jurnal gambaran psychological well being pada...

46
1 GAMBARAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA INDIVIDU LANJUT USIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDHA Novalia Desty Utami Pembimbing : Dra. Retnaningsih, MSi ABSTRAK Pada masa lanjut usia, individu ingin untuk dapat lebih menghabiskan waktunya dengan orang-orang yang berarti buat mereka seperti anak-anak dan cucu-cucunya. Dukungan sosial menjadi kebutuhan yang semakin diperlukan lansia, lansia membutuhkan cinta, persahabatan, pen gertian dan butuh untuk dihargai. Kebutuhan emosional tersebut dapat diperoleh dari keluarga, baik pasangan hidup maupun keturunan. Namun, tidak semua lansia kemudian tin ggal bersama keluarganya. Ada juga lansia yang akhirnya tin ggal di insti tusi. Salah satunya di Indonesia institusi yang menyediakan sarana tempat tin ggal bagi para lansia adalah panti werdha. Kontak sosial yang dimiliki lansia akan mempengaruhi psychological well being lebih dari sebelumnya. Kontak sosial merupakan sumber unt uk mendapatkan dukungan pada lansia, keluarga memberikan keamanan dan dukungan emosional, sedang teman juga merupakan sumber penting untuk mendapatkan kesenangan dengan segera. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men getahui alasan, gamba ran psychological well being, dan faktor -faktor yang mempengaruhi psychological well being individu lanjut usia yang tinggal di panti werdha. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang berbentuk studi kasus. Jumlah subjek yang diambil adalah 1 orang lansia berjenis kelamin wanita yang tinggal di panti werdha, berusia 80 tahun, dan telah tin ggal di panti werdha selama 3 setengah tahun. Dari hasil penelitian diketahui bahwa alasan lansia dalam penelitian ini tin ggal di panti werdha adalah karena perubahan tipe keluarga dan kemandirian. Selain itu, diketahui bahwa lansia yang tin ggal di panti werdha dalam penelitian ini memiliki psychological well being yang positif, hal ini berarti lansia yang tin ggal di panti werdha me miliki penerimaan diri yang baik, mampu menjalin hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki otonomi yang baik, penguasaan lingkungan yang baik, memiliki tujuan dalam hidup, dan merasakan pribadinya terus tumbuh. Faktor jaringan sosial yang baik, kondisi ekonomi yang baik, interpretasi yang positif terhadap pengalaman yang dilewati, dan dukungan sosial yang baik, merupakan hal -hal yang dapat mempengaruhi psychological well being individu lanjut usia yang tin ggal di panti werdha. Kata kunci: Lansia, Psychological Well Being, Panti werdha

Upload: lekien

Post on 12-Jun-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

1

GAMBARAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA INDIVIDU LANJUT

USIA YANG TINGGAL DI PANTI WERDHA

Novalia Desty Utami

Pembimbing : Dra. Retnaningsih, MSi

ABSTRAK

Pada masa lanjut usia, individu ingin untuk dapat lebih menghabiskanwaktunya dengan orang-orang yang berarti buat mereka seperti anak-anak dancucu-cucunya. Dukungan sosial menjadi kebutuhan yang semakin diperlukanlansia, lansia membutuhkan cinta, persahabatan, pen gertian dan butuh untukdihargai. Kebutuhan emosional tersebut dapat diperoleh dari keluarga, baikpasangan hidup maupun keturunan. Namun, tidak semua lansia kemudiantin ggal bersama keluarganya. Ada juga lansia yang akhirnya tin ggal di institusi.Salah satunya di Indonesia institusi yang menyediakan sarana tempat tin ggalbagi para lansia adalah panti werdha.

Kontak sosial yang dimiliki lansia akan mempengaruhi psychological wellbeing lebih dari sebelumnya. Kontak sosial merupakan sumber untukmendapatkan dukungan pada lansia, keluarga memberikan keamanan dandukungan emosional, sedang teman juga merupakan sumber penting untukmendapatkan kesenangan dengan segera.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men getahui alasan, gamba ranpsychological well being, dan faktor-faktor yang mempengaruhi psychologicalwell being individu lanjut usia yang tinggal di panti werdha.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodekualitatif yang berbentuk studi kasus. Jumlah subjek yang diambil adalah 1 oranglansia berjenis kelamin wanita yang tinggal di panti werdha, berusia 80 tahun,dan telah tin ggal di panti werdha selama 3 setengah tahun. Dari hasil penelitiandiketahui bahwa alasan lansia dalam penelitian ini tin ggal di panti werdha adalahkarena perubahan tipe keluarga dan kemandirian. Selain itu, diketahui bahwalansia yang tin ggal di panti werdha dalam penelitian ini memiliki psychologicalwell being yang positif, hal ini berarti lansia yang tin ggal di panti werdha memilikipenerimaan diri yang baik, mampu menjalin hubungan yang positif dengan oranglain, memiliki otonomi yang baik, penguasaan lingkungan yang baik, memilikitujuan dalam hidup, dan merasakan pribadinya terus tumbuh. Faktor jaringansosial yang baik, kondisi ekonomi yang baik, interpretasi yang positif terhadappengalaman yang dilewati, dan dukungan sosial yang baik, merupakan hal-halyang dapat mempengaruhi psychological well being individu lanjut usia yangtin ggal di panti werdha.

Kata kunci: Lansia, Psychological Well Being, Panti werdha

Page 2: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

1

PENDAHULUAN

Agar individu dapat

berkembang dengan normal, maka

mereka harus dapat menyesuaikan

dir i , memenuhi kebutuhan dan

mengatasi tugas dalam setiap tahap

perkembangannya (Papalia, Olds, &

Feldman, 2004). Ketika individu

memasuki masa balita, individu

dapat menyesua ikan di r i dan

m e m e n u h i t a n t a n g a n

perkembangannya, jika mulai dapat

m e n g g u n a k a n k e t e r a m p i l a n

motoriknya serta memahami dan

m e n g g u n a k a n b a h a s a u n t u k

berbicara. Pada masa anak-anak,

mereka harus mengembangkan

identitas jenis kelaminnya serta

m u l a i b e r m a i n d a n m e n j a l i n

h u b u n g a n d e n g a n t e m a n

sebayanya, individu harus mulai

mencari identitas dirinya termasuk

identitas seksual, mengembangkan

konsep diri mereka ketika mereka

berada pada masa remaja. Pada

masa dewasa muda individu harus

d a p a t m e n gam b i l kep u t us a n

mengenai gaya hidup, hubungan

dekat, serta pendidikan dan karir

(Papalia, Olds, & Feldman, 2004),

juga tantangan-tantangan lain

seterusnya hingga individu

memasuki masa lansia atau lanjut

usia dan akhirnya meninggal.

Masa lansia merupakan masa

yang akan dilewati setiap individu.

Menur u t A i ken (199 5) l ans i a

didefinisikan sebagai individu yang

telah memasuki dekade ketujuh

dalam hidupnya. Secara tradisional

yang tergolong dalam lansia adalah

mereka yang berusia 65 tahun atau

lebih.

Troll dan Fingerman (dalam

Papalia, Olds, & Feldman, 2004)

mengatakan bahwa lansia ingin

untuk dapat lebih menghabiskan

waktunya dengan orang-orang yang

berarti buat mereka seperti anak-

anak dan cucu-cucunya. Dukungan

sosial menjadi kebutuhan yang

semakin diperlukan lansia, lansia

membutuhkan cinta, persahabatan,

pengertian dan butuh untuk dihargai

(Kohut et al . , 1983) . Menurut

Antonucci dan Akiyama (dalam

Papalia, Olds, & Feldman, 2004)

kebutuhan emosional tersebut dapat

d ipero leh dar i keluarga, ba i k

pasangan hidup maupun keturunan.

N a m u n , t i d a k s e m u a l a n s i a

kemudian tinggal bersama

Page 3: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

3

keluarganya. Ada juga lansia yang

akhirnya tinggal di institusi. Salah

satunya di Indonesia institusi yang

menyediakan sarana tempat tinggal

bagi para lans ia adalah pant i

werdha. Lansia yang memi l ik i

kemungkinan besar tinggal di panti

werdha diantaranya adalah lansia

yang tidak memiliki keluarga (Kohut

et al., 1983), hidup sendiri, tidak

mengambil bagian dalam aktivitas

sosia l , memi l ik i keterbatasan

kesehatan dan kemampuan, serta

memiliki keluarga yang terbebani

dengan kehadiran mereka (McFall &

Mi l ler dalam Papal ia , Olds, &

Feldman, 2004). Perubahan dalam

kehidupan berkeluarga saat ini juga

dapat menjdi salah satu faktor yang

mendorong lansia tinggal di panti

werdha. Nilai keluarga kecil bahagia

sejahtera di Indonesia saat ini,

m e n y e b a b k a n j u m l a h a n a k

berkurang, sehingga mengakibatkan

ketergantungan lansia pada anaknya

pun menurun atau berkurang. Selain

itu, peran kaum perempuan yang

saat ini sudah tidak hanya di rumah

saja sebagai ibu rumah tangga,

tetapi juga memasuki dunia kerja,

atau yang kini biasa disebut wanita

karir, menyebabkan kaum

perempuan dalam sebuah keluarga

tidak dapat lagi diandalkan sebagai

pemberi pelayanan penuh bagi

keluarganya, termasuk lansia dalam

keluarga tersebut. Hal ini tentunya

menyebabkan semakin sedikit anak

u s i a p r o d u k t i f y a n g d a p a t

menampung orang tuanya yang

sudah lanjut usia dalam keluarga

dan lama kelamaan akan ditemukan

kenyataan bahwa keluarga tidak lagi

dapat sepenuhnya diandalkan

sebagai pemberi pelayanan bagi

keluarganya, termasuk menopang

kesejahteraan lansia sehingga

mereka memutuskan hidup sendiri

(Achi r , 2001) . Di samping i tu,

menurut Coles (dalam Gunarsa,

2 0 0 2 ) l a n s i a y a n g m e m i l i k i

keterbatasan dalam memenuhi

kehidupan sehari-harinya sendiri pun

akhirnya memilih untuk tinggal di

panti werdha.

Panti werdha merupakan unit

pe l aksanaan tekn is kegia tan

pelayanan sosial kepada lansia

untuk memenuhi kebutuhan hidup

m ereka secara l ayak mela lu i

pemberian penampungan yaitu

penempatan lansia di dalamnya,

jaminan hidup seperti makanan dan

Page 4: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

4

pakaian, pemeliharaan kesehatan,

pengisian waktu luang termasuk

rekreasi, bimbingan sosial, mental

serta agama, sehingga mereka

dapat menikmati hari tuanya dengan

diliputi ketentraman lahir dan batin

(Direktorat Jenderal Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial & Direktorat Bina

Pelayanan Sosial Lanjut Usia, 2004).

Panti werdha di Indonesia

dikelola oleh pihak pemerintah dan

juga pihak swasta. Di wilayah DKI

Jakarta terdapat 12 panti jompo baik

swasta maupun pemerintah (Dinas

B i n a M e n t a l S p i r i t u a l d a n

Kesejahteraan Sosial, 2004). Panti

tersebut menyediakan sarana dan

prasarana untuk menampung,

merawat, serta memberikan kegiatan

keterampilan, keagamaan, olahraga,

d a n j u g a k e s e n i a n . N a m u n ,

pandangan terhadap panti werdha

k u r a n g b e g i t u b a i k . D e n g a n

tinggalnya lansia di panti werdha,

maka lansia dianggap sebagai

m anus ia yang t i dak m emi l i k i

orientasi, tidak dapat mengatur

dirinya, tidak bahagia, memiliki

gambaran diri yang negatif, merasa

tidak berharga dan tidak mampu

(Tobin dan Lieberman, 1978).

Menurut Sommer (dalam Ebersole

dan Hess, 1990), lansia yang tinggal

di panti menunjukkan gejala antara

lain deindividuasi , yai tu lansia

mengalami peningkatan

ketergantungan, penurunan

asertifitas dan tidak mampu untuk

membuat keputusan, keterasingan

terhadap teknologi, dan perubahan

lain di dunia luar, serta kebosanan

akibat kekurangan stimulus baru.

Tinggalnya lansia di panti

w e r d h a , j u g a a k a n s e m a k i n

menegaskan pemiki ran bahwa

dirinya sudah tua, menyulitkan, dan

tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

Selain i tu, menurut Kleeimeier

(dalam Lawton, 1977) peri laku

individu yang tinggal di panti diatur

atau distandarisasi oleh petugas dan

peraturan dari organisasi panti

tersebut. Panti werdha memiliki Giri

dimana para anggotanya dipisahkan

dari masyarakat luas. Pemisahan ini

terjadi karena penghuni yang ada

memiliki perbedaan dalam usia,

kesehatan, dan status lainnya dari

masyarakat sekitarnya. Selain itu,

penghuni juga jarang bergabung

dengan komunitas sekitarnya dan

Page 5: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

5

kedatangan orang luar ke dalam

panti pun terbatas. Panti werdha

j u g a m e m i l i k i G i r i d i m a n a

penghuninya melakukan aktivitas

yang sama untuk bangun tidur,

makan, atau kegiatan lainnya di

waktu dan tem pat yang sama.

Perlmutter dan Hall (1992)

mengatakan pemisahan lansia dari

masyarakat sekitarnya ini akan

mengurangi kontak mereka dengan

k a u m m u d a d a n d a p a t

mempertahankan stereotipe bahwa

lansia rapuh dan tidak berguna

dimata kaum muda serta kehilangan

stimulasi atas ide-ide baru yang

mungkin dapat diperoleh dari kaum

muda. Pemisahan ini juga membuat

lansia tinggal dalam kondisi dimana

hu bungan den gan ora ng la i n

terbatas, sehingga lansia akan

merasa terisolasi, mobilitas terbatas,

pengalaman sosia l yang juga

terbatas, terorientasi pada keg iatan

rutin, dan aktivitas yang tidak kreatif

( T ow nsen d d a l a m T o b i n d an

Lieberman, 1978). Berbagai kondisi

t e r s e b u t k e m u n g k i n a n a k a n

berpengaruh terhadap psychological

well being lansia yang tinggal di

panti werdha.

Psychological well being

adalah reaksi evaluasi seseorang

mengenai kenyaman hidupnya

(Nathawat dalam Katarina, 2007).

Menurut Voyer dan Boyer (dalam

Louvet dan Rohmer, 2005) indikasi

dari kemampuan individu untuk

menyesuaikan diri dalam berbagai

konteks kehidupannya, sepert i

menyesuaikan diri terhadap masa

rem aja , de wasa, us i a l an ju t ,

pekerjaan, dan lain sebagainya

disebut Psychological well being.

Perasaan terhadap well being tadi

merupakan evaluasi individu atas

hidupnya (Papalia, Olds, & Feldman,

2004). Ryff (1989) merumuskan

terdapat enam dimensi dalam

psychological well being, yaitu

dimensi penerimaan dir i (self-

acceptance), dimensi hubungan

positif dengan orang lain (positive

relations with others ), dimensi

otonomi (autonomy ) , d imensi

p e n g u a s a a n l i n g k u n g a n

(environmental mastery), dimensi

tujuan hidup (purpose in life), dan

dimens i per tumbuhan pr ibadi

(personal growth). Keenam dimensi

i n i m a s i n g - m a s i n g m e m i l i k i

tantangan-tantangan yang berbeda

Page 6: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

6

dalam hidup yang dihadapi individu

untuk dapat berfungsi secara positif

(Ryff, 1989). Terdapat juga berbagai

kondisi lain atau faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi keadaan

psychological well being pada lansia,

antara lain menurut Pinquart &

Sorenson (dalam Gusmilizar, 2009)

yaitu terdiri dari dua faktor, faktor

jaringan sosial dan faktor status

sosial ekonomi. Sedangkan menurut

Andrew dan Robinson (dalam

Syamsudin, 2008) faktor-faktor yang

mempengaruhi psychological well

being, adalah faktor pengalaman

hidup dan interpretasinya juga faktor

dukungan sosial yang diterima

individu.

Di sisi lain, panti juga dapat

m em be r i ka n h a l p os i t i f b ag i

penghuninya. Tinggal di tempat

khusus bagi lansia dapat membuat

lansia tidak terganggu lagi oleh

keributan ataupun tingkah laku ramai

dari kaum muda. Menurut Perlmutter

dan Hal l (1992) , hal in i dapat

m e m b u a t l a n s i a j u g a d a p a t

berinteraksi dengan teman sebaya

y a n g t a m p a k n y a d a p a t

meningkatkan semangat hidup,

aktivitas sosial, dan kepuasan

tempat tinggal. Di samping itu, panti

j uga menyed iakan keper l uan

sandang, pangan, dan papan para

peng hun i nya.

Panti umumnya memberikan

kesempatan kepada penghuninya

untuk melakukan kegiatan yang

positif. Di dalam panti biasanya

disediakan petugas sosial, tenaga

medis, pengasuh spiritual yang

dapat membantu lansia dalam

m e n j a l a n k a n d a n m e n j a g a

kehidupan sehari-hari. Lansia yang

menghuni panti, biasanya juga

d i b e r i k an k esem pa t an un tu k

melakukan rekreasi bersama-sama.

Dengan lingkungan yang asri, tertata

r a p i , m a k a n t e r a t u r , d a n

pengawasan kesehatan yang ketat,

para lansia i tu biasanya hidup

dengan sejahtera, bahkan di panti

m i l i k p e m e r i n t a h s e k a l i p u n

(Ratnawati, 2005).

Berdasarkan uraian diatas,

m a k a p e n e l i t i t e r t a r i k u n t u k

mengetahui psychological well being

pada individu lanjut usia yang tinggal

di panti werdha.

Pertanyaan Penelitian

Page 7: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

7

Berdasarkan uraian latar belakang

masalah tersebut diatas, maka

diajukan pertanyaan-pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Mengapa individu lanjut usia

tinggal di panti werdha?

2. Bagaimanakah gambaran

psychological well being pada

individu lanjut usia yang

tinggal di panti werdha?

3. Faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi psychological well

being pada individu

lanjut usia yang tinggal di panti

werdha?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari peneli t ian ini

adalah untuk mengetahui mengapa

individu lanjut usia tinggal di panti

werdha, psychological well being

pada individu lanjut usia yang tinggal

di panti werdha, dan faktor-faktor

yang mempengaruhi psychological

well being pada individu lanjut usia

yang tinggal di panti wedha.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki

dua manfaat, yaitu:

1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi

y a n g b e r m a n f a a t b a g i

pengembangan ilmu psikologi

k h u s u s n y a P s i k o l o g i

Perkembangan dan Gerontology

serta dapat menjadi masukan

yang berguna bagi penelitian

l e b i h l a n j u t m e n g e n a i

psychological well being pada

individu lanjut usia yang tinggal di

panti werdha.

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan gambaran

kepada para individu lanjut usia

dan keluarganya, serta pihak

p a n t i w e r d h a , t e n t a n g

psychological well being pada

individu lanjut usia yang tinggal

di panti werdha, sehingga dapat

menjadi pertimbangan dalam

merawat lansia di panti werdha.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep psychological well

being atau kesejahteraan psikologis

diperkenalkan oleh Neugarten

(dalam Palupi, 2008) yang diartikan

sebagai kondisi psikologis yang

dicapai oleh seseorang pada saat

Page 8: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

8

berada pada usia lanjut. Nathawat

(dalam Katarina, 2007) berpendapat

bahwa psychological well being

adalah reaksi evaluasi seseorang

mengenai kenyamanan hidupnya.

Ryff (dalam Palupi, 2008),

menyatakan bahwa psychological

well being adalah suatu keadan

dimana individu dapat menerima

kekuatan dan kelemahan di r i

sebagaimana adanya, memil iki

hubungan positif dengan orang lain,

mampu mengarahkan perilakunya

sendiri, mampu mengembangkan

potensi diri secara berkelanjutan,

mampu menguasai lingkungan, serta

memiliki tujuan dalam hidupnya.

Diener (dalam Papalia, Olds,

dan Feldman, 2004) mengatakan

bahwa psychological well being

adalah perasaan subjekt i f dan

evaluasi individu terhadap hidupnya

sendiri.

Berdasarkan dari beberapa

definisi psychological well being

yang dikemukakan diatas, maka

d a p a t d i s i m p u l k a n b a h w a

psychological well being meru pakan

kondisi psikologis yang dicapai oleh

individu, dimana individu dapat

menerima kekuatan dan kelemahan

diri sebagaimana adanya, memiliki

hubungan positif dengan orang lain,

mampu mengarahkan perilakunya

sendiri, mampu mengembangkan

potensi diri secara berkelanjutan,

mampu menguasai lingkungan, serta

memiliki tujuan dalam hidupnya

dalam bentuk perasaan subjektif,

sebagai reaksi evaluasi seseorang

mengenai kenyamanan hidupnya.

Dimensi-dimensi Psychological

Well Being

a) Penerimaan Diri (Self-

Acceptance)

Dimensi ini merujuk pada

k e m a m p u a n i n d i v i d u d a l a m

menerima segala aspek dirinya

secara positif, baik di masa lalu

m a u p u n s e k a r a n g . D i m e n s i

penerimaan diri dikatakan sebagai

karakteristik sentral dari individu

yang sehat mental dan matang yang

akhirnya mendukung terciptanya

kondisi well-being . (Ryff dalam

Lopez & Snyder, 2004). Individu

yang t inggi da lam dimens i in i

dikarakteristikan sebagai individu

yang memiliki sikap positif terhadap

diri, mengetahui dan menerima

semua aspek diri, dan memiliki

Page 9: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

9

pandangan positif tentang kehidupan

masa lalunya. Sebaliknya, individu

yang rendah dalam dimensi ini

memi l ik i perasaan t idak puas

den g an d i r i , kec ewa deng an

kehidupan masa lalu, cemas dengan

kualitas personal yang dimiliki, dan

berharap untuk bisa berbeda dari

dirinya sendiri. (Ryff & Keyes, 1995).

b) Hubungan Positif dengan Orang

Lain (Positive Relations with

Others)

Adanya kemampuan untuk

membina hubungan interpersonal

yang baik, saling percaya, penuh

kehangatan, dan penuh c in ta

dipandang sebagai kriteria penting

individu yang sehat mental dan

matang. Individu yang sudah mampu

mengaktualisasikan dirinya juga

digambarkan sebagai individu yang

mampu menunjukkan empati dan

afeksi , mampu mencintai , dan

m emi l i k i pe r saha ba t an ya ng

mendalam. Pada intinya, seluruh

kemampuan tersebut menjadi

komponen penting dalam

psychological well being individu

(Ryff dalam Lopez & Snyder, 2004).

Individu yang tinggi dalam dimensi

ini dikarakteristikkan sebagai individu

yang memiliki kehangatan, mampu

menampilkan pribadi yang jujur

ketika berhubungan, peduli dengan

kesejahteraan orang lain, mampu

menunjukkan empati, afeksi, dan

keintiman, serta memahami makna

“take and give” ketika berhubungan

dengan orang lain. Sebaliknya,

individu yang rendah dalam dimensi

ini tidak terlalu dekat dan jujur dalam

menjalin suatu hubungan, merasa

sulit untuk menjadi hangat, terbuka,

dan peduli terhadap orang lain,

merasa terisolasi dan frustasi dalam

hubungan interpersonal, dan tidak

bersedia untuk membuat kompromi

untuk mempertahankan ikatan

penting dengan orang lain (Ryff &

Keyes, 1995).

c) Otonomi (Autonomy)

Adapun yang menjadi dasar

dalam dimensi ini adalah penentuan

diri (selfdetermination), kebebasan,

dan regulasi emosi didalamnya.

Individu yang tinggi dalam dimensi

ini adalah individu yang memiliki

kebebasan dalam menentuan diri,

mampu mengatasi tekanan sosial

ketika berpikir dan bertindak, mampu

mengontrol perilaku, dan mampu

mengevaluasi diri dengan standar

Page 10: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

10

personal (Ryff dalam Lopez &

Snyder, 2004). Sebaliknya, individu

yang rendah dalam dimensi ini

sangat mementingkan harapan dan

evaluasi dari orang lain, bergantung

pada penilaian orang lain ketika

membuat keputusan yang penting,

dan mengikuti (conform) tekanan

sosial dalam berpikir dan bertindak

(Ryff & Keyes, 1995).

d) Penguasaan Lingkungan

(Environmental Mastery)

Dimensi ini melibatkan

k e m a m p u a n i n d i v i d u d a l a m

mengatur dan mengubah lingkungan

melalui aktivitas fisik dan mental.

Ryff menyebutkan bahwa individu

yang sehat mental dan matang

adalah individu yang memi l ik i

kemampuan untuk memilih dan

menciptakan lingkungan yang sesuai

dengan kondis i psikis di r inya,

mampu berpartisipasi dalam aktivitas

di luar diri, dan memanipulasi serta

mengontrol lingkungan sekitarnya

yang kompleks. Individu yang tinggi

dalam dimensi ini dinilai sebagai

individu yang sangat kompeten dan

memiliki penguasaan yang baik

dalam mengontrol lingkungan dan

aktivitas eksternal, serta mampu

memilih dan menciptakan situasi

yang sesuai dengan ni lai dan

keinginannya (Ryff dalam Lopez &

Snyder, 2004). Sebaliknya, individu

yang rendah dalam dimensi ini

merasa sulit untuk mengatur hidup

sehari-hari, merasa tidak mampu

untukmengubah atau meningkatkan

situasi di sekelilingnya, tidak peduli

pada sekitar,dan kehilangan kontrol

diri (Ryff & Keyes, 1995).

e) Tujuan Hidup (Purpose in Life)

Ryf f mengatakan bahwa

individu yang dapat berfungsi secara

positif adalah individu yang memiliki

tujuan, intensi, dan arahan yang

dapat memberikan kontribusi pada

kebermaknaan hidupnya. Individu

yang t inggi da lam dimens i in i

dikarakteristikkan sebagai individu

yang memiliki tujuan dalam hidup

dan mampu memberi makna pada

hidupnya baik masa sekarang

maupun masa lalu (Ryf f dalam

Lopez & Snyder, 2004). Sebaliknya,

individu yang rendah dalam dimensi

ini merasa bahwa dirinya kehilangan

petunjuk, tidak meyakini bahwa

hidup ini memberikan arti, memiliki

sedikit tujuan, dan tidak mampu

Page 11: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

11

melihat tujuan di kehidupan masa

lalunya (Ryff & Keyes, 1995).

f) Pertumbuhan Pribadi (Personal

Growth)

Ryf f mengatakan bahwa

tercapainya fungsi positif yang

optimal tidak hanya digambarkan

ketika individu sudah berhasi l

mencapai suatu kriteria tertentu,

t e t a p i j u g a k e t i k a d i r i n y a

menumbuhkan, mengembangkan,

dan meluaskan potensi atau fungsi

dirinya. Individu yang tinggi dalam

dimensi ini memiliki pandangan

bahwa dirinya selalu berkembang,

terbuka pada pengalaman baru,

m e m i l i k i k e m a m p u a n u n t u k

merealisasikan potensi diri, mampu

melihat perkembangan diri dan

perilakunya sepanjang waktu, dan

melakukan perubahan dengan cara-

cara tertentu yang merefleksikan

pengetahuan diri (Ryff dalam Lopez

& Snyder, 2004). Sebal iknya,

individu yang rendah dalam dimensi

ini merasa bahwa hidupnya berhenti

(stagnation), kehilangan kemampuan

untuk meningkatkan diri sepanjang

waktu, merasa jenuh dan merasa

bahwa hidupnya tidak menarik, dan

m e r a s a t i d a k m a m p u u n t u k

membangun sikap atau perilaku baru

(Ryff & Keyes, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Psychological Well Being

Menurut Pinquart & Sorenson

(dalam Gusmilizar, 2009) terdapat

d u a f a k t o r y a n g d a p a t

mempengaruhi psychological well

being individu, yaitu:

a) Faktor Jaringan sosial

Menurut Pinquart & Sorenson

(dalam Gusmilizar, 2009), berkaitan

dengan aktivitas sosial yang diikuti

oleh individu seperti aktif dalam

p e r t e m u a n - p e r t e m u a n a t a u

organisasi, kualitas dan kuantitas

aktivitas yang dilakukan, dan dengan

siapa kontak sosial dilakukan.

b) Faktor Status sosial ekonomi

Menurut Pinquart & Sorenson

(dalam Gusmilizar, 2009) meliputi

besarnya income keluarga, tingkat

pendidikan, keberhasilan pekerjaan,

kepemilikan materi, status sosial di

masyarakat.

Menurut Andrew & Robinson

(dalam Syamsudin, 2008) faktor-

f a k t o r y a n g m e m p e n g a r u h i

psychological well being i nd ivid u

Page 12: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

12

lanjut usia yang tinggal di panti

werdha adalah:

a) Faktor Pengalaman Hidup dan

I nterpretasi nya

Menurut Andrew & Robinson

(dalam Syamsudin, 2008) faktor

pengalaman hidup interpretasi

individu terhadap pengalaman

hidupnya akan berpengaruh pada

p e n i l a i a n i n d i v i d u t e r h a d a p

kehidupannya secara umum.

b) Faktor Dukungan Sosial

Hasil penelitian menemukan

b ah wa d uk u n g a n s os i a l d a r i

lingkungan sekitar individu akan

sangat mempengaruhi psychological

well-being yang dirasakan oleh

individu tersebut. Menurut Sarafino

(dalam syamsudin, 2008) dukungan

sos ia l ternya ta juga memi l i k i

hubungan dengan kondisi well-

being. Dukungan sosial didefinisikan

sebagai pemberian rasa nyaman,

kepedulian, penghargaan, atau

bantuan kepada individu, yang bisa

diperoleh dari pasangan, keluarga,

t e m a n , a t a u o r g a n i s a s i

kemasyarakatan (Cobb dalam

Syamsudin, 2008). Menurut Cobb

(dalam Syamsudin, 2008), individu

yang mendapatkan dukungan sosial

akan merasa bahwa dirinya dicintai,

dipedulikan, dihargai, dan menjadi

bagian dalam jaringan sosial (seperti

keluarga dan organisasi tertentu)

y a n g m e n y e d i a k a n t e m p a t

bergantung ketika dibutuhkan.

Dalam penelitian ini, peneliti

m e n g g u n a k a n t e o r i y a n g

diungkapkan oleh kedua tokoh

tersebut diatas untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi

psychological well being i nd ivid u

lanjut usia yang tinggal di panti

werdha. Digunakannya teori dari

kedua tokoh tersebut karena kedua

tokoh tersebut mengatakan hal yang

berbeda mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi psychological well

being. Sehingga penel i t i ingin

mengetahui, bagaimana masing-

masing dari faktor-faktor tersebut

berpengaruh terhadap psychological

well being individu lanjut usia yang

tinggal di panti werdha.

Lanjut Usia

Manusia berubah secara

konstan, diawali kehidupan manusia

perubahan itu bersifat evolusional,

ya ng ar t i nya b ahwa manus ia

berubah menuju kedewasaan, akan

Page 13: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

13

t e t a p i p a d a p e r k e m b a n g a n

selanjutnya mereka justru tidak

berkembang secara evolusional lagi

melainkan terjadi suatu regresi.

Perubahan ini biasa disebut menua

(Hurlock, 1980).

Menurut Constantinides

(dalam Nugroho, 2000) menua

adalah suatu proses menghilangnya

secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau

mengganti dan mempertahankan

fungsi normalnya, sehingga tidak

dapat bertahan terhadap infeksi dan

memperbaik i kerusakan yang

diderita.

Lansia adalah masa dewasa

akhir, yang dimulai pada usia 60-an

tahun dan diperluas sampai sekitar

usia 120 tahun, memiliki rentang

kehidupan yang paling panjang

dalam per iode perkembangan

manusia (Santrock, 1995).

Aiken (1995) mendefinisikan

lansia sebagai individu yang telah

memasuki dekade ketujuh dalam

hidupnya. Secara tradisional, yang

tergolong dalam lanjut usia adalah

mereka yang berusia 65 tahun atau

lebih.

Levinson (1978) memberikan

batasan usia lansia yaitu individu

yang berada pada usia 60 tahun

keatas. Periode ini ditandai dengan

adanya masa transisi dari dewasa

akhir ke lanjut usia yang terjadi pada

saat individu berusia 60 - 65 tahun.

Pada periode ini terdapat penurunan

keadaan fisik serta pendapatan,

namun biasanya masih memiliki

aktifitas.

Sementara di Indonesia,

terdapat batasan usia lansia yang di

berikan oleh pemerintah. Individu

yang disebut lansia adalah yang

telah mencapai usia 60 tahun dan

dinyatakan dengan pemberian kartu

tanda penduduk (KTP) seumur

hidup. Hal ini tercantum pada

Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 13 Tahun 1998 mengenai

kesejahteraan lansia (Direktorat

Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi

Sosial & Direktorat Bina Pelayanan

Sosial Lanjut Usia, 2004).

Berdasarkan dari beberapa

d e f i n i s i l a n j u t u s i a y a n g

dikemukakan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa lanjut usia

merupakan masa dewasa akhir,

yang dimulai pada usia 60-an dan

ditandai dengan penurunan keadaan

fisik.

Page 14: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

14

Psychological Well Being pada

individu lanjut usia

Perasaan well being pada

lansia dihubungkan dengan memilih

tujuan spesifik sebagai hal penting

dalam berfungsi dan secara efektif

mengatur sumber-sumber internal

(energi, pemikiran, dan sebagainya)

dan eksternal (mengambil kelas

keterampilan, dukungan teknis, dan

sebagainya) untuk memaksimalkan

tingkat fungsional mereka (Biren &

Renner, 1980). Oleh karena itu, well

being bergantung pada kemampuan

untuk mengatur atau mengurangi

akibat dari peristiwa hidup yang

menekan dengan mengatur sumber-

sumber di sekitarnya untuk terus

terlibat dalam peran dan kegiatan

yang berharga (Hamarat dalam

Newman & Newman, 2006).

Dalam hubungan sosial,

u m u m n y a k e h i d u p a n l a n s i a

diperkaya dengan kehadiran teman

lama dan keluarga. Dan Landsford et

al., (dalam Papalia, Olds & Feldman,

2004) mengatakan bahwa Kontak

sosial yang dimiliki lansia akan

mempengaruhi well being lebih dari

sebelumnya. Kontak sosial

merupakan sumber untuk

mendapatkan dukungan pada lansia,

keluarga memberikan keamanan

dan dukungan emosional, sedang

teman juga merupakan sumber

p e n t i n g u n t u k m e n d a p a t k a n

k e s e n a n g a n d e n g a n s e g e r a

(Papalia, Olds & Feldman, 2004).

Teman juga dapat menjadi tempat

untuk menceritakan perasaan dan

pik i ran, ser ta dapat bercer i ta

m e n g en a i k ek h a w a t i r a n d a n

kesedihan yang dapat membantu

menghadapi perubahandan krisis

penuaan (Genevay dalam Papalia,

Olds & Feldman, 2004).

Palupi (2008)

mengungkapkan terdapat beberapa

upaya yang dapat dilakukan untuk

men i ngkatkan psychological well

being pada individu lanjut usia, yaitu

sebagai berikut:

a. Lingkungan menyediakan sumber

dukungan sosial yang positif agar

lansia tetap bisa merasa bahagia,

mencapai kepuasan hidup dan

terhindar dari depresi. Misalnya

Lingkungan, terutama keluarga,

memiliki kepedulian terhadap

Page 15: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

15

kebutuhan lansia, melibatkan

lansia dalam aktivitas sosial yang

dilakukan keluarga dalam taraf

yang memungkinkan, misalnya

diskusi, makan malam bersama,

rekreasi bersama, dan lain-lain.

Memberikan kebebasan lansia

menjalani hobinya sebatas tidak

membahayakan diri mereka, dan

memberi kesempatan lansia

untuk tetap menjalin relasi sosial

dengan sebaya.

b. Ada kesediaan dari pihak-pihak

yang berkompeten untuk

mendesain program intervensi

bagi individu lanjut usia agar

lebih siap menghadapi masa tua,

seperti pelatihan kesiapan

menghadapi masa pensiun,

pelatihan penerimaan diri,

pelatihan manajemen stres,

pelatihan Life-Review untuk

mengurangi depresi, pelatihan-

pelatihan yang menunjang hobi,

terlebih yang mendatangkan

hasil.

c. Dari pihak lansia diharapkan

adanya kesadaran diri untuk

menjalani/memasuki masa lanjut

usia, menumbuhkan minat untuk

lebih melibatkan diri pada

kegiatan-kegiatan yang

bermakna dan peningkatan

rel igi usitas.

Panti Werdha

Panti werdha merupakan

tempat tinggal dimana penghuninya

menetap da lam jangka waktu

panjang dan umumnya selama sisa

hidup mereka (Higgins, 1989).

Pengadaan panti werdha bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan

para lansia. Berdasarkan UU RI no.

1 3 t a h u n 1 9 9 8 t e n t a n g

kesejahteraan lanj ut usia (Direktorat

Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi

Sosial & Direktorat Bina Pelayanan

Sosial Lanjut Usia, 2004), yang

dmaksud dengan peningkatan

kesejahteraan adalah peningkatan

tata kehidupan dan penghidupan

sosial baik material maupun spiritual

yang diliputi oleh rasa keselamatan,

kesusilaan, dan ketentraman lahir

dan batin yang memungkinkan untuk

mengadakan kebutuhan jasmani,

rohani dan sosial sebaik-baiknya.

Lansia yang tinggal di Panti

Werdha

Page 16: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

16

Lansia yang tinggal di panti

menunjukkan gejala antara lain

d e i n d i v i d u a s i , y a i t u l a n s i a

m e n g a l a m i p e n i n g a t a n

keterantungan terhadap bantuan dari

orang lain, penurunan asertifitas dan

t i dak m ampu unt uk m embuat

keputusan, keterasingan terhadap

teknologi dan perubahan lain di

dunia luar, serta kebosanan akibat

kekurangan stimulus baru (Sommer

dalam Ebersole & Hess, 1990).

Lans ia juga diangap sebagai

m anus ia yang t i dak m emi l i k i

orientasi, tidak dapat mengatur

dirinya, tidak bahagia, memiliki

gambaran diri yang negatif, merasa

tidak berharga dan tidak mampu

(Tobin & Lieberman, 1978).

Akan tetapi, menurut Parmele

& Lawton (1990) mengatakan panti

dapat memberikan kepuasan kepada

p e n g h u n i n y a j i k a d a p a t

menggantikan unsur-unsur yang

h i l a n g d a r i r u m a h m e r e k a

sebelumnya, seperti keamanan,

dukungan, dan persahabatan.

Keamanan bagi lansia tidak hanya

berarti secara fisik, melainkan juga

dengan menemukan lingkungan

yang sesuai untuk menjalani sisa

hidupnya dan memiliki ketersediaan

kontak sos ia l , dukungan dan

pertolongan saat diperlukan.

Kehidupan penghuni panti

umumnya berpusat di sekitar tempat

tid u rnya aki bat keterbatasan tempat

um um d i p an t i (W ood ro f f e &

Townsend dalam Higgins, 1989).

Dan menurut Higgins (1989), panti

yang dapat menjaga privasi seperti

menyediakan tempat yang membuat

individu memiliki pilihan dan kendali,

dimana mereka dapat menarik diri

d a r i h u b u n g a n s o s i a l y a n g

mengancam juga dapat memberikan

kepuasan bagi penghuninya.

Ketika panti dapat

memberikan kesempatan lansia

untuk mengambil peran dalam

ak t i v i t as se h a r i - h a r i s e p e r t i

memasak atau yang lainnya, tingkat

kepuasan mereka terhadap panti

akan lebih tinggi, karena kualitas

pengalaman di panti juga dapat

ditingkatkan dengan memberikan

tanggung jawab dan kebebasan

melakukan kegiatan sehari-hari

kepada penghuni seperti layaknya di

rumah sendiri seperti belanja, ke

tempat ibadah, dan sebagainya

(Higgins, 1989).

Page 17: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

17

Menurut Wade (dalam

Higgins, 1989) sebagian besar lansia

yang tinggal di panti tidak menjalin

persahabatan dengan penghuni

lainnya, hubungan antara penghuni

panti dikarakteristikkan sebagai

hubungan yang kaku yang hanya

menunjukkan rasa sopan dan

penghindaran terhadap kontak

pribadi, mereka cenderung menjaga

kehidupan pribadi mereka sendiri

dan berkomunikasi dengan orang

lain untuk menunjukkan keramahan,

bukan untuk berteman. Selain itu,

arti pertemanan dalam panti lebih

mengarah pada menjaga toleransi

kedekatan secara fisik daripada

secara aktif menikmati atau mencari

persahabatan. Maka dari itu menurut

W ade (da lam Higg i ns , 1989 )

kesempatan untuk mendapatkan

kepuasan hubungan sosial terasa

rendah.

Alasan Lansia tinggal di Panti

Werdha

Menurut Kadir (2009) terdapat

b e b e r a p a a l a s a n ya n g ya n g

menyebabkan lansia tinggal di panti

werdha, yaitu:

a. Perubahan tipe keluarga dari

keluarga besar (extended family)

menjadi keluarga kecil (nuclear

family). Dimana pada awalnya

dalam keluarga terdiri dari ayah,

ibu dan anak-anak. Tapi sesuai

dengan perkembangan keluarga

ada tahap dimana keluarga

menghadapi anak yang menikah

atau membentuk keluarga

sendiri, sehingga yang terjadi

adalah orang tua akan tinggal

berdua saja, tentu saja kondisi ini

membutuhkan peran pengganti

keluarga, yaitu suatu institusi

tertentu.

b. Berubahnya peran ibu. Pada

awalnya peran ibu ada lah

mengurus rumah tangga, anak-

anak, dan lain-lain. Sekarang

telah mengalami perubahan

dimana ibu juga ber t i ndak

sebagai pencari nafkah bekerja di

kantoran dan sebagainya.

Sehingga anggota keluarga

seperti anak-anak dan kakek

serta nenek dit i t ipkan pada

institusi tertentu.

c. Kebutuhan sosialisasi orang

lanjut usia itu sendiri. Apabila ia

tinggal dalam keluarga mungkin

ia akan mengalami perasaan

Page 18: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

18

yang bosan ditinggal sendiri,

anaknya mungkin berangkat

bekerja dan cucunya ke sekolah.

Sehingga ia membutuhkan suatu

l ingkungan sosial dimana di

dalam komunitas tersebut yaitu

panti werdha terdapat beberapa

kesamaan sehingga ia merasa

betah dan kembali bersemangat.

Menurut Kadir (2009) panti

werdha bisa menjadi pilihan yang

baik untuk menikmati hari tua, di

panti werdha mereka menemukan

teman yang relatif seusia dengannya

dimana mereka dapat berbagi cerita.

Karena keberadaan lansia di panti

dengan berbagai karakter serta

m e m i l i k i b e r b a g a i r a g a m

problematika maka dipandang perlu

u n t u k m e m b e r i k a n s u a t u

p e n a n g a n a n k h u s u s s e s u a i

kelebihan serta kekurangan yang

mereka miliki.

Di panti werdha selain

mendapatkan pelayanan berupa

pemenuhan kebutuhan dasar juga

diberikan fungsi positif lainnya yaitu

program-program pelayanan sosial

yang bisa memberikan kesibukan

buat mereka sebagai pengisian

waktu luang diantaranya pemberian

Bimbingan Sosial, Bimbingan Mental

Spiritual serta Rekreasi, penyaluran

bakat dan hoby, terapi kelompok,

senam dan banyak kegiatan lainnya

(Kadir, 2009).

Di pant i werdha, mereka

m e n d ap a t k a n f as i l i t as se r t a

kemudahan-kemudahan/aksesibilitas

lainnya. selain bersama teman

s e u s i a n y a , m e r e k a j u g a

mendapatkan pelayanan maksimal

dari para Pekerja Sosial dimana

mereka menemukan hari-harinya

dengan ceria (Kadir, 2009).

Psychological Well Being Pada

Individu Lanjut Usia Yang Tnggal

Di Panti Werdha

Ryff (dalam Palupi, 2008),

menyatakan bahwa psychological

well being adalah suatu keadan

dimana individu dapat menerima

kekuatan dan kelemahan di r i

sebagaimana adanya, memil iki

hubungan positif dengan orang lain,

mampu mengarahkan perilakunya

sendiri, mampu mengembangkan

potensi diri secara berkelanjutan,

mampu menguasai lingkungan, serta

memiliki tujuan dalam hidupnya

Menurut B i ren & Renner

(1980), perasaan well being pada

Page 19: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

19

lansia dihubungkan dengan memilih

tujuan spesifik sebagai hal penting

dalam berfungsi dan secara efektif

mengatur sumber-sumber internal

(energi, pemikiran, dan sebagainya)

dan eksternal (mengambil kelas

keterampilan, dukungan teknis, dan

sebagainya) untuk memaksimalkan

tingkat fungsional mereka. Oleh

karena itu, Hamarat (dalam Newman

& Newman, 2006) mengatakan

bahwa well being bergantung pada

kemampuan untuk mengatur atau

mengurangi akibat dari peristiwa

h idup yang mene kan dengan

m e n g a t u r sum b er - sum b e r d i

sekitarnya untuk terus terlibat dalam

peran dan kegiatan yang berharga.

Dalam hubungan sosial,

u m u m n y a k e h i d u p a n l a n s i a

diperkaya dengan kehadiran teman

lama dan keluarga, sedangkan

Landsford et al., (dalam Papalia,

Olds & Feldman, 2004) mengatakan

bahwa kontak sosial yang dimiliki

lansia akan mempengaruhi well

being lebih dari sebelumnya. Kontak

sosial merupakan sumber untuk

mendapatkan dukungan pada lansia,

keluarga memberikan keamanan

dan dukungan emosional, sedang

teman juga merupakan sumber

p e n t i n g u n t u k m e n d a p a t k a n

k e s e n a n g a n d e n g a n s e g e r a

(Papalia, Olds & Feldman, 2004).

Teman juga dapat menjadi tempat

untuk menceritakan perasaan dan

pik i ran, ser ta dapat bercer i ta

m e n g en a i k ek h a w a t i r a n d a n

kesedihan yang dapat membantu

menghadapi perubahandan krisis

penuaan (Genevay dalam Papalia,

Olds & Feldman, 2004).

Pant i merupakan tempat

t i ngga l d im a na pen gh un i n ya

menetap dalam waktu jangka

panjang dan umumnya selama sisa

hidup mereka (Higgins, 1989).

Menurut Townsend (dalam Tobin &

Lieberman, 1978) tinggal di panti

werdha membuat lansia tinggal

dalam kondisi dimana hubungan

dengan orang lain rendah, merasa

ter isolas i , mobi l i tas terbatas ,

pengamanan sosial yang terbatas,

terorientasi pada kegiatan rutin,

aktivitas yang tidak kreatif, dan

sebagainya.

Selain itu, lansia yang tinggal

di panti menunjukkan gejala antara

lain deindividuasi, yaitu lansia

m e n g a l a m i p e n i n g k a t a n

keterantungan terhadap bantuan dari

Page 20: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

20

orang lain, penurunan asertifitas dan

t i dak m ampu unt uk m embuat

keputusan, keterasingan terhadap

teknologi dan perubahan lain di

dunia luar, serta kebosanan akibat

kekurangan stimulus baru (Sommer

dalam Ebersole & Hess, 1990).

Namun di sisi lain, menurut Parmele

& Lawton (1990) mengatakan panti

dapat memberikan kepuasan kepada

p e n g h u n i n y a j i k a d a p a t

menggantikan unsur-unsur yang

h i l a n g d a r i r u m a h m e r e k a

sebelumnya, seperti keamanan,

dukungan, dan persahabatan.

Keamanan bagi lansia tidak hanya

berarti secara fisik, melainkan juga

dengan menemukan lingkungan

yang sesuai untuk menjalani sisa

hidupnya dan memiliki ketersediaan

kontak sos ia l , dukungan dan

pertolongan saat diperlukan.

Berdasarkan penje lasan

tersebut diatas dapat terlihat jelas

bahwa terdapat hal-hal yang dapat

memberikan pengaruh terhadap

psychological well being i nd ivid u

lanjut usia yang tinggal di panti

werdha. Maka dari itulah penelitian

ini bermaksud untuk mengetahui

bagaimanakah psychological well

being individu lanjut usia yang

tinggal di panti werdha.

METODE PENELITIAN

Oleh karena penel i t ian in i

b e r t u j u a n u n t uk m en g e t a h u i

gambaran menyeluruh tentang

penghayatan subjektif individu lanjut

usia yang tinggal di panti werdha

untuk dil ihat kaitannya dengan

kondisi PWB, maka metode yang

tepat untuk diterapkan adalah

pendekatan kual i ta t i f dengan

m e l a k u k a n o b s e r v a s i d a n

wawancara mendalam. Partisipan

penelitian terdiri satu orang lansia

wanita yang tinggal di anti werdha,

usia 80 tahun serta telah tinggal di

panti werdha selama tiga setengah

t a h u n . A d a p u n c a r a u n t u k

menganal is is hasi lnya adalah

dengan melakukan analisis intra

kasus.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa alasan lansia tinggal di panti

werdha adalah karena perubahan

tipe keluarga dan kemandirian yang

lansia miliki.

Menurut Kadir (2009) terdapat

b e b e r a p a a l a s a n ya n g ya n g

menyebabkan lansia tinggal di panti

Page 21: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

21

werdha, yaitu:

a. Perubahan tipe keluarga dari

keluarga besar (extended family)

menjadi keluarga kecil (nuclear

family). Dimana pada awalnya

dalam keluarga terdiri dari ayah,

ibu dan anak-anak. Tapi sesuai

dengan perkembangan keluarga

ada tahap dimana keluarga

menghadapi anak yang menikah

atau membentuk keluarga

sendiri, sehingga yang terjadi

adalah orang tua akan tinggal

berdua saja, tentu saja kondisi ini

membutuhkan peran pengganti

keluarga, yaitu suatu institusi

tertentu.

b. Berubahnya peran ibu. Pada

awalnya peran ibu ada lah

mengurus rumah tangga, anak-

anak, dan lain-lain. Sekarang

telah mengalami perubahan

dimana ibu juga bertindak

sebagai pencari nafkah bekerja di

kantoran dan sebagainya.

Sehingga anggota keluargaseperti anak-anak dan kakekserta nenek di t i t ipkan padainstitusi tertentu.

c. Kebutuhan sosialisasi orang

lanjut usia itu sendiri. Apabila ia

tinggal dalam keluarga mungkin

ia akan mengalami perasaan

yang bosan ditinggal sendiri,

anaknya mungkin berangkat

bekerja dan cucunya ke sekolah.

Sehingga ia membutuhkan suatu

l ingkungan sosial dimana di

dalam komunitas tersebut yaitu

panti werdha terdapat beberapa

kesamaan sehingga ia merasa

betah dan kembali bersemangat.

Berdasarkan hasil wawancara

dan observasi dapat diketahui

bahwa alasan subjek tinggal di panti

werdha adalah karena perubahan

tipe keluarga dan kemandirian yang

subjek mi l i k i . Perubahan t ipe

keluarga pada subjek adalah subjek

yang kini telah tinggal sendiri, karena

suami subjek sudah meninggal, juga

anak-anak subjek yang kini telah

menikah dan membentuk keluarga

masing-masing. Mereka sudah

tinggal terpisah dengan subjek.

Bahkan anak pertama subjek sudah

tinggal di negara yang berbeda

dengan subjek. Tetapi, anak kedua

subjek masih tinggal satu kota

dengan subjek.

Kemandirian yang subjek

miliki juga menjadi alasan subjek

memi l ih untuk t inggal di pant i

Page 22: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

22

werdha, karena anak kedua subjek

m enging inkan sub jek t i ngga l

bersama mereka, namun subjek

menolaknya. Subjek merasa tidak

ing in merepotkan orang la in ,

termasuk anak-anaknya. Sehingga

tinggal di panti werdha adalah

keputusan dan pilihan hidup subjek

sendiri. Banyak hal yang menjadi

pertimbangan subjek. Salah satunya

adalah, subjek tidak ingin terjadi

konflik antara dirinya dengan pihak

besan karena jika subjek tinggal

bersama anaknya, maka cucu

subjek akan lebih dekat dengan

subjek. Subjek khawatir besannya

akan cemburu sehingga terjadi

konf l ik, hal ini lah yang subjek

hindari . Sehingga subjek lebih

memi l ih untuk t inggal di pant i

werd ha.

Tinggal di panti werdha yang

saat ini subjek tingali pun memang

merupakan salah satu tujuan hidup

subjek. Subjek sudah berniat di hari

tuanya akan menghabiskan waktu

dengan tinggal di panti werdha

tempat subjek tnggal saat ini. Bagi

subjek, terdapat beberapa nilai lebih

dari panti werdha tempat subjek

tinggal. Diperbolehkannya kegiatan

bercocok tanam yang sesuai dengan

hob i su b j ek dan kam ar ya n g

diperuntukkan masing-masing,

adalah nilai lebih yang penti werdha

tersebut miliki. Sehingga membuat

subjek tertarik.

Bagi subjek, subjek tidak

m e r a sa m e m b u t u hk a n s u a t u

l ingkungan yang di dalamnya

terdapat banyak kesamaan, salah

satunya kesamaan usia, untuk

membuat subjek merasa kembali

bersemangat. Subjek memang

memiliki kebutuhan berosialisasi,

tapi tidak sampai membuat subjek

merasa membutuhkan kesamaan

dari suatu l ingkungan tersebut

kemudian baru bisa membuat subjek

kembal i bersemangat. Apalagi

dijadikan alasan subjek memilih

tinggal di panti werdha. Apa yang

ada di dalam diri dan hidup subjek

sudah cukup bagi subjek untuk

membuat subjek bersemangat. Jadi

alasan subjek memilih tinggal di

panti werdha adalah karena

perubahan tipe keluarga dan

kemandirian yang subjek miliki.

Hasil penelitian juga

menunjukan bahwa gambaran

Psychological Well Being

lansia yang tinggal di panti

werdha adalah positif, hal ini

Page 23: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

23

ditunjukkan dengan:

a. Penerimaan diri

Menurut Ryff (dalam Lopez &

S n y d e r , 2 0 0 4 ) , d i m e n s i

penerimaan diri merujuk pada

kemampuan indiv idu dalam

menerima segala aspek dirinya

secara positif, baik di masa lalu

maupun sekarang. Dimensi

pener imaan di r i d i katakan

sebagai karakteristik sentral dari

individu yang sehat mental dan

m a t a n g y a n g a k h i r n y a

mendukung terciptanya kondisi

well-being. Ryff & Keyes (1995)

mengatakan bahwa individu yang

t i n g g i d a l a m d i m e n s i i n i

dikarakteristikan sebagai individu

yang memi l ik i s ikap posi t i f

terhadap diri, mengetahui dan

menerima semua aspek diri, dan

memi l ik i pandangan posi t i f

tentang kehidupan masa lalunya.

Sebaliknya, individu yang rendah

dalam dimensi ini memiliki

perasaan tidak puas dengan diri,

kecewa dengan kehidupan masa

lalu, cemas dengan kualitas

personal yang dimi l ik i , dan

berharap untuk bisa berbeda dari

dirinya sendiri.

Da lam kasus in i sub jek

memiliki sikap positif terhadap

dirinya, dengan bersyukur telah

menjadi dirinya sendiri. Subjek

menging inkan di r inya bi sa

mandiri, karena subjek sejak kecil

mengalami sakit-sakitan. Saat

akan melakukan sesuatu, subjek

akan mempela jar i ter leb ih

d a h u l u , b a r u k e m u d i a n

dijalankan. Subjek merasa puas

dengan apa yang ada di dirinya

hingga saat ini dan seterusnya.

Subjek merasa, hal yang orang

lain dapat lakukan, maka subjek

pun juga dapat melakukannya.

Subjek menerima dirinya apa

adanya, mensyukuri apa yang

ada pada dirinya, sama sekali

subjek tidak berharap untuk

menjadi orang lain. Subjek

menyadari dirinya berbeda dari

orang-orang seusianya yang

biasanya ingin dekat dengan

Page 24: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

24

keluarga, namun subjek tidak

bisa melakukannya. Tetapi

subjek tetap bersyukur. Karena

subjek menyadari bahwa tinggal

di panti kini pun karena memang

keinginan subjek sendiri. Jadi

subjek t idak merasa dir inya

terbuang atau tidak diperhatikan

oleh anak-anak. Subjek sendiri

yang menging inkan di r inya

mandiri, tidak tergantung pada

anak-anak. Subjek pun merasa

senang dengan tinggal di panti

werdha. Karena dengan tinggal di

panti werdha subjek tetap dapat

merasakan hubungan yang baik

dengan keluarga, dirinya menjadi

tidak merepotkan anak-anak, dan

keinginan-keinginannya juga bisa

terlaksana. Penerimaan diri

subjek juga dikatakan baik

karena subjek mengetahui

aspek-aspek yang ada pada

dirinya. Kekurangan diri tidak

dapat subjek ketahui jika dicari,

namun yang pasti saat subjek

m e r a s a o r a n g l a i n b i s a

melakukan sesuatu dan dirinya

t idak, maka dia harus bisa

melakukan hal itu juga, dengan

mempelejarinya. Subjek merasa

kelebihan yang ada di r inya

adalah mau berusaha untuk

menjadi bisa, tidak takut untuk

mencoba, sekalipun awalnya

tidak bisa sama sekali. Awalnya

subjek merasa terpaksa untuk

menjadi bisa dan harus bisa, itu

adalah didikan dar i ibu dan

neneknya. Tingga l di pant i

membuat subjek juga semakin

mengetahui aspek-aspek yang

ada di dirinya, yaitu kelebihan

d a n k e k u r a n g a n d i r i .

Pengalaman-pengalaman baru

yang subjek dapatkan di panti

s e m a k i n m e m b u a t s u b j e k

mengetahui ke l eb ihan dan

kekurangan yang ada pada

dirinya. Mau berusaha untuk

menjadi bisa adalah kelebihan

yang subjek miliki. Terbukti dari

kegiatan-kegiatan yang sama

sekal i belum pernah subjek

lakukan, namun kini subjek mahir

melakukannya. Begitu juga untuk

kegiatan yang sulit sekali baginya

untuk mengikutinya, subjek tidak

akan putus asa, terus berusaha

hingga bisa. Kekurangan diri

sub jek j uga subjek ketahui

selama subjek tinggal di panti.

Page 25: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

25

Lingkungan yang bersahabat,

k e k e l u a r g a a n , m e m b u a t

hubungan yang baik antara

subjek dengan para petugas

p a n t i . S e h i n g g a s a l i n g

mengkoreksi dalam rangka

perbaikan diri menjadi hal yang

berdampak positif bagi subjek.

Penerimaan diri subjek dikatakan

baik juga karena subjek memiliki

pandangan yang positif terhadap

kehidupannya di masa lalu.

S u b j e k m e m a n d a n g

kehidupannya di masa lalu

s e b a g a i k e h i d u p a n y a n g

menyenangkan, karena di masa

lalunya subjek termasuk orang

yang terpandang. Subjek merasa

bangga karena dihargai, hal ini

karena memandang kedudukan

orang tua subjek. Pandangan

subjek terhadap masa lalunya

baik, subjek menikmatinya,

karena sewaktu kecil subjek

adalah salah seorang putr i

bangsawan, yang disebut noni-

noni pada zaman itu.

b. Hubungan Positif dengan orang

lain

Menurut Ryff (dalam Lopez &

Snyder, 2004), dimensi

hubungan positif dengan orang

lain ditunjukkan dengan adanya

kemampuan untuk membina

hubungan interpersonal yang

baik, saling percaya, penuh

kehangatan, dan penuh cinta

dipandang sebagai kr i ter ia

penting individu yang sehat

mental dan matang. Individu

y a n g s u d a h m a m p u

mengaktualisasikan dirinya juga

digambarkan sebagai individu

yang mampu menun jukkan

empat i dan afeks i , mampu

m e n c i n t a i , d a n m e m i l i k i

persahabatan yang mendalam.

P a d a i n t i n y a , s e l u r u h

kemampuan tersebut menjadi

k o m p o n e n p e n t i n g d a l a m

psychological well being individu.

Ryff & Keyes (1995) mengatakan

bahwa individu yang tinggi dalam

dimensi ini dikarakteristikkan

sebagai individu yang memiliki

k e h a n g a t a n , m a m p u

menampilkan pribadi yang jujur

ket ika berhubungan, pedul i

dengan kesejahteraan orang lain,

mampu menunjukkan empati,

afeksi, dan keintiman, serta

memahami makna “ take and

Page 26: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

26

give” ketika berhubungan dengan

orang lain. Sebaliknya, individu

yang rendah dalam dimensi ini

tidak terlalu dekat dan jujur dalam

menja l i n su a t u hub ungan,

merasa sul i t untuk menjadi

hangat, terbuka, dan pedul i

terhadap orang lain, merasa

terisolasi dan frustasi dalam

hubungan interpersonal, dan

tidak bersedia untuk membuat

k o m p r o m i u n t u k

mempertahankan ikatan penting

dengan orang lain.

Dalam kasus ini subjek tidak

merasa kesulitan untuk menjalin

hubungan yang hangat dengan

orang lain, di panti pun subjek

merasakan hal tersebut. Karena

subjek merasa pergaulan itu

diperlukan. Subjek memang

menjaga dalam bersahabat agar

tidak terlalu mendalam. Hal ini

dikarenakan subjek tidak mau

m e n c a r i m a s a l a h . S u b j e k

mengibaratkan, karena apabila

terlalu dekat lalu kemudian jatuh,

maka keduanya akan rugi. Dalam

hubungan pertemanan, subjek

bersikap lebih hati-hati untuk

terlalu membuka dirinya kepada

orang lain, karena

subjek

mengetahui tujuan setiap orang

yang mencoba dekat dengannya.

Contohnya seperti salah satu

penghuni panti, subjek sengaja

tidak mau menjalin hubungan

y a n g t e r l a l u m e n d a l a m

dengannya, karena menurut

subjek, apabi la nanti terjadi

sesuatu yang tidak diinginkan di

dalam hubungan pertemanan itu,

keduanya akan merugi. Subjek

j uga d i ka t ak an b a i k da l am

dimensi hubungan positif dengan

orang lain karena subjek adalah

orang yang pedul i terhadap

orang lain. Subjek suka

melakukan tolong-menolong.

Dalam menolong subjek melihat

dulu keadaan orang yang perlu

d i t o l o n g d a n b a g a i m a n a

orangnya. Subjek menolong

dengan sewajarnya, sebatas

kemampuan yang subjek miliki.

Tolong-menolong merupakan

p e n d i d i k a n y a n g t e l a h

ditanamkan di keluarga subjek

sejak keci l , ayah dan kakek

subjek menjadi contoh bagi

subjek. Di panti subjek merasa,

Page 27: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

27

kepeduliannya terhadap orang

Page 28: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

28

lain adalah hal yang penting.

Karena subjek merasa, di panti

hubungannya sudah seperti

keluarga, baik antara sesama

penghuni panti ataupun petugas.

Jadi harus saling peduli satu

sam a l a i n . S a l i n g t o l o n g -

menolong, yang sewajarnya

dapat subjek lakukan.

c. Otonomi

Menurut Ryff (dalam Lopez

& Snyder, 2004) adapun yang

menjadi dasar dalam dimensi

otonomi adalah penentuan diri

(selfdetermination), kebebasan,

dan regulasi emosi didalamnya.

Indiv idu yang t inggi dalam

dimensi ini adalah individu yang

memi l ik i kebebasan dalam

m e n e n t u a n d i r i , m a m p u

mengatasi tekanan sosial ketika

berpikir dan bertindak, mampu

mengontrol perilaku, dan mampu

mengeva luas i d i r i dengan

standar personal. Ryff & Keyes

(1995) mengatakan individu yang

rendah dalam dimensi ini sangat

mementingkan harapan dan

e v a l u a s i d a r i o r a n g l a i n ,

bergantung pada penilaian orang

lain ketika membuat keputusan

yang penting, dan mengikuti

(conform) tekanan sosial dalam

berpikir dan bertindak.

Dalam kasus ini , subjek

memiliki kebebasan menentukan

apa yang subjek inginkan,

contohnya pilihan untuk tinggal di

p a n t i . D a l a m m e m b u a t

keputusan, subjek selalu

mempertimbangkan masukan

dari orang lain atau seluruh pihak

yang berkaitan juga dengan

pertimbangan subjek sendiri. Hal

i n i s u b j e k l a k u k a n u n t u k

menghindari konflik. Jika subjek

menginginkan sesuatu maka

subjek akan mengemukakan

kepada keluarganya lebih dahulu,

untuk meminta persetujuan

mereka. Subjek merasa tetap

dapat bebas menentukan dirinya

sendiri selama tinggal di panti.

Karena panti memberikan kamar

masing-masing, sehingga subjek

t e t a p m e r a s a k a n b e b a s

menentukan dirinya. Subjek juga

b e b a s m e n e n t u k a n u n t u k

mengikuti atau tidak kegiatan

yang diadakan di panti. Subjek

memiliki otonomi yang baik juga

dikarenakan subjek berusaha

Page 29: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

29

untuk mengontrol prilakunya agar

dirinya tidak menjadi omongan

oleh orang lain. Selama subjek

merasa yang di lakukannya

adalah benar atau pandangan

terhadap dirinya positif, maka

kontrol dirinya tetap terjaga.

Subjek merasa sudah tua dan

menginginkan kehidupan yang

damai-damai saja, tidak mau

m e n c a r i m a s a l a h . S u b j e k

mengatasi tekanan sosial yang

a d a k e t i k a s u b j e k a k a n

melakukan sesuatu dengan

mempertimbankan dulu sampai

dimana kemampuan subjek.

terutama s isi f inansial dan

t e n a g a , a p a b i l a m e m a n g

memadai, maka subjek akan

melakukan hal tersebut. Namun

apabila tidak, maka subjek tidak

akan memaksakan diri. Subjek

mengevaluasi diri ke dirinya

sendiri, berfikir kembali. Apakah

sudah benar tindakannya dan

apakah tindakan yang dilakukan

telah merugikan orang lain atau

tidak. Hal ini subjek lakukan

sebagai salah satu cara agar

tidak terjadi konflik. Subjek tidak

selalu dapat mengevaluasi

dirinya sesuai dengan standar

pr i bad inya , karena subjek

merasa kesalahan yang telah

diperbuat sendiri tidak mungkin

disadarinya. Sehingga subjek

mengatasinya dengan selalu

berusaha melakukan sesuatu

dengan sebaik mungkin. Dengan

cara sebelum subjek melakukan

sesuatu, terlebih dahulu subjek

f ik irkan baik dan buruknya.

Subjek juga tidak merasa frustasi

ataupun terisolasi dengan tinggal

di panti. Hal ini karena subjek

merasa dapat mengungkapkan

keinginan dirinya, yaitu j ika

subjek mau atau tidak mau.

Sehingga dirinya merasa terus

bebas. Subjek juga merasa

dirinya tidak bergantung pada

orang lain. Subjek begitu karena

merasa dirinya tahu kekuatan

yang ada pada dirinya. Pergaulan

di panti pun tidak dapat dikatakan

terbatas, atau juga bebas,

keduanya seimbang. Namun bagi

subjek, memang subjek sendiri

yang membatasi pergaulannya.

d. Penguasaan Lingkungan

Menurut Ryff (dalam Lopez &

Snyder, 2004) dimensi

Page 30: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

30

penguasaan lingkungan

melibatkan kemampuan individu

dalam mengatur dan mengubah

lingkungan melalui aktivitas fisik

dan mental. Ryff menyebutkan

bahwa indiv idu yang sehat

mental dan matang adalah

i n d i v i d u y a n g m e m i l i k i

kemampuan untuk memilih dan

menciptakan lingkungan yang

sesuai dengan kondisi psikis

dirinya, mampu berpartisipasi

dalam aktivitas di luar diri, dan

memanipulasi serta mengontrol

l ingkungan sekitarnya yang

kompleks. Individu yang tinggi

dalam dimensi ini dinilai sebagai

individu yang sangat kompeten

dan memiliki penguasaan yang

b a i k d a l a m m e n g o n t r o l

l i n g k u n g a n d a n a k t i v i t a s

eksternal, serta mampu memilih

dan menciptakan situasi yang

s e s u a i d e n g a n n i l a i d a n

keinginannya. Ryff & Keyes

(1995) mengatakan individu yang

rendah dalam dimensi ini merasa

sul i t untuk mengatur hidup

sehari-hari, merasa tidak mampu

u n t u k m e n g u b a h a t a u

meningkatkan situasi di

sekelilingnya, tidak peduli pada

sekitar, dan kehilangan kontrol

diri.

Da lam kasus in i sub jek

mampu untuk mengubah atau

m e n i n g k a t k a n s i t u a s i d i

lingkungan sekitar agar sesuai

dengan kondis i ps ikis nya,

karena subjek mengetahui apa

yang menjadi kebutuhannya. Di

lingkungan panti, subjek juga

mampu memilih dan menciptakan

lingkungan yang sesuai dengan

kondisi psikisnya. Subjek menata

taman sendiri sesuai dengan

yang subjek inginkan, karena

subjek dapat merasa tenang

dengan berada di taman. Begitu

juga dengan kamar subjek,

subjek menata nya sesuai

dengan keinginan subjek. Subjek

me nat a k am ar nya deng an

menempatkan foto-foto pada

dinding. Terutama foto cucu

subjek yang di Belanda. Agar

subjek terus merasa dekat

dengan cucu subjek tersebut.

Sub jek j uga menu n jukk an

penguasaan lingkungan yang

baik dengan ikut berpartisipasi

dalam kegiatan di panti. Subjek

Page 31: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

31

melakukan hal ini karena subjek

m e r a s a k a n p e n t i n g n y a

bersosialisasi dan juga untuk

mengasah kemampuan dir i .

Kegiatan-kegatan yang subjek

ikuti di panti antara lain seperti

merenda, merajut, dan bercocok

tanam yang sesuai dengan hobi

subjek. Penguasaan lingkungan

subjek semakin baik karena

subjek tidak merasa kesulitan

dalam mengatur kehidupannya

sehari-hari. Subjek melakukan

segala sesuatunya sendi r i ,

subjek merasa selagi dapat

melakukannya sendiri, maka

tidak perlu merepotkan orang

lain. Untuk hal-hal yang betul-

betul tidak bisa subjek lakukan

sendiri, dan ketika subjek sedang

sakit, maka subjek akan meminta

t o l on g pad a p er a wa t a t au

pegawai. Namun hal ini pun

jarang ter jadi . Penguasaan

lingkungan yang baik juga subjek

tunjukkan dengan kepedulian

subjek terhadap lingkungan

s e k i t a r . S u b j e k m a u

membersihkan lingkungan panti,

seper t i t am an dan kor i dor

sepanjang wisma tempat subjek

tinggal. Subjek tidak keberatan

untuk melakukannya sendiri,

sekalipun itu untuk kepentingan

bersama. Bagi subjek, selagi

d i r i n y a m a m p u u n t u k

melakukannya sendiri, maka

tidak perlu merepotkan orang

lain.

e. Tujuan Hidup

Menurut Ryff (dalam Lopez &

Snyder, 2004), individu yang

dapat berfungsi secara positif

adalah individu yang memiliki

tujuan, intensi, dan arahan yang

dapat memberikan kontribusi

pada kebermaknaan hidupnya.

Indiv idu yang t inggi dalam

dimensi ini dikarakteristikkan

sebagai individu yang memiliki

tujuan dalam hidup dan mampu

memberi makna pada hidupnya

baik masa sekarang maupun

masa lalu. Ryff & Keyes (1995)

mengatakan bahwa individu yang

rendah dalam dimensi ini merasa

bahwa d i r i nya k eh i l ang an

petunjuk, tidak meyakini bahwa

hidup in i member ikan ar t i ,

memiliki sedikit tujuan, dan tidak

m a m p u m e l i h a t t u j u a n d i

kehidupan masa lalunya.

Page 32: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

32

D alam kasus i n i sub j ek

memiliki tujuan hidup, tujuan

hidup subjek saat ini hanya satu,

yaitu melakukan segala sesuatu

dengan sebaik-baiknya, sebagai

persiapan diri untuk dipanggil

oleh Tuhan. Subjek merasa

usianya kini membuat kondisi

fisiknya juga semakin menurun.

J a d i , s u b j e k s u d a h t i d a k

menginginkan hal -hal yang

bersifat duniawi lagi. Subjek

s u d a h m e r a s a c u k u p d a n

bersyukur kepada Tuhan dengan

apa yang ada sampai saat ini.

Tujuan subjek seperti ini juga

tidak lepas dari peran panti yang

mengarahkan para werdha untuk

menjadi manusia yang lebih baik

l a g i . S u b j e k j u g a d a p a t

memaknai kehidupan masa

lalunya. Bagi subjek makna

kehidupan masa lalu adalah

masa yang harus disyukuri .

Walaupun masa lalu subjek diisi

d e n g a n j a t u h b a n g u n n y a

kehidupan, mulai dari masa

senang, mender i ta, h ingga

bangkit kembali perlahan-lahan.

T i ng g a l d i pa n t i , s em ak i n

menambah rasa syukur subjek

terhadap kehidupan di masa

lalunya. Dengan tinggal di panti,

subjek dapat bertukar cerita dan

pengalaman dari para penghuni

panti yang lain. Kekurangan dan

kelebihan yang masing-masing

mereka rasakan. Selain i tu,

subjek juga mampu memaknai

kehidupannya di masa kini .

Subjek mengisi kehidupannya

saat ini dengan penuh rasa

syukur kepada Tuhan, menikmati

apa yang telah Tuhan berikan,

dan te rus ber usaha un tuk

menjadi manusia yang lebih baik

lagi. Kegiatan yang diadakan di

panti mebuat subjek semakin

mampu memaknai dan mengisi

keh i dupan m asa k in i n ya .

Dengan mengikuti kegiatan-

kegiatan yang berorientasi pada

menjaga kesehatan, subjek

merasa sebagai wujud dari

ungkapan syukur subjek akan

masa kini yang masih Tuhan

berikan hingga saat ini. Subjek

m e y a k i n i , b a h w a T u h a n

memberikan kehidupan pada

manusia pasti memil iki arti .

Hanya saja hal ini tergantung

bagaimana setiap orang dalam

Page 33: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

33

mengisi kehidupannya masing-

masing. Subjek merasa dirinya

menjadi lebih dapat mengetahui

arti hidup setelah mendapat

banyak informasi- informasi

mengenai agama yang subjek

dapat di panti, sehingga subjek

dapat mengetahui arti hidup yang

Tuhan berikan. Subjek juga

mampu melihat tujuan hidupnya

di masa lalu, karena subjek

merasa apa yang ada sekarang

adalah pencapaian dari tujuan

hidupnya di masa lalu. Salah satu

contoh bahwa subjek dapat

melihat tujuan hidupnya di masa

l a l u a d a l a h t e r w u j u d n y a

keinginan subjek untuk tinggal di

panti yang dipimpin oleh ibu

wirahadikusuma saat ini.

f. Pertumbuhan Pribadi

Menurut Ryff (dalam Lopez

& Snyder, 2004) tercapainya

fungsi positif yang optimal tidak

hanya digambarkan ket i ka

individu sudah berhasil mencapai

suatu kriteria tertentu, tetapi juga

ketika dirinya menumbuhkan,

m e n g e m b a n g k a n , d a n

meluaskan potensi atau fungsi

dirinya. Individu yang tinggi

dalam dimensi ini memiliki

pandangan bahwa dirinya selalu

berkembang, terbuka pada

pengalaman baru, memiliki

kemampuan untuk

merealisasikan potensi diri ,

mampu melihat perkembangan

diri dan perilakunya sepanjang

w a k t u , d a n m e l a k u k a n

perubahan dengan cara-cara

tertentu yang merefleksikan

pengetahuan diri. Ryff & Keyes

(1995), mengatakan bahwa

individu yang rendah dalam

dim ens i i n i merasa bahwa

hid u pnya berhenti (stagnation),

kehilangan kemampuan untuk

meningkatkan diri sepanjang

waktu, merasa jenuh dan merasa

bahwa hidupnya tidak menarik,

dan merasa tidak mampu untuk

membangun sikap atau perilaku

baru.

Dalam kasus ini subjek

memandang di r i nya se la lu

berkembang. Perubahan dari apa

yang tidak bisa dilakukannya

sehingga dirinya menjadi bisa

karena mau berusaha adalah

bentuk perkembangan dirinya.

Kegiatan melukis yang diadakan

Page 34: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

34

di panti sebagai bentuk

perkembangan di r i subjek.

Subjek yang awalnya tidak bisa

melukis, kini merasa menjadi

l eb i h b i sa. Sub jek senang

melakukannya, karena memang

sesuai dengan minat subjek.

Subjek juga dapat bersikap

t e r b u k a d a n m e n e r i m a

p e n g a l a m a n b a r u d a l a m

hidupnya. Pengalaman yang ada,

diambil hikmahnya, dan dijadikan

pelajaran agar bisa menjadi lebih

baik lagi ke depannya. Menurut

subjek hidup adalah belajar, dari

pengalaman yang telah lalu atau

baru, yang baiknya diambil dan

y a n g b u r u k n y a d i j a d i k a n

pelajaran, agar tidak terulang lagi

selanjutnya. Pengalaman baru

banyak subjek dapatkan di panti.

Sikap keterbukaannya terhadap

p e n g a l a m a n j u g a b a n y a k

dipengaruhi dari lingkungan

panti. Subjek merasa

keterbukaannya terhadap

pengalaman-pengalaman baru

pun lebih terasa ringan. Karena

sudah tidak ada beban apa-apa

l a g i . S u b j e k j u g a m a m p u

merealisasikan potensi yang ada

di dirinya. Bagi subjek, yang

terpenting dari merealisasikan

potensi yang ada pada dirinya,

adalah hal tersebut agar dapat

d i t e r i m a o r a n g l a i n d a n

bermanfaat. Subjek berfikir untuk

melakukan apa yang ia bisa

lakukan sebaik mungkin, dengan

belajar untuk mencapai apa yang

menjadi keinginannya. Saat di

panti subjek merasa senang

sekali, karena subjek diizinkan

untuk merealisasikan potensi

yang ada pada di r i subjek .

Subjek diizinkan untuk membuat

sebuah taman sesuai dengan

yang subjek ing inkan. Dan

semakin menambah senang

s u b j e k , k a r e n a h a s i l d a r i

karyanya tesebut dihargai dan

mendapat pujian. Dengan tinggal

di panti, tidak membuat subjek

merasa hidpnya terhenti, karena

justru dengan tinggal di panti

sub jek dapat menya lu rkan

kekreatifitasan dirinya, terutama

hobinya dalam bercocok tanam.

Dan subjek merasa dirinya juga

jadi t idak merepotkan anak-

anaknya, hanya sesekali waktu,

s e p e r t i s a a t s a k i t s u b j e k

Page 35: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

35

memerlukan bantuan dari anak-

anaknya. Tinggal di panti tidak

m e m b u a t s u b j e k m e r a s a

kehilangan kemampuan untuk

meningkatkan dirinya sepanjang

waktu. Subjek aktif mengikuti

kegiatan-kegiatan yang diadakan

di panti. Kegiatan yang tadinya

tidak bisa subjekikuti , maka

subjek akan belajar untuk bisa

mengikutinya, hingga akhirnya

subjek pun dapat mengikuti

semua kegiatan yang diadakan di

panti.

Terakhir, dari hasil penelitian

diketahui terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi psychological well

being lansia yang tinggal di panti

werdha, yaitu:

a. Faktor Jaringan Sosial

Menurut Pinquart &

Sorenson (dalam Gusmilizar,

2009), faktor jaringan sosial

berkaitan dengan aktivitas sosial

yang diikuti oleh individu, seperti

a k t i f d a l a m p e r t e m u a n -

pertemuan atau organisasi ,

kualitas dan kuantitas aktivitas

yang dilakukan, dan dengan

siapa kontak sosial dilakukan.

Dalam kasus ini, faktor

jaringan sosial termasuk kedalam

f a k t o r e k s t e r n a l y a n g

mempengaruhi psychological well

being subjek. Bentuk jaringan

sosial yang subjek ikuti seperti

kegiatan-kegiatan yang diadakan

di panti memberikan pengaruh

terhadap beberapa dimensi

psychological well being subjek,

sehingga mendukung terciptanya

psychological well being yang

positif pada diri subjek. Aktif di

kegiatan yang diadakan di panti

werdha, memberikan pengaruh

terhadap hubungan positif subjek

dengan teman-teman sesama

penghuni panti juga perawat-

perawat. Kegiatan-kegiatan yang

diisi dengan kerja sama serta

didampingi oleh para perawat,

membuat hubungan di panti

semak in dekat dan seper t i

keluarga. Dengan terlibat dalam

jaringan sosial, aktif mengikuti

kegiatan yang diadakan di panti

werdha, juga membuat subjek

merasa hidupnya tidak pernah

b e r h e n t i . P e r t u m b u h a n

pribadinya terus berlanjut, karena

banyak hal baru yang subjek

Page 36: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

36

dapatkan selama tinggal di panti

werdha. Salah satunya pada

kegiatan yang sebelumnya belum

pernah sama sekali subjek ikuti,

dan kini subjek menjadi tahu dan

bisa melakukan kegiatan itu.

Subjek mengikut i kegiatan

pengajian yang diadakan satu

minggu sekali di panti. Kegiatan

tersebut mempengaruhi tujuan

hidup subjek saat ini, yaitu tujuan

hidup yang kini sudah tidak

menginginkan hal yang bersifat

dun i awi . K in i sub jek l eb i h

memfokuskan pada perbaikan

diri , sebagai persiapan saat

dipanggil oleh Tuhan nanti. Hal

ini karena melalui kegiatan

pengaj ian yang subjek ikuti

t e r s e b u t , s u b j e k b a n y a k

mendapat masukan melalui

ceramah agama yang membuat

subjek tenang. Ceramah agama

serta tukar pikiran yang subjek

l a k u k a n d e n g a n u s t a d z ,

m e m b u a t s u b j e k m a k i n

merasakan kedekatan dengan

Tuhan, sehingga mempengaruhi

tujuan hidup subjek sepert i

tersebut.

b. Faktor status sosial ekonomi

Menurut Pinquart & Sorenson

(dalam Gusmilizar, 2009) faktor

s t a t u s s o s i a l e k o n o m i

mempengaruhi psychological well

being meliputi besarnya income

keluarga, tingkat pendidikan,

k e b e r h a s i l a n p e k e r j a a n ,

kepemilikan materi, status sosial

di masyarakat. Faktor status

sosial ekonomi yang subjek miliki

ini tergolong ke dalam faktor

internal.

Dalam kasus ini status sosial

ekonomi yang subjek mil ik i

memberi pengaruh terhadap

pertumbuhan pribadi subjek dan

hubungan positif nya dengan

orang lain subjek, karena dengan

status sosial ekonomi yang

subjek miliki, subjek menjadi bisa

mendapatkan pendidikan yang

layak . Seh in gga m embuat

pengetahuan subjek menjadi

l u a s , b e g i t u j u g a d e n g a n

perkembangan dirinya. Dengan

status sosial ekonomi yang

subjek miliki juga, subjek jadi bisa

melakukan tolong-menolong,

dengan sesama penguhi panti.

Bahkan dengan para pegawai di

panti. Subjek sering membagi-

Page 37: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

37

bagikan rezeki. Hal ini dapat

subjek lakukan karena didukung

kemampuan ekonomi yang

dim i li ki nya.

c. Faktor pengalaman hidup dan

interpretasinya

Menurut Andrew &

Robinson (dalam Syamsudin,

2008) faktor pengalaman hidup

interpretasi individu terhadap

pengalaman hidupnya akan

berpengaruh pada penilaian

individu terhadap kehidupannya

secara umum. Dalam beberapa

penelitiannya, Ryff bersama

koleganya juga menemukan

bahwa pengalaman hidup yang

di temuinya sehari -hari dan

interpretasi individu terhadap

pengalaman-pengalaman

tersebut, khususnya dalam

domain-domain kehidupan yang

dianggap penting, merupakan

pengaruh utama dalam

pertumbuhan dan perkembangan

psychological well being. Bila

dibandingkan dengan factor

d e m o g r a f i s y a n g h a n y a

berpengaruh 10%, faktor ini

memiliki pengaruh yang lebih

b e s a r t e r h a d a p k o n d i s i

psychological well being i nd ivid u,

yaitu sekitar 40-60%. (Andrews &

Robinson dalam Palupi, 2008).

Faktor pengalaman hidup dan

interpretasinya ini termasuk ke

da lam faktor in terna l yang

mempengaruhi psychological well

being subjek.

Dalam kasus ini subjek

selalu menginterpretasikan setiap

p e n g a l a m a n h i d u p y a n g

dialaminya dengan positif. Subjek

merasa pengalaman hidup yang

dialaminya, dan interpretasinya

terhadap pengalaman tersebut

sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan pribadinya. Hal ini

karena dari pengalaman yang

a d a , s u b j e k m e n g a m b i l

hikamahnya, agar yang baik

dijadikan pegangan, dan yang

buruk, dijadikan pelajaran, agar

j a n g a n s a m p a i t e r u l a n g .

P e n g a l a m a n h i d u p j u g a

mempengaruhi penerimaan diri

subjek, subjek menganggap

pengalaman yang telah terjadi

dalam hidupnya adalah hadiah

dari Tuhan. Subjek mensyukuri

setiap pengalaman yang subjek

dapatkan, semakin banyak

Page 38: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

38

pengalaman yang dimilikinya,

semakin menambah rasa syukur

subjek akan apa yang dimilikinya

hingga saat ini dan menjadi

dirinya sendiri. Subjek telah

banyak melewati susah dan

senang dalam menjalani

hidupnya. Mulai dari hidup

senang serba berkecukupan,

d i p a n d a n g s e b a g a i o r a n g

terhormat. Hingga sampai di

suatu masa kehidupan subjek

berubah susah. Pengalaman

t inggal di pant i selama ini ,

membuat subjek kurang lebih

telah mengetahui banyak pribadi

masing-masing orang, terutama

di dalam lingkungan panti sendiri.

Hal ini dikarenakan selama ini

subjek tidak pernah membatasi

diri dalam pergaulannya di panti.

Subjek merasa menjadi lebih

tahu untuk bersikap yang tepat

dalam menghadapi seseorang

dengan kepr ibad ian orang

tersebut, agar subjek tidak salah

langkah. Hal ini berguna dalam

penguasaan lingkungan subjek.

P e n g a l a m a n ya n g s u b j e k

dapatkan dari teman subjek yang

m e n i n g g a l d i p a n t i d a l am

keadaan yang baik, membuat

subjek ingin meniru hal tersebut.

Sehingga kini berpengaruh

terhadap tujuan hidup subjek.

Subjek kini berfokus hanya

bertujuan untuk menjadi manusia

yang lebih baik lagi agar siap

saat dipanggi l oleh Tuhan,

seperti yang teman subjek alami.

Subjek merasa pertumbuhan

pribadi subjek terus berkembang,

karena banyak pengalaman baru

yang subjek dapatkan dari panti.

Contohnya seperti menanam

dengan media selain tanah yang

baru subjek ketahui di panti.

Subjek merasa senang karena

mendapat ilmu yang mendukung

hobinya, bercocok tanam. Rasa

syukur dan menerima dengan

ikhlas menjadi diri subjek sendiri

hingga saat ini adalah bentuk

penerimaan diri subjek. Subjek

m e y a k i n i , a p a b i l a s e l a l u

bersyukur dengan apa yang telah

diberikan Tuhan, maka Tuhan

a k a n s e m a k i n m e n a m b a h

nikmat-Nya. Subjek

mendapatkan keyakinan

tersebut, banyak dari

pengalaman yang subjek

Page 39: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

39

dapatkan di panti. Seperti dari

tukar pikiran dengan ustadz-

ustadz yang mengisi kegiatan

pengaj ian di pant i . Subjek

semakin menambah rasa syukur

nya dengan melihat kenyataan

yang terjadi pada salah satu

peng hun i p an t i . Pengh un i

tersebut tidak pernah ditengok

oleh keluarganya, sehingga

subjek merasa dirinya lebih

beruntung, dan penerimaan

dirinya semakin baik.

d. Faktor Dukungan Sosial

Menurut Andrew & Robinson

(dalam Syamsud in, 2008) ,

hasil penelit ian menemukan

bahwa dukungan sosial dari

lingkungan sekitar individu akan

s a n g a t m e m p e n g a r u h i

psychological well-being yang

dirasakan oleh individu tersebut.

M e n u r u t S a r a f i n o ( 1 9 9 1 )

dukungan sosial ternyata juga

memi l i k i hubungan dengan

kondisi well-being. Dukungan

sosial didef inisikan sebagai

p e m b e r i a n r a s a n y a m a n ,

kepedulian, penghargaan, atau

bantuan kepada individu, yang

bisa diperoleh dari pasangan,

keluarga, teman, atau organisasi

kemasyarakatan (Cobb dalam

Sarafino, 1991). Menurut Cobb

(dalam Sarafino, 1991), individu

yang mendapatkan dukungan

sosial akan merasa bahwa

dirinya dicintai, dipedulikan,

dihargai, dan menjadi bagian

dalam jaringan sosial (seperti

keluarga dan organisasi tertentu)

yang m enyed iakan tem pat

bergantung ketika dibutuhkan.

Faktor dukungan sosial termasuk

keda lam sa lah satu fak to r

eksternal yang mempengaruhi

psychological well being subjek.

Da lam kasus in i sub jek

merasa dukungan sosial yang

d i t e r i m a n ya b e r p e n g a r u h

terhadap penerimaan dirinya,

hubungan positi fnya dengan

orang lain, dan pengusaannya

terhadap lingkungan. Subjek

merasa senang dengan perhatian

dan rasa kasih sayang yang

d iber i kan oleh anak -anak,

keluarga, juga pegawai-pegawai

panti, sehingga menambah rasa

syukur subjek menjadi dirinya

s a m p a i d e n g a n s a a t i n i .

Dukungan sosial yang subjek

Page 40: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

40

terima juga membuat hubungan

positif subjek dengan orang lain

semakin baik, karena dari

d u k u n g a n s o s i a l y a n g

diterimanya dari orang lain,

membuat subjek merasakan

saling membutuhkan diantara

sesama. Dukungan sosial yang

subjek terima juga membuat rasa

percaya diri subjek semakin

b e r t a m b a h , s e h i n g g a

penguasaan subjek terhadap

lingkungan menjadi lebih mudah,

karena kepercayaan diri yang

dimilikinya. Subjek merasa, panti

se l a l u m em ber i dukung an

terhadap hal-hal yang subjek

ingin lakukan. Panti akan selalu

mendukung dan memberikan

kebebasan kepada siapa saja

yang memil iki ide-ide untuk

melakukan sesuatu. Selama ide

tersebut berdampak postif dan

untuk kebaikan. Kemampuan

subjek da lam penguasaan

l i ngk ungan t ak l epas da r i

dukungan yang panti berikan,

y a i t u k e m a m p u a n d a l a m

menciptakan lingkungan yang

sesuai dengan kondisi psikis

su b j ek . P an t i m e n d u ku n g

keinginan subjek tersebut selain

karena alasan untuk kebaikan

subjek sendiri, juga karena untuk

kepentingan bersama.

KESIMPULAN

1. Alasan individu lanjut usia

tinggal di panti werdha

Alasan lansia tinggal di

panti werdha dalam penelitian ini

karena perubahan tipe keluarga

dan kemandirian. Suami yang

telah meninggal dan kehidupan

a n a k - a n a k y a n g t e r u s

berkembang. Anak-anak yang

telah menikah dan membentuk

keluarga sendiri , serta telah

tinggal terpisah. Hingga membuat

lansia hanya tinggal sendiri di

rumah. Kemandirian yang lansia

mi l iki , perasaan tidak ingin

merepotkan anak-anak, juga

beberapa pertimbangan pribadi,

menyebabkan lans ia leb ih

memilih untuk tinggal secara

mandiri di panti werdha. Nilai

lebih dari suatu panti werdha

sendiri, dapat menjadi alasan

lansia memilih tinggal di panti

werdha tersebut.

Page 41: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

41

2. Gambaran pschological well

being individu lanjut usia yang

tinggal di panti werdha

Dalam penelitian ini lansia

yang tinggal di panti werdha

memiliki psychological well being

yang positif. Hal ini ditunjukkan

dengan, lansia yang tinggal di

p a n t i w e r d h a m e m i l i k i

pener imaan di r i yang baik ,

kemampuan menjalin hubungan

yang positif dengan orang lain,

otonomi yang baik, penguasaan

lingkungan yang baik, tujuan

h i d u p , d a n t e t a p d a p a t

merasakan pribadinya yang terus

tumbuh.

3 . F a k t o r - f a k t o r yang

mempengaruhi psychological

well being individu lanjut usia

yang tinggal di panti werdha

Beberapa faktor yang

menyebabkan psychological well

being individu lanjut usia yang

tinggal di panti werdha positif.

Antara lain dikarenakan, faktor

jaringan sosial yang baik, dalam

hal ini subjek mampu mengikuti

kegiatan-kegiatan yang diadakan

di panti werdha, kemudian juga

subjek memiliki hubungan yang

baik dengan keluarga termasuk

anak-anak maupun para pegawai

dan perawat di panti werdha.

Kondisi ekonomi yang baik,

dimana subjek selain masih

memiliki pensiun, subjek juga

mendapat ki riman uang dari

anak-anak yang dapat membuat

su b j ek m am p u m e ncukup i

kebutuhan subjek pribadi, bahkan

subjek pun masih dapat berbagi

dengan sesama, termasuk para

pegawai dan perawat di panti

werdha. Interpretasi yang positif

terhadap pengalaman hidup yang

d i l e w a t i n y a , m e s k i p u n

pengalaman yang di ter ima

negatif , namun subjek tetap

dapat mengambil hikmah dari

pengalaman tersebut. Adanya

dukungan sosial, dalam hal ini

s u b j e k m e r a s a t e t a p

mendapatkan kasih sayang dan

perhatian dari keluarga dan para

pegawai ataupun perawat di panti

werdha. Faktor jaringan sosial

dan faktor dukungan sosial yang

subjek terima merupakan faktor-

faktor yang tergolong faktor

Page 42: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

42

eksternal, karena berasal dari

luar diri subjek. Sedangkan faktor

kondisi ekonomi yang baik yang

subjek miliki dan interpretasi

y a n g p o s i t i f t e r h a d a p

pengalaman hidup hidup yang

telah subjek lewati merupakan

faktor internal, karena hal ini

berkaitan dengan hal-hal yang

memang telah subjek miliki, atau

berasal dari dalam diri subjek.

SARAN

1. Bagi pengelola panti werdha,

berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa lansia yang

tinggal di panti werdha tetap

memiliki psychological well being

yang positif dikarenakan fasilitas-

fasilitas dan kegiatan-kegiatan

yang diadakan di panti werdha

baik dan mendukung lansia yang

tinggal di panti werdha memiliki

psychological well being yang

positif. Lingkungan psikologis

yang hangat, penuh dengan rasa

kekeluargaan, serta kebijakan-

kebijakan yang panti werdha

b e r i k a n j u g a m e n d u k u n g

psychological well being individu

lanjut usia yang tinggal di panti

werdha positif. Maka diharapkan

di panti werdha Sasana Tresna

Werdha agar tetap dipertahankan

bahkan dikembangkan sehingga

dapat membantu kesejahteraan

psychological well being pada

lansia lain yang juga tinggal di

Sasana Tresna Werdha.

2. Bagi subjek dalam penelitian ini,

diharapkan tetap

mempertahankan psychological

well being positif yang dimilikinya

dengan menjaga kesehatan, dan

tetap melakukan kegiatan-

kegiatan yang disukai, yang

diadakan di panti werdha.

3. Bagi masyarakat pada umumnya,

diharapkan tidak

terlalu

mengkhawatirkan ketika akan

menitipkan anggota keluarga

yang telah lansia untuk tinggal di

panti werdha,

dengan

memperhatikan fasilitas serta

program-program yang ada di

panti werdha yang akan dipilih.

Maka dari itu diharapkan untuk

memi l ih panti werdha yang

memiliki program-program

dengan kegiatan yang tidak

membosankan bagi lansia serta

Page 43: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

43

panti werdha yang memil iki

Page 44: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

44

fasilitas-fasilitas yang baik dan

memadai.

4. Bagi peneliti berikutnya yang

ter tar i k menel i t i leb ih jauh

mengenai psychological well

being pada lansia, dapat meneliti

a s p e k - a s p e k l a i n y a n g

k e m u n g k i n a n t u r u t

mempengaruhi psychological well

b e i n g l a n s i a , a n t a r a l a i n

dukungan sosial yang lansia

t e r i m a , p r o g r a m - p r o g r a m

k e g i a t a n l a n s i a , d a n

pengembangan diri sendiri bagi

lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Achir, Y. C. A. (2001). Bunga rampaipsikologi perkembangan dari anaksampai usia dewasa lanjut.Jakarta: UI-Press.

A ik en, L . R . (1995) . Aging: Anintroduction to gerontology .California: Sage Publications, Inc.

Basrowi & Suwandi. (2009). Memahamipenelitian kualitatif. Jakarta:Rineka Cipta.

Basuki, Heru. (2006). Penelitiankualitatif: untuk ilmu-ilmukemanusiaan dan budaya.Jakarta: Universitas Gunadarma.

Birren, J. E. & Renner, V. J. (1980).Concepts and issues of mentalhealth and aging. Handbook ofmental health and aging, pp 3-14.New Jersey: Prentice Hall.

D inas Bina Menta l Sp i r i tua l danKesejahteraan Sosial. (2004).Data dan informasi tentangl e m b a g a k e s e j a h t e r a a nsosial/organisasi sosial propinsiDKI Jakarta. Jakarta: PemerintahPropinsi DKI Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan danRehabilitasi Sosial & DirektoratBina Pelayanan Sosial LanjutUsia. (2004). Pelayanan sosiallanjut usia. Jakarta: DepartemenSosial RI.

Ebersole, P. & Hess, P. (1990), Towardhealty aging: human needs andnursing response. (3 r d ed. )M is sou r i : Th e C. V . Mos byCompany.

Gunarsa, S. D. (2002). Bunga rampaipsikologi perkembangan dari anaksampai usia lanjut. Jakarta: BPK.Gunung Mulia.

Gusmilizar, I. (2009). Subjective well-being. Diperoleh Maret 10, 2010,dari http://www.subjective-well-being.html.

Hasan. (2000). Penelitian kualitatif.Jakarta: Erlangga.

Higgins, J. (1989). Home and family:creating the domestic sphere.London: Macmillan.

Hurlock, E. B. (1980). Pendekatanperkembangan: Suatu pendekatansepanjang rentang kehidupan.E d i s i k e l i m a . A l i h b a h as a :Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta:Erlangga.

Kadir, S. (2009). Panti werdha sebuahpilihan. Diperoleh Agustus 10,2 0 0 9 , d a r ihttp://subhankadir.wordpress.com/

Page 45: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

45

2007/08/20/panti-werd ha-adalah-pilihan/.

Katarina, D. (2007). Gambaran dimensi-dimensi psychological well beingpada janda lansia dan duda lansiadi panti werdha. Tesis. (tidakditerbitkan). Jakarta: FakultasPsikolog i Un iversitas Katolik AtmaJaya.

Kohut, S. Jr., Kohut, J., & Fleishman, J.J. (1983). Reality orientation forthe elderly. (2nd ed.) New Jersey:Medical Economics Copany, Inc.

Lawton, M. P. (1977). The impact of thee n v i r o n m e n t o n ag i n g a n dbehav ior . Handbook of thepsychology of aging, pp 276-298.Kanada: L i t l on Educat i ona lPublishing, Inc.

Levinson, D. J. (1978). The seasons ofa man’s life. New York: BalantineBooks.

Lopez, S. J & Snyder, C. R. (2003).Positive Psychological Assesment.A handbook of models and

measures, pp 411-425.Washington, DC: AmericanPsychological.

Louvet, E. & Rohmer, O. (2005).Measuring psychological well-being in rehabilitation service.Diperoleh April 23, 2009, darihttp://www.epr.be/downloads/psychological%20well-being .doc.

Nawawi, H. H. (2005). Metode penelitianbidang sosial. Yogyakarta: GajahMada University Press.

Newman, B. M. & Newman, P. R.(2006). Development through life:a psychosocial approach. (9th ed.)California: Thomson Wadsworth.

Nugroho, W. (2000). Keperawatangerontik. Jakarta: EGC.

Palupi, E. (2008). Psychological wellbeing pada lansia. Diperoleh April23, 2009, darihttp://www. psychological-well-being-pada-lansia. html.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman,R. D. (2004). Human development.(9th ed.) New York: Mc Graw-HillsCompanies, Inc.

Perlmutter, M. & Hall, E. (1992). Adultdevelopment and aging. (2nd ed.)New York: Jon Wiley & Son, Inc.

Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatankualitatif untuk penelitian perilakumanusia . Jakarta : LembagaPengembangan SaranaPengukuran dan PendidikanPsikologi (LPSP3) FakultasPsikologi Universitas Indonesia.

Ratnawati. (2005). Du ku ngan sosialpada lansia yang tinggal di pantijompo. Skripsi. (tidak diterbitkan).D ep ok : F ak u l t a s P s i k o l og iUniversitas Gunadarma.

Ryan, Richard M., & Deci, Edward L.(2001). Jurnal: On happiness andhuman potentials: a review ofr es e a r c h o n he don i c an deudaimonic well being. DiperolehM a r e t 1 6 , 2 0 0 9 , d a r ihttp://www.proquest.com.

Ryff, Carol D. (1989). Happiness IsEverything, or Is It? Explorationson the Meaning of PsychologicalWell-Being. Journal of Personalityand Social Psychology, 57, 1069-1081.

Ryff, Carol D., & Keyes, Corey Lee M.( 1 9 9 5 ) . T h e S t r u c t u r e o fP s y c h o l o g i c a l W e l l B e i n gRevisited. Journal of Personalityand Social Psychology, 69, 719-727.

Page 46: JURNAL Gambaran Psychological Well Being Pada Indipublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3552/1/JURNAL... · berada pada masa remaja. Pada masa dewasa muda individu harus

46

Sant rock , W . (1995) . Li fe spandevelopment: perkembanganmasa hidup. Edisi keempat. Jilid 2.Jakarta: Erlangga.

Syamsudin. (2008). Mencapai optimumaging pada lansia. Diperoleh Maret

10, 2010, darihttp://www.depsos.go. id.

Tobin, S. S. & Lieberman, M. A. (1978).Last home for the aged. California:Jossey-Bass, Inc.