tugas individu
TRANSCRIPT
TUGAS INDIVIDU
Strategi Pemerintah Mendorong dan Meningkatkan Partisipasi
Maysrakata Desa dalam Pembangunan di NTT
Mata Kuliah : Geografi Pedesaan
Dosen Pengasuh : Suherdianto, S.Pd, M.Pd
BAYU
231000203
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
( STKIP – PGRI ) PONTIANAK
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gagasan tentang pembaharuan desa telah lama bertebaran. Banyak individu maupun
lembaga telah lama mempromosikan pembahruan agraria sebagai jalan untuk menciptakan
keadilan sosial bagi masyarakat desa. Kini, di era reformasi, lebih banyak elemen masyarakat
yang menghembuskan wacana pembaharuan desa lebih membahana. Fokus perhatian
pembaharuan desa sekarang tidak hanya pada pembaharuan agraria, melainkan juga
mengusung desentralisasi dan demokratisasi ke level desa. Desentralisasi merupakan
kekuatan untuk membela desa dihadapan pemerintah supra desa, sedangkan demokratisasi
adalah kekuatan alternatif untuk melawan desa terutama untuk memperkuat partisipasi
masyarakat dalam urusan pemerintahan dan pembangunan desa.
Untuk menanggapi wacana pembaharuan tersebut, pemerintah telah melansir begitu
banyak program dalam rangka peningkatan partispasi masyarakat desa baik itu dalam proses
maupun pelaksanaan pembangunan, yang berupa program-program pemberdayaan yang
ditujukan kepada masyarakat desa guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Pola pembangunan yang dianut oleh pemerintah pada saat ini adalahbottom up
planning, yaitu perencanaan pembangunan yang dimulai dari Musrenbangdus di dusun
sampai dengan Musrenbangprov di provinsi, bahkan sampai pada level pemerintahan pusat
yakni Musrenbangnas. Pola pembangunan ini mengandung prinsip desentralisasi dan
demokrasi lokal, prinsip desentralisasi terkait dengan penempatan kabupaten/kota sebagai
wilayah pembangunan otonom yang mempunyai kewenangan untuk mengelola perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan di wilayah yurisdiksinya. Sedangkan prinsip demokrasi
dijabarkan dalam partispasi masyarakat dalam setiap tahapan perencanaannya.
Melalui konsep pemberdayaan tersebut pemerintah membangun strategi untuk mulai
meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu dalam proses maupun pelaksanaan
pembangunan, kebijakan pembangunan ini menganut dua filosofi dasar yaitu public touch
and bringing the public in, yakni sebuah kebijakan yang sungguh-sungguh menyentuh
kebutuhan publik dan juga mampu membawa masyarakat masuk kedalam ruang-ruang
kebijakan atau yang dikenal dengan sebutan pembangunan partisipatif. Model kebijakan
pembangunan seperti inilah yang saat ini sedang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT.
Pemerintah Provinsi NTT saat ini telah melaksanakan berbagai macam program
pemberdayaan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat baik itu dalam proses, pelaksanaan
maupun pengawasan pembangunan program-program pemberdayaan yang telah dan
sementara dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi NTT merupakan program-program yang
bersifat berkelanjutan serta meletakan masyarakat sebagai pelaku utama program dan yang
paling penting adalah program-program tersebut lebih berusaha untuk mewujudkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kesejahteraan berarti
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, sedangkan kemandirian berarti mampu
mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu
mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk
mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungannya.
Seperti apa yang diutarakan oleh Jim Ife, bahwa pemberdayaan adalahmemberikan
sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan kepada warga untuk meningkatkan
kemampuan mereka dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi didalamnya
serta mempengaruhi kehidupan dari masyarakatnya[1]. Maka dari itu, program
pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTT pada saat ini adalah
dengan memberikan sumber daya berupa modal bagi usaha ekonomi produktif yang ada di
pedesaan, kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses maupun pelaksanaan
pembangunan dan juga pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat desa untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Untuk itu, yang paling
penting dalam pemberdayaan adalah upaya membantu orang untuk membebaskan dirinya
secara mental maupun fisik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. STRATEGI MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA DALAM
PEMBANGUNAN DI NTT
Berbicara mengenai strategi berarti secara langsung kita berbicara mengenai
bagaimana cara mencapai suatu tujuan bersama untuk kepentingan bersama pula yang
dilakukan melalui cara-cara yang disepakati secara bersama.
Strategi yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi NTT untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat di desa, tergambar melalui visi Pemerintah Provinsi NTT
yakni Terwujudnya Masyarakat NTT yang Berkualitas, Sejahtera, Adil dan Demokratis
dalam Bingkai Negara Republik Indonesia. Dari visi tersebut Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi NTT sebagai salah satu lembaga yang menjadi
pionir untuk menjalankan visi tersebut, pada saat ini telah melaksanakan beberapa
program/kegiatan yang merupakan hasil dari pengejewantahan visi tersebut.
Adapun program-program yang sementara dan telah dilaksanakan sampai dengan saat
ini dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat desa guna menunjang
pelaksanaan pembangunan di Provinsi NTT. Konsep yang digunakan dalam pelaksanaan
program tersebut adalah konsep pemberdayaan. Konsep ini digunakan karena munculnya dua
premis kepermukaan, yaitu kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah
gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi kemiskinan dan
lingkungan berkelanjutan. Sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif pembangunan
yang memasukan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi dan
pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Oleh karena itu, program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Badan Pemberdayan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi NTT, lebih ditekankan pada peningkatan
partisipasi secara aktif dari masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka,
sehingga program-program yang dilaksanakan tersebut mendukung tercapainya visi
Pemerintah Provinsi NTT.
Untuk mendorong terwujudnya masyarakat yang berdaya perlu sekiranya dilakukan
upaya pemberdayaan masyarakat (empowerment society) yang lebih komprehensif serta
berorientasi jauh kedepan dan berkelanjutan (suistanable). Pemberdayaan yang dilakukan
adalah bagaimana pemerintah dan stakeholder lainnya mampu bersinergi dalam
merencanakan program dan tetap mempertimbangkan nilai-nilai sosial (social value) dan
kearifan lokal (local wisdom) yang sudah ada.
Sehingga dalam menjalankan program-program pemberdayaan tersebut, Pemerintah
Provinsi NTT senantiasa bekerja sama dengan NGO-NGO yang ada baik itu NGO nasional
maupun internasional yang bergerak pada bidang pemberdayaan masyarakat. Selain
menjalankan misi pemberdayaan bagi masyarakat desa, Pemerintah Provinsi NTT melalui
BPMPD Provinsi NTT juga melakukan tata kepemerintahan yang baik pada level
pemerintahan desa dengan mengusung prinsip Good Local Governanceakan tetapi tetap
berpijak pada prinsip partisipasi aktif masyarakat.
Banyak pakar kebijakan publik yang berbicara mengenai konsep partisipasi, baik itu
strategi maupun teknik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Unsur penting dari
partisipasi adalah keterlibatan dan keterwakilan publik dalam proses-proses kebijakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah. Ini berarti dalam partisipasi berlangsung proses dimana negara
membuka ruang dan adanya aktivitas masyarakat untuk turut mengambil bagian didalamnya.
Keterwakilan warga menjadi salah satu unsur penting dalam partisipasi karena
merupakan aspek penting dari apa yang disebut dengan keadilan demokratis. Ini artinya,
adanya peluang yang sama untuk memberikan suara dan menyatakan pilihan bagi dari
seluruh warganegara tanpa pengecualian menjadi sesuatu yang mutlak. Sebab Konsep
keadilan demokratis ini selalu erat kaitannya dengan konsep ”penyertaan” (inclusion).
Namun demikian perwujudan partisipasi dalam proses kebijakan tidak berarti mengambilalih
mekanisme-mekanisme formal dan ruang lembaga representasi formal yang sudah ada. Pola
hubungan mekanisme partisipasi dengan mekanisme perwakilan formal yang sudah ada lebih
bersifat saling mengisi bukan saling meniadakan. Kehadiran mekanisme partisipasi akan
menjadi elemen penting yang akan membuat proses kebijakan berlangsung optimal. Selain itu
dengan adanya partisipasi, ada banyak lesson learning yang akan didapat pemerintah daerah
maupun masyarakat sendiri. Sedangkan makna dari keterlibatan adalah adanya keterlibatan
pihak-pihak yang berkepentingan dan yang merasakan langsung efek kebijakan mutlak
adanya. Sebab pada dasarnya, yang menjadi kehirauan utama dalam kebijakan publik adalah
masalah publik itu sendiri. Bila masalah tersebut adalah masalah publik maka publik pula lah
yang berhak menentukan penyelesaiannya (if the problem is ours, the solution must be ours).
Berkaitan dengan unsur partisipasi tersebut dan juga berdasarkan visi Pemerintah
Provinsi NTT, maka BPMPD Provinsi NTT menetapkan visi sebagai berikut BPMPD
Provinsi NTT sebagai Institusi Fasilitator yang Handal dalam Meningkatkan Kemandirian
Masyarakat dan Pemerintahan Desa/Kelurahan. Yang dimaksud dengan visi tersebut adalah
suatu cara pandang, tekad dan cita-cita untuk mendorong terwujudnya kemandirian
masyarakat dan pemerintahan desa/kelurahan dalam :
a) Mengkaji potensi dan permasalahan pembangunan desa/kelurahan;
b) Mengembangkan sistem perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan
pembangunan secara partisipatif;
c) Mengembangkan lembaga ekonomi masyarakat dan memanfaatkan sumber-
sumber pendapatan desa/kelurahan secara transparan dan bertanggungjawab;
d) Mengelola administrasi desa/kelurahan secara tertib dan profesional.
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka BPMPD Provinsi NTT menetapkan
misi sebagai berikut :
1. Pemantapan kelembagaan dan sosial budaya masyarakat
Memperkuat dan meningkatkan fungsi Lembaga Pemerintahan Desa dan
Kelembagaan Sosial Masyarakat yang ada di Desa melalui pelatihan dan
pendampingan, baik itu lembaga adat, organisasi kepemudaan dan organisasi lainya di
desa yang dapat mendukung pelaksanaan pembangunan di desa.
2. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk berperan aktif
dalam pembangunan
Meningkatkan sumber daya masyarakat desa dan mengoptimalkan fungsi-
fungsi Pemerintah Desa melalui peningkatan lembaga pemberdayaan masyarakat serta
mengoptimalkan pengembangan lembaga adat.
3. Pengembangan usaha ekonomi rakyat
Upaya untuk meningkatkan pendapat masyarakat perdesaan melalui kegiatan
pelatihan paket usaha ekonomi produktif bagi masyarakat miskin terutama Kepala
Keluarga Perempuan, pemberian paket bantuan usaha dan pendampingan.
4. Peningkatan pemanfaatan sumber daya dan pendayagunaan Teknologi Tepat Guna
Pemanfaatan sumber daya lokal yang ada di perdesaan dengan menggunakan
Teknologi Tepat Guna sehingga dapat meningkatkan nilai guna dari produk lokal
tersebut dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan.
5. Pemantapan dan penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan
Fasilitasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan desa dan Kelurahan melalui
upaya penguatan kelembagaan dan aparatur desa dan kelurahan, penguatan
manajemen pengelolaan keuangan desa dan kelurahan serta penguatan proses
Musrenbangdus, Musrenbangdes dan Musrenbangkel.
Dari visi dan misi yang diemban oleh BPMPD Provinsi NTT seperti yang telah
dijelaskan diatas adalah merupakan strategi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan di NTT, yang kemudian strategi tersebut dijabarkan dalam
program-program sebagai berikut :
a) Program kerjasama dengan dunia dan lembaga bilateral, multilateral dan
PBB;
b) Program peningkatan keberdayaan masyarakat;
c) Program pengembangan lembaga ekonomi perdesaan;
d) Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam membangun desa;
e) Program pengembangan lembaga ekonomi perdesaan;
f) Program peningkatan peran perempuan di perdesaan.
Program-program yang dilaksanakan tersebut adalah merupakan strategi yang
diciptakan oleh pemerintah agar masyarakat dapat terlibat secara langsung dalam proses
penentuan kebijakan. Seperti apa yang dikatakan oleh Cornwall dan Gaventa[5], bahwa
partisipasi mempunyai 3 derajad yang dilihat dari seberapa besar keleluasaan yang dibuka
oleh pemerintah, yaitu pertama; Invited Space. Keterlibatan masyarakat dalam proses
kebijakan muncul karena ruang yang disediakan oleh pemerintah daerah. Inisiatif penyediaan
ruang partisipasi ini berasal dari pemerintah daerah sendiri. Inisiatif tersebut muncul biasanya
dikarenakan semakin kuatnya aksi-aksi kolektif untuk mendesakkan agenda-agenda isu
maupun pelembagaan ruang pelibatan publik dalam proses politik-pemerintahan di aras lokal.
Namun tidak menutup kemungkinan inisiatif tersebut berasal dari faktor eksternal, seperti
dukungan lembaga donor maupun kebijakan pemerintah nasional. Dalam invited
space penyediaan ruang partisipasi masih belum terlembaga secara kuat.
Kedua; Conquered Space. Penyediaan ruang bagi keterlibatan warga sudah mulai
dilembagakan dalam proses kebijakan. Proses pelembagaan ini bisa dalam bentuk legalisasi
pelibatan publik. Proses legalisasi ini biasa muncul dalam bentuk Perda Partisipasi Publik,
Transparansi maupun Konsultasi Publik. Pelembagaan juga bisa berupa formalisasi
mekanisme partisipasi. Misalnya pelembagaan mekanisme Musrembang dalam proses
perencanaan daerah. Ketiga; Popular Space. Dalam ruang ini kehadiran partisipasi publik
tidak hanya terlembagakan secara apik tapi juga sudah mampu mempengaruhi seluruh proses
kebijakan yang ada.
Hasil evaluasi dari program-program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh BPMPD
Provinsi NTT menggambarkan bahwa telah terjadi pergeseran derajad partisipasi yang
semula berada pada posisi invited space dan sekarang berada pada posisi conquered space,
hal ini dikarenakan oleh adanya mekanisme perencanaan dalam wadah Musyawarah
Perencanaan Pembangunan baik itu pada tingkat dusun, desa, kecamatan, kabupaten/kota
sampai dengan provinsi, selain itu adanya peningkatan animo masyarakat untuk selalu turut
serta dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun pembangunan baik itu yang berupa
pembangunan fisik maupun non fisik. Pergeseran tersebut juga menggambarkan bahwa telah
terjadi peningkatan kehidupan berdemokrasi pada aras lokal, karena adanya kerja sama dari
seluruh elemen masyarakat demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi kehidupan
mereka sendiri.
Sehingga paradigma community driven development yaitu penciptaan iklim untuk
memberi penguatan peran masyarakat untuk ikut dalam proses perencanaan dan pengambilan
keputusan, ikut menggerakkan atau mensosialisasikan, ikut melaksanakan pembangunan, dan
melakukan kontrol publik menjadi sangat signifikan. Hal itu bisa terkait dengan perencanaan,
implementasi, dan keberlanjutan berbagai macam program sesuai dengan permasalahan dan
urutan prioritasnya yang melalui proses demokratis, inklusif, dan transparan yang disepakati
untuk ditangani bersama. Dengan demikian nantinya pembangunan, yang diarahkan mampu
memperbanyak pilihan-pilihan yang dapat diambil dan dimanfaatkan secara sungguh-
sungguh oleh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Partisipasi memberikan kontribusi yang sangat besar bagi terwujudnyaGood
Governance, Pemerintah Provinsi NTT memetik berbagai keuntungan administratif dan
politis dari ide partisipasi ini dalam proses pembuatan kebijakan. Keuntungan-keuntungan
yang dapat diambil, yakni :
1. Adanya saluran komunikasi yang lebih baik
Partisipasi publik dalam proses kebijakan berhasil menciptakan pola
komunikasi politik yang baik antara pemerintah dan warganya. Pemerintah daerah
bisa menggunakan berbagai sarana intermediasi yang disepakati bersama untuk
menyaring berbagai opini dan isu publik. Sedangkan pada saat yang bersamaan sarana
intermediasi ini bisa didayagunakan untuk mensosialisasikan dan
mengkomunikasikan berbagai kepentingan pemerintah kepada masyarakat secara
efektif.
Bila komunikasi antara pemerintah daerah dan warga terus-menerus
berlangsung secara efektif maka pasti akan terpola ”bahasa umum” (common
language) terkait dengan proses kebijakan dan pembangunan. Bahasa umum tersebut
merupakan resultante dari komunikasi intersubyektif yang terbangun dalam berbagai
ruang dan mekanisme partisipasi. Kalau bahasa umum ini sudah disepakati maka
terjadinya miskomunikasi antara pemerintah daerah dan warga akibat perbedaan tafsir
terhadap sebuah isu kebijakan atau pembangunan bisa diminimalisasi. Proses
pembangunan pun akan berlangsung secara efektif.
2. Memunculkan ide yang kreatif dan meminimalisasi kritisisme warga
Masyarakat yang terlibat dalam proses partisipasi akan merasa turut sumbang
suara dalam keputusan-keputusan yang sudah diambil dan program kegiatan yang
sudah disepakati. Akan muncul berbagai ide segar dari warga karena mereka selalu
merasa menjadi bagian dari program kebijakan yang ada tersebut. Bila kondisi ini
berlangsung maka kritik warga terhadap program kebijakan yang ada akan
terminimalisasi. Mereka akan punya kecenderungan untuk menjaga harmoni agar
kemitraan dan kolaborasi yang ada akan tetap berjalan. Kalaupun muncul kritik,
kritiknya akan lebih bersifat konstruktif demi kebaikan bersama.
3. Lahirnya kebijakan yang responsif dan kontekstual
Partisipasi juga memberikan peluang bagi pemerintah daerah untuk mampu
merumuskan desain kebijakan yang sensitif dengan konteks sosial yang berkembang.
Dalam proses yang partisipatif, masyarakat berhak merumuskan dan menentukan
masalah mereka serta memastikan solusi yang spesifik.
Tentu saja dengan proses ini dapat dipastikan hasil kebijakan yang ada akan sangat
responsif. Bila desain kebijakan yang dirumuskan sensitif dengan konteks ini berarti
keputusan yang diambil akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga
masyarakat justru berkepentingan untuk mensukseskan program tersebut.
4. Efektifitas dan efisiensi implementasi kebijakan
Pengalaman menunjukkan bahwa pelibatan publik dalam proses implementasi
kebijakan justru lebih efektif. Pemerintah bisa mendayagunakan sarana intermediasi
dan modal sosial yang berkembang untuk mengimplementasikan program kebijakan.
Masyarakat pun merasa berkepentingan untuk mensukseskan implementasi program
yang ada karena mereka terlibat dalam proses perencanaannya.
Meskipun harus diakui bahwa pelibatan publik dalam proses kebijakan pada fase awal
proses kebijakan, terutama fase perencanaan, sangatlah menghabiskan energi dan
waktu. Sebab fase ini merupakan fase dimana beragam kepentingan yang ada di
benak masyarakat dinegosiasikan sehingga nantinya akan terwujud konsensus
bersama. Namun bila terwujud konsensus yang melibatkan pihak yang terkena
langsung imbas kebijakan dalam tahap perencanaan maka proses implementasi
program justru akan berjalan jauh lebih mudah.
5. Menguatkan modal sosial
Partisipasi publik bisa menjadi ruang untuk menciptakan modal sosial dalam
rangka mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif. Modal sosial yang dimaksud
adalah kerjasama, rasa saling memahami, kepercayaan (trust) dan solidaritas yang
terbentuk manakala pemerintah daerah dan warganya bertemu dan berembug untuk
mengupayakan kebaikan bagi semua pihak. Modal sosial ini merupakan basis
legitimasi bagi lembaga pemerintahan dan sangat penting untuk mewujudkan
pemerintahan daerah yang efektif dan efisien.
Poin-poin tersebut menunjukkan betapa keterlibatan publik dalam proses kebijakan
bisa memberikan implikasi positif dalam proses pemerintahan di daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Cornwall, A., dan Gaventa, J., From Users and Choosers to Makers and Shapers: Re-
Positioning Participation in Social Policy, IDS Bulletin, Vol 31 No 4, 2000;
Friedman, John, Empowerment The Politics of Alternative Development, Blackwell
Publisher, Cambridge, 1992;
Huri, Daman, dkk, Demokrasi dan Kemiskinan, Program Sekolah Demokrasi PLaCIDS
(Public Policy Analysis and Community Development Studies) Averroes dan KID
(Komunitas Indonesia untuk Demokrasi), Averroes Press, Malang, Agustus 2008;
Nanang dan Hanif, Mengarusutamakan Partisipasi dalam Proses Kebijakan di Pemerintah
Daerah, Modul Partisipasi, S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM,
Yogyakarta;
Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2007.