tugas ca esopagus
DESCRIPTION
CA esopagusTRANSCRIPT
Dian Al Mira Rabu, 10 April 2013
ASKEP KARSINOMA ESOFAGUS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di amerika serikat, karsinoma esofagus terjadi dua kali lebih sering pada pria juga pada
wanita.ini lebih sering terlihat pada orang Afrika-amerika daripada orang Kaukasia dan
biasanya terjadi pada dekade kelima kehidupan. Kanker esofagus mempunyai insiden cukup
tinggi pada belahan dunia lain, termasuk cina dan iran bagian utara. Iritasi kronis
dipertimbangkan berisiko tinggi menyebabkan kanker esofagus. Di amerika serikat, kanker
esofagus telah dihubungkan dengan salah cerna alkohol dan penggunaan tembakau. Di
belahan dunia lain, kanker esofagus telah dihubungkan dengan penggunaan pipa opium,
mencerna minuman panas berlebihan, dan defisiensi nutrisi-khususnya kurang buah dan
sayuran. Buah dan sayuran dianggap dapat meningkatkan perbaikan jaringan yang teriritasi.
(Brunner& suddarth,1997)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi esofagus ?
1.2.2 Apa definisi dari kanker esofagus ?
1.2.3 Apa saja klasifikasi kanker esofagus ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi kanker esofagus ?
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinis kanker esofagus ?
1.2.6 Apa saja pemerikasaan penunjang kanker esofagus?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan medis kanker esofagus?
1.2.8 Apa saja komplikasi yang ditimbulkan oleh kanker esofagus ?
1.2.9 Bagaimana prognosis dari kanker esofagus ?
1.2.10 Bagaimana pencegahan dari kanker esofagus ?
1.2.11 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien kanker esofagus ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit kanker esofagus
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi esofagus
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari kanker esofagus
1.3.2.3 Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi kanker esofagus
1.3.2.4 Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi kanker esofagus
1.3.2.5 Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis kanker esofagus
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengetahui pemerikasaan penunjang kanker esofagus
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis kanker esofagus
1.3.2.8 Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi yang ditimbulkan oleh kanker esofagus
1.3.2.9 Mahasiswa dapat mengetahui prognosis dari kanker esofagus
1.3.2.10 Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan dari kanker esofagus
1.3.2.11 Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien kanker esofagus
1.4 Manfaat
Calon perawat dapat mengetahui asuhan keperawatan terhadap klien kanker esofagus .
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Esofagus
Organ ini merupakan salah satu penyusun system pencernaan yang menghubungkan
tekak dengan lambung yang panjangnya kurang lebih 25 cm. esophagus terdapat pada
belakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui kavum toraks menembus
diaphragm dan masuk ke dalam abdomen menuju lambung (gaster). Di mulai dari faring
sampai batas masuk kardiak dibawah lambung. Lapisan dinding esophagus dari dalam ke luar
adalah(Priyanto,2009):
1. Lapisan selaput lendir (mukosa)
2. Lapisan submukosa
3. Lapisan otot melingkar sirkuler
4. Lapisan otot memanjang longitudinal.
Esophagus merupakan suatu organ silindri berongga dengan panjang sekitar 25 cm
dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esophagus
terletak diposterior jantung dan trakea, di arterior vertebra, dan menembus hiatus diafragma
tepat dianterior aorta.Esophagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari
faring ke lambung.
Pada ke dua ujung esophagus terdapat ototsfingter.Otot krikofaringeus membentuk
sfingter esophagus atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Bagian esophagus ini
secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan.
Sfingter esophagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai
sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esophagus.Dalam
keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau
waktu berdahak atau muntah.
Dinding esophagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri atas empat
lapisan: mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (lapisanluar). Lapisan mukosa paling
dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas; epitel
lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esophagus dengan lambung
(garis Z) dan menjadi epitel toraks selapis.Mukosa esophagus dalam keadaan normal bersifat
alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam.Lapisan submukosa
mengandung sel-selsekretori yang memproduksi mucus. Mucus mempermudah jalannya
makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.Lapisan otot
lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular.Otot yang terdapat di
5% bagianatas esophagus adalah otot rangka, sedangkan otot diseparuh bagian bawah adalah
otot polos.Bagian diantaranya terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos.Berbeda
dengan saluran cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esophagus tidak memiliki lapisan
serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan lapisan initerdiri atas jaringan ikat longgar
yang menghubungkan esophagus dengan struktur-struktur yang berdekatan .tidak adanya
serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel-sel tumor (pada kasus kanker
esofagus) dan meningkatnya kemungkinan kebocoran setelah operasi.
Persarafan utama esophagus di pasok oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis
dari system saraf otonom.Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus, yang dianggap
sebagai saraf motoric esophagus.Fungsi serabut simpatis masih kurang diketahui.
Selain persyarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala-jala serabut saraf intraural
intrinsic diantara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus auerbach atau mienterikus),
dan tampaknya berperan dalam pengaturan peristaltic esophagus normal. Jala-jala saraf
intrinsic kedua (pleksus meissner) terdapat di submukosa saluran gastrointestinal, tetapi agak
tersebar dalam esophagus.
Fungsi saraf enteric tidak bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik. Stimulasi system
simpatis dan parasimpatis dapat menganktifkan atau menghambat fungsi
gastrointestinal.Ujung saraf bebas dan perivascular juga ditemukan dalam submukosa
esophagus dan ganglia mienterikus.Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai
mekanoreseptor, termoosmon kemoreseptor dalam esophagus.Mekanoreseptor menerima
rangsangan mekanis seperti sentuhan, dan kemoreseptor menerima rangsangan kimia dalam
esophagus.Reseptor termo-osmo dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh, bau, danperubahan
tekanan osmotic.
Distribusi darah ke esophagus mengikuti pola segmental.Bagian atas disuplai
olehcabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh
cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan bagian subdiafragmatika
disuplai oleh arteria gastrikasinistra dan frenika inferior.
Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental.Vena esophagus daerah leher
mengalirkan darah ke venaazigos dan hemiazigos, dan dibawah diafragma vena esophagus
masuk kedalam vena gastrik asinistra.Hubungan antara vena portadan vena sistemik
memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta.Aliran kolateral melalui vena
esophagus (vena varikosa esovagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan
perdarahan yang bersifat fatal.( Sylvia,2005)
2.2 Definisi
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung menginvasi
jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh. Kanker adalah penyakit yang
mempengaruhi sel-sel, unit dasar kehidupan tubuh. Untuk mengerti segala tipe dari kanker,
adalah berguna untuk mengetahuii tentang sel-sel normal dan apa yang terjadi ketika mereka
menjadi bersifat kanker.
Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus.(Arif,2011).
Kanker esophagus adalah kanker yang mengacu pada setiap bagian di sel jaringan
kerongkongan, displasia terjadi dengan pembentukan penyakit yang ganas, merupakan salah
satu tumor ganas umum dari sistem pencernaan, kemudian rentan terhadap penyalahgunaan
sistemik dan proliferasi.
2.3 Etiologi
2.3.1 Penyebab Primer
Penyebab pasti kanker esophagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa factor yang
dapat menjadi predisposisi yang diperkirakan berperan dalam pathogenesis kanker.
Predisposisi penyebab kanker esophagus biasanya berhubungan dengan terpajannya mukosa
esophagus dari agen berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan
terbentuknya dysplasia yang bisa menjadi karsinoma.
Beberapa factor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma sel
skuamosa, seperti berikut ini(arif,2011) :
1. Defisiensi vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan riboflavin padaras china
memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker esophagus (Doyle C, 2006).
2. Pada factor merokok sigaret dan penggunaan alcohol secara kronik merupakan factor penting
yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker esophagus (Edmondso, 2008).
3. Infeksi papilloma virus pada manusiadan Helicobacter pylory disepakati menjadi factor yang
memberi konstribusi peningkatan risiko kanker esophagus (Fisichella,2009).
Penyakit refluks gastroesofageal menjadi factor predisposisi utama terjadinya
adenokarsinoma pada esophagus.Factor iritasi dari bahan refluks asam dan garam empedu
didapatkan menjadi penyebab.Sekitar 10-15% pasien yang dilakukan pemeriksaan
endoskopik mengalami dysplasia yang menuju kekondisi adenokarsinoma.Pasien dengan
iritasi refluks gastroesofageal sering berhungan dengan penyakit Barret esophagus yang
berisiko menjadi keganasan (Thornton, 2009).
2.3.2 Penyebab Sekunder
Penyebab kanker esofagus dapat terjadi karena metastase dari kanker organ lain.
2.3.3 Faktor Resiko
Penyebab-penyebab yang tepat dari kanker esophagus tidak diketahui secara pasti.
Bagaimanapun, studi-studi menunjukan bahwa apa saja dari faktor-faktor berikut dapat
meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus:
1. Umur
Kanker esophagus lebih mungkin terjadi ketika orang-orang menjadi tua; kebanyakan
orang-orang yang mengembangkan kanker esophagus adalah berumur diatas 60 tahun.
2. Kelamin
Kanker esophagus adalah lebih umum pada pria-pria daripada pada wanita-wanita.
3. Penggunaan Tembakau
Merokok sigaret-sigaret atau menggunakan tembakau yang tidak berasap adalah satu
dari faktor-faktor risiko utama untuk kanker esophagus.
4. Penggunaan Alkohol
Penggunaan alkohol yang kronis dan/atau berat adalah faktor risiko utama yang lain
untuk kanker esophagus. Orang-orang yang menggunakan keduanya alkohol dan tembakau
mempunyai suatu risiko yang terutama tinggi dari kanker esophagus. Ilmuwan-ilmuwan
percaya bahwa senyawa-senyawa ini meningkatkan efek-efek yang berbahaya lain dari
setiapnya.
5. Barrett's Esophagus
Iritasi jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker esophagus. Jaringan-jaringan
pada dasar dari kerongkongan dapat menjadi teiritasi jika asam lambung secara sering balik
masuk kedalam esophagus -- persoalan yang disebut gastric reflux. Melalui waktu, sel-sel
dibagian yang teriritasi dari esophagus mungkin berubah dan mulai menyerupai sel-sel yang
melapisi lambung. Kondisi ini, dikenal sebagaiBarrett esophagus, adalah kondisi sebelum
ganas (premalignant) yang mungkin berkembang kedalam adenocarcinoma dari esophagus.
6. Tipe-Tipe Iritasi Lain.
Penyebab-penyebab lain dari iritasi atau kerusakan yang signifikan pada lapisan
esophagus, seperti menelan cairan alkali atau senyawa-senyawa caustic (tajam) lain, dapat
meningkatkan risiko mengembangkan kanker esophagus.
7. Sejarah Medis
Pasien-pasien yang telah mempunyai kanker-kanker kepala dan leher lainya mempuyai
kesempatan yang meningkat dari pengembangan suatu kanker kedua pada area kepala dan
leher, termasuk kanker esophagus.
2.4 Klasifikasi
Kanker esofagus dibagi berdasarkan jenis sel yang terlibat. Mengetahui jenis kanker
esofagus yang anda miliki membantu menentukan pilihan perawatan yang harus anda jalani.
Jenis kanker esofagus antara lain:
1. Adenocarcinoma
Dimulai dari sel kelenjar penghasil lendir di dalam esofagus. Adenocarcinoma terjadi
paling sering pada bagian bawah esofagus. Jenis kanker umum di antara orang-orang gemuk
dan di antara orang-orang yang merokok berlebihan.
Ini adalah jenis paling umum kanker esofagus di kalangan orang Amerika. Ini biasanya
dimulai di kelenjar bagian bawah esofagus. Kondisi yang disebut Barrett's esofagus hasil dari
iritasi jangka panjang di bagian bawah esofagus karena asam re-ketidakstabilan dari perut.
Hal ini menimbulkan risiko adenocarcinoma.Yang tepat penyebab kanker ini tidak diketahui
tetapi beberapa faktor risiko diidentifikasi. Ini terutama adalah hal yang terus-menerus
mengganggu esofagus. Ini bisa menjadi oleh merokok atau alkohol konsumsi atau asam
regurgitasi dari perut.
2. Squamous cell carcinoma
Kanker ini rata dan tipis di permukaan esofagus. Squamous cell carcinoma sering terjadi
di bagian tengah esofagus. Squamous cell carcinoma adalah kanker esofagus yang umum di
seluruh dunia. Jenis kanker berhubungan dengan berlebihan merokok dan konsumsi alkohol.
Hal ini umum di bagian hulu dan tengah esofagus. Di seluruh dunia itu adalah jenis paling
umum kanker esofagus. Di antara Amerika, namun, nomor yang menurun.Karsinoma sel
skuamosa 95% dari semua kanker esofagus di seluruh dunia.
3. Jenis langka lainnya
Kanker esofagus langka antara lain choriocarcinoma, lymphoma, melanoma, sarcoma
dan kanker sel kecil.
2.4.1 Stadium Kanker Esofagus
The American joint committee on cancer staging membagi stadium tumor
berdasarkan TMN system (table 5.5 dan 5.6).metastasisdarikarsinoma epidermal
bermuladarimukosa esophagus dantumbuh intraluminal sebagaisatu tumor
dimanaseringterdapatulserasipadapermukaannya (Glenn, 2001).
Table 5.5 stadium kanker esophagus dengan menggunakan system TNM
Tumor Primer (T)
KelenjarGetahBening
(KGB)
Regional (N)
Metastasia Jauh (M)
TX Tumor primer tidakdapat
di nilai
NX Kelenjar getah
bening regional
tidak dapat dinilai
MX Adanya
metastasis
jauh tidak
dapat dinilai
T0 Tumor primer tidak
terbukti
N0 Tidak ada
metastasis jauh
M0 Tidak ada
metastasis
jauh
Tis Carcinoma in situ N1 Ada metastasis ke
KGB regional
M1 Ada
metastasis
jauh
T1 Invasike lamina
propriaatausubmukosa
T2 Invasiketunikamuskularisp
ropia
T3 Invasiketunikaadventisia
T4 Invasikestruktursekitar
(Raymond Thornton, 2009)
2.5 Patofisiologi
Cedera esofagus akibat pajanan dengan materi kaustik atau dari ingesti berulang cairan
yang sangat panas(seperti teh). Pada akhirnya penyakit refluk gastroesofagus dapat
menstimulasi perkembangan esofagitis barrett dan kanker esofagus (Elizabeth,2009).
Secara fisiologis jaringan esophagus distratafikasi oleh epitel nonkeratin
skuamosa.Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi
kronik agen iritan.Alcohol, tembakau, dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai
karsinogenik iritan (Fisichella, 2009).
Penggunaan alcohol dan tembakau secara prinsip menjadi factor risiko utama terbentuknya
karsinoma sel skuamosa. American cancer society mencatat bahwa kombinasi yang lama
antara minum alcohol dan tembakau akan meningkatkan pembentukan substansi factor risiko
yang lebih tinggi. Nitrosamine dan komponen lain nitrosildi dalam acar (asinan), daging
bakar, atau makanan ikan yang di asinkan memberikan konstribusi peningkatan karsinoma sel
skuamosa pada esophagus (Thornton, 2009).
Pendapat lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kejadian karsinoma sel
skuamosa pada esophagus dengan konsumsi kronik air hangat (Smeltzer, 2002), konsumsi
sirih, asbestos, polusi udara dan diet tinggi bumbu rempah. Akan tetapi, pendapat lain
menyebutkan hal sebaliknya, di mana konsumsi diet tinggi buah dans ayur-sayuran justru
menjadi factor protektif untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa (Fisichella, 2009).
Beberapa kondisi media yang dipercaya meningkatkan karsinoma selskuamosa, seperti
akalasia, striktur, tumor kepala dan leher, penyakit plummer-vinson syndrome, serta terpajan
dari radiasi. Karsinoma sel skuamosa meningkat pada akalasia setelah periode 20 tahun
kemudian.Hal inidipercaya akibat iritasi yang lama dari material lambung.Pada pasien
striktur, akibat kondisi kontak dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3% karsinoma
sel skuamosa setelah 20-40 tahun. Tumor kepala dan leher dihubungkan dengan karsinoma
sel skuamosa yang disebabkanoleh factor penggunaan alcohol
dantembakau.Penyakinplummer-vinson syndrome akanmengalamidisfagia, anemia
defisiensibesi, dan web esophagus.
Kondisiiniakanmenngkatkaninsidenkejadiankarsinomaselskuamosapostkrikoid (Enzinger,
2003).
Adenokarsinoma esophagus seringterjadipadabagiantengahdanbagianbawah esophagus.
Peningkatan abnormal mukosa esophageal sering dihubungkan dengan refluksgastro
esofagealkronik. Metaplasia pada stratifikasi normal epitelium skuamosa bagian distal akan
terjadi dan menghasilkan epitelium grandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut
epitelbarret. Perubahan genetic pada epitelium meningkatkan kondisi dysplasia dan secara
progresif membentuk adenokarsinoma pada esophagus (Papineni, 2009).
Penyakit refluks gastroesofageal merupakan factor penting terbentuknya epitel barret.Pada
pasien dengan penyakit refluks gastroesofageal, sekitar 10% menghadirkan epitel barret dan
dengan pasien dengan adanya epitel barret sekitar 1% akan terbentuk adenokarsinoma
esophagus. Oleh karena itu diperlukan untuk dilakukan biopsy endoskopik untuk
menurunkan risiko keganasan pada esophagus (Fisichella, 2009).
Adanya kanker esophagus bias menghasilkan metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi
jaringan dan efek kompresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi
terhadap tumor.Invasi oleh tumor sering terjadi ke struktur di sekitar mediastinum. Invasi ke
aorta dapat mengakibatkan perdarahan massif; invasi ke pericardium terjadi tamponade
jantung atau syndrome vena kava superior; invasi ke serabut saraf mengakibatkan suara serak
atau disfagia; invasi kesaluran napas mengakibatkan fistula trakeoesofageal dan
esofagopulmonal, yang merupakan komplikasi serius dan progresif mempercepat kematian.
Sering terjadi obstruksi esophagus dan komplikasi yang paling sering terjadi adalah
pneumonia aspirasi yang pada gilirannya akan menyebabkan abses paru dan empyema. Selain
itu, juga dapat terjadi gagal napas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau perdarahan.
Perdarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan anemia defisiensi besi
sampai perdarahan akut massif. Pasien sering tampak malnutrisi, lemah, emasiasi, dan
gangguan system imun yang kemudian akan menyulitkan terapi (Wang,2008).
2.6 Manifestasi Klinis
2.6.1 Tanda dan gejala awal kanker esofagus :
1. Pada tenggorokan terasa aneh, dan tersedak ketika menelan makanan
2. Saat menelan tulang dada terasa panas, perih atau sakit seperti tertarik
3. Kesulitan menelan, sehingga tidak bisa makan, sering disertai muntah, nyeri di perut,
penurunan berat badan dan gejala lain
4. Kesulitan makan yang terus menerus dapat menyebabkan gizi buruk, penurunan berat badan,
chacexia, dapat terjadi penyebaran kanker, tekanan, dan komplikasi lainnya.
Perlu dicatat, jika mengalami gejala seperti ini, belum tentu terkena kanker esofagus, bisa
juga karena penyakit kerongkongan lainnya, tapi jika mengalami seperti ini harus segera ke
rumah sakit untuk pemeriksaan agar bisa diketahui apakah penyakit ini disebabkan oleh
kanker atau karena penyakit lainnya.
2.6.2 Gejala klinis menurut elizabeth yaitu (Elizabeth,2009) :
1. Disfagia (kesulitanmenelan) merupakan gejala yang sering di keluhkan pasien
2. Anoreksia dan diikuti dengan penurunan berat badan
3. Nyeri akibat metastase ketulang sering menjadi gejala pertama yang mendorong individu
mencari pertolongan
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
cara ini banyak digunakan untuk melakukan pemeriksaan penyakit pencernaan
(kanker esofagus, kanker lambung, dll) .
2. Pemeriksaan dengan USG
Untuk menentukan kedalaman lesi dalam inflirtasi kerongkongan; untuk mengukur
pembesaran kelenjar getah bening yang abnormal pada dinding esophagus; penentuan lokasi
lepsi pada dinding kerongkongan
3. Pemeriksaan sinar-X
Dapat menentukan lesi, panjang dan suhu obstruksi, juga bisa menentukan sel-sel
kanker belum atau sudah menyerang bagian lain.
4. CT Scan
CT Scan dapat dengan jelas menunjukan hubungan antara esophagus dengan mediastinum
yang berdekatan, tetapi agak sulit mendeteksi dini kanker esophagus.
5. Pemeriksaan sitologi esofagus
Pemeriksaan ini sederhana, dengan secara dini mengecek rasa sakit
2.7 Penatalaksanaan medis
Adapun penatalaksanaan terhadap kanker esofagus(Brunner& suddarth,1997):
1. Pengobatan
Apabila kanker esofagus ditemukan pada tahap awal, sasaran pengobatan dapat
diarahkan ke pengobatan.
2. Pembedahan
Standar penatalaksanan bedah mencakup reseksi total esofagus(esofagektomi) dengan
pengangkatan tumor plus marjin luas bebas tumor dari esofagus dan nodus limfe di area.
3. Terapi Radiasi
Penggunaan terapi radiasi, baik sendiri atau didalam hubungannya dengan bedah
praoperasi atau pascaoperasi, mungkin merupakan pilihan pengobatan.
4. Kemoterapi
Penggunaan kemoterapi dikombinasi dengan radiasi atau pembedahan juga sedang
diteliti.
5. Terapi Laser
Penggunaan dari sinar yang berintensitas tinggi untuk menghancurkan sel-sel tumor.
Terapi laser mempengaruhi sel-sel hanya di area yang dirawat. Dokter mungkin
menggunakan terapi laser untuk menghancurkan jaringan yang bersifat kanker dan
membebaskan rintangan dalam kerongkongan ketika kanker tidak dapat dikeluarkan dengan
operasi. Pembebasan dari rintangan dapat membantu mengurangi gejala-gejala, terutama
persoalan-persoalan menelan.
6. Photodynamic therapy (PDT)
Tipe dari terapi laser, melibatkan penggunaan dari obat-obat yang diserap oleh sel-sel
kanker; ketika dipaparkan pada sinar khusus, obat-obat menjadi aktif dan menghancurkan sel-
sel kanker. Dokter mungkin menggunakan PDT untuk membebaskan gejala-gejala dari
kanker esophagus seperti sulit menelan.
Namun kanker sering ditemukan pada tahap akhir, yang membuat paliasi merupakan
sartu-satunya tujuan terapi yang dapat diterima.Pengobatan dapat mencakup pembedahan,
radiasi,kemoterapi, atau kombinasi modalitas ini dan tergantung luasnya penyakit.
2.8 Komplikasi
Bermetastase ke organ yang lain yang belum terkena kanker, misal lambung , limfe dll.
2.9 Prognosis
Prognosis kanker esofagus biasanya buruk, tetapi mengalami perbaikan dengan
teknik diagnostik yang lebih baik sehingga memungkinkan pengenalan penyakit dan terapi
lebih dini.(Elizabeth,2009)
pengelompokan stadium dan prediksi bertahan hidup
Stadium TNM Bertahan hidup selama
5 tahun
Stadium 0 Tis NO MO 75%
Stadium I T1 NO MO 50%
Stadium IIA T2 NO MO 40%
T3 NO MO
Stadium IIB T1 N1 MO 20%
T1 N1 MO
Stadium III T3 N1 MO 15%
T4 No MO
Stadium IVa Setiap T Setiap Nss M1a <1%
Stadium IVb Setiap T Setiap N M1b <1%
(Raymond Thornton, 2009)
2.10 Pencegahan
Langkah untuk mengurangi risiko kanker esofagus seperti:
1. Berhenti merokok atau mengunyah tembakau.
2. Hindari meminum alkohol atau minum dalam batas wajar.
3. Makan lebih banyak buah dan sayur
4. Jaga berat badan sehat
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ESOFAGUS
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pekerjaan :
Agama :
Suku :
Alamat :
b. Keluhan Utama : nyeri saat menelan,
c. Riwayat Penyakit Sekarang : terasa nyeri saat menelan dan berhenti saat tidak menelan, BB
menurun, nafas berbau busuk
d. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Keluarga : keluarga pasien tidak pernah mempunyai penyakit seperti ini.
f. Pemeriksaan Fisik
B1 : Normal 16 x/menit
B2 : Normal TD 120/85 mmHg, Nadi 85 x/menit
B3 : Cemas
B4 : Normal
B5 : nyeri saat menelan, BB menurun
B6 : Kelemahan
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi,
rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah.
2. Risiko injuri b.d. pascaprosedur reseksi esofagus
3. Aktual / risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun, nyeri
pascaoperasi.
4. Risiko tnggi nutrisi kurang dari kebutuhantubuh b.d. kurangnya intake makanan yang
adekuat.
5. Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus,respons pembedahan
6. Resiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree dari luka pembedahan.
7. Kecemasan b.d. prognosis penyakit misinterpretasi informasi.
c. Intervensi Keperawatan
1. Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi,
rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria evaluasi:
- Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
- Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang
prosedur diagnostik, intervensi
kemoterapi, radiasi, pembedahan
esofagus, dan rencana perawatan rumah .
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat
menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan kondisi individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan tersebut
perawat dapat lebih terarah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien
dan efektif.
Jelaskan dan lakukan intervensi prosedur
diagnostik radiografi dengan barium .
Pemeriksaan radiografi dengan barium
tidak menyebabkan rasa sakit. Perawat
mempersiapkan informed consent setelah
pasien mendapatkan penjelasan.
Persiapan dan penjelasan yang rasional
sesuai tingkat individu akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pemeriksaan dagnostak.
Jelaskan dan lakukan intervensi pada
pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
diagnostik dan terapi secara endoskopik .
Pasien sangat penting untuk mengetahui
bahwa pemeriksaan endoskopi dan biopsi
sangat penting untuk mendiagnosis
karsinoma esofagus, terutama untuk
membedakan antara karsinoma epidermal
dan adenokarsinoma. Pengetahuan ini
dapat memberikan pengetahuan pasien
dan akan meningkatkan tingkat
kooperatif dari pasien.
Jelaskan tentang terapi dengan
kemoterapi .
Pasien perlu mengetahui bahwa
kemoterapi diberikan sebagai pelengkap
terapi operasi dan terapi radiasi.
Jelaskan tentang terapi radiasi . Pengetahuan tentang karsinoma esofagus
bersifat radiosensitif dan pada
kebanyakan pasien, radiasi eksternal
memberikan efek penyusutan tumor
sehingga akan menambah semangat pada
pasien untuk melakukan terapi.
Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau
persiapan pembedahan meliputi :
Diskusikan jadwal pembedahan.
Diskusikan lamanya pembedahan.
Lakukan pendidikan kesehatan
preoperatif.
Pasien dan keluarga mengetahui jadwal
pembedahan, lamanya pembedahan dan
pendidikan kesehatan preoperatif.
2. Risiko injuri b.d. pascaprosedur reseksi esofagus
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi reseksi esofagus, pasien tidak
menjalami injuri.
Kriteria evaluasi:
- TTV dalam batas normal.
- Kondisi kepatenan selang dada optimal.
- Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi Rasional
Lakukan perawatan diruang intensif. Untuk menurunkan risiko injuri dan agar
memudahkan intervensi pasien selama 48
jam dirawat diruang intensif.
Kaji faktor-faktor yang meningkatkan
risiko injury.
Pada saat pasca operasi, pada pasien akan
terdapat banyak drain pada tubuh pasien.
Keterampilan keperawatan kritis
diperlukan agar pengkajian vital dapat
sistematis dilakukan.
Kaji status neurologis dan laporkan
apabila terdapat perubahan status
neurologis.
Pengkajian status neurologis dilakukan
pada setiap pergantian sif jaga. Setiap
adanya perubahan status neurologis
merupakan salah satu tanda terjadi
komplikasi bedah. Penurunan
responsivitas, perubahan pupil, gangguan
atau kelemahan yang bersifat satu sisi
(unilateral), ketidakmampuan dalam
kontrol nyeri atau perubahan neurologis
lainnya perlu dilaporkan pada tim medis
untuk mendapatkan intervensi
selanjutnya.
Pertahankan status hemodinamik yang
optimal.
Lakukan hidrasi awal pascaoperasi.
Pasien akan mendapat cairan intravena
sebagai pemeliharaan status
hemodinamik.
Jenis cairan yang digunakan kombinasi
dari NaCl 0,9% dan RL dengan jumlah
100-200 ml/jam dan dilakukan pada 12-
16 jam pertama setelah pembedahan
(Mackenzie, 2004). Cairan ini akan
membantu memelihara keadekuatan
sirkulasi dari volume darah sebagai
proteksi pada organ vital dan mencegah
kondisi hipovolemia pascabedah
(Sideranko, 1993).
Pantau kondisi status cairan sebelum
memberikan cairan kristaloid atau
Pada periode immediete pascaoperasi
pemberian cairan kristaloid atau
komponen darah. komponen darah dilakukan setelah pasien
tidak mengalami kelebihan cairan. Hal ini
perlu diperhatikan perawat karna pada
intervensi esofagotomi juga dibersihkan
jaringan limfatik mediastinum. Hilangnya
limfatik pada mediastinum memberikan
predisiposisi terjadinya edema pulmonal
karena berkurangnya drainase limfatik
pada sistem respirasi (Gregoire, 1998).
Kondisi malnutrisi dan kurang protein
juga akan menambah berat kondisi edema
pulmonal.
Pantau pengeluaran urine rutin.
Evaluasi secara hati-hati dan
dokumentasikan intake dan output cairan.
Pasien pasca prosedur esofagektomi akan
mengalami transudasi cairan ke
interstisial. Perawat memantau produksi
urine dalam kisaran 30ml/jam sebagai
batas dalam pemberian rehidrasi optimal
(Gregoire, 1998).
Perawat mendokumentasikan jumlah
urine dan jam pada saat pencatatan.
Perawat memeriksa kepatenan jalan urine
pada tempatnya.
Monitor kondisi selang nasogastrik. Secara umum pasien pascaesofagektomi
akan terpasang selang nasogastrik.
Perawat berusaha untuk tidak mengubah
posisi, mengangkat, memanipulasi, atau
mengirigasi selang kecuali memang
diperlukan untuk terapi. Hal ini untuk
menurunkan resiko kerusakan
anastomosis. Perawat selalu memonitor
pengeluaran dari selang dan menjaga
kepatenan selang.
3. Aktual / risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun, nyeri
pascaoperasi.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam pascabedah esofagektomi, bersihan jalan napas pasien tetap normal.Kriteria hasil :
- Jalan napas bersih, tidak ada akumulasi darah pada jalan napas.- Tidak ada penggunaan otot bantu napas.- RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
Intervensi Rasional
Kaji dan monitor jalan napas. Deteksi awal untuk interpretasi intervensi
selanjutnya.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah
pasien bernapas atau tidak adalah dengan
menempatkan telapak tangan di atas
hidung dan mulut pasien untuk
merasakan hembusan napas. Gerakan
toraks dan diafragma tidak selalu
menandakan pasien bernapas.
Beri oksigen 3 liter/menit Pemberian oksigen dilakukan pada fase
awal pascaoperasi.
Pemenuhan oksigen dapat membantu
meningkatkan PaO2 di cairan otak yang
akan mempengaruhi pengaturan
pernapasan.
Bersihkan sekresi pada jalan napas dan
lakukan suctioning apabila kemampuan
mengevakuasi sekret tidak efektif.
Kesulitan pernapasan dapat terjadi akibat
skresi lendir yang berlebihan.
Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi
lainnya mungkin cairan yang terkumpul
untuk keluar dari sisi mulut. Jika gigi
pasien mengatup, mulut dapat dibuka
secara manual dengan spatel lidah yang
dibungkus kasa, tetapi hati-hati.
4. Risiko tnggi nutrisi kurang dari kebutuhantubuh b.d. kurangnya intake makanan yang
adekuat.
Tujuan : Setelah 3 x 24 jam pada pasien nonoperasi dan setelah 7 x 24 jam pascabedah,
intake nutrisi dapat optimal dilaksanakan.
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
- Terjadi penurunan gejala refluk esofagus, meliputi : odinofigia berkurang, pirosis berkurang,
RR dalam batas normal 12-20 x/menit.
- Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.
Intervensi Rasional
Intervensi :
Anjurkan pasien makan dengan perlahan
dan mengunyah makanan saksama.
Evaluasi adanya alergi makanan dan
kontraindikasi makanan.
Sajikan makanan dengan cara yang
menarik.
Fasilitas pasien memperoleh diet biasa yang
disukai pasien (sesuai indikasi
Pantau intake dan output, anjurkan untuk
timbang berat badan secara periodik(sekali
seminggu).
Lakukan dan ajarkan perawatan mulut
sebelum dan sesudah makan, serta sebelum
dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.
Makanan dapat lewat dengan mudah ke
lambung.
Beberapa pasien mungkin mengalami alergi
terhadap beberapa komponen makanan
tertentu dan beberapa penyakit lain, sperti
diabetes milkitus, hipertensi, gout, dan
lainnya sehingga memberikan manifestasi
terhadap persiapan komposisi makanan
yang akan diberikan.
Membantu merangsang nafsu makan.
Memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki intake nutrisi.
Berguna dalam mengukur keefektifan
nutrisi dan dukungan cairan.
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa
makanan juga bau obat yang dapat
merangsang muntah.
Intervensi pascabedah
Kaji kondisi dan toleransi gastrointestinal
pasca-esofagektomi.
Setelah esofagektomi pasien tidak boleh
mendapat asupan apapun dari mulut dalam
waktu 7 x 24 jam untuk menghindari
Lakukan perawatan mulut.
Masukkan 10-20 ml cairan sodium klorida
setiap sif jaga melalui selang nasogastrik.
Berikan nutrisi cair melalui selang
nasogastrik pada hari kedua atau ketiga
pascbedah atau pesanan dari medis.
Kolaborasi untuk pemeriksaan fluroskopi
menelan setelah hari ketujuh.
kebocoran pada anastomosis atau formasi
fistula. Pasien akan memakai selang
nasogastrik yang terpasang pada alat
pengisap berkelanjutan dengan tekanan
rendah (low-level continous or intermitten
suction). Obat-obatan oral akan dihancurkan
dan dimasukkan melalui selang nasogastrik
dan tidak boleh ditelan.
Intervensi untuk menurunkan risiko infeksi
oral.
Pembersian ini selain untuk menjaga
kepatenan selang nasogastrik juga untuk
memningkatkan penyembuhan pada area
pasca-esofagektomi.
Pemberian nutrisi cair dilakukan untuk
memenuhi intake nutrisi melalui
gastrointestinal.penentuan hari nharus
dikolaborasikan dengan tim medis yang
merawat pasien karena tim medis
mengetahui bagaimana kondisi jarinan pada
saat dilakukan intervensi esofagektomi.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
mendeteksi kemampuan jaringan
pascabedah.
5. Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus,respons pembedahan
Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam pascabedah,nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
- Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi.
- Skala nyeri 0-1 (0-4).
- TTV dalam batas normal,wajah pasien rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan
pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif.
Pendekatan dengan menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan,
meliputi:
kaji nyeri dengan pendekatan PQRST ( lihat
tabel 21)
Manajemen nyeri merupakan kunci dari
penatalaksanaan pasien pascaoperasi,
keadekuatan kontrol nyeri pasca operasi
esofagektomi merupakan unsur yang
paling penting dalam menurunkan
mortalitas dan morbiditas
(Makenzie,2004) Tsui (1997) melaporkan
dengan keadekuatan kontrol nyeri akan
menurunkan risiko gangguan
Kardivaskular,mempercepat hari rawat,
dan menurunkan tingkat kematian pasca
esofagektomi transtorakal. Penelitian ini
memberikan arti penting pada perawat
yang melakukan manajemen nyeri
keperawatan agar kondisi nyeri yang
dilaporkan pasien tidak disepelekan dan
harus dilakukan intervensi sesuai dengan
tingkat toleransi individu.
Pendekatan PQRST dapat secara
komprehensif menggali kondisi nyeri
pasien. Apabila pasien mengalami skala
nyeri 3 (0-4), hal ini merupakan
peringatan yang perlu perawat waspadai
karena memberikan manifestasi klinik
yang bervariasi dari komplikasi pasca
operasi
Esofagektomi.
Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.
Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam
pada saat nyeri muncul.
Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Istirahat secara fisiologis akan
menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.
Meningkatkan intake oksigen sehingga
akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia intestinal.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimilus internal.
6. Resiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree dari luka pembedahan.
Intervensi Rasional
Bersihkan luka dan drainase dengan cairan
antiseptik jenis iodine providum dengan cara
swabbing dari arah dalam ke luar.
Bersihkan bekas sisa iodine providum
dengan alkohol 70% atau normal salin
dengan cara swabbing dari arah dalam ke
luar.
Tutup luka dengan kasa steril dan tutup
dengan plester adhesif yang menyeluruh
menutupi kasa.
Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan
mati) dan kuman sekitar luka dengan
mengoptimalkan kelebihan dari iodine
providum sebagai antiseptik dan dengan arah
dari dalam keluar dapat mencegah
kontaminasi kuman ke jaringan luka.
Antiseptik iodine providum mempunyai
kelemahan dalam menurunkan proses
epitelisasi jaringan sehingga memperlambat
pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan
dengan alkohol atau normal salin.
Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari konstaminasi dari benda atau
udara yang bersentuhan dengan luka bedah.
Angkat drainase pascabedah sesuai pesanan
medis.
Pelepasan sesuai indikasi bertujuan untuk
menurunkan risiko infeksi.
Kolaborasi penggunaan antibiotik. Antibiotik injeksi diberikan selama tiga hari
pascaoperasi yang kemudian dilanjutkan
antibiotik oral sampai jahitan dilepas. Peran
perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat
alergi antibiotik, serta memberikan antibiotik
sesuai pesanan dokter.
7. Kecemasan b.d. prognosis penyakit misinterpretasi informasi.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.
Kriteria:
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
- Pasien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan perubahan
koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
- Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah standar; pasien dapat rileks
dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi Rasional
Monitor respons fisik, seperti kelemahan,
perubahan tanda vital, dan gerakan yang
berulang-ulang. Catat kesesuaian respons
verbal dan non verbal selama komunikasi.
Digunakan dalam mengevaluasi
derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi,
khususnya ketika melakukan komunikasi
verbal.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan rasa
takutnya.
Memberikan kesempatan untuk
berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut,
dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Beri dukungan praoperasi. Hubungan emosional yang baik antara
perawat dan pasien akan mempengaruhi
penerimaan pasien dengan operasi. Aktif
mendengar semua kekhawatiran dan
keprihatinan pasien adalah bagian penting
dari evaluasi praoperatif. Keterbukaan
mengenal tindakan operasi yang akan
dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan
atau kejadian pascaoperatif yang
diharapkan akan menghilangkan banyak
ketakutan tak berdasar dengan anestesi.
Bagian sebagian besar pasien, operasi
adalah suatu peristiwa hidup yang
bermakna. Kemampuan dokter dan perawat
untuk memandang pasien dan keluarganya
sebagai manusia yang layak untuk
didengarkan dan dimintai pendapat, ikut
menentukan hasil pembedahan. Egbert dkk.
(1963, dikutip gruendemann, 2006)
memperlihatkan bahwa kecemasan pasien
yang dikunjungi dan dimintai pendapat
sebelum dioperasi akan berkurang saat tiba
di kamar operasi dibandingkan mereka
yang hanya sekedar diberi pramedikasi
dengan fenobarbital. Kelompok yang
mendapat pramedikasi melaporkan rasa
mengantuk, tetapi tetap merasa cemas.
Berikan privasi untuk pasien dan orang
terdekat.
Memberi waktu untuk mengekspresikan
perasaan, serta menghilangkan cemas dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien melayani
aktivitasdan pengalihan (misal membaca)
akan menurunkan perasaan terisolasi.
Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan asietasnya.
Pasien yang divonis mengalami kanker
esofagus mempunyai tingkat penerimaan
yang bervariasi. Dengan pendekatan yang
baik sesuai dengan toleransi individu, maka
ungkapan yang dikemukakan pasien dapat
menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
Kolaborasi: berikan anticemas sesuai
indikasi contohnya diazepam.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.
Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan
kesempatan untuk mendiskusikan
Anggota keluarga dengan responsnya pada
apa yang terjadi dan kecemasannya dapat
perasaannya/konsentrasinya, dan harapan
masa depan.
disampaikan kepada pasien.
D. Implementasi
1. Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi,
rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah.
Intervensi Rasional
Mengkaji tingkat pengetahuan pasien
tentang prosedur diagnostik, intervensi
kemoterapi, radiasi, pembedahan
esofagus, dan rencana perawatan rumah .
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat
menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan kondisi individu pasien. Dengan
mengetahui tingkat pengetahuan tersebut
perawat dapat lebih terarah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai
dengan pengetahuan pasien secara efisien
dan efektif.
Menjelaskan dan lakukan intervensi
prosedur diagnostik radiografi dengan
barium .
Pemeriksaan radiografi dengan barium
tidak menyebabkan rasa sakit. Perawat
mempersiapkan informed consent setelah
pasien mendapatkan penjelasan.
Persiapan dan penjelasan yang rasional
sesuai tingkat individu akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pemeriksaan dagnostak.
Menjelaskan dan lakukan intervensi pada
pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
diagnostik dan terapi secara endoskopik .
Pasien sangat penting untuk mengetahui
bahwa pemeriksaan endoskopi dan biopsi
sangat penting untuk mendiagnosis
karsinoma esofagus, terutama untuk
membedakan antara karsinoma epidermal
dan adenokarsinoma. Pengetahuan ini
dapat memberikan pengetahuan pasien
dan akan meningkatkan tingkat
kooperatif dari pasien.
Menjelaskan tentang terapi dengan
kemoterapi .
Pasien perlu mengetahui bahwa
kemoterapi diberikan sebagai pelengkap
terapi operasi dan terapi radiasi.
Menjelaskan tentang terapi radiasi . Pengetahuan tentang karsinoma esofagus
bersifat radiosensitif dan pada
kebanyakan pasien, radiasi eksternal
memberikan efek penyusutan tumor
sehingga akan menambah semangat pada
pasien untuk melakukan terapi.
Menjelaskan dan lakukan pemenuhan
atau persiapan pembedahan meliputi :
Diskusikan jadwal pembedahan.
Diskusikan lamanya pembedahan.
Lakukan pendidikan kesehatan
preoperatif.
Pasien dan keluarga mengetahui jadwal
pembedahan, lamanya pembedahan dan
pendidikan kesehatan preoperatif.
2. Risiko injuri b.d. pascaprosedur reseksi esofagus
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi reseksi esofagus, pasien tidak
menjalami injuri.
Kriteria evaluasi:
- TTV dalam batas normal.
- Kondisi kepatenan selang dada optimal.
- Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Intervensi Rasional
Melakukan perawatan diruang intensif. Untuk menurunkan risiko injuri dan agar
memudahkan intervensi pasien selama 48
jam dirawat diruang intensif.
Mengkaji faktor-faktor yang Pada saat pasca operasi, pada pasien akan
meningkatkan risiko injury. terdapat banyak drain pada tubuh pasien.
Keterampilan keperawatan kritis
diperlukan agar pengkajian vital dapat
sistematis dilakukan.
Mengkaji status neurologis dan laporkan
apabila terdapat perubahan status
neurologis.
Pengkajian status neurologis dilakukan
pada setiap pergantian sif jaga. Setiap
adanya perubahan status neurologis
merupakan salah satu tanda terjadi
komplikasi bedah. Penurunan
responsivitas, perubahan pupil, gangguan
atau kelemahan yang bersifat satu sisi
(unilateral), ketidakmampuan dalam
kontrol nyeri atau perubahan neurologis
lainnya perlu dilaporkan pada tim medis
untuk mendapatkan intervensi
selanjutnya.
Mempertahankan status hemodinamik
yang optimal.
Melakukan hidrasi awal pascaoperasi.
Pasien akan mendapat cairan intravena
sebagai pemeliharaan status
hemodinamik.
Jenis cairan yang digunakan kombinasi
dari NaCl 0,9% dan RL dengan jumlah
100-200 ml/jam dan dilakukan pada 12-
16 jam pertama setelah pembedahan
(Mackenzie, 2004). Cairan ini akan
membantu memelihara keadekuatan
sirkulasi dari volume darah sebagai
proteksi pada organ vital dan mencegah
kondisi hipovolemia pascabedah
(Sideranko, 1993).
Memantau kondisi status cairan sebelum
memberikan cairan kristaloid atau
komponen darah.
Pada periode immediete pascaoperasi
pemberian cairan kristaloid atau
komponen darah dilakukan setelah pasien
tidak mengalami kelebihan cairan. Hal ini
perlu diperhatikan perawat karna pada
intervensi esofagotomi juga dibersihkan
jaringan limfatik mediastinum. Hilangnya
limfatik pada mediastinum memberikan
predisiposisi terjadinya edema pulmonal
karena berkurangnya drainase limfatik
pada sistem respirasi (Gregoire, 1998).
Kondisi malnutrisi dan kurang protein
juga akan menambah berat kondisi edema
pulmonal.
Memantau pengeluaran urine rutin.
Mengevaluasi secara hati-hati dan
dokumentasikan intake dan output cairan.
Pasien pasca prosedur esofagektomi akan
mengalami transudasi cairan ke
interstisial. Perawat memantau produksi
urine dalam kisaran 30ml/jam sebagai
batas dalam pemberian rehidrasi optimal
(Gregoire, 1998).
Perawat mendokumentasikan jumlah
urine dan jam pada saat pencatatan.
Perawat memeriksa kepatenan jalan urine
pada tempatnya.
Memonitor kondisi selang nasogastrik. Secara umum pasien pascaesofagektomi
akan terpasang selang nasogastrik.
Perawat berusaha untuk tidak mengubah
posisi, mengangkat, memanipulasi, atau
mengirigasi selang kecuali memang
diperlukan untuk terapi. Hal ini untuk
menurunkan resiko kerusakan
anastomosis. Perawat selalu memonitor
pengeluaran dari selang dan menjaga
kepatenan selang.
3. Aktual / risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun, nyeri
pascaoperasi.
Intervensi Rasional
Mengkaji dan monitor jalan napas. Deteksi awal untuk interpretasi intervensi
selanjutnya.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah
pasien bernapas atau tidak adalah dengan
menempatkan telapak tangan di atas
hidung dan mulut pasien untuk
merasakan hembusan napas. Gerakan
toraks dan diafragma tidak selalu
menandakan pasien bernapas.
Memberi oksigen 3 liter/menit Pemberian oksigen dilakukan pada fase
awal pascaoperasi.
Pemenuhan oksigen dapat membantu
meningkatkan PaO2 di cairan otak yang
akan mempengaruhi pengaturan
pernapasan.
Membersihkan sekresi pada jalan napas
dan lakukan suctioning apabila
kemampuan mengevakuasi sekret tidak
efektif.
Kesulitan pernapasan dapat terjadi akibat
skresi lendir yang berlebihan.
Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi
lainnya mungkin cairan yang terkumpul
untuk keluar dari sisi mulut. Jika gigi
pasien mengatup, mulut dapat dibuka
secara manual dengan spatel lidah yang
dibungkus kasa, tetapi hati-hati.
4. Risiko tnggi nutrisi kurang dari kebutuhantubuh b.d. kurangnya intake makanan yang
adekuat.
Intervensi Rasional
Intervensi :
Menganjurkan pasien makan dengan
perlahan dan mengunyah makanan
saksama.
Mngevaluasi adanya alergi makanan dan
kontraindikasi makanan.
Makanan dapat lewat dengan mudah ke
lambung.
Beberapa pasien mungkin mengalami alergi
terhadap beberapa komponen makanan
tertentu dan beberapa penyakit lain, sperti
Menyajikan makanan dengan cara yang
menarik.
Memfasilitas pasien memperoleh diet biasa
yang disukai pasien (sesuai indikasi
memantau intake dan output, anjurkan
untuk timbang berat badan secara
periodik(sekali seminggu).
Melakukan dan ajarkan perawatan mulut
sebelum dan sesudah makan, serta sebelum
dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.
diabetes milkitus, hipertensi, gout, dan
lainnya sehingga memberikan manifestasi
terhadap persiapan komposisi makanan
yang akan diberikan.
Membantu merangsang nafsu makan.
Memperhitungkan keinginan individu dapat
memperbaiki intake nutrisi.
Berguna dalam mengukur keefektifan
nutrisi dan dukungan cairan.
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa
makanan juga bau obat yang dapat
merangsang muntah.
Intervensi pascabedah
Mengkaji kondisi dan toleransi
gastrointestinal pasca-esofagektomi.
Melakukan perawatan mulut.
Memasukkan 10-20 ml cairan sodium
klorida setiap sif jaga melalui selang
nasogastrik.
Setelah esofagektomi pasien tidak boleh
mendapat asupan apapun dari mulut dalam
waktu 7 x 24 jam untuk menghindari
kebocoran pada anastomosis atau formasi
fistula. Pasien akan memakai selang
nasogastrik yang terpasang pada alat
pengisap berkelanjutan dengan tekanan
rendah (low-level continous or intermitten
suction). Obat-obatan oral akan dihancurkan
dan dimasukkan melalui selang nasogastrik
dan tidak boleh ditelan.
Intervensi untuk menurunkan risiko infeksi
oral.
Pembersian ini selain untuk menjaga
kepatenan selang nasogastrik juga untuk
memningkatkan penyembuhan pada area
memberikan nutrisi cair melalui selang
nasogastrik pada hari kedua atau ketiga
pascbedah atau pesanan dari medis.
Mengkolaborasi untuk pemeriksaan
fluroskopi menelan setelah hari ketujuh.
pasca-esofagektomi.
Pemberian nutrisi cair dilakukan untuk
memenuhi intake nutrisi melalui
gastrointestinal.penentuan hari nharus
dikolaborasikan dengan tim medis yang
merawat pasien karena tim medis
mengetahui bagaimana kondisi jarinan pada
saat dilakukan intervensi esofagektomi.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk
mendeteksi kemampuan jaringan
pascabedah.
5. Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus,respons pembedahan
INTERVENSI RASIONAL
Menjelaskan dan bantu pasien dengan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif.
Pendekatan dengan menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Melakukan manajemen nyeri keperawatan,
meliputi:
Manajemen nyeri merupakan kunci dari
penatalaksanaan pasien pascaoperasi,
keadekuatan kontrol nyeri pasca operasi
esofagektomi merupakan unsur yang
paling penting dalam menurunkan
mortalitas dan morbiditas
(Makenzie,2004) Tsui (1997) melaporkan
dengan keadekuatan kontrol nyeri akan
menurunkan risiko gangguan
Kardivaskular,mempercepat hari rawat,
dan menurunkan tingkat kematian pasca
esofagektomi transtorakal. Penelitian ini
mengkaji nyeri dengan pendekatan PQRST
( lihat tabel 21)
Mengistirahatkan pasien pada saat nyeri
muncul.
Mengajarkan teknik relaksasi pernafasan
dalam pada saat nyeri muncul.
Mengajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
memberikan arti penting pada perawat
yang melakukan manajemen nyeri
keperawatan agar kondisi nyeri yang
dilaporkan pasien tidak disepelekan dan
harus dilakukan intervensi sesuai dengan
tingkat toleransi individu.
Pendekatan PQRST dapat secara
komprehensif menggali kondisi nyeri
pasien. Apabila pasien mengalami skala
nyeri 3 (0-4), hal ini merupakan
peringatan yang perlu perawat waspadai
karena memberikan manifestasi klinik
yang bervariasi dari komplikasi pasca
operasi
Esofagektomi.
Istirahat secara fisiologis akan
menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal.
Meningkatkan intake oksigen sehingga
akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia intestinal.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimilus internal.
6. Resiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree dari luka pembedahan.
Intervensi Rasional
Membersihkan luka dan drainase dengan
cairan antiseptik jenis iodine providum
dengan cara swabbing dari arah dalam ke
luar.
Pembersihan debris (sisa fagositosis,
jaringan mati) dan kuman sekitar luka
dengan mengoptimalkan kelebihan dari
iodine providum sebagai antiseptik dan
dengan arah dari dalam keluar dapat
Membersihkan bekas sisa iodine providum
dengan alkohol 70% atau normal salin
dengan cara swabbing dari arah dalam ke
luar.
Menutup luka dengan kasa steril dan tutup
dengan plester adhesif yang menyeluruh
menutupi kasa.
mencegah kontaminasi kuman ke jaringan
luka.
Antiseptik iodine providum mempunyai
kelemahan dalam menurunkan proses
epitelisasi jaringan sehingga memperlambat
pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan
dengan alkohol atau normal salin.
Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari konstaminasi dari benda atau
udara yang bersentuhan dengan luka bedah.
Mengangkat drainase pascabedah sesuai
pesanan medis.
Pelepasan sesuai indikasi bertujuan untuk
menurunkan risiko infeksi.
Mengkolaborasi penggunaan antibiotik. Antibiotik injeksi diberikan selama tiga hari
pascaoperasi yang kemudian dilanjutkan
antibiotik oral sampai jahitan dilepas. Peran
perawat mengkaji adanya reaksi dan
riwayat alergi antibiotik, serta memberikan
antibiotik sesuai pesanan dokter.
7. Kecemasan b.d. prognosis penyakit misinterpretasi informasi.
Intervensi Rasional
Memonitor respons fisik, seperti kelemahan,
perubahan tanda vital, dan gerakan yang
berulang-ulang. Catat kesesuaian respons
verbal dan non verbal selama komunikasi.
Digunakan dalam mengevaluasi
derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi,
khususnya ketika melakukan komunikasi
verbal.
Menganjurkan pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan dan mengekspresikan rasa
takutnya.
Memberikan kesempatan untuk
berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut,
dan mengurangi cemas yang berlebihan.
Memberi dukungan praoperasi. Hubungan emosional yang baik antara
perawat dan pasien akan mempengaruhi
penerimaan pasien dengan operasi. Aktif
mendengar semua kekhawatiran dan
keprihatinan pasien adalah bagian penting
dari evaluasi praoperatif. Keterbukaan
mengenal tindakan operasi yang akan
dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan
atau kejadian pascaoperatif yang
diharapkan akan menghilangkan banyak
ketakutan tak berdasar dengan anestesi.
Bagian sebagian besar pasien, operasi
adalah suatu peristiwa hidup yang
bermakna. Kemampuan dokter dan perawat
untuk memandang pasien dan keluarganya
sebagai manusia yang layak untuk
didengarkan dan dimintai pendapat, ikut
menentukan hasil pembedahan. Egbert dkk.
(1963, dikutip gruendemann, 2006)
memperlihatkan bahwa kecemasan pasien
yang dikunjungi dan dimintai pendapat
sebelum dioperasi akan berkurang saat tiba
di kamar operasi dibandingkan mereka
yang hanya sekedar diberi pramedikasi
dengan fenobarbital. Kelompok yang
mendapat pramedikasi melaporkan rasa
mengantuk, tetapi tetap merasa cemas.
Memberikan privasi untuk pasien dan orang
terdekat.
Memberi waktu untuk mengekspresikan
perasaan, serta menghilangkan cemas dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien melayani
aktivitasdan pengalihan (misal membaca)
akan menurunkan perasaan terisolasi.
Memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan asietasnya.
Pasien yang divonis mengalami kanker
esofagus mempunyai tingkat penerimaan
yang bervariasi. Dengan pendekatan yang
baik sesuai dengan toleransi individu, maka
ungkapan yang dikemukakan pasien dapat
menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
Mengkolaborasi: berikan anticemas sesuai
indikasi contohnya diazepam.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.
Mencatat reaksi dari pasien/keluarga.
Berikan kesempatan untuk mendiskusikan
perasaannya/konsentrasinya, dan harapan
masa depan.
Anggota keluarga dengan responsnya pada
apa yang terjadi dan kecemasannya dapat
disampaikan kepada pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut.
1. Terpenuhinya informasi pemeriksaan diagnostik, intervensi kemoterapi,radiasi, dan
prabedah.
2. Tidak mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.
3. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.
4. Terjadi penurunan respons nyeri.
5. Tidak terjadi infeksi pascabedah.
6. Kecemasan pasien berkurang.
F. Discharge Planning
1. Keluarga pasien diberitahu efek dari perawatan medis dari terapi radiasi, kemoterapi dll
2. Keluarga pasien diberitahu untuk pemberian asupan makanan yang bernutrisi dengan
konsistensi halus atau lembek karena esofagus masih terasa nyeri setelah pembedahan
3. Keluarga pasien diberitahu cara mengurangi nyeri dengan cara sebagai berikut :
- Mengistirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.
- Mengajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul.
- Mengajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
4. Keluarga pasien diajarkan perawatan luka pasca-operasi
5. Keluarga pasien diberitahu waktu dan dosis obat yang diberikan untuk pasien
6. Keluarga pasien diberitahu waktu kontrol ke rumah sakit untuk mengetahui perkembangan
keadaan pasien
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kanker esophagus adalah kanker yang mengacu pada setiap bagian di sel jaringan
kerongkongan. Makanan yang mengandung banyak nitrosamine, seperti makanan berjamur
atau acar, Mencerna minuman panas berlebihan, Kebiasaan buruk seperti merokok, minum
minuman keras, dan Esofagitis yang tak teratasi. Sedangkan factor resikonya yaitu Umur,
Kelamin, Penggunaan Tembakau, Penggunaan Alkohol, Barrett's Esophagus dan Tipe-Tipe
Iritasi Lain.
Dimana tanda dan gejalanya yaitu: Pada tenggorokan terasa aneh, dan tersedak ketika
menelan makanan, Saat menelan tulang dada terasa panas, perih atau sakit seperti tertarik,
dan Kesulitan menelan, sehingga tidak bisa makan, sering disertai muntah, nyeri di perut,
penurunan berat badan dan gejala lain
4.2 Saran
Untuk mencegah kanker esofagus,ikutilah langkah berikut :
1. Berhenti merokok atau mengunyah tembakau.
2. Hindari meminum alkohol atau minum dalam batas wajar.
3. Makan lebih banyak buah dan sayur
4. Jaga berat badan sehat
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Vol 1. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. BukuSakuPatofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC
Muttaqin,Arif. 2011. Gangguan gastrointestinal. Jakarta :Salemba Medika
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: KonsepKlinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Priyanto, Agus dan Sri Lestari. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: SalembaMedika
Anonim. Cancer Esofagus.http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-topics /eso phageal-
cancer/. Diakses tanggal 24 Februari 2013 pukul 15.00
Kadek,netiari.2012. Kanker Esofagus.http://netii-netiari.blogspot.com/2012/03/ca-esofagus .html.
Diakses tanggal 24 Februari 2013 pukul 16.00
Diposkan oleh Dian Al Mira di 20.00 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
1 komentar:
1.
Sonson Somantri 6 Oktober 2013 21.29
maantap askep.nya...............
Balas
Muat yang lain...Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog ► 2014 (15)
▼ 2013 (23) o ► Desember (1) o ▼ April (17)
Askep Addison Disease Askep Demam Tifoid Askep Kanker Lambung NHM
Askep Ulkus Peptikum ASKEP KARSINOMA ESOFAGUS Askep Thalassemia RINITIS ALERGI MAKALAH KELOMPOK 4B STIKES NHM PENTINGNYA SOSIALISASI POLITIK DALAM
PENGEMBANGAN ... Askep Cytic fibrosis (CF) Stikes NHM Askep Limfoma non-Hodgkin Askep Koagulasi intravascular diseminata (KID) Sti... Kanker Paru ASKEP ENSEFALITIS STIKES NHM Askep Empiema Makalah Kelompok 4B Stikes NHM ASKEP DIFTERI MAKALAH KELOMPOK Askep Leukimia 4B Stikes NHM Askep Hiperplenisme
o ► Maret (5)
► 2012 (51)
Mengenai Saya
Dian Al Mira Sukses dunia akhirat :) Bahagian ortu pastinya .
Lihat profil lengkapku
Template Watermark. Diberdayakan oleh Blogger.