tugas pendahuluan morfologi tebu

22
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan bahan pokok bagi penduduk Indonesia. Kebutuhan tersebut terbagi atas kebutuhan rumah tangga maupun industri makanan dan minuman baik yang berskala besar maupun yang kecil. Dewasa ini kebutuhan akan gula semakin meningkat, namun, ternyata produksi gula yang dihasilkan oleh Indonesia sendiri tidak dapat memenuhi permintaan dalam negeri, sehingga pengimporan gula pun harus diadakan setiap tahunnya. Gula dihasilkan dari proses panjang yang dimulai oleh ekstraksi nira tebu yang dihasilkan ketika proses penggilingan. Tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu tanaman yang sejak dahulu dibudidayakan dan dikenal sebagai bahan baku dalam industri gula. Sebenarnya tebu bukan satu-satunya tanaman yang mampu digunakan dalam industri gula. Masih banyak komoditas tanaman seperti sorghum, jagung, maupun bit yang memiliki kandungan sukrosa yang mampu digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula, namun dari dulu hingga sekarang tanaman tebu tetap menjadi bahan baku utama dalam industri gula. Tanaman tebu sudah tidak asing lagi bagi penduduk Indonesia, karena telah sejak dahulu tumbuh dan

Upload: novea-a-n-jell

Post on 20-Jan-2016

90 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu, membahas mengenai tebu berkaitan dengan morfologi tebu beserta fungsi dan peranannya

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gula merupakan salah satu dari sembilan kebutuhan bahan pokok bagi

penduduk Indonesia. Kebutuhan tersebut terbagi atas kebutuhan rumah tangga

maupun industri makanan dan minuman baik yang berskala besar maupun yang

kecil. Dewasa ini kebutuhan akan gula semakin meningkat, namun, ternyata

produksi gula yang dihasilkan oleh Indonesia sendiri tidak dapat memenuhi

permintaan dalam negeri, sehingga pengimporan gula pun harus diadakan setiap

tahunnya.

Gula dihasilkan dari proses panjang yang dimulai oleh ekstraksi nira tebu

yang dihasilkan ketika proses penggilingan. Tanaman tebu (Saccharum

officinarum) merupakan salah satu tanaman yang sejak dahulu dibudidayakan dan

dikenal sebagai bahan baku dalam industri gula. Sebenarnya tebu bukan satu-

satunya tanaman yang mampu digunakan dalam industri gula. Masih banyak

komoditas tanaman seperti sorghum, jagung, maupun bit yang memiliki

kandungan sukrosa yang mampu digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula,

namun dari dulu hingga sekarang tanaman tebu tetap menjadi bahan baku utama

dalam industri gula.

Tanaman tebu sudah tidak asing lagi bagi penduduk Indonesia, karena

telah sejak dahulu tumbuh dan berkembang di negeri ini. Keberadaan tebu di

Pulau Jawa telah ada sejak 400 tahun sebelum masehi. Saat itu tebu hanya

digunakan sebagai tebu kunyah. Namun seiring dengan perkembangan teknologi

dan kebutuhan pangan, tebu dikembangkan menjadi bahan utama pembuatan

gula. Sejauh ini pemanfaatan tebu juga digunakan sebagai minuman segar berupa

olahan air sari tebu yang dapat ditemukan dengan mudah disekitar daerah kita.

Selain itu, sebenarnya tanaman tebu ini juga dimanfaatkan sebagai bahan

baku pembuatan penyedap makanan (vetsin). 

Sebenarnya selain batangnya, bagian lain dari tanaman tebu memiliki

manfaat pula yang memiliki potensi industri. Sebagai contoh yaitu daunnya yang

dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan baku pembuatan pupuk hijau,

Page 2: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

atau kompos maupun sebagai bahan substitusi bahan bakar minyak. Kemudian

ampas tebu dapat digunakan oleh pabrik gula itu sendiri sebagai bahan bakar

selain itu biasanya dipakai oleh industri pembuat kertas sebagai campuran

pembuat kertas dan masih banyak manfaat yang lainnya.

Dewasa ini dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, maka dapat

dilakukan perbandingan tentang cara-cara budidaya tanaman yang baik dan

berproduksi tinggi. Salah satu fokusnya terletak pada kegiatan pembibitan. Pada

budidaya tanaman tebu pembibitan termasuk ke dalam tahapan yang krusial

karena berpengaruh terhadap rendemen gula. Cara pembibitan yang biasanya

dilakukan dirasakan sudah kurang memberikan produksi yang diharapkan,

sehingga para peneliti kini telah menerapkan model pembibitan yang baru bagi

budidaya tebu yang disebut sebagai single bud planting.

1.2 Tujuan

1. Agar mahasiswa dapat mengerti sistem pembibitan single bud.

2. Memahami cara perawatan bibit tebu pada pembibitan single bud.

Page 3: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Usaha Budidaya Komoditas Perkebunan Unggulan acara

“Pembibitan Tebu Menggunakan Metode Single Bud” dilaksanakan pada hari

Sabtu tanggal 23 Oktober 2012 pukul 15.00 – 17.00 WIB di Fakultas Pertanian,

Universitas Jember.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

1. Bud tebu

2. Pasir

3. Tanah

4. Bahan organik

5. Fungisida

3.2.2 Alat

1. Gelas aqua

2. Sprayer

3. Gergaji

3.3 Cara Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan.

2. Membuat media tanam tanah, BO dan pasir dengan perbandingan 2:1:1, 1:2:1,

1:1:2.

3. Melakukan pengeplongan pada tanaman tebu dengan menggunakan gergaji

yang bersih. Ukuran bud antara 5-6 cm.

4. Memberi fungisida pada bud tersebut untuk menghindari serangan penyakit

terutama jamur.

5. Melakukan penanaman pada media gelas aqua.

Page 4: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

6. Melakukan perawatan selama 15 hari dan mengamati parameter setiap 3 hari

sekali.

Page 5: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu jenis tanaman

yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia

perkebunan tebu menempati luas areal ± 321 ribu hektar dengan total produksi

tebu Indonesia ± 2 juta ton pada tahun 2002. Perkebunan tersebut tersebar di

Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makasar. Dari seluruh perkebunan tebu

yang ada di Indonesia, 50% diantaranya adalah perkebunan rakyat, 30% adalah

perkebunan swasta dan sisanya 20% adalah perkebunan milik negara (Misran,

2005).

Awal mula penanaman tebu di Indonesia adalah pada masa Sistem Tanam

Paksa yang memberikan keuntungan besar untuk kas Negara kolonial. Setelah

Sistem Tanam Paksa dihentikan, perkebunan tebu dilakukan oleh pengusaha-

pengusaha swasta. Perluasan perkebunan tebu pada masa itu tidak pernah

melampaui Pulau Jawa karena jenis tanah dan pola pertanian di Pulau Jawa lebih

sesuai untuk penanaman tebu. Penanaman tebu mendorong pendirian pabrik-

pabrik pembuatan gula. Perkebunan tebu dan pabrik gula menjadi motor

perekonomian Hindia Belanda terutama di Pulau Jawa ketika masa itu

(Poesponegoro dan Notosusanto, 2008).

Asal mula tanaman tebu sampai saat ini belum didapatkan kepastiaanya,

dari mana asal muasal tanaman tebu. Namun sebagian besar para ahli yang

memang berkompeten dalam hal ini, berasumsi bahwa tanaman tebu ini berasal

dari Papua New Guinea. Pada 8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon

dan Kaledonia Baru. Ekspansi tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea

berlangsung pada 6000 SM, dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina

dan India. Dari India, tebu kemudian dibawa ke China pada tahun 800 SM, dan

mulai dimanfaatkan sebagai pemanis oleh bangsa China pada tahun 475 SM. Pada

tahun 510 Sebelum Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius dari Persia

menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti

halnya pada berbagai penemuan manusia lainnya, keberadaan tebu sangat

Page 6: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk

menghasilkan keuntungan yang sangat besar (Permana, 2011).

Tebu termasuk keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan berkembang

biak di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Tebu cocok ditanam pada

daerah yang memiliki ketinggian 1 sampai 1.300 meter diatas permukaan laut.

Batang tebu (Sacharum officinarum) memiliki rasa yang manis menyegarkan

karena mengandung air gula yang kadarnya mencapai 20%. Batang tebu ini

berkhasiat untuk meredakan jantung berdebar, sakit panas dan batuk (Harmanto,

2007).

Tanaman tebu tergolong tanaman perdu dengan nama latin Saccharum

officinarum. Di daerah Jawa Barat disebut Tiwu, di daerah Jawa Tengah dan Jawa

Timur disebut Tebu atau Rosan. Sistematika tanaman tebu adalah:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledone

Ordo : Graminales

Famili : Graminae

Genus : Saccharum

Species : Saccarum officinarum

(Sutardja, 2006).

Bagian tanaman tebu terdiri atas batang, daun, bunga, daun dan buah.

Adapun morfologi dari tanaman tebu adalah sebagai berikut :

1. Batang

Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan

buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal

dari mata tunas yang berada dibawah tanah yang tumbuh keluar dan berkembang

membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dengan tinggi batang antara

2-5 meter dan tidak bercabang (Indrawanto dkk., 2010).

Tabel berikut menyajikan komponen komponen yang terdapat dalam

batang tebu :

Page 7: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

Komponen Jumlah (%)

Monosakarida 0,5 – 1,5

Sukrosa 11 – 19

Zat-zat organic 0,5 -1,5

Zat-zat anorganik 0,15

Sabut 11 – 19

Air 65 – 75

Bahan lain 12

(Misran, 2005).

2. Akar

Akar tanaman tebu termasuk akar serabut tidak panjang yang tumbuh dari

cincin tunas anakan. Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk pula akar dibagian

yang lebih atas akibat pemberian tanah sebagai tempat tumbuh (Indrawanto dkk.,

2010).

3. Daun

Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri,

berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah

berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu keras

(Indrawanto dkk., 2010).

4. Bunga

Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50-80 cm. Cabang bunga

pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa

tandan dengan dua bulir panjang 3-4 mm. Terdapat pula benangsari, putik dengan

dua kepala putik dan bakal biji (Indrawanto dkk., 2010).

5. Buah

Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar lembaga 1/3

panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk mendapatkan

jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul (Indrawanto dkk., 2010).

Page 8: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

Dalam penanaman tebu ini harus diperhatikan mengenai varietas yang

akan digunakan. Pemilihan varietas ini memperhatikan sifat-sifat varietas unggul

yaitu :

1. Memiliki potensi produksi gula yang tinggi melalui bobot tebu dan rendemen

yang tinggi;

2. Memiliki produktivitas yang stabil dan mantap;

3. Memiliki ketahanan yang tinggi untuk keprasan dan kekeringan;

4. Tahan terhadap hama dan penyakit

(Indrawanto dkk., 2010).

Kualitas nira tebu dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu karakteristik varietas

tebu, teknik pemotongan tebu dan penundaan giling tebu. Tebu yang merupakan

varietas unggul adalah kunci untuk mendapatkan kualitas gula yang optimal.

Sedangkan untuk teknik pemotongan tebu juga perlu diperhatikan. Petani pada

umumnya memotong tebu hingga ukuran paling kecil dengan tujuan untuk

memaksimalkan ruang alat angkut tebu. Akibatnya terdapat kotoran yang

akhirnya terangkut hingga ke pabrik. Faktor selanjutnya adalah penundaan giling.

Semakin lama masa tunda tebu untuk masuk ke pengolahan akan berpengaruh

pada penyusutan bobot tebu dan kadar guka yang terkandung dalam tebu.

(Kuspratomo dkk., 2012).

Tebu dipanen setiap setahun sekali. Sekali tanam, tanaman tersebut dapat

dipanen hingga 6 kali (6 tahun). Setiap panen akarnya dibiarkan tertinggal untuk

selanjutnya menjadi tanaman baru yang dapat dipanen kembali (keprasan). Panen

biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Hasil dari panen kemudian dibawa

ke pabrik gula (PG) untuk diproses lebih lanjut (Chrysantini, 2007).

Dari proses pemanenan tebu dihasilkan limbah berupa daun tebu kering

yang disebut klethekan atau daduk, pucuk tebu, dan sogolan (pangkal tebu).

Untuk penanganan limbah tersebut tentunya dibutuhkan tenaga kerja yang pada

akhirnya akan berimbas pada peningkatan pengeluaran PG. Limbah yang seolah-

olah tak mempunyai nilai ekonomi tersebut apabila diberi sentuhan teknologi

sederhana akan diperoleh produk bernilai ekonomis. Seperti daun tebu kering

yang diolah sebagai subtitusi bahan bakar, misalnya untuk substitusi minyak

Page 9: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

tanah. Selain menghemat minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini juga

cepat panas. Adapula yang mengolah limbah tersebut menjadi arang briket dengan

proses pirolisis seperti yang dikembangkan di negara India. Di Malang kini daun

tebu kering ini sudah juga digunakan sebagai bahan baku pakan ternak ruminansia

yaitu berupa wafer pakan ternak. Sedangkan pucuk tebu dimanfaatkan menjadi

pakan ternak yang potensial, baik segar maupun yang diawetkan dalam bentuk

silase (Misran, 2005).

Pada proses pengolahan tebu menjadi gula yang dilakukan di pabrik gula

menghasilkan ampas yang diperoleh dari proses pengilingan berkisar 32 % dari

total tebu yang diolah. Dengan produksi tebu di Indonesia pada tahun 2007

sebesar 21 juta ton potensi ampas yang dihasilkan sekitar 6 juta ton ampas per

tahun. Selama ini hampir di setiap pabrik gula tebu menggunakan ampas sebagai

bahan bakar boiler, campuran pakan ternak dan sisanya dibuang atau dibakar

(Ginting dkk., 2013).

Ampas tebu ini mudah terbakar karena di dalamnya terkandung air, gula,

serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan

panas. Beberapa kasus kebakaran ampas di beberapa pabrik gula diduga akibat

proses tersebut. Ampas tebu selain dijadikan sebagai bahan bakar ketel di

beberapa pabrik gula mencoba mengatasi kelebihan ampas dengan membakarnya

secara berlebihan (inefisien). Dengan cara tersebut mereka bisa mengurangi

jumlah ampas tebu (Ginting dkk., 2013).

Ampas tebu (bagasse) mempunyai kandungan lignin yang mencapai 24

%, dan tekstur yang keras. Ampas tebu (bagasse) dapat digunakan sebagai pakan

ternak namun memerlukan pengolahan lebih lanjut. Melalui fermentasi

menggunakan probiotik, kualitas dan tingkat kecernaan ampas tebu akan

diperbaiki sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan. Tahapan fermentasi

ampas tebu sama dengan fermentasi jerami. namun perlu ditambahkan beberapa

bahan untuk melengkapi kebutuhan mineral yang diperlukan dalam bahan pakan

tersebut. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah menyebutkan bahwa pada

tahun 2011 produksi tebu di wilayah Jawa Tengah sebanyak 244.192,45 ton,

sehingga diperkirakan bagasse yang dihasilkan mencapai 87.909,282 ton.

Page 10: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

Potensi tersebut belum sepenuhnya dimanfatkan sebagai pakan ternak (Rayhan

dkk., 2013).

Produksi gula dapat ditingkatkan dengan melakukan pembenahan media

tanam (tanah) tebu sehingga dapat tumbuh dengan baik. Perbaikan tersebut dapat

dilakukan dengan merubah sistem pengolahan tanahnya dan juga memberikan

bahan organik ke dalam tanah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah

dengan menggunakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) dan pengaplikasian BBA

(bagas, blotong, abu) tebu yang dihasilkan dari sisa produksi pabrik gula itu

sendiri. Sistem TOT dilakukan dengan tidak mengolah tanah secara mekanis,

kecuali alur kecil atau lubang tugalan untuk menempatkan benih agar cukup

kontak dengan tanah. Prasyarat utama budidaya pertanian tanpa olah tanah yaitu

adanya mulsa yang berasal dari sisa-sisa tanaman musim sebelumnya. Mulsa

dibiarkan menutupi permukaan tanah untuk melindungi tanah dari benturan

langsung butiran hujan, disamping untuk menciptakan mikroklimat yang

mendukung pertumbuhan tanaman (Batubara dkk., 2013).

Peningkatan produksi tebu penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk

mengurangi bahkan menghentikan ketergantungan impor gula. Produksi tebu

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis tanah, varietas, teknik

budidaya, modal, infrastruktur, pengolahan tanah, pemeliharaan, lingkungan, dan

bahan tanam atau bibit. Bahan tanam merupakan salah satu faktor produksi yang

esensial, mutu bahan tanam menentukan produksi tebu secara keseluruhan

disamping faktor lainnya (Argaranu, 2013).

Dewasa ini, sistem pengadaan bahan tanam yang selama ini diterapkan

dengan bagal, rayungan, dan lonjoran dirasa kurang efesien. Alasannya sistem

tersebut memiliki waktu pembibitan lama, kesehatan dan kemurnian bibit kurang

terjamin, membutuhkan lahan yang luas, kebutuhan bahan tanam besar,

penanaman harus dilakukan pada awal atau akhir musim hujan, dan pertumbuhan

bibit kurang serempak. Solusi yang dapat dipertimbangkan untuk mengatasi

permasalahan tersebut ialah dengan menerapkan satu inovasi baru dalam

pembibitan tebu yang diadopsi dari Kolumbia, pembibitan tersebut dikenal

Page 11: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

dengan sistem pembibitan tebu satu mata tunas atau popular dengan sebutan

single bud nurserry (PTPN XI, 2011).

Sistem pembibitan Single Bud Planting (SBP) adalah salah satu metode

pembibitan baru dalam dunia pertebuan Indonesia. Teknologi ini berasal dari

Brazil dan Columbia. Brazil dan Columbia selama ini dipandang sebagai negara

di Amerika Selatan yang cukup maju dalam hal budidaya tanaman tebu. Produksi

kui/ha rata-rata Brazil dan Columbia mencapai 90-95 ton/ha dengan Rendemen

antara 13%-15% dengan produksi hablur rata-rata per hektar adalah 11.7 - 12.35

ton/ha (Sudarto, 2013).

Pembibitan secara single bud nurrsery ini memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan dengan pembibitan secara konvensional, keunggulan tersebut antara

lain :

1. Areal yang dibutuhkan lebih sedikit. Lebih hemat tempat dalam proses

pembibitan (dalam 1 ha tempat SBP bisa dihasilkan kurang lebih 9,6 juta mata

atau setara dengan 518 hektar tertanam (dalam 1 hektar membutuhkan bibit

18.500 mata).

2. Umur bibit lebih pendek yaitu kurang dari 3 bulan sudah siap tanam

3. Setiap saat bibit akan tersedia sehingga jenjang pembibitan lebih efektif

4. Kualitas bibit lebih terjamin dan presentase serta kepastian hidup lebih tinggi. 

5. Mempunyai daya tumbuh seragam.

6. Jumlah anakan yang dihasilkan lebih banyak dibanding sistem pembibitan

konvensional.

7. Penangkaran bibit tinggi antara 20-25 (dalam 1 hektar tegakan bibit jika

disinglebudkan maka bisa tertanam dalam 20 - 25 hektar tebu giling).

8. Biaya pembibitan yang diperlukan lebih murah, dengan Harga Pokok Penjualan

(HPP) permata hanya Rp. 300,- dan kebutuhan per hektar 18.500 mata maka

biaya bibit yang dibutuhkan hanya Rp.5.550.000, jika dibandingkan dengan

bibit bagal yang dalam 1 hektar perlu 100 kuintal bibit dengan harga perkuintal

rata-rata Rp. 65.000 maka biaya bibit single bud lebih murah.

(Argaranu, 2013).

Page 12: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

Disamping keunggulan dari pembibitan secara single bud, ternyata pada

pembibitan ini masih terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Membutuhkan tenaga kerja terampil

2. Belum diketahui oleh sebagian besar masyarakat luas atau khalayak

3. Adaptasi penanaman (transplantting)

4. Sistem pemeliharaan masih membutuhkan kajian lebih lanjut.

5. Biaya investasi cukup tinggi terutama untuk pembelian alat-alat (Pottray dan

pembuatan tangkringan).

6. Jumlah anakan kurang optimal jika ditanam di saat curah hujan sudah cukup

tinggi dan intens.

(Sudarto, 2013).

Pada sistem pembibitan SBP, metode yang perlu dilakukan adalah sebagai

berikut :

1. Klentek Bibit 

Bibit yang datang dari lahan agar bisa di ambil mata tumbuhnya dengan

cara di bor maka bibit harus diklentek terlebih dahulu. Hal penting yang harus di

kontrol dalam kegiatan klentek bibit ini adalah harus dipastikan batang bibit tebu

bebas dari daduk, karena kalau daduk masih ada yang tertinggal di batang bibit

maka akan mengganggu proses pengeboran (Sudarto, 2013).

2. Seleksi Bibit

Proses seleksi bibit ini merupakan bagian yang sangat penting karena

seleksi ini sangat menentukan terhadap kemurnian dan keseragaman daya tumbuh

yang merupakan keunggulan dari sistem single bud itu sendiri. Pada dasarnya

seleksi bibit di sistem SBP menyeleksi agar bibit varietas lain tidak tercampur dan

mengelompokkan bibit bagian bawah dan atas, agar diperoleh daya tumbuh yang

seragam (Sudarto, 2013).

3. Pengeplongan bibit 

Di Pabrik Gula Pangkah Kabupaten Tegal, pelakuan pengeplongan bibit

dengan menggunakan mesin plong. Kegiatan ini dilakukan karena dirasakan lebih

efektif dan efisien dan dihasilkan mata stek tebu seragam ukurannya (Sudarto,

2013).

Page 13: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

4. Perlakuan Hot Water Treatment

Perlakuan hot water treatment dilakukan bertujuan untuk memecah

dormansi pada bibit tebu sekaligus untuk mematikan penyakit rattoon stuning

desease ( RSD ). Perlakuan hot water treatment dilakukan pada suhu 45 derajat

celcius selama 15 menit (Sudarto, 2013).

5. Perlakuan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dan Desinfektan

Mata bibit setelah mendapatkan perlakuan hot water treatment selanjutnya

mata bibit direndam pada cairan ZPT untuk memacu perkecambahannya. Setelah

direndam pada larutan ZPT kurang lebih 5 menih bibit kembali direndam pada

larutan desinfektan guna mencegah serangan penyakit dan jamur selama 5 menit

(Sudarto, 2013).

6. Penanaman Bibit Mata Satu ke Bedengan (P1)

Bibit mata satu yang telah diaplikasi zpt dan desinfektan telah siap

ditanam di bedengan (perkecambahan). Bibit ditanam pada jarak 2 x 2 cm. Bibit

ditanam dibedengan selama 10 - 15 hari, setelah 10 - 15 hari ( berdaun tiga ) bibit

dipindah ke Pottray (Sudarto, 2013).

7. Pemindahan Bibit Ke Pottray

Bibit yang telah berumur 10 - 15 hari ( mempunyai helai daun minimal 3 )

telah siap dipindah ke dalam pottray. prinsip dasar dari kegiatan ini adalah

tanaman diberikan media tanam yang terbatas dan hanya sedikit diberikan unsur

hara tambahan ( 5 gr NPK per 72 mata ) tujuan dari pembatasan ini agar bibit

tumbuh kerdil dan mempunyai ruas pendek-pendek. Dari ruas yang pendek-

pendek inilah nantinya diharapkan muncul anakan baru ketika bibit telah ditanam

di lahan. Pottray yang telah terisi bibit diletakkan di tangkringan yang tingginya

kurang lebih 30 cm agar akar tidak menyentuh tanah (Sudarto, 2013).

8. Penanaman Bibit Ke Lahan

Bibit yang telah berumur 2 -2,5 bulan di pottray telah siap dipindah ke

lahan. sebelum dikirim ke lahan bibit di roges terlebih dahulu untuk mengurangi

penguapan ketika bibit telah ditanam di lahan (Sudarto, 2013).

Page 14: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

DAFTAR PUSTAKA

Argaranu. 2013. Sistem Pembibitan Tebu Single Bud Nurserry. http://argaranu.blogspot.com/2013/02/sistem-pembibitan-tebu-single-bud.html. [online]. Diakses pada 20 November 2013.

Batubara, M.H. dkk. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas Terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah Pada Pertanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Tahun Ke 2. Agrotek Tropika, 1(1): 107 – 112.

Chrysantini, Pinky. 2007. Berawal Dari Tanah: Melihat ke Dalam Aksi Pendudukan Tanah. Bandung: Akatiga.

Ginting, A. R. dkk. 2013. Studi Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus) Pada Media Tumbuh Gergaji Kayu Sengon dan Bagas Tebu. Produksi Tanaman, 1 (2) : 17-24.

Harmanto, Ning. 2007. Herbal Untuk Keluarga : Jus Herbal Segar & Menyehatkan. Jakarta : P.T. Elex Media Komputindo.

Indrawanto, C dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Jakarta: ESKA Media.

Kuspratomo, A.D. dkk. 2012. Pengaruh Varietas Tebu, Potongan dan Penundaan Giling Terhadap Kualitas Nira Tebu. Agrointek, 6(2): 123-132.

Misran, Erni. 2005. Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry. Teknologi Proses, 4(2) : 6-10.

Permana, Krishadi. 2011. Sejarah Tanaman Tebu. http://ambhen.wordpress.com/2011/09/20/sejarahtanamantebu/. [online]. Diakses pada 13 Oktober 2013.

Poesponegoro, M.D. dan Notosusanto, N. 2008. Sejarah nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka.

PTPN XI. 2011. Single Bud Planting Model Cenicana. http://litbang-pradjekan.blogspot.com/2011/12/single-bud-planting-model-cenicana.html . [online]. Diakses pada 20 November 2013.

Rayhan, M. dkk. 2013. Fermentasi Ampas Tebu (Bagasse) Menggunakan Phanerochaete chrysosporium Sebagai Upaya Meningkatkan Kecernaan

Page 15: Tugas Pendahuluan Morfologi Tebu

Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik Secara in vitro. Ilmiah Peternakan, 1(2): 583 – 589.

Sudarto. 2013. Pembibitan Tebu Single Bud Planting (SBP). http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pembibitan-tebu-single-bud-planting-sbp . [online]. Diakses pada 20 N ovember 2013.

Sutardja, Edhi. 2006. Budidaya Tanaman Tebu. Yogyakarta: Bumi Aksara.