tugas nutrisi

26
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pola makan yang tinggi kalori dan lemak menyebabkan keseimbangan energi positif sehingga terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak yang berpotensi untuk terjadinya obesitas. Kandungan gizi yang tidak seimbang pada makanan apabila dikonsumsi berlebihan akan menimbulkan masalah gizi, dan merupakan faktor risiko berat badan lebih atau obesitas serta penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, diabetes mellitus, artritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernapasan dan berbagai gangguan kulit. Pola makan berperan terhadap kejadian obesitas (Banowati et al., 2011). Sekitar 89-90 % dari penderita diabetes mellitus tipe II mempunyai berat badan lebih atau obes.NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan IMT > 23 kg/m 2 menderita diabetes tipe II. Laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan International Obesity Task Force 2007 mengindikasikan sekitar 58% kasus diabetes terkait dengan IMT di atas 21 kg/m 2 . Sedangkan tahun 2007 dan 2009 tercacat 1,5 juta orang dewasa mengalami masalah 1

Upload: dewita-fitri

Post on 08-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Tugas Nutrisi:Dampak Berat Badan Berlebihan TerhadapPenyakit Diabetes Mellitus

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1. 1. Latar BelakangPola makan yang tinggi kalori dan lemak menyebabkan keseimbangan energi positif sehingga terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak yang berpotensi untuk terjadinya obesitas. Kandungan gizi yang tidak seimbang pada makanan apabila dikonsumsi berlebihan akan menimbulkan masalah gizi, dan merupakan faktor risiko berat badan lebih atau obesitas serta penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, diabetes mellitus, artritis, penyakit kantong empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernapasan dan berbagai gangguan kulit. Pola makan berperan terhadap kejadian obesitas (Banowati et al., 2011).Sekitar 89-90 % dari penderita diabetes mellitus tipe II mempunyai berat badan lebih atau obes.NHANES (National Health and Nutrition Examination Survey) III menyebutkan bahwa kurang lebih 12% orang dengan IMT > 23 kg/m2 menderita diabetes tipe II. Laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan International Obesity Task Force 2007 mengindikasikan sekitar 58% kasus diabetes terkait dengan IMT di atas 21 kg/m2. Sedangkan tahun 2007 dan 2009 tercacat 1,5 juta orang dewasa mengalami masalah berat badan atau obesitas. Jumlah penderita obesitas di indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan data tahun 1999, prevalensi obesitas di indonesia adalah 1,1% dan 0,7%, masing-masing untuk kota dan desa. Angka tersebut meningkat hampir lima kali menjadi 5,3 % dan 4,3 % pada tahun 2004. Sementara menurut hasil riset Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) pada 2007 persoalan obesitas memperlihatkan peningkatan. Prevalensi obesitas pada pria mencapai 9,16 %. Sedangkan kaum wanita yang menderita obesitas sebanyak 11,2 %. Kelebihan gula darah yang tinggi menyebabkan 31.600 kematian setiap tahun, sedangkan hingga tahun 2030 diperkirakan jumlah orang berada pada kondisi pradiabetes di Indonesia, telah mencapai 12,9 juta orang (Purwandari, 2014).1. 2. TujuanTujuan penulisan makalah ini antara lain:1. Mengetahui pengertian obesitas dan dampaknya terhadap penyakit diabetes mellitus2. Mengetahui penyebab diabetes mellitus3. Memahami mekanisme terjadinya penyakit diabetes mellitus4. Memahami penanganan dan pemberian terapi yang tepat bagi penderita1.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2. 1. ObesitasTerkadang kita sering menyamakan pengertian obesitas dan overweight, padahal kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Obesitas (kegemukan) adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak yang berlebih dalam tubuh sehingga BB seseorang jauh di atas normal dan dapat membahayakan kesehatan. Sedangkan overweight (kelebihan berat badan) adalah keadaan di mana BB seseorang melebihi BB normal, tetapi belum sampai kategori obesitas. Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar. Obesitas dibagi atas obesitas primer dan obesitas sekunder. Obesitas primer terjadi karena konsumsi makanan yang melebihi kebutuhan energi tubuh. Obesitas sekunder disebabkan oleh penyakit/kelainan yang bersifat hormonal, kongenital, endokrin, atau kondisi lain (Astrawan & Leomitro, 2009).Tiga unsur utama pencetus obesitas adalah faktor genetik, lingkungan, dan psikologis.a. Faktor genetikAnak punya kemungkinan 40 persen menjadi gemuk jika salah satu orangtuanya mengalami obesitas. Kemungkinan akan meningkat menjadi 80% jika kedua orangtuanya gemukb. Faktor lingkunganFaktor ini meliputi pola makan, jumlah dan komposisi zat gizi dalam makanan, serta intensitas aktivitas tubuh sebagai akibat gaya hidup modernc. Faktor psikologisUnsur stress ikut mempengaruhi berat badan, selain itu seseorang yang kurang disenangi dalam pergaulan akan sering menarik diri sehingga aktivitas fisiknya berkurang dan otomatis menambah kegemukannya. Seorang anak yang terlalu dimanjakan dengan menuruti segala kemauannya juga merupakan salah satu penyebab obesitas(Astrawan & Leomitro, 2009).

2. 2. Diabetes MellitusDiabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabts yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin yang melimpah pada penderita. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang melibatkan hormon endokrin pankreas, antara lain insulin dan glukagon. Manifestasi utamanya mencakup gangguan metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein yang pada gilirannya merangsang kondisi hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia tersebut akan berkembang menjadi diabetes mellitus dengan berbagai macam bentuk manifestasi komplikasi (Nugroho, 2006).Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Penyakit diabetes mellitus bersifat menahun dan kronis. Penderitanya dari semua lapisan umur. Penderita umumnya mengalami gangguan atau gelaja ringan, seperti rasa haus, sering kencing, banyak makan, tetapi berat badan menurun, gatal-gatal, dan badan terasa lemah. Tanda-tanda pasti dari diabetes mellitus adalah adanya kenaikan kadar gula darah yang lebih dari normal. Pada individu yang normal kadar gula dalam keadaan puasa berkisar 60-80 mg/dl dan setelah makan berkisar 120-160 mg/dl (Tobing et al., 2009).Terdapat dua faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor resiko yang tidak dapat berubah, misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik. Yang kedua adalah faktor resiko yang dapat diubah, misalnya kebiasaan merokok. Penelitian-enelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa demografi, faktor perilaku, dan gaya hidup, serta keadaan klinis atau mental berpengaruh terhadap kejadian diabetes mellitus. Terdapat hubungan kejadian diabetes mellitus dengan faktor risikonya yaitu:a. Jenis kelaminPada wanita, resiko diabetes mellitus lebih besar karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan, pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh mudah terakumulasi akibat proses hormonal.b. UsiaBerdasarkan penelitian antara umur dengan kejadian diabetes mellitus menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Kelompok umur dibawah 45 tahun kurang berisiko menderita diabetes mellitus (tipe 2). Risiko pada kelompok usia ini 72% lebih rendah dibandingkan kelompok usia 45 tahun keatas. Kelompok umur yang paling banyak menderita diabetes mellitus adalah kelompok umur 45-52 tahun (47,5%). Peningkatan risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena terjadi peningkatan intoleransi glukosa, berkurangnya kemampuan sel beta-pankreas dalam memproduksi insulin. Selain itu, pada individu yang berusia lebih tua, terjadi penurunan aktivitas mitokondria sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubuangan dengan peningkatan kadar lemak di otot.c. Tingkat pendidikanOrang dengan tingkat pendidikan tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan sehingga memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya.d. Jenis pekerjaanVariabel pekerjaan ini memiliki kaitan dengan aktivitas fisik. Kelompok tidak bekerja belum tentu memiliki aktivitas fisik yang rendah. Ibu rumah tangga justru melakukan banyak aktivitas.e. Riwayat kesehatanResponden yang memiliki keluarga dengan diabetes mellitus harus waspada. Risiko menderita diabetes mellitus bila salah satu orang tuanya menderita diabetes mellitus adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki penyakit diabetes mellitus maka risiko untuk menderita diabetes mellitus adalah 75%. Risiko untuk mendapatkan diabetes mellitus dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan diabetes mellitus. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu.f. Aktivitas fisikAktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang.g. Paparan asap rokokTerpapar asap rokok adalah merokok atau sering berada di dekat perokok. Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin) merangsang kelenjar adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa. Perokok aktif memiliki risiko 76% lebih tinggi untuk terserang DM tipe 2 dibanding dengan yang tidak terpajan. h. Indeks massa tubuh (IMT)Kelompok dengan risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas, dengan odds 7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok IMT normal. Penelitian Sunjaya (2009) menemukan bahwa individu yang mengalami obesitas mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes mellitus dengan individu yang tidak mengalami obesitas. Selain itu, pengaruh IMT ini juga disebabkan kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak yang merupakan faktor risiko obesitas. Hal tersebut menyebabkan prningkatan asam lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adiposa.i. StressOrang yang mengalami stress memiliki risiko 1,67 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stress. Adanya peningkatan risiko diabetes pada kondisi stress disebabkan oleh produksi hormon kortisol secara berlebihan saat seseorang mengalami stress. Produksi kortisol yang berlebihan ini akan mengakibatkan sulit tidur, depresi, tekanan darah merosot, yang kemudian akan membuat individu tersebut menjadi lemas, dan nafsu makan berlebih.(Trisnawati dan Soedijono, 2013).Jenis diabetes dapat digolongkan menjadi dua, yakni: a. Diabetes Mellitus Tipe IDiabetes tipe 1 disebabkan oleh kerusakan sel-sel beta dalam pankreas yang betugas mensekresi insulin. Diabetes tipe ini merupakan suatu penyakit kekebalan tubuh yang awalnya diduga disebabkan oleh racun atau virus yang mendorong sistem kekebalan tubuh tubuh untuk menyerang pankreas. Sel-sel beta dalam pankreas mengalami kerusakan karena serangan tersebut dan tidak dapat lagi memproduksi insulin (DAdamo & Whitney, 2007).Gejala awal diabetes tipe 1 meliputi rasa lapar dan haus yang berlebihan, penurunan berat badan, penglihatan menjadi kabur, kelelahan, dan infeksi kronis. Pada situasi kronis, dapat menyebabkan kejang, kebingungan, gagap, napas berbau buah, dan ketidaksadaran. Diabetes tipe 1 hanya dapat dikendalikan dengan suntikan insulin dan pengawasan makanan sehari-hari (DAdamo & Whitney, 2007).b. Diabetes Mellitus Tipe IIJenis Diabetes Mellitus yang paling banyak diderita adalah Diabetes Mellitus Tipe 2, berupa gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Trisnawati dan Soedijono, 2013). Penderita diabetes tipe 2 dapat menghasilkan insulin, tetapi insulin yang dihasilkan tidak cukup atau tidak bekerja sebagaimana mestinya di dalam tubuh, menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh. Kadar gula darah yang tinggi dan tak terkendali karena diabetes, dapat menyebabkan kerusakan sistemik dalam tubuh, serangan jantung, stroke usia dini, kebutaan, amputasi kaki, dan kerusakan ginjal. Diabetes tipe ini dipengaruhi oleh faktor pencetus yaitu keturunan (genetik), pola makan yang salah, kegemukan dan gaya hidup tidak sehat (DAdamo & Whitney, 2007).

BAB IIIPEMBAHASAN3. 1. Mekanisme Terjadinya Diabetes MellitusHampir 80% orang yang terkena diabetes mengalami obesitas. Jika kita mengalami kegemukan, produksi insulin dari pankreas menjadi kurang efektif atau disebut resistensi insulin. Jika seseorang dapat mengurangi berat badan, insulinnya akan bekerja lebih efektif karena bisa menurunkan gula darah dengan baik. Resistensi insulin sangat berhubungan dengan berat badan seseorang (Fox & Kilvert, 2010)Diabetes melitus secara umum terjadi karena adanya proses patogenesis. Ini bersamaan dengan rusaknya autoimun pada sel beta di pankreas yang menyebabkan berkurangnya produksi insulin hingga menjadi abnormal yang menghasilkan resistensi terhadap kerja insulin. Dasar dari ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada penderita diabetes merupakan akibat dari berkurangnya kerja insulin pada jaringan. Berkurangnya hasil kerja insulin adalah dari tidak cukupnya sekresi insulin dan/atau kurangnya respon jaringan terhadap insulin dalam jalur kompleks kerja hormon. Penurunan sekresi insulin dan resistensi kerja insulin sering terjadi pada pasien yang sama, dan itu menjadi tidak jelas apa kelainannya, jika hanya salah satu saja, penyebabnya adalah hiperglikemia (American Diabetes Association, 2013).Gejala hiperglikemia meliputi poluiria, polidipsia, penurunan berat badan, kadang dengan polipagia, dan penglihatan kabur. Melambatnya pertumbuhan dan kerentanan terhadap infeksi tertentu juga dapat menyertai penderita hiperglikemia kronik. Bahayanya, ancaman hidup dari akibat diabetes adalah hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar nonketotik (American Diabetes Association, 2013).Diawali oleh lipotoksisitas yakni efek penghilangan (deleterious effect) dari peningkatan kronis kadar asam lemak terhadap sekresi insulin oleh sel pankreas. Pada penderita diabetes terjadi peningkatan kronis kadar asam lemak plasma, yang mula-mula akan mengakibatkan gangguan fisiologis dari sekresi insulin. Peningkatan asam lemak dalam sirkulasi dan lemak lain yang terjadi pada keadaan obesitas mengakibatkan penyimpanan lemak ektopik seperti trigliserida pada otot dan hati. Akumulasi lemak ektopik yang terjadi pada resistensi insulin secara potensial karena turnover trigliserida dan produksi molekul turunan asam lemak, atau pengaktifan dari jalur intraselular yang berbahaya seperti Reactive Oxygen Species (ROS), disfungsi mitokondrial, atau cekaman retikulum endoplasmik (Dewi, 2007).Banyak studi pada manusia dilakukan terhadap hubungan antara stress oksidatif dan resistensi insulin berfokus pada pembentukan ROS oleh hiperglikemia pada pasien diabetes, mengimplikasikan ROS sebagai konsekuensi dari hiperglikemia yang diinduksi DM dan bukan faktor penyebab untuk terjadinya resistensi insulin. Akan tetapi, karena resistensi insulin telah terjadi sebelum berkembangnya hiperglikemia kronis, sepertinya resistensi insulin pada tingkat prediabetik bukan hanya akibat dari stres oksidatif yang dipicu oleh hiperglikemia. Peningkatan ROS dalam tahap prediabetik tampaknya lebih karena peningkatan asam lemak terkait obesitas yang menyebabkan stres oksidatif karena peningkatan uncoupling mitokondrial dan oksidasi , menyebabkan peningkatan produksi ROS (Dewi, 2007).Resistensi insulin dan DM berhubungan dengan penurunan fungsi mitokondria yang ikut berperan dalam terbentuknya akumulasi lemak ektopik di otot dan lemak. Perubahan-perubahan ini diikuti dengan penurunan aktivitas oksidatif mitokondria dan sintesis ATP mitokondria. Penurunan serupa dalam aktivitas mitokondria dan peningkatan isi lemak intramioseluler juga ditemukan pada anak-anak muda dengan resistensi insulin yang orang tuanya menderita DM tipe 2. Kelompok ini memiliki kecenderungan kuat untuk menderita DM tipe 2 nantinya (Fariss, 2005)Komplikasi jangka panjang dari diabetes meliputi retinopati dengan potensi hilangnya penglihatan; nefropati yang menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki, amputasi, dan sendi Charcot, dan neuropati otonom yang menyebabkan gejala gastrointestinal, Genitourinari, kardiovaskuler dan disfungsi seksual. Glikasi protein jaringan dan makromolekul lainnya serta kelebihan produksi senyawa poliol dari glukosa adalah salah satu mekanisme berpikir untuk menghasilkan kerusakan jaringan dari hiperglikemia kronis. Pasien dengan diabetes memiliki peningkatan komplikasi atherosklerosis, pembuluh darah perifer, dan penyakit serebrovaskular. Hipertensi, kelainan metabolisme lipoprotein, dan penyakit periodontal sering ditemukan pada penderita diabetes. Dampak emosional dan sosial diabetes dan tuntutan terapi dapat menyebabkan disfungsi psikososial yang signifikan pada pasien dan keluarganya (American Diabetes Association, 2013).

3. 2. Terapi Non-Farmakologi dan Farmakologi1. Terapi ObesitasProgram penurunan berat badan dengan derajat kesuksesan apapun mengintegrasikan perubahan pilihan makanan dengan latihan, dan seringkali dengan modifikasi kebiasaan, edukasi nutrisi, dan dukungan psikologis. Ketika penanganan ini gagal memberikan hasil yang diinginkan, medikasi dapat ditambahkan ke dalam program dan, pada kasus obesitas yang ekstrem (BMI lebih dari sama dengan 40), intervensi pembedahan dapat diperlukan (Purwono, 2011).Program penurunan berat badan harus dikombinasikan dengan rejimen diet gizi seimbang dengan modifikaasi latihan dan gaya hidup. Memilih strategi penanganan yang sesuai tergantung pada tujuan dan risiko kesehatan dari pasien. Pilihan penanganan termasuk antara lain:a. Diet rendah kalori, peningkatan aktivitas fisik, dan modifikasigaya hidupDiet rendah kalori harus diindividualisasikan untuk karbohidrat (50%-55% dari total kilokalori), menggunakan sumber-sumber seperti sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Diet juga harus meliputi protein, ekitar 15%-23% kilokalori, untuk mencegah konversi protein menjadi energy. Konten lemak harus tidak melebihi 30% dari total kalori. Tambahan dari serat juga direkomendasikan untuk menurunkan densitas kalori, untuk member rasa kenyang dengan memperlambat waktu pengosongan lambung, dan untuk sedikit menurunkan efisiensi absorpsi usus (Purwono, 2011).Modifikasi tingkah laku telah menjadi hal yang penting dalam intervensi obesitas. Hal ini terfokus pada membentuk ulang lingkungan pasien untuk mengurangi tingkah laku atau kebiasaan yang berkontribusi terhadap obesitas. Kebanyakan program tingkah laku mencoba untuk mencapai 0,5-1 kg penurunan berat per minggu dengan target kalori, gram lemak, dan aktivitas fisik. Kontrol stimulus mencakup modifikasi dari rantai kejadian yang mendahului makan, jenis makanan yang dikonsumsi saat makan, dan konsekuensi dari makan (Purwono, 2011).Aktivitas fisik adalah komponen yang paling beragaram dari pengeluaran energy atau energy expenditure. Peningkatan pengeluaran energy melalui olahraga atau aktivitas fisik lain merupakan komponen penting untuk meningkatkan penurunan berat badan dan pencegahan berat kembali naik. Tingkat latihan atau olahraga yang adekuat untuk menimbulkan efek adalah 60-90 menit per hari (rekomendasi USDA) (Purwono, 2011).b. FarmakoterapiObat anti obesitas umunya anireksan atau penekan nafsu makan golongan simpatomimetik dan pemberiannya sementara. Obat ini dapat menimbulkan toleransi dan alam-lama efek obat ini akan berkurang. Umunya obat-obat ini merangsang sistem saraf pusat sehingga akan menyebabkan adiksi. Obat ini sering bekerja dengan meningkatkan neurotransmitter anoreksigenik seperti norefinefrin, serotonin, dan dopamine. Obat-obat antiobesitas dapat digolongkan sebagai berikut:1) Golongan nonadrenergik: amfetamin (tidak diizinkan), fentermin (meningkatkan pelepasan NE saja), dietilpropion, dan mazidol.2) Golongan serotonergik: fenfluramin (meningkatkan pelepasan serotonin dan menginhibisi reuptake-nya) dan fluoksetin.3) Campuran noadrenergik dan serotogenik: sirbutramin (menginhibisi reuptake serotonin dan NE).4) Gastrointestinal lipase inhibitor: orlistat (menginhibisi lipase lambung dan pankreas)(Purwono, 2011).Orlistat merupakan obat yang paling aman digunakan karena tidak bekerja pada sistem saraf pusat, sedangkan sibutramin, dietilpropion, dan fentermin termasuk golongan IV yang berarti kemungkinan penyalahgunaan lebih rendah. Sibutramin dapat digunakan untuk jangka panjang (lebih dari 6 bulan), karena kecenderungan penyalahgunaan lebih kecil dan efek kerjanya akan hilang setelah 1 tahun (Purwono, 2011).c. Terapi bedahd. Pencegahan dari penambahan berat badan melalui penyeimbangan energi

2. Terapi Diabetes MelitusPenderita diabetes tipe 1 harus bergantung pada nsulin eksogen (injeksi) untuk mengontrol hiperglikemia, menghindari ketoasidosis, dan mempertahankan kadar hemoglobin (HbA1c) yang dapat diterima. Tujuan pemberian insulin pada penderita diabetes tipe 1 adalah untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah sedekat mungkin dengan normal dan untuk menghindari fluktuasi kadar glukosa yang lebar yang dapat berkontribusi terhadap komplikasi jangka panjang. Metode pemberian insulin antara lain melalui injeksi insulin, infuse insulin subkutan kontinu (pompa insulin), dan transdermal, bukal, dan intranasal yang sedang diteliti saat ini (Harvey & Pamela, 2009).Tujuan pengobatan diabetes tipe 2 adalah untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah dalam batas normal dan mencegah perkembangan komplikasi jangka panjang penyakit tersebut. Penurunan berat badan, olahraga, dan modifikasi diet menurunkan resistensi insulin dan mengoreksi hiperglikemia diabetes tipe 2 pada beberapa pasien. Namun, sebagian besar pasien bergantung kepada intervensi farmakologis dengan agen hipoglikemik oral. Ketika penyakit memburuk, fungsi sel- menurun dan terapi insulin sering diperlukan untuk mencapai kadar glukosa serum yang memuaskan (Harvey & Pamela, 2009).a. Insulin yang dapat diberikan dibagi menurun durasi kerjanya, antara lain:1) Sediaan insulin kerja-cepat dan kerja-singkat: insulin regular, insulin lispro, insulin aspart, dan insulin glulisin. 2) Sediaan insulin kerja-sedang: neutral protamine Hagedorn (NPH) insulin atau yang dikenal dengan insulin isophane. 3) Sediaan insulin kerja-panjang: insulin glargine dan insulin detemir.4) Kombinasi insulin: 70% NPH insulin+30% insulin regular, atau masing-masing 50% insulin tadi, atau 75% NPL insulin+25% insulin lispro.(Harvey & Pamela, 2009).b. Analog Amylin SintetikPramlintide merupakan analog amylin sintetik yang diindikasikan sebagai tambahan bagi terapi insulin saar waktu makan pada pasien dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2 (Harvey & Pamela, 2009).c. Agen-agen Oral1) SulfonilureaSulfonylurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin pada pankreas sehingga hany efektif bila sel pankreas masih dapat berproduksi. Contoh obat: klorpropamide, glikazid, glibenklamid, glipizid, glikuidon, glimepirid, tolbutamid (ISFI, 2008).2) Analog meglitinideObat-obat analog meglitinide memiliki kerja yang sama dengan sulfonylurea. Contoh obat: nateglinide dan repaglinide (Harvey & Pamela, 2009).3) BiguanidBiguanid bekerja menghambat glukonoegenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Contoh obat: metformin hidroklo-rida (ISFI, 2008).4) Tiazolidinedione (glitazone)Tiazolidinedione meningkatkan sensitivitas insulin pada otot dan jaringan adipose dan menghambat glukoneogenesis hepatik. Contoh obat: pioglitazone, dan rosiglitazone (ISFI, 2008).5) Penghambat - glukosidaseAlpha-karbosa bekerja menghambat alpha-glukosidase sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus harus dengan demikian memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat. Contoh obat: acarbose dan miglitol (ISFI, 2008).6) Penghambat DPP-IVPenghambat DPP-IV bekerja dengan meningkatkan pelepasan insulin bergantung-glukosa dan menurunkan sekresi glucagon. Contoh obat: stagliptin (Harvey & Pamela, 2009).

BAB IVPENUTUP4. 1. KesimpulanKesimpulan dari makalah ini adalah:1. Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terjadi kegemukan akibat kelainan pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi. Obesitas cenderung menyebabkan diabetes mellitus tipe 2.2. Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Diabetes tipe 1 merupakan keadaan dimana produksi hormon insulin yang terganggu, sedangkan diabetes tipe 2 adalah keadaan terjadinya resistensi insulin.3. Mekanisme terjadinya diabetes mellitus diawali dengan lipotoksisitas yakni efek penghilangan sekresi insulin oleh sel pankreas yang disebabkan dari peningkatan kronis kadar asam lemak. Adanya hubungan antara stress oksidatif dan resistensi insulin berfokus pada pembentukan ROS oleh hiperglikemia pada pasien diabetes, disertai penurunan fungsi mitokondria yang ikut berperan dalam terbentuknya akumulasi lemak ektopik di otot dan lemak.4. Pengobatan obesitas dapat dilakukan dengan obat-obatan, modifikasi gaya hidup, terapi bedah, atau pencegahan penambahan berat badan. Pengobatan diabetes dapat menggunakan obat-obatan golongan sulfonilurea, meglitinide, biguanide, glitazone, alfa-glukosida inhibitor, dan DPP-IV.

DAFTAR PUSTAKAAmerican Diabetes Association. 2013. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 36 (1): 5-20.Astrawan, M. Dan A. Leomitro. 2009. Khasiat Whole Grain: Makanan Berserat untuk Hidup Sehat. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Banowati, L., Nugraheni, N. Puruhita. 2011. Risiko Konsumsi Western Fast Food dan Kebiasaan Tidak Makan Pagi Terhadap Obesitas Remaja Studi di SMAN 1 Cirebon. Media Medika Indonesiana. 45 (2) : 118-124.Dewi, M. 2007. Resistensi Insulin Terkait Obesitas: Mekanisme Endokrin dan Intrinsik Sel. Jurnal Gizi dan Pangan. 2(2): 49-54.DAdamo, P.J. dan C. Whitney. 2007. Diabetes: Penemuan Baru Memerangi Diabetes Melalui Diet Golongan Darah. Penerbit B-first, Yogyakarta.Fox, C. & A. Kilvert. 2010. Bersahabat dengan Diabetes Melitus Tipe 2. Penebar Plus+, Jakarta.Harvey, R. A. dan Pamela C. C. 2009. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.ISFI. 2008. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.Nugroho, A. E. 2006. Review: Hewan Percobaan Diabetes Mellitus, Patologi dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas. 7(4): 378-382.Purwandari, H. 2014. Hubungan Obesitas Dengan Kadar Gula Darah Pada Karyawan Di Rs Tingkat IV Madiun. Efektor. 1 (25) : 65-72.Purwono, A. 2011. Penatalaksanaan Obesitas. Medicinesiahttp://medicinesia.com/kedokteran-klinis/obat/penatalaksanaan-obesitas/comment-page-1/Tobing, A., B. Mahendra, D. Krisnatuti, dan B. Z. A. Alting. 2009. Care Your Self: Diabetes Mellitus. Penebar Plus+, Jakarta.Trisnawati, S.K. dan S. Setyorogo. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 5 (1) : 6-11.

1