tugas makalah demokrasi

Upload: larasdwinugrahani

Post on 03-Mar-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ilmu pemerintah ilmu politik

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANGSecara normatif demokrasi merupakan suatu sistem politik. Hingga saat ini dunia mengklaim demokrasi sebagai sistem yang baik untuk diterapkan, bukan berarti tanpa cacat bahkan Winston Churchill mengakui demokrasi bukan sistem pemerintahan terbaik, tetapi belum ada sistem lain yang lebih baik daripadanya. Sepakat dengan pendapat Winston Churchill, kita akui demokrasi memang bukan yang terbaik tapi yang termungkin untuk menjamin kesetaraan hak dan kebebasan warga Negara. Karena dalam demokrasi suatu yang menjadi tujuan utama sistem ini adalah apa yang disebut dengan people power. Tanpa warganegara tak akan ada demokrasi. Untuk itu demokrasi mencoba menjamin akan kesetaraan hak dan kebebasan warga Negara.Sebagai Negara dengan tingkat pluralitas yang tinggi yang hidup dengan berbagai corak perbedaan yang ada, Indonesia dirasa pantas memakai demokrasi sebagai payung pemersatu. Namun penerapan sistem demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut. Berbagai model demokrasi pernah diujicobakan di Negara ini. Diawali dengan demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, hingga demokrasi pancasila. Namun apabila kita lihat ke belakang, berbagai varian demokrasi di masa lalu sebelum reformasi terjadi, demokrasi terkesan hanya sebuah stempel julukan semata yang dalam penerapannya tidak mencirikan kedemokrasian. Dimasa-masa itu demokrasi tidak mampu bertanggungjawab atas jaminan yang selama ini tawarkan, kesetaraan dan kebebasan tidak dapat dijamin di masa lalu. Kemudian titik balik demokrasi Indonesia muncul diakhir rezim orde baru. Masyarakat sipil menguat membentuk suatu massa mengulingkan Presiden Soeharto yang telah lebih dari 3 dekade memimpin ditambah dengan pejabat dan birokrat yang KKN. kondisi ini membawa demokrasi Indonesia ke arah yang lebih dewasa. Kebebasan publik yang selama ini terbatas menjadi terbuka lebar, pers hidup dalam kebebasan tanpa kekangan penguasa. Setelah reformasi demokrasi mengalami banyak kemajuan, di tahun 2004 untuk pertama kali warga Negara memilih presiden secara langsung. Menyoal demokrasi yang erat dengan pemilu, Demokrasi dan Pemilu sering disederhanakan sebagai dua hal yang sama. Ada klaim bahwa sebuah negara dikatakan demokratis manakala telah dilaksanakannya Pemilu di negara tersebut. Padahal demokrasi tidak identik dengan Pemilu, meskipun keduanya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tidak ada demokrasi tanpa Pemilu, tetapi diselenggarakannya Pemilu bukanlah indikasi dari demokrasi. Demokrasi Indonesia dianggap baik oleh dunia dengan berbagai penyelenggaraan pemilu langsung dari tingkat pusat hingga ke tingkat local. Bahkan Indonesia menempati peringkat ketiga dunia sebagai Negara demokrasi terbesar dengan penduduk muslim terbesar dunia dengan 17.508 pulau yang tersebar serta dengan berbagai macam etnis yang berbeda-beda namun mampu dilaksanakan berbagai pemilihan.Terlebih Indonesia sebagai Negara yang menerapkan sistem desentralisasi yang menuntut adanya kebebasan dan kemandirian dari daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di tingkat lokal. Desentralisasi ini membawa konsekuensi terhadap dua aspek besar, pertama memunculkan partisipasi masyarakat dan kedua menghadiarkan demokratisasi di tingkat lokal. Sebagai upaya mendorong demokratisasi di tingkat daerah pemerintah pusat melakukan suatu upaya yang kita kenal dengan istilah pilkada baik itu ditingkat provinsi, kabupaten/kota maupun ditingkat yang paling kecil sekalipun seperti pemilihan kepala desa.Pemilihan di tingkat kabupaten dianggap hal yang penting hl ini disebabkan pada tingkat ini lah otonomi daerah yang sesungguhnya dijalankan. Maka dari itu pilkada untuk pemilihan bupati dianggap sebagai satu hal yang krusial dimana rakyat di level lokal tersebut diberi kesempatan dalam menentukan siapa pememimpinnya dan sebagai upaya pembelajaran demorasi di tingkat lokal.Salah satu daerah yang menyelenggarakan pilkada untuk pemilihan bupati adalah Kabupaten Cianjur. Kabupaten ini dianggap di tahun 2011 merupakan periode kedua melaksakan pemilihan secara langsung oleh rakyat. Hal yang menarik dari pilkada di ini adalah karena ada anggapan bahwa Kab.Cianjur lebih rawan konflik karena diprediksi akan lebih banyak pengerahan massa, dan lebih kental terhadap pertarungan antar pejabat. Hal ini terbukti dengan adanya kisruh pilkada yang kasusnya sampai diputus oleh Mahkamah kosntitusi selaku lembaga yang berwenang dalam memutus perkara pemilu. Untuk lebih jelasnya, pada makalah ini akan memaparkan bagaimana pilkada di kabupaten Cianjur pada tahun 2011 hingga menghasilkan adanya pemilu ulang.

RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana penyelenggaraan pilkada Kabupaten Cianjur tahun 2011?2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pemilihan Bupati Kabupaten Cianjur tahun 2011?3. Apa yang menjadi factor kurangnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan Bupati Kabupaten Cianjur tahun 2011?4. Apakah terjadi sengketa dalama pemilihan Bupati Kabupaten Cianjur tahun 2011?

BAB IILANDASAN TEORI

a. DemokrasiBerdasarkan banyak literatur yang ada, demokrasi diyakini berasal dari pengalaman bernegara masyarakat kota atau dikenal dengan istilah polis di Athena pada masa Yunani kuno. Kemudian istilah ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Salah satu definisi demokrasi yang paling umum, bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas. Demokrasi merupakan wahana untuk mengharmoniskan hubungan antar kelompok pada masyarakat itu sendiri, sehingga tercipta upaya penguatan kebebasan, kesetaraan dan keadilan. Negara dapat dikatakan sebagai penganut demokrasi yang sukses manakala mereka dapat menerapkan kedaulatan rakyat melalui sistem perwakilan yang dipilih oleh rakyat dan bertindak atas nama rakyat. Menurut Robert A. Dahl, demokrasi adalah suatu sistem politik yang memberikan kesempatan untuk beberapa hal berikut ini. Pertama, partisipasi efektif. Sebelum sebuah kebijakan digunakan oleh asosiasi, seluruh anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk membuat pandangan mereka diketahui oleh anggota-anggota lainnya, sebagaimana seharusnya kebijakan itu dibuat. Kedua, persamaan suara. Ketika akhirnya tiba saat dibuatnya keputusan tentang kebijaksanaan itu, setiap anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk memberikan suara dan seluruh suara harus dihitung sama. Ketiga, pemahaman yang cerah. Dalam batas waktu yang rasional, setiap anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk mempelajari kebijakan-kebijakan alternatif yang relevan dan konsekuensi yang mungkin. Keempat, pengawasan agenda. Setiap anggota harus mempunyai kesempatan eksklusif untuk memutuskan bagaimana dan apa permasalahan yang dibahas dalam agenda. Jadi proses demokrasi yang dibutuhkan oleh tiga kriteria sebelumnya tidak pernah tertutup. Berbagai kebijakan asosiasional tersebut selalu terbuka untuk dapat diubah oleh para anggotanya jika mereka menginginkannya begitu. Kelima, pencakupan orang dewasa. Semua, atau paling tidak sebagian besar orang dewasa yang menjadi penduduk tetap seharusnya memiliki hak kewarganegaraan penuh yang ditunjukkan oleh empat kriteria sebelumnya. Menurut Robert Dahl (1999), ada ada sepuluh keuntungan demokrasi dibandingkan system politik lainnya, yaitu: 1. Demokrasi menolong mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat yang kejam dan licik; 2. Demokrasi menjamin bagi warga Negaranya dengan sejumlah hak asasi yang tidak diberikan dan tidak dapat diberikan oleh system-sistem yang nondemokratis;3. Demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi warga negaranya daripada alternative system politik lain yang memungkinkan; 4. Demokrasi membantu rakyat untuk melindungi kepentingan dasar mereka; 5. Demokrasi membantu perkembangan manusia lebih baik daripada alternative system politik lain yang memungkinkan; 6. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar besarnya bagi orang-orang untuk menggunakan kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri; 7. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggungjawab moral; 8. Hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat membantu perkembangan tingkat persamaan politik yang relative tinggi; 9. Negara-negara demokrasi perwakilan modern tidak berperang satu dengan lainnya; 10. Negara-negara dengan pemerintahan yang demokratis cenderung lebih makmur daripada Negara-nagara dengan pemerintahan yang nondemokratis.

Abdul Kadir Patta dalam jurnal Masalah Dan Prospek Demokrasi menyebutkan dalam literatur politik (modern) disebutkan beberapa ciri pokok dari sebuah sistem politik yang demokratis, adalah : Pertama, adanya partisipasi politik yang luas dan otonom; demokrasi pertama-tama mensyaratkan dan membutuhkan adanya keleluasaan bagi siapa pun-baik individu maupun kelompok-secara otonom. Tanpa perluasan partisipasi politik yang otonom, demokrasi akan berhenti sebagai jargon politik semata. Oleh karenaitu, elemen pertama dalam sebuah system politik yang demokratis ialah adanya partisipasi poltik yang luas dan otonom.Kedua, terwujudnya kompetisi politik yang sehat dan adil. Dalam konteks demokrasi liberal, seluruh kekuatan politik (partai politik) atau kekuatan-sosial-kemasyarakatan (kelompok kepentingan dan kelompok penekan) diakui hak hidupnya dan diberi kebebasan untuk berkompetisisecara adil sebagai corong masyarakat, baik dalam pemilihan umum atau dalam kompetisi sosial-politik lainnya. Ketiga, adanya suksesi atau sirkulasi kekuasaan yang berkala, terkelola, serta terjaga dengan bersih dan transparan-khususnya melalui proses pemilihan umum. Keempat, adanya monitoring, control, serta pengawasan terhadap kekuasaan (eksekutif, legilatif, yudikatif, birokrasi, dan militer) secara efektif, juga terwujudnya mekanisme checks and balances di antara lembaga-lembaga Negara. kelima, adanya tatakrama, nilai, norma yang disepakati (bersama) dalam bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.Demokrasi memiliki kecendrungan yang sama dalam hal prinsip-prinsip yang dianut. Beberapa prinsip demokrasi yang berlaku secara universal, antara lain:1. Keterlibatan warga Negara dalam penbuatan keputusan politik Ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga Negara yaitu teori elitis dan partisipator. Pendekatan elitis adalah pembuatan kebijakan umum namun menuntut adanya kualitas tanggapan pihak penguasa dan kaum elit, hal ini dapat kita lihat pada demokrasi perwakilan. Pendekatan partisipatori adalah pembuatan kebijakan umum yang menuntut adanya keterlibatan yang lebih tinggi.2. Persamaan diantara warga Negara Tingkat persamaan yang ditunjukan biasanya yaitu dibidang politik, hukum, kesempatan ekonomi sosial dan hak Kebebasan atau kemerdekaan yang diakui dan dipakai oleh warga Negara.3. Supremasi HukumPenghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh penguasa maupun rakyat, tidak terdapat kesewenangwenangan yang biasa dilakukan atas nama hukum, karena itu pemerintahan harus didasari oleh hukum yang berpihak pada keadilan 4. Pemilu berkalaPemilihan umum, selain mekanisme sebagai menentukan komposisi pemerintahan secara periodik, sesungguhnya merupakan sarana utama bagi partisipasi politik individu yang hidup dalam masyarakat yang luas, kompleks dan modern. Aplikasi dari teori tersebut dapat ditemui dalam kehidupan bernegrara saat ini di Indonesia. Serangkaian pemilihan langsung telah mengubah wajah Indonesia secara tidak langsung. Meskipun banyak terjadi fenomena kisruh dimana-mana, setidaknya proses pemilihan pimpinan eksekutif di tingkat daerah juga telah mencerminkan usaha-usaha mewujudkan demokrasi yang baik.

PemiluPemilihan umum adalah merupakan institusi pokok pemerintahan perwakilan yang demokratis, karena dalam suatu negara demokrasi, wewenang pemerintah hanya diperoleh atas persetujuan dari mereka yang diperintah. Mekanisme utama untuk mengimplementasikan persetujuan tersebut menjadi wewenang pemerintah adalah melalui pelaksanaan pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil, khususnya untuk memilih presiden / kepala daerah. Bahkan dinegara yang tidak menjunjung tinggi demokrasi sekalipun, pemilihan umum diadakan untuk memberi corak legitimasi kekuasaan (otoritas). (Marzuki, Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik MasyarakatPada DPRD-DPRD Di Provinsi Sumatera Utara, Studi Konstitusional Peran DPRD Pada Era Reformasi Pasca Pemilu 1999, Disertasi)

Partisipasi Politik Partisipasi politik pada hakekatnya merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Secara umum dalam masyarakat tradisional yang sifat kepemimpinan politiknya lebih ditentukan oleh segolongan elit penguasa, keterlibatan sebagai warga negara dalam ikut serta mempengaruhi pengambilan keputusan, dan mempengaruhi kehidupan bangsa relatif sangat kecil. Warga negara yang hanya terdiri dari masyarakat sederhana cenderung kurang diperhitungkan dalam proses-proses politik.Di negara- negara yang proses modrenisasinya secara umum telah berjalan dengan baik, biasanya tingkat partisipasi warga negara meningkat. Partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. Asumsi yang mendasari demokrasi (dan partisipasi) adalah orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan memengaruhi kehidupan warga masyarakat, maka warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi hidupnya.Secara umum definisi partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang yang ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung dan tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan berpartisispasi tersebut di antaranya, memberikan suara pada Pemilu, menghadiri rapat umum (kampanye), menjadi anggota parpol atau organisasi sosial politik yang underbauw partai politik, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau parlemen yang bertujuan politik. Secara umum partisipasi politik diartikan seerti apa menurut Miriam Budiarjo bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen. Partisipasi politik juga, senantiasa mengacu pada semua bentuk kegiatan yang dilakukan dengan cara terorganisir maupun tidak.Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam bukunya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries menyatakan bahwa: partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Pemikiran mengenai partisipasi politik bagi negara demokratis berangkat dari prinsip kedaulatan adalah di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan menduduki jabatan-jabatan publik dan politis. Jadi partisipasi po lit ik merupakan pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh masyarakat. Dalam negara demokratis makin banyak masyarakat mengambil peran maka akan makin baik proses demokrasi terlaksana. Partisipasi dapat berbentuk otonom (autonomous participation) dan partisipasi yang dimobilisasi (mobilized participation). Menurut Frank Lindenfeld dalam Moran bahwa faktor utama yang mendorong seseorang berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial. Dalam studinya ditemukan bahwa status ekonomi yang rendah menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik. Dan orang yang bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi pada orang yang memiliki kemapanan ekonomi. Sedangkan Milbrath menyebutkan 4 faktor utama yang mendorong orang berpartisipasi politik, antara lain : Sejauh mana orang menerima perangsang politik. Karena adanya perangsang, maka seseorang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam hal ini minat untuk berpartisipasi dipengaruhi oleh karena sering mengikuti diskusi politik melalui mass media atau melalui diskusi formal. Faktor karakteristik pribadi seseorang. Orang-orang yang berwatak sosial yang mempunyai kepedulian sosial yang besar terhadap problem sosial, politik, ekonomi, sosial budaya hankamrata, biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik. Karakteristik sosial seseorang. Karakter sosial menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis dan agama seseorang. Bagaimanapun juga lingkungan sosial itu ikut mempengaruhi persepsi, sikap, perilaku seseorang dalam bidang politik. Orang yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, keadilan dan lain-lain tentu akan mau juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut dalam bidang politik. Oleh sebab itulah, mereka mau berpartisipasi dalam bidang politik. Keadaan politik.Lingkungan politik yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik yang demokratis orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas politik daripada dalam lingkungan politik yang totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari wilayah politik.Menurut Ramlan Surbakti, bentuk partisipasi dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif: 1. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda kepada pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak dan ikut dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan. 2. Sedangkan partisipasi pasif antara lain, berupa kegiatan mentaati peraturan pemerintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.Lain halnya dengan Miriam Budiarjo yang memandang bentuk partisipasi politik yaitu, partisipasi politik dapat bersifat aktif dan bersifat pasif. Bentuk yang paling sederhana dari partisipasi aktif adalah ikut memberikan suara dalam pemilu, turutserta dalam demonstrasi dan memberikan dukungan keuangan dengan jalan memberikan sumbangan. Sedangkan bentuk partisipasi pasif adalah bentuk partisipasi yang sebentar-sebentar, misalnya bentuk diskusi politik informal oleh individu-individu.

Pemilihan kepala daerah1. Perspektif teoritisSebagai suatu sistem, sistem pemilihan kepala daerah mempunyai bagian-bagian yang merupakan sistem sekunder atau sub sub sistem. Bagian tersebut adalah electoral Regulation, Electoral process, dan electoral Law Enforcement. Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilihan kepala daerah yang berlaku bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menjalankan peran dan fungsi masing masing. Elektoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilihan kepala daerah yang merujuk pada ketentuan perundang undangan baik bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement adalah penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah baik politisi, administrasi atau pidana. Ketiga bagian ini dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pemilihan kepala daerah. Sebagai suatu sistem pemilihan kepala daerah memiliki cirri-ciri yakni bertujuan memilih kepala daerah, setiap komponen terlibat dan kegiatan mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang merupakan subsistem, masing-masing kegiatan saling terkait dan tergantung dalam suatu rangkaian utuh, memiliki mekanisme kontrol, dan mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri.2. Perspektif Praktis. Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi dan menggerakkan jalannya roda pemerintahan yang berfungsi sebagai perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan. Istilah jabatan publik mengandung arti bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Jabatan politik bermakna bahwa mekanisme rekutmen kepala daerah dilakukan dengan mekanisme politik yaitu, melalui pemilihan yang melibatkan elemen politik, yaitu rakyat dan partai politik. Pemilihan kepala daerah merupakan rekutmen politik yaitu, penyeleksian rakyat terhadap tokoh tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, ataupun Walikota/Wakil Walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, partai politik dan calon kepala daerah. Dimana penyelenggaraan Pilkadadimaksudkan untuk mewujudkan tujuan prosedural dan substansial dari Pilkada. Tujuan prosedural adalah proses penyelenggaraannya sesuai dengan perundang-undangan, terjadwal dan tepat waktu, serta tidak mengganggu stabilitas operasional daerah. Sedangkan tujuan substansial adalah terpilihnya pemimpin yang amanah dan dapat mewujudkan cita-cita masyarakat dalam suasana yang aman, damai dan demokratis.

BAB IIIPEMBAHASAN

Pada pemilihan bupati dan wakil bupati Kabupaten Cianjur untuk periode masa jabatan 2011-2016 yang dilaksanakan 10 Januari 2011 lalu berhasil meloloskan 6 calon pasangan bupati dan wakil bupati. Lima diantara keenam calon tersebut merupakan pasangan usungan partai sedangkan satu sisanya merupakan calon perseorangan (independent). Berikut daftar calon bupati dan wakil bupati Kab. Cianjur berdaarkan data dari KPU:1. Hidayat Atori U Suherlan (Hidayah)Merupakan calon Independen 2. Dadang Sufianto RK Dadan (Dangdan)Diusung koalisi PKS, Gerindra dan PKPB3. Hidayat Makbul Sumitra (Hamas)Diusung PDIP dan 12 parpol non-parlementer4. Ade Barkah Kusnadi Sundjaja (Abadi)Diusung partai golkar5. Tjetjep Muchtar Soleh Suranto (Cerdas)Diusung koalisi Partai Demokrat, PBB, PAN dan PPRN6. Maksana Sumitra Ade Sanoesi (Maksad)Diusung PPP dan PKBSebelumnya, oleh KPU dilakukan pengumuman nilai kekayaan pribadi masing-masing calon, dari enam pasangan calon tersebut, pasangan Tjerdas (Tjetjep Muchtar Soleh - Suranto) menjadi pasangan yang memiliki akumulasi kekayaan paling besar yaitu Rp 5,697 miliar. Kemudian posisi kedua ditempati pasangan Maksad (Maskana Sumitra - Ade Sanoesi) Rp 3,352 miliar, ketiga Abadi (Ade Barkah Surahman - Kusnadi Sundjaya) Rp 3,344 miliar, ke empat Hidayah (Hidayat Atori - U. Suherlan Djaenudin) Rp 1,716 miliar, kelima Dangdan (Dadang Sufianto - RK Dadan) Rp 1,704 miliar, dan HM Sumitra (Hidayat Makbul - Sumitra) Rp 1,075 miliar. Dengan kekayaan individu calon sesuai nomor urut, yaitu calon bupati nomor urut 1, Hidayat Atori Rp 1,180 miliar dan calon wakilnya U. Suherlan Djaenudin Rp 536 juta. Kemudian calon bupati nomor urut 2, Dadang Sufianto Rp 1,399 miliar dan wakilnya RK. Dadan Rp 305 juta, calon bupati nomor urut 3 Hidayat Makbul Rp 530 juta dan wakilnya Sumitra Rp 545 juta, calon bupati nomor urut 4 Ade Barkah Surahman Rp 2,053 m dan wakilnya Kusnadi Sundjaya Rp 1,291 m, calon bupati nomor urut 5 Tjetjep Muchtar Soleh Rp 2,225 m dan wakilnya Suranto Rp 3,472 m, serta calon bupati nomor urut 6 Maskana Sumitra Rp 3,191 m dan wakilnya Ade Sanoesi Rp 161 juta. (pikiran-rakyat.com)Dalam pemilihan bupati-wakil bupati 2011 ini, tercatat sebanyak 1.581.015 pemilih yang dapat menggunakan hak pilihnya dalam menentukan pemimpin Cianjur selama 5 tahun ke depan sebagai daftar pemilih tetap (DPT). Jumlah tersebut bertambah sekitar 10.491 dibanding Daftar Pemilih Sementara (DPS) sebanyak 1.570.524 orang. Dengan 3.740 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersedia tersebar di 33 kecamatan dan 348 desa. Dari hasil perhitungan KPU Kab. Cianjur memutuskan suara terbanyak diperoleh oleh pasangan nomer urut 5 Tjetjep Muchtar Soleh Suranto dengan persentase perolehan suara sebanyak 40,58% dari total suara keseluruhan. Sedangkan urutan kedua diperoleh oleh pasangan nomor urut 2 Dadang Sufianto RK Dadan dengan raihan suara 26% dan ketiga diperoleh oleh pasangan Ade Barkah Kusnadi dengan mendapat 18% dari total suara. Dengan surat suara sah sebanyak 917.034, dan tidak sah 67.052. Sedangkan masyarakat yang menggunakan hak pilih mencapai 984.068 orang dari jumlah DPT 1.581.015 orang. Dengan demikian tingkat partisipasi pemilih di Kabupaten Cianjur sebesar 62,24 persen. (pikiran-rakyat.com)Nomor urut pasanganNama pasanganJumlah suaraPersentase suara

1Hidayah57.424 suara6,26%

2Dangdan242.179 suara26,41%

3HM Sumitra31.025 suara3,38%

4Abadi177.522 suara19,36%

5Tjerdas372.089 suara40,58%

6Maksad36.795 suara4,01%

Berdasarkan dua kali pemilukada yang dilaksanakan di kabupaten Cianjur tahun 2011, ternyata diketahui hanya sekitar 62,24% saja masyarakat yang berartisipasi dalam pemilukada. Hal ini didasarkan pada temuan lapangan bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada pemilukada dibandingkan dengan pemilu legislative dan pemilu presiden yang lalu berdasarkan jumlah pencoblos yang ke TPS mengalami penurunan dibandingkan penyelenggaraan pemilihan di beberapa tahun sebelumya.

PERMASALAHANPada pemilukada tahun 2011 ini terjadi permasalahan pemilu hingga diajukan ke Mahkamah Konstitusi selaku lembaga yang berhak memutus perkara pemilu. Kemenangan calon nomor urut 5 yaitu Tjetjep-Suranto dinilai banyak kecurangan. Kemudian pasangan nomor urut 1 pasangan nomor urut 2 dan nomor urut 6 melakukan gugatan hasil perhitungan suara KPU Cianjur ke Mahkamah konstitusi. Dalam gugatannya mereka meminta melakukan pemilihan ulang dengan dengan alas an banyaknya terjadi kecurangan teruatamam dalam masalah jumlah daftar pemilih tetap. Dan akhirnya MK mengabulkan pemilihan ulang di empat kecamatan yaitu, kecamatan Cianjur, kecamatan Cipanasa, kecamatan Pacet dan kecamatan Mande. Pemungutan suara ulang ini dilakukan serentak di empat keacamatan tersebut pada tanggal 21 Maret 2011.Berdasarkan hasil perhitungan suara oleh KPU Kab. Cianjur menyatakan bahwa pasangan nomor urut 5 yaitu Tjetjep-Suranto menguasai perolehan suara dalam pemilihan ulang. Dari emapat kecamatan yang melakukan pemilihan ulang, pasangan ini menang di dua kecamatan yaitu kecamatan Cianjur dan keacamatan Pacet. Sehingga diputuskan bahwa pemenang pemilukada Kab. Cianjur tahun 2011 adalah pasangan Tjetjep Muchtar Soleh dan Suranto yang akan menjabat sebagai bupati dan wakil bupati kabupaten Cianjur periode 2011 hingga 2016

ANALISISBerdasarkan uraian diatas dapat diketahui beberapa hal diantaranya yaitu angka partisipasi masyarakat yang hanya mencapai sekitar 62,24% yang artinya 37,76% sisanya merupakan suara yang tidak digunakan. Artinya 37,76% merupakan persentase dari masyarakat yang golput dalam pemilukada kabupaten Cianjur tahun 2011. Jika kita bandingan pada tahun sebelumnya, di tahun 2006 diaman angka golput mencapai 35% ini berarti terjadi peningkatan jumlah pemilih yang golput. Dan apabila kita bandingkan dengan angka golput Cianjur dengan daerah lain seperti Bandung dan Karawang, angka golput Cianjur masih dikatakan relative lebih tinggi karena pilkada Karawang dan Bandung angka golputnya hanya mencapai pada kisaran 25% saja. Fenomena golput ini apabila kita kaji dapat kita temukan beberapa factor yang menyebabkan rendahnya partisipasi politik masyarakat dalam pelaksanaan pemilihan umum yaitu:Secara kategoris, fenomena golput dapat ditafsir dengan beberapa cara. Pertama, golput adalah fenomena teologis. Fenomena ini terkait dengan tafsir keagamaaan. Kedua, golput adalah fenomena protes. Fenomena ini terutama di negara-negara yang demokrasinya baru mekar. Fenomena golput adalah ekspresi protes atau warganegara terhadap politisi dan partai politik yang dianggap tidak kunjung memberikan manfaat kepada mereka. Ketiga, fenomena golput adalah bentuk perlawanan terhadap bangunan sistem politik yang mengekang hak-hak politik warga Negara. Keempat, golput sebagai bentuk kepercayaan terhadap sistem politik yang sedang bekerja. Kelima, golput adalah fenomena mal-administrasi. Dalam tafsir ini, golput lahir karena kekacauan administrasi pemilu. Pemilih sebenarnya berencana menggunakan hak pilihnya tetapi karena alasan administratif mereka tidak menggunakanya seperti pemilih yang tidak tahu namanya terdaftar dalam DaftarPemilih Tetap (DPT), tidak mendapatkan kartu pemilih, tidak mendapatkan kartu undangan, dan alamat yang tercantum dalam DPT tidak sesuai dengan alamat pemilih sebenarnya, adalah sebagai penyebab terjadinya golput. Keenam, golput adalah fenomena teknis individual.Beberapa hal yang masuk dalam aktivis teknis individual ini misalnya sedang berlibur, berkunjung ke famili jauh, dalam perjalanan, harus bekerja, ketiduran dan sebagainya.individu pelaku golput lebih mementingkan keperluan-keperluan pribadi daripada pergi untuk menggunakan hak pilihnya. Ketujuh atau terakhir, golput adalah ekspresi kejenuhan masyarakat untuk mengikuti pemilu. Pemilih jenuh karena begitu banyaknya kejadian pemilu yang harus mereka ikuti. Seorang pemilih, dalam suatu massa tertentu akan mengikuti beberapa pemilu dalam rentang waktu yang tidak berbeda lama.Pada pemilukada Kab. Cianjur tahun 2011 angkat golput yang besar secara sederhana disebabkan oleh beberapa factor diantaranya: Factor ketidakpercayaan terhadap pemimpintidak adanya perubahan pembangunan setelah memilih serta calon dinilai kurang dipercaya sebagai pembawa aspirasi rakyat Masyarakat yang apatisbanyak masyarakat yang berpikir dia memilih atau tidak, tidak ada perbedaan yang akan ia rasakan. Masyarakat itu berpikir siapa pun bupatinya, mereka tetap bekerja dan mendapatkan gaji seperti biasa. Kebudayaan dan orientasi politik masyarakat Terjadinya kejenuhan masyarakat akan pemiluHal ini jelas terlihat pada pemilihan ulang yang dilakukan di 4 kecamatan dengan angka pemilih yang menurun drastis yang membuktikan bahwa masyarakat jenuh akan pemilihan yang terus dilakukan kemudian memilih untuk melaksanakan aktivitas yag sifatnya pribadi diabanding dengan harus melakukan pencoblosan ke TPS. tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin rendah kecenderungan seseorang untuk berperilaku golput. Faktanya pada masyarakat Cianjur yang agraris, di mana masyarakat yang berpendidikan rendah umumnya bekerja sebagai petani, buruh tani, buruh bangunan, buruh industri, di mana pengerjaannya harus dilakukan dalam keseharian dan tidak bisa ditinggalkan, sehingga walaupun dirinya mengetahui kapan waktunya melakukan pemberian suara di TPS, namun karena urgennya pekerjaan baginya dan keluarganya, maka dengan terpaksa pilihan untuk berperilaku golput menjadi alternatif utama. Kondisi ini semakin diperparah lagi dengan rendahnya pengetahuan, pemahaman dan pendidikan politik yang dimiliki masyarakat berpendidikan rendah, bahwa mekanisme pemilihan umum merupakan suatu cara untuk memperbaiki kesejahteraan, tidak dapat dipahami secatra komprehensif, sehingga tindakan untuk memberikan suara di TPS bukan menjadi pilihan yang menantang.Selain permasalahan golput, ada maslaah lain yang sering kali terjadi. Setiap kali pemilukada sudah menjadi barang tentu terjadi kekisruhan dan dan memasukkan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi, bukti bahwa sebagian besar calon kepala daerah tidak bisa menerima kekalahan dengan lapang dada. Perilaku elit politik seperti ini telah menjadi pakem di setiap pilkada. Hampir pasti jika ada pilkada, maka akan ada permohonan ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini tentu dapat menimbulkan apatisme sebagian masyarakat terhadap politik. Berpartisipasi atau tidak dalam politik tidak membawa pengaruh apa pun bagi masyarakat. Pengalaman mengecewakan dimana setelah memberikan suaranya, segala janji yang diucapkan pada masa kampanye langsung dilupakan, sehingga masyarakat cenderung memandang politik dari pespektif untung-rugi. Perspektif untung rugi ini diwujudkan dalam bentuk partisipasi jangka pendek, yaitu menanti imbalan materi yang jelas. Sepanjang ada uang, maka masyarakat akan ikut serta dalam kampanye, setelah itu masyarakat akan menunggu apakah calon yang lain berani mengeluarkan uang juga. Hal ini tentu tidak lepas dari perilaku elit politik dan para calon yang berpikir jangka pendek. Memenangkan pemilihan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, uang bukan masalah,yang penting menang. Hingga jika akhirnya memenangkan pemilihan, kebijakan-kebijakan yang diambil akan semakin jauh dari orientasi kerakyatan, dan sibuk untuk memperkaya diri dan kelompoknya atau membayar utang yang lahir dari proses kampanye. Pada kisruh yang terjadi pada pemilukada kab Cianjur ini diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan berkas Perkara Nomor 10/PHPU.D-IX/201. Berbagai kecurangan pemilu dituduhkan kepada pasangan urutan 5 ini dimana calon bupati Tjetjep saat itu juga merupakan bupati yang masih menjabat yang menggunakan kekuasaannya sebagai alat kampanye dan oleh MK beberapa dibuktikan terjadi penyalahgunaannya, Penyalahgunaan itu antara lain disertaidengan pembagian baju batik kepada PGRI dan APDESI serta Asosiasi Rukun Warga dan Rukun Tetangga (ARWT). Pelanggaran terstruktur Pihak Terkait ini dilakukan dengan memposisikan sebagai Bupati incumbent untuk selalu hadir dalam pelantikan dan deklarasi terhadap Pengurus Anak Cabang ARWT secara maraton di tiap kecamatan. Mahkamah juga menemukan fakta saat pelantikan itu, Bupati mensosialisasikan Program Rp10 juta per RT yang secara langsung atau tidaklangsung menggerakkan para Anggota ARWT untuk memilih kembali Pihak Terkait. Pihak Terkait pun dengan sengaja menggunakan momentum dalam berbagai forum pertemuan resmi aparatur Pemerintah Daerah. Misalnya, secara tidak langsung Pihak Terkait meminta dukungannya kepada para pengurus RT/RW atas pencalonannya selaku calon Bupati Kabupaten Cianjur. Disertai janji agar rencana program pemerintah daerah yang juga menjadi program kampanyenya dapat dilaksanakan jika yang bersangkutan terpilih. Dalam pertimbangannya, mahkamah berpendapat pelanggaran itu secara jelas dan nyata terjadi hanya di empat kecamatan. Mahkamah menyatakan para pemohon tidak dapat membuktikan bahwa pelanggaran itu terjadi di seluruh kecamatan. Menurut Mahkamah untuk tetap memberikan kepercayaan masyarakat dan legitimasi dalam penyelenggaraan Pemilukada Cianjur serta rasa keadilan bagi seluruh Pasangan Calon, maka perlu dilakukan pemungutan suara ulang di mana terbukti terjadinya pelanggaran di empat kecamatan itu. Hasil pemillihan ulang menetapkan pasangan Tjetjep-Suranto sebagai pemenang pemilukada Cianjur yang berarti periode kedua pemerintahan Tjetjep sebagai bupati Cianjur. Kembali terpilihnya pasangan ini sebesar 40,58% memastikan bahwa pasangan inilah yang paling berpengaruh dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Hal ini dapat dapat didasarkan pada factor pendorong adanya popularitas pada pasangan ini, bapak Tjetjep yang dikenal sebagai bupati sudah barang tentu dikenal seluruh masyarakat Cianjur dan bapak Suranto dengan latar belakang dokter yang juga banyak dikenal oleh masyarakat menjadi nilai tambah perolehan suara oleh masyarakat.

BAB IVSIMPULANDemokrasi dan Pemilu sering disederhanakan sebagai dua hal yang sama. Ada klaim bahwa sebuah negara dikatakan demokratis manakala telah dilaksanakannya Pemilu di negara tersebut. Padahal demokrasi tidak identik dengan Pemilu, meskipun keduanya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tidak ada demokrasi tanpa Pemilu, tetapi diselenggarakannya Pemilu bukanlah indikasi dari demokrasi. Indonesia menempati peringkat ketiga dunia sebagai Negara demokrasi terbesar Terlebih Indonesia sebagai Negara yang menerapkan sistem desentralisasi yang menuntut adanya kebebasan dan kemandirian dari daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di tingkat lokal. Desentralisasi ini membawa konsekuensi terhadap dua aspek besar, pertama memunculkan partisipasi masyarakat dan kedua menghadiarkan demokratisasi di tingkat lokal. Sebagai upaya mendorong demokratisasi di tingkat daerah salah satunya dilakukan melalui pilkada untuk pemilihan bupati, di level lokal tersebut diberi kesempatan dalam menentukan siapa pememimpinnya dan sebagai upaya pembelajaran demorasi di tingkat lokal.Kabupaten Cianjur sebagai salah satu daerah yang menyelenggarakan pilkada di tahun 2011 dianggap rawan konflik karena diprediksi akan lebih banyak pengerahan massa, dan lebih kental terhadap pertarungan antar pejabat. Hal ini terbukti dengan adanya kisruh pilkada yang kasusnya sampai diputus oleh Mahkamah kosntitusi selaku lembaga yang berwenang dalam memutus perkara pemilu. Berbagai kecurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pilkada Cianjur yang dilakukan oleh pasangan Tjetjep-Suranto mendapat aduan ke MK yang menghasilkan putusan untuk melakukan pemilihan ulang di 4 kecamatan dari total 32 kecataman di kabupaten Cianjur. Namun hasil perhitungan terbaru tetap memenangkan pasangan ini sebagai bupati dan wakil bupati periode 2011-2016.Dalam pelaksanaan pemilihan ini di lihat dari segi partisipasi masyarakat Cianjur, terlihat bahwa angka golput masih sangat besar sekitar 37,76% hal ini disebabkan oleh beberapa factor diantaranya: Factor ketidakpercayaan terhadap pemimpin, masyarakat yang apatis, kejenuhan masyarakat akan pemilu serta tingkat tingkat pendidikan yang rendah. Untuk menimalisir angka golput di Kabupaten Cianjur diperlukan berbagai usaha dari berbagai pihak terutama dari KPU yang perlu lebih mensosialisasikan pemilihan bagi masyarakat terutama bagi masyarakat yang berpendidikan rendah. Kedua, dari segi calon perlu adanya pendidikan moral dengan memegang prinsip kejujuran dan tidak menghalalkan segala cara serta sikap lapang dada.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam (2009), Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia

Hakim, Muhammad Zulfan Demokrasi Dalam Pilkada Di Indonesia (artikel)Jurnal pemilu dan demokrasi ed. Februari 2013Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cianjur Nomor 1 Tahun 2010, Tahapan, Program Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2011 Masitoh Dewi, Susilo Utomo, Wiwik Widayati, Fenomena Golput Pada Pilkada Pati 2011, Jurnal Ilmu Pemerintahan Fisip Undip. 2013 Orientasi politik terhadap partisipasi pemilih pemula di kabupaten Cianjur (skripsi Universitas Pendidikan Indonesia)Patta, Abd. Kadir, Masalah Dan Prospek Demokrasi, Jurnal FISIP Untad. 2009Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-12/PHPU.D-IX/2011Tarigan Marlini, Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Temanggung. Skripsi Universitas Sumatera Utara