tugas individu
TRANSCRIPT
TUGAS INDIVIDU
“TAHAP PERKEMBANGAN ORDE BARU”
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.wb
Segala puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan ridha-Nya sehingga penulis bisa menyusun tugas ini dengan judul “ Tahap perkembangan
orde baru” sebagai tugas matakuliah yang diberikan oleh Dr.H.SAKDANUR NA,MS.
Makalah ini dibuah sebagai salah satu tugas yang harus dibuat oleh mahasiswa manajemen
pendidikan untuk memenuhi standar penilaian dalam kurikulum perguruan tinggi program
studi magister manajemen pendidikan.
Penulis berharap semoga dengan disusunnya makalah ini tentu ada terdapat
kekurangan dan kelemahan, karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, sehingga
penulis menerima kritik dan saran atas segala kekurangan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr.wb
Pekanbaru, 29 Oktober 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses Lahirnya Orde baru| Sejarah lahirnya orde baru merupakan sebuah
kebangkitan bangsa indonesia. Orde baru merupakan peralihan dari orde baru ke orde
lama, didalam peralihan tersebut banyak yang melatar belakangi lahirnya baru, didalam
lahirnya orde terdapat berbagai rancangan-rancangan pembangunan dalam perkembangan
orde baru serta kebijakan-kebijakan dalam orde baru dimana semua hal tersebut telah
menjadi sejarah kebangkitan bangsa indonesia, Orde baru merupakan masa untuk
mengembalikan Pancasila dan UUD sebagai tatanan bangsa indonesia, Untuk mengetahui
lebih jelas, Marilah kita kilas balik tentang Sejarah lahirnya orde baru dengan melihat 3
point yaitu : Latar belakang lahirnya orde baru, Perkembangan orde baru dan
Kebijakan orde baru. yaitu sebagai berikut :
SEJARAH LAHIRNYA ORDE BARU
Setelah G3OS / PKI berhasil ditumpas dan berbagai bukti-buktl yang berhasil
dikumpulkan Menujukan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI ), Akhirnya diambil
sebuah kesimpulan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) melupakan dalang daring
gerakang ini, Partai Komunis indonesia (PKI) yang melatar belakangi terjadi peristiwa
G30S/PKI. Gerakan ini pun menyebabkan rakyat marah terhadap PKI yang diikuti dengan
berbagai demonstrasi menuntut pembubaran PKI beserta organisasi massanya (ormasnya)
dan tokoh-tokohnya diberikan sebuah sanksi dengan diadili. Panglima Kostrad /
Pangkopkamtib Mayor Jenderal Soeharto yang diangkat sebagai Menteri! Panglima
Angkatan Darat melakukan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan
ormasnya.
Dukungan dari berbagai Kalangan Seperti :
Berbagai Partai politik, Berbagai Organisasi massa
Perorangan,
Berbagai Pemuda,
Berbagai mahasiswa,
Berbagai pelajar,
Berbagai kaum wanita
Berbagai kalangan-kalangan ini bersama-sama mendirikan satu kesatuan aksi dalam
bentuk Front Pancasila untuk menghancurkan para pendukung G3OS/PKI Front Pancasila
menduga bahwa PKI adalah dalang dari semua ini dan Front Pancasila juga menuntut untuk
dilakukannya penyelesaian politis terhadap mereka yang terlibat dalam gerakan itu.
Berbagai Aksi yang datang yang menjadi Satu bertujuan menentang G30S/PKI
atau Gerakan 30 September 1965 itu di antaranya Kesatuan:
1. Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), 2. Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), 3. Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). 4. Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) dan lain-lain.
Berbagai kalangan yang menjadi sebuah kesatuan yang tergabung dalam Fron
Pancasila kemudian lebih dikenal dengan sebutan Angkatan 66.
Mereka yang tergabung dalam Front Pancasila mengadakan demonstrasi di berbagai
tempat terutama di Jalan yaitu jalan raya.Front Pancasila atau Anggaktan 66 melanjutkan
aksinya diGedung Sekretariat Negara Pada Tanggal 8 Januari 1966 dengan mengajukan
penyataan bahwa kebijakan ekonomi pemeritahan tidak boleh di dilaksanakan atau
dibenarkan Lalu Pergerakan Front Pancasila Berlanjut ke Halaman Gedung DPR-GR yakni
12 Januri 1966 untuk mengajukan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang isinya sebagai
berikut.
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang isinya sebagai berikut: Pembubaran PKI beserta organisasi massanya Pembersihan Kabinet Dwikora
Penurunan harga-harga barang.
Pada tanggal 15 Januari 1966 diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora dalam
sebuah tempat di bogor tepatnya di istana Bogor yang di hadiri oleh wakil-wakil mahasiswa.
Presiden Republik Indonesia yaitu Presiden Ir.Soekarno berfikiran timbulnya berbagai
gerakan para mahasiswa itu didalangi oleh CIA (Central Intelligence Agency) yang
lembaga ini bertempat di negara Amerika tepatnya Amrika serikat. Presiden Republik
indonesia Ir. Soekarno menyatakan perombakan kabinetnya yakni pada tanggal 21 Februari
tetapi itu tak ada perubahan yang membuat hati rakyat senang dikarenakan masih banyak
anggota kabinetnya berada dalam G30S/PKI, Kabinet baru tersebut atau dikenal dengan
sebutan Seratus Menteri.
Pada saat pelantikan Kabinet berbagai kalangan hadir seperti mahasiswa, pelajar, dan
pemuda mengisi jalan yang tujuan jalan tersebut menuju ke Istana Merdeka, Aksi tersebut
terjadi Pada tanggal 24 Februani 1966, Gerakan-Gerakan Berbagai kalangan ditahan Pasukan
yaitu Pasukan Cakrabirawa yang menyebabakan timbulanya bentrokan dari kedua belah
pihak yakni Pasukan Cakrabirawa dengan Demonstran, dalam peristiwa itu merenggut nyawa
seorang mahasiswa yang bernaung di Universitas Indonesia yakni Arief Rahman yang gugur
dalam bentrokan tersebut.
PERKEMBANGAN KEKUASAAN ORDE BARU :
Dengan Surat perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Soeharto mengatasi keadaan
yang serba tidak menentu dan keadaan ini sangat tak terkendali. Setelah peristiwa G3OS/
PKI, negara Republik Indonesia dilanda instabilitas politik akibat tidak tegasnya keputusan
keputusan yang diambil dalam perstiwa itu oleh dalam Kepemimpinan Presiden Soekarno
dan terpecah belahnya berbagai partai politik menjadi sebuah kelompok-kelompok yang
saling bersiteru antara Pro terhadap presiden dan kontra terhadap kebijakan presiden atau
yang mendukung presiden dan yang menentang presiden, situasi ini semkian membahayakan
persatuan bangsa indonesia.
(Surat perintah 11 maret 1966 (supersemar)
Melihat situasi konflik antara pendukung Orde Lama dengan Orde Baru semakin
bertambah gawat DPR-GR berpendapat bahwa situasi konflik harus segera diselesaikan
secara konstisional. Pada tanggal 3 Februari 1967 DPR- GR menyampaikan resolusi dan
memorandum yang berisi anjuran kepada Ketua Presidium Kabinet Ampera agar
diselenggarakan Sidang Istimewa MPRS.
"(Proses Penyerahan Surat perintah 11 maret 1966 kepada Mayor jendral soeharto)"
Pada tanggal 20 Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya
kepada Soeharto untuk menggantikan dalam Pemerintahannya. Penyerahan kekuasaan dan
Presiden Soekarno kepada Soeharto dikukuhkan di dalam Sidang Istimewa MPRS. MPRS
dalam Ketetapannya No. XXXIIIIMPRS/1967 mencabut kekuasaan pemerintahan negara
dan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik
Indonesia. Dengan adanya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang merupakan sumber
instabilitas politik telah berakhir secara konstitusional Sekalipun situasi konflik itu dapat
tanggulangi tetapi kristalisasi orde baru belum selesai . Untuk menjadikan indonesia kembali
normal dilakukan berbagai cara yang baik dan wajar sehingga mampu mempercepat dan
mendorong pembangunan, hal ini yang pertama kali dilakukan dalam bidang politik untuk
berlandaskan Pancasila UUD 1945.
Telah bergantinya kekuasaan atau kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto
Sebagai pemegang kekuasaan dalam Pemerintahan indonesia itu maka muncullah
babak baru dalam sejarah orde baru.
Pada hakikatnya , Orde Baru merupakan tatanan dalam kehidupan rakyat
indonesia ,bangsa dan negara yang diletakkan sebagai mana mestinya dalam edeologi negara
yaitu Pancasila dan kembali menyacu kepada UUD 1945 untuk perbaikan-perbaikan
terhadap penyelewengan-penyelewengan yang telah terjadi pada masa lampau dan
membangun kembali kekuatan bangsa indonesia dengan menumbuhkan kembali,
mempercepat pembangunan-pembangunan bangsa indonesia, serta mengembalikan bangsa
indonesia ke jalan yang lurus yang terselewengkan dengan tuntunan yang dikenal sebagai Tri
Tuntutan rakyat (Tritura).
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada hakikatnya tuntutan itu mengungkapkan
Keinginan keinginan rakyat yang mendalam untuk melaksanakan kehidupan bernegara sesuai
dengan aspirasi kehidupan dalam situasi yang kongkret.
Jawaban dan tuntutan itu terdapat dalam ketetapan sebagai berikut.
1. Pengukuhan tindakan Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret yang membubarkan
PKI beserta organisasi massanya pada sidang MPRS dengan Ketetapan MPRS No.
IV/MPRS/ 1966 dan Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966.
2. Pelarangan faham dan ajaran Komunisme / Marxisme-Lenimisme di Indonesia
dengan Tap MPRS No. XXV / MPRS /1966.
3. Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum
dengan Tap MPRS No. XX!MPRS/1966.
Usaha penataan kembali kehidupan politik ini dimulai pada awal tahun 1968 dengan
penyegaran DPR-GR. Penyegaran ini bertujuan untuk menumbuhkan hak-hak demokrasi dan
mencerminkan kekuatan – kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Komposisi anggota DPR
terdiri dan wakil-wakil partai politik dan golongan karya. Tahap selanjutnya adalah
penyederhanaan kehidupan kepartaian kehormatan dan kekaryaan dengan cara
Pengelompokkan partai-partai politik dan golongan karya. Usaha ini dimulai tahun 1970
dengan mengadakan serangkaian konsultasi dengan pimpinan Partai-partai politik.
Lahirlah tiga kelompok di DPR yaitu:
1. Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dan partai-partai PNI, Parkindo, Katolik IPKI, serta Murba.
2. Kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri dan partai-partai NU, Partai Muslimin Indonesia, Ps11 dan Perti.
3. Sedangkan kelompok organisasi profesi seperti organisasi buruh, organisasi pemudaorganisasitani dan nelayan organisasi seniman dan lain-lain tergabung dalam kelompok Golongan Karya.
KEBIJAKAN PEMERINTAH ORDE BARU :
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia yang kini mengambil
langkah selanjutnya yang dilaksanakan dalam Pembangunan-Pembangunan diseluruh
kawasan Republik Indonesia yang atau dapat dikatakan berskala Nasional. Dalam
Pembangunan berskala Nasional yang diharuskan terealisasi pada zaman orde baru melalui
Pembangunan Dalam waktu yang lama atau panjang dan pembangunan yang singkat atau
dalam jangka pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap pelita
memiliki misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia.
Untuk memberikan arah dalam usaha mewujudkan tujuan nasional tersebut maka
MPR telah menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1973.
Pada dasarnya GBHN merupakan pola umum pembangunan nasional dengan rangkaian
berbagai program. GBHN direncanakan dalam pembangunan lima tahun (Repelita) yang
berisi program-program konkret yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun.
Pelaksanaan Repelita yang bertujuan untuk Pembangunan yang berskala nasional atau
diseluruh wilayah Republik indonesia yang dimulai sejak tahun 1969. Pembangunan tersebut
tidak lepas dalam Trilogi Pembangunan, berikut Trilogi pembangunan.
Trilogi Pembangunan sebagai berikut:
A.Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju padaB.terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
C. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.D.Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis.
Selain itu dikumandangkan juga bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
sebagai akibat pelaksanaan pembangunan tidak akan bermakna apabila tidak diiringi dalam
memeratakan pembangunan di indonesia, Oleh karna itu dicetuskanlah Pelita III yang isinya
sebagai berikut.
Pelita III dalam pemerintahan Orde baru terdiri atas Delapan Jalur Pemerataan yaitu:
A.Pemerataan pemenuhan kebutuhan utama rakyat yakni kebutuhan pangan, sandang dan kebutuhan tempat tinggal atau perumahan
B. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.C. Pemerataan pembagian pendapatan.D. Pemerataan kesempatan kerja.E. Pemerataan kesempatan berusaha.F. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dibidang pembangunan terhadap generasi-generasi
bangsa yakni generasi muda dan generasi kaum wanita.G. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.H. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
PERISTIWA-PERISTIWA POLITIK PENTING PADA MASA ORDE BARU:
a. Mengakhiri Konfrontasi dengan Malaysia
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, dibentuk Dwikora (Dwi Komando
Rakyat) dengan alasan untuk membantu perjuangan rakyat Kalimantan Utara. Dwikora
langsung berada di bawah komando Presiden Soekarno. Dwikora mempunyai tugas
membantu rakyat serta memerangi neokolonialisme dan neoimperialisme. Namun, gerakan
itu belum berhasil terlaksana, karena bangsa Indonesia dikejutkan dengan meletusnya
peristiwa G3OS/PKI. Peristiwa G3OS/PKI menyebabkan pusat perhatian pemerintah
Indonesia tertuju pada penyelesaian masalah dalam negeri.
Ketika pemerintahan Indonesia berada di tangan Jenderal Soeharto, zaman sejak itu
dimulai masa pemerintahan Orde Baru. Pada masa pemerintahan Soeharto sebagai Pejabat
Presiden hubungan diplomatik dengan Malaysia melalui kembali dijalin. Normalisasi
hubungan Indonesia—Malaysia berhasil dicapai guna dengan ditandatanganinya Jakarta
tanggal 11 Agustus 1966. Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan
di masing-masing negara.
b. Kembalinya menjadi anggota PBB
Selama masa kekuasaan Presiden Soekarno, Indonesia menyatakan keluar dari
keanggotanan Perserikatan bangsa-bangsa akibat dari terpilihnya Malaysia sebagai calon
kuat Dewan Keamanan PBB padahal Malaysia merupakan negara boneka Inggris. Maka
dengan itu Indonesia mengancam akan keluar jika PBB tetap mencalonkan Malaysia menjadi
anggota dewan Keamanan.
Setelah masa pemerintahan berada dibawah kendali pemerintahan Soeharto,
Indonesia menyatakan kembali menjadi anggota PBB dan melaksanakan tugas serta
kewajiban yang diberikan oleh PBB yaitu pada tanggal 28 september 1966.
c. Pendirian ASEAN
Negara Indonesia perlu menjalin hubungan kerja sama dengan negara lain secara
regional maupun global dengan melalu Organisasi ASEAN.
Tujuan awalnya didirikan ASEAN adalah untuk membendung paham komunis. Dan
hubungan kerja sama yang dijalin antar negara anggota ASEAN yang hampir merambah
sektor ekonomi, politik, sosial dan budaya.
d. Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia
Wilayah timor timur merupakan koloni portugas sejak abad ke 16 namun demikian
jaraknya yang cukup jauh maka wilayah Timor Timur tidak diperhatikan oleh pemerintahan
portugis . dan pada tahun 1975 terjadi kekacauan dimana tidak jelasnya pemerintahan untuk
meredakan kekacauan yang terjadi di Tmor timur sebagaian masyakarat timor-timur
menginginkan bergabung dengan idneonsia dan para partai politik di Timor-timur oleh
karnanya itu Timor-timor secara resmi bergabung di republic indonesia pada bulan juli 1976
pada masa pemerintahan presiden soeharto.
Namun demikian ada juga partai politik yang tidak setuju yaitu fretilin yang terus
memperjuangkan hak-haknya. Dan ketika presiden habibie menjabat sebagai presiden RI
1999, ia mreasa bahwa Timor-timur merupakan duri dalam daging yang memberikan 2
pilihan yaitu bersatu atau berpisah. Denga digelarnya ajak pendapat. Dan pada akhirnya
Timor-timur resmi menjadi keluar dari negara kesatuan republic Indonesia dan membentuk
sendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorose atau Timor timur.
1.2. Rumusan masalah
Dari latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
Bagaiman latar belakang lahirnya orde baru ?
Bagaimana politik dalam negri pada masa orde baru ?
Bagaimana kehidupan bidang ekonomi pada masa orde baru ?
Bagaimana perkembangan social budaya pada masa orde baru ?
1.3. Tujuan
Berdasarkan uraian yang saya buat, maka tujuanannya adalah sebagai berikut:
A. Untuk mengetahuin sejarah lahirnya Orde baruB. Untuk mengetahui bagaimana kondisi politik masa Orde baruC. Untuk mengetahui apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde baruD. Untuk mengetahui apa saja tindakan sosial pada masa orde baru
1.4. Manfaat
Berdasarkan uraian yang saya buat, maka manfaatnya adalah sebagai berikut:
A. Memahami sejarah lahirnya Orde baruB. Memahami kondisi politik masa Orde baruC. Memahami apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde baruD. Memahami tindakan sosial atau kehidupan sosial masa Orde baru
BAB II
PEMBAHASAN
Tokoh dalam Orde baru:
1. Soeharto
Soeharto presiden kedua Indonesia lahir pada 8 Juni 1921, di sebuah dusun yamg ada
di Sedayu , Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Karier Soeharto menjelit sejak sukses
membongkar aksi PKI menggulingkan Soekarno serta menculik jenderal-jenderal TNI Ad
Jakarta dan Yogyakarta. Setelah Orde lama berakhir pada 12 Maret 1967 , Soeharto dilantik
menjadi pejabat presiden guna menggantikan Soekarno yang lengser karena sakit. Setahun
kemudian atas perintah MPR , Soeharto dilantik menjadi presiden kedua Indonesia. Setelah
resmi menjadi presiden Indonesia, pak HArto merencanakan pembangunan lima tahun atau
Pelita I. Wakil Presiden pada waktu itu adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Pembangunan di masa pak Harto lebih ditekankan pada swasembada pangan dan
pembangunan infrastruktur dalam pertanian. Pak Soeharto sukses memakmurkan rakyatnya
dengan program swasembada pangan dan Keluarga Berencana atau KB. Poplasi penduduk
berhasil ditekan dan pendidikan dsar dijadikan pendidikan wajib. Namun di sisi lain ,
kebebasan pers dikekan pada masa pemerintahannya. Kebebasan pers dikekang selama 35
tahun sehingga terjadi KKN dalam birokrasi pemerintahan Indonesia. Maka Soeharto
diturunkan dari jabatannya oleh kekuatan masyarakat pada tahun 1998.
2. Adam malik
Adam Malik merupakan seorang warga Negara yang berhasil menghilangkan nilai
tawar Indonesia di mata Negara-negara lain. Adam Malik lahir pada 22 Juli 1917 di
Pematang Siantar, Sumatera Utara. Awal karier Adam Malik di mulai pada saat dia menjadi
jurnalis dan sering mengikuti kegiatan – kegiatan menuju kemerdekaan bersama para
pemuda. Perjuangan Adam MAlik ditulis dalam sebuah bentuk tulisan. Adam Malik turut
merintis Antara, kantor berita nasional. Adam Malik aktif dalam kegiatan menuju
kemerdeklaan, salah satunya dia bersama para pemuda melakukan penculikan kepasa
Soekarono-Hatta ke Rengasdengklok. Adam Malik juga terjun ke dalam dunia politik dan
menjabat sebagai ketua Partai Gerindo Pematar Siantar. Karier politiknya membawa dia
menjadi tokoh politik Indonesia. Di cabinet Soeharto, Adam MAlik menjadi menteri luar
negri. Dan kemudian I diangkat menjadi wakil presiden ketiga setelah Sri Sultan
Hamengkubuwono.
3. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sri Sultan merupakan orang yang berjasa bagi kemerdekaan Indonesia. Ia adalah
orang pertama yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Sri Sultan memberikan dana
pribadinya untuk membayar para tentara Indonesia dan memberikan sebuah ruangan kosong
di keratin utnutk menjadi tempat persembunyian tentara Indonesia dari Belanda. Ketika
pemerintahan Soeharto, Sri Sultan di angkat menjadi wakil presiden kedua setelah Hatta.
Sebelumnya , Sri Sultan adalah Menteri Utama Bidang Ekonomi dan Keuangan. Setelah
turun dari jabatannya Sri Sultan menjadi Gubernur di daerah Istimewa Yogyakarta sampai
akhir khayatnya, Sri Sultan meninggal di Amerika Serikat pada 1998 pada saat pengobatan
dan dikuburkan di Imogiri.
4. Ali murtopo
Ali Murtopo ladir pada 23 September 1924 di Blora, Jawa Tengah. Semasa hidupnya,
Ali Murtopo menjadi tangan kananya Soeharto dalam mengurusi politik, telik sandi maupun
stabilitas dalam negri. Ali Murtopo memulai kariernya sejak bergabung BKR. Setelah TNI
terbentuk , Ali Murtopo bertugas di Kodam Diponegoro , Jawa Tengah. Tugas operasi
lapangannya antara lain adalah operasi pembasmian oemberontakan Darul Islam, pimpinan
Kartusuwiryo, operasi intelijen pemberontakan PKI. Dalam Kabinet Soeharto, Ali Murtopo
menduduki sebagai Mentri Penerangan Indonesia. Tapi sebelumnya, dia pernah menjabat
sebagai Deputi Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara. Ali Murtopo merupakan orang
yang berjasa membangun unstitusi intilijen modern di Indonesia. Dia adalah tokoh politik
Indonesia baik di depan atu nelakang panggung.
2.1. Pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru
Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dannegara yang
diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945secara murni dan
konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu ordeyang mempunyai sikap dan tekad
untuk mengabdi pada kepentingan rakyatdan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan
jiwa Pancasila serta UUD1945.
2.1.2 Latar Belakang Lahirnya Orde Baru
Orde baru lahir karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain :
1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30 September
1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsunglama..
3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkanupaya
pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan
timbulnya keresahan masyarakat.
4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-
besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta
Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat
bergabungmembentuk Kesatuan Aksi berupa ³Front Pancasila´ yang selanjutnya lebih
dikenaldengan ³Angkatan 66´ untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam Gerakan
30September 19656.
6. Kesatuan Aksi ³Front Pancasila´ pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR
mengajukan tuntutan’’TRITURA(Tri Tuntutan Rakyat).
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan KabinetSeratus
Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinettersebut duduk
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil
dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub)
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak
tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966
(SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang
dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
2.1.3 Upaya menuju pemerintahan Orde Baru
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan
didalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar
berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena Suharto berhasil
memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Munculnya konflik dualisme kepemimpinan
nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai
presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan. Konflik Dualisme inilah yang
membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya Sukarno mengundurkan
diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto.Pada tanggal 23 Februari
1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabatPresiden RI.
Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan
negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno. Tanggal 12Maret 1967
Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
PadaSidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai Presiden
Republik Indonesia.
Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan bernegara yang
didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sejalan
dengan tujuan tersebut maka ketika kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk
melaksanankan amanat masyarakat maka pemerintah mencanangkan pembangunan nasional
yang diupakan melalui program pembangunan jangka pendek dan pembangunan jangka
panjang.
Pemerintahan Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga konsep pembangunan
nasional yang terkenal dengan sebutan Trilogi Pembangunan, yaitu : (1) pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat; (2) pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; dan (3) stabilitas nasional yang sehat
dan dinamis.
2.1.4 Proses Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru
Berkuasanya Orde Baru ternyata menimbulkan banyak perubahan yang dicapai
bangsa Indonesia melalui tahapan pembangunan di segala bidang. Pemerintahan Orde Baru
berusaha meningkatkan peran negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga
langkah-langkah yang diambil adalah mencapai stabilitas ekonomi dan politik.
Merujuk hasil Sidang Umum IV MPRS yang mengambil suatu keputusan untuk
menugaskan Jenderal Soeharto selaku pengembang Surat Perintah Sebelas Maret yang sudah
ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 untuk membentuk kabinet baru.
Kabinet baru diberi nama Kabinet Ampera yang merupakan singkatan dari Kabinet Amanat
Penderitaan Rakyat selanjutnya diberi tugas untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi
sebagai persyaratan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Tugas ini yang dikelak
terkenal dengan sebutan ”Dwi Darma Kabinet Ampera”. Sedangkan program kerja terkenal
dengan sebutan Catur Karya Kabinet Ampera, yaitu: (1) memperbaiki kehidupan rakyat
terutama dibidang sandang dan pangan; (2) melaksanakan pemilihan umum dalam batas
waktu seperti yang tercantum dalam ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 yaitu pada 5 Juli
1968;(3) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional,
sesuai dengan Tap No. XI/MPRS/1966; (4) melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan
kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Pada 21 Maret 1968 Jenderal Soeharto selaku Pejabat Presiden menyampaikan
laporan kepada Sidang Umum V MPRS Tahun 1968 tentang pelaksanaan Dwi Darma dan
Catur Karya Kabinet Ampera, yang dilaporkan pertama kali bahwa telah dilaksanakan usaha
mendudukkan kembali posisi, fungsi, dan hubungan antar lembaga negara tertinggi sesuai
dengan yang diatur dalam UUD 1945.
2.1.5 Kondisi Politik Masa Orde Baru
Politik dalam negeri era order baru:
A.Pembentukan Kabinet Pembangunan Kabinet
Awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA
dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Amper yaitu untuk
menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet
AMPERA adalah sebagai berikut.
1) Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan
2) Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.
3) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.
4) Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
B. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti
menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai.
Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas
persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu:
1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, danPartai
Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai politik Islam).
2) Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, PartaiMurba,
IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis).
3) Golongan karya (golkar)
C. Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru
Pemilihan umum pada masa orde baru diadakan setiap lima tahun sekali dan telah
dilaksanakan sebanyak enamkali. Tujuan pemilu tersebut untuk memilih anggota MPR, DPR,
DPRD 1 dan 11. Keanggotaan MPR, yaitu seluruh anggota DPR, utusan daerah dan
golongan. Setiap lima tahun sekali MPR mengadakan sidang umum. MPR berwenang
memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden. Presiden dan kabinetnya berkewajiban
menjalankan tugasnya sesuai dengan UUD 1945 melaksanakan GBHN,
mempertanggungjawabkan tugasnya tersebut pada akhir masa jabatannya. DPR bertugas
mengawasi jalannya pemerintahan/tugas presiden. Mekanisme tugas dan kerja lembaga
negara lain menyesuikan UUD 1945 dan UU yang mengaturnya.
Pada masa orde baru kehidupan politiknya diatur dalam UU berikut ini.
1. UU No.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum.
2. UU No.2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan MPR dan DPR.
3. UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya.
4. UU No.4 Tahun 1985 tentang preferendum.
5. UU No.5 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Sistem politik yang adalah otoriter dan tidak demokratis, dimana kekuasaan eksekutif
terpusat dan tertutup dibawah kontrol lembaga kepresidenan, dalam penyelenggaraan negara
dan pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN. Pemerintahan orde baru pimpinan soekarto
berlangsung selama 32 tahun namun kehidupan politik pada waktu itu dinilai gagal. Sistem
politik yang berlaku adalah oteriter dan tidak demokratis dimana kekuasaan eksekutif terpesat
dan tertutup dibawah kontro lembaga kepresidenan dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN. Selanjutnya pemerintahan orde baru juga dinilai
gagal karena telah menciptakan pemerintahan yang sentralistik yaitu mekanisme hubungan
pusat dan daeraah cenderung menganut sentralisasi kekuasaan sehingga menyebabkan
kesenjangandan ketidakadilan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan
umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971,
1977,1982, 1987, 1992, dan1997.
1. Pemilu 1971
a. Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana para pejabat
negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai peserta pemilu dapat ikut menjadi
calon partai secara formal.
b. Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu sudah ada
dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.
c. Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang anggota DPR dimana
360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
d. Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya (236 kursi), Partai
Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia
(20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2
kursi), Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).
2. Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR mengeluarkan UU
No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan
bahwa terdapat 2 partai politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang
diikuti oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29
kursi untuk PDI.
3. Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan suara Golkar
secara nasional meningkat. Golkar gagal memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta
dan Kalimantan Selatan Golkar berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil
memperoleh tambahan 10 kursi sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.
4. Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari Pemilu 1987
adalah:
a. PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding dengan pemilu
1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan asas Islam (pemerintah mewajibkan
hanya ada satu asas tunggal yaitu Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah
menjadi bintang.
b. Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi.
c. PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk DPP PDI sebagai
hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam.
5. Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan perubahan
yang cukup mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282
kursi, sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6. Pemilu 1997
Pemilu ke enam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
1. Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 % dengan perolehan
kursi 325 kursi.
2. PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan perolehan kursi 27
kursi.
3. PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal
ini disebabkan karena adanya konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI
Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa
demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan
dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan
Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang
selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan
suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Soeharto menjadi Presiden
Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap Pertangungjawaban,
Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan
dari MPR dan DPR tanpa catatan.
D. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat pada tanggal 2
Agustus 1969.
Kebijakan lain yang di ambil pemerintah Orde baru adalah menetapkan peran
ganda ABRI yang di kenal dengan Dwifungsi ABRI.ABRI tidak hanya berperan dalam
bidang pertahanan dan keamanan Negara tetapi juga berperan di bidang politik.Hal terbukti
dari banyaknya anggota ABRI yang ternyata memegang jabatan sipil seperti walikota,bupati
dan gubenur bahkan ABRI memiliki jatah di keanggotaan MPR/DPR.Alasan yang mendasari
kebijakan tersebut tertuang dalam pasal 27 ayat (1)UUD 1945. Pasal tersebut
mengemukakan bahnwa “segala warga Negara bersama kedudukankannya di dalam hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.Bukan hanya pada bidang politik
pemerintahan,ternyata kedudkan ABRI dalam masyarakat Indonesia juga merambat di sector
ekonomi.Banyak anggota ABRI menjadi kepala skepala BUMN maupun komisaris di
berbagai perusahaan swasta .
2.1.6 Upaya-Upaya Pembaruan Politik Luar Negeri
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga
mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya
pembaruan dalam politik luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB.
Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab
Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia
dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua
Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC
disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta
tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan
normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963.
Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai
tanggal 1 Juni 1966. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri
Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri
Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut
Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang
telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara
pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri
luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi
kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi
tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.
2.1.7 Dampak Positif dan Negatif Kebijakan Politik Pemerintahan Orde
Baru
A. Dampak Positif Dari Kebijakan Politik Pemerintahan Orba:
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekuasaan lembaga kepresidenan
yang membuat semakin kuatnya peran Negara dalam masyarakat. Situasi keamanan pada
masa ORBA relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi
semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Dilakukan
peleburan partai dimaksudkan agar pemerintah dapat mengontrol parpol.
B. Dampak Negatif dari Kebijakan Politik Pemerimtah ORBA:
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralis.
a. Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara
termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
b. Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar
kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang
diinginkan, sementara 2 paratai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai
Negara demokrasi.
c. Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan
sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilihan presiden melalui MPR Suharto
selalu terpilih.
d. Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan
daerah yang diwakilinya.
e. Kebijakn politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
f. Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan bebangsa dan benegara
bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi oleh
personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
g. Kondisi politik lebih payah dengan adnya upaya penegakan hukum yang sangat lemah.
Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerimtah yang berkuasa sehingga
tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
2.1.8 Keadaan Ekonomi Masa Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, Negara bersama aparat ekonominya mendominasi
seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta.
Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha
penyelamtan ekonomi nasioanl terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi,
penyelamatan keuangan Negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat . Tindakan
pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang
menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang
lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah.Oleh karena itu
pemerintah menempuh cara sebagai berikut :
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi terpimpin, pemerintah
menempuh cara:
a. Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang pembangunan.
b. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penylematan, program
stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendaliakan inflasi agar harga
barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan Rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik
sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi
berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi kearah terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.Langkah-langakah yang diambil Kabinet
pada saat itu yang mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan, seperti :
a. rendahnya penerimaan Negara
b. tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
c. terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
d. terlalu banyak tunggakan hutang luar negri
e. penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
Debirokrtisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
Berorientasi pada kepentingan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkahpenyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
a. mengadakan operasi pajak
b. cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang
c. penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara
d. membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor
Program stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.Hasilnya
bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak
namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun 1967- awal 1968). Sesudah kabinet
pembangunan dibentuk pada bulan juli 1968 berdasarkan Tap MPRS NO.XLI/MPRS/1968,
kebijakn ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga
barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valas. Sejak saat itu kestabilan ekonomi
nasional relatif tercapai sebab sejak 1966 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valas dapat
diatasi.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan
berproduksi. Selam 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi
dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, perbankan disalahgunakan dan
dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak
dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.
1. Kerja Sama Luar Negri
Keadaan ekonomi Indonesia paska Orde Lama sangat parah,hutangnya mencapai 2,3-
2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta Negara-negara kreditor untuk dapat
menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan
Negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik
usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran
utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan
dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut:
a. Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya
hingga tahun 1972-1979
b. Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun1969 dab 1970 dipertimbangkan
untuk ditunda juga pembayarannya.
Kemudian kerundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24
Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan
luar negri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya
dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu
pemerintah Indonesia berhasil mengusahakn bantuan luar negri. Indonesia mendapatkan
penangguhan dan keinginan syarat-syarat pembayaran utangnya.
1. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan tujuan terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan
kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan
nasional adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua
pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik
dan ekonomi yang stabil. Isi trilogi Pembangunan adalah sebagai berikut :
a.Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Sedangkan pelaksanannya pembanguanan nasional dilakukan secara bertahap yaitu:
a. Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun.
b. Jangka pendek mencakup periode 5 tahun(pelita / pembangunan lima tahun), merupakan
jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling
berkaitan/berkesinambunagn. Selama periode Orde Baru terdapat 6 pelita, yaitu :
1) Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal
pembanguna ORBA. Tujuan Pelita I : untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran Pelita I : pangan,
sandang, perbaikan prasarana,perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan
rohani.
Titik Berat Pelita I : pembanguan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa marali (malapetaka limabelas januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari
1974 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini
merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak
melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak
beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2) Pelita II
Pelita II dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran
Utamanya adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup
berhasil, pertimbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7 % per tahun. Pada awal pemerintahan
Orde Baru laju inflasi mencapai 60 % dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47 %.
Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi menjadi 9,5 %.
3) Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III
pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih
menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
a. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan
perumahan
b. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
c. Pemerataan pembagian pendapatan
d. Pemerataan kesempatan kerja
e. Pemerataan kesempatan berusaha
f. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda
dan kaum perempuan.
g. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
h. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
4) Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. titik
beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri
yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan
kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat
dipertahankan.
5) Pelita V
Pelita V dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik
beratnya pada sektor pertnian dan industri. Indonesia memiliki kondisi ekonomi yang cukup
baik dengan pertumbuhan rata-rata 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding
sebelumnya.
6) Pelita VI
Pelita VI dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya
pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembanguan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Pada
periode ini terjadi krisis moneter yang melanda Negara-negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa plitik dalam negri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
2.1.9 Keadaan Sosial Masa Orde Baru
Orde Baru harus mengahadapi masalah-maslah sosial yang lebih besar daripada yang
dihadapi para reformis dimasa politik Etis. Hal ini terjadi sebagian karena Belanda gagal
menyelesaikan masalah-masalah ini beberapa dekade sebelumnya, dan sebagian lagi karena
berlalunya waktu dan pergolakan yang terjadi sejak penahlukan Jepang membuat masalah
tersebut kin kompleks. Belanda gagal memenuhi kesejahteraan bangsa yang pada tahun 1930
berpenduduk 60,7 juta. Karena kelalaian selama beberapa dekade lalu dan mndesaknya
kebutuhan untuk lebih dahulu mengendalikan ekonomi bangsa ditahun-tahun setelah 1965,
maka mungkin tak mengejutkan jika pemerintahan Orde Baru awalnya tidak mampu
berkontribusi banyak dalam memenuhi kesejahteraan penduduknya, yang pada sensus tahun
1971 telah mencapai 119,2 juta jiwa dan 147,3 jutapada tahun 1980.
Standar kesehatan dan pendidikan masih rendah, tetapi jauh lebih baik daripada di
zaman Belanda. Pada tahun 1974, trdapat 6.221 dokter. Di Jawa terdapat satu dokter untuk
setiap 21,7 ribu penduduk dan diluar pulau Jawa terdapat satu dokter untuk setiap 17,9 ribu
( angka ini tidak berarti akses untuk mendapatkan dokter lebih mudah disana, karena
penduduk tersebar ditempat yang saling berjauhan). Sensus tahun 1971 menunjukkan bahwa
tingkat melek huruf bagi anak yang berusia 10 tahun adalah 72% dikalangan laki-laki dan
50,3% pada perempuan. Tetapi secara umum kualitas sistem sekolah telah menurun sejak
tahun 1950-an, sehingga angka melek huruf ini tidak bisa dianggap sebagai bukti bhwa
pendidikan formal sudah cukup tersedia. Pada tahun 1973, walaupun 57% (11,8 juta) dari
penduduk yang berusia 7-12 tahun duduk disekolah dasar, namun masih tersisa sekitar 8.9
juta dalam kelompok ini ynag tidak berpendidikan. Pada tingat perguruan tinggi,
pemerintahan ndonesia mampu melampaui rekor yang dicapai Belanda. Namun, pada tahun
1973, hanya sekitar seperempat dari 1% penduduk (329.300) yang terdaftar dilembaga
perguruan tinggi negeri dan swasta, 117.600 diantaranya terdaftar di Universitas atau
lembaga perguruan tinggi negeri. Jumlah ini agak rendah, tetapi jumlah lulusannya lebih
banyak daripada yang bisa dipekerjakan negara, kerena faktanya tingkat pengangguran bagi
lulusan kian bertambah. Kualitas pendidikan pada tingkat perguruan tinggi ini juga menuai
kririk. Pemerintah baru mampu membuat kemajuan besar dibidang kesehatan dan pendidikan
dipertengahan tahun 1970-an.
Masalah sosial bangsa semakin rumit dengan berlanjutnya urbanisasi. Pada ahun
1971, sebanyak 17,3% dari penduduk Indonesia tinggal dikota bandingkan dengan 14,8%
Pada tahun 1962 dan 3,8% pada tahun 1930/. Pada tahun 1971,penduduk Jakarta sudah
melampaui 4,5 juta jiwa. Jawa tetap tecatat sebagai pulau dengan jumlah populasi tersebar di
Indonesia (60,4% pada ahun 1971). Orde Baru, seperti juga Belanda, gagal memindahkan
penduduk dipulau Jawa keluar pulau dalam proporsi yang signifikan. Kebijakan
memindahkan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang jarang ini kini disebut
dengan “transmigrasi”.
Masa Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses untuk
mewujudkan cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya, masyarakat dapat
digambarkan dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan penduduk
mencapai 2,3% setiap tahun. Dalam tahun tahun awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan
menjadi sekitar 1,6% setiap tahun. Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia mempunyai
harapan hidup rata-rata sekitar 50 tahun maka pada tahun 1990-an harapan hidup lebih dari
61 tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka kematian bayi menurun dari 142 untuk setiap
1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1000 kelahiran hidup. Hal ini antara lain
dimungkinkan makin meningkatnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh
adanya Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu sampai di
tingkat desa atau RT.
Dalam himpunan Tap MPR Tahun 1993 di bidang pendidikan, fasilitas pendidikan
dasar sudah makin merata. Pada tahun 1968 fasilitas sekolah dasar yang ada hanya dapat
menampung sekitar 41% dari seluruh anak yang berumur sekolah dasar. Fasilitas sekolah
dasar yang telah dibangun di pelosok tanah air praktis mampu menampung anak Indonesia
yang berusia sekolah dasar. Kondisi ini merupakan landasan kuat menuju pelaksanan wajib
belajar 9 tahun di tahun-tahun yang akan datang. Sementara itu, jumlah rakyat yang masih
buta huruf telah menurun dari 39% dalam tahun 1971 menjadi sekitar 17% di tahuan1990-an.
Dampak dari pemerataan pendidikan juga terlihat dari meningkatnya tingkat pendidikan
angkatan kerja. Dalam tahun 1971 hampir 43% dari seluruh angkatan kerja tidak atau belum
pernah sekolah. Pada tahun 1990-an jumlah yang tidak atau belum pernah sekolah menurun
menjadi sekitar 17%. Dalam kurun waktu yang sama angkatan kerja yang berpendidikan
SMA ke atas adalah meningkat dari 2,8% dari seluruh angkatan kerja menjadi hampir 15%.
Peningkatan mutu angkatan kerja akan mempunyai dampak yang luas bagi laju pembangunan
di waktu-waktu yang akan datang.
BAB III
KONSEP TENTANG ORGANISASI, ADMINISTRASI, DAN MANAJEMEN
3.1. Konsep organisasi
Suatu saat, di sekitar tahun 1980-an akhir, Menteri Dalam Negeri Rudini mengatakan:
“Biarkan rakyat desa tenteram sebagaimana adanya.” Rudini mengutarakan hal itu ketika
muncul kritik dari kalangan intelektual dan para politisi agar rezim Orde Baru mengakhiri
kebijakan massa mengambang alias floating mass. Ketika itu, Rudini mewanti-wanti bahwa
pemerintah tidak mau ambil resiko. Dengan kata lain, desa tetap dijauhkan dari hingar-bingar
politik. Memang, semenjak kemenangan Orde Baru menggulingkan Orde Lama, ada
semacam asumsi bahwa sebab kuat dari konflik-konflik politik pada masa lalu adalah karena
ada sistem multi partai dan polarisasi ideologi. Maka, yang ditempuh rezim Soeharto
kemudian adalah proses de-ideologi. “Politik no, ekonomi yes,” begitulah.Ungkapan ini
kemudian diperkuat oleh serangkaian kebijaksanaan stabilitas politik yang dibuat oleh
pemerintah demi merehabilitasi perekonomian. “Untuk itu dilakukan upaya-upaya supaya
tidak ada sikap kritis dari masyarakat. Rakyat dibungkam,” kata sejarawan dan peneliti LIPI
Asvi Warman Adam, dalam wawancara dengan wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan,
awal November 2013.Untuk itu dilakukan upaya-upaya supaya tidak ada sikap kritis dari
masyarakat. Rakyat dibungkam.
Ada sejumlah kebijakan yang kemudian dilahirkan. Salah-satunya, menjelang Pemilu
1977, seperti dikemukakan Nazaruddin Sjamsuddin dalam buku Integrasi Politik di
Indonesia (1989), pemerintah memutus mata rantai ideologi yang menghubungkan rakyat
pedesaan dengan ideologi-ideologi partai politik. Konsep massa mengambang, itulah
perwujudannya yang dikonsepsikan pada 1971. Artinya: pembebasan rakyat di daerah
pedesaan terhadap kegiatan-kegiatan politik, memutuskan hubungan mereka dengan partai
politik, kecuali di saat pemilu. Dalam kerangka ini, PPP dan PDI saat itu dilarang mendirikan
kantor ranting di desa-desa, seperti yang pernah dipraktekkan di zaman Orde Lama. Konsep
‘menelanjangi’ desa dari jubah ideologi demi stabilitas politik, hanyalah salah-satu dari
kebijakan Orde Baru yang sejak awal berorientasi menjauhkan masyarakat dari politik.
A. Asas tunggal
Selain itu, rezim Orde Baru juga menyeragamkan azas semua kekuatan politik di
Indonesia, yang ditandai pidato Presiden Suharto di depan Sidang Papipurna DPR pada 16
Agustus 1982. Menurut M Rusli Karim, dalam buku Nuansa Gerak politik era 80-an di
Indonesia (1992), penyeragaman asas ini – yang dikenal dengan sebutan asas tunggal
Pancasila -- merupakan ‘keampuhan’ Orde Baru dalam menghadapi kekuatan politik,
terutama yang beraspirasikan Islam.Suharto (kiri) membatasi masyarakat dari politik
kekuasaan. Pemerintah Orba, menurut Rusli Karim, “tidak ingin memberi peluang bagi
kekuatan mana pun untuk menjadi kekuatan yang mampu menyaingi partai yang didukung
pemerintah.” Pencanangan Pancasila sebagai satu-satunya azas organisasi politik, menurut
Nazarudin Syamsudin (1989), merupakan langkah pemerintah Orba untuk “menghindari
perpecahan di kalangan elit politik”. Namun jauh sebelumnya, yaitu pada 1967, pemerintahan
Suharto melakukan apa yang disebut Harold Crouch dalam buku Militer dan Politik di
Indonesia (1986), sebagai “pengebirian partai-partai politik”. Pemerintah Orba tidak ingin
memberi peluang bagi kekuatan mana pun untuk menjadi kekuatan yang mampu menyaingi
partai yang didukung pemerintah. Saat itu, menurut Crouch, rezim melakukan langkah-
langkah yang nantinya menjamin bahwa partai-partai akan dipimpin oleh orang-orang yang
“bersedia patuh dan erat bekerja sama dengan pemerintah.” Di sinilah, pemerintah kemudian
“mencampuri” internal PNI, Masyumi (yang kemudian dipaksa menjelma menjadi Partai
Muslimin Indonesia), serta NU sebelum Pemilu 1971. Melalui “campur tangan melalui Opsus
yang dipimpin Ali Murtopo”, menurut Crouch, Golongan Karya – yang didukung secara
penuh oleh pemerintah Orba – meraih suara lebih dari 68 persen dalam pemilu 1971. Tidak
lama setelah Pemilu 1971, pemerintah menyederhanakan partai- partai politik alias
penggabungan (fusi) menjadi tiga kekuatan sosial politik: PPP, Golkar dan PDI.
B.Dwi Fungsi ABRI
Setelah reformasi 1998, konsep dan implementasi Dwi Fungsi ABRI dikritik habis-
habisan dan akhirnya “dicabut”. Padahal, di masa Orde Baru, konsep ini sepenuhnya
dilaksanakan, walaupun implementasinya dinilai kelewatan ketimbang konsep awalnya.
Sebutlah: hampir semua pejabat daerah dikuasai oleh perwira TNI, adanya kursi TNI di DPR
hingga di kursi menteri, serta di perusahaan-perusahaan. Presiden Suharto (kanan) bersama
Wapres BJ Habibie dan Try Sutrisno. Padahal, menurut mantan Kepala Staf Angkatan Darat
(KSAD) Abdul Haris Nasution, yang juga dikenal sebagai konseptor “Dwi Fungsi ABRI”,
konsep “jalan tengah ABRI” itu intinya “peran ABRI... sebagai kekuatan pertahanan dan
keamanan dan peran yang sifatnya non-militer (sosial dan politik)”. “Pikiran saya cuma satu,
kita perlu mengadakan kerja sama. Kita menganggap kekuatan diri kita juga adalah kekuatan
politik,” kata AH Nasution, dalam buku Jenderal tanpa pasukan, politisi tanpa partai,
perjalanan hidup AH Nasution (1998). Karena ada rekayasa politik, partai-partai tidak punya
pembina di tingkat bawah. Tapi Golkar sampai memiliki anggota yang jadi kepala desa.
ABRI sampai ke Babinsa... Ini namanya permainan. Karena itulah, dia mengaku kaget
dengan penerapan “jalan tengah” ABRI di masa Orde Baru, yang ditandai antara lain
“banyaknya orang-orang militer yang ditempatkan di berbagai perusahaan. Baginya,
penempatan itu tidak tercakup dalam pemahaman Dwifungsi. Lebih lanjut, Nasution
mengatakan, konsep Dwifungsi sekarang (saat Orde Baru) telah bergeser. Menurut mantan
Gubernur Lembahanas Letjen (purnawirawan) Hasnan Habib, dalam wawancara dengan
harian NUSA (20 September 1999), pelaksanaan konsep Dwi Fungsi ABRI dalam
perjalanannya mengalami “pelencengan”. “Karena ada rekayasa politik, partai-partai tidak
punya pembina di tingkat bawah. Tapi Golkar sampai memiliki anggota yang jadi kepala
desa. ABRI sampai ke Babinsa... Ini namanya permainan,” kata Hasnan Habib, saat itu.
C.Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
Sampai di situ upaya sistematis rezim Orde Baru untuk menjauhkan masyarakat dari
"penyakit" Orde Lama? Tunggu dulu. Di masa Orde Baru, anda tentu masih ingat, setiap
siswa sekolah atau mahasiswa baru wajib mengikuti “indoktrinasi” penanaman nilai-nilai
Pancasila, sebagai syarat penting yang harus diikuti. Setelah Presiden Suharto tidak berkuasa,
berbagai kebijakannya dikoreksi. Indoktrinasi ideologi resmi Pancasila ini digelar secara
sistematis oleh rezim Orde Baru, karena didasarkan asumsi bahwa Pancasila telah
diselewengkan pada masa Orde Lama. Nazaruddin Sjamsuddin (1989) mengatakan,
sosialisasi nilai-nilai Pancasila, seperti melalui penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila), merupakan "salah-satu cara terbaik untuk membuat masyarakat
menyadari, mengetahui dan menghayati ideologi negara." Demi stabilitas politik, utamanya
untuk menghadapi bahaya laten Komunisme, indoktrinasi Pancasila ini didahului kebijakan
penerapan azas tunggal Pancasila di semua organisasi masyarakat dan parpol. Demi stabilitas
politik, utamanya untuk menghadapi bahaya laten Komunisme, indoktrinasi Pancasila ini
didahului kebijakan penerapan azas tunggal Pancasila di semua organisasi masyarakat dan
parpol, Klaim seperti ini terus dihidupkan, sehingga orang-orang atau kelompok yang
berseberangan dengan pemerintah dianggap anti atau “merongrong” Pancasila. . Di luar
kebijakan dan konsep massa mengambang, penerapan azas tunggal, Dwi Fungsi ABRI,
hingga penataran P4, tentu saja ada beberapa istilah lainnya yang diidentikan dengan Orde
Baru. Apa itu? Sebutlah istilah: modernisasi, pertumbuhan ekonomi, demi pembangunan,
ekstrim kanan-kiri, gerombolan pengacau keamanan (GPK), atau anti Pancasila. Namun
semenjak reformasi 1998 digulirkan, istilah-istilah Orde Baru seperti menjadi barang usang,
dan terkadang menjadi bahan olok-olok, walaupun ada pula kebijakan seperti Keluarga
Berencana (KB) dan Posyandu, yang dianggap berhasil dan kini akan dihidupkan lagi.
3.2. Konsep Administrasi
Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi.
Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang-undang. Seiring berkembangnya zaman system pemerintahan daerah pun
mulai mengalami perubahan dari era orde baru, era reformasi hingga sekarang. Baik pada
Undang-Undang, Pengertian-pengertian, Pemilihan anggota DPRD, Pelaksanaan Otonomi
Daerah serta Ketetapan Peraturan Daerah.
Sesuai dalam UU No. 32 Tahun 2004, Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati,
dan Walikota masing - masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan
Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-
undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan,
pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan
undang-undang.
Pemerintah daerah memperoleh pelimpahan wewenang pemerintahan umum dari
pusat.
Perbandingan Sistem Administrasi Pemerintahan Daerah pada Orde Baru, Reformasi dan Reformasi Ke-2 :
Istilah Orde Baru Reformasi Reformasi Ke-2
UU UU No. 5/1974 UU No.22/1999 UU No.32/2004
Pemerintah Pusat
Perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta pembantu-pembantunya
Perangkat NKRI yang terdiri dari presiden beserta para menteri menurut asas desentralisasi
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945
Desentralisasi Penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan
Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI
Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
rumah tangganya mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI
Dekonsentrasi Pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada pejabat- pejabatnya di daerah
Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah
Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal wilayah tertentu
Tugas pembantuan
Tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintah yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah atau pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya
Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa, dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana serta SDM dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan
Penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupatean/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupatean/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu
Otonomi daerah
Hak, wewenang dan kewajiban dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Daerah otonom
Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam NKRI
Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintaha dan kepentingan masyarakat setempat
Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam NKRI
Wilayah admininstrasi
Lingkungan kerja perangkat Pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah
Wilayah kerja Gubernur selaku wakil pemerintah
Kelurahan Wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten dan/atau daerah kota di bawah kecamatan
Pemerintah daerah
Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah
Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemda
Pemerintahan daerah
Dalam menyelenggarakan pemerintahan Daerah dibentuk Sekretariat Daerah dan Dinas - Dinas Daerah
Penyelenggaraan Pemda otonom oleh Pemda dan DPRD dan/ atau daerah kota di bawah kecamatan
Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem prinsip NKRI
Desa Kesatuan wilayah masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur menurut asas desentralisasi
Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pemilihan anggota DPRD
Dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum.
Dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum.
Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak,
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menekankan bahwa Pemerintah Daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
Ketetapan Peraturan Daerah
Peraturan Daerah ditetapkan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.
UU No.32 tahun 2004 mengatur hal-hal tentang; pembentukan daerah dan kawasan
khusus, pembagian urusan pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan, kepegawaian
daerah, perda dan peraturan kepala daerah, perencanaan pembangunan daerah, keuangan
daerah, kerja sama dan penyelesaian perselisihan, kawasan perkotaan, desa, pembinaan dan
pengawasan, pertimbangan dalamkebijakan otonomi daerah.
Menurut UU No.32 tahun 2004 ini, negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa. Sehubungan dengan daerah yang
bersifat khusus dan istimewa ini, kita mengenal adanya beberapa bentuk pemerintahan yang
lain, seperti DKI Jakarta, DI Aceh, DI Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di Papua.
Di daerah perkotaan, bentuk pemerintahan terendah disebut “kelurahan”. Desa yang ada di
Kabupaten/Kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan
sesuai usul dan prakarsa pemerintah desa, bersama Badan Permusyawaratan Desa yang
ditetapkan dengan perda. Desa menjadi kelurahan tidak seketika berubah dengan adanya
pembentukan kota, begitu pula desa yang berada di perkotaan dalam pemerintahan
kabupaten.
3.3. Konsep manajemen
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia
(G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1 Maret
1966 Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani sebuah surat yang memerintahkan
pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk keselamatan
negara dan melindungi Soekarno sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan
sebutan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media pemberian
wewenang kepada Soeharto secara penuh.
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam
program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan
apa yang disebut dengan konsensus nasional.
Pada era Orde Baru ini, pemerintahan Soeharto menegaskan bahwa kerdaulatan dalam
politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam bidang sosial budaya.
Tekad ini tidak akan bisa terwujud tanpa melakukan upaya-upaya restrukturisasi di bidang
politik (menegakkan kedaulatan rakyat, menghapus feodalisme, menjaga keutuhan teritorial
Indonesia serta melaksanakan politik bebas aktif), restrukturisasi di bidang ekonomi
(menghilangkan ketimpangan ekonomi peninggalan sistem ekonomi kolonial, menghindarkan
neokapitalisme dan neokolonialisme dalam wujudnya yang canggih, menegakkan sistem
ekonomi berdikari tanpa mengingkari interdependensi global) dan restrukturisasi sosial
budaya (nation and character building, berdasar Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila serta
menghapuskan budaya inlander).
Pada masa ini juga proses pembangunan nasional terus digarap untuk dapat
meningkatkan kapasitas masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Pendapatan perkapita
juga meningkata dibandingkan dengan masa orde lama.
Kesemuanya ini dicapai dalam blueprint nasional atau rencana pembangunan
nasional. Itulah sebabnya di jaman orde lama kita memiliki rencana-rencana pembangunan
lima tahun (Depernas) dan kemudian memiliki pula Pembangunan Nasional Semesta
Berencana Delapan-Tahun (Bappenas). Di jaman orde baru kita mempunyai Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I, Repelita II, Repelita III, Repelita IV, Repelita V,dan
Repelita VII (Bappenas).
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun
1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis
keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela,
sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat
mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan
oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi
total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat
itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti.
Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan
Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan
mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan
membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian,
UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam
perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk
diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden
Soeharto mundur dari jabatannya.
BAB IV
ANALISIS MENGENAI MANAJEMEN PENDIDIKAN
TERHADAP KEBIJAKAN NEGARA
Awal dari orde baru pun bergulir di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto, nama
orde baru diciptakan demi membedakan dengan pemerintahan orde lama di bawah Presiden
Soekarno. Perbedaan nama rezim itu bukan saja secara harfiah, maupun perbedaan sang
pemimpin orde. Tapi juga berimplikasi kepada pergeseran secara fundamental misi dari
pemerintah serta metode yang tepat untuk mencapai misi tersebut. Radius Prawiro yang
mantan Deputi menteri untuk urusan Bank Sentral merangkap Gubernur Bank
Indonesia(1966-1973), dalam bukunya Pergulatan Indonesia Membangun Ekonomi
menyatakan bahwa, misi orde baru dapat disarikan sebagai pembangunan ekonomi.
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya
dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun
dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Dalam pencapaian misi tersebut, disiplin
ilmu ekonomi - termasuk alat analisis ekonomi makro dan mikro - menjadi ujung tombak,
padahal di zaman orde lama ekonomi dianaktirikan, tanpa kebijakan ekonomi yang jitu dan
terencana, mustahil ekonomi Indonesia bisa sehat kembali. Faktor politik, budaya dan sosial
juga berperan penting dalam membangun budaya ekonomi baru itu.
Kabinet Pembangunan Pertama : Menekankan Rekayasa Sosial
Pada Maret 1967, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS),
memilihSoeharto sebagai pejabat Presiden. Setahun kemudian MPRS memilih Soeharto
sebagai presiden. Pada Juni 1968, presiden Soeharto mengangkat kabinet baru. R.E. Elson
dalam bukunya Soeharto, Sebuah Biografi Politik menuliskan bahwa diantara tugas-tugas
pertamanya sebagai presiden adalah membentuk kabinet baru, yang diberi nama Kabinet
Pembangunan Pertama untuk membedakan kabinet itu dari kabinet-kabinet sebelumnya yang
menekankan berbagai aspek rekayasa sosial yang berorientasi ideologi.
Presiden Soeharto mendukung penuh tim ekonomi pemerintah dan rekomendasi
mereka sekalipun kebijakan yang diambil tidak populer secara politis. Staf ahli ekonomi
Presiden Soeharto terkenal sebagai para teknokrat atau sering disebut “mafia Berkeley”
karena beberapa anggotanya alumni University of California at Berkeley. Tim ini terpisah
dari kabinet yang anggotanya terdiri dari Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Mohammad
Sadli, Subroto, dan Emil Salim. Selanjutnya beberapa tim menyusul seperti Rachmat Saleh,
Arifin Siregar, J.B. Sumarlin dan Radius Prawiro.
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga
memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi
penyeragaman intelektualitas peserta didik. Selain itu, masa ini juga diwarnai dengan
ideologi militeralistik dalam pendidikan yang bertujuan untuk melanggengkan status quo
penguasa. Pendidikan militeralistik diperkuat dengan kebijakan pemerintah dalam penyiapan
calon-calon tenaga guru negeri.
Soeharto mempercayakan Widjojo Nitisastro sebagai pemimpin informal dari tim
ekonomi ini. Radius Prawiro menyatakan ada 3 hal nilai yang menonjol dalam menciptakan
tatanan ekonomi baru, yaitu gotong royong, trilogi pembangunan, dan Pragmatisme. Banyak
cara gotong royong yang telah diterjemahkan ke dalam tindakan politik dan kebijakan
lainnya. Dalam masa sulit, pemerintah telah mengimbau warga negara untuk mendukung
kebijakan yang merupakan langkah terbaik bagi kepentingan nasional meskipun kebijakan
tersebut menuntut pengorbanan dari banyak individu. Terutama saat awal orde baru, gotong
royong punya dua arti praktis. Pertama, konsep ini merupakan alternatif budaya terhadap
paham komunisme.
Gotong royong menjadi basis ideologi yang berakar pada budaya bangsa untuk
memajukan kebijakan ekonomi yang bertanggung jawab secara sosial, toleran terhadap
kesejahteraan individu, dan tidak bertentangan dengan ekonomi pasar bebas. Kedua, gotong
royong punya pengaruh memoderatkan proses perumusan kebijakan di Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh hubungan erat antara gotongroyong dengan dua konsep budaya Indonesia
lainnya; musyawarah yang berarti dialog,dan mufakat yang berarti konsensus.
Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto mengedepankan moto “membangun
manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia”. Pada tahun 1969-1970 diadakan
Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) dan menemukan empat masalah pokok dalam
pendidikan di Indonesia: pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Dan hasilnya
digunakan untuk membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan (BP3K).
Depdiknas di bawah Menteri Wardiman Djojohadiningrat (kabinet pembangunan VI)
mengedepankan wacana pendidikan “link and match" [17] sebagai upaya untuk memperbaiki
pendidikan Indonesia pada masa itu.
Ideology Pendidikan : Pendidikan sentralistik dan mentalitas pragmatis
Sense of education ala Soekarno kemudian dilanjutkan lebih inovatif lagi pada
periodesasi kepemimpinan Soeharto. Di zaman pemerintah Orde Baru misalnya, pendidikan
diwarnai oleh politik yang bersifat sentralistik, dengan titik tekan pada pembangunan
ekonomi yang ditopang oleh stabilitas politik dan keamanan yang didukung oleh kekuatan
birokrasi pemerintah, angkatan bersenjata, dan konglomerat. Dengan politik yang bersifat
sentralistik ini, seluruh masyarakat harus menunjukkan monoloyalitas yang tinggi, baik
secara ideologis, politis, birokrasi, maupun hal-hal yang bersifat teknis.
Dari sisi ideologi, pendidikan sebenarnya telah cukup mendapat tempat dari pendiri
bangsa. Terbukti dengan dimasukkannya pendidikan sebagai salah satu prioritas utama dalam
Pembukaan UUD 1945, yang notabene tak dapat diubah dan dianggap sebagai landasan
perjuangan bangsa yang sakral. Sebelum pemerintahan Presiden Soeharto,sebenarnya
masalah pendidikan nasional telah memperoleh cukup banyak perhatian dari elite politik
yang ada. Jika kita melihat sejarah, proklamator Bung Hatta merupakan salah satu tokoh yang
gencar menyuarakan pentingnya pendidikan nasional bagi kemajuan bangsa sejak zaman
kolonialisme. Sebagai pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI baru) sejak tahun 1931 (PNI
lalu pecah menjadi Partai Sosialis dan Partai Sosialis Indonesia), konsep pentingnya
pendidikan telah diajukan Hatta dalam Pasal 4 Konstitusi PNI, yaitu untuk mencerdaskan
rakyat dalam hal pendidikan politik, pendidikan ekonomi, dan pendidikan sosial (pidato Bung
Hatta dalam reuni Pendidikan Nasional Indonesia yang diterbitkan di Bogor tahun 1968).
Namun, sejalan dengan pemerintahan Soeharto yang otoriter, tampaknya isu tentang
pendidikan mulai dikesampingkan, terutama mungkin terkait dengan kekhawatiran akan
timbulnya gejolak apabila pendidikan politik benar-benar dilakukan sepenuhnya. Sejak saat
itu kita lebih melihat pendidikan digunakan sebagai kendaraan politik bagi pemerintahan
soeharto untuk melakukan indoktrinasi.
Kita masih ingat bagaimana, khususnya dalam sejarah, berbagai macam pelajaran
sejarah yang ada secara tumpang tindih diberikan berkali-kali, dari SD, SMP, dan SMA,
bahkan perguruan tinggi dalam bentuk P4. Masalahnya, isi pelajaran sejarah yang ada tidak
lebih dari justifikasi mengenai G30-S-PKI, Serangan Fajar, atau berbagai pembenaran
konstitusional terhadap kebijakan pemerintah saat itu.
Tidak heran apabila sistem pendidikan yang adadi Indonesia amat tersentralisasi
dengan 80 persen dari kurikulum yang ada ditentukan oleh pusat (Ibrahim, 1998). Contoh
lain, dalam hal dana instruksi presiden (inpres) Yang lebih memprihatinkan, pendidikan
dinilai hanya dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan melalui berbagai
polarisasi, indoktrinasi, sentralisasi, dan regulasi yang tidak memihak rakyat. Keluaran
pendidikan tidak digembleng untuk mengabdi kepada rakyat, tetapi telah dipola dan dibentuk
untuk mengabdi kepada kepentingan kekuasaan an-sich.
Dalam konteks demikian, pendidikan kita setidaknya telah melahirkan manusia-
manusia berkarakter oportunis, hipokrit, hedonis, dan besar kepala, tanpa memiliki
kecerdasan emosional dan spiritual yang memadai.
Makna pendidikan substansial, yaitu memberikan ruang kesadaran kepada peserta
didik untuk mengembangkan jati dirinya secara “utuh”dan “paripurna” melalui sebuah proses
yang dialogis, interaktif, efektif, menarik, dan menyenangkan, nyaris tak pernah bergaung
dalam dunia pendidikan kita. Dari tahun ketahun, atmosfer pembelajaran di sekolah tak lebih
“memenjarakan” peserta didik untuk bersikap serba patuh, pendiam, miskin inisiatif dan
kreativitas
Pragmatisme Pendidikan : prioritas uniformitas
Sebagaimana sistem politik yang ada pada era ini, maka manajemen pendidikan
dilaksanakan secara sentralistis. Semua kebijakan sampai detail ditentukan oleh pusat.
Sekolah sebagai lembaga yang langsung melaksanakan proses pembelajaran tidak memiliki
kewenangan yang memadai. Kebijakan ini memiliki implikasi perencanaan dan upaya
peningkatan mutu bersifat top-down. Akibatnya, peningkatan mutu tidak ada disekolah-
sekolah, dan hanya ada di pusat. Namun sejauh itu, sampai orde baru berakhir diganti orde
reformasi peningkatan mutu juga belum terujud. Karena peningkatankualitas sekolah tidak
bisa dilaksanakan dengan pendekatan fungsi produksi.
Peningkatan mutu sekolah bersifat interaktif dan kontekstual, yang sangat terpengaruh
oleh kondisi sekolah sebagai suatu entitas yang utuh dan mandiri.Sejalan dengan
pemerintahan Soeharto yang otoriter, tampaknya isu tentang pendidikanmulai
dikesampingkan, terutama terkait dengan kekhawatiran akan timbulnya gejolak apabila
pendidikan politik benar-benar dilakukan sepenuhnya. Sejak saat itu kita lebihmelihat
pendidikan digunakan sebagai kendaraan politik bagi pemerintahan Soehartountuk
melakukan indoktrinasi terhadap rakyat. Dalam konteks ini, sudah saatnya para pelaku dan
pemerhati pendidikan perlu mencoba menyelami dunia politik dan seluk beluknya.
Maksudnya, masyarakat pendidikan harus aktif untuk memengaruhi para pengambil
keputusan (politikus) di bidang pendidikan.
Dengan begitu kaum pendidik tidak lagi menjadi objek politisasi pendidikan dan
terkungkung dalam dunianya,melainkan memiliki ruang gerak yang lebih leluasa dan ikut
menjadi agen perubahan. Rezim Orde Baru amat yakin akan terjadi mukjizat yang
meneteskan hasil pembangunan kepada rakyat miskin (trickle down effects).
Kejayaan politik dan ekonomi ternyata tak langgeng karena modal utama
pembangunan, yaitu manusia, terabaikan. Kondisi itu berlanjut hingga kini karena bangsa kita
kurang memiliki modal manusia berkualitas yang diperlukan guna menopang pertumbuhan
dan kemajuan ekonomi. Sepertinya, pemerintah selama ini tetap tak sadar akan fungsi
ekonomi politik pendidikan. Sehingga, akses terhadap pendidikan dan kesehatan amat buruk
dan ini membuat sepertiga atau separuh penduduk Indonesia masih rentan terhadap masalah
kemiskinan, kesehatan dan korupsi.
Kebijakan pendidikan pada masa Orde Baru diarahkan pada penyeragaman. Tilaar
(2002:3) menjelaskan pendidikan di masa ini diarahkan kepada uniformalitas atau
keseragaman di dalam berpikir dan bertindak. Pakaian seragam, wadah-wadah tunggal dari
organisasi sosial masyarakat, semuanya diarahkan kepada terbentuknya masyarakat yang
homogen. Pada masa ini tidak ada tempat bagi perbedaan pendapat, sehingga melahirkan
disiplin semu dan melahirkan masyarakat peniru.Pada masa ini pertumbuhan ekonomi yang
dijadikan panglima.
Pembangunan tidak berakar pada ekonomi rakyat dan sumber daya domestik,
melainkan bergantung pada utang luar negeri sehingga melahirkan sistem yang tidak peka
terhadap daya saing dantidak produktif. Berbagai layanan publik tidak mempunyai
akuntabilitas sosial olehkarena masyarakat tidak diikutsertakan di dalam manajemennya.
Bentuk pembangunan pada saat itu mengingkari kebhinekaan serta semakin
mempertajam bentuk primordialisme. Penerapan pendidikan tidak diarahkan lagi pada
peningkatan kualitasmelainkan pada target kuanti
System Pendidikan : korporatisme kampus
Dalam sistem pendidikan yang ada, berkembanglah ideologi pasar sebagai
konsekuensi Indonesia berada dalam peta kapitalisme global. Pendidikan direndahkan
posisinya sebagai alat elevasi sosial untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Ilmu
direndahkan menjadi deretan angka-angka indeks prestasi (IP). Akses masuk semakin
terbatas karena formasi sosial tidak memungkinkan warga masyarakat kebanyakan (miskin)
menginjak bangku sekolah yang lebih tinggi. Kecenderungan mahasiswa berasal dari
kalangan menengah ke atas terus meningkat dari tahun ke tahun.
Penelitian majalah Balairung UGM pada tahun 2000 membuktikan terjadi tren
penurunan anak buruh, petani, dan anak guru yang menginjak bangku kuliah di UGM.
Karena pada saat yang sama indoktrinasi dari negara juga berlangsung, muncul kritik-kritik
dari kalangan pengamat pendidikan yang kritis namun liberal yang memandang terjadinya
paradoks dalam dunia pendidikan karena sama sekali tidak sesuai dengan perkembangan
zaman. Banyak muncul ketidakpuasan dan perlawanan dari dalam kalangan akademisi
pendidikan terhadap intervensi negara dalam kurikulum pendidikan. Ketidakpuasan muncul
karena mereka menganggap tidak efisien. Ketidakpuasan dan perlawanan dari dalam kampus
ini menyemai bibit perlawanan mahasiswa.
Pada tahun 1994 misalnya berdiri Dewan Mahasiswa UGM yang tegas menolak
korporatisme negara terhadap kampus. Langsung atau tidak langsung,. Demonstrasi
mahasiswa pada tahun 1998 merupakan imbas dari kebijakan pendidikan yang korporatis dan
tidak demokratis di perguruan-perguruan tinggi. Kemandirian suatu bangsa tidak bisa
ditawar-tawar. Bangsa yang tidak mandiri dalam banyak hal, akan sulitmaju, terutama
menyangkut kebutuhan pokok suatu bangsa. Masalah ketidak mandirian itu pula yang
membuat bangsa Indonesia tetap tidak stabil, terutama dari sisi ekonomi.
Dari sisi ideologi, pendidikan sebenarnya telah cukup mendapat tempat dari pendiri
bangsa. Terbukti dengan dimasukkannya pendidikan sebagai salah satu prioritas utamadalam
Pembukaan UUD 1945, yang notabene tak dapat diubah dan dianggap sebagai landasan
perjuangan bangsa yang sakral. Di awal pemerintahannya, Soeharto ketika itu
memprioritaskan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan utama pemerintah.
Standar Pendidikan : menekankan kuantitas
Dalam era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang
pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang sangat
signifikan dengan adanya INPRES Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali INPRES
Pendidikan Dasar belum ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas.
Dalam era pembangunan nasional selama lima REPELITA yang ditekankan ialah
pembangunan ekonomi sebagai salah satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan
pendidikan nasional telah berlangsung. Selain itu sistem ujian negara (EBTANAS) telah
berubah menjadi bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa menurut rumus-rumus tertentu.
Akhirnya di tiap-tiap lembaga pendidikan sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya
100%. Hal ini berakibat pada suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam
masyarakat. Oleh sebab itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai indikator palsu
mengenai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan. Dari hasil manipulasi ujian nasional
sekolah dasar kemudian meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke
sekolah menengah tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan tinggi.
Walaupun pada waktu itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan mengadakan ujian
masuk melalui UMPTN, tetapi hal tersebut tidak menolong.
Pada akhirnya hasil EBTANAS juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan
tinggi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tingginegeri mulai
mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. Cara tersebut
kemudian diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya. Di samping perkembangan pendidikan
tinggi dengan usahanya untuk mempertahankandan meningkatkan mutunya pada masa Orde
Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta dalam berbagai bentuk. Hal ini
berdampak pada mutu perguruan semakin menurun walaupun dibentuk KOPERTIS-
KOPERTIS sebagai bentuk birokrasi baru.
Kebijakan Pendidikan :
Ada beberapa kebijakan pokok dalam pendidikan pada masa orde baru, yaitu :
1. Relevansi Pendidikan
Yaitu penyesuaian isi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan terhadap sumber
dayamanusia yang diperlukan. Kebijakan ini secara eksplisit muncul pada pelita I, II, III, I
dan V.
Setelah perluasan kesempatan belajar, sasaran perbaikan bidang pendidikan
selanjutnya adalah pemberantasan buta aksara. Kenyataan bahwa masih banyak penduduk
yang buta huruf ditanggapi pemerintahan Soeharto dengan pencanangan penuntasan buta
huruf pada 16 Agustus 1978. Tekniknya adalah dengan pembentukan kelompok belajar atau
”kejar”. Kejar merupakan program pengenalan huruf dan angka bagi kelompok masyarakat
buta huruf yang berusia 10-45 tahun. Tujuannya, mereka akan mampu membaca serta
menulis huruf dan angka Latin.
Tutor atau pembimbing setiap kelompok adalah siapa saja yang berpendidikan
minimal sekolah dasar. Jumlah peserta dan waktu pelaksanaan dalam setiap kejar bersifat
fleksibel. Hingga saat ini program kejar yang sudah semakin berkembang masih tetap
dijalankan.Keberhasilan program kejar salah satunya terlihat dari angka statistik penduduk
buta huruf yang menurun. Pada sensus tahun 1971, dari total jumlah penduduk 80 juta
jiwa,Indonesia masih memiliki 39,1 persen penduduk usia 10 tahun ke atas yang berstatus
butahuruf. Sepuluh tahun kemudian, menurut sensus tahun 1980, persentase itu
menurunmenjadi hanya 28,8 persen.
Hingga sensus berikutnya tahun 1990, angkanya terus menyusut menjadi 15,9
persen.Sasaran yang terungkap dalam lima Pelita dalam PJPT I menunjukkan runtutan
sasaranyang sistematis; dimulai dengan sektor agraris dan secara bertahap sampai dengan
sektor industri. Sayangnya, dalam prakteknya, sektor agraris seakan-akan ditinggalkan
begitusaja, dan diganti sepenuhnya dengan industrialisasi. Tampak pemerintah begitu
berambisimengikuti pola Barat, yaitu industrialisasi. Perjalanan dunia pendidikan
Indonesiaternyata kembali terulang pada masa pemerintahan
Rezim Orde Baru, dimana terjadi Liberalisasi Ekonomi tahap kedua. Focus
pembangunan lebih diarahkan kepada pembangunan ekonomi daripada pembangunan
manusia. Departemen Pendidikan pun tumbuh menjadi kementerian yang termarjinalisasi
dibandingkan dengan departemen lain. Rosser (2002) mencatat, padatahun 1980-an Menteri
Sekretaris Negara (saat itu dipimpin Sudharmono dan Ginandjar Kartasasmita) dan Menteri
Riset dan Teknologi (saat itu dipimpin BJ Habibie) merupakan kementerian yang memegang
peran utama dalam perencanaan pembangunan.
Corak politik pemerintah yang demikian itu selanjutnya menimbulkan paling kurang
enam masalah pendidikan :
1. Masih banyak rakyat Indonesia yang belum memperoleh pendidikan.
2. . Mutu lulusan pendidikan di Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan mutu
lulusan pendidikan di negara lain.3. Pendidikan diIndonesia belum menjadi
pranata sosial yang kuat dalam memberdayakan sumber daya manusia Indonesia.
3. Pendidikan di Indonesia belum berhasil melahirkan lulusan yang mengamalkan
keimanan, ketakwaan, aklak mulia dan budi pekerti luhur.
4. Pendidikan belum mampu mendorong lahirnya masyarakat belajar (learning society)
dalam rangka pelaksanaan konsep belajar seumur hidup.
5. Dunia pendidikan kurang sejalan dengan tuntutan dunia kerja dan kebutuhan lokal.
Dahulu kualitas pendidikan bangsa kita itu diatas negara-negara tetangga seperti
Malaysia, tapi saat ini menapa justru terjadi sebaliknya. Sudah dari zaman Soeharto
sebenarnya bukannya sekarang. Pak Soeharto kan yang pertama kali mengadakan SPP.Jadi
seolah pendidikan itu tanggung jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan orang yang
mampu.
2. Pemerataan Pendidikan.
Sejak pelita I disadari pentingnya memberikan kesempatan yang sama dan lebih luas
tentang pendidikan untuk semua warga negara. Kebijakan pemerataan dan perluasan
pendidikan dilaksanakan melalui wajib belajar Sekolah Dasar. Sejak awal
kekuasaannyasebagai Presiden RI, Soeharto berupaya menggarap pendidikan sebagai hal
yang harus dibenahi secara serius. Tiga hal yang cukup populer di masyarakat adalah
program wajib belajar, pembangunan SD inpres, dan pembentukan kelompok belajar atau
kejar.
Dengan mencanangkan “wajib belajar 9 tahun”, termasuk juga yang tak kalah populer
adalahdibukanya program SD Inpres untuk daerah-daerah terpencil dan terisolir diberbagai
belahan daerah di Indonesia. Program wajib belajar dicanangkan pada 2 Mei 1984, diakhir
Pelita (Pembangunan Lima Tahun) III.
Dalam sambutannya saat itu, Soeharto menyatakan, kebijakan ini bertujuan untuk
memberikan kesempatan yang sama dan adil kepada seluruh anak usia 7-12 tahun di belahan
bumi Indonesia mana pun dalammenikmati pendidikan dasar.
Seremonial pencanangan dilakukan secara besar-besaran diStadion Utama Senayan,
Jakarta.Program ini memang telah direncanakan saat Pelita II. Tidak murni seperti
kebijakanwajib belajar di negara lain yang memiliki unsur paksaan dan ada sanksi bagi
yangmengabaikan.
Pemerintah hanya mengimbau orangtua agar memasukkan anaknya yang sudah cukup
umur ke sekolah. Negara bertanggung jawab terhadap penyediaan saranadan prasarana
pendidikan yang dibutuhkan, seperti gedung sekolah, peralatan sekolah, disamping tenaga
guru dan kepala sekolah. Karena tidak ada sanksi, dalam prosesnyahingga kini, masih
ditemukan anak-anak pada kelompok usia pendidikan dasar yang tidak bersekolah.
Upaya pelaksanaan wajib belajar 9 tahun pada kelompok usia 7-15 tahun dimulai
saatdiresmikannya Pencanangan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada 2 Mei
1994.Kebijakan ini diperkuat dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor
1Tahun 1994. Program wajib belajar yang dimulai Soeharto di akhir Pelita III diakui
telahmeningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia saat itu. Fokus utama ketika itu
adalah peningkatan angka-angka indikator kualitas pendidikan dasar.Sebelum wajib belajar
dicanangkan, upaya peningkatan kualitas pendidikan dasar didahului dengan dikeluarkannya
Inpres No 10/1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD. Tujuan penerbitan
kebijakan ini adalah untuk memperlua
3. Peningkatan Mutu Guru atau Tenaga Kependidikan
Barangkali tidak semua kita masih ingat bagaimana, Bank Dunia pada tahun-tahun
akhir 1970-an dan awal tahun 1980-an memberikan resep untuk meningkatkan efektivitas
pendidikan guru dengan merombak kurikulum IKIP yang semula mirip kurikulum
Universitas menjadi khas IKIP, dimana kurikulum baru ini terlalu berlebih-lebihan
menekankan pembelajaran dan mengurangi secara besar-besaran materi bidang studi. Para
pedagog yang tidak sefaham dengan resep ini dengan sinis mengatakan bahwa “di kurikulum
IKIP yang baru ini, “bagaimana cara memegang kapur pun diajarkan”.
Dari kebijakan ini hasilnya luar biasa, mutu guru lulusan IKIP merosottajam. Guru
menguasai berbagai pendekatan dan metodologi mengajar, tetapi tidak menguasai apa yang
harus diajarkan.Kebijakan ke dua dalam peningkatan mutu pendidikan adalah dengan
meningkatkan kualitas guru lewat projek peningkatan mutu guru yang dilakukan dengan
model pelatihan guru yang sangat terencana mulai dari teori, praktik sampai on the job
training di sekolah-sekolah masing-masing.
Mereka yang dilatih di pusat menjadi guru inti, yang bertugas mengembangkan
pelatihan bagi para guru di daerah masing-masing. Proses ini, berhasil melatih dan
meningkatkan kualitas kemampuan professional ribuan guru.Sayangnya, ketika beberapa
tahun proyek telah usai dan evaluasi dilakukan oleh lembagaindependen, kesimpulan sangat
menarik. Yakni, pelatihan telah berhasil meningkatkankualitas profesional guru tetapi tidak
berhasil meningkatkan mutu siswa. Karena peningkatan kualitas kemampuan professional
guru belum menjamin peningkatan kualitas pembelajaran. Terdapat faktor sekolah sebagai
suatu entitas yang utuh.
4. Mutu pendidikan.
Sejak pelita I s.d pelita V mutu pendidikan terus-menerus dijadikan salah satu
kebijakan pokok. Peningkatan mutu pendidikan di era orde baru cenderung secara
patuhmelaksanakan kebijakan Bank Dunia.(Zamroni, 2009). Atmosfer pembelajaran
dalamdunia persekolahan kita terpasung dalam situasi monoton, kaku, dan
membosankan,sehingga gagal melahirkan generasi bangsa yang cerdas, terampil, dan
bermoral sepertiyang didambakan oleh masyarakat.
Paling tidak ada dua argumen yang dapat dikemukakan. Pertama, diterapkannya
sistem single-track yang “membutakan” peserta didik dari persoalan-persoalan riil yang
dihadapi masyarakat dan bangsanya, sehingga tidak memiliki sikap kritis dan responsif
terhadap persoalan-persoalan hidup. Kedua, para pengambil kebijakan menjadikan dunia
pendidikan meminjam istilah Zamroni sebagai engine of growth; penggerak dan loko
pembangunan. Agar proses pendidikan efisien dan efektif, pendidikan harus disusun dalam
struktur yang bersifat rigid, manajemen bersifat sentralistis, kurikulum penuh dengan
pengetahuan danteori-teori.Namun, disadari atau tidak, kebijakan semacam itu justru
membikin dunia pendidikan menjadi penghambat pembangunan ekonomi dan teknologi
denganmunculnya berbagai kesenjangan kultural, sosial, dan kesenjangan vokasional yang
ditandai dengan melimpahnya pengangguran terdidik. dalam upaya peningkatan mutu
sekolah di era orde baru juga menekankan ketersediaan fasilitas, seperti pergedungan dan
ruang kelas, laboratorium, dan buku teks disamping pembaharuan kurikulum.
5. Pendidikan Kejuruan
Sesuai dengan gerakan pembangunan telah disadari sejak pelita I akan langkanya
tenaga-tenaga terampil. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan kejuruan mendapat
prioritassejak pelita I s.d pelita V. Hingga awal tahun 90-an menurut Dody Heriawan
Priatmoko, paling tidak ada 3 permasalah pendidikan di Indonesia, yakni : Pertama,
adalahkurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Kesempatan memperoleh
pendidikanhanya terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Kedua, adalah rendahnya tingkat
Relevansi pendidikan dengan kebutuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan
yangmenganggur. Data BAPPENAS yang dikumpulkan sejak 1990 menunjukan angka
penganggur terbuka yang di hadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47 %, Diploma.
RANGKUMAN
Lahirnya orde baru dilatarbelakangi oleh terjadinya G30S 1965, diikuti dengan
kondisi politik, keamanan dan ekonomi yang kacau (inflasi tinggi). Wibawa presiden
Sukarno semakin menurun setelah gagal mengadili tokoh-tokoh yang terlibat G30S. Presiden
mengeluarkan SUPERSEMAR 1966 bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang
dianggap perlu untuk memperbaiki keadaan negara. Akhirnya Presiden
Sukarnomengundurkan diri dan digantikan oleh Presiden Suharto.
Perkembangan politik pada masa orde baru diawali dari penataan politik dalam negeri
yaitu setelah sidang MPRS 1968 menetapkan Suharto sebagai presiden dan dibentuklah
Kabinet Pembangunan, penyederhanaan dan pengelompokan partai politik, pemilihan umum
serta mengadakan Perpera di Irian Barat pada 2 Agustus 1969. Kedua, melakukan penataan
politik luar negeri yaitu dengan kembali menjadi anggota PBB serta normalisasi hubungan
dengan beberapa negara.
Pada masa awal Orde Baru pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat mulai dari
pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur dll. Upaya
pembangunanekonomi dilaksanakan melalui REPELITA (Rencana Pembangunan Lima
Tahun) yangdimulai pada tanggal 1 April 1969. Namun pada akhir tahun 1997 Indonesia
dilandakrisis ekonomi. Kondisi kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela.
Dalam bidang social budaya pada masa orde baru telah mengalami kemajuan. Antara
lainmakin meningkatnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan fasilitas pendidikan
dasar sudah makin merata dengan adanya program wajib belajar 9 tahun. Ditetapkan tentang
P-4 yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Parasetia Pancakarsa)untuk
menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Selanjutnya rangkuman tentang Orde baru adalah sebagai berikut:
1. Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada
kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi jiwa dan semangat Pancasila serta
UUD 1945
2. Tindakan pemerintah Orde Baru di dalam negeri pada awal pemerintahan didasarkan
pada usaha perbaikan ekonomi yang dilakukan dengan pembangunan nasional
3. Tindakan pemerintah Orde Baru yang ditujukan ke luar negeri pada awal
pemerintahan adalah berusaha melaksanakan politik luar negeri bebas aktif sesuai
amanat Pancasila dan UUD 1945
4. Bukti konkret pelaksanaan politik bebas aktif, antara lain kembali menjadi anggota
PBB, menghentikan konfrontasi dengan Malaysia, membentuk organisasi ASEAN,
dan bergabung dengan lembaga-lembaga dunia lainnya
5. Setelah pelaksanaan Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru berusaha meningkatkan
peran dalam setiap aspek kehidupan masyarakat
6. Pemerintah Orde Baru dengan menggunakan jargon politik berupa
pembangunan, stabilitas, atas nama rakyat, dan pertumbuhan untuk mengontrol
aktivitas masyarakat
7. Pancasila dijadikan landasan dan tameng pembenaran dalam mengambil
tindakan pada kehidupan masyarakat
8. Golongan Karya dan ABRI menjadi motor penggerak pelanggeng kekuasaan
Orde Baru
9. Munculnya kepincangan dalam menikmati hasil pembangunan menjadi salah
satu pemicu awal terhadap tuntutan koreksi pada pemerintahan Orde Baru
10.Parlemen yang dipilih dalam Pemilu tidak mencerminkan sebagai wakil rakyat, tetapi
sebaliknya kelihatan sebagai kepanjangan tangan para penguasa
11. Pemerintahan Orde baru berusaha memperbaiki sektor pertanian dengan
memanfaatkan pengembangan Revolusi Hijau
12. Industrialisasi yang turut dikembangkan pemerintah Orde Baru selain
menyejahterakan ternyata juga menyengsarakan rakyat