tugas analisa cekungan.doc

13
PENULISAN ESAI GEOLOGI (GEO-340114) PS Teknik Geologi TA 2015/2016 Semester Gasal PERKEMBANGAN AWAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Aditya Januardi Oke Aflatun Ridho Rizky Amanda Wahidin Zuhri Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya, Palembang ABSTRAK: Pulau sumatera merupakan continent sundaland yang membentuk beberapa cekungan-cekungan. Cekungan Sumatera Selatan merupakan back arc basin yang terbentuk selama kala Paleogen, dimana terjadi empat fase yaitu compresion, extension, up lifting, dan compresion. Menurut Sudarmono et al,(1997) Paleogen ditandai oleh syn-rift mengalami keretakan pada continent dan marine. Fase Rifting dibagi menjadi 3 tahap utama yaitu, early rif, middle rif, dan late rift. Berdasarkan De coster (1974) stratigrafi cekungan sumatera selatan dibagi beberapa Formasi yaitu, Basement Pra Tersier, Formasi Lemat, Benakat Member, Formasi Talangakar, Basal Telisa Limestone Member, Formasi Telisa, Lower Palembang Formation, Middle Palembang formation, Upper Palembang Formation. Kata Kunci: Compresion, Extension, Rift, Formation PENDAHULUAN Paper ini menjelaskan tentang perkembangan awal cekungan sematera selatan yang bersumber dari penelitian terdahulu yang sudah dipublikasikan oleh Proceedings Indonesia Petroleum Association (IPA). Studi pustaka ini difokuskan pada hasil studi yang dilaporkan oleh Sudarmano et al, Tantomo et al, Adiwijaya and De Coster, Sudarmono et al, dan Pullonggono et al. Menurut Pullonggono (1992) bahwa genesa terbentuknya cekungan sumatera selatan (back arc basin) dipengaruhi oleh kontrol struktur- struktur sesar geser yang membuka (rifting). Akibatnya terbentuk pola-pola cekungan yang bersifat Pull a Part Basin dihasilkan pada early Paleogen. Sedangkan untuk perkembangan sedimen mengisi cekungan-cekungan yang telah terbentuk ketika Neogen (Sudarmono et.al ). Stratigrafi nya tersususun dari basement Pra-Tersier yang di overlay batuan Tersier (De Coster, Tantomo, Sitompul et al ). TEKTONIK REGIONAL Pulau sumatera merupakan continent sundaland yang membentuk beberapa cekungan-cekungan .

Upload: wahidin-zuhri

Post on 12-Jul-2016

37 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Analisa Cekungan.doc

PENULISAN ESAI GEOLOGI (GEO-340114)PS Teknik Geologi TA 2015/2016 Semester Gasal

PERKEMBANGAN AWAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

Aditya Januardi

Oke AflatunRidho Rizky Amanda

Wahidin Zuhri

Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya, Palembang

ABSTRAK: Pulau sumatera merupakan continent sundaland yang membentuk beberapa cekungan-cekungan. Cekungan

Sumatera Selatan merupakan back arc basin yang terbentuk selama kala Paleogen, dimana terjadi empat fase yaitu

compresion, extension, up lifting, dan compresion. Menurut Sudarmono et al,(1997) Paleogen ditandai oleh syn-rift

mengalami keretakan pada continent dan marine. Fase Rifting dibagi menjadi 3 tahap utama yaitu, early rif, middle rif,

dan late rift. Berdasarkan De coster (1974) stratigrafi cekungan sumatera selatan dibagi beberapa Formasi yaitu,

Basement Pra Tersier, Formasi Lemat, Benakat Member, Formasi Talangakar, Basal Telisa Limestone Member,

Formasi Telisa, Lower Palembang Formation, Middle Palembang formation, Upper Palembang Formation.

Kata Kunci: Compresion, Extension, Rift, Formation

PENDAHULUAN

Paper ini menjelaskan tentang perkembangan awal cekungan sematera selatan yang bersumber dari penelitian terdahulu yang sudah dipublikasikan oleh Proceedings Indonesia Petroleum Association (IPA). Studi pustaka ini difokuskan pada hasil studi yang dilaporkan oleh Sudarmano et al, Tantomo et al, Adiwijaya and De Coster, Sudarmono et al, dan Pullonggono et al.

Menurut Pullonggono (1992) bahwa genesa terbentuknya cekungan sumatera selatan (back arc basin) dipengaruhi oleh kontrol struktur-struktur sesar geser yang membuka (rifting). Akibatnya terbentuk pola-pola cekungan yang bersifat Pull a Part Basin dihasilkan pada early Paleogen. Sedangkan untuk perkembangan sedimen mengisi cekungan-cekungan yang telah terbentuk ketika Neogen (Sudarmono et.al ). Stratigrafi nya tersususun dari basement Pra-Tersier yang di overlay batuan Tersier (De Coster, Tantomo, Sitompul et al ).

TEKTONIK REGIONAL

Pulau sumatera merupakan continent sundaland yang membentuk beberapa cekungan-cekungan . Awalnya terjadi pada masa Pra-tersier mengalami pergerakan lempeng samudra hindia-australia berarah arah barat laut yang mengalami subdukdi dengan lempeng Eurasia. Kecepatan pergerakan antara lempeng tersebut rata-rata mencapai 6-7 cm/tahun. Kontrol struktur yang berkembang seperti vulkanisme ,pergeseran dan zona-zona subduksi. Akibat dari aktivitas itu menghasilkan cekungan yang mempunyai orientasi terhadap busur (arc) yaitu non volcanic fore-arc dan volcano-plutonik back-arc.Cekungan Sumatera Selatan merupakan back arc basin yang terbentuk selama kala Paleogen dilihat dari block area di sepanjang sumbu utama WNW-ESE (lematang) dan arah N-S sesar medatar dari Pra-tersier yang berubah menjadi sesar normal pada tersier akibat dari fase extensional yang bekerja (Pullonggono,1992). Secara umum cekungan ini berarah NW-SE diakibatkan oleh tumbukan antar 3 lempeng yaitu Eurasia , Pasifik dan Indo Australia dengan pola oblique memiliki arah yang demikian. Dibatasi oleh Tinggian Lampung yang berada di sisi tenggara, pegunungan bukit barisan di barat , dan sesar Semangko pada bagian selatan. Sedangkan

Page 2: Tugas Analisa Cekungan.doc

pada arah utara dan timurnya dibatasi oleh paparan sunda (De Coster,1974). Perkembangan awal cekungan tersebut dipengaruhi oleh 4 fase tektonik (gambar 1, gambar 2) yang bekerja. Antara lain adalah fase compression, extensional, tektonik miosen dan compressional lagi.

Fase compressional terjadi pada masa Jura awal sampai Kapur mengalami pergerakan lempeng samudra hindia dengan arah barat laut mengalami kompresi (saling bertumbukan dengan lempeng lainnya). Kontrol tektonik yang berpusat oblique terhadap garis tepi berarah WNW-ESE sundaland mengalami subduksi. Akibat dari hal tersebut terjadi vulkanisme menghasilkan intrusi granitoid. Disertai arah sesar geser dekstral yang saat ini dilihat sebagai kelurusan Musi,Kepayang, Pantai selatan Lampung dan Sesar Lematang (mempunyai trend N 30 W dari pusat lempeng samudra hindia ke garis tepi yang membentuk sudut miring sebesar 30 ca). Zona subduksi selama masa jura awal dan cretaceus akhir juga membentuk kelurusan saka membentang ke selatan

Fase kedua yaitu extensional , dimana pada fase ini terjadi pembentukan dari graben berlangsung pada masa Pre-Tersier. Gaya ektensional yang terekam pada masa Kapur atas – Tersier bawah. Oleh karena itu lineaments (kelurusan) ataupun sesar normal berorientasi utara-selatan dan WNW-ESE yang mengalami pemekaran. Sehingga membentuk graben atau depresi. Pada fase itu juga dimulainya pengisian sedimen-sedimen ke cekungan diatas basement bersamaan dengan aktivitas vulkanisme. Formasi awal terisi adalah formasi Lahat.

Fase ketiga adalah fase adanya tektonik miosen yang menyebabkan uplift pada tepi-tepi cekungan dan diikuti dengan pengendapan material klastik. Seperti terendapkannya Formasi Talang Akar, Baturaja, Gumai, Air Benakat dan MuaraEnim.

Fase keempat compressional lagi, pada Plio-Pleistosen. Zona subduksi berubah dari pulau sumatera membentuk konvergensi oblique dan arahnya N 6 E. Hal tersebut membuat terbentuk blok sesar geser “ Semangko ”. Akibatnya menghasilkan wrenching, rejuvenation dan inversi tectonic beserta Bukit Barisan Orogeny. Pegunungan Bukit Barisan ini membentang luas dari utara-selatan berbentuk miring dan berarah NW-SE. Pegunungan ini yang membatasi cekungan sumatera selatan pada bagian barat daya(Pullonggono,1974). Merupakan hasil dari proses subduksi yang berlangsung pada kala itu , selain itu membentuk pulau-pulau kecil sekitar jalur itu. Terjadilah pembagian arc menjadi fore arc, magmatic arc dan back arc basin seperti sekarang.

Menurut Sudarmono et al,(1997) Paleogen ditandai oleh syn-rift mengalami keretakan pada continent dan marine. Akibat dari proses tersebut menghasilkan blok-blok sesar normal yang membentuk pola grabben dan setengah grabben .Blok tersebut bervariasi pada kedalaman dan laju penuruananya. Dimana hal tersebut mempengaruhi lingkungan pengendapan dan jenis litologi.Fase Rifting dibagi menjadi 3 tahap utama yaitu:1. Early rifting

Pada fase ini terisi oleh deposit non-marine yang terdiri dari batuan vulkaniklastik, Fluvial, Alluvial-fan dan endapan danau dangkal.2. Middle rift

Selama fase ini lingkungan pengendapan umumnya ditandai oleh kedalaman danau (subsiden), bertambahnya luas dari danau sebelumnya. Atau lebih kecil dan saling menjauh (separasi)yang telah berkembang selama fase awal (early rifting). Menyebabkan tingkat penurunan lebih tinggi dari pengendapan (pengisian sedimen).Danau disini dimaksudkan sebagai cekungan.Danau yang mengalami pemekaran dan dalam di depocenter cenderung dbatasi dari besar masukan terigeneous dan memiliki area dengan relief bervegetasi rendah dan iklim lembab yang menguntukan organisme organic hidup.3. Late-rift

Pada tahap ini, danau/cekungan umumnya diendapkan pada lingkungan dangkal dan didominasi oleh klastik kasar proses fluvio-delta. Secara kronologi inkursi laut sedikit berbeda dari setiap cekungan ke cekungan dan dikontrol oleh laju subsiden dan kecepatan (akses) dan tutup atau bukaan dari marine, pada bagian tepi barat dan timur sundaland di pengaruhi oleh kondisi laut selama akahir Eosen berdasarkan sikuennya mengindikasikan bahwa daratan terpisa menjadi fore arc dan back arc basin selama paleogen. .

STRATIGRAFI

Stratigrafi cekungan sumatera selatan selama fase awal perkembangan pada cekungan ini, berdasarkan De coster (1974) dibagi beberapa Formasi antara lain:1. Basement Pra Tersier (248-354 Ma)

Merupakan komplek batuan yang berumur Pra-Tersier (Paleozoikum dan Mesozoikum), dan juga sebagai penyusun/ basement dari cekungan Sumatera Selatan . Terdiri dari batuan beku seperti andesit , metamorf , metasedimen , sedimen (seperti karbonat) ,vulkanik dan permo carboniferous. Litologi tersebut

Page 3: Tugas Analisa Cekungan.doc

kemudian ditindih oleh batuan yang berumur tersier. Batuan tersebut mengalami deformasi berupa perlipatan , pensesaran dan intrusi batuan beku . 2. Formasi Lemat

Terjadi di Eosen akhir dan Oligosen awal, didalam lingkungan darat Continent. sedimen ini berasal dari kiopas Alluvial, Braided steam dan piedmont deposits. Ukuran butir dominan kasar dan pasiran dari ukuran konglomerat dan fragmen vulkanik serta lapisan tipis batubara dalam jumlah yang sedikit. Ketebalan lapisan kurang lebih 2500 kaki pada tepi dan pusat sampai 3000 meter.3. Benakat Member (Eosen akhir-Oligosen Awal)

Benakat member berada di Formasi Lemat Tepatnya berada pada pusat/Tengah Cekungan. Stratigrafi terdiri dari Shale abu-abu sampai coklat dan abu-abu gelap berselingan dengan abu-abu hijau terang sampai serpih kebiruan-biruan , tuffaceous shale dan siltstones. Beserta batupasir tufaan sesekali batubara. Lapisan tipis batu gamping, dolomite dan terkadang glaukonit berada pada lingkungan pengendapan prodelta. 4. Formasi Talangakar (Oligosen Akhir-Miosen

Akhir)Lingkungan pengendapan dari fluvial, delta dan

pantai-laut dangkal terdiri dari marine sand, prodeltashale, pasir tufaan berasal dari sumber material Vulkanik yang berada disekitarnya. Formasi ini ditindih oleh Anggota Basal Telisa(batugamping shallow marine dengan sandstones). Keberadannya secara unconformable dengan Lemat-Benakat pada kala oligosen akhir- miosen awal. Ketika early miocene Basal Telisa Limestone dan Basal Telisa Sandstone Members secara tidak selaras dengan Talang Akar.

Pengendapan Formasi Talang Akar dapat di lihat dari beberapa sumur minyak yang produksi dengan target Formasi Talang Akar, Tantomo(1997) bahwa pengendapan deltatic Formasi Talang Akar di temukan pada lapangan Beringin, sedangkan pengandapan Shallow marine dapat di temukan pada lapangan minyak Air Serdang sehingga dapat di simpulkan pengendapan pada massa Oligosen akhir sampai Miosen awal adalah pengendapan transgresi, tetapi tidak semua mengalami pengendapan transgresi, di beberapa tempat pada massa itu muka air laut mengalami penurunan, sedangkan beberapa tempat masih mengalami pengendapan transgresi, di temukanya endapan batuan shale pada daerah pendopo yang merupakan bukti bahwa daerah itu masih mengalami pengendapan transgesi(sitompul.1992).

Penurunan muka airlaut pada Formasi Talang Akar dapat di lihat dari interpertasi Seismik, dimana akhir N6 laut pada Cekungan Sumatera Selatan mengalami lowstand sikuen pada akhir N6 mulai mengalami pergendapan dua Fasies yang terendapkan pada Formasi ini(Sitompul,1992), Sumbagsel(1992) dalam Tamtomo,1996 Fasies yang terendapkan pada Formasi Talang Akar adalah: fasies lower Talang Akar Formation dan fasies upper Talang Akar Formation.(Tamtomo figure 3)• Lower Talang akar Formation

Fasies ini di endapakan pada penaikan muka air laut secara Global pada saat awal N6 dengan ini batuan yang terendapkan kebanyakan Coarse clastic sandstone, dengan lingkungan pengendapan fluvial sampai delta porositas 20% dengan permeabilitas 5000 milidarcy. Bagian ini banyak di temukan pada wilayah utara, tersingkap di area kuang di tanjuang miring dan Lematang deeps. Sedangkan untuk ilaya selatan tidak di temukan singkapan ini karena mengalami unconformity dengan batuan dasar cekungan.• Upper Talang Akar Formation

Fasies ini di endapkan pada massa akhir N6 dan awal dari N7 dengan lingkungan pengandapan shallow marine sampai delta, di temukan pada area Kuang batu pasir pada Fasies ini memiliki ciri-ciri porositas 25% denga premeabelitas 40-2400 milidarcy.

Formasi ini kebanyakan tersingkap pada pinggiran dari Cekungan Sumatera selatan. Salah satu tersingkap di Tebing Tinggi di Provinsi Lahat yang ditemukan batubara yang memilki bentuk melensa tipis dengan tebal maksimum 20cm dan panjang sampai 100 cm dalam satuan batu pasir,

Hasil Analisa Geokimia yang di dapat pada batubara dari Formasi Talang Akar adalah kalorinya 4575kal/gr kandungan abu 17,7% kandungan sulfur nya 0,69% , hasil petrologinya refektan Vitrinit antara 0,47 dan 0,60 %. Termasuk kedalam peringkat batubara yang rendah atau lignit-subituminus.5. Basal Telisa Limestone Member (Miosen Awal)

Merupakan formasi yang kaya akan fosil, terdapat dua tahap perkembangan lingkungan pengendapan. Tahap awal dimulai dari platform atau bank limestone deposits yang terbentuk pada lingkungan shelfal (paparan) berumur Aquitanian . Hal itu dilihat dari fosil Spiroclypeaus orbitodeus, dan S. tidoenganensis . Kemudian di tahap akhir berubah menjadi lingkungan detrital,reefal dan bank deposits yang terjadi ketika kondisi restritricted (sedikit air) Hal ini dapat diasumsikan bahwa pada waktu itu terjadi pengangkatan platform batugamping.

Page 4: Tugas Analisa Cekungan.doc

Penyusun dari formasi ini didukung oleh koloni koral(e.d.Eulepidina). Pengendapan batugamping dimungkinkan berakhir ,ketika transgresi berlanjut. Selama stage itu menghasilkan clay yang berselingan dengan lapisan tipis lime mud pada laut dalam. Sedangkan pada bagian margin diendapkan bank limestone bergradasi pada calcaerus clays dari ukuran butir halus- pasir sedang . Mempunyai ketebalan rata-rata dari 200 -250 ft.

Formasi Baturaja merupakan nama lain dari Basal Telisa Limestone. Formasi ini merupakan puncak pada fase transgersi system pada Cekungan Sumatera Selatan, ini dapat dilihat dari pegadapan Fase Karbonat pada Cekungan sumatera Selatn batu gamping pada Formasi ini memiliki permaebelitas dan porositas yang baik sebagai Reservoir hydrocarbon.

Menurut Sitompul,1992 batuan karbonat pada daerah Merbau-Talang Babat di temulkan dengan porositas yang baik ini dapat di lihat dari beberapa sumur minyak di sana Merbau-1 porositas 14%, Tasim 12%, Prabumenang 16%, senagkan pagardewa 15%. 6. Formasi Telisa

Adalah formasi termuda selama siklus transgresi yang terendapakan selama early-midlle miosen . Karakteristik batuannya yaitu fossilferous (banyak mengandung foram plankton). Selain itu, marine shale dengan sisipan batugamping glaukonitan foraminiferal seperti Bolivina dan Uvigerina . Diindikasikan bahwa batuan tersebut pada lingkungan yang hangat (neritic). Formasi ini diendapkan dalam masa transgresi secara maksimum. Sehingga mempunyai kekuatan besar dalam mengendapkan sedimen dan adanya percampuran antara endapan darat dan endapan laut. Akibatnya menghasilkan pola coarsening upward dan merendam bagian dataran rendah ketika kala itu.Hanya meninggalkan spot-spot dataran tinggi.7. Lower Palembang Formation

Merupakan formasi yang diendapkan selama fase awal siklus regresi. Lingkungan pengendapan berubah dari neritic ke shallow marine .Kemudian ke marginal marine dan paludal-deltaic . Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir glaukonitan, batulempung, batulanau, dan batupasir yang mengandung unsur karbonatan. Kontak secara tidak selaras dengan formasi Telisa. Pengendapan pada siklus regresi yang terjadi dari Middle Miocene ke Pliocene mengendapkan Formasi Lower Dan Middle Palembang. Semua formasi diatas mengalami uplift, fold dan fault selama Plio-pleistocene orogeny.8. Middle Palembang formation

Berumur miosen akhir sampai pliosen awal , Formasi ini diendapkan secara tidak selaras dengan formasi yang berada di bawahnya . Formasi Muara Enim mempunyai litologi batupasir , batulanau dan batu lempung serta ditemukan dengan lapisan batubara yang menerus. Lapisan batubara dibagi menjadi beberapa seam ( lapisan batubara ) yaitu seam A, B dan C . Rangking batubaranya adalah lower grade ( lignit ) hanya yang berada di dekat intrusi andesit menjadi Antrasit. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal sampai brackist (pada bagian dasar), delta plain dan lingkungan non marine.

Formasi Muara Enim merupakan salah satu dari formasi pembawa batubara di cekungan sumatera selatan.Menurut (Shell.1978,dalam Tarsis 2001) membagi formasi ini kedalam 4 kelompok seam batubara. Yaitu anggota M1,M2,M3 dan M4(Gambar.4). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tarsis(2001) pada daerah Benakat Minyak ,Kec.Talang Ubi,Kab.Muara Enim terdapat tiga lapisan batubara. Lapisan terebut masing-masing satu lapisan pada anggota M2 dan dua lapisannya anggota M3. - Seam Mangus

Pada lapisan ini ditandai dengan sisipan batubara yang mengandung sedikit lapisan tufa. Umumnya lapisan ini diapit oleh batulempung keabuan yang berselingan dengan batupasir pada bagian bawahnya. Bagian atasnya batulempung-karbonatan. Tebal dari seam ini adalah 10 meter pada bagian utara dan selatan mengalami penipisan menjadi 1m.- Seam Burung

Seam ini berada diatas lapisan Mangus pada anggota M3. Dicirikan oleh batubara yang berwarna coklat kehitaman masif dengan interburden batupasir halus sampai batu lempung pada bagian atasnya. Sedangkan untuk bagian bawah batulempung karbonatan. Lapisan ini cenderung mengalami spliting (percabangan).Tebal seam ini adalah 5 meter.- Seam Benuang

Lapisan ini memeilki ciri yang sama dengan seam burung yang membedeakannya hanya letak yang berada diatasnya Ketebalan lapisan ini antara 2 -4 m.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh S.M. Tobing , dkk (1999) bahwa pada daerah tebing tinggi. Formasi ini, kebanyakan dari seam-seamnya berada dibawah permukaan sungai atau lapisan penutupnya ditutupi oleh batuan yang sudah lapuk. Lapisan batubara relative tipis hanya 1 meter. Ciri khas berwarna hitam kecoklatan , agak kusam dan keras . Batubara mempunyai nilai kalori: 4125 - 5205 kal/gr, kandungan abu: 5,0% - 16,5%. sulfur total:

Page 5: Tugas Analisa Cekungan.doc

0,71% - 3,70%, dan SG: 1,41-1,46 (dalam basis adb). Peringkat batubaranya tergolong ke dalam low rank. Umumnya seam tipis dan berlensa-lensa dari berbagai ukuran . Menunjukkan kondisi terdapat di daerah-daerah yang merupakan pinggir cekungan.9. Upper Palembang Formation

Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan Sumatra Selatan. Formasi ini diendapkan selama Plio-Pleistosen orogeny. Pada fase ini terjadi pengangkatan pegunungan bukit barisan . Akibatnya sumber dan arah transportasi sedimentasi berubah , dimana sebelumnya berasal dari sediment tersier. Deposisinya yaitu tinggian lampung , sunda shield dan juga dibawa oleh arah barat daya, barat & barat laut. Tetapi dengan adanya orogeny itu menyebabkan sumber utama bergerak kearah timur laut. Mengendapkan tuffaceous, batuan klastik dari kasar-halus . Terdiri dari batupasir tuffan, lempung, dan kerakal dan lapisan tipis batubara. Dibatasi dengan kontak tidak selaras dengan formasi yang berada dibawahnya. Upper Palembang ditutupi oleh alluvium atau material lepas-lepas .Menurut Pullunggono (1976) lingkungan nya terendapkan pada fluvial dan alluvial fan.

Batubara yang terdapat dalam Formasi Kasai secara fisik berwarna hitam kecoklatan, kusam, struktur tetumbuhan masih sangat jelas, relatip ke batubara lempungan (clayey coal), agak keras dan mengotori tangan seperti lumpur. Sama halnya dengan batubara dalam Formasi Muara Enim, beberapa singkapan batubara dalam Formasi Kasai terdapat dalam sungai sehingga sulit untuk mengetahui ketebalannya. Lapisan batubara dalam formasi ini relatip tipis, mempunyai ketebalan kurang dari 100cm.( S.M. Tobing , dkk (1999). Mempunyai nilai kalori 1435-3100 kal/gr (adb), kandungan abu sangat tinggi 34,5-55,8% (adb), sulfur total 0,79-1,42% (adb) dan vitrinit reflektan 0,22%. Tergolong ke dalam peringkat batubara yang rendah seperti lignit.

KESIMPULAN

Fase compressional terjadi pada masa jura awal sampai kapur mengalami pergerakan lempeng samudra hindia dengan arah barat laut mengalami kompresi (saling bertumbukan dengan lempeng lainnya).

Fase kedua yaitu extensional , dimana pada fase ini terjadi pembentukan dari graben berlangsung pada masa pre-tersier.

Fase ketiga adalah fase adanya tektonik miosen yang menyebabkan uplift pada tepi-tepi

cekungan dan diikuti dengan pengendapan material klastik.

Fase ketiga adalah fase adanya tektonik miosen yang menyebabkan uplift pada tepi-tepi cekungan dan diikuti dengan pengendapan material klastik.

Fase rifting dibagi menjadi 3 tahap utama yaitu, early rif, middle rif, dan late rift.

Basement merupakan komplek batuan yang

berumur pra-tersier (paleozoikum dan

mesozoikum), dan juga sebagai penyusun/

basement dari cekungan sumatera selatan.

Terdiri dari batuan beku seperti andesit,

metamorf, metasedimen, sedimen (seperti

karbonat) ,vulkanik dan permo carboniferous.

Formasi Lemat Terjadi di Eosen akhir dan

Oligosen awal, didalam lingkungan darat

Continent. Sedimen ini berasal dari kiopas

Alluvial, Braided steam dan piedmont deposits.

Benakat member berada di Formasi Lemat tepatnya berada pada pusat/Tengah Cekungan.

Formasi Talangakar memiliki Lingkungan pengendapan mulai dari fluvial, delta dan pantai-laut dangkal terdiri dari marine sand, prodeltashale, pasir tufaan berasal dari sumber material Vulkanik yang berada disekitarnya.

Basal Telisa Limestone Member Merupakan formasi yang kaya akan fosil, terdapat dua tahap perkembangan lingkungan pengendapan.

Formasi Baturaja merupakan nama lain dari Basal Telisa Limestone. Formasi ini merupakan puncak pada fase transgersi system pada Cekungan Sumatera Selatan, ini dapat dilihat dari pegadapan Fase Karbonat pada Cekungan sumatera Selatn batu gamping pada Formasi ini memiliki permaebelitas dan porositas yang baik sebagai Reservoir hydrocarbon.

Lower Palembang Formation Merupakan formasi yang diendapkan selama fase awal siklus regresi. Lingkungan pengendapan berubah dari neritic ke shallow marine.

Middle Palembang formation Berumur miosen akhir sampai pliosen awal, Formasi ini diendapkan secara tidak selaras dengan formasi yang berada di bawahnya.

Formasi Muara Enim merupakan salah satu dari formasi pembawa batubara di cekungan sumatera selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 6: Tugas Analisa Cekungan.doc

Adiwidjaja and De Coster,1973. Pre-Tertiary Paleotopography And Related Sedimentation In South Sumatra. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 2th Annual Convention.P.89-102.

Pulunggono, A et al., 1992, Pre-Tertiary And Tertiary Fault Systems As A Framework Of The South Sumatra Basin; A Study Of Sar-Maps. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 21 th Annual Convention, P.339-360

Shell Mijnbouw, 1978, Explanatory Notes to the Geological Map of the South Sumatera Coal Province, Exploration report.

Sitompul.N, et al.,1992. Effect Of Sea Level Drops During Late Early Miocene To The Reservoirs In South Palembang Sub Basin, South Sumatera, Indonesia. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 21 th Annual Convention, P.309-324.

Sudarmono, et al.,1997. Paleogene Basin Development In Sundaland And It's Role To The Petroleum Systems In Western Indonesia. Proceedings of the Petroleum Systems of SE Asia and Australasia Conference, P.545-560

Tamtomo,B et al.1997. Transgressive Talang Akar Sands Of The Kuang Area, South Sumatra Basin: Origin, Distribution And Implication For Exploration Play Concept. Proceedings of an International Conference on Petroleum Systems of SE Asia and Australasia, 1997. P.699-708

Tarsis A.D.2001. Penyelidikan Batubara Bersistim Dalam Cekungan Sumatera Selatan Di Daerah Benakat Minyak Dan Sekiranya, Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan. Sub Direktorat Batubara, DIM

Tobing S.M.1999. Studi Cekungan Batubara Di Daerah Tebing tinggi Dan Sekitarnya,Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Bandung : Puslitbang Geologi Dan Dgtl .

Page 7: Tugas Analisa Cekungan.doc

Gambar 1. Fase Perkembangan tektonik di sumatera ( Pulunggono, et all.1992)

Page 8: Tugas Analisa Cekungan.doc

Gambar 2. Pola pembentukan cekungan (Pulonggono, et al. 1992)

Page 9: Tugas Analisa Cekungan.doc

Gambar 4. Stratigrafi dan penamaan seam batubara di Formasi Muaraenim (Shell ,1978)

Page 10: Tugas Analisa Cekungan.doc

Penampang Geologi dari Kuang- beringin Area Tamtomo(1996)