058,936 m2d. Pesawat B 737 - 200Dik :- wingspan =28,4 m- wheel track =6,4 mMaka :Turning Radius (r)= x (28,4 + 6,4) + 3,048 =20,448 mLuas gate = x r2 = x 20,4482 =1313,564 m2

Luas Apron Panjang apron :Panjang apron dihitung dengan menggunakan rumus :

P = G . W + (G-1) c + 2Pb

Dimana :P=Panjang apronG=Gate positionW=WingspanPb=Panjang badan pesawatC=Wing tip clearance --- menurut ICAO (table 4-13)

Tabel 4-13. Wing Tip Clearence yang Disarankan ICAOCode LetterAircraft Wing Span

ABCDEUp to but including 15 m(49 ft)15 m (49 ft) Up to but including 24 m (79 ft)24 m (79 ft) Up to but including 36 m (118 ft) 36 m (118 ft) Up to but including 52 m (171 ft) 52 m (171ft) Up to but including 60 m (197 ft) 3,0 m (10 ft)3,0 m (10 ft)4,5 m (15 ft)

7,5 m (25 ft)

7,5 m (25 ft)

a. Pesawat DC 8 62 (Code D)Dik :G=1C=7,5 mW=45,24 mPb=46,16 mMaka :P1=G.W +(G-1).C+2.Pb=1 x 45,24+ (1-1) x 7,5 + 2 x 46,16=137,56 mc. Pesawat DC-10-10 (Code D)Dik :G=1 C=7,5 mW=47,35 m Pb=55,55 mMaka :P1=G.W + (G-1).C + 2.Pb=1 x 47,35 + (1-1) x 7,5 + 2 x 55,55=158,45 mc. Pesawat B 747 - B (Code E)Dik :G=1 C=4,5 mW=59,66 m Pb=69,85 mMaka :P1=G.W + (G-1).C + 2.Pb=1 x 59,66 + (1-1) x 7,5 + 2 x 69,85=199,36 mc. Pesawat B 737 200 (Code C)Dik :G=1 C=7,5 mW=28,4 m Pb=30,48 mMaka :P1=G.W + (G-1).C + 2.Pb=1 x 28,4 + (1-1) x 4,5 + 2 x 30,48=90,08 mJadi, panjang apron total (P total) adalah :P total=P1 + P2 + P3 + P4=137,56 m + 158,45 m + 199,36 m + 90,08 m=585,45 m 585 m Lebar Apron

L = 2.Pb + 3.cLebar apron dihitung dengan menggunakan rumus :

Lebar apron dihitung berdasarkan pesawat rencana yaitu B 747 - BDengan Pb = 69,85 dan C = 7,5 ; sehingga :L=(2 x 69,85) + (3 x 7.5)=162,2 m 162 mJadi, akan dibangun apron dengan luas total, yakni :L=585 x 162 = 94770 m2

Perencanaan HangarHangar direncanakan untuk 2 pesawat. Dalam hal ini direncanakan berdasarkan ukuran pesawat rencana yaitu B 747 - B. Luas hangar dihitung dengan rumus :

L = 2 x (wingspan x Panjang badan pesawat)

L = 2 x (59,66 x 69,85 ) = 8334,502 m2 L = 8335 m2Ruang gerak dan peralatan reparasi diambil 300 m,Sehingga total luas hangar adalah : L total = 8335 + 300 = 8635 m2

Passenger Terminal Luas passenger terminal diperhitungkan terhadap ruang gerak dan sirkulasi dari penumpang, yaitu : untuk pesawat dengan jenis masing-masing dapat diperkirakan jumlah penumpang per pesawat dalam 1 jam ( Tabel 1-1, Kolom Payload) Pesawat DC 8 - 62Dik :-Jumlah pesawat 1 buah Jumlah penumpang / jam / pesawat diperkirakan 189 orang / pesawatMaka : jumlah penumpang = 1 x 189 = 189 orang Pesawat DC 10 -10Dik :-Jumlah pesawat 1 buah Jumlah penumpang / jam / pesawat diperkirakan 345 orang / pesawatMaka : jumlah penumpang = 1 x 345 = 345 orang

Pesawat B 747 - BDik :-Jumlah pesawat 1 buah- Jumlah penumpang / jam / pesawat diperkirakan 490 orang / pesawatMaka : jumlah penumpang = 1 x 490 = 490 orang Pesawat B 737 - 200Dik :-Jumlah pesawat 1 buah Jumlah penumpang / jam / pesawat diperkirakan 125 orang / pesawatMaka : jumlah penumpang = 1 x 125 = 125 orang

Total penumpang = 189 orang + 345 orang + 490 orang + 125 orang = 1149 orangAsumsi : Jika tiap penumpang membawa 3 orang pengantar dengan ruang gerak tiap penumpang 4 m2 Maka, luas passenger terminal adalah :L = [1149 + (3 x 1149)] x 4 m2 = 14937 m2

Parking area Ada beberapa cara untuk menentukan luas parking area, walaupun kadang-kadang cara tersebut tidak dapat dilakukan karena ada perbatasan.Cara-cara tersebut antara lain : 1. Mendapatkan proyeksi harian penumpang yang masuk (datang) dan keluar (berangkat) lapangan terbang. Jumlah ini dikonversikan kejumlah kendaraan untuk menentukan akumulasi puncak dari jumlah kendaraan.2. Menghubungkan akumulasi maksimum jumlah kendaraan dengan jam-jam sibuk jumlah penumpang pada tahun yang diketahui. Koreksi ini dipergunakan untuk memproyeksikan permintaan kendaraan pada jam-jam sibuk dimasa depan.Batasan dari kedua cara ini adalah : karakteristik sifat kendaraan sulit untuk menentukan tingkat estimasi kendaran dan lain-lain. Rata-rata luas ruang parkir untuk 1 mobil adalah lebar 2,6 m dan panjang 5,5 mDalam tugas ini telah dihitung :Banyaknya penumpang pada jam sibuk=1149 orangBanyaknya pengantar (3 pengantar / penumpang)=3447 orangTotal=4596 orang Asumsi : Tiap mobil memuat 4 orangSehingga jumlah mobil : 4596 / 4 = 1149 kendaraan Asumsi : Jumlah mobil pengantar = jumlah mobil penjemputJadi, jumlah mobil keseluruhan : 3 x 1149 = 3447 kendaraan.Diketahui bahwa ukuran pemakaian ruang parkir yang normal untuk 1 buah mobil termasuk bagian samping adalah : 2,6 x 5,5 = 14,3 m2Jadi, luas areal parkir yang direncanakan adalah := 14,3 x 3447 = 49292,1 m2Ruang gerak sirkulasi dari pada mobil sama dengan luas areal parkir mobil. Jadi, total luas areal parkir adalah :L total = 2 x 49292,1 m2 = 98584,2 m2 98584 m2 Terminal Building Terminal building fungsinya adalah untuk melayani segala keperluan yang akan berangkat dan tiba, termasuk barang-barangnya. Untuk memenuhi segala kebutuhan yang menyangkut kebutuhan penumpang tersebut didalam terminal building harus memenuhi fasilitas-fasilitas antara lain :a. Fasilitas untuk operasi perusahaan penerbangan Ruang perkantoran Tempat penerimaan bagasi Tempat untuk memproses keberangkatan penumpang Ruang kedatangan penumpang Loket informasi Ruang telekomunikasi Ruang petugas keamanan b. Fasilitas untuk kantor pemerintah Kantor bead dan cukai Kantor pos Kantor / Stasiun pengamat cuaca Kantor kesehatan

c. Fasilitas untuk kenyamanan penumpang Restoran Pertokoan Ruang tunggu Ruang VIP Telepon umum Bank / ATM Asuransi Tempat penitipan barang dll.Untuk menjamin dan memberikan kenyamanan kepada penumpang serta kepada penjemput dan pengantar, biasanya gedung terminal dibatasi oleh dua wilayah yaitu:1. Wilayah utama adalah wilayah dimana para calon penumpang masih membaur dengan para pengantar atau penjemput.2. Wilayah steril adalah wilayah yang hanya dikhususkan bagi calon penumpang serta petugas airline maupun keamanan.Untuk menentukan luas gedung terminal FAA membuat factor pengali untuk masing-masing kebutuhan ruangan, agar dapat menampung arus penumpang dan barang berdasarkan ramalan-ramalan yang sudah ada.Tabel Faktor Pengali Kebutuhan Ruang Gedung TerminalFasilitas Ruangan

Kebutuhan ruangan 100 muntuk setiap 100 penumpang pada jam sibuk

Tiket/check inPengambilan barangRuang tunggu penumpangRuang tunggu pengunjungBea cukaiImigrasiRestoranOperasi airlineTotal ruang domestikTotal ruang international1,01,02,02,53,01,02,05,025,030,0

Sumber : (R. Horonjeff, 1979. Planning and Design Airport, hal 258)

A.Perencanaan GudangGudang berfungsi sebagai tempat penampungan barang dan pos paket yang akan dikirim maupun yang tiba. Untuk perencanaan gudang dipakai standar yang dikeluarkan IAIA yaitu 0,09 m2/ton/tahun untuk pergerakan barang ekspor dan 0,1 m2/ton/tahun untuk barang impor. Untuk menghitung luas gudang diambil angka 0,1 m2/ton/tahun dikali dengan pos paket + barang.

B.Perencanaan Pelataran ParkirDalam merencanakan luas parkir kendaraan penumpang terlebih dahulu dihitung besarnya jumlah penumpang pada jam sibuk, dan diperkirakan untuk 2 penumpang menggunakan satu kendaraan.Rata-rata luas parkir untuk satu kendaraan adalah lebar 2,6 m dan panjang 5,5 m dimana konfigurasi parkir dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Sumber: (Heru Basuki, 1984 Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang, hal 122) Gambar Konfigurasi Parkir Kendaraan

PERENCANAAN PERKERASAN STRUKTURAL

Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat. Permukaan yang rata menghasilkan jalan pesawat yang nyaman, maka harus dijamin bahwa tiap-tiap lapisan dari atas kebawah cukup kekerasan dan ketebalannya sehingga tidak mengalami DISTRES (perubahan bentuk perkerasan karena tidak mampu menahan beban yang diberikan diatasnya). Perkerasan fleksibel adalah perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dan agregat digelar diatas permukaan material granular mutu tinggi. Perkerasan fleksibel terdiri dari lapisan surfase course, base course dan subbase course. Masing-masing bisa terdiri dari satu atau lebih lapisan. Semuanya digelar diatas tanah asli yang dipadatkan (subgrade) yang bisa terletak diatas tanah timbunan atau asli. Perkerasan kaku (rigid) adalah perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton,digelar diatas granular atau subbase course yang telah dipadatkan dan ditunjang oleh lapisan tanah asli dipadatkan (subgrade), yang pada kondisi-kondisi tertentu kadang-kadang subbase tidak diperlukan.

A. Perencanaan Perkerasan Struktural Fleksibel Runway dan TaxiwayDari data yang ada : Tipe pesawat rencana:B 747 - B Maximum Take Off Weight (MTOW):255830,4kg Roda Pendaratan:Dual Tandem wheel Gear (DTWG) Annual Departure:

Jenis PesawatAnnual Departure

DC 8 - 6225000

DC 10 - 1015000

B 747 - B25000

B 737 - 20015000

CBR Sub Base:30 % CBR Sub Grade:Titik123456

CBR465547

Perhitungan Nilai CBR Cara analitisJumlah titik= 6

Titik (n)CBR (Xi)(Xi X)2

141,21

260,81

350,01

450,01

541,21

673,61

Jumlah6,86

Simpangan Baku : Sd = Nilai CBR batas bawahNilai CBR batas atasX Sd= 5,1 1,17X + Sd= 5,1 + 1,17= 3,93 % = 6,27 %

Untuk confidence kumulatif 95% didapat nilai CBR Subgrade diantara 3,93 % dan 6,27 %. Jadi CBR rencana diambil 5 % karena berada diantara batas bawah dan batas atas.

Perhitungan Tebal PerkerasanDik :CBR Sub Grade: 5 %CBR Sub Base: 30 %Pesawat yang dilayani:Jenis PesawatAnnual Departure

DC 8 - 6225000

DC 10 - 1015000

B 747 - B25000

B 737 - 20015000

Menentukan pesawat rencana1. Dari tabel hal. 84-91 (Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang, Freddy Jansen 2007) diperoleh MTOW dari masing-masing pesawat yang dilayani dalam satuan kg. Nilai ini dikonversi ke satuan lbs (=0,454 kg).2. Dari tabel yang sama, diperoleh konfigurasi roda pendaratan pada masing-masing pesawat, dimana jenis roda pendaratan akan menentukan jenis grafik yang akan dipakai untuk menentukan tebal perkerasan sementara.3. Annual Departure dari tiap pesawat diperoleh dari data tugas.4. Tebal perkerasan total sementara di peroleh dari grafik hal. 52-60 (Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang, Freddy Jansen 2007), yang dilampirkan, berdasarkan jenis pesawat, tipe roda, annual departure dan CBR ( digunakan CBR Sub Grade = 5 % ).PesawatMTOW(lbs)Tipe Roda PendaratanAnnual DepartureTebal TotalPerkerasan Sementara

DC 8 - 6272077,04DWG2500020,39 Inch

DC 10 - 1088551,791DWG1500020,46 inch

B 747 - B159599,16DTWG2500030,11 inch

B 737 - 20020696,407SWG1500015,10 inch

Karena tebal total perkerasan sementara terbesar yang diperoleh adalah 49 In, maka yang dipakai sebagai pesawat rencana untuk menentukan tebal perkerasan adalah pesawat DC 10 10 (dengan tipe roda pendaratan DWG).

3712738123Tabel Faktor KonversiKonversi DariKeFactor Koreksi

Single WheelSingle WheelDual WheelDouble Dual TandemDouble Dual TandemDual TandemDual TandemDouble Dual TandemDual WheelDual TandemDual TandemDual TandemSingle WheelDual WheelSingle WheelDual Wheel0,80,50,61,02,01,71,31,7

B. Menghitung Ekuivalent Annual Departure terhadap pesawat rencana1. Hitung R2R2 = Factor konversi ke DWG x Annual departure pesawat.Factor konversi dari DTWG ke DWG = 1,72. Hitung W2 (lbs)

W2 = x 0,95 x MTOW tiap pesawatn = jumlah roda masing-masing pesawat3. Hitung W1 (lbs)

W1 = x 0,95 x MTOW pesawat rencanaN = jumlah roda pesawat rencana = 4

4. Hitung R1 dengan rumus = Log R1 = Log R2 ()

R1 = 10

PesawatJumlah RodaAnnual DepartureMTOW(lbs)R2W2W1R1

B 707 30086000333292,951020039578,54102035,02313,758

Convair 880815000193237,882550022946,99102035,02122,945

DC 10 1046000429621,146000102035,02102035,026000

EKUIVALENT ANNUAL DEPARTURE (R1)= 6436,703= 6437

Jadi Equivalent Annual Departure yang akan digunakan dalam menghitung tebal perkerasan adalah 6437

Menghitung Tebal Perkerasan Dengan Pesawat RencanaData data yang diperlukan untuk perhitungan :- Pesawat rencana: DC-10-10- MTOW: 429621,14 lbs- Tipe Roda Pendaratan: DWG - Equivalent Annual Departure: 6437- CBR Sub Grade: 5 %- CBR Sub Base: 25 %a. Tebal Perkerasan TotalTebal perkerasan total dihitung dengan menggunakan grafik (untuk DWG). Jika diplot ke dalam grafik maka akan didapat tebal perkerasan total = 49 ( 124,46 cm).b. Tebal Sub Base CourseDengan menggunakan grafik yang sama dengan CBR = 25%, di peroleh tebalnya 14,5 maka tebal Sub Base Course = 49 14,5 = 34,5 (87,629 cm ).c. Tebal Lapis Permukaan (Surface)Dari gambar 6-18 diberikan tebal surface aspal : 5 (12,7 cm) untuk daerah kritis 4 (10,16 cm) untuk daerah non kritisd. Tebal Base CourseTebal base course = 14,5 5 = 9,5 ( 24,13cm). Diperiksa terhadap tebal minimum base course dengan menggunakan gambar 6-24 (dilampirkan) untuk :- Tebal perkerasan total: 49- CBR tanah dasar : 5%Diperoleh tebal minimum base course = 14,9 ( 37,846cm). selisih base course = 14,9 9,5 = 5,4, tidak ditambahkan pada tebal total perkerasan, tetapi diambil dari tebal sub base. Sehingga tebal sub base menjadi :34,5 5,4 = 29,1 (73,914 cm =74 cm)

e. Tebal Daerah Non KritisFAA mensyaratkan bahwa perubahan tebal perkerasan untuk :- Daerah non kritis : base course dan sub base course dikali 0,9- Daerah pinggir: base course dan sub base course dikali 0,7

Namun hal ini hanya berlaku pada base course saja. Karena sub base dilalui oleh drainase melintang landasan lapangan terbang.

Lapisan CourseKritis (A)Non-Kritis (0,9A)Pinggiran (0,7A)

InchCmInchCmInchCm

Surface512,74,511,433,58,88

Base14,937,84613,4134,0610,4326,49

Sub Base29,173,91426,1966,5220,3751,73

Perbandingan tebal perkerasan rencana dengan tebal perkerasan minimum.LapisanTebal Perkerasan RencanaTebal Perkerasan Minimum

Surface CourseBase CourseSub Base Course5 (12,7 cm)9,5 (24,13cm)34,5 (87,629cm)5 (12,7 cm)14,9 (37,846 cm)29,1 (73,914 cm)

Tebal Total49 (124,46 cm)49 (124,46 cm)

Gambar lapisan perkerasan flexible:Daerah Kritis: Surface 12,7 cm

37,846 cmBase coarse

Sub base coarseCBR 25 %

73,914 cm

Sub grade CBR 5 % Daerah Non Kritis: Daerah Transisi/pinggir:

8,88 cmsurface Surface 11,43 cm

26,49 cm Base coarse Base coarse 34,06 cm

51,73 cmSub base coarse CBR 25%

66,52 cm Sub base coarse

Sub grade CBR 5 % CBR 25 %

Sub grade CBR 5 %

Ket : Untuk daerah non kritis ketebalan T direduksi 0,9T sedangkan untuk daerah transisi direduksi 0,7 T.

Gambar Penampang Kritis, Non Kritis dan daerah Transisi/Pinggir

Perhitungan Tebal Tanah Berkualitas BaikDibeberapa lokasi sering dijumpai lapisan tanah yang baik untuk subgrde hanya tipis saja, sedangkan bagian-bagian bawahnya sangat jelek. Dengan menganggap lapisan tipis ini sebagai subgrade sama sekali tiak iterima, walaupun ada sedikit keuntungan karena adanya lapisan tipis ini.Dalam keadaan demikian, FAA memberikan metode untuk menghitung tebal subbase. Dimana tebal lapisan subbase dihitung dengan rumus :

Z = Y - Dimana :Z = tebal subbase yang diperlukanx = tebal subbase untuk lapisan AY = tebal subbase untuk lapisan B t = tebal lapisan ADari perhitungan sebelumnya telah diperoleh CBR Subgrade = 5%. Jika dilokasi yang lain diperoleh CBR Subgrade yang sama, maka dengan menurunkan persamaan Z :(Y Z) x t(Y x) = (Y + x)

Y Z = Pada keadaan diatas , x = Z (x dan Z diatas tanah B). maka :

t (Y x) = (Y - Z) (Y + Z) t = Y + xLangsung dapat dihitung dengan data-data yang sudah diketahui sebelumnya :Y = Subbase Course (CBR 5 %) = 34,5Apabila diambil x = 0,5 . Yx = 17,25maka : t = Y + x = 34,5 + 17,25 = 51,75 (131,445 cm)Dengan demikian jika tanah ini memiliki CBR dengan tanah rencana = 5%, maka tanah tersebut harus dipadatkan setebal 51,75 (131,445 cm).

C. Perencanaan Perkerasan Kaku Untuk ApronPerencanaan perkerasan kaku untuk apron dihitung berdasarkan metoda PCA. Ada 2 metode yang dibuat oleh PCA untuk menghitung tebal perkerasan untuk apron, yaitu:- metode yang didasarkan pada factor keamanan- metode yang didasarkan pada konsep kelelahanDalam tugas ini hanya akan dihitung tebal perkerasan berdasarkan factor keamanan. Faktor keamanan adalah perbandingan Modulus of Rapture beton umur 90 hari dengan Working Stress.

Rumusnya :FK = Untuk menentukan working stress dibutuhkan ramalan lalu lintas yang akan dating, yakni menyangkut jenis pesawat, MTOW-nya dan roda-roda pendaratan yang sepadan.Dalam tugas ini dianjurkan untuk menggunakan angka keamanan 2 (lihat buku Merancang, Merencana Lapangan Terbang hal 363). Dalam menentukan perkerasan rigid, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :Tentukan k Subgrade atau bila tersedia subbase, harga k subbase.Hitung lalu lintas pesawat dimasa yang akan datangdan pembebanan nya sehingga bisa dipilih angka keamanan yang sesuai.Tentukan working stress bagi tiap-tiap jenis pesawat, yaitu membagi modulus of rapture beton umur 90 hari dengan angka keamanan yang telah ditentukan.Hitung tebal perkerasan dengan memasukkan harga-harga parameter diatas ke dalam grafik-grafik (gbr 6-43, 6-44) yang sesuai dengan tipe roa pendaratan.Ulangi langkah-langkah diatas untuk jenis-jenis pesawat yang berbeda. Pilih tebal perkerasan untuk kondisi yang paling kritis

Data-data yang adakapasitas pesawat per jam adalah 12 buah, dengan lama operasi landasan (1 x 24 jam)Win Rose yang diperoleh untuk harga N S memberi harga prosentase wind coverage maksimum yakni 99,99552%Equivalent Annual Departure pada pengolahan data adalah 6437Material yang akan dipakai untuk subbase adalah Soil Cement.

DirencanakanLandasan dioperasikan selama 1 x 24 jamDalam 1 x 24 jam landasan bisa beroperasi : 24 x 99,99552% = 23,9989 jamAnnual Departure,misalnya untuk 1 tahun = 23,9989 x 12 x 365= 105.115 buah/tahun= 288 buah/hariDidapat dari pengolahan data bahwa bahan subgrade mempunyai nilai CBR 5 %, dapat dikategorikan sebagai material lumayan baik. Harga k (Modulus of Subgrade Reaction) untuk kategori baik adalah 200 250 Psi (table 6-11, dilampirkan).Tabel 6-11 Nilai Modulus of Subgrade Reaction (k)Bahan sub gradeHarga k

MN/mPci (lbs/in)

Sangat jelekLumayan baikSangat baik< 4055 68> 82< 150200 250> 300

Untuk lapisan subbase, harga k ditentukan dengan mengadakan Plate Bearing Test pada lapisan subgrade. Harga k berkaitan dengan berbagai ketebalam dari bahan subbase yang berbeda.

Untuk tebal subbase yang telah direncanakan 14,9 cm (5,86) dan dengan harga k yang diambil 200 Psi, diplot pada grafik (Gbr 6-34) diperoleh haraga k yang disesuaikan yaitu 200 Psi.Untuk mencari MR90 digunakan rumus:MR90= 110% x MR28

MR28 = k x (fc) ; k = konstanta (8, 9, atau 10)----diambil k =10Direncanakan untuk apron menggunakan beton dengan mutu K-300 dimana untuk K-300 = 300 kg/cm2 = 300 x 14,22 lb/in2 = 4266 Psi

Maka : MR28 = 10 x 4266= 653,146 PsiMR90= 110% x 653,146= 718,4606 Psi

Sehingga Working stress : = = 360 Psi

Menghitung tebal perkerasan Rigid:

Pesawat B-707-300- Working Stress (WS)= 360 Psi- k= 200 Pci- Tipe roda pendaratan= Dual Tandem Wheel Gear (DTWG) - MTOW= 333292,95 lbsDengan menggunakan gambar kurva perkerasan rigid untuk tipe roda Dual tandem Wheel Gear (DTWG) didapat tebal perkerasan rigid untuk pesawat rencana B 707 300= 15,3 inch .

Pesawat Convair 880- Working Stress (WS)= 360 Psi- k= 200 Pci- Tipe roda pendaratan= Dual Tandem Wheel Gear (DTWG)- MTOW= 193237,88 lbs Dengan menggunakan gambar kurva perkerasan rigid untuk tipe roda Dual tandem Wheel Gear (DTWG) didapat tebal perkerasan rigid untuk pesawat rencana Convair 880 = 12,05 inch

Pesawat DC-10-10- Working Stress (WS)= 360 Psi- k= 200 Psi- Tipe roda pendaratan= Dual Wheel Gear (DWG)- MTOW= 429621,14 lbsDengan menggunakan gambar kurva perkerasan rigid untuk tipe roda Dual Wheel Gear (DWG) didapat tebal perkerasan rigid untuk pesawat rencana DC 10 10 = 15,5 inch

Dari hasil perhitungan tebal rigid perkerasan berdasarkan parameter-parameter diatas didapat tebal perkerasan yang paling kritis yaitu 15,5 inch (Pesawat DC-10-10 ).Dengan demikian untuk perkerasan rigid pada apron memiliki ketebalan rencana yaitu setebal 15,5 =39,37 cm.

Gambar lapisan perkerasan Rigid:

Daerah Kritis:

39,37 cmSlab Beton

35,5 cm Sub base (soil cement)

Daerah Non Kritis: Daerah Transisi/pinggir:

27,5 cm Base coarse Base coarse 35,43 cm

24,8 cm Sub base (soil cement)

31,9 cm Sub base (soil cement)

Ket : Untuk daerah non kritis ketebalan T direduksi 0,9T sedangkan untuk daerah transisi direduksi 0,7 T.

D. Perhitungan Penulangan (Pembesian)Jumlah besi yang diperlukan untuk penulangan pada perkerasan rigid ditentukan dengan rumus :

As = Dimana :As : luas penampang melintang setiap lebar/panjang slab (inch)L : panjang/lebar slab (ft)H : tebal slab (m), tebal perkerasan rigid yang paling kritisFs : tegangan tarik baja (Psi)

Dari data :- mutu baja : U 24

- fs: 2400 = 2400 x 14,22 lb/in2 = 34128 Psi- H: 15,5 = 39,37 cm- L : Di rencanakan Slab Beton Ukuran 25 m2, jadi L = 5 m (500 cm)

Tulangan melintang: As = = 18,70 cm2Tulangan minimum: Amin= 0,05% x penampang melintang (H x L)= 0,05 x 39,37 x 500= 9,8425 cm2Amin = 9,8425 cm2 < As = 18,70 cm2Pakai As = 18,70 cm2 Direncanakan menggunakan tulangan D-10 mm, dimana :Luas penampang (As) = 78,5 mm2 = 0,785 cm2

Banyaknya tulangan : n = = 23,821 buah 24 buah

Jarak tulangan : R = = 20,83 cm 21 cmJadi tulangan yang dipakai adalah 24 D-10 mm -21 cm

Control Jumlah Tulangan Tulangan baja D 10 mm, dengan As = 0,785 cm2Banyaknya tulangan = 24 buah/m

Maka: As(24 D-10 mm) = 24 x 0,785 = 18,84 > AminOKJadi dengan tulangan baja 24 D10 mm dan tebal perkerasan rigid yang ada, mampu menahan beban yang didapat dari perhitungan sebelumnya.

E. Joint (Sambungan)Joint (Sambungan) dan susunannyaJoint/sambungan di buat pada perkerasan kaku, agar beton bisa mengembang dan menyusut tanpa halangan, sehingga mengurangi tegangan bengkok (Flexural stress) akibat gesekan, perubahan temperatur dan perubahan kelembaban serta untuk melengkapi konstruksi. Joint dikategorikan menjadi 3 berdasarkan fungsinya:1. Expansion Joint (Sambungan Muai)Fungsi utama expansion joint untuk memberikan ruang muai pada perkerasan, sehingga mencegah terjadinya tegangan tekan yang akan menyebabkan perkerasan tertekuk (melengkung)

Tipe A - Dowel

2. Construction Joint (Sambungan Pelaksanaan) Construction joint terbagi atas 2 yaitu memanjang dan melintang. Untuk arah memanjang terdapat pada tepi setiap jalur pengecoran dengan berbentuk tepi kunci (lidah alur) atau diberi tulangan dowel untuk memindahkan beban pada sambungan tersebut. Sedangkan sambungan melintang diperlukan pada akhir pengecoran atau apabila pengecoran diperhitungkan akan berhenti selama setengah jam atau lebih.

Construction Joint terbagi dua yaitu: Construction Joint MemanjangJoint model ini terdapat pada tepi setiap jalur pengecoran dan dibuat dengan diberi tulangan Dowel sebagai pemindah beban pada bagian itu dan dapat berbentuk tepi dengan kunci. (gambar type C)

Tipe C - Kunci

Construction Joint MelintangSambungan melintang diperlukan pada akhir pengecoran setiap harinya atau apabila pengecoran diperhitungkan akan berhenti selama 1/2 jam atau lebih, misalnya karena hujan akan turun sehingga operasi pengecoran dihentikan. Untuk itu dititik pemberhentian ini harus dibuat Construction Joint melintang. Apabila pemberhentian ini sudah dekat dengan Construction Joint melintang rencana, disarankan membuat joint dengan Dowel. (gambar type D)

Tipe D - Dowel

3. Contraction Joint (Sambungan Susut)Beton dapat menyusut akibat terjadi perubahan temperatur. Pada slab beton yang tidak dibuat contraction joint, akan terjadi retakan secara random pada seluruh permukaan perkerasan. Sambungan konstruksi ini dapat juga dibuat dengan membentuk celah pada bagian atas perkerasan. Sehingga bila beton terpaksa harus retak, retak terjadi pada bidang yang telah dipersiapkan itu.

Contraction joint terbagi dua yaitu: Contraction Joint memanjangContraction joint memanjang (Intermediate Longitudinal Joint) ini dipakai untuk jalur pengecoran yang lebarnya melebihi 25 ft (= 7.62 m) dan dibuat diantara dua contraction joint memanjang. (gambar type H)

Tipe H - Dummy

Contraction joint melintangFAA menyarankan pemberian dowel untuk dua joint pertama pada masing-masing sisi dari expantion joint dan semua constraction joint melintang dalam perkerasan kaku dengan penulangan. (gambar type F)

Tipe F - Dowel

Berikut ini gambar macam-macam Joint dan ukuranya:

Sumber: (Horonjeff. R/McKelvey. F.X Perecanaan Dan Perancangan Bandar Udara, hal 123)Gambar Macam-Macam Joint

F. Jarak Antar JointDalam sebuah perencanaan maupun dalam pengerjaaannya, lebih mudah kita membuat slab beton bujur sangkar daripada empat persegi panjang lainnya bila tidak digunakan penulangan. Pada slab beton memanjang sempit, ada kecendrungan beton retak akibat lalu lintas membentuk slab-slab yang lebih kecil hampir bujur sangkar. FAA memberikan daftar jarak joint maksimum untuk bermacam-macam tebal slab beton, seperti pada table berikut:Tabel Jarak Antar Joint MaksimumTebal slab beton (inch)Melintang (m)Memanjang (m)

< 9 feet (23 cm)9 12 feet (23 31 cm)> 12 feet (31 cm)4,6 m6,1 m7,6 m3,8 m6,1 m7,6 m

Sumber : (E.J Yoder, M.W Wiczack. Principles of Pavement Design, hal 582)

Berikut ini tabel untuk lebar dan dalam joint untuk sealant yang di tuangkan:Tabel Lebar dan Dalam Joint Jarak jointLebar jointDalam joint

20 feet25 feet30 feet40 feet50 feet60 feet1/4 inchi3/8 inchi3/8 inchi1/2 inchi5/8 inchi3/4 inchi1/2 inchi minimum1/2 inchi minimum1/2 inchi minimum1/2 inchi minimum5/8 inchi3/4 inchi

Sumber: (F. Jansen, 2007. Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang, hal 82)

G.Tulangan SambunganPenulangan dari segi arah di kenal dua jenis yaitu tulangan sambungan melintang (dowel) dan sambungan memanjang (tie bar).1. DowelBesi ini dipasang pada joint, berfungsi sebagai pemindah beban melintas sambungan, misalnya pada expansion joint melintang, dan construction joint melintang tertentu. Juga berfungsi mengatasi penurunan vertical relatif pada slab beton ujung. Ukuran dowel harus proporsional dengan beban yang harus dilayani oleh perkerasan. Panjang dan jarak dowel harus sedemikian hingga tegangan yang dilimpahkan kepada beton tidak menyebabkan keruntuhan slab beton itu. FAA memberikan daftar ukuran dowel dan jaraknya untuk berbagai tebal slab beton 14,5sebagai berikut:Tabel Ukuran Dan Jarak DowelTebal slab betonDiameterPanjangJarak

6-7 in (15-18cm)8-12 in (21-31cm)13-16 in (23-41cm)17-20 in (43-51cm)21-24 in (54-61cm) in (20 mm)1 in (25 mm)1 in (30 mm)1 in (40 mm)2 in (50 mm)18 in (46 cm)19 in (48 cm)20 in (51 cm)20 in (51 cm)24 in (61 cm)12 in (31 cm)12 in (31 cm)15 in (38 cm)18 in (46 cm)18 in (46 cm)

Sumber : (E.J Yoder, M.W Wiczack. Principles of Pavement Design, hal 582)

2. Tie barMerupakan besi ulir, penulangan ini dipasang sebagai penghubung pada contraction joint memanjang dan sebagai pengunci construction joint untuk menjamin tepian slab beton selalu dalam kontak satu sama lain. Tetapi tie bar tidak berfungsi sebagai alat Bantu pemindah beban (load transfer). Dengan menjaga alur sambungan tetap rapat, pemindahan beban tetap terjadi pada kunci-kunci beton atau terjadi pada agregat yang saling mengunci dari retakan yang ada dibawah contraction joint. Tie bar direncanakan untuk menambahi resistansi subgrade atau subbase terhadap gerakan horizontal slab beton, ketika pada perkerasan terjadi penyusutan. Ketahanan timbul pada jarak antara joint yang diikat dengan tepi bebas yang terdekat. Rekomendasi FAA untuk ukuran tie bar adalah sebagai berikut : diameter 5/8 inch (16 mm), panjang 30 inch (760 mm), jarak dari as ke as 30 inch (760 mm). Tie bar harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: mempunyai ukuran lebih kecil, letaknya tegak lurus dengan sumbu jalan, dan harus berupa besi ulir.

H.Bahan penutupFungsi dari penutup sambungan adalah untuk mencegah masuknya benda-benda asing yang berbentuk padat (pasir, kerikil, dll) yang akan mencegah kesempurnaan merapatnya sambungan yang dapat menimbulkan tegangan tinggi pada plat. 1. Joint SealantSealant dipakai dalam joint untuk mencegah merembesnya air dan benda-benda asing ke dalam joint. Sealant dapat berbentuk bahan panas atau dingin dituang atau ditekan masuk dalam joint untuk mengisinya. Idealnya sealant masuk ke dalam sambungan dengan permukaan 3 mm di bawah permukaan slab beton. Di daerah yang peka terhadap bensin, dipakai sealant yang tahan minyak.2. Joint FillerBahan filler harus dapat dipress serta elastis, sehingga didapatkan ketebalan aslinya kembali ketika proses press berhenti yaitu saat sambungan membuka. Filler juga harus awet dan tahan terhadap pembusukan. Bahan yang memenuhi persyaratan diatas : sel-selnya tertutup, bisa juga bahan aspal campuran serat-serat kayu (dihasilkan oleh pabrik-pabrik tertentu) atau dengan bahan sumbat dari resin sintetis (semacam plastik). Filler dipakai dalam Expansion joint untuk mencegah rembesan air, dan masuknya benda-benda asing dalam sambungan.

3. Joint sealer tinggal pasangKadang-kadang dipakai sealer yang sudah dipersiapkan dari pabrik bukan dituang, kita tinggal pasang saja seperti sumbat botol yang mengembang otomatis dalam sambungan. Bila sealer semacam ini dipakai, maka tidak diperlukan lagi sealant yang dituang diatas filler, bahan tinggal pasang itu sudah komplit. Joint jenis ini harus tahan panas dan tahan semburan jet, tahan terhadap minyak dan tidak menimbulkan panas penyebab kebakaran. Bahannya harus mudah dipasang dengan ditekan ke dalam alur sambungan, serta mengembang mengisi seluruh sambungan bila slab-slab beton menyusut.

Tabel Lebar Joint dan Lebar Seal (untuk sealant tinggal pasang)Jarak JointLebar JointLebar Seal

< 25 feet30 feet50 feet70 feet3/4 inchi3/8 inchi1/2 inchi3/4 inchi9/16 inchi13/16 inchi1 inchi1 inchi

Sumber: (F. Jansen, 2007. Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang, hal 82

I.Perencanaan Marka Landasan.A. Marka Runway1. Nomor landasanDitempatkan pada ujung-ujung landasan dengan jarak 12 meter dari ujung marking threshold. Untuk landasan bagian selatan diberi nomor 18 sedangkan bagian utara diberi nomor 36. Nomor landasan tersebut diberi warna putih.2. Marka garis tengah runway.Ditempatkan pada sepanjang sumbu landasan yang berawal dan berakhir pada nomor landasan, merupakan garis putus-putus dengan panjang 50 meter dan lebar setiap garis 0,9 meter serta diberi warna putih. 3.Marka thresholdDitempatkan pada ujung runway sejauh 6 meter dari tepi runway dengan panjang 30 meter dan lebar 1,8 meter serta dengan banyaknya strip 12 buah (tergantung lebar landasan).1. Marka untuk jarak tetapDitempatkan simetris kiri dan kanan dari sumbu landasan dengan panjang 60 meter dan lebar 10 meter serta mempunyai jarak 300 meter dari threshold ke ujung garis dan diberi warna oranye.2. Marka touchdown zone.Ditempatkan simetris dari kiri dan kanan dari sumbu runway dengan panjang 22,5 meter dan lebar 1,8 meter serta berjarak 1,5 meter antar garis masing-masing pasang 6 buah garis dan setiap garis diberi warna putih.3. Marka tepi landasanDitempatkan sepanjang tepi runway dengan lebar 0,9 meter untuk landasan yang lebarnya lebih dari 30 meter dan diberi warna putih.B. Marka Taxiway1. Marka garis tengah taxiway.Terdiri dari garis menerus dengan lebar 0,15 meter pada perpotongan dengan ujung runway. garis tersebut berakhir di tepi runway sedangkan perpotongan dengan bagian lain dari runway, garis sumbu taxiway tersebut diteruskan sampai garis tengah runway. Garis tersebut diberi warna kuning.2. Marka garis tepi taxiway.Terdiri dari garis menerus dengan lebar 0,15 meter dipasang pada kedua sisi taxiway dan diberi warna kuning.

3. Marka garis tunggu taxiway.Terletak pada pertemuan antara taxiway dengan runway dimana letak garis tersebut dari garis tepi runway berjarak 30 meter dan diberi warna kuning.

Ukuran dan Bentuk Angka, Serta Luas Tiap Angka untuk Nomor Landasan

SISTEM PERLAMPUAN

Dalam sistem perlampuan lapangan terbang, dikenal 3 hal :1. Perlampuan Approach (Approach Lighting)2. Perlampuan Threshold (Threshold Lighting)3. Perlampuan Landasan

Gambar : Lampu Landasan pada Malam Hari

1. Perlampuan Approach (Approach Lighting)Approach Lighting system merupakan lampu-lampu yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan rentang kemiringan saat pilot mendarat. Lampu threshold maupun lampu landasan belum memadai untuk memenuhi rentang kemiringan tersebut.Penyelidikan yang diadakan di Amerika (Journal of the Air Transport Division, American Society of Civil Engineering Vol 84 no. AT 1, June 1958) menunjukkan bahwa untuk rentang penglihatan (Visuil Range) dari 2000-2500 feet dibutuhkan sebanyak 200.000 Candle Power (Tenaga Lilin) yaitu banyaknya tenaga lilin yang diperlukan oleh System Approach Light.Dari penyelidikan yang sama (laporan Juni 1958) telah diadakan berbagai percobaan dengan mengaitkan antara : Intensitas cahaya Jarak penglihatan (Visibility) Penangkapan pilot pada tanda-tanda perlampuan Susunan lampu-lampu yang baik menurut pemakai landasan

Maka didapat konfigurasi perlampuan approach yang memenuhi kebutuhan pendaratan. Ada 2 konfigurasi : Konfigurasi Sistem Calvert banyak dipakai di Eropa Konfigurasi A dipaki di Amerika untuk penerbangan sipil dan Militer sebagai Standard NasionalKedua-duanya mempunyai panjang sama yaitu 3.000 feet (900 m).Perbedaan yang utama hanyalah pada jumlah lampu berbanjar melintang sumbu landasan. Pada sistem Calvert (dikemukakan oleh E.S Calvert dari Inggris) ada 6 banjar lampu dan lebar banjar berbeda-beda dengan jarak tiap banjar 500 feet. Pada sistem Amerika hanya ada satu banjar lampu melintang sumbu landasan yaitu sejauh 1.000 feet dari Threshold. Pada sistem Calvert, pesawat mendapatkan pedoman untuk mendarat dari lampu-lampu yang berbanjar melintang landasan. Tetapi pada sistem Amerika pedoman pendaratan didapatkan dari barisan lampu panjang 14 feet, ditempatkan 100 feet dari threshold pada perpanjang sumbu landasan dan crossbar tunggal ditempatkan 1.000 feet dari threshold sebagai petunjuk jaraknya dari threshoid.

2. Perlampuan Threshold (Threshold Lighting)Ketika melakukan approach final untuk melakukan pendaratan , pilot harus membuat keputusan untuk melakukan pendaratan atau membatalkannya karena missed approach. Tanda threshold yang segera dikenal oleh pilot merupakan pedoman bagi pilot apakah dia bisa membuat keputusan untuk mendarat atau tidak mendarat.Dengan alasan ini maka daerah sekitar threshold harus mendapat perhatian perlampuannya. Pada lapangan terbang besar threshold bisa dikenali sebagai garis perlampuan menerus berwarna hijau, melintang landasan dari tepi ke tepi, lampu threshold dipandang dari pesawat yang akan mendarat berwarna hijau, tetapi sebaliknya berwarna merah sebagai pertanda akhir ujung landasan.

3. Perlampuan landasanPada awal mula pendaratan malam dilakukan, seluruh area landasan disinari seluruhnya (Flood Light). Lama kelamaan dirasakan tidak perlu seluruh lapangan pendaratan disinari, cukup bagian-bagian utama saja, kemudian dipakai lampu khusus untuk pendaratan. Perlampuan menyinari seluruh permukaan landasan akhirnya diganti dengan lampu yang menunjukkan arah sumbu landasan serta ditambahkan lampu tepi landasan dipasang sepanjang tepi landasan. Pada visibility jelek lapangan terbang dilengkapi dengan lampu touch down zone. Lampu tepi landasanPemasangan lampu sepanjang tepi landasan sejauh 3 m dari tepi perkerasan. Jarak memanjang dari lampu ke lampu tidak boleh lebih dari 60m. Apabila threshold landasan digeser, tetapi daerah yang digeser tadi masih dipakai untuk lepas landas dan taxi, lampu tepi landasan pada displaced area yang menghadap pilot berwarna merah. Sedangkan berwana putih, lampu yang mneghadap arah kedatangan pesawat, dan berwarna kuning untuk mengingatkan pilot bahwa landasan hampir habis tinggal 600m. Sumbu landasan dan Touch Down ZoneUsah untuk menerangi daerah gelap ditengah landasan yang terletak pada sumbunya serta memberi pedoman pada kondisi Visibility jelek, dipasanglah lampu sumbu landasan dan lampu Touch Down Zone.

Approach Lighting System : untuk melakukan pendekatan, lengkapnya yaitu Konfigurasi lampu-lampu yang dipasang pada area perpanjangan landasan yang terdiri dari serangkaian lightbar, lampu strobo atau kombinasi dari keduanya yang memanjang ke arah luar dari ujung landasan pacu.

FUNGSI ALS 1.untuk memungkinkan pilot untuk bisa secara cepat dan positif mengindentifikasi jarak visibilitas dalam kondisi instrumen meteorologi. 2.memberikan petunjuk visual kepada penerbang agar dapat mengarahkan pesawat segaris dengan garis tengah landasan 3.dapat menghitung jarak terhadap ambang landasan (Threshold). Umumnya bandara di Indonesia menggunakan konfigurasi Approach light yang terdiri atas beberapa bar dan wing bar. Setiap bar terdiri atas 5 buah lampu berwarna putih (clear) yang besarnya antara 100 - 300 watt (tergantung jenis konfigurasinya). Beberapa jenis konfigurasi bahkan dilengkapi dengan Flasher (lampu yang berkedip).Flasher atau SQFL (Sequence flashing Light ) menyala berurutan mulai dari ujung bar 1 sampai dengan awal landasan pacu, seolah-olah menunjukan kepada penerbang tentang arah pendaratan. Pada tiap bar terdapat 1 buah SQFL, yang terletak ditengah-tengah setiap bar. Tipe lampu SQFL yang digunakan adalah PAR 56.

SQFL (Sequence flashing Light )Dalam pengoperasiannya Approach lighting dioperasikan oleh ATC (Air Trafic Controller) selaku pengatur lalu lintas udara yang berlokasi di tower. selain itu, intensitas cahaya juga dikontrol dari tower sesuai permintaan penerbang. KONFIGURASI APPROACH LIGHTING SYSTEM Beberapa tipe konfigurasi Approach lighting system : 1. SALS (Simple Approach Lighting system)

2. MALS (MEDIUM APPROACH LIGHTING SYSTEM)

3.ALSF (APPROACH LIGHTING SYSTEM WITH SEQUENCE FLASHING LIGHTS) CATEGORY I

ALS digunakan saat cuaca buruk, malam hari atau atas permintaan dari penerbang. Dalam instalasi powernya, ALS di bagi menjadi 2 (dua) circuit atau lebih. Hal ini merupakan tindakan preventive seandainya salahsatu circuit mengalami kegagalan maka diharapkan circuit yang lain dapat tetap melayani penerbangan.

PERLAMPUAN UNTUK PENDARATAN/APPROACHADA 2 KONFIGURASI PERLAMPUAN APPROACH UNTUK KEBUTUHAN PENDARATAN: SISTEM CALVERT (BANYAK DI GUNAKAN DI EROPA) SISTEM A (DIGUNAKAN DI AMERIKA UNTUK PENERBANGAN SIPIL DAN MILITER)PERSAMAAN DAN PERBEDAAN SISTEM CALVERT DAN SISTEM AMERIKA: KEDUANYA MEMPUNYAI PANJANG SAMA YAITU 3000 ft ((900 m) DARI THRESHOLD RW PADA SISTEM CALVERT ADA 6 BANJAR LAMPU DENGAN LEBAR BANJAR BERBEDA BEDA, JARAK TIAP BANJAR 500 ft SISTEM AMERIKA HANYA ADA SATU BANJAR LAMPU MELINTANG SUMBU RW YAITU SEJAUH 1000 ft DARI THRESHOLD SISTEM CALVERT PEDOMAN PENDARATAN PESAWAT DIDAPAT DARI LAMPU LAMPU BERBANJAR MELINTANG LANDASAN, SISTEM AMERIKA DI DAPAT DARI LAMPU PANJANG 14 ft YANG DITEMPATKAN 100 ft DARI THRESHOLD DAN CROSSBAR TUNGGAL DENGAN JARAK 1000 ft DARI THRESHOLD

SISTEM CALVERT

SISTEM AMERIKA

PERLAMPUAN UNTUK THRESHOLD MERUPAKAN PEDOMAN BAGI PILOT UNTUK BERKEPUTUSAN MELAKUKAN PENDARATAN ATAU TIDAK LAMPU THRESHOLD DIKENALI SEBAGAI GARIS PERLAMPUAN MENERUS BERWARNA HIJAU, MELINTANG LANDASAN DARI TEPI KE TEPI DILIHAT DARI PESAWAT YANG AKAN LANDING WARNANYA HIJAU, TETAPI BERWARNA MERAH SEBAGAI TANDA AKHIR UJUNG LANDASAN

PERLAMPUAN LANDASAN (RW) MERUPAKAN ALAT BANTU VISUAL SETELAH RODA PESAWAT MENYENTUH PERMUKAAN RW DIRANCANG AGAR PILOT MENDAPATKAN INFORMASI SUMBU RW DAN JARAK YANG TELAH DILEWATINYA, SERTA TEPI RW WUJUDNYA DAPAT BERUPA LAMPU PADA SUMBU RW DAN LAMPU PADA TEPI RW PADA KONDISI JARAK PENGLIHATAN JELEK, DIPASANG LAMPU PADA DAERAH TOUCHDOWN ZONE WARNA LAMPU SUMBU RW : PUTIH DAN WARNA MERAH WARNA LAMPU TEPI RW WARNA PUTIH KECUALI 600 m MENJELANG AKHIR RW WARNANYA KUNING, DITEMPATKAN SEJAUH 3 m SEPANJANG TEPI LANDASAN, JARAK ANTAR LAMPU 60 m PADA DAERAH THRESHOLD YANG DIGESER DAN MASIH DIPAKAI LEPAS LANDAS, WARNA LAMPU TEPI LANDASAN ADALAH MERAH PERLAMPUAN SUMBU RW DIPERUNTUKAN UNTUK MENERANGI DAERAH GELAP DI TENGAH RW DAN MENGARAHKAN PILOT SAAT KONDISI JARAK PANDANGAN JELEK DAN DALAM MENGANTISIPASI KONDISI JARAK PANDANGAN JELEK, MAKA DIPASANG JUGA LAMPU TOUCH DOWN ZONE PADA THRESHOLD YANG DIGESER, LAMPU SUMBU RW DAN TOUCH DOWN ZONE DIPADAMKAN DI LIHAT DARI ARAH PENDARATAN

PERLAMPUAN TAXIWAY (TW) UNTUK MEMANDU GERAKAN TAXI PESAWAT DI MALAM HARI ATAU SIANG HARI KONDISI JARAK PANDANG YANG BURUK LAMPU TEPI TW BERWARNA BIRU, LAMPU SUMBU TW WARNA HIJAU JARAK ANTAR LAMPU SUMBU TW 30 m , JARAK ANTAR LAMPU TEPI TW 60 m

KELVIN B CHRYSTO 100211096Page 29