tugas paper comprehensive health assessment

29
Tugas Paper Comprehensive Health Assessment Kasus Diare DI SUSUN OLEH ATHI NURIANDARI 011011002 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINAWAN Jalan Raya Kalibata No. 25-30 Jakarta 13630 Telp. : (021) 80880882 – 8011777 Fax : (021) 80880883. E-mail : [email protected]

Upload: kireina-amanda-nuriandarie

Post on 08-Apr-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Kasus Diare

DI SUSUN OLEH

ATHI NURIANDARI

011011002

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINAWAN

Jalan Raya Kalibata No. 25-30 Jakarta 13630

Telp. : (021) 80880882 – 8011777 Fax : (021) 80880883. E-mail : [email protected]

Page 2: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 01 Februari 2013 ISSN 2302 - 2493

STUDI PENGGUNAAN OBAT PADA PENDERITA DIARE AKUT DI

INSTALASI RAWAT INAP BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU

MANADO PERIODE JANUARI – JUNI 2012

Fras Korompis, Heedy Tjitrosantoso, Lily Ranti Goenawi

Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT MANADO, 95115

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita diare akut yang dirawat di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado dan melihat gambaran pengobatan yang di terima pasien. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif selama 2 bulan dari November sampai Desember 2012 di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Penelitian dilakukan terhadap 84 catatan rekam medik penderita diare akut. Hasilnya menunjukkan seluruh penderita menggunakan ORS (100 %), tetapi disertai dengan penggunaan obat lain yang membantu penyembuhan diare akut dan mengobati gejala – gejala klinis yang menyertai diare akut seperti demam dan muntah. Pengobatan tambahan yang digunakan adalah suplemen zinc sebanyak 69 %, antipiretik sebanyak 58 %, antiemetik sebanyak 27 %, antibiotik sebanyak 16 %, dan probiotik sebanyak 12 %.

PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 01 Februari 2013 ISSN 2302 - 2493

PENDAHULUAN

Diare merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia terutama

diare akut. Angka kejadian diare akut di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi termasuk angka morbiditas dan mortalitasnya. Penyebaran penyakit diare akut ini juga tersebar ke semua wilayah di Indonesia dengan penderita terbanyak adalah bayi dan balita. Berdasarkan riset hasil kesehatan dasar (Riset Kesehatan Dasar 2007) yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan pada tahun 2007, diare akut merupakan penyebab kematian bayi (31,4%) danbalita (25,2%). Pada umumnya diare akut di Indonesia disebabkan oleh masalah kebersihan lingkungan, kebersihan makanan, dan juga infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur). Sulawesi utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki angka kejadian yang besar di Indonesia yaitu mencapai 8.593 kasus pada tahun 2007 (Diastyrini, 2009). Penggunaan obat pada penderita diare akut harus berdasarkan pertimbangan klinis. Karena apabila obat-obat tersebut diberikan secara tidak tepat maka akan menyebabkan penyakit diare akut tidak bisa sembuh bahkan akan memperparah. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. DR. R. D. Kandou Manado merupakan salah satu rumah sakit terbesar serta menjadi rumah sakit rujukan pertama di manado sehingga hampir seluruh masyarakat di wilayah Manado dan sekitarnya yang sakit dirawat di rumah sakit ini. Berdasarkan hal tersebut, data rekam medik pasien yang menderita diare akut diharapkan banyak terdapat di rumah sakit ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita diare akut dan mengetahui gambaran penggunaan obat pada penderita diare akut di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Page 3: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. Pengumpulan dan analisis data dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu pada bulan November sampai Desember 2012. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian survei deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Variabel yang dugunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Umur pasien.

b. Jenis kelamin.

c. Jenis Penyakit Diare Akut

d. Pengobatan yang diterima pasien

PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 01 Februari 2013 ISSN 2302 - 2493

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Karakteristik Penderita Diare Akut di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R.

D. Kandou Manado ditinjau dari umur. Karakteristik Variasi Kelompok Jumlah Penderita

Karakteristik Variasi kelompok Jumlah penderita presentase Total

Umur

< 1 bulan 6 7,14 %

84 ( 100 % )

1-5 bulan 14 16,66 %6-11 bulan 13 15,47 %1-5 tahun 36 42,85 %6-10 tahun 12 14,28 %11-20 tahun 1 1,19 %21- 30 tahun 1 1,19 %

31 tahun 1 1,19 %

Tabel 2. Karakteristik Penderita Diare Akut di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R.

D. Kandou Manado ditinjau dari jenis kelamin.

Karakteristik Variasi kelompok Jumlah penderita Presentase % Total Jenis kelamin Laki –laki 53 63,09 % 84

100 %perempuan 31 36,90 %Tabel 3. Karakteristik Penderita Diare Akut di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R.

D. Kandou Manado ditinjau dari jenis diare akut berdasarkan keparahan dehidrasi.

Karakteristik Variasi kelompok Jumlah penderita Presentasi Total

Jenis diare akut berdasarkan keparahan dehidrasi

Diare akut tanpa dehidrasi

34 40,47 % 84( 100 % )

Diare akut dehidrasi ringan - sedang

50 59,52 %

Page 4: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Tabel 4. Tatalaksana Penggunaan Obat ORS Pada Penderita Diare Akut di Instalasi Rawat

Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Jenis obat Jumlah penderita yang menggunakan

Persentase % Total penderita diare akut

ORS ( oral rehydration salts)

Oralit 75 89,28 %84 (100 % )Pedialyte 4 4,76 %

Renalyte 5 5,95 %

Tabel 5. Tatalaksana Penggunaan Suplemen Zinc Pada Penderita Diare Akut di Instalasi

Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Jenis zat Jumlah penderita yang menggunakan

Persentase (%) Total penderita diare akut

Suplemen zinc 58 69 % 84 ( 100 %)

Tabel 6. Tatalaksana Penggunaan Obat Antipiretik Pada Penderita Diare Akut di Instalasi

Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Jenis obat Jumlah penderita yang menggunakan

Persentase % Total penderita diare akut

Antipiretik Paracetamol 49 58 % 84 (100 %)

Tabel 7. Tatalaksana Penggunaan Obat Antiemetik Pada Penderita Diare Akut di Instalasi

Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Jenis obat Jumlah penderita yang menggunakan

Persentase % Total penderita diare akut

Antiomotik Domperidone 23 27 % 84 (100 %)

Tabel 8. Tatalaksana Penggunaan Obat Antibiotik Pada Penderita Diare Akut di Instalasi

Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Jenis obat Jumlah penderita yang menggunakan

Persentase % Total penderita

Antibiotik

Ciprofloxacin 1 1,19 %

13 ( 16 % )Cotrimoxazole 5 5,95 %Metronidazole 1 1,19 %Inj. Gentamicin 5 5,95 %Amoxcyilin 1 1,19 %

Page 5: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Tabel 9. Tatalaksana Penggunaan Obat Lain (Probiotik) Pada Penderita Diare Akut di

Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Jenis pengobatan lain Jumlah penderita yang menggunakan

Persentase % Total penderita diare akut

Probiotik 10 12 % 84 (100 %)

Tabel 10. Tatalaksana Penggunaan Kombinasi Obat Pada Penderita Diare Akut di Instalasi

Rawat Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

Jenis kombinasi obat Jumlah penderita yang menggunakan

Persentase % Total penderita akut

ORS+ Suplemen Zinc 13 15,85 %

84 ( 100 %)

ORS+ Antibiotik 4 4,76 %ORS+ Antipiretik 10 11,90 %ORS+ Antipiretik+ Antiemetik 4 4,76 %ORS+ Suplemen Zinc+ Antipiretik 18 21,42 %ORS+ Suplemen Zinc+ Antiemetik 10 11,90 %ORS+ Suplemen Zinc+ Antibiotik 1 1,19 %ORS+ Antipiretik+ Antibiotik 4 4,76 %ORS+ Antipiretik+ Obat Lain(Probiotik

2 2,38%

ORS+ Suplemen Zinc+ Obat Lain(Probiotik)

5 5,95%

ORS+ Suplemen Zinc+ Antipiretik+Antiemetik

6 7,14%

ORS+ Suplemen Zinc+ Antipiretik+Antibiotik

2 2,38%

ORS+ Antipiretik+ Antiemetik+Antibiotik

2 2,38%

ORS+ Suplemen Zinc+ Antipiretik+Obat Lain (Probiotik)

2 2,38%

ORS+ Suplemen Zinc+ Antipiretik+Antiemetik+ Obat Lain (Probiotik)

1 1,19%

PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan terhadap 85 data rekam medik pasien penderita diare akut BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado dengan periode januari sampai dengan juni 2012. Data yang tidak masuk dalam kriteria inklusi berjumlah 1 data, sehingga jumlah data digunakan hanya 84 data. Data dieksklusi karena pasien tersebut menderita diare akut yang disebabkan telah menurunnya daya tahan tubuh karena lanjut usia dan kemungkinan diare akut yang diderita merupakan komplikasi dengan penyakit lain, sehingga tidak sesuai dengan data yang akan diteliti oleh peneliti. Penderita diare akut terbanyak berdasarkan kriteria kelompok umur adalah pada kelompok umur 1 – 5 tahun yaitu

Page 6: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

sebanyak 42,85 % (36 penderita). Kelompok usia 1- 5 tahun adalah kelompok anak yang mulai aktif bermain dan rentan terkena infeksi penyakit terutama diare. Anak pada kelompok umur ini dapat terkena infeksi bakteri penyebab diare pada saat bermain di lingkungan yang kotor serta melalui cara hidup yang kurang bersih (Wulandari, 2012). Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, penderita diare akut terbanyak adalah berjenis kelamin laki - laki yaitu 63,09 % (53 penderita) dan perempuan sebanyak 36,90 % (31 penderita). Aktifitas fisik yang banyak pada laki – laki remaja dan dewasa dapat membuat kondisi fisik tubuh cepat mengalami penurunan termasuk penurunan sistem kekebalan tubuh, sehingga lebih beresiko terkena penyakit termasuk diare akut (Pudjiadi S, 2010). Hasil penelitian jenis diare akut berdasarkan keparahan dehidrasi, diketahui jenis diare akut terbanyak yaitu diare akut dehidrasi ringan sampai sedang sebanyak 59,52 % (50 penderita). Penderita dengan diare akut dehidrasi ringan sampai sedang merupakan penderita terbanyak yang dirawat inap di rumah sakit karena kemungkinan pasien tersebut menjadi lebih parah cukup besar sehingga perlunya penanganan medis secepatnya (Pramita, dkk, 2005).

Hasil penelitian berdasarkan jenis obat ORS yang digunakan oleh penderita diare akut di BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado, diketahui bahwa seluruh penderita diare akut menggunakan ORS. Dari hasil penelitian, ORS yang digunakan oleh penderita diare akut di BLU RSUP Prof. Kandou ada 3 yaitu oralit dan pedialyte atau renalyte. Diantara ORS tersebut, yang paling banyak digunakan adalah oralit sebanyak 75 penderita (89,28 %). Selain ORS, terdapat penggunaan cairan rehidrasi intravena IVFD (Intravenous Fluids) yang digunakan sebagai pertolongan pertama pada penderita yang sudah banyak kehilangan banyak cairan pada saat masuk dan selama perawatan di rumah sakit karena rute intravena mempunyai bioavailbilitas yang sempurna di dalam tubuh sehingga penderita dapat segera pulih dan bisa segera sembuh. Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa penderita diare akut yang di rawat inap di BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado yang menggunakan suplemen zinc adalah 69 % (58 penderita). Pengetahuan mengenai penggunaan suplemen zinc dalam pengobatan diare masih kurang sehingga penggunaannya pada penderita diare akut belum digunakan

secara menyeluruh. Hasil penelitian berdasarkan penggunaan obat antipiretik, diketahui penderita diare akut yang menggunakan antipiretik yaitu 59 % (49 penderita). Antipiretik yang diberikan pada penderita diare akut di BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou adalah paracetamol. Antipiretik bukan merupakan pengobatan utama pada penderita diare dan hanya digunakan sesuai dengan indikasi dan gejala yang dialami penderita sehingga tidak semua penderita menggunakan obat golongan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah penderita diare akut yang di rawat inap di BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado yang menggunakan obat antiemetik yaitu 27 % (23 penderita). Berdasarkan hasil penelitian, obat antiemetik yang digunakan adalah domperidone. Muntah pada saat diare juga dapat mengakibatkan dehidrasi sehingga pemberian obat antiemetik selain menghentikan rasa mual juga membantu dalam mengurangi kehilangan cairan pada saat diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah penderita diare akut yang di rawat inap di BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado yang menggunakan obat antibiotik hanya berjumlah 16 % (13 penderita). Dari hasil penelitian, diketahui antibiotik yang digunakan adalah ciprofloxacin, cotrimoxazole, metronidazole, injeksi gentamicine, dan amoxicillin. Antibiotik yang paling banyak digunakan adalah cotrimoxazole dan injeksi gentamicine yaitu 5,95 % (5 penderita). Cotrimoxazole merupakan antibiotiotik yang mengandung kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprin. Cotrimoxazole mempunyai spektrum aktifitas luas dan efektif terhadap gram positif dan gram negatif termasuk E. Coli yang merupakan bakteri gram negatif serta salah satu penyebab utama diare akut, sedangkan gentamicine merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang digunakan untuk membunuh bakteri gram negative (Rosen dan Quinn, 2000). Hasil penelitian berdasarkan penggunaan obat lain, diketahui penderita yang menggunakan obat lain yaitu 12 % (10 penderita). Obat lain yang digunakan adalah probiotik.

Page 7: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Probiotik diberikan pada penderita diare akut untuk membantu penyembuhan diare akut (Anonim, 2011). Hasil berdasarkan terapi penggunaan obat di atas, diperoleh kombinasi obat terbanyak yang digunakan oleh penderita diare akut di BLU RSUP Prof. Dr. Kandou adalah kombinasi obat ORS, suplemen zinc, serta antipiretik yaitu 34,52 % (29 penderita). Kombinasi pengobatan ini diberikan karena penderita selain mengalami dehidrasi akibat diare akut, juga mengalami demam. Penderita yang mengalami gejala lain diberikan tambahan pengobatan lain seperti, penderita yang mengalami mual dan muntah akan diberikan antiemetik, dan penderita diare akut akibat infeksi bakteri akan diberikan antibiotik, serta akan diberikan obat probiotik untuk membantu menjaga keseimbangan mikroflora dalam tubuh.

Kesimpulan

Kelompok umur yang terbanyak menderita diare akut adalah kelompok umur 1 – 5 tahun yaitu 42,85 %. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, penderita diare akut terbanyak adalah berjenis kelamin laki – laki yaitu 63,09 %. Jenis diare akut berdasarkan keparahan dehidrasi yang banyak diderita penderita diare akut adalah diare akut dehidrasi ringan sampai sedang yaitu 59,52 %. Seluruh penderita diare akut di BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou menggunakan pengobatan ORS sebagai pengobatan utamanya, tetapi terdapat tambahan pengobatan lain yang membantu dalam mengobati diare akut dan mengobati gejala – gejala klinis yang menyertai diare akut yaitu tambahan penggunaan suplemen zinc sebanyak 69 %, antipiretik sebanyak 59 %, antiemetik sebanyak 27 %, antibiotik sebanyak 16 %, serta probiotik sebanyak 12 %.

Diare Akut Disebabkan Bakteri Umar Zein Khalid Huda Sagala Josia Ginting Fakultas Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.6

Page 8: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.7

EPIDEMIOLOGI

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.5 WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.

PATOFISIOLOGI

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan

Page 9: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC) Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.

Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

Page 10: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.

Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik. Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada enterosit.

DIAGNOSIS

Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,3,13 Pendekatan umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat pada gambar .Diarrhea, Nausea or Vomitting AR = 2-15 illnesses/person-yr Assess Duration ( > 1 day) Severity (dehydration, fever, blood, wt.loss)

INFLAMMATORY

( WBC or Lactoferrin or continued illnesses) Ex: Shigella Salmonella C.jejuni, E.coli (EIEC) Cytotoxic C.difficile Continue sypmtomatic therapy : consider further evaluation NONINFLAMMATORY (No WBC) Ex: Vibrio (cholerae et al) E.coli (LT, ST) C.perfringens S.aureus B.cereus Explore History of : OBTAIN STOOL Fever, tenesmus Travel FOR WBC Blood Otbreak (or Fecal Lactoferrin) Seafood Sexual exp. Antibiotic use Abd.pain Wt. loss Immunosupp. Resolution Continued or Recurrent Illness NO SYMPTOMATIC THERAPY ORAL REHYDRATION THERAPY

Culture for : Shigella, Salmonella, C.jejuni,Consider : C.difficile cytotoxin, Consider : Empiric Antimicrobial Therapy

Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali

Page 11: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.1Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkapPemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri

a. Infeksi non-invasif.

Stafilococcus aureus

Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien.Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.

Bacillus cereus

Page 12: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora. Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan. Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 – 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Clostridium perfringens

C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105 organisma per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringens . Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak diperlukan.

Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Vibrio cholerae

V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.

Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi. Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae. Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena.Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.

Escherichia coli patogen

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :

Enterotoxigenic E. coli (ETEC). Enterophatogenic E. coli (EPEC) .Enteroadherent E. coli (EAEC).

Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) ,Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali

Page 13: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa. Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157.Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare yang berhubungan dengan EHEC.

2. Infeksi Invasif

Shigella

Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri.

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.

Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri. Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri. Trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan.

Salmonella nontyphoid

Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab. Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari. Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih se. Kultur darah positip pada 5 – 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV. Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi adekuat. Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat meningkatan resistensi bakteri. Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis, usia ekstrem ( bayi dan berusia > 50 tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal (osteomilitis, abses). Pilihan antibiotik adalah trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolone seperti ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari atau Sephalosporin generasi ketiga secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi oral.

Salmonella typhi

Page 14: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem retikuloendotelial, menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus. Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau perdarahan gastrointestinal. Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan klinis.Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada 90% pasien pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu kedua dan ketiga.Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka waktu penyakit. Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat menjadi karier dari pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu. Jika terjadi resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier disarankan sepalosporin generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin generasi ketiga menunjukkan effikasi sangat baik melawan S. Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral (ty21a) dan parenteral (Vi) direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.

Campylobakter

Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan invasi pada mukosa.Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis sampai sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk. Diare dan demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses berdarah hingga 50-70%. Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual, muntah dan malaise. Masa berlangsungnya penyakit ini 7 hari. Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses dapat ditemukan adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap eritromisin dan quinolon, namun pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat atau pasien yang nyata-nyata terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan, eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit diare lainnya, penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.

Vibrio non-kolera

Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya gastroenteritis. V parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah dihubungkan dengan konsumsi kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses yang memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan cairan. Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan diare parah atau diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.

Yersinia

Page 15: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan sesuai dengan antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi epitel usus. Yersinia menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering terlibat, walaupun kolon dapat juga terinvasi.Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen, yang dapat diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema multiforme). Feses berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual, muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari kultur feses. Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir dalam 1-3 minggu. Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan, namun dapat dipertimbangkan pada penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan Kuinolon nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.

Enterohemoragik E Coli

EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga, yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal. Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (<150 x 109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa HUS. HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko. Hampir 60% pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS. Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya dilakukan pada laboratorium khusus.Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan vaskuler. Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi EHEC. Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik dapat meningkatkan resiko HUS. Pengobatan antibiotik dan anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat memperbaiki gejala klinis, namun, studi lanjutan masih diperlukan.

Aeromonas

Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Aeromonas menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin. Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses berdarah. Penyakit sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran. Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang atau kondisi yang berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia, termasuk malignansi, penyakit hepatobiliar, atau pasien immunocompromised. Pilihan antibiotik adalah trimetroprim sulfametoksazole.

Plesiomonas

Page 16: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Kebanyakan kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa olah dan perjalanan ke daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen, demam, muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.

Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan antibiotik adalah tritoprim sulfametoksazole.

PENATALAKSANAAN

A. Penggantian Cairan dan elektrolit

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.17 Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.3 Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin. Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara : dikutip dari 8 BD plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml 0,001

Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor

Tabel 1.

rasa haus/muntah 1, Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1 ,Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2

Frekwensi Nadi> 120 x/menit 1 , kesadaran apatis 1, Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2

Frekwensi nafas > 30 x/menit 1, Facies cholerica 2 , Voxcholerica 2 ,Turgor kulit menurun 1

Washer’s woman’s hand 1 ,Ekstremitas dingin 1,Sianosis 2 ,Umur 50-60 tahun -1 ,Umur> 60 tahun -2

Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter ,Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan :dikutip dari 18

Page 17: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

Cara I :

Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu. Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan saat itu. Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7 liter pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.

Cara II :

Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.

Cara III :

Dengan menggunakan rumus :

Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :

Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal, biasanya 60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2 = Kadar natrium plasma sekarang ; BW2 = volume air badan sekarang

B. Anti biotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.

Tabel 2. Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri dikutip dari 1

Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua Campylobacter, Ciprofloksasin 500mg oral Salmonella/Shigella Shigella atau 2x sehari, 3 – 5 hari Ceftriaxon 1gr IM/IV sehari Salmonella spp TMP-SMX DS oral 2x sehari,3 hari Campilobakterspp Azithromycin, 500 mg oral 2x sehari Eritromisin 500 mg oral 2x sehari, 5hr Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg Resisten Tetrasiklin oral 4x sehari, 3 hari Ciprofloksacin 1gr oral 1x Doksisiklin 300mg Eritromisin 250 mg oral Oral, dosis tunggal 4xsehari3 hari Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari Clostridium difficile Metronidazole 250-500 mg Vancomycin, 125 mg oral 4x sehari 4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV

C. Obat anti diare

Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama

Page 18: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.14

Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.10

Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.

Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.1,8 Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.9,12,14 Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan

Page 19: Tugas Paper Comprehensive Health Assessment

memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

PROGNOSIS

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.

PENCEGAHAN

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak. Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.