perjanjian peserta mandiri dengan badan …ejournalunigoro.com/sites/default/files/perjanjian...
TRANSCRIPT
35
PERJANJIAN PESERTA MANDIRI
DENGAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN
(Study di Desa Kauman Kecamatan Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro)
ENDANG SUSILOWATI, SH, MH.
Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro
Jl. Lettu Suyitno No.2, Bojonegoro, 62119
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan adalah Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial yang dibentuk pemerintah untuk memberikan Jaminan Kesehatan untuk
Masyarakat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosia merupakan lembaga yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia. Menurut ketentuan Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan
hukum nirlaba. Dan Program BPJS Kesehatan 2014 ini mulai berlaku pada tanggal 1 januari
2014. Dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS bertujuan untuk
memberikan perlindungan kesehatan agar setiap peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program kesehatan untuk
mewujudkan masyarakat dengan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
empiris, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data yang dikumpulkan adalah data
primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil dari tanya jawab dengan berbagai pertanyaan
seputar BPJS Kesehatan yang saya lakukan di desa Kauman di atas, dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya dari keseluruhan jumlah responden tersebut, dapat dikatakan mengenai
antusias keikutsertaan masyarakat terbilang masih cukup rendah jika dibandingkan dengan
jumlah masyarakat yang mencapai ribuan. Selain itu pada hakekatnya tujuan dari setiap orang
tidak lain adalah untuk mengantisipasi apabila berada pada keadaan yang sakit, sehingga
akan mudah untuk menjalankan proses pengobatan, sehingga menjadikan hal tersebut hemat
secara biaya.
Kata Kunci : BPJS Kesehatan dan manfaat.
PENDAHULUAN
Hak tingkat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya dan keluarganya
merupakan hak asasi manusia dan
diakui oleh segenap bangsa-bangsa di
dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan
itu tercantum dalam Deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun
1948 tentang Hak Azasi Manusia.
Pasal 25 Ayat (1) deklarasi
menyatakan, setiap orang berhak atas
derajat hidup yang memadai untuk
kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya termasuk hak atas
pangan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatan. “Serta
pelayanan sosial yang diperlukan dan
berhak atas jaminan pada saat
menganggur, menderita sakit, cacat,
menjadi janda/duda, mencapai usia
lanjut atau keadaan lainnya yang
mengakibatkan kekurangan nafkah,
yang berada di luar kekuasaannya”.
Pada era reformasi saat ini, hukum
memegang peran penting dalam
berbagai segi kehidupan. Untuk
36
mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal untuk setiap orang,
merupakan bagian integral dari
kesejahteraan, diperlukan dukungan
hukum bagi penyelenggara berbagai
kegiatan di bidang kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan
salah satu upaya pembangunan
nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat di atas
harus diselenggarakan beberapa
upaya-upaya kesehatan dengan,
“Pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (Promotif),
pencegahan penyakit (Preventif),
penyembuhan penyakit (Kuratif) dan
pemulihan kesehatan (Rehabilitatif)
yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan”.
Paradigma tersebut dikenal dalam
kalangan kesehatan sebagai paradigma
sehat dan konsekuensinya harus
diterima paradigma sehat maka segala
kegiatan apapun harus berorientasi
pada wawasan kesehatan, tetap
dilakukannya pemeliharaan dan
peningkatan kualitas individu,
keluarga, masyarakat serta lingkungan
dan terus menerus memelihara dan
meningkatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu, merata, dan terjangkau
serta mendorong kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang maka harus
secara terus menerus dilakukan
perhatian yang sungguh-sungguh bagi
penyelenggara pembangunan nasional
yang berwawasan kesehatan, adanya
jaminan atas pemeliharaan kesehatan,
ditingkatkannya profesionalisme dan
dilakukannya desentralisasi bidang
kesehatan. “Kegiatan-kegiatan
tersebut sudah barang tentu
memerlukan perangkat hukum
kesehatan yang memadai yang
dimaksudkan agar adanya kepastian
hukum dan perlindungan yang
menyeluruh baik bagi penyelenggara
upaya kesehatan maupun masyarakat
penerima pelayanan kesehatan”.
Hal tersebut terkait jaminan
pelayanan kesehatan juga diatur di
dalam konstitusi Negara Republik
Indonesia yaitu di dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang
menegaskan tentang komitmen negara
dalam memberikan kepastian hukum
atas jaminan kelayakan hidup setiap
manusia dari segi pelayanan kesehatan
yang prima. Ketentuan di atas
diperjelas dengan bunyi di dalam
UUD Tahun 1945 Pasal 34 ayat 2 dan
3 sebagai berikut :
(1) Ayat (2) berbunyi : bahwa negara
mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
(2) Ayat (3) berbunyi : negara
bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.
Selain itu juga dijelaskan di dalam
ketentuan pasal 1 Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa
kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
Sedangkan yang dinamakan upaya
kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut di atas,
bahwa dalam konsekuensi atau komitmen
negara dalam menepati ketersediaan
pelayanan kesehatan yang prima maka di
sini saya tertarik untuk memperdalam
penelitian terkait dengan keberadaan
37
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau
yang dikenal dengan istilah BPJS
Kesehatan, seperti yang diketahui bahw6a
pada dasarnya BPJS Kesehatan telah diatur
dengan jelas di dalam peraturan
perundang-undangan yaitu Undang-
Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, di
mana telah memberikan mandat kepada
Jaminan Kesehatan Nasional. “Bertujuan
untuk senantiasa menyampaikan informasi
kepada peserta dan masyarakat mengenai
hak dan kewajiban, serta prosedur
memperoleh pelayanan program Jaminan
Kesehatan Nasional Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan”.
Pada prakteknya masih terdapat
masyarakat di lapisan kelas menengah ke
bawah yang rata-rata di dominasi kelas
bawah bahwa mereka belum memahami
tentang program BPJS tersebut, masih
banyak yang belum mendaftarkan diri
dalam kepesertaan BPJS Kesehatan
tersebut, di sini saya akan meneliti secara
lebih mendalam terhadap warga
masyarakat yang ada di desa Kauman
Kecamatan Bojonegoro Kabupaten
Bojonegoro terkait partisipasinya di dalam
program BPJS Kesehatan, berkaitan
dengan hal tersebut saya dapatkan data
mengenai jumlah masyarakat yang terlibat
di dalam perjanjian BPJS Kesehatan di
Desa Kauman adalah “sebanyak 131 orang
peserta mandiri dari keseluruhan jumlah
penduduk sebanyak 3.414 jiwa”.
Program tersebut jelas memberikan
keuntungan yang besar bagi para
pesertanya, sehingga apabila terjadi sebuah
hal yang tidak diinginkan peserta tersebut
bisa dirujuk langsung ke tempat kesehatan
yang dituju sesuai pilihan tempat pada
awal pendaftaran serta apabila terdapat
hal-hal darurat bisa dirujuk ke rumah sakit
yang lebih besar. “Akan tetapi pada
prakteknya belum sepenuhnya masyarakat
menyadari betapa pentingnya
keikutsertaan terhadap program tersebut
sehingga masih banyak masyarakat yang
belum ikut berpartisipasi sebagai peserta
BPJS Kesehatan”.
Secara umum menurut ketentuan di
dalam hukum perjanjian lebih tepatnya
pada pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, dijelaskan bahwa syarat
sahnya suatu perjanjian dibedakan menjadi
4 hal yaitu :
1. Sepakatnya mereka yang mengikatkan
diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Berdasarkan paparan singkat di atas, maka
saya bermaksud ingin memperdalam
dengan meneliti terkait dengan lingkup
penelitian di Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan Kabupaten
Bojonegoro dan mencari informasi serta
alasan masyarakat di desa tempat tinggal
saya terkait partisipasinya ikut program
BPJS Kesehatan, maka dengan ini saya
dapat merumuskan judul penelitian yaitu
“PERJANJIAN PESERTA MANDIRI
DENGAN BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN
SOSIAL KESEHATAN DI
KABUPATEN BOJONEGORO”
(STUDY DI DESA KAUMAN
KECAMATAN BOJONEGORO
KABUPATEN BOJONEGORO).
METODE
E.1. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh informasi
dan data yang diperlukan
dalam penelitian skripsi ini
saya memilih tempat di
Kabupaten Bojonegoro, Kantor
Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan Kabupaten
Bojonegoro dan Kantor Kepala
Desa Kauman Kec.
Bojonegoro Kab. Bojonegoro.
E.2. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang
digunakan disini adalah
“pendekatan hukum empiris
yang artinya adalah suatu
metode penelitian hukum yang
38
berfungsi untuk melihat hukum
dalam artian nyata dan
meneliti bagaimana bekerjanya
hukum di lingkungan
masyarakat”. Dikarenakan
dalam penelitian ini meneliti
orang dalam hubungan hidup
di masyarakat maka metode
penelitian hukum empiris
dapat dikatakan sebagai
penelitian hukum sosiologis.
Dapat dikatakan bahwa
penelitian hukum yang diambil
dari fakta-fakta yang ada di
dalam suatu masyarakat, badan
hukum atau badan pemerintah.
E.3. Bahan dan Sumber data
Skripsi ini menggunakan
bahan dan sumber data yaitu
data primer dan data sekunder,
yaitu :
E.3.1. Data primer,
merupakan data dan
informasi yang
diperoleh atau
diterima secara
langsung dari
masyarakat. Dalam
hal ini saya
mengadakan
penelitian langsung di
beberapa lembaga di
Kabupaten
Bojonegoro,
diantaranya adalah
kantor Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial
Kesehatan dan Kantor
Kepala Desa Kauman
Kec. Bojonegoro Kab.
Bojonegoro.
E.3.2. Data sekunder atau
“dokumentasi yang
berasal dari kata
dokumen yang artinya
barang-barang tertulis,
di dalam
melaksanakan metode
dokumentasi”.
Peneliti menyelidiki
benda-benda tertulis
seperti buku-buku,
majalah, dokumen,
peraturan-peraturan,
notulen rapat, catatan
harian, dan
sebagainya.
E.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melaksanakan
pengumpulan data, saya
mengklasifikasikan serta
mengumpulkan data sesuai
dengan jenis data yang
diambil, yaitu sebagai berikut :
E.4.1. Wawancara
Wawancara
merupakan bentuk
pengumpulan data
secara komunikatif
dengan narasumber
atau pihak-pihak yang
berkaitan dengan
obyek penelitian,
selanjutnya hasil dari
wawancara tersebut
diolah untuk dijadikan
data secara empirik.
Dalam hal ini
wawancara dengan
masyarakat di Desa
Kauman dan Bapak
Agung Tri Anjono
selaku Staff
Managemen
Pelayanan Kesehatan
Rujukan BPJS
Kesehatan Kabupaten
Bojonegoro.
E.4.2. Studi Kepustakaan
“Metode ini
menggunakan
penelitian serta
pengumpulan data
melalui studi
kepustakaan yaitu,
buku-buku dan
perundang-
undangan”.
E.5. Teknik Analisa Data
39
Dalam penelitian, analisa data yang
bersifat deskriptif kualitatif dapat
diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselediki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan
obyek atau subyek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta dari data
yang tampak yaitu dari data yang diperoleh
yang selanjutnya dihubungkan antara satu
dengan yang lain untuk memperoleh
solusinya agar suatu peristiwa dipahami
dengan baik.
Hasil dan Pembahasan
Perjanjian merupakan sendi yang penting
dari hukum perdata, karena hukum perdata
banyak mengandung peraturan-peraturan
hukum berdasarkan atas janji seseorang.
Perjanjian menerbitkan suatu perikatan
antara pihak-pihak yang membuatnya. Di
samping itu manusia selalu terlibat dalam
pergaulan dengan sesamanya, sehingga
terjadi hubungan antar manusia yang
disebut juga dengan hubungan antar
individu. Hubungan antar individu
menimbulkan perhubungan yang dapat
bersifat perhubungan biasa dan
perhubungan hukum. Suatu perhubungan
disebut perhubungan hukum, apabila
hubungan antara dua orang atau dua pihak
tersebut diatur oleh hukum, yaitu
hubungan antara sesama manusia yang
dilindungi oleh hukum atau akibat-akibat
yang ditimbulkan oleh pergaulan itu
dilindungi oleh hukum. “Hubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak atau lebih
didahului oleh perbincangan-perbincangan
di antara para pihak dan adakalanya
mewujudkan suatu perjanjian atau
perikatan”. Hubungan hukum yang timbul
karena perjanjian itu mengikat kedua belah
pihak yang membuat perjanjian,
sebagaiman daya mengikat sebuah
Undang-Undang. Hal ini sesuai dengan
ketentuan pasal 1338 BW yang berbunyi:
semua persetujuan yang dibuat secara sah
berlaku sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya. “Ikatan yang
lahir dari perjanjian dinamakan perikatan.
Jadi dapat dikatakan bahwa perjanjian itu
menerbitkan suatu perikatan antara dua
orang yang membuatnya”.
A.2. Pengertian Perikatan
Menurut Prof. Subekti,
“Perikatan adalah suatu
hubungan hukum antara dua
pihak, berdasar mana pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu
dari pihak yang lain,
berkewajiban memenuhi itu”.
Menurut JCT. Simorangkir,
“Perikatan yang terdapat dalam
lapangan hukum harta kekayaan
harus dapat dinilai dengan uang,
namun apabila perikatan
tersebut tidak dapat dinilai
dengan uang, bukanlah
merupakan perikatan yang diatur
dalam buku III BW”. Hal ini
sejalan dengan pendapat Pitlo
yang menyatakan, “Mengenai
obyek-obyek hubungan hukum
yang tidak dapat dinilai dengan
uang, pada mulanya bukanlah
termasuk hubungan hukum yang
diberi akibat hukum, misalnya
istirahat buruh, penghinaan dan
lain sebagainya”. Dalam
perkembangan selanjutnya,
pendapat tersebut kurang tepat,
karena dalam pergaulan
masyarakat banyak hubungan
yang sulit dinilai dengan uang.
Jika pendapat tersebut tetap
dipertahankan maka terhadap
hubungan yang tidak dapat
dinilai dengan uang tidak akan
menimbulkan akibat hukum,
sehingga akan mengganggu rasa
keadilan dalam masyarakat.
Pada perkembangan dewasa ini,
hubungan hukum yang tidak
dapat dinilai dengan uang telah
diterima dalam lapangan harta
kekayaan. Dari pengaturan
tentang perikatan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa
perikatan menunjukkan adanya
ikatan atau hubungan hukum
yang dapat dijamin oleh hukum.
40
B. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian.
Perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih. Lahirnya suatu perjanjian
terjadi apabila ada kata sepakat dan
pernyataan sebelah menyebelah. “Kata
sepakat dalam hal ini adalah mengenai hal-
hal yang pokok baik lisan ataupun tulisan,
sedangkan pernyataan sebelah menyebelah
terjadi apabila satu pihak yang
menawarkan menyatakan tentang
perjanjian dan pihak lawan setuju tentang
apa yang dinyatakan sebelumnya”.
Dalam pasal 1320 BW
disebutkan bahwa untuk sahnya
persetujuan-persetujuan diperlukan
empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
diri.
Mereka yang mengikatkan dirinya,
artinya bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat atau setuju mengenai
perjanjian yang akan diadakan
tersebut, tanpa adanya paksaan,
kekhilafan dan penipuan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan.
Bahwa para pihak yang mengadakan
perjanjian harus cakap menurut
hukum, serta berhak dan berwenang
melakukan perjanjian.
3. Suatu hal tertentu.
Hal ini maksudnya adalah bahwa
perjanjian tersebut harus mengenai
suatu obyek tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Isi dan tujuan suatu
perjanjian haruslah berdasarkan hal-
hal yang tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan
dan ketertiban.
Dalam rumusan pasal di atas
disebutkan bahwa untuk sahnya
perjanjian diperlukan empat syarat.
Kedua syarat pertama dinamakan
syarat subyektif, karena kedua syarat
tersebut mengangkut subyek
perjanjian, sedangkan kedua syarat
terakhir disebut syarat obyektif,
karena mengangkut obyek perjanjian.
“Terdapatnya cacat kehendak karena
kekeliruan, paksaan, penipuan atau
tidak cakap untuk membuat perikatan
megakibatkan dapat dibatalkannya
perjanjian, jika obyeknya tidak
tertentu atau dapat ditentukan atau
kausanya tidak halal maka perjanjian
tersebut batal demi hukum”.
C. Jenis-Jenis Perjanjian.
Di dalam perjanjian banyak sekali
jenis-jenis perjanjian yang kita ketahui dan
sering terjadi di dalam masyarakat kita
sekarang. Jenis-jenis perjanjian itu sendiri
tergolong ada 5, yaitu “Berdasarkan hak
dan kewajiban, berdasarkan keuntungan
yang diperoleh, nama dan pengaturan,
tujuan perjanjian, cara terbentuknya atau
lahirnya perjanjian, dalam 5 golongan
tersebut mempunyai bentuk-bentuk
perjanjian”. Bentuk-bentuk perjanjian
tersebut adalah :
1. Berdasarkan Hak dan Kewajiban
Penggolongan ini dilihat dari hak dan
kewajiban para pihak. Adapun perjanjian-
perjanjian yang dilakukan para pihak
menimbulkan hak dan kewajiban-
kewajiban pokok seperti pada jual beli dan
sewa-menyewa.
a. Perjanjian Sepihak adalah Perjanjian
sepihak adalah perjanjian yang hanya
ada kewajiban pada satu pihak, dan
hanya ada hak pada hak lain.
Perjanjian yang selalu menimbulkan
kewajiban-kewajiban hanya bagi satu
pihak. Misalnya perjanjian pinjam
pakai.
b. Perjanjian Timbal Balik adalah
Perjanjian timbal balik adalah
perjanjian dimana hak dan kewajiban
ada pada kedua belah pihak. Jadi
pihak yang berkewajiban melakukan
suatu prestasi juga berhak menuntut
suatu kontra prestasi. Misalnya
perjanjian jual-beli dan Perjanjian
sewa-menyewa.
2. Keuntungan yang diperoleh
41
Penggolongan ini didasarkan pada
keuntungan salah satu pihak dan
adanya prestasi dari pihak lainnya.
a. Perjanjian Cuma-Cuma
Perjanjian Cuma-Cuma adalah perjanjian
yang memberikan keuntungan bagi salah
satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah,
perjanjian pinjam pakai.
b. Perjanjian Asas Beban
Perjanjian asas beban adalah perjanjian
atas prestasi dari pihak yang satu selalu
terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan
antara kedua prestasi itu ada hubungannya
menurut hukum. Misalnya saja A
menjanjikan kepada B suatu jumlah
tertentu, jika B menyerahkan sebuah benda
tertentu pula kepada A.
3. Nama dan Pengaturan
Penggolongan ini didasarkan pada nama
perjanjian yang tercantum di dalam Pasal
1319 BW. Di dalam pasal 1319 hanya
disebutkan dua macam perjanjian menurut
namanya, yaitu perjanjian nominaat
(bernama) dan perjanjian innominaat
(tidak bernama).
a. Perjanjian Bernama (nominaat)
Isilah kontrak nominaat merupakan
terjemahan dari nominaat contract.
Kontrak nominaat sama artinya
dengan perjanjian bernama atau
benoemde dalam bahasa Belanda.
Kontrak nominaat merupakan
perjanjian yang dikenal dan terdapat
dalam pasal 1319 KUH Perdata.
Misalnya Perjanjian jual beli, sewa
menyewa, penitipan barang, pinjam
pakai, asuransi, perjanjian
pengangkutan.
b. Perjanjian Tidak Bernama
(innominaat)
Perjanjian tidak bernama merupakan
perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup
dan berkembang dalam masyarakat.
Jenis perjanjian tidak Bernama ini
diatur di dalam Buku III KUH
Perdata, hanya ada satu pasal yang
mengatur tentang perjanjian
innominaat, yaitu Pasal 1319 KUH
Perdata yang berbunyi. Ketentuan ini
mengisyaratkan bahwa perjanjian,
baik yang mempunyai nama dalam
KUH Perdata maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu
(tidak bernama) tunduk pada Buku III
KUH Perdata. “Dengan demikian,
para pihak yang mengadakan
perjanjian innominaat tidak hanya
tunduk pada berbagai peraturan yang
mengaturnya, tetapi para pihak juga
tunduk pada ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam KUH Perdata”.
D. Asas-Asas Hukum Perjanjian.
Hukum perjanjian, “Mengenal
beberapa asas penting yang merupakan
merupakan dasar kehendak pihak-pihak
dalam mencapai tujuan”. Beberapa asas-
asas tersebut adalah :
1. Asas Kontrak sebagai Hukum
Mengatur
Hukum mengatur (aanvullen
recht) adalah peraturan-peraturan
hukum hukum yang berlaku bagi
subjek hukum, misalnya para
pihak dalam suatu kontrak. Akan
tetapi, ketentuan hukum seperti
ini tidak mutlak berlakunya,
karena jika para pihak mengatur
sebaliknya, maka yang berlaku
adalah apa yang diatur oleh para
pihak tersebut. Jadi, peraturan
yang bersifat umum mengatur
dapat disimpangi oleh para pihak.
Pada prinsipnya hukum kontrak
termasuk kategori hukum
mengatur, yakni sebagian besar
(meskipun tidak menyeluruh) dari
hukum kontrak tersebut dapat
disimpangi oleh para pihak
dengan mengaturnya sendiri. Oleh
karena itu, hukum kontrak ini
disebut hukum yang mempunyai
sistem terbuka (open system).
Sebagai lawan dari hukum
mengatur adalah hukum yang
memaksa (dwingend recht,
mandatory). Dalam hal ini yang
dimaksud dengan hukum
memaksa adalah “aturan hukum
yang berlaku secara memaksa
42
atau mutlak, dalam arti tidak
dapat disimpangi oleh para pihak
yang terlibat dalam suatu
perbuatan hukum, termasuk oleh
para pihak dalam suatu kontrak”.
2. Asas Kebebasan Berkontrak
(freedom of contract)
Asas ini merupakan konsekuensi
dari berlakunya asas kontrak
sebagai hukum mengatur. Dalam
hal ini yang dimaksudkan dengan
asas kebebasan berkontrak adalah
suatu asas yang mengajarkan
bahwa dalam suatu kontrak para
pihak pada prinsipnya bebas
untuk membuat atau tidak
membuat kontrak, demikian juga
kebebasanya untuk mengatur
sendiri isi kontrak tersebut. Asas
kebebasan berkontrak ini dibatasi
oleh rambu-rambu hukum sebagai
berikut :
a. harus memenuhi syarat sebagai
suatu kontrak.
b. tidak dilarang oleh undang-
undang.
c. tidak bertentangan dengan
kebiasaan yang berlaku.
d. harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Istilah pacta sunt servanda
mempunyai arti bahwa janji itu
mengikat, yang dimaksud dengan
asas kebebasan berkontrak ini
ialah bahwa kontrak yang dibuat
secara sah oleh para pihak
tersebut secara penuh sesuai isi
kontrak tersebut. Istilah lain dari
asas ini adalah my word is my
bonds, yang artinya dalam bahasa
Indonesia bahwa jika sapi
dipegang talinya, jika manusia
dipegang mulutnya, mengikat
secara penuh atas kontrak-kontrak
yang dibuat oleh para tersebut
oleh hukum kekuatanya
dian’ggap sama saja dengan
kekuatan mengikat dari suatu
undang-undang. “Oleh karena itu,
apabila suatu pihak dalam kontrak
yang telah dibuatnya oleh hukum
disediakan ganti rugi atau bahkan
pelaksaan kontrak secara paksa”.
4. Asas Konsensual
Yang dimaksud dengan asas
konsensual dari suatu kontrak
adalah bahwa jika suatu kontrak
telah dibuat, maka dia telah sah
dan mengikat secara penuh,
bahkan pada prinsipnya
persyaratan tertulis pun tidak
disyaratkan oleh hukum, kecuali
untuk beberapa jenis kontrak
tertentu, yang memang
dipersyaratkan syarat tertulis.
5. Asas Obligatoir
Asas obligatori adalah suatu asas
yang menetukan bahwa jika suatu
kontrak telah dibuat, maka para
pihak telah terikat, tetapi
keterikatan itu hanya sebatas
timbulnya hak dan kewajiban
semata-mata, sedangkan prestasi
belum dapat dipaksakan karena
kontrak kebendaan (zakelijke
overeenkomst) belum terjadi. Jadi,
jika terhadap kontrak jual beli
misalnya, maka dengan kontrak
saja, hak milik belum berpindah,
jadi baru terjadi kontrak obligatoir
saja. Hak milik tersebut baru
dapat berpindah setelah adanya
kontrak kebendaan atau sering
disebut serah terima (levering).
Hukum kontrak di Indonesia
memberlakukan asas obligatoir
ini karena berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Kalaupun hukum adat tentang
kontrak tidak mengakui asas
obligatoir karena hukum adat
memberlakukan asas kontrak riil,
artinya suatu kontrak haruslah
dibuat secara riil, dalah hal ini
harus dibuat secara terang dan
tunai. Kontrak harus dilakukan di
depan pejabat tertentu, misalnya
di depan penghulu adat atau ketua
adat, yang sekaligus juga
43
dilakukan levering-nya. “Jika
hanya sekedar janji saja, seperti
dalam sistem obligatoir, dalam
hukum adat kontrak semacam ini
tidak mempunyai kekuatan sama
sekali”.
E. Berakhirnya Perjanjian.
Sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku di
dalam hukum positif Indonesia,
khususnya mengenai aturan perjanjian
dapat dijelaskan mengenai hapusnya
suatu perjanjian, karena pada dasarnya
suatu perjanjian juga dapat
terhapuskan karena berbagai hal di
antaranya yaitu dengan cara-cara
sebagai berikut :
a. Pembayaran
Adalah setiap pemenuhan hak dan
kewajiban para pihak dalam
perjanjian secara sukarela.
Pembayaran di sini tidak saja
meliputi penyerahan
sejumlah uang melainkan juga
penyerahan suatu benda. Dengan
kata lain perikatan berakhir karena
pembayaran dan peneyerahan
benda. Jadi dalam hal objek
perikatan adalah sejumlah uang
maka perikatan berakhir dengan
pembayaran uang. Dalam hal
perikatan adalah suatu benda, maka
perikatan berakhir setelah
penyerahan benda. Dalam hal objek
perikatan adalah pebayaran uang
dan penyerahan benda secara
timbal balik, perikatan baru
berakhir setelah pembayaran dan
penyerahan benda. Berdasarkan
pasal 1382 BW dimungkinkan
menggantikan hak-hak seorang
kreditur/berpiutang. Menggantikan
hak-hak seorang
kreditur/berpiutang dinamakan
subrogatie. Mengenai subrogatie
diatur dalam pasal 1400 sampai
dengan 1403 BW. Subrogatie dapat
terjadi karena pasal 1401 KUH
Perdata dan karena Undang-undang
(Pasal 1402 KUH Perdata).
b. Penawaran pembayaran tunai
diikuti oleh penyimpanan atau
penitipan uang atau barang pada
Panitera Pengadilan Negeri
Adalah suatu cara pembayaran
yang harus dilakukan apabila si
berpiutang (kreditur) menolak
pembayaran utang dari debitur,
setelah kreditur menolak
pembayaran, debitur dapat
memohon kepada Pengadilan
Negeri untuk mengesahkan
penawaran pembayaran itu yang
diikuti dengan penyerahan uang
atau barang sebagai tanda
pelunasan atas utang debitur
kepada Panitera Pengadilan Negeri.
“Setelah penawaran pembayaran
itu disahkan oleh Pengadilan
Negeri, maka barang atau uang
yang akan dibayarkan itu, disimpan
atau dititipkan kepada Panitera
Pengadilan Negeri, dengan
demikian hapuslah utang piutang
itu”.
c. Pembaharuan utang atau novasi
Adalah suatu pembuatan perjanjian
baru yang menggantikan suatu
perjanjian lama. Pembaharuan
hutang terjadi dengan jalan
mengganti hutang lama dengan
hutang baru, debitur lama dengan
debitur baru , dan kreditur lama
dengan kreditur baru. Dalam hal
hutang lama diganti dengan hutang
baru terjadi penggantian objek
perjanjian (novasi objek), di sini
hutang lama lenyap. Dalam hal
terjadi penggantian orangnya
(subjeknya), maka jika diganti
debiturnya, pembaharuan ini
disebut novasi subjek pasif. Jika
yang diganti itu krediturnya,
pembahruan itu disebut novasi
subjek aktif. Dalam hal ini hutang
lama lenyap. Menurut Pasal 1413
KUH Perdata ada 3 macam cara
melaksanakan suatu pembaharuan
44
utang atau novasi, yaitu yang
diganti debitur, krediturnya atau
obyek dari perjanjian.
d. Perjumpaan utang atau Kompensasi
Adalah suatu cara
penghapusan/pelunasan utang
dengan jalan memperjumpakan
atau memperhitungkan utang
piutang secara timbal-balik antara
kreditur dan debitur. “Jika debitur
mempunyai suatu piutang pada
kreditur, sehingga antara debitur
dan kreditur itu sama-sama berhak
untuk menagih piutang satu dengan
lainnya”.
e. Percampuran Hutang
Menurut ketentuan pasal 1436 BW,
percampuran hutang itu terjadi
apabila kedudukan kreditur dan
debitur itu menjadi satu, artinya
berada dalam satu tangan.
percampuran hutang tersebut
terjadi dami hukum.
Dalam percampuran hutang ini
hutang piutang menjadi lenyap.
“Percampuran hutang itu terjadi
misalnya A sebagai ahli waris
mempunyai hutang pada B sebagai
pewaris, kemudian B meninggal
dunia dan A menerima warisan
termasuk hutang atas dirinya
sendiri, hal ini hutang lenyap demi
hukum”.
f. Pembebasan Hutang
Pembebasan hutang dapat terjadi
apabila kreditur dengan tegas
menyatakan tidak menhendaki lagi
prestasi dari debitur dan
melepaskan haknya atas
pembayaran atau pemenuhan
perikatan. Denmgan pembebasan
ini perikatan menjadi lenyap atau
hapus. Menurut pasal 1438 BW,
pembebasan tidak boleh
berdasarkan persangkaan,
melainkan harus dibuktikan. Bukti
tersebut dapat digunakan, misalnya
dengan pengembalian surat piutang
asli oleh kreditur kepada debitur
secara sukarela (pasal 1439 BW).
g. Musnahnya Benda yang Terhutang
Menurut ketentuan pasal 1444 BW,
apabila benda tertentu yang
menjadi objek perikatan itu
musnah, tidak dapat lagi
diperdagangkan, atau hilang, di
luar kesalahan debitur dan
sebelumnya ia lalai menyerahkan
nya pada waktu yang telah
ditentukan, maka perikatannya
memnjadi hapus. Tetapi bagi
mereka yang memperoleh benda itu
secara tidak sah, misalnya karena
pencurian, mka musnahnya atau
hilangnya benda itu tidak
membebaskan debitur (orang yang
mencurinya) untuk mengganti
harganya. Meskipun debitur lalai
menyerahkan benda itu, ia pun
akan bebas dari perikatan itu,
apabila ia dapat membuktikan
bahwa hapusnya atau musnahnya
benda itu disebabkan oleh suatu
kejadian di luar kekuasaannya dan
benda itumjuga akan menemui
nasib yang sama, meskipun sudah
berada di tangan kreditur.
h. Pembatalan
Dalam pasal 1446 BW ditegaskan,
bahwa hanyalah menganai soal
pembatalan saja dan tidak
mengenai kebatalannya, karena
syarat-syarat untuk batal yang
disebutkan itu adalah syarat-syarat
subjektif yang ditentukan dalam
pasal 1320 BW. Jika syarat-syarat
subjektif tidak dipenuhi, maka
perikatan itu tidak batal, melainkan
dapat dibatalkan (vernitigbaar).
Perikatan yang tidak memenuhi
syarat-syarat subjektif dapat
dimintakan pembatalannya kepada
Hakim dengan dua cara yaitu :
a. Dengan cara aktif, yaitu
menuntut pembatalan kepada
hakim dengan mengajukan
gugatan;
b. Dengan cara pembelaan, yaitu
menunggu sampai digugat di muka
hakim untuk memenuhi perikatan
45
dan baru diajukan alasan
kekurangan dari perikatan itu.
Sementara itu, untuk pembatalan
secara aktif, undang-undang
memberikan pembatasan waktu
yaitu lima tahun (pasal 1445 BW).
Sedangkan pembatalan untuk
pembelaan tidak diadakan
pembatasan waktu waktu.
i. Berlaku syarat batal
Maksud dengan syarat disini adalah
ketentuan perjanjian yang disetujui
oleh kedua belah pihak, syarat
manajika dipenuhi mengakibatkan
perikatan itu batal (neitig, void),
sehingga perikatan menjadi hapus.
Syarat ini disebut syarat batal.
Syarat batal pada asasnya selalu
berlaku surut, yaitu sejak perikatan
itu dilahirkan. Perikatan yang batal
dipulihkan dalam keadaan semula
seolah-olah tidak pernah terjadi
perikatan.
j. Lampau Waktu (kedaluarsa)
Menurut ketentuan pasal 1956 BW,
lampau waktu adalah alat untuk
memperoleh sesuatu (acquissitieve
verjaring) atau untuk dibebaskan
dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan
atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang (extintieve
verjaring).
F. Macam-Macam Perikatan.
Di dalam ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
dijelaskan mengenai perikatan,
“Perikatan bersyarat, perikatan yang
digantungkan pada suatu ketetapan
waktu, perikatan yang membolehkan
memilih, perikatan tanggung-
menanggung, Perikatan yang dapat
dibagi dan perikatan yang tidak dapat
dibagi dan Perikatan dengan
penetapan hukuman”. Penjelasannya
adalah sebagai berikut :
1. Perikatan Bersyarat
(voorwaardelijk), adalah suatu
perikatan yang digantungkan pada
suatu kejadian di kemudian hari,
yang masi belum tentu akan atau
tidak akan terjadi. Oleh undang-
undang di tetapkan, bahwa
perjanjian sejak semula telah batal
(nietig), jika ia mengandung suatu
ikatan yang di gantungkan pada
suatu syarat yang mengharuskan
suatu pihak untuk melakukan
suatu perbuatan yang sama sekali
tidak bisa untuk dilaksanakan atau
yang bertentangan dengan undang-
undang.
2. Perikatan yang digantungkan pada
suatu ketetapan waktu
(tijdsbepaling), perbedaan antara
suatu syarat dengan suatu
ketetapan waktu adalah, yang
pertama berupa suatu kejadian
atau peristiwa yang belum tentu
atau tidak akan terlaksana,
sedangkan yang kedua adalah
suatu hal yang pasti akan datang,
meskipun belum tentu mungkin
kapan datangnya.
3. Perikatan yang membolehkan
memilih (alternatief), adalah suatu
perikayan, dimana terdapat dua
atau lebih macam prestasi,
sedangkan kepada si berhutang
diserahkan yang mana yang akan
ia lakukan.
4. Perikatan tanggung-menanggung
(hoofdelijk atau solidair), adalah
suatu perikatan dimana beberapa
orang bersama-sama sebagai pihak
yang berhutang berhadapan
dengan satu orang yang
menghutangkan, atau sebaliknya
beberapa orang bersama-sama
berhak menagih suatu piutang.
5. Perikatan yang dapat dibagi dan
perikatan yang tidak dapat dibagi,
suatu perikatan dapat di bagi atau
tidak, tergantung pada
kemuingkinan tidaknya membagi
prestasi. Pada hakekatnya
tergantung pula pada kehendak
atau maksud kedua belah pihak
yang membuat suatu perjanjian.
46
6. Perikatan dengan penetapan
hukuman (strafbeding), untuk
mencegah jangan sampai si
berhutang dengan mudah begitu
saja melalaikan kewajibannya,
dalam praktek banyak di pakai
perjanjian di mana si berhutang di
kenakan suatu hukuman, apabila ia
tidak menepati kewajibannya,
hukuman ini biasanya di tetapkan
dalam suatu jumlah uang tertentu
yang sebenarnya merupakan suatu
pembayaran kerugian yang sejak
semula sudah di tetapkan sendiri
oleh para pihak yang membuat
perjanjian itu.
G. Hubungan antara Perikatan dan
Perjanjian.
Suatu perikatan adalah suatu
perhubungan hukum antara dua orang
atau dua pihak, berdasarkan mana
pihak yangsatu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak yang lain, dan
pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu. Pihak yang
berhak menuntut sesuatu, dinamakan
kreditur atau si berhutang, sedangkan
pihak yang berkewajiban memenuhi
tuntutan dinamakan debitur atau si
berhutang.
Perhubungan antara dua orang
atau dua pihak tersebut adalah suatu
perhubungan hukum yang berarti
bahwa hak si berpiutang itu dijamin
oleh hukum atau undang-undang.
Apabila tuntutan tersebut tidak
dapatdipenuhi secara sukarela, si
berpiutang dapat menuntutnya di
depan hakim. Perjanjian tersebut
menimbulkan suatu perikatan antara
dua orang yang membuatnya. dalam
bentuknya perjanjian itu berupa suatu
rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis.
Dengan demikian, “hubungan
antara perikatan dan perjanjian adalah
bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan, perjanjian adalah sumber
perikatan, di samping sumber-sumber
lain”. Suatu perjanjian juga
dinamakan persetujuan, karena dua
pihak tersebut setuju untuk melakukan
sesuatu. Perjanjian merupakan sumber
terpenting yang melahirkan perikatan.
Memang perikatan paling banyak
diterbitkan oleh suatu perjanjian,
tetapi ada juga sumber-sumber lain
yang melahirkan perikatan dan
sumber-sumber lain tersebut tercakup
dengan nama undang-undang. Jadi,
perikatan yang lahir dari perjanjian
dan ada perikatan yang lahir dari
undang-undang.
H. Legalitas Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS).
Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial dengan UU
No. 24 Tahun 2011. BPJS Kesehatan
adalah badan hukum yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program
jaminan kesehatan. Jaminan
Kesehatan adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
yang diberikan kepada setiap orang
yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah.
Setelah resmi menjadi undang-
undang, 4 bulan berselang UU Sistem
Jaminan Sosial Nasional kembali
terusik. Pada bulan Januari 2005,
kebijakan tersebut mengantar
beberapa daerah ke MK untuk
menguji UU SJSN tersebut terhadap
UUD Negara RI Tahun
1945. “Penetapan 4 BUMN sebagai
BPJS dipahami sebagai monopoli dan
menutup kesempatan daerah untuk
menyelenggarakan jaminan sosial,
namun MK menganulir ketentuan
Pasal 5 yang mengatur penetapan 4
47
BUMN dan memberi peluang bagi
daerah”.
Putusan MK semakin
memperumit penyelenggaraan
jaminan sosial di masa transisi.
Pembangunan kelembagaan SJSN
yang semula diatur dalam satu paket
peraturan dalam UU SJSN, kini harus
diatur dengan UU BPJS. Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pun
akhirnya baru terbentuk. Pemerintah
secara resmi membentuk DJSN lewat
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor
110 tahun 2008 tentang pengangkatan
anggota DJSN tertanggal 24
September 2008.
Pembahasan RUU BPJS
berjalan alot. Tim Kerja Menko Kesra
dan Tim Kerja Meneg BUMN, yang
notabene keduanya adalah Pembantu
Presiden, tidak mencapai titik temu.
RUU BPJS tidak selesai dirumuskan
hingga tenggat peralihan UU SJSN
pada 19 Oktober 2009
terlewati. Seluruh perhatian tercurah
pada RUU BPJS sehingga perintah
dari 21 pasal yang mendelegasikan
peraturan pelaksanaan
terabaikan. Hasilnya,
penyelenggaraan jaminan sosial
Indonesia gagal menaati semua
ketentuan UU SJSN yaitu 5 tahun.
Tahun berganti DPR mengambil alih
perancangan RUU BPJS pada tahun
2010. Perdebatan konsep BPJS
kembali mencuat ke permukaan sejak
DPR mengajukan RUU BPJS inisiatif
DPR kepada Pemerintah pada bulan
Juli 2010. Bahkan area perdebatan
bertambah, selain bentuk badan
hukum, Pemerintah dan DPR tengah
berseteru menentukan siapa BPJS dan
berapa jumlah BPJS. Dikotomi BPJS
multi dan BPJS tunggal tengah
diperdebatkan dengan sengit.
Pro dan kontra keberadaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) akhirnya berakhir pada 29
Oktober 2011, ketika DPR RI sepakat
dan kemudian mengesahkannya
menjadi Undang-Undang. Setelah
melalui proses panjang yang
melelahkan mulai dari puluhan kali
rapat di mana setidaknya dilakukan
tak kurang dari 50 kali pertemuan di
tingkat Pansus, Panja, hingga proses
formal lainnya. Sementara di kalangan
operator hal serupa dilakukan di
lingkup empat BUMN penyelenggara
program jaminan sosial meliputi PT
Jamsostek, PT Taspen, Asabri, dan PT
Askes.
Walaupun bukan sesuatu yang
mudah, namun keberadaan BPJS
mutlak ada sebagai implementasi
Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), yang bahkan
semestinya telah dapat
dioperasionalkan sejak 9 Oktober
2009 dua tahun lampau. Perjalanan tak
selesai sampai disahkannya BPJS
menjadi UU formal, jalan terjal nan
berliku menanti di depan. Segudang
pekerjaan rumah menunggu untuk
diselesaikan demi terpenuhinya hak
rakyat atas jaminan sosial. Sebuah
kajian menyebutkan bahwa saat ini,
berdasarkan data yang dihimpun oleh
DPR RI dari keempat Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang berstatus
badan hukumnya adalah Persero
tersebut, hanya terdapat sekitar 50 juta
orang di Indonesia ini dilayani oleh
Jaminan Sosial yang diselenggarakan
oleh 4 BUMN penyelenggara jaminan
sosial.
Perubahan dari 4 PT (Persero)
yang selama ini menyelenggarakan
program jaminan sosial menjadi 2
BPJS sudah menjadi perintah Undang-
Undang, karena itu harus
dilaksanakan. Perubahan yang multi
dimensi tersebut harus dipersiapkan
dengan sebaik-baiknya agar berjalan
sesuai dengan ketentuan UU
BPJS.Pasal 60 ayat (1) UU BPJS
menentukan BPJS Kesehatan mulai
beroperasi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan pada
48
tanggal 1 Januari 2014. Kemudian
Pasal 62 ayat (1) UU BPJS
menentukan PT Jamsostek (Persero)
berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan pada tanggal 1
Januari 2014 BPJS Ketenagakerjaan
dan menurut Pasal 64 UU BPJS mulai
beroperasi paling lambat tanggal 1 Juli
2015.
Pada saat mulai berlakunya
UU BPJS, Dewan Komisaris dan
Direksi PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) ditugasi oleh UU
BPJS untuk menyiapkan berbagai hal
yang diperlukan untuk berjalannya
proses tranformasi atau perubahan dari
Persero menjadi BPJS dengan status
badan hukum publik. Perubahan
tersebut mencakup struktur,
mekanisme kerja dan juga kultur
kelembagaan.Mengubah struktur,
mekanisme kerja dan kultur
kelembagaan yang lama, yang sudah
mengakar dan dirasakan nyaman,
sering menjadi kendala bagi
penerimaan struktur, mekanisme kerja
dan kultur kelembagaan yang baru,
meskipun hal tersebut ditentukan
dalam Undang-Undang.
Untuk itu diperlukan
komitmen yang kuat dari kedua
BUMN ini, BUMN yang dipercaya
mengemban tugas menyiapkan
perubahan tersebut. “Sebagai
professional tentu mereka paham
bagaimana caranya mengatasi
berbagai persoalan yang timbul dalam
proses perubahan tersebut, dan
bagaimana harus bertindak pada
waktu yang tepat untuk membuat
perubahan berjalan tertib efektif,
efisien dan lancar sesuai dengan
rencana”. Tahun 2012 merupakan
tahun untuk mempersiapkan
perubahan yang ditentukan dalam UU
BPJS. Perubahan yang dipersiapkan
dengan cermat, fokus pada hasil dan
berorientasi pada proses implementasi
Peraturan Perundang-undangan secara
taat asas dan didukung oleh pemangku
kepentingan, akan membuat
perubahan BPJS memberi harapan
yang lebih baik untuk pemenuhan hak
konstitusional setiap orang atas
jaminan sosial.
I. Hak dan Kewajiban Peserta
Mandiri.
Hak adalah kekuasaan
seseorang untuk melakukan sesuatu
untuk melakukan sesuatu yang telah
itentukan oleh undang-undang.
misalnya, hak mendapat pendidikan
dasar, hak mendapat rasa aman.
Sedangkan kewajiban adalah sesuatu
yang harus dikerjakan. misalnya,
wajib mematuhi rambu-rambu
lalulintas dan wajib membayar pajak.
orang yang mendiami wilayah suatu
negara, bisa jadi warga negara tersebut
atau warga negara asing. Di Indonesia,
misalnya, penduduk yang tinggal di
wilayah Indonesia bisa warga negara
Indonesia atau warga negara asing
yang memiliki kepentingan di
Indonesia. Namun, mereka bukanlah
warga negara Indonesia. Jadi, tidak
semua orang yang tinggal di wilayah
suatu negara adalah warga negara
tersebut. tentu saja warga negara
Indonesia dan warga negara asing
memiliki hak dan kewajiban yang
berbeda.
Kewajiban merupakan hal
yang harus dikerjakan atau
dilaksanankan. Jika tidak
dilaksanankan dapat mendatangkan
sanksi bagi yang melanggarnya.
“Sedangkan hak adalah kekuasaan
untuk melakukan sesuatu. Namun,
kekuasaan tersebut dibatasi oleh
undang-undang. Pembatasan ini harus
dilakukan agar pelaksanaan hak
seseorang tidak sampai melanggar hak
orang lain. Jadi pelaksanaan hak dan
kewajiban haruslah seimbang”.
Dengan hak yang dimilikinya,
seseorang dapat mewujudkan apa
yang menjadi keinginan dan
kepentingannya. Sebagai warga
49
Negara, kita memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan. Dengan
pendidikan, kita akan mewujudkan
cita-cita kita. Antara hak dan
kewajiban harus berjalan seimbang.
“Artinya, kita tidak boleh terus
menuntut hak tanpa memenuhi
kewajiban. Sebaliknya, negara juga
tidak boleh berlaku sewenang-wenang
dengan menuntut warga negara
menjalankan kewajibannya tanpa
pernah memenuhi hak-hak mereka”.
Dari paparan singkat mengenai
definisi hak dan kewajiban di atas,
dapat dikaitkan dengan hak dan
kewajiban antara peserta mandiri
BPJS Kesehatan dengan pihak BPJS
Kesehatan, “Erni Susanti menjelaskan
bahwa :
a. Hak Peserta
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai
bukti sah untuk memperoleh pelayanan
kesehatan;
2. Memperoleh manfaat dan informasi
tentang hak dan kewajiban;
3. Memeperoleh prosedur pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan di
fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan;
5. Menyampaikan keluhan/pengaduan,
kritik dan saran secara lisan atau tertulis
ke Kantor BPJS Kesehatan;
b. Kewajiban Peserta
1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta
serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
2. Melaporkan perubahan data peserta,
baik karena pernikahan, perceraian,
kematian, kelahiran, pindah alamat
atau pindah fasilitas kesehatan tingkat
I;
3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak
rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh
orang yang tidak berhak;
4. Mentaati semua ketentuan dan tata
cara pelayanan kesehatan”.
J. Hak dan Kewajiban Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan.
UU BPJS menentukan bahwa
BPJS Kesehatan berfungsi
menyelenggarakan program jaminan
kesehatan. “Jaminan kesehatan
diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial
dan prinsip ekuitas, dengan tujuan
menjamin peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan kebutuhan dasar
kesehatan”.UU BPJS menentukan
bahwa dalam melaksanakan
kewenangannya, BPJS berhak:
1. memperoleh dana operasional
untuk penyelenggaraan program
yang bersumber dari Dana Jaminan
Sosial dan/atau sumber lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. memperoleh hasil monitoring dan
evaluasi penyelenggaraan program
jaminan sosial dari DJSN.
Selain memiliki hak tersebut di
atas, berdasarkan UU BPJS
menentukan bahwa untuk
melaksanakan tugasnya, BPJS
memiliki kewajiban untuk :
1. memberikan nomor identitas
tunggal kepada peserta. Yang
dimaksud dengan nomor identitas
tunggal adalah nomor yang
diberikan secara khusus oleh BPJS
kepada setiap peserta untuk
menjamin tertib administrasi atas
hak dan kewajiban setiap peserta.
2. Nomor identitas tunggal berlaku
untuk semua program jaminan
sosial;mengembangkan aset Dana
Jaminan Sosial dan aset BPJS
untuk sebesar-besarnya
kepentingan peserta;
3. memberikan informasi melalui
media massa cetak dan elektronik
mengenai kinerja, kondisi
keuangan, serta kekayaan dan hasil
pengembangannya. Informasi
mengenai kinerja dan kondisi
50
keuangan BPJS mencakup
informasi mengenai jumlah aset
dan liabilitas, penerimaan, dan
pengeluaran untuk setiap Dana
Jaminan Sosial, dan/atau jumlah
aset dan liabilitas, penerimaan dan
pengeluaran BPJS;
4. memberikan manfaat kepada
seluruh peserta sesuai dengan UU
SJSN;
5. memberikan informasi kepada
peserta mengenai hak dan
kewajiban untuk mengikuti
ketentuan yang berlaku;
6. memberikan informasi kepada
peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi
kewajiban;
7. memberikan informasi kepada
peserta mengenai saldo Jaminan
Hari Tua (JHT) dan
pengembangannya 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun;
8. memberikan informasi kepada
peserta mengenai besar hak
pensiun 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun;
membentuk cadangan teknis sesuai dengan
standar praktik aktuaria yang lazim dan
berlaku umum;
Hasil Estimasi dari Analisis Regresi
Pelayanan kesehatan merupakan
sebuah konsep yang digunakan dalam
memberikan layanan kesehatan
masyarakat. Upaya yang diselenggarakan
oleh suatu organisasi ini bertujuan untuk
memlihara dan meningkatkan kesehatan
masyarakat, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga ataupun semua masyarakat. “Di
Indonesia, layanan kesehatan dapat
dibedakan banyak hal, salah satunya
pelayanan kesehatan masyarakat oleh
suatu lembaga atau organisasi yang
bekerja melalui system persiapan diri guna
menghadapi masalah kesehatan yang tak
terduga. Lembaga ini sering disebut
sebagai asuransi kesehatan”.
Asuransi kesehatan merupakan suatu
produk dari penyelenggara jaminan
kesehatan yang secara khusus berfungsi
untuk menyiapkan biaya kesehatan seperti
biaya rawat, biaya obat, dan biaya jasa
dokter. Asuransi kesehatan sebagai
jaminan kesehatan ini banyak ditawarkan
oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak
di bidang jasa, sehingga dapat membantu
memberikan solusi untuk menyelesaikan
permasalahan biaya kesehatan yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Seiring dengan tujuan pemerintah
Indonesia untuk memberikan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia, telah terbentuk badan
penyelenggaraan jaminan sosial bagi
masyarakat nasional untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan yang layak diberikan
bagi rakyat Indonesia.
Berbagai keuntungan yang akan
didapat oleh masyarakat yang melalui
asuransi kesehatan diantaranya
menyiapkan ketidakpastian menjadi solusi
yang pasti dan terencana. Peristiwa tidak
pasti merujuk pada penyakit bahwa
seseorang mempunyai peluang sama untuk
terkena penyakit yang datangnya tidak
direncanakan. Selain itu, asuransi dapat
membantu masyarakat social untuk
mempersiapkan biaya yang tidak sedikit
dengan membayar iuran tiap bulan serta
mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat.
Dengan adanya suransi kesehatan maka
jaminan biaya kesehatan ketika seseorang
dinyatakan sakit berdasarkan diagnosis
dokter maka semua tanggungan akan
diberikan kepada perusahaan atau lembaga
asuransi kesehatan dengan ketentuan dan
peraturan yang telah disepakati oleh pihak
mengguna asuransi dengan lembaga
asuransi itu sendiri.
Asuransi kesehatan yang dikelola
oleh suatu lembaga bukan pemerintah atau
suatu perusahaan umumnya akan
memberikan penawaran dengan syarat kita
mebayar iuran tiap bulanya sesuai standar
perusahaan tersebut. Dengan demikian,
masyarakat dengan tingkat ekonomi
menengah dan tingkat ekonomi kebawah
51
tentu akan menghadapi kesulitan untuk
mendapatkan asuransi kesehatan tersebut,
tetapi pemerintah Indonesia tentu telah
mempersiapkan jaminan kesehatan kepada
golongan masyarakat tersebut disebut
jamkesmas (jaminan kesehatan
masyarakat). Selain itu, ada juga KJS
(kartu Jakarta sehat) untuk wilayah khusus
ibu kota. Hal ini akan menjadi kesenjangan
dan pembeda yang kuat antar golongan
ekonomi yang ada di Indonesia, termasuk
dalam hal pelayanan di lembaga kesehatan
meliputi rumah sakit, puskesmas, klinik
dan masih banyak lagi. “Solusi yang
dioperasikan oleh pemerintah mulai awal
tahuh 2015 yaitu digalakan BPJS
kesehatan (Badan penyelenggara jaminan
sosial kesehatan) yang nantinya akan
digalakan menyeluruh kepada
kesejahteraan masyarakat nasional”.
Pentingnya asuransi kesehatan
mengindikasikan semakin majunya
peradaban manusia di jaman modern ini
dengan mempersiapkan diri baik mental
maupun financial untuk menghadapi
masalah kesehatan. Penggunaan seluruh
biaya kesehatan yang semakin modern
tentu membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Penggunaan alat-alat dan bahan
yang canggih memberi umpan positif guna
mencegah durasi penyakit dan
mempermudah dalam proses
penyembuhan penyakit. Begitu pula
dengan Negara-negara lain yang sudah
lebih dahulu menerapkan layanan asuransi
kesehatan, kesehatan yang layak mereka
dapatkan dengan mudah dan maksimal,
namun kendala adanya potongan gaji
sangat tinggi walaupun sebagian dibiayai
dari tenaga kerja dan pemberi kerja. Meski
demikian, pelayanan kesehatan yang layak
tetap dapat dirasakan puas oleh pemegang
asuransi kesehatan.
“Sedia payung sebelum hujan,
bagai peribahasa yang sangat cocok dan
memudahkan penjelasan kepada
masyarakat yang masih awam dengan
istilah dan kegunaan asuransi kesehatan,
karena jelas sekali manfaat yang didapat
oleh masyarakat jika seluruh masyarakat
menggunakan jasa asuransi kesehatan”.
Ditambah dengan pemerintah yang telah
mendukung adanya asuransi kesehatan
nasional, hal itu dimaksudkan untuk
memudahkan masyarakat Indonesia yang
rentan terkena penyakit serius dan tidak
sanggup membiayai proses penyembuhan
secara maksimal dan tidak memberatkan.
Sedia payung untuk menghadapi turunya
hujan yang diindikasikan dengan gejala
yang begitu cepat seperti mendung. Sama
halnya dengan penyakit yang mungkin
sudah menunjukan gejala, tetapi tetap saja
penanganan segera sangat diperlukan
supaya penyakit tidak semakin parah. Jika
masyarakat belum menggunakan asuransi
kesehatan kemungkinan banyak
kendalanya seperti harus terlebih dahulu
mengurus biaya administrasi baru
kemudian pasien dapat dirawat.
“Berbeda dengan orang yang telah
memiliki asuransi, maka penanganan
segera dilakukan oleh lembaga kesehatan
dengan alasan telah ada yang menjamin
segala biaya untuk perawatan”. Dewasa
ini, bukan hanya perawatan inap saja yang
dapat menggunakan asuransi kesehatan,
tetapi juga rawat jalan dan pengobatan
dapat ditanggung oleh lembaga asuransi
kesehatan. Cara berpikir jangka panjang
melalui asuransi kesehatan, resiko sakit
yang tak terduga termasuk di dalamnya
resiko sakit berat maupun ringan akan
mendapatkan perawatan demi terbentuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Negara Indonesia yang merupakan
negara berkembang, memiliki porsi yang
cukup besar terkait jumlah penduduk
dengan tingkat ekonomi menengah hingga
ekonomi dibawah. Golongan ekonomi atas
sudah barang tentu akan menyanggupi
syarat-syarat jika menggunakan asuransi
kesehatan, namun bagi mereka yang
bergolongan ekonomi menengah ke bawah
akan berpikir lagi untuk mencanangkan
diri masuk dalam sistem asuransi
kesehatan. Solusi yang ditawarkan
pemerintah pun sudah memadai untuk
menjangkau mereka yang berada di kelas
menengah ke bawah. Sehingga lebih baik
52
mendaftarkan diri menggunakan asuransi
kesehatan untuk tabungan biaya kesehatan
jangka panjang. Apalagi mereka yang
rawan terkena penyakit berat seperti
jantung, gagal ginjal, kista, kanker otak,
dan lain-lain, akan lebih mudah untuk
mempersiapkan dari awal biaya untuk
pelayanan kesehatan. Pemerintah telah
menyiapkan jaminan kesehatan
masyarakat seperti diatur dalam PP No.
101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan
Iuran Jaminan Kesehatan bagi sekitar 86
juta jiwa masyarakat golongan ekonomi
bawah. Secara tidak lagsung, sistem
asuransi kesehatan telah diberlakukan
untuk masyarakat Indonesia guna
menyiapkan biaya jangka panjang untuk
perawatan kesehatan bagi seseorang dan
keluarganya.
Ada juga yang berpendapat ketika
menggunakan asuransi kesehatan nasional
akan mendapatkan pelayanana yang tidak
maksimal, antri untuk pendaftaran yang
mengular dan lain sebagainya. Seharusnya
pemerintah sudah menyusun strategi untuk
menyelesaikan masalah tersebut, seperti
mewajibkan lembaga kesehatan seperti
rumah sakit nasional maupun swasta,
klinik-klinik, puskesmas untuk bekerja
sama dengan badan layanan asuransi
kesehatan guna memberikan servis
customer yang layak dan cepat kepada
pasien. “Dengan adanya kerjasama seperi
itu maka akan mendapat banyak
keuntungan selain dapar memaksimalkan
pelayanan kesehatan, lowongan pekerjaan
bagi lulusan kesehatan juga terbuka lebar,
bayak rumah sakit, puskesmas, klinik dll
dapat beroperasi aktif tiap harinya”.
Hak tingkat hidup yang memadai
untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya merupakan hak asasi
manusia dan diakui oleh segenap bangsa-
bangsa di dunia, termasuk Indonesia.
Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948
tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat
(1) Deklarasi tersebut menyatakan bahwa
setiap orang berhak atas derajat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya dan keluarganya
termasuk hak atas pangan, pakaian,
perumahan dan perawatan kesehatan serta
pelayanan sosial yang diperlukan dan
berhak atas jaminan pada saat
menganggur, menderita sakit, cacat,
menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut
atau keadaan lainnya yang mengakibatkan
kekurangan nafkah, yang berada di luar
kekuasaannya.
Di Indonesia, falsafah dan dasar
negara Pancasila terutama sila ke-5 juga
mengakui hak asasi warga atas kesehatan.
Hak ini juga termaktub dalam UUD 1945
pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam
UU No. 23/1992 yang tentang Kesehatan
yang kemudian diganti dengan UU
36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU
36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dan memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang
juga mempunyai kewajiban turut serta
dalam program jaminan kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen
global dan konstitusi di atas, pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan
jaminan kesehatan masyarakat melalui
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi
kesehatan perorangan. “Usaha ke arah itu
sesungguhnya telah dirintis pemerintah
dengan menyelenggarakan beberapa
bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan,
diantaranya adalah melalui PT. Askes
(Persero) dan PT. Jamsostek (Persero)
yang melayani antara lain pegawai negeri
sipil, penerima pensiun, veteran, dan
pegawai swasta”. Untuk masyarakat
miskin dan tidak mampu, pemerintah
memberikan jaminan melalui skema
Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan
Daerah (Jamkesda). Namun demikian,
skema-skema tersebut masih
terfragmentasi, terbagi-bagi. Biaya
kesehatan dan mutu pelayanan menjadi
sulit terkendali.
53
Kesehatan merupakan sebuah
kondisi maksimal, baik dari fisik, mental
dan sosial sehingga dapat melakukan suatu
aktifitas yang menghasilkan sesuatu.
Kondisi tubuh yang sehat pada manusia
dapat kita lihat dari kebugaran tubuh.
Dalam sebuah lingkungan masyarakat
terkadang mengalami beberapa masalah
kesehatan, baik yang muda, tua, wanita
maupun pria. Kesehatan dapat diartikan
sebuah investasi penting untuk mendukung
pembangunan ekonomi serta memiliki
peran penting dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan kesehatan harus dipandang
sebagai suatu investasi untuk
meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Dalam pengukuran Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan
adalah salah satu komponen utama selain
pendidikan dan pendapatan dalam UU
Nomor 23 tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan ditetapkan bahwa
“Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi”.
Kondisi umum kesehatan seperti
dijelaskan di atas dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku,
dan pelayanan kesehatan. Sementara itu
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain ketersediaan
dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan,
obat dan perbekalan kesehatan, tenaga
kesehatan, pembiayaan dan manajemen
kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan
dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat
dengan Puskesmas Pembantu dan
Puskesmas keliling, telah didirikan di
hampir seluruh wilayah Indonesia. Saat
ini, jumlah Puskesmas di seluruh
Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas
Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas
keliling 6.132 unit.
Dalam hal tenaga kesehatan,
Indonesia mengalami kekurangan pada
hampir semua jenis tenaga kesehatan yang
diperlukan. Permasalahan besar tentang
SDM adalah inefisiensi dan inefektivita
dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Dan dalam aspek manajemen
pembangunan kesehatan, dengan
diterapkannya desentralisasi kesehatan,
permasalahan yang dihadapi adalah
kurangnya sinkronisasi kegiatan antara
Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas
SDM daerah terutama dalam perencanaan,
peningkatan sistem informasi, terbatasnya
pemahaman terhadap peraturan
perundangan serta struktur organisasi
kesehatan yang tidak konsisten.
Masalah kesehatan tidak hanya
ditandai dengan keberadaan penyakit,
tetapi gangguan kesehatan yang ditandai
dengan adanya perasaan terganggu fisik,
mental dan spiritual. Gangguan pada
lingkungan juga merupakan masalah
kesehatan karena dapat memberikan
gangguan kesehatan atau sakit. Di negara
kita mereka yang mempunyai penyakit
diperkirakan 15% sedangkan yang merasa
sehat atau tidak sakit adalah selebihnya
atau 85%. Selama ini nampak bahwa
perhatian yang lebih besar ditujukan
kepada mereka yang sakit. Sedangkan
mereka yang berada di antara sehat dan
sakit tidak banyak mendapat upaya
promosi. Untuk itu, dalam penyusunan
prioritas anggaran, peletakan perhatian dan
biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan
kepada 85% masyarakat sehat yang perlu
mendapatkan upaya promosi kesehatan.
Ada dua alasan pemerintah
mengikutsertakan masyarakat miskin
dalam jaminan kesehatan nasional. “Yang
pertama, hal ini memenuhi hak konstitusi.
Yang kedua, untuk kebijakan kesehatan
nasional, penting untuk memastikan
kesehatan masyarakat miskin”. Kalau kita
lihat faktor-faktor yang membuat indikator
kesehatan Indonesia buruk itu adalah
masyarakat miskinnya. Kontribusi
masyarakat miskin yang berada di 20%
terendah pada indikator kesehatan nasional
Indonesia itu tiga sampai empat kali
dibanding masyarakat non-miskin. Kalau
kita ingin cepat meningkatkan angka
nasional kita yang buruk, yang kita perlu
54
naikkan adalah aksesibilitas kesehatan
kesehatan bagi masyarakat miskin agar
jumlah mereka yang berkontribusi tiga
sampai empat kali itu akan cepat turun.
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah saya lakukan di Desa Kauman
Kecamatan Bojonegoro Kabupaten
Bojonegoro, bahwa jumlah peserta mandiri
yang mengikuti program BPJS Kesehatan
adalah sebanyak 130 orang, terbilang
jumlah tersebut sangat kecil dikarenakan
jumlah penduduk di Desa Kauman
mencapai jumlah lebih dari 3000 jiwa,
penting untuk memberikan pemahaman
secara lebih terhadap seluruh masyarakat
akan pentingnya keikutsertaan penjaminan
kesehatan. Oleh sebab itu maka dengan
jumlah peserta BPJS Kesehatan di Desa
Kauman yang diketahui sedemikian
jumlahnya, maka saya menerapkan
prosentase sebesar 10% untuk mengambil
sampel di antara para peserta pihak BPJS
Kesehatan di Desa Kauman, jumlah
peserta yang saya data adalah sebanyak 13
orang.
Berkaitan dengan daftar kuesioner
yang telah saya lakukan dengan jumlah
responden tersebut, dapat saya
klasifikasikan mengenai pengetahuan
mereka mengenai BPJS Kesehatan yaitu
diketahui bahwa pada dasarnya
sepengetahuan mereka mengenai definisi
dari pada BPJS Kesehatan adalah badan
atau instansi milik pemerintah yang
berjalan di bidang jaminan atau dalam
artian jaminan kesehatan untuk seluruh
masyarakat. Oleh sebab itu, masih banyak
masyarakat yang belum faham definisi
secara definitif mengenai BPJS Kesehatan.
Namun secara umum mereka memahami
bahwa BPJS Kesehatan bergerak di bidang
jaminan kesehatan. Selain itu terdapat
beberapa ketentuan yang menjadi alasan
atau faktor yang melatarbelakangi peserta
mandiri tersebut mengikuti program BPJS
Kesehatan, di antaranya adalah : N
No.
Jumlah
Responde
n
Premi Alasan
1
.
9 orang Rp.
42.500,
Menghindari
masalah biaya
/ bulan pengobatan,
kendala
mengenai
permasalahan
biaya merupakan
hal mendasar
yang dihadapi
oleh setiap orang,
oleh sebab itu
alternatif terbaik
dengan mengikuti
program BPJS
Kesehatan yang
merupakan
program asuransi
kesehatan untuk
diri pribadi.
artinya bahwa
pada dasarnya
masyarakat
memiliki asumsi
bahwa ketika
seseorang
mengalami
keadaan sakit
pasti
permasalahan
mendasar yang
dihadapi adalah
masalah biaya
yang harus
dipersiapkan.
Oleh karena
alasan biaya
tersebut
masyarakat lebih
memilih
mengikuti
program BPJS
Kesehatan agar
dalam
pengobatan dan
perawatan ketika
terjadi keadaan
sakit dapat
meminimalisir
pengeluaran
biaya, karena jika
sudah mengikuti
program BPJS
sudah pasti akan
terhindar dari
pembiayaan.
2
.
2 orang Rp.
59.000,
-
Mereka tidak
memiliki kartu
jaminan
kesehatan
masyarakat
nasional atau
jaminan
kesehatan
masyarakat
daerah, di mana
untuk program
Jamkesmas
merupakan
program
55
pemerintah yang
terakhir
pembuatannya
pada tahun 2013,
sedangkan untuk
program
Jamkesda
merupakan
program
kesehatan daerah,
artinya bahwa
mereka yang
tidak
mendapatkan
kedua program
pemerintah di
atas tergolong ke
dalam
masyarakat yang
mampu. Mereka
beranggapan
untuk melakukan
tindakan
persiapan untuk
mengantisipasi
apabila terjadinya
keadaan sakit.
Maka dengan
tidak dimilikinya
program dari
pemerintah
berupa
Jamkesmas atau
Jamkesda
tersebut, mereka
lebih memilih
untuk lebih baik
mendaftarkan diri
sebagai anggota
BPJS Kesehatan.
3
.
2 orang Rp.
25.500,
- & Rp.
42.
500,-
Pada hakekatnya,
seseorang tidak
memiliki niat
atau keinginan
untuk berada
pada keadaan
sakit, akan tetapi
alasan dari pada
masyarakat
tersebut adalah
seseorang beserta
anggota keluarga
yang lain tengah
atau sudah
mengalami
keadaan sakit dan
memerlukan
program
perawatan
kesehatan yang
baik. Menjadi
keanggotaan
peserta mandiri
dalam hal ini
merupakan
bentuk represif
yang dilakukan
oleh orang yang
bersangkutan
untuk kembali
lagi mencapai
suatu keadaan
yang sehat lagi,
dan tidak perlu
bersusah payah
mencari rumah
sakit atau tempat
berobat, karena
mereka tinggal
merujuk ke
fasilitas
kesehatan yang
tercantum di
dalam kartu
keanggotaan
BPJS Kesehatan.
mencoba
menerapkan
tindakan
preventif yang
bertujuan ingin
berjaga-jaga dan
terus selalu ingin
berada dalam
keadaan menjaga
kestabilan
kesehatan.
Artinya mereka
beranggapan
untuk selalu
memelihara
kesehatan dengan
baik dan ketika
seseorang
tersebut
mengalami
keadaan sakit,
maka upaya
untuk melakukan
proses
penyembuhan
akan lebih tertata
dan efektif dalam
proses
penyembuhannya
.
Berdasarkan hasil dari tanya jawab
dengan berbagai pertanyaan seputar BPJS
Kesehatan yang saya lakukan di desa
Kauman di atas, dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya dari keseluruhan jumlah
responden tersebut, dapat dikatakan
mengenai antusias keikutsertaan
masyarakat terbilang masih cukup rendah
jika dibandingkan dengan jumlah
masyarakat yang mencapai ribuan. Selain
itu pada hakekatnya tujuan dari setiap
orang tidak lain adalah untuk
56
mengantisipasi apabila berada pada
keadaan yang sakit, sehingga akan mudah
untuk menjalankan proses pengobatan,
sehingga menjadikan hal tersebut hemat
secara biaya.
B. Keuntungan Timbal Balik baik
untuk Pihak Peserta Mandiri dan
untuk Pihak Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan.
Keuntungan yang didapat dari
asuransi bpjs memang belum banyak
diketahui oleh masyarakat umum. Hal ini
dikarenakan program ini baru berjalan satu
tahun. Program ini diselenggarakan oleh
BPJS berdasarkan program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) sebagai
realisasi UU No. 40 Tahun 2014 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
berlaku sejak 1 Januari 2014 lalu. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
(BPJS) sebagai badan pemerintah yang
menangani di bidang pelayanan dan
jaminan sosial ini, tentunya akan sangat
membantu masyarakat di seluruh
Indonesia untuk mendapatkan jaminan
pelayanan kesehatan yang memadai,
murah, dan tentunya tidak membebankan
masyarakat pada semua kelas.
Program Jaminan Kesehatan yang
diselenggarakan oleh BPJS tentunya akan
memberikan manfaat yang sangat besar,
karena melalui program ini, masyarakat
akan mendapatkan pelayanan, pengobatan,
dan pencegahan. Sedangkan peserta dari
program jaminan kesehatan ini pada
dasarnya adalah setiap orang, baik
karyawan swasta, buruh, pengusaha, dan
bahkan orang asing yang telah tinggal di
Indonesia selama enam bulan dan telah
membayar iuran untuk program ini.
adapun sistem pembayaran iuran program
jaminan kesehatan ini bersifat gotong
royong, sehingga dengan sistem ini,
diharapkan biaya tersebut tidak
memberatkan masyarakat. Sedang jika
Anda masyarakat yang tidak sanggup
membayarkan iuran, maka akan
ditanggung oleh pemerintah. Pemberian
program ini dapat diberikan kepada setiap
perusahaan untuk para karyawan beserta
seluruh keluarganya.
Adapun manfaat dari program ini
ialah sifatnya menyeluruh, artinya setiap
warga Indonesia berhak mendapatkan
pelayan dan jaminan kesehatan secara
komprehensif dengan mencangkup secara
promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Sementara itu biaya dari
jaminan atau asuransi ini sekiranya sangat
ringan, sehingga jumlah tersebut akan
mampu dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Adapun manfaat lain dari
program ini ialah prosedurnya tidak rumit,
yaitu dengan terlebih dahulu
memeriksakan permasalahan kesehatan ke
fasilitas kesehatan yang pertama seperti
puskesmas, klinik swasta yang bekerja
sama dengan BPJS. Satu hal yang paling
menguntungkan dari program ini ialah
pada lamanya jangka waktu berlakunya
asuransi, yaitu seumur hidup, artinya orang
akan mendapatkan asuransi kesehatan dari
sejak lahir hingga usianya lebih dari 55
tahun. Kelebihan lain dari asuransi
kesehatan dari BPJS ini, peserta dapat
berkonsultasi mengenai permasalahan
kesehatan kepada dokter spesialis
sekalipun dan bahkan rawat inap. “Oleh
karena itu kita sebagai masyarakat akan
menyadari banyaknya keuntungan yang
didapat dari asuransi bpjs 2014”.
Melalui program BPJS ini, maka
setiap warga negara bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan yang komprehensif
yang mencakup promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatife dengan biaya yang
ringan karena menggunakan sistem
asuransi dengan menjadi peserta program
BPJS dan JKN ini, pada saat berobat kita
hanya perlu mengikuti prosedur yang
ditetapkan dan menunjukan kartu
kepesertaan untuk mendapatkan layanan
kesehatan sesuai kebutuhan.Prosedur
dimaksud adalah, setiap peserta yang
membutuhkan pelayanan kesehatan harus
terlebih dahulu memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan tingkat pertama : seperti
puskesmas, klinik swasta, atau klinik TNI
&Polri yang bekerjasama dengan Badan
57
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan.
Pelayanan kesehatan dari fasilitas
kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah
sakit baru boleh di akses atas dasar rujukan
dari fasilitas kesehatan tingkat pertama,
kecuali kondisi darurat. “Pengabaian
terhadap prosedur ini maka pembiayaan
yang timbul tidak menjadi tanggungan
program Jaminan Kesehatan Nasional”.
Berdasarkan kesepakatan yang
tertuang di dalam perjanjian antara peserta
mandiri BPJS Kesehatan dengan pihak
BPJS Kesehatan sudah pasti akan muncul
beberapa keuntungan yang dihasilkan
dalam perjanjian tersebut, yang akan
diterima oleh baik pihak peserta mandiri
maupun pihak penyelenggara.
Secara umum, berdasarkan
ketentuan di dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) BPJS
Kesehatan memiliki beberapa manfaat, di
antaranya meliputi :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama,
yaitu pelayanan kesehatan non
spesialistik mencakup :
1. Administrasi pelayanan
2. Pelayanan promotif dan preventif
3. Pemeriksaan, pengobatan dan
konsultasi medis
4. Tindakan medis non spesialistik, baik
operatif maupun non operatif
5. Pelayanan obat dan bahan medis habis
paka
6. Transfusi darah sesuai kebutuhan
medis
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis
laboratorium tingkat pertama
8. Rawat inap tingkat pertama sesuai
indikasi
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat
lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan
mencakup :
1. Rawat jalan, meliputi :
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan
konsultasi spesialistik oleh
dokter spesialis dan sub spesialis
c. Tindakan medis spesialistik sesuai
dengan indikasi medis
d. Pelayanan obat dan bahan
medis habis pakai
e. Pelayanan alat kesehatan
implant
f. Pelayanan penunjang
diagnostic lanjutan sesuai
dengan indikasi medis
g. Rehabilitasi medis
h. Pelayanan darah
i. Pelayanan kedokteran
forensik
j. Pelayanan jenazah di
fasilitas kesehatan
2. Rawat Inap yang meliputi :
a. Perawatan inap non
intensif
b. Perawatan inap di ruang
intensif
c. Pelayanan kesehatan lain
yang ditetapkan oleh
Menteri.
Sesuai dengan hasil kuesioner
yang saya lakukan di Desa Kauman,
bahwa dapat saya jabarkan mengenai
manfaat yang dapat diterima oleh
peserta mandiri, di antaranya adalah :
1. Mendapatkan pelayanan kesehatan
tanpa biaya
Menurut Sutrisno, bahwa dengan
keikutsertaan program BPJS
Kesehatan, dapat diambil manfaat
atau keuntungan untuk pelaksanaan
proses berobat ketika dalam
keadaan sakit tidak perlu lagi
mengeluarkan biaya pengobatan,
namun hanya cukup dengan
pembayaran premi setiap bulannya
sebesar Rp. 59.500,-.
2. Belum mampu merasakan
keuntungan
Menurut Inanda Yesycaf dan Devi
Istiana, bahwa secara pribadi di
dalam keluarga saya yang termasuk
ke dalam keanggotaan BPJS
Kesehatan belum bisa memberikan
jawaban tentang manfaat yang
didapat, dikarenakan secara
keanggotaan walaupun harus
membayar premi sebesar Rp.
58
42.500,- saya belum berada dalam
keadaan sakit.
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan
yang baik
Menurut Djuwahir, dijelaskan
bahwa keikutsertaannya di dalam
BPJS Kesehatan dengan ketentuan
premi sebesar Rp. 59.500,- tidak
lain alasannya adalah untuk
berjaga-jaga ketika dalam keadaan
sakit. Dengan mengikuti program
tersebut saya dapat merasakan
manfaat pelayanan yang baik dan
prima, yang mana ini berpengaruh
sangat penting untuk proses
pengobatan ketika saya sedang
sakit.
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan
gratis
Menurut Budi Raharjo, Darno dan
Djoko Suprihadi, menganggap
bahwa keuntungan dan manfaat
yang didapat dalam program BPJS
Kesehatan ini tidak lain adalah
pelayanan pengobatan secara gratis
pada rumah sakit tertentu yang
bekerja sama dengan pihak BPJS
Kesehatan, dikarenakan setiap
bulan saya sudah membayar biaya
premi sebesar Rp. 42.500,-.
5. Bisa dijamin di rumah sakit
Menurut Noer Achmad W,
menjelaskan bahwa dengan
keikutsertaan dalam program BPJS
Kesehatan tersebut ketika saya
sakit atau anggota keluarga yang
terdaftar dalam keadaan sakit bisa
dijamin pasti mengenai perawatan
inap di rumah sakit yang telah
ditentukan berdasarkan
penggunaan dan fungsi kartu BPJS
Kesehatan tersebut dikarenakan
telah membayar setiap bulan premi
sebesar Rp. 42.500,-.
6. Mendapatkan tanggungan
kesehatan dari pemerintah
Menurut pernyataan dari Abdul
Kholiq, dijelaskan bahwa pada
dasarnya manfaat yang dirasakan
oleh yang bersangkutan terhadap
keikutsertaan di dalam
keanggotaan BPJS Kesehatan,
maka saya dapat jaminan dan
tanggungan dari pemerintah atas
premi yang saya bayarkan sebesar
Rp. 42.500,- di setiap bulannya.
7. Mendapatkan pelayanan gratis
tidak dipungut biaya
Menurut Rahmad Agus M,
menjelaskan bahwa selama
keikutsertaaannya dalam program
BPJS Kes ini, pernah berobat di
puskesmas yang menjadi fasilitas
kesehatan ketika sakit dan dirujuk
ke rumah sakit yang lebih besar
ketika saya mengalami keadaan
darurat, dan di kedua tempat
pengobatan tersebut saya tidak
dipungut biaya sama sekali, karena
setiap bulannya saya sudah
mengangsur pembayaran sebesar
Rp. 59.500,-.
8. Pengobatan gratis sepanjang waktu
Menurut Siti Sapariah,
menjelaskan bahwa dengan BPJS
Kesehatan untuk pengobatan
menjadi lebih prima dan efektif
serta gratis sepanjang iuran setiap
bulan mampu dibayarkan, karena
saya memiliki penyakit yang harus
butuh kepastian di dalam berobat,
sehingga mengambil program ini
dengan ketentuan premi di kelas 3
yaitu sebesar Rp. 25.500,-.
Selain keuntungan yang
didapat oleh peserta mandiri, sebagai
keuntungan timbal balik untuk
penyelenggara program tersebut, BPJS
Kesehatan juga memiliki keuntungan
di antaranya hal ini merupakan
kebanggaan bagi pihak BPJS
Kesehatan selaku penyelenggara, di
mana sebelumnya PT. Askes berada di
bawah kementrian Badan Usaha Milik
Negara, karena suatu kepercayaan dari
pemerintah dengan adanya program
Jaminan Kesehatan Nasional maka
sekarang bertransformasi menjadi
badan penyelenggara jaminan sosial
kesehatan, hal ini dikarenakan PT.
59
Askes sanggup untuk melaksanakan
segala amanah yang diberikan oleh
pemerintah dan bertanggung jawab
kepada presiden.
BPJS Kesehatan selaku badan
penyelenggara yang dipercaya oleh
pemerintah juga mendapatkan keuntungan
komersil dari ketentuan premi yang
dibayarkan oleh para peserta mandiri
kepada bank yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan. Secara singkat dapat
dianalisa bahwa sistem yang berlaku
hampir sama halnya dengan ketentuan
asuransi yang lain, artinya apabila di
antara para peserta mandiri tidak
mengalami keadaan sakit, maka ketentuan
premi tersebut akan dikelola dan menjadi
kewenangan dari pihak penyelenggara,
dalam hal ini adalah pihak BPJS
Kesehatan.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pembahasan
di atas mengenai judul penelitian
Perjanjian Peserta Mandiri dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
(Study di Desa Kauman Kecamatan
Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro), maka
dapat disimpulkan beberapa hal,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
masyarakat di desa Kauman mengikuti
program BPJS Kesehatan terdapat
empat faktor utama yang menjadi
alasan keikutsertaannya di dalam
program BPJS Kesehatan tersebut,
alasan tersebut adalah dengan
mengikuti program BPJS peserta
mandiri menghindari pembiayaan
yang mahal ketika dihadapkan pada
keadaan sakit, tidak memiliki kartu
Jaminan Kesehatan Nasional maupun
Jaminan Kesehatan Daerah, peserta
mandiri menerapkan upaya represif di
mana mereka sudah berada dalam
keadaan sakit serta berada pada proses
penyembuhan dan peserta mandiri
beralasan sebagai tindakan preventif
agar suatu ketika mengalami keadaan
sakit dapat langsung diatasi tanpa
kesulitan yang berarti.
2. Keuntungan atau manfaat dari
adanya kesepakatan tersebut,
diketahui bahwa masyarakat selaku
pihak peserta menjadi lebih
nyaman dalam menjalani
kehidupan dikarenakan setelah
mengikuti program BPJS.
DAFTAR PUSTAKA
Ariekunto Suharsimi, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik, edisi revisi VI, Jakarta,
Rineka Cipta, 2006.
Asih Eka Putri, Paham Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial,
Friedrich Ebert Stiftung, Jakarta,
2014.
Badrulzaman Mariam Darus, Aneka
Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1976
Harahap Yahya, Segi-Segi Hukum
Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986.
JCT. Simorangkir dan Sastraprapta
Woerjono, Pelajaran Hukum
Indonesia, Jakarta, Gunung
Agung, 1963.
Koeswadji Hermin Hadiati, Hukum
Kedokteran Studi Tentang
Hubungan Satu Pihak, Bandung,
PT. Citra Aditya Bakti, 1998.
Setiawan, R., Pokok-Pokok Hukum
Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 2007.
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta,
PT. Intermasa, 2008.
Subekti, Hukum Perdata, Jakarta, PT.
Intermasa, 2008.