tugas mandiri hukum acara perdata al ayubi

27
TUGAS MANDIRI AKIBAT HUKUM PENERAPAN SITA JAMINAN TERHADAP PEMBAGIAN HARTA BERSAMA APABILA TERJADI PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA LUMAJANG (Putusan Nomor :1191/Pdt.G/2009/PA.LMJ) Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata Dosen : Rizki Tri Anugrah Bhakti, SH, MH Disusun Oleh AL AYUBI 120710022 Program Studi Ilmu Hukum

Upload: anggra-satria

Post on 28-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

TUGAS MANDIRI

AKIBAT HUKUM PENERAPAN SITA JAMINAN TERHADAP PEMBAGIAN

HARTA BERSAMA APABILA TERJADI PERCERAIAN DI PENGADILAN

AGAMA LUMAJANG (Putusan Nomor :1191/Pdt.G/2009/PA.LMJ)

Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata

Dosen : Rizki Tri Anugrah Bhakti, SH, MH

Disusun Oleh

AL AYUBI

120710022

Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Putera Batam

2013

Page 2: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberi nikmat dan kasih sayang – Nya kepada kami karena hanya dengan

izin – Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata

kuliah Hukum Acara Perdata ini dengan baik.

Seperti kata pepatah “ Tak ada gading yang tak retak “ kami pun

menyadari bahwa makalah yang telah kami susun ini masih banyak kekurangan

baik secara sistematika penulisan, bahasa, dan penyusunannya. Oleh karena itu,

kami memohon saran serta pendapat yang dapat membuat kami menjadi lebih

baik dalam melaksanakan tugas di lain waktu. Mudah – mudahan karya tulis yang

kami buat menjadi bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi

pembacanya.

Batam, Desember 2013

Penulis

i

Page 3: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

1.1. Latar Belakang..........................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN UMUM......................................5

2.1. Landasan Teori..........................................................................................5

2.2. Tinjauan Umum.........................................................................................6

ii

Page 4: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kedudukan harta bersama dalam hukum perkawinan Indonesia diatur pada

Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

yang menyatakan, bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi

harta bersama dan dapat dipergunakan atas persetujuan kedua belah pihak,

sedangkan harta bawaan, hadiah, dan warisan tetap di bawah penguasaan masing-

masing dan merupakan hak sepenuhnya sepanjang para pihak tidak menentukan

lain. Artinya, harta yang didapat atas usaha mereka atau sendiri-sendiri selama

masa ikatan perkawinan. Oleh karena itu, harta bersama merupakan harta

perkawinan yang dimiliki suami istri secara bersama-sama. Yakni, harta baik

bergerak maupun tidak bergerak yang diperoleh sejak terjalinnya hubungan suami

istri yang sah, yang dapat dipergunakan oleh suami dan istri untuk membiayai

keperluan hidup mereka beserta anak-anaknya, sebagai satu kesatuan yang utuh

dalam rumah tangga. Karena itu, harta bersama adalah harta yang diperoleh

selama ikatan perkawinan berlangsung dan tanpa mempersoalkan terdaftar atas

nama siapa. Awal terbentuknya harta bersama dalam perkawinan ini, karena

masih adanya prinsip masing-masing suami dan istri untuk berhak menguasai

harta bendanya sendiri, sebagaimana halnya sebelum mereka menjadi suami istri,

kecuali harta bersama yang tentunya dikuasai bersama.

Berdasarkan ketentuan Pasal 35 dan 36 di atas, maka UU No. 1 Tahun 1974

tidak menganut asas percampuran atau penyatuan harta akibat adanya perkawinan,

sehingga harta bawaan, hadiah, dan warisan suami dan istri terpisah dan tetap di

bawah penguasaan masing-masing dan merupakan hak sepenuhnya, sepanjang

para pihak tidak menentukan lain melalui perjanjian perkawinan. Sedangkan harta

bersama yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan, menjadi milik bersama

suami istri, tanpa mempersoalkan siapakah sesungguhnya yang menguras jerih

3

Page 5: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

payahnya untuk memperoleh harta tersebut serta dikuasai dan dikelola secara

bersama dan masing-masing suami istri merupakan pemilik bersama atas harta

bersama tersebut.

Semua pendapatan atau penghasilan suami istri selama ikatan perkawinan,

selain harta asal dan/atau harta pemberian yang mengikuti harta asal adalah harta

bersama. Tidak dipermasalahkan apakah istri ikut aktif bekerja atau tidak,

walaupun istri hanya tinggal di rumah mengurus rumah tangga dan anak,

sedangkan yang bekerja suami sendiri. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah

Agung tanggal 7 September 1956 No. 51/K/Sip/1956, bahwa menurut hukum

adat, semua harta yang diperolehkan selama berlangsungnya perkawinan termasuk

dalam gono gini, meskipun mungkin hasil kegiatan suami sendiri.

Putusnya perkawinan karena perceraian akan menimbulkan akibat hukum

terhadap orang tua atau anak dan harta perkawinan. Seperti dalam Putusan

Pengadilan Agama Lumajang yang memutus sengketa perkara gugatan harta

bersama dalam perkawinan Nomor : 1191/Pdt.G/2009/PA.Lmj. Pada kasus ini

perkawinan berlangsung antara penggugat dan tergugat selama 26 tahun, telah

berhasil mengumpulkan dan memperoleh harta bersama yang belum dibagi dan

hal ini sudah menjadi asas kepatutan hukum harta bersama itu harus dibagi dua.

Menurut Pasal 35 ayat 1 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakangan diatas dapat disimpulkan yang

menjadi permasalahan adalah :

1. Apakah harta bersama dalam permohonan sita jaminan masih dapat

dimanfaatkan oleh pihak yang bersengketa apabila terjadi perceraian? dan

2. ratio recidendi hakim dalam mengabulkan permohonan sita jaminan terhadap

pembagian harta bersama apabila terjadi perceraian (Studi Putusan Nomor :

1191/Pdt.G/2009/PA.Lmj)

4

Page 6: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

BAB II

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN UMUM

1.3. Landasan Teori

Adapun landasan teori yang digunakan adalah teori kepastian hukum dan

teori perlindungan hukum.

Teori Kepastian Hukum Menurut Sudikno Mertokusumo adalah jaminan

bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh

haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat

kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum

bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan

keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan1.

Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya

sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Dalam

memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa nilai itu

mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang positif dan peranan

negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif2

Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond

bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai

kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,

perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan  dengan cara

membatasi berbagai kepentingan di lain pihak3. Kepentingan hukum adalah

mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas

tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan

dilindungi4.

1 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2007) Hal 160.

2 E. Fernando M. Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, (Jakarta : Kompas, 2007) Hal. 953 Satijipto Raharjo, “Ilmu Hukum’, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), Hal. 53.4 Ibid, hal. 69

5

Page 7: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan

pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan

perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-

hak yang diberikan oleh hukum5.

Pemikiran yang lebih eksplisit tentang hukum sebagai pelindung hak-hak

asasi dan kebebasan warganya, dikemukakan oleh Immanuel Kant. Bagi Kant,

manusia merupakan makhluk berakal dan berkehendak bebas. Negara bertugas

menegakkan hak-hak dan kebebasan warganya. Kemakmuran dan kebahagian

rakyat merupakan tujuan negara dan hukum, oleh karena itu, hak-hak dasar itu,

tidak boleh dihalangi oleh negara.

Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi

rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif6.

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah berikap hati-hati dalam

pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif

bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di

lembaga peradilan.

Patut dicatat bahwa upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya

yang diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar

dari hukum yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta keadilan

hukum, meskipun pada umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar tersebut

bersitegang, namun haruslah diusahakan untuk ketiga nilai dasar tersebut

bersamaan7.

5 Ibid., Hal. 546 Phillipus M. Hadjon, “perlindungan hukum Bagi Rakyat Indonesia”, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,

1987), Hal. 27 Maria Alfons, “Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-produk Masyarakat

Lokal Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual”, Ringkasan Disertasi Doktor, (Malang: Universitas Brawijaya, 2010), hal. 18.

6

Page 8: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

1.4. Tinjauan Umum

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai

suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa8.

Perkawinan adalah perihal (urusan dsb) kawin; pernikahan; 2 pertemuan

hewan jantan dan betina secara seksual;~ tempat mati, pb perkawinan yg

sungguh-sungguh dilakukan sesuai dng cita-cita hidup berumah tangga yg

bahagia.9

Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi

yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam

budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi - yang biasanya intim

dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara

pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk

keluarga.10

Yang dimaksud dengan perkawinan adalah Ikatan lahir bathin antara seorang

laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami istri, sedangkan tujuan perkawinan

itu adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.11

Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau

tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.12

Harta Bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi

harta bersama.13 Ini berarti harta bersama mutlak ada dan tak boleh ditiadakan

oleh para pihak. Sumber dari harta bersama perkawinan adalah peroleh selama

perkawinan.

8 Undang Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 19 Kamus Besar Bahasa Indonesia10 Wikipedia, “Perkawinan”, diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan pada tanggal 08

Desember 2013 jam 18.41 WIB11 Saleh, K. Wancik. Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, Hal. 14.12 Marpaung, Happy. Masalah Perceraian, Tonis, Bandung, 1983, Hal. 8.13 Pasal 35 ayat (1) Undang Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

7

Page 9: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

Sita Marital adalah Sita yang di mohonkan oleh pihak istri terhadap barang-

barang suami, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, sebagai jaminan untuk

memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian, agar supaya

selama proses berlangsung barang-barang tersebut jangan dihilangkan oleh

suami14.

14 Hendro persada, “Sita Marital”, diakses dari http://hendropersada.blogspot.com/2011/07/sita-marital.html pada tanggal 08 Desember 2013 Jam 18.46 WIB

8

Page 10: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Pelaksanaan Sita Marital Seusai Dengan Putusan No.

1191/Pdt.G/2009/PA.Lmj. Apakah Sudah Sesuai Dengan Ketentuan yang

Berlaku

dalam perkara antara :

SALAMUN bin P. MARSO, umur 49 tahun, agama Islam, pekerjaan Tani,

bertempat tinggal di Dusun Karang Tengah RT. 02 RW. 01, Desa Madurejo,

Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, semula TERGUGAT, sekarang

PEMBANDING ;

M E L A W A N MIARSIH binti P. ATIM, umur 42 tahun, agama Islam,

pekerjaan Tani, bertempat tinggal di Dusun Dompyong RT. 10 RW. 04, Desa

Madurejo, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, dalam hal ini diwakili

kuasanya ADI RIWAYANTO, S.H., Advokat, berkantor di Jalan Kalimas RT. 07

RW. 10 (Perbatasan Suko), Kelurahan Rogotrunan- Lumajang, semula

PENGGUGAT, sekarang TERBANDING ;

Pengadilan Tinggi Agama tersebut Telah mempelajari berkas perkara dan semua

surat yang berhubungan dengan perkara ini ;

TENTANG DUDUK PERKARANYA

Mengutip segala uraian tentang hal ini sebagaimana termuat dalam putusan

Pengadilan Agama Lumajang tanggal 22 Juli 2010 M. bertepatan dengan tanggal

10 Sya’ban 1431 H. Nomor : 1191/Pdt.G/2009/PA.Lmj, yang amarnya berbunyi

sebagai berikut :

DALAM KONPENSI :

Dalam Provisi :

1. Mengabulkan gugatan Provisional Penggugat ;

9

Page 11: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

2. Memerintahkan kepada Panitera/Juru Sita Pengadilan Agama Lumajang atau

jika berhalangan diganti wakilnya yang sah, disertai dua orang saksi yang

memenuhi syaratsyarat yang termuat dalam pasal 197 HIR untuk melakukan sita

jaminan atas obyek yang di sengketakan ;

DALAM POKOK PERKARA :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian ;

2. Menetapkan bahwa harta berupa :

2.1. Sebidang tanah sawah atas nama Tergugat dengan leter C Desa No. 925,

persil I, S 1, seluas 550 M2 yang terletak di Dusun Karang Tengah RT. 02 RW.

01 Desa Madurejo, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang dengan batas-

batas :

- Utara : Sutila ;

- Timur : B. Suliha ;

- Selatan : B. Sarengat ;

- Barat : P. Salamun (Tergugat) ;

2.2. Sebidang tanah sawah seluas 1500 m2 atas nama Tergugat dengan persil 107,

SV, yang terletak di Dusun Bulakwareng, Desa Sememu, Kecamatan Pasirian,

Kabupaten Lumajang dengan batas-batas :

- Utara : P. Maryana ;

- Timur : P. Salamun (Tergugat) ;

- Selatan : Imam ;

- Barat : B. Sulima ;

2.3. Tanah sawah atas nama Tergugat letter C Desa No. 2033, persil 4, S II, yang

terletak di Dusun Darungan, Desa Sememu, Kecamatan Pasirian, Kabupaten

Lumajang seluas 1400 m2 dengan batas-batas :

- Utara : Sawah Salamun ;

- Timur : Sawah P. Kandar, sekarang P. Kusman ;

- Selatan : Sawah P. Tamar ;

- Barat : Sawah P. Karyo ;

Seluas 1620 m2 dengan batas-batas :

- Utara : Curah / Tebing sungai ;

10

Page 12: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

- Timur : Sawah P. Kandar, sekarang P. Kusman ;

- Selatan : Sawah Salamun ;

- Barat : Sawah P. Karyo ;

Adalah harta bersama antara Penggugat dan Tergugat ;

3. Menetapkan Penggugat dan Tergugat masing-masing memperoleh setengah

bagian dari harta bersama sebagaimana tersebut pada poin 2 di atas ;

4. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan bagian Penggugat sesuai diktum 3

diatas, bila tidak dapat dibagi innatura, maka dijual lelang dan hasilnya dibagi

kepada Penggugat dan Tergugat ;

5. Menetapkan Sita Jaminan ( conservatoir beslag ) sebagaimana Berita Acara Sita

Jaminan tanggal 9 September 2009 Nomor : 1191/Pdt.G/2009/PA.Lmj terhadap

poin 2.1, 2.2, 2.3 di atas adalah sah dan berharga ;

6. Menetapkan bahwa gugatan Penggugat pada obyek sengketa poin 3-a

dinyatakan dicabut ;

7. Menetapkan agar Sita Jaminan (conservatoir beslaag) terhadap obyek sengketa

pada dictum poin 6 tersebut diangkat kembali ;

8. Menolak gugatan Penggugat selainnya ;

DALAM REKONPENSI :

1. Menetapkan gugatan Penggugat Rekonpensi dicabut ;

DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI :

Membebankan kepada Penggugat dalam Konpensi untuk membayar biaya perkara

yang hingga kini dihitung sebesar Rp. 5.116.000,- (lima juta seratus enam belas

ribu rupiah) Membaca Akta Permohonan Banding yang dibuat oleh Panitera

Pengadilan Agama Lumajang tanggal 16 Agustus 2010 Nomor :

1191/Pdt.G/2009/PA.Lmj, bahwa Tergugat/Pembanding pada tanggal 16 Agustus

2010 telah mengajukan permohonan banding atas putusan Pengadilan Agama

Lumajang tanggal 22 Juli 2010 M. bertepatan dengan tanggal 10 Sya’ban 1431 H.

Nomor : 1191/Pdt.G/2009/PA.Lmj, permohonan banding tersebut telah

diberitahukan kepada pihak lawannya pada tanggal 18 Agustus 2010 ;

Menimbang, bahwa Tergugat/Pembanding telah mengajukan memori bandingnya

11

Page 13: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

tertanggal 2 September 2010 dan Penggugat/Terbanding juga telah mengajukan

memori bandingnya tertanggal 15 September 2010 ;

TENTANG HUKUMNYA

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan banding yang diajukan oleh

Tergugat/Pembanding, telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara-cara

sebagaimana menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka

permohonan banding tersebut harus dinyatakan dapat diterima;

Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi Agama setelah membaca dan mempeljari

berkas perkara dengan seksama serta semua surat yang berhubungan dengan

perkara a quo termasuk memori banding Pembanding dan kontra memori banding

Terbanding serta salinan resmi putusan Pengadilan Agama Lumajang tanggal 22

Juli 2010 M. bertepatan dengan tanggal 10 Sya’ban 1431 H. Nomor :

1191/Pdt.G/2009/PA.Lmj, maka Pengadilan Tinggi Agama memberikan

pertimbangan sebagai berikut ;

Menimbang, bahwa keberatan-keberatan Pembanding dalam memori bandingnya

merupakan pengulangan pada tingkat pertama, yang telah dipertimbangkan

dengan sempurna pada putusan a quo halaman 23 sampai dengan halaman 32,

oleh karenanya keberatankeberatan Pembanding harus dikesampingkan ;

Menimbang, bahwa atas dasar apa yang telah dipertimbangkan dan disebutkan

dalam putusan Pengadilan tingkat pertama didalam amar putusannya sepenuhnya

dapat disetujui untuk dijadikan sebagai pertimbangan dan pendapat dari

Pengadilan tingkat banding sehingga oleh karenanya putusan Pengadilan tingkat

pertama tersebut dapat dikuatkan sepenuhnya ;

Menimbang, bahwa berdasarkan maksud Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006 dan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009,

maka biaya perkara tingkat banding dibebankan kepada Tergugat/Pembanding ;

Mengingat akan pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dalil

syar’i yang berkaitan dengan perkara ini ;

MENGADILI

12

Page 14: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

- Menyatakan, bahwa permohonan banding yang diajukan oleh

Tergugat/Pembanding dapat diterima ;

- Menguatkan putusan Pengadilan Agama Lumajang tanggal 22 Juli 2010 M.

bertepatan dengan tanggal 10 Sya’ban 1431 H. Nomor :

1191/Pdt.G/2009/PA.Lmj.

- Membebankan kepada Tergugat/Pembanding untuk membayar biaya perkara di

tingkat banding sebesar Rp.150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah).

Pengganti dengan tidak dihadiri pihak Pembanding dan Terbanding.

Analisis Kasus

Setiap sita mempunyai tujuan tertentu. Dengan adanya penyitaan terhadap

harta bersama, baik penggugat atau tergugat (suami-istri), dilarang

memeindahkannya kepada pihak lain dalam segala bentuk transaksi15.

Pengaturan dalam sita marital dapat ditemukan dalam beberapa peraturan

perundang-undangan seperti pada pasal 24 ayat (2) huruf c PP No. 9 Tahun 1975

kemudian pasal 78 huruf c UU No. 7 Tahun 1989 pada kedua ketentuan diatas

tidak diatur mengenai tata cara pelaksanaan sita marital. Dalam pelaksanaannya

sita marital banyak mengacu pada Reglemen Acara Perdata / Rv (Reglement Op

De Rechtsvordering Staatsblad 1847 No.52 juncto 1849 No.63) dan HIR serta

RBg16.

Berdasarkan pasal 197, 198, 199,227 HIR/208,213,214 RBg sita marital yang

dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena hakim baru

menetapkan sita marital tersebut setelah amar putusan dilakukan. Seharusnya

penetapan terhadap sita marital tersebut harus dilakukan sebelum amar putusan

dilakukan. Kemudian sita marital tersebut berkekuatan hukum tetap setelah amar

putusan dilakukan. Jadi tidak serta merta pelaksanaan sita marital tersebut

15 Sudikno mertokusumo, “Hukum Acara Perdata Indonesia”; Yogyakarta, Liberty : 1988, hal 6416 Sri Winarti, dalam Tesis “sita marital terhadap harta bersama dalam perkawinan karena

perceraian menurut undang – undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan ( studi kasus putusan no. 199/pdt.g/2005/pn.smg )” hal 100

13

Page 15: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

dilakukan pada saat amar putusan majelis hakim dibacakan. Hal ini lakukan guna

menjamin terselamatkannya harta bersama.

fungsi sita marital adalah hanya untuk melindungi, menyimpan, membekukan

harta bersama perkawinan agar tidak berpindah tangan. Dengan demikian,

pembekuan harta bersama dibawah penyitaan, berfungsi untuk mengamankan atau

keberadaan dan keutuhan harta bersama atas tindakan yang tidak bertanggung

jawab dari tergugat17.

Dengan demikian selama dalam sita marital tidak dapat dilakukan peralihan

hak terhadap harta bersama.

Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Sita Marital Yang Tidak

Berkelanjutan Menjadi Sita Eksekusi (Executoir Beslag)

Sebuah Tujuan sita marital (sita harta bersama) antara lain untuk

membekukan harta bersama suami istri melalui penyitaan, agar tidak berpindah

kepada pihak ketiga selama proses perceraian/pembagian harta bersama

berlangsung18. Sedangkan fungsi dari dimohonkannya sita marital adalah untuk

melindungi, hak pemohon sita marital dengan menyimpan atau membekukan

barang yang disita agar jangan sampai jatuh ditangan pihak ketiga19.

Terhadap amar putusan yang telah dinyatakan bahwa Sita Marital tersebut

telah Sah dan berharga maka penggugat dapat mengajukan kelanjutan ke Sita

Ekskutorial. Karena sita Marital tidak serta merta berlanjut ke Sita Eksekutorial

karena untuk ditetapkan sebagai sita eksekutorial maka diperlukan penetapan

lebih lanjut oleh Pengadilan. Penetapan Sita Marital menjadi Sita Eksekutorial

diperlukan pengajuan terhadap Pembagian harta bersama. Apabila telah dibacakan

amar putusan mengenai Pembagian harta bersama maka Sita Marital tersebut

berubah menjadi Sita Ekskutorial.

17 M. Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata tentang gugatan, persidangan, penyitaan, pembuktian dan Putusan Pengadilan”, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, Hal 369

18 Ibid19 Sudikno mertokusumo, Op. Cit Hal 92

14

Page 16: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

Jadi bagaimana perlindungan hukum terhadap sita marital yang tidak

berkelanjutan adalah bahwa hukum tidak dapat menetapkan berapa lama waktu

yang diperlukan untuk merubah sita marital tersebut menjadi sita eksekutorial.

Akan tetapi hukum tidak dapat merubah begitu saja sita marital menjadi sita

eksekutorial. Oleh karena itu diperlukan sebuah aturan khusus mengenai lama

waktu pelaksanaan sita marital menjadi sita eksekutorial.

15

Page 17: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1.5. Kesimpulan

Berdasarkan pasal 197, 198, 199,227 HIR/208,213,214 RBg sita marital yang

dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku karena hakim baru

menetapkan sita marital tersebut setelah amar putusan dilakukan. Seharusnya

penetapan terhadap sita marital tersebut harus dilakukan sebelum amar putusan

dilakukan. Kemudian sita marital tersebut berkekuatan hukum tetap setelah amar

putusan dilakukan. Jadi tidak serta merta pelaksanaan sita marital tersebut

dilakukan pada saat amar putusan majelis hakim dibacakan. Hal ini lakukan guna

menjamin terselamatkannya harta bersama.

Terhadap amar putusan yang telah dinyatakan bahwa Sita Marital tersebut

telah Sah dan berharga maka penggugat dapat mengajukan kelanjutan ke Sita

Ekskutorial. Karena sita Marital tidak serta merta berlanjut ke Sita Eksekutorial

karena untuk ditetapkan sebagai sita eksekutorial maka diperlukan penetapan

lebih lanjut oleh Pengadilan. Penetapan Sita Marital menjadi Sita Eksekutorial

diperlukan pengajuan terhadap Pembagian harta bersama. Apabila telah dibacakan

amar putusan mengenai Pembagian harta bersama maka Sita Marital tersebut

berubah menjadi Sita Ekskutorial.

1.6. Saran

Diharapkan agar dalam menetapkan mengenai sita marital hakim (Jurist) agar

lebih berhati hati lagi dikarenakan kesalahan dalam amar putusan dapat

mengakibatkan terganggunya hak dan kewajiban para pihak yang bermasalah.

Sehingga diperlukan ketelitian terhadap hal tersebut.

16

Page 18: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

Pemerintah harus melakukan perombakan hukum terhadap Reglemen Hukum

Acara Perdata dan Hukum Perdata dikarenakan dewasa ini banyak sekali hak dan

kewajiban hukum dari subyek hukum yang tidak dipenuhi.

17

Page 19: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Harahap, M. Yahya,2004, Hukum Acara Perdata tentang gugatan, persidangan,

penyitaan, pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta, Sinar Grafika

M. Hadjon, Phillipus,1987, perlindungan hukum Bagi Rakyat Indonesia,

Surabaya: PT. Bina Ilmu

Marpaung, Happy, 1983, Masalah Perceraian, Tonis, Bandung

Mertokusumo,Sudikno,1988, Hukum Acara Perdata Indonesia; Yogyakarta,

Liberty

Saleh, K. Wancik, 1982, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta

Tesis

Winarni, Sri,2009, sita marital terhadap harta bersama dalam perkawinan

karena perceraian menurut undang – undang no. 1 tahun 1974 tentang

perkawinan ( studi kasus putusan no. 199/pdt.g/2005/pn.smg ), Universitas

Diponegoro,

Website

http://hendropersada.blogspot.com/2011/07/sita-marital.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Perkawinan

18

Page 20: Tugas Mandiri Hukum Acara Perdata Al Ayubi

Undang – Undang

Undang Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang Undang

No. 1 Tahun 1974

19