tugas individu, analisis jurnal dikumpul

18
ANALISIS JURNAL PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK TUGAS Diajukan untuk memenuhi tugas salah satu Mata Kuliah Pendidikan Dalam Prespektif Kebijakan Publik Dosen : Prof. Dr. Suparno Eko Widodo Disusun Oleh : ISWADI IDRIS (No. Register: 7616120902) KONSENTRASI KEPENGAWASAN

Upload: indah-yaaqutah-timor

Post on 22-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas mata kuliah kebijakan

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

ANALISIS JURNALPENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF

KEBIJAKAN PUBLIK

TUGAS

Diajukan untuk memenuhi tugas salah satu Mata KuliahPendidikan Dalam Prespektif Kebijakan Publik

Dosen : Prof. Dr. Suparno Eko Widodo

Disusun Oleh :

ISWADI IDRIS (No. Register: 7616120902)

KONSENTRASI KEPENGAWASAN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKANPASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

Page 2: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

2013

embangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat

Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita

permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti (1)

disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; (2)

keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila;

(3) bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; (4)

memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi

bangsa; dan (5) melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional

Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025).

PUntuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana

diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi

permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan

karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu

telah ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

Tahun 2005-2025, dimana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk

mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak

mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila”.

Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang

diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal tersebut sudah tertuang pada fungsi

dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

(UUSPN)).

Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh

untuk melaksanakan secara operasional pendidikan karakter sebagai prioritas

pendahuluan

Page 3: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, sebagaimana yang tertuang

dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010).

Isi dari rencana aksi tersebut adalah bahwa pendidikan karakter disebutkan

sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan

watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan

keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam

kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang

benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan

kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi

paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif)

nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan

karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik

(moral knowing), akan tetapi juga” merasakan dengan baik atau loving good (moral

feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan

pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. (Lickona,

2004).

Oleh karena itu pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan

nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia,

agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar berhati

baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; (2) memperkuat dan membangun perilaku

bangsa yang multikultur; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam

pergaulan dunia. Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang

mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, tokoh

agama, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

Analisis kebijakan ini akan difokuskan pada hal-hal sebagaimana berikut ;

a. Relevansi kebijakan terhadap perspektif akademis berdasarkan teoretik

ilmiah.

FOKUS KAJIAN

Page 4: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

b. Tingkat kemanfaatan pragmatis kebijakan terhadap peningkatan mutu

pendidikan sebagaimana tujuan utamanya.

c. Rekomendasi keberlanjutan pelaksanaan kebijakan tersebut.

embangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila

dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan

kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum

dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam

mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai- nilai budaya

bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa

P

Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana

diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi

permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan

karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu

secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

(RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai

landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan

masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab

berdasarkan falsafah Pancasila.”

Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang

diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang

dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

UUSPN).

Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh

untuk melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa

FOKUS KAJIAN

Page 5: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang

dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan

karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,

pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan

kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa

yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh

hati.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan

2. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004,

mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu,

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32

Tahun 2005 tentang Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005-

2009.

enelitian yang dilakukan oleh Jalaludin 2012 dalam Jurnalnya berjudul

“MEMBANGUN SDM BANGSA MELALUI PENDIDIKAN

KARAKTER” Bangsa Indonesia dewasa ini tengah mengalami semacam

split personality, sejumlah pristiwa yang mengarah pada dekadensi moral

menunjukkan bahwa bangsa ini telah hampir kehilangan jati dirinya sebagai bangsa

yang dikenal beradab dan bermartabat. Sementara tradisi pendidikan tampak belum

matang untuk memilih pendidikan karakter sebagai kinerja budaya dan religius dalam

kehidupan masyarakat. Di tengah kondisi tersebut, pendidikan holistik berbasis

karakter yang menekankan pada dimensi etis-religius menjadi relevan diterapkan.

Pendidikan holistik merupakan filosofi pendidikan yang berangkat dari pemikiran

bahwa pada dasarnya pendidikan individu dapat menemukan identitas, makna, dan

nilai-nilai spiritual. Pendidikan moral ini dapat membentuk generasi bangsa yang

memiliki karakter yang mengakar pada budaya dan nilai-nilai religius bangsa,

PTemuan dan fakta

Page 6: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

sebagaimana negeri Cina yang mampu melahirkan generasi handal justru dengan

mengedepankan karakter dan tradisi bangsanya.

enelitian yang dilakukan oleh Sri Wahyuni Tanshzil 2012 dalam Jurnalnya

berjudul “MODEL PEMBINAAN PENDIDIKAN KARAKTER

PADA LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DALAM

MEMBANGUN KEMANDIRIAN DAN DISIPLIN SANTRI” Penelitian ini

dilatarbelakangi oleh sebuah fakta lapangan yang menunjukan telah terjadinya

penurunan kualitas moral bangsa Indonesia, yang dicirikan dengan maraknya

praktek KKN, terjadinya konflik, meningkatnya kriminalitas, dan menurunnya etos

kerja. Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan non formal, yang sarat

dengan pendidikan nilai, baik nilai agama maupun nilai-nilai luhur bangsa,menjadi

sebuah lembaga yang sangat efektif dalam mengembangkan pendidikan karakter.

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana Model

pembinaan pendidikan karkater pada lingkungan pondok pesantren dalam

membangun kemandirian dan disiplin santri.

P

Temuan penelitian ini ialah: (1) Unsur-unsur nilai karakter yang dikembangkan

dalam lingkungan pondok pesantren meliputi nilai fundamental, instrumental serta

praksis yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist serta nilai-niai luhur Pancasila.

(2) Proses pembinaan pendidikan karkater dalam membangun kemandirian dan

disiplin santri di lingkungan pondok pesantren dilaksanakan dengan pendekatan

menyeluruh, melalui pembelajaran, kegiatan ekstrakulikuler, pembiasaan, serta

kerjasama dengan masyarakat dan keluarga.(3) Metode yang digunakan dalam

membangun kemadirian serta kedisiplinan santri pada lingkungan pondok pesantren

dilaksanakan melalui metode pembiasaan, pemberian pelajaran atau nasihat,

metode pahala dan sanksi, serta metode keteladanan dari para kyiai serta

pengajarnya. (4) Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan metode pembinaan

karakter dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada pondok

pesantren bersifat internal dan eksternal. (5) Keunggulan hasil yang dikembangkan

dalam membangun kemandirian dan kedisiplinan santri pada pondok pesantren

dibuktikan dengan adanya perubahan sikap, tatakrama serta prilaku santri;

munculnya kemandirian santri dalam berfikir dan bertindak; Munculnya kedisiplinan

santri dalam mengelola waktu serta menaati tata peraturan, serta lahirnya figur-figur

Page 7: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

panutan dalam lingkungan masyarakat, baik dalam bidang pendidikan, keagamaan,

kesehatan serta organisasi kemasyarakatan.

enelitian yang dilakukan oleh Marzuki 2012 dalam Jurnalnya berjudul

“PENGINTEGRASIAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM

PEMBELAJARAN DI SEKOLAH” Pendidikan adalah proses

memanusiakan manusia. Untuk meraih derajat manusia seutuhnya sangatlah tidak

mungkin tanpa melalui proses pendidikan. Pendidikan harus dapat menghasilkan

insan-insan yang memiliki karakter mulia, di samping memiliki kemampuan

akademik dan keterampilan yang memadai. Salah satu cara untuk mewujudkan

manusia yang berkarakter adalah dengan mengintegrasikan pendidikan karakter

dalam setiap pembelajaran. Nilai-nilai karakter utama yang harus terwujud dalam

sikap dan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter

adalah jujur (olah hati), cerdas (olah pikir), tangguh (olah raga), dan peduli (olah

rasa dan karsa). Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran dapat

dilakukan dengan pemuatan nilai-nilai karakter dalam semua mata pelajaran yang

diajarkan di sekolah dan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Untuk itu guru

harus mempersiapkan pendidikan karakter mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

hingga evaluasinya. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah perlu didukung

oleh keteladanan guru dan orang tua murid serta budaya yang berkarakter.

P

ecara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa

Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan &

Bohlin, 1999:5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis,

memahatkan, atau menggoreskan (Echols & Shadily, 1995:214). Orang

berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau

berwatak. Dengan demikian, karakter merupakan watak dan sifat-sifat seseorang

yang menjadi dasar untuk membedakan seseorang dari yang lainnya. Koesoema,

(2007:80), karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan

ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-

SKajian literatur

Page 8: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan

bawaan sejak lahir.

Thomas Lickona (1991:51), mendefinisikan karakter sebagai “A reliable inner

disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona

menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral

knowing, moral feeling, and moral behavior”. Karakter mulia (good character), dalam

pandangan Lickona, meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moral khowing), lalu

menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya

benar-benar melakukan kebaikan

Doni Koesoema A, (2007:80), Kepribadian dipandang sebagai ciri atau

karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari

bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya di lingkungan keluarga

saat masih kecil dan bawaan seseorang sejak lahir.

Udin S. Winataputra, (2010:3), secara makro, karakter bangsa adalah kualitas

perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa

sekelompok orang yang berdasarkan pada nilai-nilai. Kemdiknas, (2010:9-10),

Secara psikologis perilaku berkarakter merupakan perwujudan dari potensi

Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), dan

Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang.

Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosio-

kultural pada akhirnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yakni 1) olah

hati (spiritual and emotional development), 2) olah pikir (intellectual development),

3) olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan 4) olah rasa

dan karsa (affective and creativity development). Keempat proses psiko-sosial ini

secara holistik dan koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka

pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri seseorang.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa karakter identik dengan

akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal

yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan

Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan,

yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.

Page 9: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

Menurut Ahmad (1995:62) bahwa kehendak (niat) merupakan awal terjadinya

akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk

pembiasaan sikap dan perilaku.

Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an.

Thomas Lickona (1991:51) dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia

menulis buku yang berjudul Educating for Character: How Our School Can Teach

Respect and Responsibility (1991) yang kemudian disusul oleh tulisan-tulisannya

seperti The Return of Character Education yang dimuat dalam jurnal Educational

Leadership. Pendidikan karakter, menurutnya, mengandung tiga unsur pokok, yaitu

mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good),

dan melakukan kebaikan (doing the good). Di pihak lain, Frye (2002:2)

mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating

schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling

and teaching good character through an emphasis on universal values that we all

share”.

Warsono, (2010:35), Pendidikan karakter merupakan proses pendewasaan

dan pematangan diri seseorang agar menjadi manusia seutuhnya, manusia yang

berkarakter yang terlihat pada kehidupan moral dan kematangan pada setiap diri

seseorang warga belajar, sehingga memahami kebaikan, mau berbuat baik dan

berperilaku baik sebagai manifestasi dari pribadi yang baik.

Kirsten Lewis (1996:8) menegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan

upaya untuk mengembangkan akhlak mulia dan kebiasaan yang baik bagi para

peserta didik. Oleh karena itu, institusi pendidikan atau sekolah harus menjadi

lingkungan yang kondusif. Sekolah harus menjadi sebuah komunitas dan wahana

persaudaraan tempat berkembangnya nilai-nilai kebaikan dan sarana pembiasaan

yang baik. Dalam pengembangan pendidikan karakter, guru harus juga bekerja sama

dengan keluarga atau orang tua/wali peserta didik.

Darmiyati Zuchdi, (2008:5) Pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan

nilai, pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti (moral behavior). Dengan kata

lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap

(attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan

(skills).

Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang benar dan mana

yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan

Page 10: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu

merasakan, dan mau melakukan yang baik. Dengan demikian, pendidikan karakter

membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.

Jadi, pendidikan karakter harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan

sekolah (institusi pendidikan) sebagai agen untuk membangun karakter peserta

didik melalui pembelajaran dan pemodelan. Melalui pendidikan karakter sekolah

harus berpretensi untuk membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia

seperti hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, jujur, memiliki integritas,

dan disiplin. Di sisi lain pendidikan karakter juga harus mampu menjauhkan peserta

didik dari sikap dan perilaku yang tercela dan dilarang.

Jika pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah sebagai bagian dari

reformasi pendidikan, maka reformasi pendidikan karakter bisa diibaratkan sebagai

pohon yang memiliki empat bagian penting, yaitu akar, batang, cabang, dan daun.

Akar reformasi adalah landasan filosofis (pijakan) pelaksanaan pendidikan.

Batang reformasi berupa mandat dari pemerintah selaku penanggung jawab

penyelenggara pendidikan nasional. Cabang reformasi berupa manajemen

pengelolaan pendidikan karakter, pemberdayaan guru, dan pengelola pendidikan

Sedang daun reformasi adalah adanya keterlibatan orang tua peserta didik dan

masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan karakter yang didukung pula dengan

budaya dan kebiasaan hidup masyarakat yang kondusif yang sekaligus menjadi

teladan bagi peserta didik dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari.

Keempat pilar reformasi pendidikan karakter di atas saling terkait dan jika

salah satunya tidak maksimal akan dapat mengganggu pelaksanaan pendidikan

karakter di sekolah dan institusi pendidikan lainnya. Karena itulah, pelaksanaan

pendidikan karakter harus dipersiapkan dengan baik dan melibatkan semua

pihak yang terkait dengan pelaksanaannya serta harus dilakukan evaluasi yang

berkesinambungan.

Lingkungan sosial dan budaya bangsa Indonesia adalah Pancasila, sehingga

pendidikan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan

karakter yang religius (religious based character) harus didasarkan pada nilai-nilai

karakter yang terkandung dalam keseluruhan ajaran agama yang dianut peserta

Kesimpulan dan rekomendasi

Page 11: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

didik. Pengembangan karakter di sekolah menjadi sangat penting mengingat di

sinilah peserta didik mulai berkenalan dengan berbagai bidang kajian keilmuan.

Pada masa ini pula peserta didik mulai sadar akan jati dirinya sebagai

manusia yang mulai beranjak dewasa dengan berbagai problem yang menyertainya.

Dengan berbekal nilai-nilai karakter mulia yang diperoleh melalui proses

pembelajaran di kelas dan di luar kelas, peserta didik diharapkan menjadi manusia

yang berkarakter sekaligus memiliki ilmu pengetahuan yang siap dikembangkan

pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Sebagai pelaku utama pendidikan sebaiknya para guru: (1) Dapat menjadi

contoh yang baik pada pembentukan karakter siswa; (2) Dapat mengintegrasikan

pendidikan karakter dalam mata pelajaran yang diampunya; (3) Membantu siswa

untuk memilah dan memilih lingkungan dan memberi bekal agar siswa tidak

terpengaruh terhadap lingkungan dan contoh-contoh perilaku yang tidak sesuai

dengan karakter yang baik.

Dari kajian beberapa jurnal dan kajian literatur yang dilakukan, mengenai

penilaian kebijakan pendidikan terhadap pendidikan karakter dapat

direkomendasikan bahwa pendidikan karakter penting untuk dilanjutkan, dengan

catatan pelaksanaannya mesti dikemas dengan baik sehingga hasilnya bisa lebih

baik serta pengontrolan atas kinerja pelaksanaan pendidikan karakter yang

terintegral terhadap mata pelajaran di sekolah baik sekolah negeri maupun

sekolah pondok pesantren dilakukan dengan berkelanjutan, dan terus melakukan

inovasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yaitu terjadi perubahan mental

kea rah yang lebih baik terhadap peserta didik.

Page 12: Tugas Individu, Analisis Jurnal Dikumpul

Darmiyati Zuchdi, 2008. Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali Pendidikan

Yang Manusiawi, Jakarta: Bumi Aksara.

Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di

Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Cet. I.

Frye, Mike at all. (Ed.) 2002. Character Education: Informational Handbook and

Guide for Support and Implementation of the Student Citizent Act of 2001.

North Carolina: Public Schools of North Carolina.

Jalaludin, 2012. “Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter”, Jurnal

Pendidikan Oktober, 2012

Kemdiknas. 2010. Desain Induk Pendidikan Karakter. Jakarta: Kementerian

Pendidikan

Nasional.Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach

Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland:

Bantam books.

Marzuki, 2012. “Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran di

Sekolah”, Jurnal Pendidikan April, 2012

Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.

Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Kebijakan Nasional Pembangunan

Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang

Kemdiknas.

Ryan, Kevin & Bohlin, K. E. 1999. Building Character in Schools: Practical Ways to

Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: Jossey Bass.

Tanshzil, Wahyuni, 2012. “Model Pembinaan Pendidikan Karakter pada Lingkunga

Pondok Pesantren dalam Membangun Kemandirian Disiplin Santri”, Jurnal

Pendidikan Oktober, 2012

Zainuddin. 2008. Reformasi Pendidikan: Kritik Kurikulum dan Manajemen

Berbasis Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Daftar pustaka