tugas akhir kesesuaian aglomerasi perkotaan …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik...

115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN SURAKARTA SEBAGAI METROPOLITAN BERKELANJUTAN DITINJAU DARI STRUKTUR RUANG, POLA RUANG, DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN Oleh: AYU NA’IMMA S.P NIM. I 0608004 Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Upload: doannga

Post on 08-Apr-2019

228 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

TUGAS AKHIR

KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN SURAKARTA

SEBAGAI METROPOLITAN BERKELANJUTAN DITINJAU DARI

STRUKTUR RUANG, POLA RUANG, DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

Oleh:

AYU NA’IMMA S.P

NIM. I 0608004

Diajukan sebagai Syarat untuk Mencapai

Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 2: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENGESAHAN

KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN SURAKARTA SEBAGAI

METROPOLITAN BERKELAJUTAN DITINJAU DARI STRUKTUR RUANG,

POLA RUANG, DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

Oleh

AYU NA’IMMA S.P

NIM. I 0608004

Surakarta, Februari 2013

Menyetujui,

Pembimbing I

Murtanti Jani Rahayu, ST, MT

NIP. 19720117 200003 2 001

Pembimbing II

Ir. Rizon Pamardhi Utomo, MURP

NIP. 19590222 198903 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Arsitektur

Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT

NIP. 19620610 199103 1 001

Ketua Program Studi

Perencanaan Wilayah dan Kota

Ir. Galing Yudana, MT

NIP. 19620129 198703 1 002

Pembantu Dekan I

Fakultas Teknik

Kusno Adi Sambowo, ST, MSc, Ph.D

NIP. 19691026 199503 1 002

Page 3: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

ABSTRAK

Ayu Na’imma. Kesesuaian Aglomerasi Perkotaan Surakarta sebagai Metropolitan

Berkelanjutan Ditinjau dari Struktur Ruang, Pola Ruang, dan

Daya Dukung Lingkungan

Surakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang sejalan dengan

perkembangannya, Kota Surakarta bersama kawasan perkotaannya telah menunjukkan gejala-

gejala yang mengarah pada terbentuknya metropolitan. Gejala metropolitanisasi dapat dilihat

dari adanya arus commuter yang tinggi menuju Kota Surakarta dan munculnya kawasan

perkotaan baru sebagai respon dari meningkatnya kebutuhan perumahan Kota Surakarta. Cita-

cita Surakarta menjadi kota metropolitan bahkan telah diperjelas melalui pencanangan

Surakarta sebagai sustainable metropolis pada tahun 2025 (Pusat Studi Urban Desain, 2011).

Akan tetapi, saat ini terdapat beberapa isu yang berkaitan struktur ruang, pola ruang, dan daya

dukung lingkungan aglomerasi perkotaan Surakarta yang dapat menghambat terbentuknya

metropolitan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian aglomerasi

perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang berkelanjutan ditinjau dari struktur ruang, pola

ruang dan daya dukung lingkungan. Berdasarkan pendekatan penelitian, penelitian ini

merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa aglomerasi perkotaan Surakarta telah memiliki struktur ruang

yang mendukung terbentuknya metropolitan berkelanjutan dengan keberlanjutan yang relative

terjamin. Akan tetapi dari aspek pola ruang, pola ruang yang ada tidak mendukung

terbentuknya metropolitan berkelanjutan dan dapat mengancam daya dukung lingkungan

sehingga keberlanjutannya kurang terjamin.

Kata Kunci : Aglomerasi Perkotaan Surakarta, Daya Dukung Lingkungan, Kesesuaian, Pola

Ruang, Struktur Ruang,

Page 4: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

ABSTRACT

Ayu Na’imma . The Suitability of Surakarta Urban Aglomeration as Sustainable Metropolis

Based on Spatial Structure, Urban Form, and Carrying Capacity

Surakarta is one of the major cities in Indonesia, in line with its development, Surakarta with

its urban areas have shown symptoms that lead to the formation of a metropolitan. The

symptoms of metropolitanisasi can be seen from the high commuter flows into Surakarta and

the emergence of new urban areas as a response to the growing housing needs of Surakarta.

The vision of Surakarta as a metropolitan has even been made clear through the launching of

Surakarta as sustainable metropolis in 2025 (Study Center of Urban Desain, 2011). However,

there are currently a number of issues relating to the spatial structure, urban form, and the

carrying capacity of the Surakarta urban agglomeration to inhibit the formation of

sustainable metropolis. The objective of this research is to determine the suitability of

Surakarta urban aglomeration as sustainable metropolis based on spatial structure, urban

form, and the carrying capacity. Due to the research approach, this research is deductive

using quantitative descriptive analysis technique. The research reveals that Surakarta urban

agglomeration has spatial structure that would foster sustainable metropolis with

sustainability which relatively assured. However, from the aspect of urban form, the urban

form does not support the establishment of sustainale metropolis and can threaten the

carrying capacity of the environment so that sustainability is less assured.

Keyword : Carrying Capacity, Spatial Structure, Suitability, Surakarta Urban Aglomeration,

Urban Form,

Page 5: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobilalamin puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa penulis

panjatkan atas perkenan-Nya jualah tugas akhir ini dapat diselesaikan. Tugas akhir dengan

judul “Kesesuaian Aglomerasi Perkotaan Surakarta sebagai Metropolitan Berkelanjutan

Ditinjau dari Struktur Ruang, Pola Ruang, dan Daya Dukung Lingkungan” merupakah sebuah

penelitian untuk mengetahui kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan

yang berkelanjutan dengan melihat kondisi eksisting (berbasis data tahun 2010) dan

kecenderungan perkembangannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dengan

kondisi eksisting sekarang akan mendukung terbentuknya metropolitan yang berkelanjutan

pada tahun yang akan datang. Sehingga, penelitian ini merupakan sebuah penelitian yang

bersifat preskriptif.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak

yang telah membantu dan memperlancar dalam memberi arahan, dorongan, bantuan teknis,

dan motivasi yang sangat berarti bagi penulis sehingga peneliti mampu menyelesaikan tugas

akhir ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur yang telah menjadi

pendukung dalam setiap kompetisi yang diikuti penulis.

2. Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

3. Murtanti Jani Rahayu, ST, MT dan Ir. Rizon Pamardhi Utomo, MURP selaku dosen

pembimbing, yang telah memberi banyak bantuan dan arahan sampai terselesaikannya

tugas akhir ini.

4. Ayah dan ibu yang telah memberikan dukungan kepada penulis serta adik-adik penulis

yang selalu memberikan keceriaan. Terimakasih telah menjadi bagian terindah dalam

hidup penulis.

5. Ibu dan bapak dosen program studi Perencanaan Wilayah dan Kota dan jurusan

Arsitektur yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membagikan ilmunya

kepada penulis.

6. Yuli Nurhidayah dan Lolita Dwi Rosati yang merupakan sahabat penulis, yang telah

banyak memberikan bantuan pada penulis dari awal kuliah hingga sampai saat ini.

7. Diyah Setiyani mahasiswa PWK Angkatan 2009 yang telah banyak memberikan

bantuan kepada penulis dalam perolehan data.

8. Staff Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia Aditya Maulana yang telah

memberikan bantuan dalam perolehan peta yang digunakan dalam penelitian ini.

9. Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Khususnya Angkatan 2008, 2007, dan 2006.

Page 6: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

10. Staff Badan Pusat Statistik dan Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kota Surakarta,

Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten

Sukoharjo yang telah memberi kemudahan penulis dalam memperoleh data.

Dalam penelitian ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dikarenakan

keterbatasan ilmu dan waktu yang dimiliki penulis. Penulis berharap, penelitian ini dapat

memberikan kontribusi dalam pembangunan wilayah dan dapat menjadi referensi bagi

penelitian berikutnya yang lebih mendalam mengenai kesesuaian aglomerasi perkotaan

Surakarta sebagai metropolitan yang berkelanjutan. Tidak lupa, penulis mengharapkan saran

yang membangun demi perbaikan penulis.

Surakarta, Januari 2013

Peneliti

Page 7: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. ii

ABSTRAK .......................................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xi

DAFTAR PETA ................................................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... xiii

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................. xiv

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian .................................................................... 3

1.4 Batasan Penelitian ....................................................................................... 3

I.4.1 Batasan Wilayah ................................................................................ 3

I.4.2 Batasan Substansi .............................................................................. 3

1.5 Keluaran Penelitian ..................................................................................... 4

1.6 Urgensi Penelitian ....................................................................................... 4

I.5.1 Manfaat Akademik ............................................................................ 4

I.5.2 Manfaat Praktis .................................................................................. 4

1.7 Keaslian Penelitian ...................................................................................... 5

1.8 Alur Penelitian ............................................................................................ 6

1.9 Sistematika Penulisan .................................................................................. 7

BAB 2 TINJAUAN TEORI ............................................................................................ 8

2.1 Landasan Teori ......................................................................................... 8

2.1.1 Konsep Aglomerasi Perkotaan ................................................... 8

2.1.1.1 Perspektif Klasik ........................................................ 9

2.1.1.2 Perspektif Modern ...................................................... 10

2.1.2 Kawasan Metropolitan ................................................................ 12

2.1.2.1 Definisi Kawasan Metropolitan .................................... 12

2.1.2.2 Indikator Kawasan Metropolitan .................................. 12

2.1.2.3 Kriteria Kawasan Metropolitan Ideal ........................... 14

2.1.2.4 Bentuk Kawasan Metropolitan ..................................... 17

2.1.2.5 Struktur Ruang Kawasan Metropolitan ........................ 19

2.1.2.6 Bentuk Ruang Kota yang Berkelanjutan ...................... 20

Page 8: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

2.1.2.7 Keterkaitan Kota Inti, Kota Satelit, dan Sub-Urb,

pada Kawasan Metropolitan ......................................... 22

2.1.3 Pembangunan Berkelanjutan ...................................................... 23

2.1.3.1 Definisi Pembangunan Berkelanjutan .......................... 23

2.1.3.2 Kriteria Pembangunan Berkelanjutan ........................... 23

2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 25

BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 28

3.1 Jenis Penelitian ......................................................................................... 28

3.2 Lokus Penelitian ....................................................................................... 28

3.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 31

3.4 Kerangka Analisis ..................................................................................... 32

3.5 Teknik Analisis ......................................................................................... 34

3.6.1 Analisis Hirarki Perkotaan .......................................................... 34

3.6.2 Analisis Kemampuan Pelayanan Sarana .................................... 37

3.6.3 Analisis Titik Henti..................................................................... 37

3.6.4 Analisis Jaringan Jalan dan Moda Transportasi Masal............... 37

3.6.5 Analisis Pola Ruang .................................................................... 38

3.6.6 Analisis Daya Dukung Lingkungan............................................ 39

3.6.7 Penilaian Tingkat Kesesuaian Masing-masing Aspek ................ 42

3.6.8 Penilaian Kesesuaian Akhir ........................................................ 43

BAB 4 HASIL PENELITIAN : STRUKTUR RUANG, POLA RUANG,

DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ............................................................ 44

4.1 Struktur Ruang Aglomerasi Perkotaan Surakarta ..................................... 44

4.1.1 Pusat-pusat Pelayanan ............................................................... 44

4.1.2 Hirarki Perkotaan ........................................................................ 44

4.2.2.1 Hirarki Perkotaan berdasarkan Jumlah Penduduk ........ 44

4.2.2.2 Hirarki Perkotaan berdasarkan Keberadaan Sarana

Perkotaan ....................................................................... 47

4.2.2.3 Hirarki Perkotaan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

berdasarkan Jumlah Penduduk dan Keberadaan Sarana 52

4.1.3 Kemampuan Pelayanan Sarana Perkotaan.................................. 54

4.1.4 Titik Henti Pusat Pelayanan ....................................................... 55

4.1.5 Jaringan Jalan dan Moda Transportasi Penghubung .................. 56

4.1.5.1 Keberadaan Jaringan Jalan ............................................ 56

4.1.5.2 Nilai Aksesibilitas, Mobilitas, dan Keselamatan Jaringan

Jalan Penghubung ......................................................... 58

4.1.5.3 Moda Transportasi Penghubung AntarPusat ................ 59

4.2 Pola Ruang Aglomerasi Perkotaan Surakarta ........................................... 61

4.2.1 Diversifikasi Penggunaan Lahan ................................................ 61

4.2.2 Intensitas Penggunaan Lahan ..................................................... 62

4.2.3 Kecenderungan Penggunaan Lahan ............................................ 64

4.3 Daya Dukung Lingkungan ........................................................................ 69

4.3.1 Daya Dukung Lahan ................................................................... 69

4.3.2 Daya Dukung Sumber Daya Air ................................................. 75

Page 9: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

4.3.3 Daya Tampung Penduduk Berdasarkan Daya Dukung Lahan

dan Sumber Daya Air ................................................................. 77

4.4 Ketercapaian Masing-masing Tolok Ukur Kesesuaian ............................. 78

4.4.1 Kesesuaian Berdasarkan Keberadaan Pusat dan Sub Pusat ........ 78

4.4.2 Kesesuaian Berdasarkan Kejelasan Fungsi Masing-masing

Wilayah ....................................................................................... 78

4.4.3 Kesesuaian Berdasarkan Kemampuan Pelayanan Internal

Wilayah ....................................................................................... 79

4.4.4 Kesesuaian Berdasarkan Skala Pelayanan Pusat dan Sub Pusat . 81

4.4.5 Kesesuaian Berdasarkan Keberadaan Jaringan Jalan dan

Moda Transportasi Umum .......................................................... 83

4.4.6 Kesesuaian Berdasarkan Pola Ruang .......................................... 84

4.4.7 Kesesuaian Berdasarkan Daya Dukung Lahan ........................... 85

4.4.8 Kesesuaian Berdasarkan Daya Dukung Sumberdaya Air ........... 86

BAB 5 PEMBAHASAN: KESESUAIAN SEBAGAI METROPOLITAN

BERKELANJUTAN ............................................................................................. 88

5.1 Tingkat Kesesuaian Berdasarkan Masing-masing Aspek ......................... 88

5.2 Keberlanjutan Struktur Ruang ................................................................... 89

5.3 Keberlanjutan Pola Ruang ......................................................................... 92

BAB 6 PENUTUP .............................................................................................................. 96

6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 97

6.2 Rekomendasi ............................................................................................. 97

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 10: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Fisik Kota Metropolitan ...................................................... 17

Tabel 2.2 Perbedaan Sub Urban dan Kota Satelit ........................................................ 22

Tabel 2.3 Kriteria Pembangunan yang Berkelanjutan ................................................. 24

Tabel 2.4 Variabel, Sub Variabel, Indikator, dan Tolok Ukur ..................................... 27

Tabel 3.1 Perhitungan Gravitasi untuk Menentukan Lokus Penelitian ....................... 30

Tabel 3.2 Luas Lokus Penelitian .................................................................................. 31

Tabel 3.3 Jenis Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data .......................... 32

Tabel 3.4 Hubungan Variabel dan Teknik Analisis ..................................................... 34

Tabel 3.5 Satuan Ukur untuk Masing-masing Jenjang Pendidikan ............................. 36

Tabel 3.6 Satuan Ukur Sarana Kesehatan .................................................................... 36

Tabel 3.7 Jumlah Penduduk Pendukung Sarana Perkotaan ......................................... 37

Tabel 3.8 Bobot Nilai dalam Penentuan Kemampuan Lahan ...................................... 40

Tabel 3.9 Total Nilai untuk Menentukan Kelas Kemampuan Lahan .......................... 40

Tabel 3.10 Standar Kebutuhan Air ................................................................................ 41

Tabel 4.1 Kondisi Kependudukan Kawaasan Aglomerasi Perkotaan Surakarta ......... 45

Tabel 4.2 Hirarki Perkotaan berdasarkan Jumlah Penduduk ....................................... 47

Tabel 4.3 Interval Kelas untuk Hirarki Perkotaan berdasarkan Sarana Pendidikan ... 49

Tabel 4.4 Hirarki Perkotaan Berdasarkan Sarana Pendidikan ..................................... 50

Tabel 4.5 Hirarki Perkotaan Berdasarkan Sarana Kesehatan ...................................... 50

Tabel 4.6 Hirarki Perkotaan Aglomerasi Perkotaan Surakarta .................................... 53

Tabel 4.7 Persentase Kemampuan Pelayanan Sarana Eksisting

terhadap Jumlah Penduduk .......................................................................... 54

Tabel 4.8 Panjang Jalan Penghubung Masing-masing Pusat Kota

` dengan Kota Surakarta ................................................................................. 57

Tabel 4.9 Jenis Moda Transportasi Penghubung AntarPusat ...................................... 59

Tabel 4.10 Diversifikasi Penggunaan Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta ............ 62

Tabel 4.11 Intensitas Penggunaan Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta .................. 62

Tabel 4.12 Analisis Kemampuan Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta ................... 70

Tabel 4.13 Luas Lahan yang Dapat Dimanfaatkan berdasarkan

Kondisi Fisik Lingkungan............................................................................ 70

Tabel 4.14 Daya Tampung Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta ............................. 71

Tabel 4.15 Penyimpangan Luas Lahan Terbangun Eksisting dengan

Luas Lahan terbangun yang Diperbolehkan ................................................ 73

Tabel 4.16 Standar Kebutuhan Air ................................................................................ 75

Tabel 4.17 Ketersediaan Air dan Kebutuhan Air Aglomerasi Perkotaan Surakarta ...... 76

Tabel 4.18 Daya Tampung Penduduk berdasarkan Ketersediaan Air ........................... 77

Tabel 5.1 Persentase Kesesuaian berdasarkan Masing-masing Tolok Ukur ............... 89

Page 11: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Alur Penelitian ............................................................................................... 6

Gambar 2.1 Kerangka Teori .............................................................................................. 8

Gambar 2.2 Perkembangan Konsep dan Pemikiran mengenai Aglomerasi ...................... 9

Gambar 2.3 Struktur Ruang Kawasan Metropolitan yang Ideal ........................................ 15

Gambar 2.4 Kejelasan Fungsi dalam Kawasan Metropolitan yang Ideal .......................... 16

Gambar 2.5 Struktur Kota Metropolitan Berdasarkan Keberadan Pusat Pelayanan ......... 19

Gambar 2.6 Struktur Ruang Kawasan Metropolitan ......................................................... 20

Gambar 2.7 Alternatif Model Bentuk Kota yang Berkelanjutan ....................................... 21

Gambar 2.8 Kriteria Pembangunan yang Berkelanjutan ................................................... 25

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran....................................................................................... 26

Gambar 3.1 Lokus Penelitian............................................................................................. 30

Gambar 3.2 Kerangka Analisis .......................................................................................... 33

Gambar 3.3 Neraca Kesetimbangan Air Baku ................................................................... 42

Gambar 3.4 Kerangka Analisis .......................................................................................... 43

Gambar 4.1 Pertumbuhan Penduduk Kawasan Perkotaan Sekitar Surakarta .................... 45

Gambar 4.2 Dinamika Jumlah Penduduk Kota Surakarta ................................................. 46

Gambar 4.3 Jumlah Pusat Perdagangan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Tahun 2010 .................................................................................................... 48

Gambar 4.4 Jumlah Pertokoan dan Toko Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Tahun 2010 .................................................................................................... 48

Gambar 4.5 Total Satuan Ukur Sarana Pendidikan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Tahun 2010 .................................................................................................... 49

Gambar 4.6 Total Satuan Ukur Sarana Kesehatan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Tahun 2010 .................................................................................................... 51

Gambar 4.7 Jumlah Sarana Rekreasi Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010 ........ 52

Gambar 4.8 Hirarki Perkotaan Berdasarkan Keberadaan Sarana Perkotaan ..................... 53

Gambar 4.9 Breaking Point Kota Surakarta terhadap Kawasan Perkotaan

Sekitar Surakarta............................................................................................ 56

Gambar 4.10 Nilai Aksesibilitas dan Mobilitas Jaringan Jalan Penghubung Utama

Aglomerasi Perkotaan Surakarta ................................................................... 58

Gambar 4.11 Penggunaan Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010 ................ 61

Gambar 4.12 Perubahan Luas Lahan Terbangun Tahun 1993-2010 ................................... 64

Gambar 4.13 Laju Perubahan Lahan Terbangun Aglomerasi Perkotaan Surakarta ............ 65

Gambar 4.14 Proyeksi Pertambahan Lahan Terbangun Aglomerasi Perkotaan Surakarta . 65

Gambar 4.15 Perbandingan Daya Tampung Penduduk dengan Asumsi Lahan

Permukiman sebesar 50% dengan Jumlah Penduduk Tahun 2010 ............... 72

Gambar 4.16 Perbandingan Luas Lahan Terbangun Eksisting dengan

Arahan Tutupan Lahan .................................................................................. 73

Gambar 4.17 Neraca Kesetimbangan Air Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Tahun 2010 .................................................................................................... 76

Gambar 5.1 Model Ruang Berkelanjutan Aglomerasi Perkotaan Surakarta yang

Disarankan ..................................................................................................... 95

Page 12: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR PETA

Peta 4.1 Peta Jaringan Jalan Aglomerasi Perkotaan Surakarta ...................................... 60

Peta 4.2 Penggunaan Lahan Terabangun dan Tidak Terbangun Kota Surakarta dan

Kawasan Perkotaan Sekitar Surakarta ............................................................. 67

Peta 4.3 Peta Lahan Terbangun dan Tidak Terbangun Kota Satelit Surakarta .............. 68

Page 13: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jumlah Siswa PerJenjang Sarana Pendidikan di Aglomerasi Perkotaan

Surakarta Tahun 2010

Lampiran 2. Total Nilai Satuan Ukur perJenjang Sarana Pendidikan Tahun 2010

Lampiran 3. Jumlah Sarana Kesehatan Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010

Lampiran 4. Total Nilai Satuan Ukur Sarana Kesehatan

Lampiran 5. Persentase Pemenuhan Sarana Perdagangan Tahun 2010 (Pasar dan Pusat

Perbelanjaan Modern)

Lampiran 6. Persentase Pemenuhan Sarana Perdagangan Tahun 2010 (Pertokoan dan Toko)

Lampiran 7. Persentase Pemenuhan Sarana Pendidikan Tahun 2010

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Breaking Point

Lampiran 9. Karakteristik Jalan Penghubung Utama AntarPusat

Lampiran 10. Hasil Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL)

Lampiran 11. Ketentuan Penggunaan Lahan sesuai Kemampuan Lahan dan Daya Tampung

Penduduk

Lampiran 12. Perbandingan Daya Tampung Penduduk dengan Jumlah Penduduk Tahun 2010

Lampiran 13. Daya Tampung Aglomerasi Perkotaan Surakarta jika Persentase Lahan

Permukiman 70%

Lampiran 14. Proyeksi Luas Lahan Terbangun Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Lampiran 15. Neraca Kesetimbangan Air Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Lampiran 16. Kebutuhan Air Aglomerasi Perkotaan Surakarta perHari

Page 14: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR ISTILAH

Aglomerasi : Suatu kawasan yang terdiri dari beberapa wilayah dapat terbentuk

dengan adanya kekuatan sentripetal dan sentrifugal sehingga terjadi

pergerakan/ perkembangan ke arah luar dan memiliki keterkaitan

fungsi baik fisikal maupun fungsional

Aksesibilitas : ukuran kemudahan bagi pengguna jalan untuk mencapai suatu

pusat kegiatan (PK) atau simpul-simpul kegiatan di dalam wilayah

yang dilayani jalan

Commuter : Penglaju, salah satu jenis urbanisasi non permanen

Daya dukung

lingkungan

: batas maksimal penduduk yang dapat dipenuhi kebutuhannya

Dormitory Town : Suatu wilayah perkotaan yang hanya dimanfaatkan untuk tempat

tinggal saja, sedangkan kegiatan ekonomi, social, dan budaya

masih sangat bergantung pada kota utamanya

Eksternalitas : Kekuatan dari luar yang tidak dapat diprediksi secara pasti

Garden City : Sebuah alternative kota hijau dimana ruang terbuka hijau atau

taman-taman mendominasi ruang kota

Kawasan

Perkotaan

: Kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian,

dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan social, dan kegiatan ekonomi.

Kekotaan : Suatu sifat yang berkaitan dengan performa gejala geosfera yang

inhern dengan kota, tetapi bukan dalam artian yurisdiksi melainkan

dalam artian fisikal, ekonomi, social, dan kultural.

Kekuatan

Sentrifugal

: kekuatan disperse yaitu kekuatan menyebarkan aktifitas ekonomi

ke daerah di luar kota utama maupun mendorong pergerakan

penduduk ke luar kota

Kekuatan

Sentripetal

: kekuatan yang menarik aktifitas ekonomi ke daerah perkotaan

Konurbasi : suatu kawasan tempat bergabungnya beberapa kota

Kota Kompak

Membulat

(Rounded City)

: Merupakan bentuk kota yang dianggap paling ideal karena batas

terluar wilayah terbangunnya mempunyai jarak yang sama ke pusat

kota. Bentuk kota kompak ini terdiri dari dua jenis yaitu bentuk

membulat sempurna dan bentuk membulat tidak sempurna.

Kota Satelit : Suatu permukiman perkotaan yang tidak hanya dimanfaatkan untuk

tidur semata, tetapi memberikan kontribusi terhadap

pengembangan wilayah dalam bentuk komoditas, jasa, dan

informasi

Page 15: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

Life-span : Umur rentang yang menunjukkan lamanya suatu kondisi dapat

bertahan

Metropolitan : suatu kawasan yang merupakan aglomerasi dari beberapa kota

yang berdekatan dan terkait dalam satu sistem kegiatan sosial

ekonomi, termasuk prasarana dan sarana penunjangnya, dengan

satu kota utama berperan sebagai inti dan kota-kota lainnya sebagai

satelit

Metropolitanisasi : Proses terbentuknya metropolitan

Mobilitas : ukuran kualitas pelayanan jalan yang diukur oleh kemudahan per

individu masyarakat melakukan perjalanan melalui jalan untuk

mencapai tujuannya

Perkotaan : Kata sifat yang mengacu kepada suatu wilayah dalam lingkup

kewenangan yurisdiksi dalam pemerintahan untuk mengatur segala

sesuatu berkenaan dengan tata penyelenggaraan pemerintahan

dengan segala aspeknya. Dengan artian kawasan perkotaan adalah

suatu wilayah yang memiliki sifat kekotaan yang dibatasi pada

batasan administrative.

Pola Ruang : peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan

ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi

budi daya

Ribbon City : Suatu kota yang memiliki morfologi berbentuk seperti pita karena

peranan jalur memanjang (transportasi)

Ribbon

Development

: Perembetan fisik kekotaan kea rah luar dengan perkembangan

memita

Urban Sprawl : Perembetan kenampakan fisikal kekotaan kearah luar

Star Shapped City : Perkembangan fisikal kekotaan yang didominasi oleh peranan jalur

transportasi sehingga berbentuk seperti bintang atau gurita.

Struktur Ruang : susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana

dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial

ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan

fungsional,

Suburbanisasi : Proses perpindahan penduduk perkotaan ke wilayah urban fringe

Superimpose : Tumpang tindih

Urban : Wilayah yang secara fisik maupun non fisik telah mencirikan suatu

perkotaan

Urban Fringe : Kawasan pinggiran kota

Urbanisasi : Proses perpindahan penduduk dari wilayah rural ke wilayah urban,

proses berubahnya suatu wilayah rural(desa) menjadi urban(kota)

Page 16: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

Page 17: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Kota Metropolitan di Indonesia

Sebagai negara yang berkembang, Indonesia tidak lepas dari fenomena urbanisasi,

konurbasi, dan metropolitanisasi. Terdapat delapan kota di Indonesia yang telah berkembang

menjadi kawasan metropolitan area yaitu Metropolitan Jabodetabek, Metropolitan Bandung,

Metropolitan Semarang, Metropolitan Surabaya, Metropolitan Medan (Mebidang),

Metropolitan Denpasar (Sarbagita), Metropolitan Makassar (Mamminasata), dan Metropolitan

Palembang. Kedelapan kota tersebut telah membentuk konurbasi dengan daerah-daerah di

sekitarnya dan memiliki jumlah penduduk di kota inti diatas satu juta jiwa (Zulkaidi, 2008).

Selain itu ada pula kota yang secara struktur telah membentuk kawasan metropolitan karena

memiliki kota satelit dan kota inti meskipun jumlah penduduk kota intinya belum mencapai

satu juta jiwa yaitu Yogyakarta (Zulkaidi, 2008). Sama halnya dengan Yogyakarta, Surakarta

juga telah menunjukkan gejala kearah metropolitanisasi walau tidak secepat Yogyakarta.

Sebagai suatu wilayah yang selalu mengalami perkembangan, kota metropolitan juga

menghadapi berbagai permasalahan. Permasalahan yang banyak dihadapi kota-kota

metropolitan di Indonesia antara lain permasalahan terkait struktur dan pola ruang seperti

meluasnya kegiatan di daerah penyangga yang seharusnya berfungsi lindung, meluasnya

kegiatan perkotaan secara tidak terstruktur sehingga sulit dilayani dan tidak efisien, dan

adanya ribbon development yang memperlihatkan masih terlihat penumpukan kegiatan di kota

utama, serta belum terlihat adanya hubungan hierarkis antar pusat-pusat pelayanan,

ketersediaan prasarana pendukung pergerakan, tingkat pelayanan jalan, dan tingkat

aksesibilitas antar pusat pertumbuhan yang belum terintegrasi. Sedangkan permasalahan yang

terkait dengan daya dukung lingkungan antara lain keterbatasan daya dukung dan daya

tampung ruang untuk memenuhi perkembangan penduduk, ketersediaan air bersih, tingginya

pencemaran udara, permasalahan sampah dan limbah, dan permasalahan banjir (DPU, 2006).

Keseluruhan permasalahan tersebut menjadikan wilayah metropolitan kurang memiliki

keberlanjutan.

Perkembangan Kota Surakarta

Surakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki luas 44,03 km2

dengan jumlah penduduk 586.039 jiwa pada tahun 2010 (BPS, 2010). Sejalan dengan

perkembangannya, Kota Surakarta dengan kawasan perkotaannya telah menunjukkan gejala-

gejala yang mengarah pada terbentuknya Metropolitan. Salah satu gejala yang dapat dilihat

Page 18: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

adalah adanya arus commuter yang tinggi menuju Kota Surakarta baik untuk kepentingan

pendidikan, perdagangan dan jasa, maupun karena factor pekerjaan. Selain adanya arus

commuter, gejala aglomerasi juga dapat dilihat dari munculnya kawasan perkotaan baru

sebagai respon dari meningkatnya kebutuhan perumahan Kota Surakarta yaitu munculnya

kawasan Solo Baru dan berkembangnya pembangunan perumahan formal di Kecamatan Jaten

dan Mojolaban. Ciri perkotaan juga telah melebihi batas administrasi Kota Surakarta itu

sendiri. Hal ini dapat dilihat dari berkembangnya kawasan-kawasan yang berada di sekitar

Kota Surakarta seperti Solo Baru, Kartasura, Palur, Colomadu, Baki, Ngemplak sebagai

dampak perkembangan eksternal Kota Surakarta. Kawasan-kawasan tersebut tumbuh menjadi

kota satelit bagi Surakarta. Pertumbuhan Surakarta juga mengarah pada industrialisasi. Di

awal tahun 2011, Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta telah menandatangani investasi

berskala besar baik di sektor perhotelan maupun perdagangan. (bisnis.timlo.net, 26 April

2011). Gejala-gejala tersebut telah mempertegas perkembangan Surakarta menuju

metropolitan area. Cita-cita Surakarta menjadi kota metropolitan bahkan telah diperjelas

melalui pencanangan Surakarta sebagai sustainable metropolis pada tahun 2025 (Pusat Studi

Urban Desain, 2011).

Akan tetapi, saat ini terdapat beberapa isu yang berkaitan struktur ruang, pola ruang,

dan daya dukung lingkungan aglomerasi perkotaan Surakarta. Permasalahan struktur ruang

adalah antara lain ketersediaan fasilitas transportasi yang kurang memadahi sehingga sering

terjadi kemacetan pada jam-jam tertentu, bukan hanya di dalam Kota Surakarta, tetapi juga di

jalan masuk menuju Kota Surakarta seperti jalan raya palur. Kemacetan juga sering terjadi di

jalan keluar Kota Surakarta menuju Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo. Kesiapan kota-

kota di sekitar Surakarta untuk mendukung terbentuknya metropolitan area juga menjadi isu

tersendiri. Permasalahan pola ruang terkait dengan terjadinya sprawl dan tekanan

perkembangan daerah urban di wilayah selatan dan utara sehingga membentuk urban

conurbation, terjadi kesenjangan pembangunan antara daerah utara dan selatan, daerah utara

sebagai daerah hijau hunian berkepadatan rendah sedangkan daerah selatan daerah perkotaan

berkepadatan tinggi (Pusat Studi Urban Desain, 2011). Permasalahan daya dukung

lingkungan terkait dengan ketersediaan air bersih dan lahan. Berdasarkan penelitian Hidayati

tahun 2009 disebutkan bahwa ketersediaan air di Kota Surakarta sendiri tidak akan mampu

memenuhi kebutuhan penduduk di masa yang akan datang. Hal ini mengakibatkan

keberlanjutan dari metropolitan yang akan terbentuk dipertanyakan.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini perlu dilakukan untuk

mengetahui kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang

berkelanjutan ditinjau dari struktur ruang, pola ruang, dan daya dukung lingkungan. Penelitian

Page 19: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

ini ingin mengetahui kesiapan aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang

berkelanjutan di masa yang akan datang dengan melihat kondisi eksisting.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian adalah

”Bagaimana kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang

berkelanjutan ditinjau dari struktur ruang, pola ruang dan daya dukung lingkungan?”

1.3 TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN

Tujuan dan manfaat penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

I.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian aglomerasi perkotaan

Surakarta sebagai metropolitan yang berkelanjutan ditinjau dari struktur ruang, pola ruang dan

daya dukung lingkungan.

I.3.2 Sasaran Penelitian

Adapun sasaran yang ditetapkan untuk mencapai tujuan tersebut antara lain :

1) Mengididentifikasi struktur ruang aglomerasi perkotaan Surakarta.

2) Mengidentifikasi pola ruang aglomerasi perkotaan Surakarta.

3) Mengidentifikasi daya dukung lingkungan aglomerasi perkotaan Surakarta.

4) Menganalisis kesesuaian struktur ruang aglomerasi perkotaan Surakarta dengan struktur

ruang metropolitan yang berkelanjutan.

5) Menganalisis kesesuaian pola ruang aglomerasi perkotaan Surakarta dengan pola ruang

metropolitan yang berkelanjutan serta daya dukung lingkungan yang dimilikinya.

1.4 BATASAN PENELITIAN

Penelitian ini dibatasi dari wilayah penelitian (area studi) dan substansi.

I.4.1 Batasan Wilayah

Batas wilayah penelitian ini adalah Kota Surakarta, Kawasan perkotaan sekitar

Surakarta (Kecamatan Jaten, Mojolaban, Grogol, Baki, Kartasura, Colomadu, dan Ngemplak),

Kota Karanganyar, Kota Sukoharjo, dan Kota Boyolali secara administratif.

I.4.2 Batasan Substansi

Penelitian ”kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang

berkelanjutan ditinjau dari struktur ruang, pola ruang dan daya dukung lingkungan” terbatas

pada penilaian kesesuaian dari aspek fisik yang meliputi:

Page 20: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

1) Kesesuaian Surakarta ditinjau dari struktur ruang, pola ruang, dan daya dukung

lingkungan dengan melihat kondisi eksisting.

2) Penilaian kesesuaian daya dukung lingkungan ditinjau dari daya tampung lahan dan daya

dukung sumber daya air. Daya tampung lahan dinilai berdasarkan kemampuan lahan,

sedangkan daya dukung sumber daya air ditinjau dari ketersediaan air di dalam masing-

masing kawasan.

3) Daya dukung lahan dihitung berdasarkan kemampuan fisik lahan tanpa adanya pelibatan

rekayasa teknis.

4) Neraca sumber daya air dihitung dengan asumsi bahwa seluruh sumber air di kawasan

dapat dimanfaatkan secara optimal dan sumber air seluruhnya berasal dari internal

wilayah tanpa mempertimbangkan sumber air di luar wilayah. Jumlah penduduk

maksimal yang mampu didukung sumber air eksisting dihitung dengan asumsi prosentase

kebutuhan domestik sama setiap tahunnya dan debit sumber air tidak mengalami

perubahan.

1.5 KELUARAN PENELITIAN

Output dari penelitian ini adalah penilaian kesesuaian struktur ruang dan pola ruang,

aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan berkelanjutan yang dinilai berdasarkan

daya dukung lingkungannya yang dijabarkan ke dalam masing-masing tolok ukur.

1.6 URGENSI PENELITIAN

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena memiliki manfaat praktis dan teoritis.

Manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

I.6.1 Manfaat Akademik

Dalam konteks akademik, pengembangan kasus studi kota/kawasan perkotaan dan

metropolitan penting dilakukan untuk memperluas keberagaman kajian empirik dengan topik

struktur ruang, pola ruang, daya dukung lahan, dan daya dukung sumber daya air kawasan

metropolitan yang selama ini masih jarang dilakukan di Indonesia. Dari hasil penelitian ini

diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang berkaitan dengan struktur ruang, pola ruang,

dan daya dukung lingkungan kawasan metropolitan yang berkelanjutan. Pemahaman ini dapat

dijadikan dasar dalam perencanaan ruang perkotaan untuk mewujudkan pembangunan yang

berkelanjutan.

I.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat dalam konteks praktis dapat ditinjau dari konteks perencanaan tata ruang

kawasan perkotaan yaitu sebagai landasan empirik bagi upaya-upaya intervensi terhadap

Page 21: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

kecenderungan perkembangan perkotaan, yang mempertimbangkan karakteristik dan

dinamikanya secara spesifik. Pemahaman terhadap keterkaitan bentuk perkotaan dengan

keberlanjutannya yang dilandasi oleh kajian empirik kota-kota di Indonesia dapat menjadi

masukan atau dasar pertimbangan yang bersifat preskriptif bagi perencanaan struktur dan pola

ruang kawasan perkotaan maupun metropolitan yang sesuai dengan prinsip pembangunan

berkelanjutan. Secara khusus, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk

mewujudkan struktur ruang, pola ruang, dan daya dukung lingkungan metropolitan yang

berkelanjutan sehingga visi kota tahun 2025 dapat terwujud.

1.7 KEASLIAN PENELITIAN

Berdasarkan penelusuran peneliti, peneliti belum pernah menemukan kajian kesesuaian

kawasan sebagai metropolitan yang berkelanjutan di seluruh universitas yang ada di Kota

Surakarta. Sehingga penelitian ini merupakan penelitian yang baru yang menggabungkan

kesesuaian sebagai kawasan metropolitan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Page 22: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

1.8 ALUR PENELITIAN

Latar Belakang

1. Terjadinya kemacetan

2. Kesenjangan perkembangan

3. Urban sprawl

4. Keterbatasan sumberdaya air

5. Daya dukung lahan

Rumusan Masalah

Bagaimana kesesuaian aglomerasi perkotaan

Surakarta sebagai metropolitan yang

berkelanjutan ditinjau dari struktur ruang, pola

ruang dan daya dukung lingkungan?

Tujuan Penelitian

Mengetahui kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang berkelanjutan ditinjau

dari struktur ruang, pola ruang dan daya dukung lingkungan

Kebutuhan Data

1. Orde perkotaan aglomerasi perkotaan Surakarta

2. Kemampuan pelayanan sarana perkotaan masing-masing

wilayah

3. Jangkauan pelayanan pusat-pusat kegiatan

4. Aksesibilitas, mobilitas, dan keselamatan jaringan jalan

penghubung utama aglomerasi perkotaan Surakarta

5. Ketersediaan moda transportasi penghubung antarpusat

6. Pola ruang aglomerasi perkotaan Surakarta

7. Daya dukung lahan aglomerasi perkotaan Surakarta

8. Daya dukung sumber daya air

Tinjauan Teori

1. Konsep Aglomerasi perkotaan

2. Kawasan metropolitan :

pengertian, indikator, kriteria

ideal, bentuk dan struktur

ruang

3. Pembangunan berkelanjutan :

definisi dan kriteria

pembangunan yang

berkelanjutan

Analisis

Teknik analisis kuantitatif deskriptif dengan memaknai hasil pengolahan data. Output yang dihasilkan,

1. Kesesuaian struktur ruang,

2. Kesesuaian pola ruang,

aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang berkelanjutan.

Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Kesimpulan

- Struktur ruang, pola ruang, dan daya dukung lingkungan aglomerasi perkotaan Surakarta

- Kesesuaian struktur ruang dan pola ruang aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan

berkelanjutan berdasarkan daya dukung lingkungan yang dimilikinya.

2. Rekomendasi

Rekomendasi berdasarkan temuan dalam penelitian.

Gambar 1.1 Alur Penelitian

Page 23: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

1.9 SISTEMATIKA PENULISAN

Laporan penelitian ini disajikan dalam enam bab. Bab 1 adalah pendahuluan, pada bab

ini peneliti menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah berdasarkan latar

belakang, tujuan dan sasaran, batasan penelitian, keluaran penelitian, urgensi penelitian,

keaslian penelitian, dan alur penelitian. Bab ini merupakan pondasi dilaksanakannya

penelitian dimana memuat tujuan akhir yang ingin dicapai dengan batasan lokasi dan

substansi pembahasan.

Bab 2 merupakan tinjauan teori yang terdiri dari kerangka teori dan kerangka berpikir.

Kerangka teori yang diuraikan mencangkup tiga hal utama yaitu mengenai konsep aglomerasi

yang menjadi dasar penetapan lokus, teori mengenai kawasan metropolitan yang digunakan

untuk mengenali karakteristik kawasan metropolitan, serta teori yang berkaitan dengan

pembangunan berkelanjutan. Variabel, indikator, dan tolok ukur penelitian diperoleh dari

hasil ekstraksi antara teori kawasan metropolitan dan pembangunan yang berkelanjutan yang

kemudian dijabarkan dalam kerangka berpikir.

Bab 3 merupakan penjabaran dari metode penelitian yang digunakan. Pada bab ini

memaparkan jenis penelitian, metode penelitian, pendekatan penelitian, justifikasi lokus,

teknik pengumpulan data, dan teknik analisis.

Bab 4 merupakan hasil pengolahan data yang digunakan dalam penelitian berisi struktur

ruang, pola ruang, daya dukung lahan, dan daya dukung sumberdaya air. Hasil pengolahan

data ini menjadi dasar dari bab pembahasan ( Bab 5).

Bab 5 merupakan pembahasan berdasarkan hasil pengolahan data. Pada bab ini data-

data dimaknai dan dilihat secara menyeluruh untuk menilai kesesuaian aglomerasi perkotaan

Surakarta. Output akhir dari bab ini adalah penilaian kesesuaian berdasarkan tolok ukur yang

telah disebutkan di bab metode penelitian.

Bab 6 merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan rekomendasi. Sub bab

kesimpulan memaparkan ringkasan hasil penelitian, sedangkan sub bab rekomendasi

menjabarkan temuan-temuan dalam penelitian yang dapat menjadi masukan bagi pengambil

kebijakan.

Page 24: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 LANDASAN TEORI

Pada bagian ini akan diuraikan teori yang berkaitan dengan aglomerasi perkotaan,

kawasan metropolitan, serta pembangunan yang berkelanjutan. Konsep aglomerasi perkotaan

dilihat dari perspektif klasik dan modern. Teori kawasan metropolitan meliputi definisi,

indikator, kriteria, struktur ruang, bentuk fisik, dan keterkaitan antar wilayah dalam kawasan

metropolitan. Teori pembangunan berkelanjutan terdiri atas definisi dan kriteria pembangunan

yang berkelanjutan.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

2.1.1 KONSEP AGLOMERASI PERKOTAAN

Pada perkembangan awal, aglomerasi erat kaitannya dengan industrialisasi. Bahkan

banyak definisi yang menerangkan pengertian aglomerasi dari sudut pandang industri maupun

kegiatan ekonomi. Sebagai contoh, Montgomery dalam Metropolitan di Indonesia

mendefiniskan aglomerasi sebagai konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan

perkotaan karena “penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang

diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja, dan konsumen”

Konsep Aglomerasi

Perkotaan

Perspektif Klasik

Perspektif Modern

Pendefiniasian

Aglomerasi Perkotaan

sebagai dasar pemilihan

lokus penelitiann

Persyaratan

pembangunan kota

yang berkelanjutan

Kawasan Metropolitan

Definisi Metropolitan

Indikator Kota

Metropolitan

Kriteria Kawasan

Metropolitan Ideal

Keterkaitan Kota Inti,

Kota Satelit, dan Sub-

Urb

Pembangunan yang

Berkelanjutan

Definisi Kriteria

Pembangunan yang

Berkelanjutan

Struktur Ruang

Kawasan Metropolitan

Persyaratan Kawasan Metropolitan

yang Ideal dan Berkelanjutan

Bentuk Ruang yang

Berkelanjutan

Page 25: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

(Montgomery, 1988). Hal ini senada dengan Markusen yang mendefiniskan aglomerasi

sebagai suatu lokasi yang ”tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang

terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan

penyedia jasa-jasa, dan bukan akibat dari kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara

individual. Dari kutipan-kutipan di atas dapat ditarik benang merah bahwa suatu aglomerasi

tidak lebih dari sekumpulan kluster industri (Mudrajat Kuncoro, 2002).

Pada masa selanjutnya terjadi perkembangan konsep dan pemikiran mengenai

aglomerasi. Terdapat dua perspektif yang dapat digunakan untuk mendefinisikan aglomerasi

yaitu perspektif klasik dan perspektif modern. Perspektif klasik percaya bahwa aglomerasi

merupakan suatu bentuk spasial dan diasosiasikan dengan konsep “penghematan akibat

aglomerasi” melalui kosep eksternalitas. Perspektif modern menunjukkan beberapa

kelemahan teori klasik mengenai aglomerasi. Pada konteks ini, terdapat tiga jalur pemikiran

tentang aglomerasi yaitu teori mengenai eksternalitas dinamis, mazab pertumbuhan perkotaan,

dan paradigma berbasis biaya transaksi.

2.1.1.1 Perspektif Klasik

Teori klasik mengenai aglomerasi berpendapat bahwa aglomerasi muncul karena pelaku

ekonomi berupaya mendapatkan penghematan aglomerasi (aglomeration economies) baik

karena penghematan lokalisasi maupun penghematan urbanisasi. Penghematan akibat

lokalisasi terjadi apabila biaya produksi suatu perusahaan menurun ketika produksi total dari

industri tersebut meningkat. Singkatnya, dengan berlokasi di dekat perusahaan lain dalam

industri yang sama, suatu perusahaan dapat menikmati beberapa manfaat. Sedang

penghematan urbanisasi (urbanisation economies) terjadi bila biaya produksi suatu

perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan dalam wilayah perkotaan yang sama

meningkat. Penghematan karena berlokasi di wilayah perkotaan ini terjadi akibat skala

Aglomerasi

Klasik Modern

Penghematan

Eksternal ( Eksternal

economies)

Formasi

Perkotaan

Eksternalitas

Dinamis

Pertumbuhan

Kota

Biaya Transaksi

Marshall-

Arrow-Romer

Jacobs Central Place

vs Network

System

Lokalisasi vs Urbanisasi

Increasing returns akibat

skala ekonomi

Knowlegde spillover akibat

keanekaragaman

Ketergantungan

skala vs netralitas

Meminimalkan

biaya transaksi

akibat skala

ekonomis

Gambar 2.2 Perkembangan Konsep dan Pemikiran Mengenai Aglomerasi

Page 26: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

perekonomian kota yang besar dan bukan akibat skala suatu jenis industri. Dengan demikian,

penghematan urbanisasi ini memberikan manfaat bagi semua perusahaan di seluruh kota,

tidak hanya perusahaan dalam suatu industri tertentu. Menariknya penghematan urbanisasi

telah memunculkan perluasan wilayah metropolitan (extended metropolitan regions)

(Mudrajat Kuncoro, 2002). Hal yang perlu digarisbawahi dalam teori klasik adalah

aglomerasi terjadi akibat adanya kekuatan sentripetal yang mendorong perkembangan spasial

aglomerasi.

2.1.1.2 Perspektif Modern

Kelemahan mendasar penggolongan penghematan aglomerasi versi klasik adalah tidak

diperhitungkannya berbagai biaya yang hendak diminimalkan oleh perusahaan. Persepsi

umum saat ini berpendapat baha teori lokasi neo-klasik kurang tepat sebagai dasar analisis

spasial yang disebabkan oleh adanya dua fenomena yang tidak mampu dijelaskan oleh

paradigma yang ada, tetapi sering dijumpai dalam praktek (McCann, 1955). Pertama, banyak

perusahaan yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki kaitan transaksi dengan

perusahaan lokal pada industri yang sama, tetapi terdapat kluster industri yang kuat di daerah

tersebut. Kedua, banyak perusahaan yang memiliki sedikit bahkan tidak memiliki kaitan

transaksi dengan perusahaan lain atau rumah tangga dalam suatu daerah yang sama (biasanya

perkotaan), tetapi daerah tersebut memiliki klaster industri. Dengan demikian konsep

penghematan lokalisasi dan penghematan urbanisasi menjadi dipertanyakaan. Dewasa ini

teori-teori klasik yang dianggap standar ditantang dan disempurnakan oleh tiga jalur

paradigma yaitu eksternalitas dinamis, paradigma pertumbuhan kota, dan paradigma yang

berbasis biaya transaksi.

a) Eksternalitas Dinamis

Teori baru mengenai eksternalitas dinamis percaya bahwa akumulasi informasi pada

suatu lokasi tertentu akan meningkatkan produktifitas dan kesempatan kerja (Glaeser, Kallal,

Scheinkman, & Shleifer, 1992). Penjelasan ini menjelaskan secara simultan bagaimana kota-

kota terbentuk dan mengapa mereka tumbuh. Eksternalitas dinamis versi Marshall-Arrow-

Romer menekankan pentingnya transfer pengetahuan antarperusahan dalam suatu industri

yang diperoleh melalui komunikasi yang terus berlangsung antarperusahaan lokal dalam

industri yang sama (Henderson, Kuncoro, & Turner, 1995: 1968). Porter membuat argumen

yang serupa bahwa pertumbuhan didorong oleh transer pengetahuan pada industri yang

berspesialisasi pada produk tertentu dan terkonsentrasi spasial.

b) Paradigma Pertumbuhan Kota

Pertumbuhan kota-kota ternyata meliputi berbagai faktor yang lebih kompleks daripada

sekedar penghematan aglomerasi. Teori skala kota yang optimal (theories of optimum city

Page 27: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

size) yang dikaji ulang oleh Fujita dan Thisse (1996), menggambarkan ekuilibrium

konfigurasi spasial dari aktifitas ekonomi sebagai hasil tarik-menarik antara kekuatan

sentripetal dan sentrifugal. Kekuatan sentripetal (centripetal forces) yang ditunjukkan oleh

penghematan aglomerasi adalah kekuatan yang menarik aktifitas ekonomi ke daerah

perkotaan. Kekuatan sentrifugal (centrifugal forces) adalah kebalikan dari kekuatan

sentripetal, yaitu kekuatan dispersi. Ini diperlihatkan oleh adanya kenaikan upah tenaga kerja

yang terampil maupun kasar serta kenaikan gaji manajer, yang mendorong perusahaan

memilih lokasi di luar pusat kota.

Begitu proses aglomerasi industri di perkotaan mencapai skala ekonomies yang

maksimum, maka ekspansi setelah titik tersebut akan menimbulkan dampak negatif di kota

maupun daerah sekitarnya. Persaingan antarperusahaan dan industri lambat laun akan

meningkatka harga bahan baku dan faktor produksi ( harga tanah, tenaga kerja, dan modal)

sehingga biaya per-unit mulai merayap naik. Terjadi peningkatan biaya jasa perbankan dan

biaya overhead akan mengakibatkan desentralisasi dan relokasi aktifitas ekonomi ke daerah

pinggiran kota atau kota-kota satelit di sekitar pusat kota. Di Indonesia, proses ini telah

membuat bergeraknya aktifitas ekonomi dan lokasi permukiman penduduk dari Jakarta ke

kota-kota sekitarnya yaitu Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Henderson, Kuncoro, & Nasution,

1996).

Sejalan dengan berkembangnya paradigma ini, maka teori-teori perkotaan yang baru

tidak lagi dikaitkan dengan sistem tempat pusat yang monosentrik melainkan sistem jaringan

kota. Model jaringan kota berangkat dari premis bahwa dua kota atau lebih yang berdekatan

meskipun tadinya merupakan kota-kota terpisah dan independen, memperoleh manfaat

berupa sinergi dari pertumbuhan kota yang interaktif melalui resiprositas, pertukaran

pengetahuan, dan kreatifitas (Batten, 1995). Didorong oleh jaringan transpor dan komunikasi

yang cepat dan dapat diandalkan, jaringan antarkota dapat mencapai penghematan yang

substansial.

c) Paradigma yang Berbasis Biaya Transaksi

Salah satu tokoh yang mendefiniskan aglomerasi berdasarkan paradigma berbasis biaya

transaksi adalah McCann (1995). Ia memberikan beberapa alternatif definisi atas berbagai

jenis penghematan aglomerasi dengan menarik perbedaan yang fundamental antara biaya

yang terjadi untuk mengatasi masalah “jarak” dan “ruang”, dengan biaya yang muncul karena

berloksi pada suatu titik ruang. Hipotesisnya, suatu perusahaan akan mencapai suatu

keseimbangan keputusan untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal 1) biaya transaksi jarak,

2) biaya efisiensi faktor tertentu lokasi, 3) biaya koordinasi hirarki, dan 4) biaya alternatif

kebetulan hirarki. Dengan kata lain ada empat jenis biaya yang berkaitan dengan perilaku

Page 28: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

kluster industri, dimana dua jenis yang pertama dapat melibatkan penghematan aglomerasi

dan dua jenis yang terakhir melibatkan penghematan aglomerasi.

2.1.2 KAWASAN METROPOLITAN

2.1.2.1 Definisi Kawasan Metropolitan

Istilah metropolitan pertama kali digunakan secara resmi berkenaan dengan skala dan

pola pertumbuhan kota yang sangat cepat di Amerika. Perubahan fundamental dalam cara

hidup Amerika ini dikenali pada awal abad ke-20 ketika Biro Sensus Amerika pada tahun

1910 secara resmi memperkenalkan istilah Metropolitan Districts ke dalam sistem klasifikasi

wilayahnya (Goheen, dalam Bourne, ed. 1971). Di Indonesia, kota atau kawasan metropolitan

dimaknai sebagai perwujudan perkembangan yang alamiah dari suatu permukiman perkotaan

yang berkembang sangat pesat ( DPU, 2006: 13). Menurut Undang-Undang No.26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang, kawasan metropolitan didefinisikan sebagai “kawasan

perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan

perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan

fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi,

dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.

Secara umum , perkotaan metropolitan dapat didefinisikan sebagai suatu kawasan yang

merupakan aglomerasi dari beberapa kota yang berdekatan dan terkait dalam satu sistem

kegiatan sosial ekonomi, termasuk prasarana dan sarana penunjangnya, dengan satu kota

utama berperan sebagai inti dan kota-kota lainnya sebagai satelit.

2.1.2.2 Indikator Kawasan Metropolitan

Ciri umum kawasan metropolitan dapat dilihat dari jumlah penduduk, spesialisasi fungsi

yang ada, dan kemudahan mobilitas penduduk.

1) Kependudukan

Jumlah penduduk merupakan salah satu karaktersistik suatu metropolis yang ditentukan

untuk kepentingan penghitungan statistik, mengumpulkan, mentabulasikan dan

mempublikasikan data-data statistik. Akan tetapi, tidak ada ukuran jumlah penduduk yang

baku sebagai dasar penetapan kawasan metropolitan. Setiap negara memiliki ukuran yang

berbeda untuk menetapkan kawasan metropolitan. Berikut beberapa kriteria yang menjadi ciri

kawasan metropolitan dilihat dari jumlah penduduk :

Dua kota atau lebih yang dengan jumlah penduduk kota induk di atas 50.000 jiwa, dan

kota terkecil di atas 15.000 jiwa (Standart Metropolitan Area, 1950)

Satu kota dengan jumlah penduduk 200.000-300.000 jiwa (Yeates and Garner, 1980)

Page 29: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Satu kota dengan jumlah penduduk di atas 1.000.000 jiwa (National United

Development Strategy, 1995)

Jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya adalah 1.000.000 jiwa

(Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang)

2) Spesialisasi Fungsi

Metropolitan merupakan pusat aktivitas jasa yang kemudian tercermin dalam

pembagian fungsi keruangannya secara nyata (spesialisasi fungsi). Aktivitas sosial-ekonomi

kawasan metropolitan biasanya menunjukan adanya ciri khas fungsi antar ruang yang

mengakibatkan adanya hubungan antar ruang pada kawasan metropolitan. Aktivitas di

kawasan metropolitan biasanya aktivitas jasa ataupun industri. Hal tersebut dipertegas oleh

pernyataan McGee (1998) dalam ikbar (2006) yang menyatakan kawasan metropolitan

memiliki salah satu ciri berupa adanya transformasi kegiatan dari pertanian ke berbagai

kegiatan non pertanian termasuk perdagangan, transportasi dan industri, tetapi tidak menutup

kemungkinan adanya aktivitas pertanian didalamnya dengan jumlah penggunaan lahan

pertanian di kawasan metropolitan lebih sedikit dibandingkan dengan pemanfaatan lahan non-

pertanian. Menurut Winarso (2001) transformasi aktivitas penduduk kawasan metropolitan

ditandai dengan minimum 75 % tenaga kerja di kawasan metropolitan bekerja dalam bidang

non-pertanian.

3) Kemudahan Mobilitas

Hubungan antar ruang menjadi salah satu faktor yang mencirikan kawasan

metropolitan. Menurut Angotti (1993) karakter suatu metropolitan terlihat dalam 3 bentuk

mobilitas:

1. Mobilitas Pekerjaan (Employment Mobility)

2. Mobilitas Perumahan (Residential Mobility)

3. Mobilitas Perjalanan (Trip Mobility)

Mobilitas pekerjaan dicirikan dari mudahnya orang berpindah tempat kerja tanpa harus

berpindah tempat tinggal karena lebih banyak jenis dan variasi pekerjaan tersedia di kota

metropolitan. Mobilitas pekerjaan ini berkaitan dengan tersedianya modal dan mobilitas

modal yang besar. Mobilitas tempat tinggal biasanya mengikuti perubahan tempat kerja.

Perpindahan tempat tinggal ini tidak selalu karena keinginan sendiri, berhubungan dengan

pindahnya tempat kerja, tetapi sering kali juga terjadi karena dipindahkan (digusur) secara

paksa maupun tidak. Tidak dipaksa terjadi karena perubahan harga lahan yang disebabkan

oleh dinamika pembangunan real estate. Mobilitas perjalanan lebih mudah dilakukan di

metropolitan daripada di permukiman lain karena ketersediaan sarana transportasi yang lebih

Page 30: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

baik. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa metropolitan dicirikan dengan adanya

mobilitas dari modal dan tenaga kerja yang sangat tinggi.

Mobilitas tersebut terjadi karena adanya kemudahan untuk mencapai kota metropolitan

sebagai inti dari kawasan metropolitan. Selain itu, mobilitas terjadi karena kota metropolitan

memiliki keberagaman jenis fasilitas untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Kebutuhan

dalam hal ini terkait dengan jenis mobilitas yang disebutkan sebelumnya yang antara lain

kebutuhan bekerja, kebutuhan hunian, kebutuhan perjalanan baik untuk tujuan berbelanja,

rekreasi, pendidikan dan lainnya.

Berdasarkan ciri metropolitan yang telah disebutkan (jumlah penduduk, spesialisasi

fungsi, dan kemudahan mobilitas) dapat disimpulkan bahwa kawasan metropolitan

merupakan kawasan yang terdiri dari kota inti dan kota-kota satelit yang memiliki tingkat

konsentrasi penduduk tinggi dengan beragam aktivitasnya sehingga terdapat hubungan antar

wilayah yang akan menimbulkan mobilitas tertentu sesuai dengan potensi internal kota

didalamnya. Secara aplikatif dalam penjelasan Kementrian Pekerjaan Umum mengenai

Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan Tahun 2009 disebutkan bahwa Metropolitan

adalah:

1) Skala besar ditunjukan dengan jumlah penduduk yang lebih dari 1 juta jiwa

2) Kepandatan penduduk kotar > 60 jiwa per hektar

3) Batas kawasan metropolitan adalah batas fungsional yang mencakup wilayah administrasi

dari pusat (kota inti) atau sub pusat (kota satelit) yang terintergrasi. Terintegrasi

ditunjukan dengan peran ekonomi pusat yang jauh lebih besar dari kota atau kawasan

sekitar berdasarkan jumlah ragam aktifitas jasa dan industri dan jumlah komuter ke pusat

kota yang besar

4) Sistem struktur ruang yang menentukan adanya pusat dan sub pusat jelas dengan bentuk

monosentris atau polisentris

2.1.2.3 Kriteria Kawasan Metropolitan Ideal

Dalam buku metropolitan di Indonesia yang diterbitkan departemen pekerjaan umum

(2006), Kawasan metropolitan yang ideal harus memenuhi empat syarat yaitu dari segi

struktur ruang, kejelasan fungsi, efisiensi pemanfaatan lahan, kemudahan transportasi, dan

ketersediaan fasilitas perkotaan sesuai dengan hirarkinya.

1) Struktur Ruang

Penataan ruang kawasan metropolitan harus mampu menunjukkan struktur tata ruang

yang jelas yang terbentuk karena adanya pusat dan sub-pusat kegiatan yang saling terkait dan

dihubungkan oleh sistem tranportasi yang terpadu. Pusat dan sub-pusat mempunyai skala

Page 31: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

layanan yang harus dapat didefinisikan dengan baik. Pusat kawasan metropolitan, selain harus

dapat melayani seluruh kawasan metropolitan tersebut, juga harus dapat melayani kebutuhan

regional di luar kawasan metropolitan, bahkan nasional, karena tidak dapat disangkal bahwa

kawasan metropolitan mempunyai peran yang sangat strategis di tingkat nasional. Sub pusat

di kawasan metropolitan sebaiknya berupa kota satelit yang berfungsi untuk mendukung Pusat

dalam pengembangan kawasan metropolitan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan

tentunya lingkungan. Ilustrasinya sebagai berikut:

Gambar 2.3 Struktur Ruang Kawasan Metropolitan yang Ideal

Sumber : Metropolitan di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, 2006

2) Kejelasan Fungsi

Struktur perkotaan dalam kawasan metropolitan harus mempunyai kejelasan fungsi

masing-masing, walaupun beberapa perkotaan dapat mempunyai fungsi yang sama. Fungsi

tersebut antara lain dapat berupa pusat bisnis, pusat pemerintahan, pusat pendidikan, pusat

industri, pusat tempat tinggal (dormitory town), dan sebagainya. Kota pusat kawasan

metropolitan biasanya menyandang fungsi sebagai pusat bisnis dan pemerintahan, sedangkan

kota-kota lainnya dapat berfungsi sebagai dormitory town, pusat pendidkan, dan sebagainya.

Dengan adanya kejelasan fungsi tersebut maka diharapkan akan terbentuk sinergi antar kota-

kota tersebut, dan terdapat kejelasan arah pengembangan masing-masing kota tersebut.

Secara internal, di masing-masing kota tersebut juga perlu membentuk struktur tertentu

berupa pusat kota yang berfungsi untuk melayani kota secara keseluruhan, dan sub pusat

yang berfungsi untuk melayani bagian wilayah kota.

Page 32: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Gambar 2.4 Kejelasan Fungsi dalam Kawasan Metropolitan yang Ideal

Sumber : Metropolitan di Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, 2006

3) Efisiensi Pemanfaatan Lahan

Keterbatasan ruang di kawasan metropolitan mengharuskan perencanaan penataan

ruang harus memperhatikan keadilan. Ruang kota digunakan sesuai dengan nilai ruang yang

terbentuk. Kawasan pusat kota misalnya, harus mempunyai kepadatan tinggi dan oleh

karenanya jika untuk perumahan harus perumahan vertikal yang mampu mengakomodasi

penduduk yang lebih banyak dan memungkinkan terjangkau dari berbagai tingkat ekonomi,

tetapi pada saat yang sama mampu memberikan ruang terbuka hijau yang cukup. Dengan

demikian, termasuk dalam efisiensi pemanfaatan ruang ini adalah penyediaan ruang terbuka

hijau yang memadai untuk menjaga keberlanjutan pembangunan

4) Kemudahan Transportasi

Kejelasan struktur menuntut adanya kejelasan sistem jaringan trasportasi. Sistem

jaringan transportasi yang jelas akan memudahkan mobilitas penduduk. Kemudahan

transportasi juga terjadi jika ada pembagian fungsi ruang yang baik termasuk adanya fungsi

campuran di pusat atau sub-pusat kegiatan kawasan metropolitan.

5) Ketersediaan Fasilitas Perkotaan Sesuai dengan Hirarkinya

Fasilitas perkotaan, baik berupa fasilitas pendidikan, maupun antara lain fasilitas

kesehatan, fasilitas RTH, dan fasilitas perdagangan, perlu disediakan secara cukup di semua

kota sesuai dengan hierarkinya. Dukungan fasilitas yang memadai tersebut akan dapat

menunjang setiap kotakota tersebut agar dapat berkembang sesuai dengan fungsinya masing-

masing, dan dengan demikian diharapkan akan mendorong berkembangnya saling sinergi

antar kota kota tersebut.

Page 33: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Berdasarkan sumber lain, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh

metropolitan yang berkelanjutan yaitu:

- Aspek Struktur dan Pola Ruang

Struktur kawasan metropolitan yang ideal dicirikan dengan struktur banyak pusat

(policentric), sedangkan pola ruang kawasan metropolitan yang ideal dicirikan dengan

intensitas tinggi, bentuk kompak, dan tidak menunjukkan gejala pembangunan acak

(Yudistira Pratama & Denny Zulkaidi, 2010)

- Aspek Ekonomi

Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, kawasan metropolitan dicirikan dengan

tiga indikator ideal yaitu (1) pertumbuhan ekonomi yang pesat; (2) sektor basis

mendominasi struktur perekonomian; dan (3) memiliki fungsi khusus diversifikasi

(Yudistira Pratama dkk, 2010)

- Aspek Lingkungan Hidup

Ditinjau dari aspek lingkungan, kawasan metropolitan dicirikan dengan indikator 1)

kualitas udara; (2) kualitas dan kuantitas air; (3) pengelolaan persampahan; dan (4)

pengelolaan air limbah dan sanitasi (Anna Farahdiba dan Denny Zulkaidi, 2010)

2.1.2.4 Bentuk Kawasan Metropolitan

Secara garis, besar terdapat dua bentuk fisik kawasan metropolitan yaitu metropolis

menyebar (dispersed) dan bentuk metropolis memusat (concentrated). Bentuk metropolis

menyebar terdiri dari bentuk metropolis menyebar dan metropolis galaktika. Sedangkan

metropolis memusat terdiri dari metropolis metropolis memusat, metropolis bintang, dan

metropolis cincin (Jayadinata, 986: 221-226).Bentuk fisik kota metropolis tersebut dapat

dijelaskan lebih spesifik sebagai berikut:

Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Fisik Kota Metropolis

No. Bentuk Fisik Karakteristik

Metropolis Menyebar

1 Metropolis

Menyebar Ruang dan Penduduk

Metropolis menyebar terbentuk dengan mengembangkan pertumbuhan bagian. Kota

paling jarang penduduknya dan bagian kota lama dibangun kembali dengan kepadatan

penduduk yang lebih rendah, sehingga kota metropolitan itu akan cepat meluas.

Sehingga kepadatan penduduk kawasan metropolis menyebar relative rendah.

Aktivitas

Kegiatan sosial ekonomi menyebar.

Sarana dan Prasarana

- Prasarana Sosial ekonomi di pusat kota yang lama disebar, sehingga produksi

pertanian dan bahan makanan, kantor, pabrik, museum, perguruan tinggi, dan

rumah sakit tersebar kemana-mana.

- Kepadatan penduduk yang rendah dan kegiatan sosial dan ekonomi yang

menyebar memerlukan kendaraan pribadi dalam transportasi dan memerlukan

komunikasi untuk menjembatani jarak antarnodal.

2 Metropolis Ruang dan Penduduk

Page 34: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Galaktika Galaktika adalah susunan bintang di dalam semesta yang meliputi jutaan bintang.

Metropolis galaktika terjadi dari permukiman kota kecil, berpenduduk rapat,

dipisahkan sejauh beberapa kilometer oleh kawasan pertanian dengan kepadatan

penduduk yang rendah.

Aktivitas

Kegiatan sosial ekonomi terbagi menjadi berbagai unit kecil.

Sarana dan Prasarana

Arus lalu lintas menyebar, tetapi akan memusat saat menuju permukiman atau pusat

kelompok permukiman kota itu.

Metropolis Memusat

1 Metropolis

Memusat Ruang dan Penduduk

- Metropolis memusat memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.

- Banyak penduduk yang tinggal di apartemen, rumah susun dan sebagainya.

Aktivitas

- Kegiatan sosial ekonomi yang tinggi.

- Biaya hidup mungkin dapat lebih rendah karena mudahnya pelayanan dan

transportasi yang efisien akibat penduduk yang banyak, tetapi terdapat suatu

tingkatan tertentu dimana kepadatan penduduk yang sangat tinggi akan

menyulitkan komunikasi antar penduduk.

Sarana dan Prasarana

- Sistem lalu lintas lebih khusus dengan berbagai model transportasi menurut jalur

masing-masing, alat transportasi umum lebih diperlukan daripada kendaraan

pribadi, dan diperlukan juga jalan bebas kendaraan (pedestrianisasi), jalan untuk

pejalan kaki di samping jalan raya (sidewalks) dan sabuk luncur (flying belt).

- Tingkat jangkauan sangat tinggi, baik ke berbagai kegiatan khusus maupun ke

alam terbuka dan pedesaan di pinggir kota, kota sendiri merupakan tempat

berbagai pertemuan secara periodik

2 Metropolis

Bintang

Metropolis bintang memiliki pusat kota utama dengan pola kepadatan penduduk pada

wilayah pusat berbentuk bintang dengan perpanjangan beberapa bagian kota linier

seperti lengan di alam terbuka. Inti kota utama sebagai pusat kota dikelilingi oleh

banyak kota kedua yang terletak di sepanjang lengan-lengan linier tersebut. Lengan-

lengan kota metropolitan ini mempunyai kepadatan penduduk yang sedang, lebih

tinggi daripada metropolis menyebar, tetapi lebih rendah daripada pusat-pusat.

Pertumbuhan dapat berlangsung keluar dari lengan-lengan dan perubahan-perubahan

dapat dilakukan dengan mudah karena kepadatan penduduk lebih rendah daripada di

bagian inti utama serta tersedianya lahan pertanian dapat mendukung perkembangan

kawasan linier tersebut.

3 Metropolis

Cincin Ruang dan Penduduk

Kawasan kota inti memiliki kepadatan penduduk yang rendah, sedangkan kepadatan

tinggi terdapat di sekeliling tengah kota sehingga bentuk ini menyerupai cincin atau

kue donat.

Sumber : Adisasmita, Rahardjo.Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. 2010

Menurut Sikandar dan Malik dalam Jayadinata (1990: 226-227), pada pengembangan

tiap bentuk kota metropolitan di atas, masing-masing terdapat beberapa masalah (kekurangan)

yakni:

1. Permasalahan kota metropolitan menyebar adalah pilihan terbatas, interaksi yang

lemah, biaya yang tinggi, citra kota metropolitan kurang hidup.

2. Metropolis galaktika dengan banyak permukiman kota yang kecil lebih banyak

memberikan kemungkinan, tetapi mempunyai beberapa masalah seperti dalam

interaksi dan biaya serta lebih sulit direalisasikan.

3. Dalam kota metropolitan yang memusat, wilayah inti yang padat menyebabkan biaya

yang memberatkan, kurang nyaman, sulit partisipasi, dan sulit penyesuaian.

Page 35: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

4. Kota metropolitan bintang keadaannya lebih baik, jika kemacetan di pusat kota dapat

dihindari, tetapi bentuk fisik kota ini kurang bermanfaat jika ukurannya semakin besar.

2.1.2.5 Struktur Ruang Kawasan Metropolitan

Struktur ruang kawasan metropolitan dapat ditinjau dari jumlah dan keterkaitan antara

pusat dan sub pusat, serta dari tipologi kawasannya. Apabila ditinjau berdasarkan pusat –

pusat pelayanannya, kawasan metropolitan memiliki struktur sebagai berikut:

1) Mono centered

Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub

pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.

2) Multi nodal

Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang saling terhubung

satu sama lain. Sub sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga

terhubung langsung dengan pusat.

3) Multi centered

Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lainnya.

4) Non centered

Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat. Semua node

memiliki hirarki yang sama dan saling terhubung antara yang satu dengan yang lainnya.

Sumber : Sinulingga (2005)

Sumber : Wiegen (2005)

Gambar 2.5 Struktur Kota Metropolitan Berdasarkan Keberadaan Pusat Pelayanan

Sedangkan apabila ditinjau dari tipologi kawasannya, makastruktur ruang kawasan

metropolitan terdiri pusat kota (kota metropolitan), kawasan sub urban, dan kota satelit.

Page 36: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Gambar 2.6 Struktur Ruang Kawasan Metropolitan

2.1.2.6 Bentuk Ruang Kota yang Berkelanjutan

Bentuk suatu ruang kota atau wilayah dapat dikenali berdasarkan pola penggunaan

lahan atau sebaran lahan terbangun di suatu wilayah. Dalam ilmu perwilayahan sebaran

penggunaan lahan ini dapat disebut sebagai pola keruangan atau morfologi kota/ wilayah.

Morfologi kota adalah sebuah pendekatan dalam memahami kota sebagai suatu kumpulan

geometris bangunan dan artefak dengan konfigurasi kesatuan ruang fisik tertentu produk dari

perubahan sosio-spatialnya. Berdasarkan pada kenampakan morfologi/ bentuk kota serta jenis

penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999) mengemukakan beberapa

alternative model bentuk kota. Secara garis besar ada 7(tujuh) model bentuk kota yaitu:

1. Bentuk Satelit dan Pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans) yaitu kota

utama dengan kota-kota kecil memiliki hubungan pertalian fungsional yang efektif dan

efisien. Kota-kota satelit berfungsi sebagai penyerap mengalirnya arus urbanit yang

sangat besar ke kota utama. Bentuk kota ini memiliki ciri adanya concentric

development yang mendominasi areal kekotaannya pada main urban center maupun

kota-kota satelitnya. Contoh : Kota Stockholm, London, Copenhagen, Jabodetabek,

Gerbang Kertasusila, dan Bandung Raya

2. Bentuk Stellar atau Radial (stellar or radial plans) yaitu setiap lidah dibentuk pusat

kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang

menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru

kota, tempat rekreasi, dan tempat olahraga bagi penduduk kota. Bentuk ini paling cocok

untuk kota yang perkembangan areal kekotaannya didominasi oleh ribbon development.

3. Bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan utama

yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka.

Contoh ring cities adalah Randstad Holland di Belanda.

4. Bentuk linier bermanik (beaded linier plans), dimana pusat perkotaan yang lebih kecil

tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya terbatas

Page 37: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, di pinggir jalan biasanya ditempati

bangunan komersial sedangkan di belakangnya ditempati permukiman penduduk.

5. Bentuk inti/kompak (the core or compact plans) yaitu perkembangan kota yang

biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertical sehingga memungkinkan

terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil.

6. Bentuk memencar (disperted city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar dan

kompak terdapat beberapa urban center, dimana masing-masing pusat mempunyai grub

fungsi-fungsi khusus dan berbeda satu sama lain. Bentuk ini pertama kali disarankan

oleh Frank Llyod Wright sebagai bentuk yang mengatasi kelemahan-kelemahan yang

ada pada “compact city”.

7. Bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya dibangun di

bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada

permukaan bumi, bagian atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian

yang tetap hijau. Beberapa fungsi-fungsi perkotaan memang sudah dicoba di beberapa

kota di Jepang seperti Tokyo, Osaka, dan beberapa yang lain.

Ketujuh alternative model kota tersebut merupakan model kota yang berkelanjutan

selama bentuk tersebut diadopsi berdasarkan sifat “urban sprawl” di atas kemungkinan

“trend” perkembangan yang akan datang. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi

pemborosan sumberdaya. Sebagi contohnya suatu wilayah yang pola perkembangan arealnya

didominasi oleh ribbon development dan sudah membentuk ribbon city adalah tidak bijaksana

jika wilayah tersebut dipaksakan untuk membentuk kompak membulat ( Yunus, 2008).

Gambar 2.7 Alternatif Model Bentuk Kota yang Berkelanjutan

Sumber : Hudson dalam Yunus, 2008

Page 38: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

2.1.2.7 Keterkaitan Kota Inti, Kota Satelit, dan Sub-Urb pada Kawasan Metropolitan

Kota Inti

Terdapat banyak istilah yang mendefinisikan kota inti kawasan metropolitan sebagai

kota pusat. Secara singkat, semua definisi tersebut menyebutkan bahwa kota inti merupakan

pusat kegiatan di kawasan metropolitan. Kota inti merupakan suatu kawasan yang terdiri dari

pusat kota dan selaput inti kota (Yunus, 2006). Pusat kota adalah wilayah di dalam kota inti,

dimana kegiatan utama kota berada. Dalam mengenali CBD ini, Hadi Sabari Yunus

menyarankan tidak menggunakan istilah sentral maupun tidak sentral melainkan primary

business district, secondary business district, tertiary business district, quartenary business

district dengan mendasarkan pada peranan masing-masing business district dalam konstelasi

perekonomian kota. Sedangkan selaput inti kota merupakan daerah yang berada di luar pusat

kegiatan dan berbatasan langsung dengannya. Daerah ini merupakan daerah permukiman

padat dan dihuni oleh penduduk yang sangat banyak pula sehingga dari segi kepadatan

penduduk juga menunjukkan tingkat yang sangat tinggi.

Kota Satelit dan Sub-Urb

Kota satelit dalam kawasan metropolitan pada awalnya merupakan kawasan pinggiran

atau urban fringe. Hal yang membedakan suburbs dengan kota satelit dapat dilihat dari fungsi

utama dan kemampuan ekonomi serta sosial.

Tabel 2.2 Perbedaan Suburbs dan Kota Satelit

Perbedaan Suburbs Kota Satelit

Perananan /

Fungsi

Utama

- Permukiman kekotaan (kota kecil yang

berkembang di sekitar kota besar) yang

hanya dimanfaatkan untuk tidur semata

di malam hari bagi penduduk yang

bekerja di kota terdekat pada siang hari

(dormitory town).

- Permukiman kekotaan yang tidak hanya

dimanfaatkan untuk tidur semata di malam

hari saja, tetapi memberikan kontribusi

terhadap pengembangan wilayah dalam

bentuk komoditas, jasa, dan informasi.

- Peranannya mirip dengan kota besar,

sebagian besar kebutuhan penduduknya

dapat dipenuhi sendiri, tetapi dalam hal

ketergantungan pada kota besar terdekat

masih ada.

Kemampuan

Ekonomi

dan Sosial

- Hanya berfungsi sebagai penerima

komoditas dan pemasok tenaga kerja baik

ke kota besar terdekat (kota inti) maupun

ke kota satelit.

- Tiak ada fungsi-fungsi kekotaan yang

berfungsi sebagai tempat bekerja bagi

penduduk (working opportunities)

sehingga dapat dikatakan bahwa suburbs

tergantung sepenuhnya pada kota besar

terdekat, khususnya dari segi ekonomi.

- Memiliki kemampuan ekonomi dan social

yang memadai untuk memenuhi kebutuhan

pekerjaan bagi penduduknya dan mungkin

bagi penduduk suburbs di dekatnya. Di

dalam kota satelit juga telah berkembang

industry/ pabrik/ kantor/ institusi tertentu

sebagai penjual komoditas dan dengan

sendirinya juga penerima tenaga kerja.

Sumber : Megapolitan, Hadi Sabari Yunus, 2006

Page 39: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

2.1.3 PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

2.1.3.1 Definisi Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable

development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam WorldConservation

Strategy (Strategi Konservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment

Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature andNatural Resources

(IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Menurut Brundtland Report

dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota,

bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa

mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Salah satu faktor yang harus

dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki

kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan

sosial.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan ini kemudian dipopulerkan melalui laporan

WCED berjudul “Our Common Future” (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada

1987. Laporan ini mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang

memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang

untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Di dalam konsep tersebut terkandung dua

gagasan penting. Pertama, gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial kaum miskin

sedunia yang harus diberi prioritas utama. Kedua, gagasan keterbatasan, yang bersumber pada

kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi

kebututuhan kini dan hari depan. Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus

dituangkan dalam gagasan keberlanjutan di semua negara, baik negara maju maupun negara

berkembang.

2.1.3.2 Kriteria Pembangunan yang Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih

luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan

ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar

Pembangunan berkelanjutan). Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World

Summit 2005 menyebut ketiga pilar tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong

bagi pembangunan berkelanjutan. Idealnya, ketiga hal tersebut dapat berjalan bersama-sama

dan menjadi focus pendorong dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam buku “Bunga

Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21” (Buku 1) Sarosa menyampaikan

bahwa pada era sebelum pembangunan berkelanjutan digaungkan, pertumbuhan ekonomi

Page 40: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

merupakan satu-satunya tujuan bagi dilaksanakannya suatu pembangunan tanpa

mempertimbangkan aspek lainnya.

Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikator pembangunan

yang berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial,

politik, dan budaya. Sejalan dengan pemikiran tersebut, terdapat beberapa pakar yang

mengemukakan kriteria dan indikator pembangunan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Kriteria Pembangunan yang Berkelanjutan

Ahli Kriteria Indikator Sumber

Djajadiningrat

(2005)

1. Keberlanjutan Ekologis

2. Keberlanjutan di Bidang

Ekonomi

3. Keberlanjutan Sosial dan

Budaya

4. Keberlanjutan Politik

5. Keberlanjutan Pertahanan

Keamanan

buku Suistanable

Future

Brundland,

G.H, 1987

1. Keberlanjutan Ekonomi

2. Keberlanjutan Lingkungan

3. Keberlanjutan Sosial

1. Pertumbuhan ekonomi untuk

pemenuhan kebutuhan dasar.

2. Lingkungan untuk generasi

sekarang dan akan datang.

3. Pemenuhan kebutuhan dasar

bagi semua.

Indikator

Pembangunan

Berkelanjutan di

Indonesia,

Buletin Penataan

Ruang. Januari-

Februari 2009

ICPQL (1996)

1. Keberlanjutan Ekonomi

2. Keberlanjutan Lingkungan

3. Keberlanjutan Sosial

1. Ekonomi kesejateraan

2. Keseimbangan Lingkungan

yang sehat

3. Keadilan sosial, kesetaraan

gender, rasa aman,

menghargai diversitas

budaya.

Indikator

Pembangunan

Berkelanjutan di

Indonesia,

Buletin Penataan

Ruang. Januari-

Februari 2009

Becker, F.et.al

(1997)

1. Keberlanjutan Ekonomi

2. Keberlanjutan Lingkungan

3. Keberlanjutan Sosial

1. Ekonomi kesejahteraan

2. Lingkungan adalah dimensi

sentral dalam proses sosial.

3. Penekanan pada proses

pertumbuhan sosial yang

dinamis, keadilan sosial, dan

kesetaraan.

Indikator

Pembangunan

Berkelanjutan di

Indonesia,

Buletin Penataan

Ruang. Januari-

Februari 2009

Agus Dharma 1. Environment Sustainability

2. Economic Sustainability

3. Social Sustainability

Environment Sustainability

- Ecosistem integrity

- Carrying Capasity

- Biodiversity

Economic Sustainability

- Growth Development

- Productivity Trickling Down

Social Sustainability

- Cultural Identity

- Empoverment

- Accessibility

- Stability

- Equity

Paper Sustainable

Compact City

sebagai

alternative Kota

Hemat Energi,

2005

Page 41: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Dari beberapa teori pembangunan berkelanjutan tersebut diketahui bahwa pencapaian

keberlanjutan ketiga aspek yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial akan menciptakan

kehidupan yang baik. Dalam penelitian kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai

metropolitan berkelanjutan ini memiliki focus utama pada aspek fisik sehingga untuk

mengetahui keberlanjutannya maka kriteria keberlanjutan lingkungan menjadi tolok ukur

yang diperhitungkan. Dalam metropolitan berkelanjutan, struktur ruang maupun pola ruang

yang ada hendaknya sesuai dengan daya dukung lingkungan yang dimilikinya agar

keberlanjutan wilayah tersebut memiliki life-span yang lama.

2.2 KERANGKA PEMIKIRAN

Kawasan metropolitan berkelanjutan berarti memenuhi syarat/ kriteria ideal suatu

kawasan metropolitan serta memenuhi kriteria keberlanjutan dari aspek lingkungan, social,

dan ekonomi. Kriteria fisik lingkungan dalam konteks ruang wilayah dapat dibedakan

menjadi dua yaitu fisik alami yang menyangkut air dan lahan yang berkaitan erat dengan daya

dukung lingkungan, serta aspek fisik buatan yang tercermin dalam struktur dan pola ruang

kawasan. Fokus penelitian ini terbatas pada komponen fisik lingkungan yang terdiri atas

struktur ruang, pola ruang, dan daya dukung lingkungan. Struktur ruang adalah adalah

susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi

sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki

hubungan fungsional, pola ruang adalah peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi

peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya,

sedangkan daya dukung lingkungan adalah batas maksimal penduduk yang dapat dipenuhi

kebutuhannya. Daya dukung lingkungan inilah yang digunakan sebagai alat ukur untuk

menilai keberlanjutan metropolitan dari aspek struktur dan pola ruang, selain menggunakan

Environment

Economy Society

Economic Sustainability

- Growth Development

- Productivity Trickling

Down

Environment Sustainability

- Ecosistem integrity

- Carrying Capasity

- Biodiversity Human Well Doing

Social Sustainability

- Cultural Identity

- Empoverment

- Accessibility

- Stability

- Equity

Gambar 2.8 Kriteria Pembangunan yang Berkelanjutan

Sumber : Agus Dharma dalam Paper Sustainable Compact City sebagai alternative Kota Hemat Energi,

2005

Page 42: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

kriteria metropolitan yang ideal yang tercantum dalam sub bab kriteria metropolitan yang

ideal. Sebagai gambarannya, kriteria metropolitan yang ideal digunakan untuk

mengidentifikas kondisi eksisting saat ini apakah sudah memenuhi persyaratan sebagai

metropolitan, kemudian untuk mengetahui keberlanjutannya maka kondisi eksisting ini

dibandingkan dengan daya dukung lingkungan yang dimilikinya, sehingga kemudian akan

muncul sebuah temuan yang dapat menjawab apakah dengan kondisi dan tren kecenderungan

saat ini maka metropolitan yang terbentuk memiliki sifat keberlanjutan di masa yang akan

datang.

Pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan fokus penelitian yaitu struktur ruang,

pola ruang, dan daya dukung lingkungan antara lain 1) isu yang terjadi di kawasan perkotaan

Surakarta seperti yang telah disebutkan dalam latar belakang adalah masalah yang terkait

dengan kondisi struktur ruang, pola ruang, dan daya dukung lingkungan, 2) struktur ruang,

pola ruang, dan daya dukung lingkungan merupakan komponen utama dalam dokumen

perencanaan sehingga hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan, dan 3)

pertimbangan ketersediaan data.

Gambar 2.9 Kerangka Pemikiran

Sumber : Analisis Peneliti, 2012

Berdasarkan teori yang telah disebutkan sebelumnya dapat disintesakan bahwa suatu

metropolitan berkelanjutan harus memenuhi kriteria ideal suatu metropolitan sekaligus

pembangunan yang berkelanjutan. Dari aspek fisik, persyaratan metropolitan yang ideal

adalah

- Struktur banyak pusat (polycentric) yang terdiri dari CBD dan beberapa pusat-pusat

kegiatan atau sub pusat.

- Struktur perkotaan kawasan metropolitan memiliki kejelasan fungsi masing-masing.

- Adanya pusat dan sub pusat di dalam masing-masing kota baik inti maupun satelit yang

berfungsi melayani kota keseluruhan dan bagian wilayah kota.

Metropolitan Berkelanjutan

( Memenuhi Kriteria Ideal)

Fisik Ekonomi Sosial

Fisik Alami Fisik Buatan

Air, Lahan

Struktur :

Sistem Pusat Aktivitas,

Jaringan Transportasi

Daya Dukung Lingkungan Pola : Penggunaan

Lahan (Diversifikasi),

Intensitas

Page 43: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

- Skala layanan pusat dan sub pusat terdefinisikan dengan baik yaitu yaitu pusat kawasan

metropolitan harus dapat melayani seluruh kawasan metropolitan, sedangkan sub pusat

berfungsi mendukung pusat dalam pengembangan kawasan.

- Pusat dan sub pusat yang dihubungkan system transportasi terpadu yaitu ketersediaan

jaringan jalan dan moda transportasi umum, dan

- Memiliki bentuk ruang yang berkelanjutan yang dapat ditinjau dari bentuk ruang yang

terbentuk.

Sedangkan persyaratan dari segi pembangunan berkelanjutan adalah adanya keberlanjutan

lingkungan dengan tolok ukur daya dukung lingkungan. Dengan menggabungkan kedua

persyaratan tersebut maka diperoleh tolok ukur metropolitan berkelanjutan sebagai berikut:

Tabel 2.4 Variabel, Sub Variabel, Indikator, dan Tolok Ukur

Variabel Sub Variabel Indikator Tolok Ukur

Struktur

Ruang

1. Sistem pusat

sub pusat

2. Jaringan

Transportasi

Orde Perkotaan 1. Struktur banyak pusat (polycentric) yang

terdiri dari CBD dan beberapa pusat-

pusat kegiatan atau sub pusat.

2. Struktur perkotaan kawasan

metropolitan memiliki kejelasan fungsi

masing-masing.

Jangkauan pelayanan pusat

dan sub pusat

1. Adanya pusat dan sub pusat di dalam

masing-masing kota baik inti maupun

satelit yang berfungsi melayani kota

keseluruhan dan bagian wilayah kota.

2. Skala layanan pusat dan sub pusat

terdefinisikan dengan baik yaitu yaitu

pusat kawasan metropolitan harus dapat

melayani seluruh kawasan metropolitan,

sedangkan sub pusat berfungsi

mendukung pusat dalam pengembangan

kawasan.

1. Aksesibilitas

2. Mobilitas

3. Ketersediaan angkutan

masal

Pusat dan sub pusat yang dihubungkan

system transportasi terpadu yaitu

ketersediaan jaringan jalan dan moda

transportasi umum.

Pola Ruang 1. Intensifikasi

2. Diversitas

Penggunaan

Lahan

1. Diversifiikasi

Penggunaan Lahan

2. Intensitas Penggunaan

Lahan

Memiliki bentuk ruang yang berkelanjutan

dan sesuai dengan daya dukung lingkungan.

Daya

Dukung

Lingkungan

1. Lahan

2. Air

1. Daya tampung lahan

2. Daya dukung

sumberdaya air

1. Minimal 1 juta penduduk bisa

ditampung di wilayah dan/atau kawasan,

dengan pengertian masih dalam batas

kemampuan lahan.

2. Minimal 1 juta penduduk masih bisa

mendapatkan air baku untuk memenuhi

kebutuhannya.

Sumber : Analisis Peneliti

Page 44: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab metode penelitian ini akan dijabarkan jenis dan pendekatan penelitian, metode

penelitian, metode pengumpulan data, kerangka analisis, dan metode analisis.

3.1 JENIS PENELITIAN

Berdasarkan pendekatan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian deduktif.

Penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori yang telah ada.

Teori yang telah ada digunakan untuk merumuskan variable dan tolok ukur penelitian yang

dijadikan pedoman untuk menjawab tujuan penelitian. Sedangkan berdasarkan metode yang

digunakan, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini

menggunakan analisis kuantitatif kemudian menjabarkannya dalam bentuk deskriptif untuk

menjawab tujuan penelitian.

3.2 LOKUS PENELITIAN

Kawasan metropolitan merupakan sebuah aglomerasi perkotaan yang terdiri atas kota

inti dan kota-kota satelit, di mana terdapat pembagian tugas antara kota besar (kota inti)

dengan sekelilingnya (satelit) dalam hal pelayanan, sehingga dikatakan bahwa kota inti dan

satelit mempunyai kaitan yang erat. Kaitan yang erat ditandai dengan adanya penduduk

penglaju (commuter) antara kota inti dan kota satelit (Adisasmita, 2010) .

Dari pengertian di atas terdapat tiga komponen penting yang harus digaris bawahi yaitu

1) Metropolitan merupakan aglomerasi ruang perkotaan, 2) Metropolitan terdiri atas kota inti

dan kota satelit, 3) Keterkaitan antara kota inti dan satelit dilihat dari adanya arus commuter.

1. Metropolitan merupakan aglomerasi ruang

Dalam mendefinisikan aglomerasi perkotaan, peneliti menggunakan perspektif modern

yang mengenali bahwa aglomerasi tidak hanya didorong oleh kekuatan sentripetal dengan

konsep penghematan saja, melainkan aglomerasi dapat terbentuk dengan adanya

kekuatan sentripetal dan sentrifugal sehingga terjadi pergerakan/ perkembangan ke arah

luar kota. Fenomena inilah yang sedang terjadi di Kota Surakarta, dapat dilihat dengan

meluasnya kawasan perkotaan ke wilayah di sekitarnya yang kemudian membentuk

struktur ruang perkotaan yang lebih luas (Hasil analisis dan RTRW Surakarta Tahun

2007-2026). Dalam hal ini, kawasan perkotaan yang terbentuk di sekitar surakarta

menjadi bagian dari lokus penelitian. Kawasan perkotaan tersebut, secara administratif

Page 45: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

terdiri atas Kecamatan Jaten, Mojolaban, Grogol, Baki, Kartasura, Colomadu, dan

Ngemplak (RTRW Surakarta Tahun 2007-2026).

2. Metropolitan terdiri atas kota inti dan satelit

Dalam struktur wilayah regional, Kota Surakarta merupakan bagian dari regional

Subosukowonosraten dengan Kota Sragen, Kota Karanganyar, Kota Sukoharjo, Kota

Wonogiri, Kota Klaten, dan Kota Boyolali sebagai kota-kota satelit.

3. Keterkaitan kota inti dan satelit dilihat dari adanya arus commuter

Commuter yang menuju Kota Surakarta berasal dari berbagai wilayah di regional

Subosukowonosraten, tidak terkecuali dari kota-kota satelitnya tanpa terkecuali dengan

intensitas yang berbeda. Fenomena ini dapat dilihat dari pergerakan masyarakat dari luar

kota Surakarta yang masuk ke Surakarta pada jam-jam kerja dan masuk sekolah dengan

menggunakan kendaraan plat AD, dimana plat AD merupakan plat kendaraan di

regional Subosukowonosraten.

Dengan demikian maka kawasan perkotaan sekitar Surakarta (Kecamatan Jaten,

Mojolaban, Grogol, Baki, Kartasura, Colomadu, dan Ngemplak), Kota Sragen, Kota

Karanganyar, Kota Sukoharjo, Kota Wonogiri, Kota Klaten, dan Kota Boyolali memenuhi

syarat sebagai populasi penelitian. Dikarenakan posisi kota-kota satelit seperti Kota Sragen,

Kota Klaten, Kota Karanganyar, Kota Klaten, dan Kota Boyolali terletak antara dua pusat

pertumbuhan yaitu kawasan perkotaan Surakarta dan kawasan perkotaan lain maka dilakukan

analisis gravitasi. Analisis gravitasi dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh dua pusat

pertumbuhan tersebut lain sehingga dapat diketahui kecenderungan ketergantungan wilayah

yang hirarkinya lebih kecil. Wilayah yang memiliki nilai gravitasi lebih besar dari pusat

pertumbuhan lain dibandingkan dengan nilai gravitasinya ke kawasan perkotaan Surakarta

maka tidak akan menjadi lokus penelitian. Perhitungan gravitasi dihitung berdasarkan jumlah

penduduk dan jarak antar wilayah (panjang jalan penghubung). Rumus gravitasi yang

digunakan sebagai berikut:

G = k x

Pi x Pj

Keterangan

G = Nilai gravitasi

P = Jumlah penduduk

Dij = jarak antar daerah I dan j

k = sebuah konstanta (100)

dij2

Untuk mengetahui kecenderungan kebergantungan Kota Sragen dan Kota Karanganyar,

peneliti membandingkan gaya tarik Kota Surakarta dengan Kota Madiun, sedangkan untuk

mengetahui kecenderungan kebergantungan Kota Boyolali, peneliti membandingkan gaya

tarik Kota Surakarta dan Kota Salatiga. Kota Madiun dan Kota Salatiga dipilih dengan

pertimbangan kota tersebut merupakan kota dengan hirarki yang lebih tinggi dibandingkan

Page 46: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

kota yang diuji gaya tariknya. Untuk mengetahui gaya tarik Kota Klaten, peneliti

membandingkan gaya tarik kawasan perkotaan Jogjakarta dan kawasan perkotaan Surakarta.

Tabel 3.1 Perhitungan Gravitasi untuk Menentukan Lokus Penelitian

Kota Satelit

Jumlah

Penduduk

Tahun 2010

Jarak dengan

Kota

Surakarta

(Km)

Jarak dengan

Kawasan

Perkotaan

Lain (Km)

Nilai Gravitasi

Kota Surakarta

Nilai Gravitasi

Kawasan

Perkotaan Lain

Kota Sragen 73537 26,53 81,00 6.122.910.723,57 191.619.869,96

Kota Karanganyar 77413 14,73 81,54 20.909.079.939,02 199.056.862,35

Kota Klaten 127974 30,00 25,00 15.908.362.624,00 26.500.971.347,52

Kota Boyolali 77755 25,99 27,00 6.745.937.066,84 1.816.757.840,88

Keterangan:

Jumlah penduduk Kota Madiun tahun 2010 adalah 170.964 jiwa, penduduk kawasan perkotaan Yogjakarta adalah

1.294.253 jiwa, Kota Salatiga adalah 170.332, Kota Surakarta adalah 586039, dan kawasan perkotaan Surakarta adalah

1.118.784 jiwa. (sumber: Badan Pusat Statistik dan Sesnsus Penduduk Tahun 2010)

Sumber: Hasil Analisis berdasarkan data tahun 2010

Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus gravitasi, dapat diketahui bahwa wilayah

yang mendapatkan pengaruh Kawasan Perkotaan Surakarta lebih besar daripada kawasan

perkotaan lain adalah Kota Sragen, Kota Karanganyar, dan Kota Boyolali. Kota Klaten lebih

tertarik ke kawasan perkotaan Yogjakarta sehingga tidak dimasukkan dalam lokus penelitian.

Peneliti kemudian menggunakan teknik pengambilan sampel dengan orientasi arah mata

angin dengan memperhatikan kedekatan dengan Kota Surakarta (terkait dengan kemudahan

commuter menjangkau Kota Surakarta yang merupakan salah satu indikator metropolitan)

dalam mengambil sampel kota satelit.

Gambar 3.1 Lokus Penelitian

Sumber : Analisis Peneliti

Dengan metode pemilihan sampel berdasarkan orientasi mata angin, Kota Sragen

terpilih mewakili wilayah utara, Kota Karanganyar mewakili wilayah timur, dan Kota

Boyolali mewakili arah barat. Kota Sukoharjo dan Kota Wonogiri terletak di bagian selatan

Kota Surakarta dan sama-sama dilalui jalan kolektor. Akan tetapi Kota Sukoharjo terletak

lebih dekat dengan Kota Surakarta dan nilai gravitasinya lebih besar dibandingkan Kota

Page 47: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Wonogiri maka Kota Sukoharjo terpilih menjadi sampel penelitian mewakili wilayah selatan.

Dengan demikian maka lokus utama penelitian yang terpilih adalah Kota Surakarta, KP

sekitar Surakarta ( Jaten, Mojolaban, Grogol, Baki, Kartasura, Colomadu, dan Ngemplak),

Kota Sukoharjo, dan Kota Boyolali. Lokus penelitian secara administrative memiliki luas

38577,38 Ha dengan jumlah penduduk 1.432.655 jiwa pada tahun 2010.

Tabel 3.2 Luas Lokus Penelitian

No. Sub Wilayah Luas (Ha) No. Sub Wilayah Luas (Ha)

1 Kota Surakarta 4404,06 7 Kecamatan Colomadu Karanganyar 1564,17

2 Kota Sragen 2672,00 8 Kecamatan Mojolaban Sukoharjo 3554,00

3 Kota Karanganyar 4302,64 9 Kecamatan Grogol Sukoharjo 3000,00

4 Kota Sukoharjo 4458,00 10 Kecamatan Baki Sukoharjo 2197,00

5 Kota Boyolali 4095,00 11 Kecamatan Kartosuro Sukoharjo 1923,00

6 Kecamatan Jaten Karanganyar 2554,81 12 Kecamatan Ngemplak Boyolali 3852,70

Luas Total 38577,38

Sumber : BAPPEDA masing-masing kabupaten/kota

3.3 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik mencatat laporan

statistik, mempelajari laporan pembangunan wilayah penelitian, observasi, interpretasi peta,

satelit, dan foto udara.

1) Teknik Mencatat Laporan Statistik

Salah satu sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian adalah catatan statistik

yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik atau institusi pemerintah lainnya .

2) Mempelajari Laporan Pembangunan Wilayah Penelitian

Selain catatan statistik, data-data juga akan dikumpulkan dari laporan pembangunan

wilayah seperti monografi dan dokumen perencanaan pembangunan daerah.

3) Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan jalan mengadakan

pengamatan langsung pada objek dan wilayah yang diteliti dan pengenalan wilayah

secara cepat untuk memperoleh informasi. Observasi dilakukan dengan peninjauan

langsung ke lapangan untuk mencocokkan data sekunder yang diperoleh dari instansi

maupun untuk mendapatkan gambaran riil lokasi penelitian. Objek kajian observasi

dalam penelitian ini adalah objek bukan makhluk hidup yang bersifat artificial seperti

kompleks permukiman, jaringan jalan, dll. Instrumen yang digunakan dalam kegiatan

observasi meliputi peta, kamera, daftar isian, alat perekam, dan buku catatan.

4) Interpretasi Peta, Citra Satelit, dan Foto Udara

Peta, citra satelit, dan foto udara merupakan model bagian permukaan bumi yang

digambarkan dari atas. Informasi yang disajikan dalam peta, citra satelit, maupun foto

udara dapat memperlihatkan ukuran, asosiasi keruangan, lokasi, arah/orientasi, topografi,

Page 48: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

jenis pemanfaatan lahan, tutupan vegetasi, dan tutupan lahan. Di samping itu, peta dapat

digunakan untuk memperoleh data terkait profil bentang lahan. Peta juga dapat digunakan

untuk mengetahui perubahan bentuk dan pola ruang apabila disajikan secara time series.

Oleh karena itu, interpretasi peta memiliki peran yang besar dalam pengumpulan data di

penelitian ini.

Tabel 3.3 Jenis Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data

Variabel Jenis Data Sumber

Data Teknik Pengumpulan Data

Struktur

Ruang

1. Demografi

2. Sebaran pusat-pusat aktivitas

3. Sarana Pendidikan, Perdagangan,

Kesehatan, dan Wisata

4. Jaringan jalan

5. Moda transportasi yang

menghubungkan pusat-pusat

kegiatan

BAPPEDA

, BPS,

DPU Bina

Marga,

Observasi

- Teknik Mencatat Data Statistik

- Mempelajari Laporan

Pembangunan Wilayah

- Observasi

- Interpretasi Peta, Citra Satelit/

Foto Udara

Pola Ruang Jenis dan luas penggunaan lahan BAPPEDA

, BPS,

Observasi

- Teknik Mencatat Data Statistik

- Interpretasi Peta, Citra Satelit/

Foto Udara

- Observasi

Daya

Dukung

Lingkungan

1. Daya dukung lahan

- morfologi dan topografi

- kestabilan lereng

- geologi dan geologi permukaan

- penggunaan lahan

- data air tanah dangkal

- curah hujan

- hidrologi dan klimatologi

- Data bencana alam

2. Daya dukung sumber daya air

- Sumber air bersih

- Produktifitas air dirinci

berdasarkan sumber-sumbernya.

BAPPEDA

, DPU,

BPS,

PDAM

- Teknik Mencatat Data Statistik

Sumber : Analisis Peneliti

3.4 KERANGKA ANALISIS

Tahapan untuk menilai kesesuaian struktur ruang, pola ruang, dan daya dukung

lingkungan aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang berkelanjutan sebagai

berikut:

1) Mengidentifikasi struktur ruang, pola ruang, daya tampung lahan, dan daya dukung

sumberdaya air kawasan aglomerasi perkotaan Surakarta.

2) Membandingkannya struktur ruang, pola ruang, daya tampung lahan, dan daya dukung

sumberdaya air dengan tolok ukur penelitian. Hasil perbandingan ini adalah persentase

pencapaian tolok ukur kesesuaian sebagai metropolitan berkelanjutan yang telah

disebutkan dalam kerangka pikir. Akan tetapi, untuk mengetahui keberlanjutan

metropolitannya yang terbentuk maka perlu mengaitkan aspek struktur ruang dan pola

ruang dengan daya dukung lingkungan pada tahap ketiga.

Page 49: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Gambar 3.2 Kerangka Analisis Penelitian

Sumber : Analisis Peneliti

Kondisi Fisik

Lingkungan

(Morfologi, Topografi,

Kestabilan Lereng,,

Geologi, Curah Hujan,

Hidrologi, Klimatologi,

Kebencanaan)

Penggunaan

Lahan

Bentuk Ruang dan

Penggunaan Lahan Dominan

Penduduk

Analisis Hirarki Perkotaan

berdasarkan Jumlah

Penduduk

Sarana

Perkotaan

Analisis Hirarki Perkotaan

berdasarkan Keberadaan

Sarana

Jaringan Jalan

Pusat Aktivitas

Nilai Aksesibilitas

Nilai Mobilitas

Nilai Keselamatan

Moda

Transportasi

Umum

Ketersediaan Moda

Transportasi Penghubung

AntarPusat

Analisis Breaking Point

Anaisis Kemampuan

Pelayanan Sarana

Tolok Ukur 1

Bentuk Struktur Ruang

Tolok Ukur 5

Ketersediaan Jaringan Jalan

dan Moda Transportasi

Penghubung AntarPusat

Tolok Ukur 3

Kemampuan Pelayanan

Internal Wilayah

Tolok Ukur 2

Kejelasan Fungsi Masing-

masing Pusat

Tolok Ukur 4

Skala Pelayanan Pusat dan

Pusat

Sumber Air

Penggunaan Air

1. Analisis Satuan Kelas

Lahan (SKL)

2. Analisis Kemapuan Lahan

3. Analisis Arahan Tutupan

Lahan dan Ketinggian

Bangunan

Analisis Neraca

Kesetimbangan Air

Tolok Ukur 6

Bentuk Ruang

Berkelanjutan

Tolok Ukur 7

Daya Tampung Penduduk

berdasarkan Ketersediaan

Lahan

Tolok Ukur 8

Daya Tampung Penduduk

berdasarkan Ketersediaan

Air

Kesesuaian Struktur

Ruang untuk Mendukung

Terbentuknya

Metropolitan

Berkelanjutan

Kesesuaian Pola Ruang

untuk Mendukung

Terbentuknya Metropolitan

Berkelanjutan

Kesesuaian Daya Dukung

Lingkungan untuk

Membentuk Metropolitan

Berkelanjuta

Keberlanjutan

Struktur Ruang

Metropolitan

yang Terbentuk

Keberlanjutan

Struktur Ruang

Metropolitan

yang Terbentuk

Kesimpulan dan

Rekomendasi

Data Analisis Analisis Ketercapaian Tolok Ukur Analisis Kesesuaian sebagai

Metropolitan Berkelanjutan

perAspek

Keberlanjutan

Metropolitan yang

Terbentuk

Page 50: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

3.5 TEKNIK ANALISIS

Dalam menilai kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang

berkelanjutan peneliti melakukan tiga tahap analisis. Analisis pertama dilakukan untuk

menilai ketercapaian masing-masing tolok ukur yang terdiri atas analisis struktur ruang,

analisis pola ruang, dan analisis daya dukung lingkungan. Analisis kedua dilakukan untuk

menilai kesesuaian dari masing-masing tolok ukur yang telah ditentukan. Dan tahap ketiga

adalah menilai kesesuaian struktur ruang dan pola ruang yang dikaitkan dengan daya dukung

lingkungan, untuk mengetahui keberlanjutan metropolitan yang terbentuk.

Hubungan antara variable penelitian dengan teknik analisis dari analisis tahap pertama

yang digunakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.4 Hubungan Variabel dan Teknik Analisis

Variabel Teknik Analisis Jenis

Analisis Tahun yang Dianalisis

Struktur

Ruang

1. Analisis Hirarki Perkotaan / Orde Kota

2. Analisis Kemampuan Pelayanan Fasilitas

3. Analisis Titik Henti

4. Analisis Aksesibilitas, Mobilitas, dan

Ketersediaan Moda Transortasi Umum

Kuantitatif

Deskriptif

Eksisting ( Data tahun 2010)

dan Kecenderungannya

(2003-2010)

Pola Ruang Analisis Pola Ruang Kuantitatif

Deskriptif

Eksisting ( Data tahun 2010)

dan Kecenderungannya

(2003-2010)

Daya Dukung

Lingkungan

- Analisis Daya Tampung Lahan

- Analisis Daya Dukung Sumber Daya Air

Kuantitatif

Deskriptif

Eksisting ( Data tahun 2010)

Sumber : Analisis Peneliti

3.6.1 Analisis Hirarki Perkotaan

Hirarki perkotaan digunakan untuk mengetahui struktur ruang suatu wilayah ditinjau

dari keberadaan pusat-pusat pelayanan dan untuk memperkirakan luas wilayah pengaruh

suatu kota. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan gabungan faktor jumlah penduduk dan

jumlah sarana perkotaan untuk menetapkan orde perkotaan. Metode ini dipilih dengan

pertimbangan selain dapat memperlihatkan orde suatu kota, juga dapat memperlihatkan

kelebihan dan kekurangannya pada posisi orde yang dimilikinya. Berdasarkan observasi

lapangan kedua faktor tersebut memiliki pengaruh yang sama dalam membuat sebuah kota

dapat menarik pengunjung. Oleh karena itu, kedua faktor tersebut disasumsikan memiliki

bobot yang sama. Hasil penilaian orde perkotaan dengan menggunakan metode gabungan ini

akan mampu menjawab tolok ukur kesesuaian nomor 1, 2, dan 3.

1. Penentuan Hirarki Perkotaan Berdasarkan Jumlah Penduduk

Penentuan hirarki perkotaan berdasarkan jumlah penduduk dilakukan dengan

menentukan jumlah kelas ( jumlah orde perkotaan ) kemudian menentukan interval kelas pada

setiap orde kota. Jumlah kelas dihitung dengan menggunakan Rumus Sturges yaitu

Page 51: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

N = 1 + 3,33 log n dengan n adalah jumlah pusat kegiatan. Interval kelas ditentukan dengan

mengurangi jumlah penduduk terbanyak dan terendah dibagi jumlah kelas. Dengan

menggunakan rumus sturges di atas dapat ditentukan jumlah hirarki kota di aglomerasi

perkotaan Surakarta sebagai berikut ,

N = Jumlah kelas = 1 + 3,33 log n n = jumlah pusat kegiatan

= 1 + 3,33 log 12 = 4.59 ( 5 Kelas )

2. Penentuan Hirarki Perkotaan Berdasarkan Keberadaan Sarana

Terdapat beberapa faktor yang tidak diragukan lagi menciptakan daya tarik sebuah kota

yaitu keberadaan sarana perdagangan, pendidikan, kesehatan, dan rekreasi/ pariwisata

(Tarigan, 2003). Keempat jenis sarana inilah yang digunakan peneliti untuk menentukan

hirarki perkotaan aglomerasi perkotaan Surakarta dengan pertimbangan berdasarkan survey

lapangan keempat jenis sarana tersebut memang sangat mempengaruhi pola pergerakan

commuter yang ada di kawasan aglomerasi perkotaan Surakarta, dan jumlah sarana lain

seperti peribadatan diasumsikan berbanding secara proporsional dengan jumlah penduduk

kota. Jumlah penduduk juga telah digunakan dalam penilaian hirarki kota sehingga dianggap

telah memakili keberadaan sarana tersebut. Cara yang digunakan dalam penentuan hirarki

kota berdasarkan keberadaan sarana sama seperti penentuan hirarki kota berdasarkan jumlah

penduduk. Jumlah kelas yang digunakan dalam penentuan hirarki kota berdasarkan

keberadaan sarana juga sama dengan jumlah kelas pada hirarki kota berdasarkan jumlah

penduduk.

a. Sarana Perdagangan

Jenis sarana perdagangan yang digunakan untuk menilai hirarki perkotaan adalah pasar

( modern dan tradisional ) serta pertokoan atau toko. Hirarki perkotaan dinilai dengan jumlah

sarana perdagangan tersebut. Dengan cara yang sama seperti penentuan hirarki kota

berdasarkan jumlah penduduk, masing-masing wilayah akan dikelompokkan berdasarkan

interval kelasnya.

b. Sarana Pendidikan

Penilaian hirarki perkotaan berdasarkan fasilitas pendidikan tidak dapat didasarkan atas

jumlah sekolah karena kapasitas atau daya tampung masing-masing sekolah berbeda. Oleh

karena itu, peneliti menggukan jumlah murid sebagai satuan ukur. Agar jumlah murid dari

berbagai jenjang pendidikan dapat dijadikan satu ukuran maka dibuat satuan alat pengukur

sebagai berikut,

Page 52: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Tabel 3.5 Satuan Ukur Siswa untuk Masing-masing Jenjang Pendidikan

No. Jenjang Pendidikan Satuan Ukur untuk satu siswa

1 Perguruan Tinggi ( Universitas ) Strata 1 5

2 SMA dan sederajad 1

3 SMP dan sederajad 0,5

4 SD dan sederajad 0,25

Sumber : Robinson Tarigan, 2003

Jumlah murid yang dimaksud bukanlah jumlah penduduk di wilayah tersebut yang

berusia sekolah, melainkan jumlah siswa yang bersekolah di wilayah tersebut tanpa

menghiraukan asal murid tersebut. Dengan demikian akan lebih dapat menggambarkan daya

tarik sarana pendidikan di suatu perkotaan. Dengan pertimbangan ketersediaan data maka

penilaian hirarki perkotaan berdasarkan sarana pendidikan, peneliti membatasi jenjang

pendidikan yang digunakan sebagai alat ukur adalah jumlah mahasiswa Universitas S1, SMA

dan sederajad, SMP dan sederajad, dan SD dan sederajad.

c. Sarana Kesehatan

Jenis sarana kesehatan yang digunakan untuk menilai hirarki perkotaan adalah rumah

sakit ( tipe A, B, C, dan D), puskesmas, puskesmas pembantu, dan rumah bersalin. Masing-

masing sarana tersebut memiliki kapasitas yang berbeda, sehingga diperlukan satuan ukur

untuk masing-masing jenis sarana. Satuan ukur yang digunakan sebagai berikut,

Tabel 3.6 Satuan Ukur Sarana Kesehatan

No. Jenjang Sarana Kesehatan Satuan Ukur

1 Rumah Sakit Tipe A 2,5

2 Rumah Sakit Tipe B 2

3 Rumah Sakit Tipe C 1,5

4 Rumah Sakit Tipe D 1

5 Puskesmas 0,75

6 Puskesmas Pembantu 0,5

7 Rumah Bersalin 0,25 Sumber : Robinson Tarigan, 2003

Satuan ukur tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah sarana yang ada masing-masing

wilayah.

d. Sarana Rekreasi / Pariwisata

Penilaian hirarki kota berdasarkan sarana rekreasi didasarkan pada jumlah sarana di

masing-masing wilayah. Jumlah sarana dikelompokkan berdasarkan interval kelas seperti

penentuan hirarki berdasarkan jumlah penduduk.

Setelah diperoleh hirarki kota berdasarkan masing-masing sarana, data tersebut

kemudian digabung untuk memperoleh hirarki kota rata-rata dengan memberikan nilai pada

masing-masing wilayah. Wilayah yang memiliki hirarki pertama baik berdasarkan jumlah

penduduk maupun keberadaan sarana akan diberi nilai 5, hirarki kedua diberi nilai 4, hirarki

ketiga diberi nilai 3, hirarki keempat diberi nilai 2, hirarki kelima diberi nilai 1. Nilai dari

hirarki berdasarkan jumlah penduduk dan keberadaan sarana kemudian dirata-rata untuk

Page 53: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

menentukan hirarki akhir. Sama dengan prinsip penilain di atas, wilayah dengan nilai rata-rata

5 akan berada di hirarki pertama dan seterusnya.

3.6.2 Analisis Kemampuan Pelayanan Sarana

Selain sebagai suatu wilayah, pusat maupun sub pusat dalam kawasan metropolitan

masing-masing memiliki wilayah internal (dalam kota) yang harus dilayani oleh pusat-pusat

kegiatan yang ada. Analisis pelayanan sarana dihitung dengan membandingkan ketersediaan

sarana dan kebutuhan sarana. Dalam penentuan kebutuhan sarana untuk puskesmas,

puskesmas pembantu, dan sarana perdagangan, peneliti menggunakan Pedoman Penentuan

Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan

Pekerjaan Umum Tahun 2001. Sedangkan untuk kebutuhan sarana pendidikan, peneliti

membandingkan jumlah penduduk usia sekolah (5- 19 tahun) dengan jumlah kursi sekolah

(daya tampung sekolah dari TK sampai SMA) di masing-masing wilayah. Cara ini dipilih

karena akan menghasilkan angka yang lebih rasional dibandingkan dengan menggunakan

jumlah penduduk pendukung. Akan tetapi, dikarenakan jumlah penduduk berdasarkan

kelompok umur tidak dapat digolongkan ke masing-masing usia TK, SD, SMP, dan SMA

maka penilaian kemampuan sarana pendidikan tidak dispesifikan ke dalam masing-masing

jenjang pendidikan.

Tabel 3.7 Jumlah Penduduk Pendukung Sarana Perkotaan

Jenis Sarana Jumlah Penduduk Pendukung

Puskesmas 120.000

Puskesmas Pembantu 30.000

Pusat Perbelanjaan 30.000

Toko 250 Sumber : SNI 03/1733/2004

3.6.3 Analisis Titik Henti

Batas pengaruh dari suatu pusat pelayanan selain dapat dilihat dari hirarki perkotaannya,

juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus titik henti atau breaking point. Titik henti

akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang batas jarak layanan dari suatu pusat

pelayanan. Rumus yang digunakan untuk menghitung titik henti atau batas pengaruh Kota Y

( kota orde kedua) ke Kota Z ( kota orde pertama) adalah rumus yang digunakan Hartshorn,

dkk (1988) sebagai berikut:

BP = D ( Jarak antara dua pusat pelayanan )

1 + √ ( Penduduk Z / Penduduk Y )

3.6.4 Analisis Jaringan Jalan dan Ketersediaan Moda Transportasi Masal

Salah sau tolok ukur kesesuaian dari aspek transportasi adalah pusat dan sub pusat yang

dihubungkan system transportasi terpadu yaitu ketersediaan jaringan jalan dan moda

transportasi umum. Analisis yang digunakan untuk menilai tolok ukur ini adalah aksesibilitas,

Page 54: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

mobilitas,keselamatan, dan ketersediaan moda transportasi umum. Aksesibilitas, mobilitas,

keselamatan, dan ketersediaan moda transportasi umum digunakan untuk mengetahui

kemudahan penduduk dalam mencapai pusat dan sub pusat kegiatan.

- Aksesibilitas adalah suatu ukuran kemudahan bagi pengguna jalan untuk mencapai suatu

pusat kegiatan (PK) atau simpul-simpul kegiatan di dalam wilayah yang dilayani jalan.

Dievaluasi dari keterhubungan antar PK oleh jalan dalam wilayah yang dilayani jalan dan

diperhitungkan nilainya terhadap luas wilayah yang dilayani. Nilai aksesibilitas

merupakan rasio antara jumlah total panjang jalan yang menghubungkan semua PK

terhadap luas wilayah yang dilayani oleh jaringan jalan sesuai statusnya, dinyatakan

dengan satuan Km/Km2 (Iskandar Hikmat, 2011)

- Mobilitas adalah ukuran kualitas pelayanan jalan yang diukur oleh kemudahan per

individu masyarakat melakukan perjalanan melalui jalan untuk mencapai tujuannya. Jalan

yang digunakan oleh sejumlah orang, akan dirasakan berbeda atau berkurang

kemudahannya jika digunakan oleh jumlah orang yang lebih banyak. Ukuran mobilitas

adalah panjang jalan dibagi oleh jumlah orang yang dilayaninya. Dalam konteks jaringan

jalan, mobilitas jaringan jalan dievaluasi dari keterhubungan antar PK dalam wilayah

yang dilayani oleh jaringan jalan sesuai statusnya dan banyaknya penduduk yang harus

dilayani oleh jaringan jalan tersebut. Nilai mobilitas adalah rasio antara jumlah total

panjang jalan yang menghubungkan semua pusat kegiatan terhadap jumlah total

penduduk yang ada dalam wilayah yang harus dilayani jaringan jalan sesuai dengan

statusnya, dinyatakan dengan satuan Km/10 000 jiwa (Iskandar Hikmat, 2011).

- Keselamatan dalam konteks pelayanan adalah keselamatan pengguna jalan melakukan

perjalanan melalui jalan. Suatu ruas jalan akan disebut memenuhi SPM Keselamatan jika

jalan tersebut dibangun sesuai dengan rencana teknisnya sehingga layak untuk

dioperasikan kepada umum. Dalam menentukan SPM Keselamatan jalan ini peneliti

mengacu SNI 03-6967-2003 tentang Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik

jalan perumahan dengan kriteria penilaian berdasarkan persyaratan lebar, kecepatan

minimal, dan kapasitas jalan sesuai dengan jenis fungsi jalan. SPM Keselamatan dihitung

dengan menghitung panjang jalan yang memenuhi standar dengan total panjang jalan

yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan. (Iskandar Hikmat, 2011)

3.6.5 Analisis Pola Ruang

Pola keruangan dapat diartikan kekhasan sebaran keruangan (spatial pattern

distribution). Analisis pola ruang digunakan untuk mengidentifikasi pola ruang kawasan

aglomerasi perkotaan Surakarta yang bersifat fisik budayawi/ artificial. Gejala fisik budayawi/

Page 55: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

artificial yaitu gejala yang ekspresi keruangannya bersifat fisik namun proses

pembentukannya disebabkan oleh kegiatan manusia seperti gedung, jalan, saluran irigasi,

permukiman, dll. Output yang ingin diperoleh dari analisis ini adalah penilaian kesesuaian

pola ruang sebagai metropolitan yang berkelanjutan ditinjau bentuk ruang dan potensi lahan

untuk dikembangkan. Analisis pola ruang dilakukan dengan melakukan pendataan statistik,

analisis kuantitatif, dan penggambaran pada peta.

3.6.6 Analisis Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung lingkungan adalah merupakan fungsi dari sumber daya alam dan

ekosistem yang dapat mendukung populasi manusia dan mahluk hidup lainnya. Analisis daya

dukung lingkungan terdiri dari dua analisis yaitu analisis daya tampung lahan dan analisis

daya dukung air. Secara sederhana, analisis ini akan memberikan gambaran jumlah populasi

maksimal yang mampu ditampung aglomerasi perkotaan Surakarta, apabila dari hasil

perhitungan ternyata jumlah populasi yang mampu didukung ketersediaan dan lahan kurang

dari 1 juta (indikator jumlah penduduk kota metropolitan di Indonesia) maka daya dukung

lingkungan Kota Surakarta dinilai kurang.

a. Analisis Daya Tampung Lahan

Analisis daya tampung lahan digunakan untuk untuk mengetahui perkiraan jumlah

penduduk yang bisa ditampung di wilayah dan/atau kawasan, dengan pengertian masih dalam

batas kemampuan lahan. Langkah dalam menganalisis daya tampung lahan sebagai berikut:

1) Analisis SKL

2) Analisis Kemampuan Lahan

Tujuan analisis kemampuan lahan adalah untuk untuk memperoleh gambaran tingkat

kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan. Teknik analisis yang digunakan

dalam analisis ini adalah gabungan dari pembobotan dan superimpose berdasarkan Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum No.20 tahun 2007 dengan langkah sebagai berikut:

- Melakukan analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh gambaran tingkat

kemampuan pada masing-masing satuan kemampuan lahan.

- Menentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing satuan kemampuan

lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai tertinggi dan 1 (satu) untuk nilai terendah.

- Mengkalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing satuan kemampuan

lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh pengaruh satuan kemampuan lahan tersebut

pada pengembangan perkotaan. Bobot yang digunakan hingga saat ini adalah seperti

terlihat pada tabel di bawah ini:

Page 56: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Tabel 3.8 Bobot Nilai dalam Penentuan Kemampuan Lahan

SKL

Mo

rfo

log

i

Kem

ud

ahan

Dik

erja

kan

Kes

tab

ilan

Ler

eng

Kes

tab

ilan

Po

nd

asi

Kes

tab

ilan

Air

Ter

had

ap

Ero

si

Dra

inas

e

Ben

can

a

Ala

m

Kem

amp

uan

Lah

an

Bobot 5 1 5 3 5 3 25 25 Total

Nilai Bobot x

Nilai

10 2 10 6 10 6 20 20

15 3 15 9 15 9 15 15

20 4 20 12 20 12 10 10

25 5 25 15 25 15 5 5

Sumber : Modul Terapan Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya

dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, DPU, 2008

- Melakukan Superimpose untuk semua satuan-satuan kemampuan lahan tersebut, dengan

cara menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh satuan-satuan kemampuan

lahan, sehingga diperoleh kisaran nilai yang menunjukkan nilai kemampuan lahan di lokasi

penelitian sebagai berikut,

Tabel 3.9 Total Nilai untuk Menentukan Kelas Kemampuan Lahan

Total Nilai Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Pengembangan

32-58 Kelas A Kemampuan Pengembangan Sangat Rendah

59-83 Kelas B Kemampuan Pengembangan Rendah

84-109 Kelas C Kemampuan Pengembangan Sedang

110-134 Kelas D Kemampuan Pengembangan Agak Tinggi

135-160 Kelas E Kemampuan Pengembangan Sangat Tinggi

Sumber : Modul Terapan Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik Lingkungan, Ekonomi, Serta Sosial Budaya

dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, DPU, 2008

3) Analisis Arahan Rasio Tutupan Lahan

Tujuan analisis kemampuan lahan adalah untuk mengetahui gambaran perbandingan

daerah yang bisa tertutup oleh bangunan bersifat kedap air dengan luas lahan keseluruhan.

Teknik analisis yang digunakan adalah superimpose dengan data klasifikasi kemampuan

lahan, SKL drainase, SKL kestabilan lereng, SKL terhadap erosi, dan SKL terhadap bencana

alam (Permen PU No.20 Tahun 2007).

4) Analisis Daya Tampung Lahan

Menghitung daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan dengan asumsi

masing-masing arahan rasio tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan anggapan luas lahan

yang digunakan untuk permukiman hanya 50% dari luas lahan yang boleh tertutup (30%

untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta utilitas lainnya). Kemudian dengan asumsi

1KK yang terdiri dari 5 orang memerlukan lahan seluas 100 M2

(Permen PU No.20 Tahun

2007). Maka dapat diperoleh daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan ini

sebagai berikut:

Page 57: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Untuk menghitung daya tampung penduduk dengan tipe rumah berkoefisien lantai bangunan

(KLB) lebih dari satu hanya perlu mengalikan daya tampung penduduk di atas dengan jumlah

lantai. Selain dengan menggunakan asumsi luas permukiman sebesar 50%, daya tampung

penduduk juga dihitung berdasarkan ketentuan luas permukiman sebesar 70% dari luas lahan.

b. Analisis Daya Dukung Sumber Daya Air

Tujuan analisis daya dukung sumber daya air adalah untuk mengetahui jumlah

maksimal penduduk yang dapat didukung oleh sumber air eksisting. Daya dukung sumber

daya air dihitung dengan membagi volume air maksimal yang diperlukan dalam kegiatan

rumah tangga dengan kebutuhan per individu. Volume air maksimal yang diperlukan dalam

kegiatan rumah tangga dihitung dengan asumsi prosentase kebutuhan air rumah tangga

mengalami peningkatan seiring dengan kebutuhan air untuk industri dan sarana prasarana

perkotaan. Prosentase kebutuhan air untuk rumah tangga, industri, dan sarana prasarana

perkotaan dihitung dengan membandingkan kebutuhan air eksisting setiap jenis pemanfaatan

terhadap total pemanfaatan air yang digambarkan dalam neraca kesetimbangan air baku.

Kebutuhan air yang digunakan dalam perhitungan neraca air dihitung dengan

menggunakan standar kebutuhan air sesuai dengan SNI 19-6728.1-2002 tentang penyusunan

neraca sumber daya air spasial. Sedangkan standar kebutuhan air untuk fasilitas yang jumlah

pengunjungnya tidak menentu seperti stasiun, terminal, hotel, dan pasar, serta jenis fasilitas

yang tidak terdapat dalam SNI seperti puskesmas, balai pengobatan, rumah bersalin, dan

puskesmas pembantu menggunakan rata-rata konsumsi air setiap fasilitas tersebut. Jumlah

konsumsi air dihitung dengan mengalikan kebutuhan air tiap jenis pemakaian lahan dengan

jumlah fasilitas (untuk sarana) dan luas wilayah (untuk industri dan pertanian).

Tabel 3.10 Standar Kebutuhan Air No. Jenis Konsumen Kebutuhan Air (M

3)

1 Kebutuhan Penduduk PerHari 1,2 / orang

2 Sarana Ibadah 5 / sarana

3 Rumah Sakit 50 / sarana

4 Rumah Bersalin 15/ sarana

5 Sekolah 2 / sarana

6 Hotel 50 / sarana

7 Pasar / Pusat Perbelanjaan 50 / sarana

8 Terminal 100 / sarana

9 Stasiun 200 / sarana

10 Industri Besar 50 / Ha

11 Industri Sedang 25 / Ha

12 Industri Kecil 25 / Ha

13 Pertanian 0,001 / Ha

Page 58: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Gambar 3.3 Neraca kesetimbangan air baku

3.6.7 Penilaian Tingkat Kesesuaian Masing-masing Aspek

Penilaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan dilakukan berdasarkan 8

tolok ukur yang telah ditentukan. Kedelapan tolok ukur tersebut dianggap memiliki bobot

yang sama dikarenakan sejauh penelusuran teori maupun penelitian sebelumnya (studi

pustaka) belum ditemui ketentuan bobot untuk menilai metropolitan yang berkelanjutan.

Masing-masing tolok ukur dinilai persentase pencapaiannya berdasarkan jumlah wilayah yang

memenuhi atau mendukung pencapaian tolok ukur tersebut. Apabila keseluruhan wilayah dari

12 wilayah dalam aglomerasi perkotaan Surakarta telah memenuhi atau mendukung tolok

ukur maka persentase pencapaian adalah 100, sedangkan apabila tidak ada satu pun wilayah

yang memenuhi tolok ukur maka persentase pencapaian adalah 0. Penilaian persentase

pencapaian didasarkan pada jumlah wilayah yang mendukung dilakukan dengan

pertimbangan bahwa suatu wilayah metropolitan merupakan aglomerasi dari beberapa kota

yang berdekatan dan terkait dalam satu system kegiatan (DPU, 2006), sehingga kesesuaian

sebagai metropolitan yang berkelanjutan juga tidak akan lepas dari peran masing-masing

wilayah. Persentase pencapaian tersebut kemudian dinilai tingkat kesesuaiannya berdasarkan

interval yang telah ditentukan di bawah ini.

Dalam penilaian kesesuaian ini peneliti menggunakan 4 tingkat kesesuaian yaitu sesuai,

cukup sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. Persentase pencapaian tolok ukur 100 berarti

aglomerasi perkotaan Surakarta dinilai sesuai sebagai metropolitan yang berkelanjutan,

sebaliknya jika persentase pencapaian 0 maka dinilai tidak sesuai sebagai metropolitan yang

berkelanjutan. Dikarenakan terdapat empat tingkat kesesuaian maka diantara nilai 0 dan 100

tersebut terdapat nilai-nilai yang mewakili tingkat cukup sesuai dan kurang sesuai. Untuk

menentukan interval nilai yang digunakan untuk menilai setiap tingkat kesesuaian, peneliti

menggunakan metode Equal Interval (Prahasta dalam Ariyati, 2007). Perhitungan yang

digunakan untuk menentukan interval sebagai berikut:

Berdasarkan rumus dan perhitungan interval di atas diperoleh interval kelas dan nilai

kesesuaian sebagai berikut:

Potensi Air

- Ait Permukaan

- Air Tanah

- Mata Air

Kebutuhan Air

- Air untuk Irigasi

- Air untuk Non Irigasi

(Domestik dan Non Domestik)

Neraca Kesetimbangan Air Baku

Page 59: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

76-100 Sesuai

51-75 Cukup Sesuai

26-50 Kurang Sesuai

0-25 Tidak Sesuai

Setelah dilakukan penilaian tingkat kesesuaian masing-masing tolok ukur kemudian

dilakukan penilaian tingkat kesesuaian secara keseluruhan. Penilaian tingkat kesesuaian

secara keseluruhan menggunakan rata-rata persentase pencapaian tolok ukur yang kemudian

dinilai tingkat kesesuaiannya berdasarkan interval di atas.

3.6.8 Penilaian Kesesuaian Akhir

Selain menganalisis kesesuaian masing-masing aspek untuk mendukung terbentuknya

metropolitan berkelanjutan, juga dilakukan analisis untuk mengetahui keberlanjutan

metropolitan yang terbentuk di masa yang akan datang. Untuk mengetahui keberlanjutan

metropolitan dari segi struktur ruang dilakukan analisis deskriptif dengan mengaitkan hasil

analisis struktur ruang dengan daya dukung lingkungan. Hal yang sama juga dilakukan untuk

mengetahui keberlanjutan dari segi pola ruang, yaitu dengan mengaitkan hasil analisis pola

ruang dengan daya dukung lingkungan.

Page 60: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

BAB 4

HASIL PENELITIAN STRUKTUR RUANG, POLA RUANG, DAN DAYA

DUKUNG LINGKUNGAN

Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian yang terdiri dari tiga bagian utama yang

pertama memaparkan hasil analisis sektoral struktur ruang, pola ruang, dan daya dukung

lingkungan, bagian kedua mendeskripsikan persentase ketercapaian masing-masing tolok ukur,

dan yang ketiga mendeskripsikan tingkat kesesuaian sebagai metropolitan berkelanjutan.

4.1 STRUKTUR RUANG AGLOMERASI PERKOTAAN SURAKARTA

Struktur ruang adalah adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan

prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat

yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Data penyusun struktur ruang yang

diperlukan dalam penelitian ini antara lain susunan pusat-pusat pelayanan di aglomerasi

perkotaan surakarta, jaringan jalan, dan jangkauan pelayanan fasilitas masing-masing wilayah.

4.1.1 Pusat-pusat Pelayanan

Pusat-pusat kegiatan dalam suatu wilayah biasanya dikenali dengan adanya pemusatan

satu atau lebih kegiatan. Dimana pusat kegiatan tersebut mewakili aktivitas dominan di suatu

zona. Dalam dokumen perencanaan wilayah, pusat-pusat kegiatan ini dicantumkan dalam

struktur ruang wilayah yang biasanya berupa titik dengan peruntukkan fungsi tertentu. Dalam

aglomerasi perkotaan Surakarta, terdapat 12 pusat pelayanan baik pusat inti maupun subpusat.

Pusat-pusat pelayanan di aglomeras perkotaan Surakarta antara lain Kota Surakarta, kawasan

perkotaan sekitar Surakarta (Kec.Jaten Karanganyar, Kec. Mojolaban Sukoharjo, Kec. Grogol

Sukoharjo, Kec. Baki Sukoharjo, Kec. Kartosuro Sukoharjo, Kec. Colomadu Karanganyar,

dan Kec. Ngemplak Boyolali), dan kota-kota satelit (Kota Sragen, Kota Karanganyar, Kota

Sukoharjo, dan Kota Boyolali).

4.1.2 Hirarki Perkotaan

Hirarki perkotaan pada penelitian ini diukur dengan menggunakan faktor jumlah

penduduk dan keberadaan sarana.

4.1.2.1 Hirarki Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk

Penduduk aglomerasi perkotaan Surakarta pada tahun 2010 telah mencapai 1.432.655

jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 0,96 % per tahun. Jumlah penduduk terbanyak

terdapat di Kota Surakarta yaitu 586.039 jiwa atau 40,91 % dari jumlah penduduk

keseluruhan. Persentase jumlah penduduk terbesar kedua terdapat di kawasan perkotaan

Page 61: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Grogol yaitu 7,36% dari jumlah penduduk keseluruhan. Sedangkan konsentrasi penduduk

terkecil terdapat di kawasan perkotaan Baki dengan persentase 3,70% dari keseluruhan

jumlah penduduk. Persentase penduduk kawasan perkotaan sekitar Surakarta dibandingkan

keseluruhan wilayah adalah 3,70 – 7,36 %, sedangkan jumlah penduduk di kota-kota satelit

Surakarta rata-rata berkisar antara 5-6 %.

Jumlah penduduk aglomerasi perkotaan Surakarta selalu mengalami peningkatan setiap

tahunnya, dibuktikan dengan rata-rata laju pertumbuhan yang bernilai positif. Begitu pula

dengan pertumbuhan penduduk kawasan perkotaan Surakarta. Jumlah penduduk kawasan

perkotaan sekitar Surakarta mengalami kecenderungan naik dengan loncatan pertumbuhan

tertinggi yaitu Kecamatan Colomadu (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Pertumbuhan Penduduk Kawasan Perkotaan Sekitar Surakarta

Sumber : Data Statistik Masing-masing Kecamatan, Badan Pusat Statistik

Tabel 4.1 Kondisi Kependudukan Kawasan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

No. Sub Wilayah

Luas

Wilayah

(Ha)

Jumlah Penduduk Proporsi

Penduduk

Perkotaan

(%)

Laju Pertumbuhan

Penduduk

PerTahun

(%)**

Tahun

2001

Tahun

2010

1 Kota Surakarta 4404,06 553580 586039 40,91 0,65

2 Kec. Jaten 2554,81 65236 71109 4,96 1,00

3 Kec. Colomadu 1564,17 50279 61843 4,32 0,03

4 Kec. Mojolaban 3554,00 73049 79427 5,54 0,97

5 Kec. Grogol 3000,00 92767 104055 7,36 1,35

6 Kec. Baki 2197,00 50153 53055 3,70 0,64

7 Kec. Kartasuro 1923,00 84781 92145 6,43 0,97

8 Kec. Ngemplak 3852,70 65975 71111 4,96 0,86

9 Kota Sragen 2672,00 72312 73537 5,13 0,19

10 Kota Karanganyar 4302,64 69222 77413 5,40 1,31

11 Kota Sukoharjo 4458,00 78032 85166 5,94 1,02

12 Kota Boyolali 4095,00 * 77755 5,43 0,01

Total 38577,38 1.432.655 100 0,96

Keterangan : * Data tidak tersedia karena data yang dimiliki tahun 2004, **Diperoleh dari perhitungan

jumlah penduduk dari tahun 2001-2010.

Sumber : Daerah dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Kota

Page 62: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Akan tetapi, terdapat keunikan pada pola pertumbuhan penduduk Kota Surakarta.

Jumlah penduduk Kota Surakarta tidak mengalami kecenderungan bertambah maupun

berkurang. Akan tetapi, pertumbuhan jumlah penduduk cenderung fluktuatif. Pada tahun

1993-2001 jumlah penduduk Kota Surakarta mengalami pertumbuhan positif dengan jumlah

penduduk paling tinggi pada tahun 2001. Jumlah penduduk pada tahun 2001 ini merupakan

jumlah tertinggi dalam 17 tahun terakhir (1993-2011). Akan tetapi, setelah tahun 2005,

jumlah penduduk Kota Surakarta mengalami pasang surut dengan kenaikan maupun

penurunan yang lebih kecil pada tahun berikutnya. Dapat dilihat misalnya pada tahun 2005

jumlah penduduk mengalami kenaikan, pada tahun 2007 mengalami penurunan, tahun 2009

peningkatan tetapi tidak lebih dari jumlah penduduk pada tahun 2005 meskipun sama-sama

meningkat, kemudian pada tahun 2011 jumlah penduduk kembali menurun dengan jumlah

lebih rendah dibandingkan tahun 2007.

Gambar 4.2 Dinamika Jumlah Penduduk Kota Surakarta

Sumber : Surakarta Dalam Angka 1994, 2001, 2003, 2005, 2007, 2010, 2011, BPS Kota Surakarta

Dengan membandingkan pertumbuhan penduduk Kota Surakarta dan perubahan lahan

terbangun Kota Surakarta diindikasikan terdapat arus suburbanisasi karena perubahan lahan

terbangun Kota Surakarta lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan penduduk. Sedangkan

di kawasan perkotaan Surakarta terdapat perubahan lahan yang relatif besar yang didominasi

oleh penggunaan lahan untuk hunian.

Jumlah penduduk di aglomerasi perkotaan Surakarta tersebut kemudian digunakan

untuk mengetahui hirarki kota. Penilaian hirarki kota berdasarkan jumlah penduduk dihitung

dengan menentukan jumlah kelas dan interval kelas. Berdasarkan perhitungan jumlah hirarki

kota menggunakan rumus Sturges diperoleh lima hirarki kota, dengan rincian sebagai berikut,

N = Jumlah kelas = 1 + 3,33 log n n = jumlah pusat kegiatan

= 1 + 3,33 log 12 = 4.59 ( 5 Kelas )

Langkah berikutnya adalah menentukan interval kelas, tetapi jumlah penduduk Kota

Surakarta tidak digunakan dalam perhitungan interval dengan pertimbangan:

Page 63: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

1. Dengan melihat jumlah penduduk Kota Surakarta, sudah tentu Kota Surakarta masuk ke

dalam hirarki pertama.

2. Dengan memasukkan jumlah penduduk Kota Surakarta ke dalam perhitungan interval

akan terjadi penyimpangan dalam penilaian hirarki kota. Apabila jumlah penduduk Kota

Surakarta dimasukkan dalam penentuan interval kelas, maka wilayah hirarki I memiliki

interval 452895 – 553580,4, hirarki II ; 352209,5 – 452894,9 , hirarki III : 251524-

352209,4 , hirarki IV: 150838,5-251523,9 dan hirarki V: 50153-150838,4. Apabila

jumlah penduduk diklasifikasikan ke dalam interval tersebut maka hanya akan diperoleh

dua hirarki kota yaitu hirarki pertama (Kota Surakarta) dan hirarki kelima (selain Kota

Surakarta), yang berarti tidak terdapat wilayah dengan hirarki kedua, ketiga, dan keempat.

Interval kelas kemudian dihitung dengan mengurangkan jumlah penduduk tertinggi kedua

setelah Kota Surakarta yaitu 104055 dengan jumlah penduduk terendah yaitu 53055 dibagi

dengan empat ( jumlah kelas dikurangi satu) sehingga diperoleh interval kelas 12750. Masing-

masing wilayah kemudian dikelompokkan berdasarkan interval kelas sehingga diperoleh

hirarki kota sebagai berikut,

Tabel 4.2 Hirarki Perkotaan Berdasarkan Jumlah Penduduk

Hirarki Interval Kelas Wilayah

I 586039 Kota Surakarta

II 91308 – 104058 Kec. Grogol, Kec. Kartasura

III 78557 – 91307 Kec. Mojolaban, Kota Sukoharjo

IV 65806 – 78556 Kec. Jaten, Kec. Ngemplak, Kota Sragen, Kota Karanganyar,

Kota Boyolali

V 53055 - 65805 Kec. Colomadu, Kec. Baki

Sumber : Analisis Peneliti, 2012

Berdasarkan penentuan hirarki kota dengan variabel jumlah penduduk dapat diketahui

bahwa Kota Surakarta menempati hirarki pertama, Kec. Grogol dan Kec. Kartasura

menempati hirarki kedua, Kec. Mojolaban dan Kota Sukoharjo menempati hirarki ketiga, Kec.

Jaten, Kec. Ngemplak, Kota Sragen, Kota Karanganyar, dan Kota Boyolali menempati hirarki

keempat, sedangkan Kec. Colomadu dan Kec. Baki menempati hirarki kelima.

4.1.2.2 Hirarki Perkotaan Berdasarkan Keberadaan Sarana Perkotaan

Jenis sarana yang digunakan untuk menilai hirarki perkotaan adalah pasar dan

pertokoan ( sarana perdagangan), sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan sarana rekreasi.

1. Sarana Perdagangan

Jenis sarana perdagangan yang digunakan untuk menilai hirarki perkotaan adalah pasar

( modern dan tradisional ) serta pertokoan atau toko.

a. Hirarki Perkotaan berdasarkan Keberadaan Pusat Perdagangan

Hirarki perkotaan berdasarkan keberadan pusat perdagangan dinilai berdasarkan jumlah

pusat perdagangan baik tradisional (pasar) maupun modern. Dengan mengasumsikan jumlah

Page 64: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

pengunjung pusat perdagangan tradisional sama banyak dengan pasar modern, maka

diperoleh hirarki perkotaan sebagai berikut:

Hirarki I : Kota Surakarta

Hirarki II : Kota Boyolali

Hirarki III : Kota Sragen, Kota Karanganyar

Hirarki IV : Kec. Jaten, Kec. Mojolaban, Kec. Kartasura, Kec. Ngemplak, Kota Sukoharjo

Hirarki V : Kec. Baki, Kec. Grogol, Kec. Colomadu

Gambar 4.3 Jumlah Pusat Perdagangan Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010

Sumber : Data Statistik Daerah Tahun 2010, BPS

b. Hirarki Perkotaan Berdasarkan Keberadaan Pertokoan atau Toko

Daya tarik maupun hirarki perkotaan berdasarkan keberadaan pertokoan atau toko

didasarkan pada jumlah toko yang dimiliki masing-masing wilayah. Dengan mengurutkan

jumlah toko yang dimiliki masing-masing wilayah, diperoleh hirarki perkotaan sebagai

berikut:

Hirarki I : Kota Surakarta dan Kota Sragen

Hirarki II : Kec. Kartasura dan Kec. Grogol

Hirarki III : Kota Sukoharjo, Kota Boyolali, Kec. Ngemplak

Hirarki IV : Kec. Baki dan Kec. Mojolaban

Hirarki V : Kec. Jaten, Kec. Colomadu, dan Kota Karanganyar

Gambar 4.4 Jumlah Pertokoan dan Toko Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010

Sumber : Data Statistik Daerah Tahun 2010, BPS

Page 65: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

2. Sarana Pendidikan

Penentuan hirarki perkotaan berdasarkan keberadaan sarana pendidikan dilakukan

dengan mangalikan jumlah siswa dengan satuan ukur yang telah disebutkan dalam bab

metode penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa Kota Surakarta merupakan

kota dengan total satuan ukur tertinggi yaitu 623074,8 diikuti oleh Kec. Kartasura dengan

total satuan ukur 147.077,8 . Kota Surakarta merupakan wilayah dengan nilai satuan ukur

tertinggi untuk SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Sedangkan Kecamatan Kartasura

sendiri bukan merupakan wilayah dengan nilai satuan ukur kedua tertinggi untuk SD, SMP,

dan SMA, tetapi Kec. Kartasura memiliki keunggulan dari nilai satuan ukur Perguruan Tinggi.

Hal inilah yang menempatkan Kartasura di tempat kedua. Wilayah dengan total satuan ukur

terendah adalah Kecamatan Baki dengan nilai 1929,25.

Gambar 4.5 Total Satuan Ukur Sarana Pendidikan Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Dengan cara yang sama seperti penentuan hirarki berdasarkan jumlah penduduk, total

nilai satuan ukur sarana pendidikan dibagi ke dalam lima interval, sebagai berikut,

Tabel 4.3 Interval Kelas untuk Hirarki Perkotaan berdasarkan Sarana Pendidikan

Hirarki Kota Interval Total Satuan Ukur

I 623074,80

II 147077,77

III 23785,27 – 34713,27

IV 12857,26 – 23785,26

V 1929,25 – 12857,25

Sumber : Analisis Peneliti, 2012

Pada penentuan interval tersebut, Kota Surakarta dan Kec. Kartasura tidak diikutkan dengan

pertimbangan :

- Dengan melihat total nilai kedua wilayah tersebut sudah tentu kedua wilayah tersebut

menempati hirarki pertama dan kedua.

- Apabila kedua wilayah tersebut dimasukkan dalam penentuan interval hanya akan

menghasilkan dua orde perkotaan saja, dan apabila Kota Surakarta tidak dimasukkan ke

Page 66: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

dalam perhitungan sedangkan Kec. Kartasura dimasukkan dalam perhitungan maka

hanya akan menghasilkan wilayah dengan orde I,II, dan V.

Penilaian hirarki perkotaan berdasarkan sarana pendidikan menghasilkan lima jenjang

perkotaan dengan Kota Surakarta sebagai wilayah hirarki pertama, Kecamatan Kartasura

sebagai wilayah hirarki kedua, Kecamatan Jaten sebagai wilayah hirarki ketiga, Kota

Karanganyar, Kota Sragen, Kota Boyolali, dan Kota Sukoharjo sebagai wilayah hirarki

keempat, Kec. Mojolaban, Kec. Colomadu, Kec. Ngemplak, dan Kec. Baki sebagai wilayah

hirarki kelima.

Tabel 4.4 Hirarki Perkotaan Berdasarkan Sarana Pendidikan

No. Wilayah Nilai Satuan Ukur

Total Hirarki

Kota SD SMP SMA PT

1 Kota Surakarta 16588,75 16264,00 36122 554100 623.074,80 I

2 Kec. Kartasura 2448,75 2354,00 7275 135000 147.077,80 II

3 Kec. Jaten 1783,75 799,50 290 31840 34.713,25 III

4 Kota Karanganyar 2228,50 2384,50 11475 3000 19.088,00 IV

5 Kota Sragen 2171,25 3203,50 12787 690 18.851,75 IV

6 Kota Boyolali 2701,25 2544,50 9765 950 15.960,75 IV

7 Kota Sukoharjo 2578,50 2831,00 8807 0 14.216,50 IV

8 Kec. Grogol 2193,00 1640,00 1874 5500 11.207,00 V

9 Kec. Mojalaban 1800,25 1657,00 947 0 4404,25 V

10 Kec. Colomadu 665,00 1284,50 2348 0 4297,50 V

11 Kec. Ngemplak 1274,75 1089,50 542 0 2906,25 V

12 Kec. Baki 1454,25 475,00 0 0 1929,25 V

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

3. Sarana Kesehatan

Sama seperti penilaian hirarki perkotaan berdasarkan keberadaan sarana pendidikan,

penilaian hirarki berdasarkan sarana keehatan dilakukan dengan mengalikan satuan ukur

sarana dengan jumlah sarana per jenisnya. Nilai total dari satuan ukur masing-masing sarana

kesehatan di masing-masing wilayah dapat dilihat pada tabel di bawah ini,

Tabel 4.5 Hirarki Perkotaan Berdasarkan Sarana Kesehatan

No. Wilayah

Jenis Sarana

Total Hirarki

Kota

Ru

mah

Sak

it

Tip

e A

Ru

mah

Sak

it

Tip

e B

Ru

mah

Sak

it

Tip

e C

Ru

mah

Sak

it

Tip

e D

Pu

skes

mas

Pu

skes

mas

Pem

ban

tu

Ru

mah

Ber

sali

n

1 Kota Surakarta 2,50 2,00 18,00 1,00 11,25 13,00 11,00 58,75 I

2 Kota Boyolali 0,00 0,00 1,50 4,00 3,00 1,00 0,50 10,00 II

3 Kec. Kartasura 0,00 2,00 1,50 0,00 1,50 2,00 1,00 8,00 III

4 Kota Sragen 0,00 0,00 1,00 3,00 1,50 0,00 1,25 6,75 III

5 Kec. Jaten 0,00 0,00 0,00 1,00 1,50 2,50 1,00 6,00 IV

6 Kec. Mojolaban 0,00 0,00 0,00 0,00 1,50 1,50 2,75 5,75 IV

7 Kota Karanganyar 0,00 0,00 1,50 0,00 0,75 1,00 1,50 4,75 IV

Page 67: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

8 Kec. Colomadu 0,00 0,00 0,00 1,00 1,50 1,50 0,25 4,25 V

9 Kota Sukoharjo 0,00 0,00 1,50 0,00 0,75 1,50 0,50 4,25 V

10 Kec. Grogol 0,00 0,00 0,00 1,00 0,75 1,50 0,50 3,75 V

11 Kec. Ngemplak 0,00 0,00 0,00 1,00 1,50 1,00 0,25 3,75 V

12 Kec. Baki 0,00 0,00 0,00 0,00 0,75 1,50 0,50 2,75 V

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa Kota Surakarta memiliki keunggulan

pelayanan sarana kesehatan didukung dengan keberadaan rumah sakit tipe A (Dr. Moewardi),

rumah sakit tipe B (Dr.Oen), dan beberapa rumah sakit tipe C dan D. Kota Surakarta juga

memiliki jumlah puskesmas, puskesmas pembantu, dan rumah bersalin terbanyak.Kota

Boyolali memiliki kelebihan pada ketersediaan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D, dan

puskesmas. Keberadaan rumah sakit tipe C di Kota Boyolali menjadikan Boyolali sebagai

daerah rujukan dari puskesmas di wilayah sekitarnya. Sedangkan Kec. Kartasura memiliki

keunggulan karena keberadaan rumah sakit tipe B dan Tipe C. Sedangkan wilayah dengan

hirarki terendah ditinjau dari keberadaan sarana kesehatan di aglomerasi perkotaan Surakarta

adalah Kec. Baki.

Gambar 4.6 Total Satuan Ukur Sarana Kesehatan Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Berdasarkan total nilai satuan ukur tersebut diperoleh hirarki perkotaan aglomerasi perkotaan

Surakarta sebagai berikut,

Hirarki I : Kota Surakarta

Hirarki II : Kota Boyolali

Hirarki III : Kec. Kartasura, Kota Sragen

Hirarki IV : Kec. Jaten, Kec. Mojolaban, Kota Karanganyar

Hirarki V : Kec. Colomadu, Kec. Sukoharjo, Kec. Grogol, Kec. Ngemplak, Kec. Baki

4. Sarana Rekreasi (Pariwisata)

Hirarki perkotaan berdasarkan keberadaan sarana rekreasi dinilai berdasarkan jumlah

sarana yang ada. Berdasarkan ketentuan tersebut, diperoleh hirarki perkotaan aglomerasi

perkotaan sebagai berikut:

Page 68: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Hirarki I : Kota Surakarta

Hirarki II : Kota Karanganyar,

Hirarki III : Kec. Grogol, Kec. Kartasura, Kota Sragen, Kec. Mojolaban

Hirarki IV : Kota Boyolali, Kec. Ngemplak, Kec. Jaten

Hirarki V : Kec. Colomadu, Kec. Baki, Kota Sukoharjo

Gambar 4.7 Jumlah Sarana Rekreasi Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010

Sumber : Data Statistik Daerah Tahun 2010, BPS

Hasil penilaian hirarki perkotaan berdasarkan keberadaan masing-masing sarana terebut

kemudian digabung untuk memperoleh hirarki rata-rata untuk setiap wilayah. Sehingga

diperoleh hirarki perkotaan kawasan aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai berikut:

Hirarki I : Kota Surakarta

Hirarki II : Kec. Kartasura, Kota Sragen

Hirarki III : Kota Karanganyar, Kota Boyolali

Hirarki IV : Kec. Jaten, Kec. Mojolaban, Kec. Grogol, Kec. Ngemplak, Kota Sukoharjo

Hirarki V : Kec. Colomadu dan Kec. Baki

4.1.2.3 Hirarki Perkotaan Aglomerasi Perkotaan Surakarta berdasarkan Jumlah

Penduduk dan Keberadaan Sarana

Hirarki perkotaan akhir kemudian ditentukan berdasarkan hasil analisis hirarki

perkotaan dan keberadaan sarana dengan menghitung nilai masing-masing kota. Wilayah

yang berada pada hirarki pertama diberi nilai 5, hirarki kedua diberi nilai 4, hirarki ketiga

diberi nilai 3, hirarki keempat diberi nilai 2, dan hirarki kelima diberi nilai 1. Jumlah nilai dari

hirarki berdasarkan jumlah penduduk dan keberadaan sarana kemudian dirata-rata untuk

menentukan hirarki akhir wilayah tersebut.

Page 69: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

TabeL 4.6 Hirarki Perkotaan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

No. Wilayah Penduduk Sarana Nilai Rata-rata Hirarki Kota

1 Kota Surakarta 5 5 5 I

2 Kec. Kartasura 4 4 4 II

3 Kota Sragen 2 4 3 III

4 Kota Karanganyar 2 3 2,5 III

5 Kota Sukoharjo 3 2 2,5 III

6 Kota Boyolali 2 3 2,5 III

7 Kec. Mojolaban 3 2 2,5 III

8 Kec. Grogol 4 2 3 III

9 Kec. Jaten 2 2 2 IV

10 Kec. Ngemplak 2 2 2 IV

11 Kec. Colomadu 1 1 1 V

12 Kec.Baki 1 1 1 V

Sumber : Hasil analisis, 2012

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa aglomerasi perkotaan Surakarta terdiri atas lima

hirarki dengan Kota Surakarta sebagai wilayah hirarki 1, Kec. Kartasura sebagai wilayah

hirarki kedua, Kota Sragen, Kota Karanganyar, Kota Sukohajo, Kota Boyolali, Kec.

Mojolaban dan Kec. Grogol sebagai hirarki ketiga, Kec. Jaten dan Kec. Ngemplak sebagai

hirarki keempat, Kec. Colomadu dan Kec. Baki sebagai wilayah hirarki kelima atau terendah.

Kawasan perkotaan di sekitar Surakarta seperti Kec. Kartasura, Kec. Mojolaban, dan Kec.

Grogol telah berkembang yang secara hirarkis setara dengan kota-kota satelit Surakarta. Hal

ini dapat memberikan nilai positif bagi kawasan main urban area (kota inti dan kawasan

perkotaan sekitarnya) karena dapat menampung maupun menyokong kebutuhan penduduk di

kota inti sehingga dapat mengurangi beban kota inti. Secara spasial, hirarki perkotaan

aglomerasi perkotaan Surakarta dapat digambarkan sebagai berikut,

Gambar 4.8 Hirarki Perkotaan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Sumber : Hasil pengolahan data, 2012

Kec. Jaten

I III

Kota

Karanganyar

III Kota Sragen

Kec.

Mojolaban

III Kota Sukoharjo

Kec. Grogol

Kec. Baki

II

Kec. Colomadu

Kec. Kartasura

III

Kec. Ngemplak

Kota Boyolali

III

V

IV

III

IV

V

Page 70: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

4.1.3 Kemampuan Pelayanan Sarana Perkotaan

Pusat-pusat kegiatan dalam suatu perkotaan dapat diwakilkan oleh keberadaan sarana

perkotaan, karena pada hakekatnya pusat kegiatan dalam kota mencerminkan fungsi dari

masing-masing sarana tersebut. Untuk mengetahui kesesuaian berdasarkan tolok ukur

keempat yaitu “adanya pusat dan sub pusat di dalam masing-masing kota inti maupun satelit

yang berfungsi melayani kota keseluruhan dan bagian wilayah kota”, peneliti melakukan

perbandingan jumlah sarana eksisting dengan kebutuhan sarana masyarakat. Dalam penentuan

kebutuhan sarana untuk puskesmas, puskesmas pembantu, dan sarana perdaganagan, peneliti

menggunakan Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang,

Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum Tahun 2001. Sedangkan untuk kebutuhan

sarana pendidikan, peneliti membandingkan jumlah penduduk usia sekolah (5- 19 tahun)

dengan jumlah kursi sekolah (daya tampung TK, SD, SMP, dan SMA) di masing-masing

wilayah. Cara ini dipilih karena akan menghasilkan angka yang lebih rasional dibandingkan

dengan menggunakan jumlah penduduk pendukung. Akan tetapi, dikarenakan jumlah

penduduk berdasarkan kelompok umur tidak dapat digolongkan ke masing-masing usia TK,

SD, SMP, dan SMA maka penilaian kemampuan sarana pendidikan tidak dispesifikan ke

dalam masing-masing jenjang pendidikan.

Berikut ini adalah persentase kemampuan pelayanan sarana eksisting terhadap jumlah

penduduk (jumlah seharusnya) pada masing-masing wilayah di aglomerasi perkotaan

Surakarta.

Tabel 4.7 Persentase Kemampuan Pelayanan Sarana Eksisting Terhadap Jumlah Penduduk

No. Wilayah

Persentase Kemampuan Pelayanan Sarana

Puskesmas Puskesmas

Pembantu

Pusat

Perbelanjaan

Pertokoan dan

Toko

Sarana

Pendidikan

1 Kota Surakarta 300,00 130,00 497,00 106,00 117,31

2 Kec. Jaten 200,00 250,00 295,00 50,00 56,33

3 Kec. Colomadu 200,00 150,00 194,00 35,00 55,39

4 Kec. Mojolaban 200,00 100,00 227,00 123,00 79,31

5 Kec. Grogol 100,00 100,00 115,00 293,00 70,79

6 Kec. Baki 200,00 150,00 226,00 213,00 70,28

7 Kec. Kartasura 200,00 133,33 195,00 332,00 130,62

8 Kec. Ngemplak 200,00 100,00 253,00 302,00 54,66

9 Kota Sragen 200,00 0,00 449,00 1296,00 139,88

10 Kota Karanganyar 100,00 66,67 349,00 43,00 132,42

11 Kota Sukoharjo 100,00 100,00 211,00 284,00 147,41

12 Kota Boyolali 400,00 66,67 579,00 281,00 202,77

Sumber : Hasil Pengolahan, 2012

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa,

Page 71: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

- Dengan jumlah penduduk pendukung sebanyak 30.000 jiwa per sarana, sarana pusat

perbelanjaan di masing-masing wilayah telah mampu melayani penduduk yang tinggal di

wilayah tersebut bahkan kemampuan pelayanannya > 100% yang berarti jangkauan

pelayanan sarana di masing-masing wilayah juga mampu melayani kebutuhan penduduk

di wilayah sekitarnya.

- Dengan jumlah penduduk pendukung sebanyak 250 per sarana, sarana perdagangan

berupa toko di beberapa wilayah seperti Kota Surakarta, Kec. Mojoban, Kec. Grogol, Kec.

Baki, Kec. Kartasura, Kec. Ngemplak, Kota Sragen, Kota Sukoharjo, dan Kota Boyolali

telah mampu melayani seluruh penduduk di wilayah tersebut. Sedangkan sarana

perdagangan berupa toko di Kec. Jaten, Kec. Colomadu, dan Kota Karanganyar belum

dapat melayani seluruh penduduk di wilayah tersebut.

- Sarana puskesmas dan puskesmas pembantu di masing-masing wilayah sudah mampu

melayani seluruh penduduk yang tinggal di wilayah tersebut. Akan tetapi, puskesmas

pembantu di Kota Sragen, Kota Karanganyar, dan Kota Boyolali belum bisa melayani

keseluruhan penduduk di wilayahnya. Puskesmas pembantu di Kota Karanganyar dan

Kota Boyolali hanya mampu melayani 66,67 % penduduk, sedangkan Kota Sragen sama

sekali tidak memiliki puskesmas pembantu. Akan tetapi, keberadaan puskesmas di ketiga

wilayah tersebut telah mampu melayani keseluruhan penduduk kota.

Dengan membandingkan jumlah penduduk usia sekolah dan jumlah bangku sekolah diketahui

bahwa beberapa wilayah sudah mampu mencukupi kebutuhan sekolahnya sendiri seperti Kota

Surakarta, Kota Karanganyar, Kota Sukoharjo, Kota Boyolali, Kota Sragen, dan Kec.

Kartasura. Sedangkan wilayah yang masih belum mampu mencukupi kebutuhan sarana

pendidikannya adalah Kec. Jaten, Kec. Colomadu, Kec. Mojolaban, Kec. Grogol, Kec.Baki,

dan Kec. Ngemplak. Wilayah tersebut masih bergantung pada sarana pendidikan di wilayah

lain.

4.1.4 Titik Henti Pusat Pelayanan ( Breaking Point )

Batas pengaruh dari suatu pusat pelayanan selain dapat dilihat dari hirarki perkotaannya,

juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus titik henti atau breaking point untuk wilayah

yang berdekatan. Titik henti akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang batas jarak

layanan dari suatu pusat pelayanan. Rumus yang digunakan untuk menghitung titik henti atau

batas pengaruh Kota Y ( kota orde yang lebih kecil) ke Kota Z ( kota dengan orde yang lebih

tinggi) adalah rumus yang digunakan Hartshorn, dkk (1988) sebagai berikut:

BP = D ( Jarak antara dua pusat pelayanan )

1 + √ ( Penduduk Z / Penduduk Y )

Page 72: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah jumlah penduduk dan jarak antarpusat

pelayanan yang dihitung berdasarkan panjang jalan penghubung. Berikut merupakan hasil

penghitungan titik henti Kota Surakarta dengan kawasan perkotaan sekitar Surakarta.

1

345

6

7

8

2

2,97,32

2,88

8,87

3,62

10,40

1,78

4,22

1,59

5,302,03

5,84

2,94

7,98

Gambar 4.9 Breaking Point Kota Surakarta terhadap Kawasan Perkotaan Sekitar Surakarta

Sumber : Hasil Pengolahan dengan Rumus Breaking Point

Pengaruh Kota Surakarta adalah sejauh 10,40 Km dari pusat Kota ke wilayah Kec.

Ngemplak, 8,87 Km ke wilayah Kec. Colomadu, 7,32 Km ke wilayah Kec. Kartasura, 5,30

Km ke wilayah Baki, 4,22 Km ke wilayah Grogol, 7,98 Km ke arah Kec. Mojolaban, dan 5,84

Km ke arah Kec. Jaten. Sedangkan pengaruh Kec. Jaten adalah 2,03 Km dari pusat wilayah,

Kec. Mojolaban memiliki pengaruh sejauh 2,94 dari pusat wilayah, Kec. Grogol memiliki

pengaruh sejauh 1,78 dari pusat wilayah, Kec. Baki memiliki pengaruh sejauh 1,59 Km dari

pusat wilayah, Kec. Kartasura memiliki pengaruh sejauh 2,9 Km dari pusat wilayah, Kec.

Colomadu memiliki pengaruh sejauh 2,88 Km dari pusat wilayah, dan Kec. Ngemplak

memiliki pengaruh sejauh 3,62 Km dari pusat wilayah.

4.1.5 Jaringan Jalan dan Moda Transportasi Penghubung

Salah satu tolok ukur kesesuaian yang berkaitan dengan jaringan transportasi adalah

“pusat dan sub pusat dihubungkan sistem transportasi yaitu ketersediaan jaringan jalan dan

moda transportasi umum”. Suatu wilayah metropolitan yang berkelanjutan dicirikan dengan

kemudahan penduduk untuk melakukan mobilitas dan kemudahan commuter dalam

mencapai pusat-pusat kegiatan. Oleh karena itu, tolok ukur ini berkaitan dengan aksesibilitas,

mobilitas, dan ketersediaan moda transportasi masal yang menghubungkan antarpusat

kegiatan.

4.1.5.1 Keberadaan Jaringan Jalan

Pusat-pusat wilayah di aglomerasi perkotaan Surakarta dihubungkan oleh jaringan jalan

arteri maupun kolektor. Wilayah yang dilalui oleh jaringan jalan arteri antara lain Kota

Sragen, Kota Surakarta, Kec. Kartasura, dan Kota Boyolali. Wilayah yang dilalui jaringan

Page 73: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

jalan kolektor adalah Kota Karanganyar, Kec. Jaten, Kec. Mojolaban, Kec. Grogol, Kec.

Ngempak, dan Kota Sukoharjo. Sedangkan Kec. Baki tidak dilalui jaringan jalan arteri

maupun kolektor. Panjang jarak dan jenis jaringan jalan yang menghubungkan masing-

masing wilayah dengan Kota Surakarta sebagai berikut,

Tabel 4.8 Panjang Jalan Penghubung Masing-masing Pusat Kota dengan Kota Surakarta

Sub Wilayah

Panjang Jalan Penghubung

( Km )

Jarak ke

Kota

Surakarta

(Km)

Rata-rata Lebar Jalan

Penghubung (m)

Waktu

Tempuh

( menit ) Arteri Kolektor Lokal Arteri Kolektor Lokal

Kota Surakarta - - - - - - - --

Kec. Jaten 1,48 6,39 - 7,87 9 7 - 15 menit

Kec. Mojolaban 1,48 5,37 4,07 10,92 9 7 5 20 menit

Kec. Grogol - 4,45 - 4,45 - 12 - 30 menit

Kec. Baki - 2,92 3,97 6,89 - 12 5 30 menit

Kec. Kartosura 5,7 4,52 - 10,22 9 12 - 20 menit

Kec. Colomadu 3,98 4,52 3,25 11,75 9 12 5 25 menit

Kec. Ngemplak 4,75 4,52 4,75 14,02 9 12 6 30 menit

Kota Sragen 25,55 3,94 - 29,49 9 8 - 45 menit

Kota Karanganyar 1,48 13,98 - 15,46 9 8 - 20 menit

Kota Sukoharjo - 12,97 - 12,97 - 8 - 45 menit

Kota Boyolali 23,39 4,52 - 27,91 12 7 - 45 menit

Sumber : Panjang jalan : Perhitungan melalui software ArcGis 9.3 dengan peta dasar rupabumi Indonesia skala

1:250000 , Bakosurtanal; Lebar dan Waktu Tempuh : Survey Lapangan

Berdasarkan survey lapangan dengan menggunakan sepeda motor, meskipun masing-

masing wilayah memiliki jarak yang berbeda, tetapi beberapa wilayah memiliki jarak tempuh

yang sama. Kota Sragen, Kota Sukoharjo, dan Kota Boyolali memiliki waktu tempuh yang

sama yaitu 45 menit untuk mencapai pusat Kota Surakarta. Kota Sukoharjo merupakan

wilayah terdekat hanya berjarak 12,97 Km, jarak ini merupakan setengah jarak Kota Sragen

dan Boyolali ke Kota Surakarta. Hal ini mengindikasikan bahwa akses ke Kota Sukoharjo

relatif lebih sulit. Sedangkan waktu tempuh Kota Sukoharjo ke wilayah perkotaan di sekitar

Surakarta adalah 15-30 menit. Wilayah yang dilewati jalan arteri seperti Kec. Jaten dan

Kartasura memiliki waktu tempuh yang lebih kecil dibandingkan wilayah yang dilewati jalan

kolektor seperti Kec. Grogol dan Kec. Baki.

Ditinjau dari kapasitas jaringan jalan, kapasitas jaringan jalan saat ini masih dapat

menampung laju harian rata-rata kendaraan walaupun terdapat beberapa ruas jalan yang

sering terjadi kemacetan lalu lintas pada jam-jam sibuk, Perbandingan rata-rata antara

kapasitas jaringan jalan penghubung utama dengan laju harian rata-rata adalah 0,42. Hal ini

berarti bahwa jaringan jalan yang ada masih dapat menampung mobilitas dua kali lipat

dibandingkan jumlah pergerakan saat ini, tetapi sangat beresiko terjadi kemacetan yang

mengakibatkan terhentinya pergerakan di jaringan jalan tersebut. Oleh karena itu, ke

depannya diperlukan peningkatan kapasitas jaringan jalan agar tidak terjadi kemacetan.

Page 74: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

4.1.5.2 Nilai Aksesibilitas, Mobilitas, dan Keselamatan Jaringan Jalan Penghubung

Aksesebilitas adalah ukuran kemudahan bagi pengguna jalan untuk mencapai suatu

pusat kegiatan atau simpul-simpul kegiatan di dalam wilayah yang dilayani jalan. Nilai

aksesibilitas merupakan rasio antara jumlah total panjang jalan yang menghubungkan semua

Pusat Kegiatan terhadap luas wilayah yang dilayani oleh jaringan jalan, dinyatakan dengan

satuan Km/Km2. Sedangkan Mobilitas adalah ukuran kualitas pelayanan jalan yang diukur

kualitas pelayanan jalan yang diukur oleh kemudahan per individu masyarakat melakukan

perjalanan melalui jalan untuk mencapai tujuannya. Nilai mobilitas dihitung dengan membagi

jumlah total panjang jalan yang menghubungkan semua pusat kegiatan terhadap jumlah total

penduduk yang ada dalam wilayah yang harus dilayani jalan sesuai dengan statusnya,

dinyatakan dengan satuan Km/(10000 jiwa). Nilai aksesibilitas dan mobilitas jaringan jalan

penghubung aglomerasi perkotaan Surakarta dapat dilihat pada gambar di bawah ini,

Gambar 4.10 Nilai Aksesibilitas dan Mobilitas Jaringan Jalan Penghubung Utama Aglomerasi

Perkotaan Surakarta

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Berdasarkan perhitungan nilai aksesibilitas dan mobilitas diketahui bahwa nilai

aksesibilitas dan mobilitas jaringan jalan penghubung antarpusat kegiatan relatif sama dengan

nilai aksesibilitas rata-rata aglomerasi perkotaan Surakarta sebesar 0,199 Km/Km2 dengan

nilai mobilitas sebesar 0,54 Km/10000 jiwa.

Keselamatan dalam konteks pelayanan adalah keselamatan pengguna jalan melakukan

perjalanan melalui jalan. Suatu ruas jalan akan disebut memenuhi SPM Keselamatan jika

jalan tersebut dibangun sesuai dengan rencana teknisnya sehingga layak untuk dioperasikan

kepada umum. Dalam menentukan SPM Keselamatan jalan ini peneliti mengacu SNI 03-

6967-2003 tentang Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan dengan

Kec. Jaten Aksesibilitas = 0,11 Km/Km

2

Mobilitas = 0,12 / 10000 jiwa

1 2 1

0 Kota Karanganyar Aksesibilitas = 0,11 Km/Km

2

Mobilitas = 0,22 / 10000 jiwa

9

Kota Sragen Aksesibilitas = 0,18 Km/Km2

Mobilitas = 0,35 / 10000 jiwa

3 Kec. Mojolaban Aksesibilitas = 0,1 Km/Km

2

Mobilitas = 0,15 / 10000 jiwa

4

1

1 Kota Sukoharjo Aksesibilitas = 0,11 Km/Km

2

Mobilitas = 0,17/ 10000 jiwa

Kec. Grogol Aksesibilitas = 0,06 Km/Km

2

Mobilitas = 0,064 / 10000 jiwa

5

Kec. Baki Aksesibilitas = 0,10 Km/Km

2

Mobilitas = 0,108 / 10000 jiwa

6

Kec. Colomadu Aksesibilitas = 0,197 Km/Km

2

Mobilitas = 0,18/ 10000 jiwa

7

Kec. Kartasura Aksesibilitas = 0,14 Km/Km

2

Mobilitas = 0,031 / 10000 jiwa

1

2

8

Kec. Ngemplak Aksesibilitas = 0,17 Km/Km

2

Mobilitas = 0,21/ 10000 jiwa

Kota Boyolali Aksesibilitas = 0,18 Km/Km

2

Mobilitas = 1,02/ 10000 jiwa

Page 75: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

kriteria penilaian berdasarkan persyaratan lebar, kecepatan minimal, dan kapasitas jalan

sesuai dengan jenis fungsi jalan. SPM Keselamatan dihitung dengan menghitung panjang

jalan yang memenuhi standar dengan total panjang jalan yang menghubungkan pusat-pusat

kegiatan. Dari 24 ruas jalan penghubung terdapat empat ruas jalan yang tidak memenuhi

standar dengan panjang 7,10 meter dengan total panjang jalan 126,25 Km, sehingga nilai

SPM Keselamatan adalah 94,38%.

4.1.5.3 Moda Transportasi Penghubung AntarPusat

Jaringan jalan penghubung antarpusat dilayani oleh angkutan masal baik antarkota

dalam propinsi, antarkota antarpropinsi, maupun internal kota. Berikut adalah daftar moda

transportasi umum yang melewati dan melayani pergerakan antarpusat tersebut,

Tabel 4.9 Jenis Moda Transportasi Penghubung AntarPusat

No. Pusat Wilayah Jenis Moda Transportasi Masal

1 Kota Surakarta - Kota Sragen Bus AKAP, Bus AKDP, Kereta Api

2 Kota Surakarta – Kota Karanganyar Bus, Mini Bus

3 Kota Surakarta – Kota Sukoharjo Bus AKDP, Kereta Api

4 Kota Surakarta – Kota Boyolali Bus AKDP, Bus AKAP

5 Kota Surakarta – Kec. Jaten Bus AKDP, Bus AKAP, Mini Bus, Angkutan

Perkotaan, Angkutan pedesaan

6 Kota Surakarta – Kec. Mojolaban Bus AKDP, Mini Bus, Angkutan pedesaan

7 Kota Surakarta – Kec. Grogol Bus AKDP, Angkutan pedesaan, Angkutan perkotaan

8 Kota Surakarta – Kec. Baki Angkutan pedesaan

9 Kota Surakarta – Kec. Kartasura Bus Kota, BST, Bus AKDP, Angkutan perkotaan

10 Kota Surakarta – Kec. Colomadu Microbus

11 Kota Surakarta – Kec. Ngemplak Mini Bus, BST, Angkutan pedesaan

Sumber : DLLAJ Kota Surakarta, Dinas Perhubungan Kabupaten Karanganyar, RTRW Kabupaten

Sukoharjo Tahun 2011-2031, pengamatan lapangan, 2012

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa wilayah yang memiliki keterjangkauan

transportasi umum tertinggi adalah wilayah yang dilalui jalur arteri seperti Kota Sragen, Kec.

Jaten, Kota Surakarta, Kec. Kartasura, dan Kota Boyolali. Sedangkan wilayah yang memiliki

keterjangkauan angkutan umum yang rendah adalah Kec. Baki, meskipun wilayah ini berada

dekat dengan Kota Surakarta.

Page 76: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Peta Peta Jaringan Jalan Aglomerasi Perkotaan Surakarta dan Rute Moda

Transportasi Umum

Page 77: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

4.2 POLA RUANG AGLOMERASI PERKOTAAN SURAKARTA

Pola ruang adalah peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan

ruang untuk fungsi lindung dan budi daya. Secara lebih detail, pola ruang menyangkut

diversifikasi penggunaan lahan dan intensitasnya. Data pola ruang yang digunakan dalam

penelitian ini adalah luas penggunaan lahan yang dirinci ke dalam diversitas dan intensitas

pemanfaatan lahan.

4.2.1 Diversifikasi Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan di aglomerasi perkotaan Surakarta terdiri atas tanah sawah dan

tanah kering. Jenis tanah sawah terdiri atas tanah sawah dengan irigasi teknis, setengah teknis,

irigasi sederhana, tadah hujan, dan tidak berpengairan. Sedangkan penggunaan tanah kering

terdiri atas tanah pekarangan, tanah tegal, perkebunan, tambak/kolam, dan lainnya. Pada

tahun 2010, proporsi penggunaan lahan permukiman (pekarangan) aglomerasi perkotaan

Surakarata mencapai 46%, tanah sawah 37%, tanah tegal 8%,dan penggunaan lainnya 9%.

Dengan kata lain proporsi lahan non terbangun masih lebih besar dibandingkan lahan

terbangun.

Pada tahun 2010, persentase lahan terbangun tertinggi adalah Kota Surakarta, yang

diiringi laju penurunan lahan non terbangun dengan persentase tertinggi yaitu -3,05 % per

tahun. Sedangkan wilayah yang memiliki persentase lahan terbangun terkecil adalah Kota

Karanganyar disusul Kota Sukoharjo. Kota Karanganyar memiliki laju penyusutan lahan non

terbangun paling kecil di aglomerasi perkotaan Surakarta yaitu -0,01 % per tahun.

Gambar 4.11 Penggunaan Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010

Sumber : Data Statistik Penggunaan Lahan, BPS

Penggunaan lahan terbangun sebagai perumahan masih mendominasi seluruh wilayah di

aglomerasi perkotaan. Selain perumahan, terdapat penggunaan lahan yang juga menonjol di

beberapa wilayah, misalnya penggunaan lahan industri yang terdapat di Kecamatan Jaten dan

Grogol.

Page 78: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Tabel 4.10 Diversifikasi Penggunaan Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

No. Sub Wilayah

Luas

Wilayah

(Ha)

Presentase Lahan Terbangun

Terhadap Luas Wilayah

Tahun 2010 (%) Persentase

Lahan

Terbangun

Tahun 2010

(%)

Rata-rata

Pertumbuhan

Kawasan

Terbangun/

Tahun (%)*

Per

um

ah

an

Per

da

ga

ng

an

da

n J

asa

Per

ka

nto

ran

Ind

ust

ri

1 Kota Surakarta 4404,06 64,54 3,82 8,86 2,22 79,44 0,06

2 Kec Jaten 2554,81 23,09 0,21 0,03 19,01 42,34 0,04

3 Kec Mojolaban 3554,00 32,29 0,04 0,21 0,36 32,89 0,89

4 Kec Grogol 3000,00 36,51 0,47 0,46 20,15 57,60 0,32

5 Kec Baki 2197,00 31,59 1,58 1,86 0,24 35,28 0,95

6 Kec Kartasuro 1923,00 61,49 2,85 0,66 0,50 65,47 0,88

7 Kec Colomadu 1564,17 53,19 0,08 1,14 3,23 57,66 4,18

8 Kec Ngemplak 3852,70 28,26 0,14 1,16 2,24 31,80 0,90

9 Kota Sragen 2672,00 45,79 1,37 2,06 0,19 49,41 0,09

10 Kota Karanganyar 4302,64 32,67 0,43 1,67 0,23 35,02 0,03

11 Kota Sukoharjo 4458,00 32,10 1,02 0,76 1,69 35,58 0,42

12 Kota Boyolali 4095,00 39,12 0,96 0,83 0,17 40,98 1,80

Sumber : Analisa Perhitungan berdasarkan data penggunaan lahan BPS, peta penggunaan lahan BAPPEDA,

sotware ARC GIS, dan Google Earth Berbasis Tahun 2010

*Perhitungan dengan menggunakan data tahun 2003,2005, 2007, dan 2009 masing-masing wilayah

4.2.2 Intensitas Penggunaan Lahan

Intensitas ruang menggambarkan volume kegiatan dalam suatu ruang. Semakin beragam

kegiatan dalam suatu ruang maka intensitasnya semakin tinggi. Selain volume kegiatan,

intensitas juga dapat dilihat dari koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan

(KLB), dan kepadatan penduduk. Data intensitas dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui kekompakan suatu ruang dan mengidentifikasi adanya sprawl, dengan

membandingkan intensitas antarruang internal secara kuantitatif deskriptif. Data intensitas

juga diperlukan untuk menganalisis kemampuan lahan dalam menerima beban bangunan di

atasnya atau potensi pengembangannya. Intensitas yang terkait lahan terbangun dapat dilihat

dari KDB, KLB, dan kepadatan penduduk dapat dilihat pada table di bawah ini,

Tabel 4.11 Intensitas Penggunaan Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010

No. Sub Wilayah

Rata-rata Koefisien Dasar

Bangunan (KDB) %

Rata-rata Koefisien

Lantai Bangunan

(KLB)

Kepadatan

Penduduk

Per

um

ahan

Per

dag

ang

an

dan

Jas

a

Per

kan

tora

n

Ind

ust

ri

Per

um

ahan

Per

dag

ang

an

dan

Jas

a

Per

kan

tora

n

Ind

ust

ri

Bru

to

Net

to

1 Kota Surakarta 70-100 80-100 80-90 80-100 1-2 1-4 1-7 1 133 168

2 Kec Jaten 70-90 70-95 60-80 80-90 1-2 1-3 1-3 1 28 66

3 Kec Mojolaban 65-85 60-90 50-70 80-90 1-2 1-3 1-3 1 22 68

4 Kec Grogol 60-85 65-85 60 85-90 1-2 1-2 1-2 1 35 60

5 Kec Baki 60-85 65-85 60 80 1-2 1-2 1-2 1 24 68

6 Kec Kartosuro 70-85 70-95 50-70 80-95 1-3 1-3 1-2 1 48 73

7 Kec Colomadu 70-80 70-85 70 80-90 1-2 1-2 1-2 1 40 69

Page 79: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

8 Kec Ngemplak 50-80 60-85 50-60 80 1-2 1-2 1-2 1 18 58

9 Kota Sragen 70-85 70-90 50-60 70-80 1-2 1-3 1-3 1 27 56

10 Kota Karanganyar 70-85 60-75 50-60 80 1-2 1-2 1-3 1 18 51

11 Kota Sukoharjo 60-80 75-100 75 80-85 1-2 1-2 1-3 1 19 54

12 Kota Boyolali 50-85 75-90 50-70 80-85 1-2 1-2 1-3 1 19 45

Sumber : Hasil studi sebelumnya, survey lapangan, perhitungan berbasis data 2001-2010

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa wilayah dengan intensitas ruang

tertinggi adalah Kota Surakarta yang tercermin dari nilai KDB, KLB, dan kepadatan

penduduk. Sedangkan wilayah-wilayah yang lain memiliki intensitas ruang yang relative

sama dilihat dari nilai KDB dan KLB, tetapi memiliki intensitas yang berbeda dilihat dari

kepadatan penduduk. Dengan menggunakan metode skoring intensitas pemanfaatan lahan

dapat diketahui perbandingan intensitas ruang antarwilayah. Skoring dilakukan dengan

memberikan nilai pada masing-masing jenis penggunaan lahan berdasarkan KDB karena

KDB dapat mempresentasikan beban lahan yang harus ditanggung suatu wilayah dengan nilai

KLB yang sama.

Berdasarkan perhitungan nilai rata-rata KDB, Penggunaan lahan industri dinilai paling

intens karena nilai KDB paling tinggi. Jenis penggunaan lahan dalam perhitungan di atas

adalah 4 jenis, sehingga apabila diurutkan dengan menggunakan skala nominal maka

penggunaan lahan paling intens adalah industri diberi nilai 4, perdagangan dan jasa diberi

nilai 3, perumahan diberi nilai 2, dan perkantoran diberi nilai 1. Proporsi masing-masing

penggunaan lahan kemudian dikalikan dengan nilai dari skala intensitas tersebut sehingga

diperoleh tingkatan intensitas penggunaan ruang di aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai

berikut, intensitas pemanfaatan lahan tertinggi adalah Kota Surakarta, disusul 2) Kec. Grogol,

3) Kec. Kartasura, 4) Kec. Jaten, dan 5) Kec. Colomadu, dengan dominasi penggunaan lahan

yang berbeda-beda. Sedangkan kota-kota satelit yang berada jauh dari Kota Surakarta

memiliki intensitas pemanfaatan lahan terbangun lebih rendah dari kawasan perkotaan di

sekitar Kota Surakarta. Apabila diilustrasikan maka intensitas yang menunjukkan beban lahan

masing-masing wilayah dapat dilihat pada gambar berikut,

Kota Inti

Kawasan Perkotaan Sekitarnya

Kota-kota Satelit

Page 80: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

4.2.3 Kecenderungan Penggunaan Lahan

Berdasarkan data penggunaan lahan tahan 2010, dari duabelas wilayah dalam

aglomerasi perkotaan Surakarta terdapat empat wilayah yang didominasi oleh lahan terbangun

dan tujuh wilayah yang masih didominasi oleh penggunaan lahan non terbangun atau

pertanian. Wilayah yang memiliki luas lahan terbangun lebih besar daripada lahan pertanian

antara lain Kota Surakarta, Kec. Colomadu, Kec. Grogol, dan Kec. Kartasura, sedangkan

wilayah yang masih didominasi oleh lahan pertanian adalah Kota Sragen, Kota Karanganyar,

Kota Sukoharjo, Kota Boyolali, Kec. Mojolaban, Kec. Jaten, dan Kec. Baki. Lua lahan

terbangun tersebut mengalami perubahan setiap tahunnya, berdasarkan data tahun 1993-2010

terjadi peningkatan luas lahan terbangun dengan perubahan luas lahan tertinggi di Kecamatan

Colomadu. Proporsi penggunaan lahan tertinggi dalam lahan terbangun adalah penggunaan

untuk hunian. Luas hunian ini mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan luas lahan

terbangun dan dapat dikatakan bahwa faktor utama penyebab meningkatnya luas lahan

terbangun adalah bertambahnya lahan untuk hunian.

Gambar 4.12 Perubahan Luas Terbangun Tahun 1993-2010

Sumber : Laporan Statistik Masin-masing Kabupaten dan Kota, BPS

Luas lahan terbangun masing-masing wilayah mengalami perubahan dengan kecepatan

yang berbeda-beda. Wilayah dengan laju pertambahan lahan terbangun tertinggi adalah

Kecamatan Colomadu. Kecepatan perubahan luas lahan terbangun di Kecamatan Colomadu

mulai terlihat pesat pada tahun 2007. Tingginya konversi lahan di wilayah ini

diidentifikasikan sebagai dampak dari pembangunan jalan tol yang melalui wilayah ini

sehingga banyak pengembang maupun penduduk yang berinvestasi dengan membuat hunian

maupun pertokoan di wilayah ini. Dan tidak menutup kemungkinan akan bermunculan

industry-industri baru di wilayah ini. Laju pertambahan lahan terbangun di masing-masing

wilayah dihitung dengan melihat perubahan luas lahan terbangun dari tahun 2003-2010

dengan hasil seperti pada gambar di bawah ini,

Page 81: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Gambar 4.13 Laju Perubahan Lahan Terbangun Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Sumber : Laporan Statistik Masin-masing Kabupaten dan Kota, BPS

Dengan menggunakan laju pertambahan lahan terbangun rata-rata tersebut kemudian

dilakukan proyeksi pertambahan lahan dengan menggunakan metode eksponensial. Hasil

analisis ini diperlukan untuk membandingkan pola penggunaan lahan yang akan datang

dengan daya dukung lahan pada analisis daya dukung lahan lingkungan.

Pada tahun 2025, diprediksikan terjadi konversi lahan pertanian di masing-masing

wilayah untuk mencukupi kebutuhan hunian dan lahan terbangun lain (industri, perkantoran,

perdagangan, sarana dan prasarana). Lahan terbangun kota Surakarta akan mencapai 80,16%

luas wilayah, Kec. Jaten 42,59%, Kec. Jaten 85,40%, Kec. Grogol 51,01%, Kec. Baki 29,79%,

Kec. Kartasura 65,39%, Kec. Colomadu 87,79%, Kec. Ngemplak 36,40%, Kota Sragen

50,08%, Kota Karanganyar 35,18%, Kota Sukoharjo 37,89%, dan Kota Boyolali 59,90%.

Dari kedua belas wilayah tersebut, wilayah yang mengalami perkembangan yang pesat adalah

Kecamatan Colomadu, dapat dilihat pada selisih grafik di bawah ini. Berdasarkan catatan

statistic daerah, perkembangan lahan terbangun di Kecamatan Colomadu ini mulai terlihat

pesat saat memasuki tahun 2007 dimana pada tahun 2005 luas lahan terbangun adalah 678,38

Ha kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2007 dimana luas lahan terbangun adalah

895,2 Ha.

Gambar 4.14 Proyeksi Pertambahan Lahan Terbangun Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Sumber : Hasil Analisis dengan menggunakan laju pertumbuhan lahan terbangun, 2012

Page 82: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Secara spasial sebaran penggunaan lahan dalam suatu wilayah akan membentuk pola-

pola tertentu yang dikenal sebagai pola ruang atau urban form. Pola ruang ini dengan mudah

dapat dikenali dari asosiasi lahan terbangun atau konsentrasi lahan terbangun. Lahan

terbangun di masing-masing wilayah berkembang dengan tipe perkembangan infill

development sepanjang jaringan jalan dan pembangunan baru berbentuk cluster yang

mengarah ke leap frog development. Pola ruang yang terbentuk dari tipe perkembangan ini

dapat terlihat jelas dengan melihat peta lahan terbangun dan non terbangun (Peta 4.2 dan 4.3).

Kota Surakarta memiliki lahan terbangun yang terkonsentrasi pada satu titik dan

tersebar hamper merata di seluruh wilayah. Lahan-lahan terbangun ini saling terhubung satu

sama lain sehingga tidak ditemui adanya pembangunan yang terpisah atau leap-frog

development. Sekilas tipe pola ruang Kota Surakarta membentuk pola ruang kompak, tetapi

dengan intensitas yang berbeda antara utara dan selatan. Bagian utara wilayah memiliki

intensitas yang rendah sedangkan bagian selatan wilayah memiliki intensitas yang tinggi.

Kawasan perkotaan sekitar Surakarta yang meliputi Kec. Jaten, Kec. Mojolaban, Kec.

Grogol, Kec. Baki, Kec. Colomadu, dan Kec. Ngemplak memiliki sebaran lahan terbangun

yang terpisah satu sama lain, konsentrasi lahan terbangun yang intens hanya terdapat di

beberapa lokasi yang berada di sepanjang jalan utama, sedangkan lahan terbangun yang lain

terletak menyebar di seluruh wilayah. Akan tetapi, Kecamatan Kartasura memiliki lahan

terbangun yang memusat di sepanjang jalan utama dengan luasan yang besar, meskipun ada

lahan-lahan terbangun yang menyebar.

Kota Sragen memiliki lahan terbangun yang terkonsentrasi di bagian tengah wilayah

dalam skala yang besar, meskipun masih ada lahan terbangun yang memencar. Akan tetapi,

proporsi lahan terbangun yang memencar tersebut sangat kecil dibandingkan lahan terbangun

yang ada di bagian pusat. Lahan terbangun utama dikelilingi oleh lahan pertanian yang secara

sekilas membuat bentuk kota Sragen menyerupai garden city (peta 4.3). Kota Boyolali

memiliki lahan terbangun yang memusat di bagian tengah kota yang memiliki kelerengan

relative landau dibandingkan bagian wilayah kota yang lain. Intensitas penggunaan lahan di

bagian pusat relative tinggi yang kemudian menurun seiring dengan ketinggian wilayah. Kota

Karanganyar dan Kota Boyolali memiliki pola penggunaan ruang dengan konsentrasi lahan

terbangun di satu titik, tetapi masih banyak dijumpai lahan terbangun yang memencar dengan

proporsi yang lebih besar dibandingkan konsentrasi lahan terbangun utama yang

mengindikasikan adanya sprawl (peta 4.3).

Page 83: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Peta 4.2. Penggunaan Lahan Kota Surakarta dan Kawasan Perkotaan Sekitar

Surakarta

Page 84: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Peta 4.3 Penggunaa Lahan Kota Satelit Surakarta

Page 85: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

4.3 DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

Daya tampung penduduk dalam suatu wilayah hendaknya ditinjau dari kemampuan

pelayanan lahan dan sumberdaya air eksisting, dan bukan melihatnya secara terpisah.

Sehingga hasil akhir dari analisis ini berupa jumlah penduduk yang dapat ditampung

berdasarkan kemampuan lahan dan sumberdaya air.

4.3.1 DAYA DUKUNG LAHAN

Daya dukung lahan suatu perkotaan sangat tergantung pada satuan kemampuan

lahannya (SKL). Daya tampung lahan suatu wilayah dihitung dengan melakukan analisis

kemampuan lahan, analisis rasio tutupan lahan, dan ketinggian bangunan. Untuk mengetahui

kemampuan lahan, rasio tutupan lahan, dan ketinggian bangunan suatu wilayah , peneliti

menggunakan pedoman teknis Permen PU No. 20/PRT/M/2007.

1) Analisis Kemampuan Lahan

Analisis kemampuan lahan dilakukan untuk mengetahui pengembangan lahan yang

sesuai dengan kemampuan fisik lahan. Output dari analisis ini akan digunakan untuk

menganalisis kesesuaian lahan. Analisis dilakukan dengan mengalikan bobot masing-masing

SKL dengan nilai dari masing-masing SKL.

Berdasarkan hasil skoring, aglomerasi perkotaan Surakarta memiliki 3 kelas

kemampuan lahan yaitu sedang, agak tinggi, dan tinggi. Tingkat kemampuan pengembangan

sedang, artinya bahwa kawasan mendukung untuk pengembangan budidaya permukiman

namun masih terbatas, sehingga kawasan hanya memiliki tingkat pengembangan kearah

hutan, perkebunan, tegalan dan budidaya permukiman tebatas. Tingkat kemampuan

pengembangan lahan yang alian adalah agak tinggi, artinya kawasan mampu dikembangkan

kearah budidaya permukiman, pertanian, perkebunan, industri dll. Sedangkan tingkat

kemampuan pengembangan tinggi, artinya kawasan memiliki kemampuan tinggi untuk

dikembangkan menjadi budidaya permukiman, pertanian, perkebunan, industri, dll. Peta

kemampuan lahan dapat dilihat di lampiran.

2) Arahan Rasio Tutupan Lahan dan Ketinggian Bangunan

Arahan rasio tutupan lahan adalah perbandingan antara luas lahan tertutup oleh

bangunan yang bersifat kedap air dengan luas lahan keseluruhan. Berdasarkan pedoman teknis

Permen PU No. 20/PRT/M/2007, rasio tutupan lahan maksimal untuk wilayah dengan kelas

kemampuan lahan sedang adalah 20% , kelas kemampuan lahan agak tinggi adalah 30%, dan

kelas kemampuan lahan agak tinggi adalah 50%. Arahan ketinggian bangunan untuk kelas

kemampuan lahan sedang dan agak tinggi <4 lantai, sedangkan untuk kelas kemampuan lahan

tinggi > 4 lantai. Berikut adalah hasil analisis kemampuan lahan, arahan rasio tutupan lahan,

dan arahan ketinggian bangunan di aglomerasi perkotaan Surakarta

Page 86: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Tabel 4.12 Analisis Kemampuan Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

Total

Nilai

Kelas

Kemampuan

Lahan

Klasifikasi

Pengembangan Wilayah

Arahan

Rasio

Tutupan

Lahan

Arahan

Ketinggian

Bangunan

84-109 Kelas c Kemampuan

Pengembangan

Sedang

1. Kec. Jebres Surakarta

2. Kel. Bolong Kota Karanganyar

3. Kel. Delingan Kota Karanganyar

4. Kel. Gayamdompo Kota Karanganyar

5. Kel. Gedong Kota Karanganyar

Max

20%

< 4 lantai

110-

134

Kelas d Kemampuan

Pengembangan

Agak Tinggi

1. Kec. Laweyan Kota Surakarta

2. Kec. Serengan Kota Surakarta

3. Kec. Pasar Kliwon Surakarta

4. Kec. Banjarsari Surakarta

5. Kec. Jaten

6. Ke. Colomadu

7. Kec. Mojolaban

8. Kec. Grogol

9. Kec. Baki

10. Kec. Kartasura

11. Kec. Ngemplak

12. Kota Sragen

13. Kel. Sukoharjo Kota Sukoharjo

14. Kel. Gayam Kota Sukoharjo

15. Kel. Joho Kota Sukoharjo

16. Kel. Begajan Kota Sukoharjo

17. Kel. Mandan Kota Sukoharjo’

18. Kel. Danmali Kota Sukoharja

19. Kel. Kenep Kota Sukoharjo

20. Kel. Kriwen Kota Surakarta

21. Kel. Comboran Kota Sukoharjo

Max

30%

< 4 lantai

135-

160

Kelas e Kemampuan

Pengembangan

Sangat Tinggi

1. Kel. Bulakrejo Kota Sukoharjo

2. Kel. Sonorejo Kota Sukoharjo

3. Kel. Jetis Kota Sukoharjo

Max

50%

> 4 lantai

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

3) Analisis Daya Tampung Lahan

Berdasarkan analisis rasio tutupan lahan akan diperoleh luas lahan yang dapat

dimanfaatkan untuk pembangunan sesuai dengan kondisi fisik alami. Luas area dengan kelas

kemampuan lahan sedang adalah 2981,18 Ha, agak tinggi 34.550,19 Ha, dan tinggi 1046 Ha.

Dengan luas wilayah aglomerasi 38.577,37 Ha, maka persentase lahan yang dapat

dimanfaatkan adalah 11.484,29 Ha atau 29,77 % dari luas wilayah.

Tabel 4.13 Luas Lahan yang Dapat Dimanfaatkan berdasarkan Kondisi Fisik Lingkungan Kelas

Kemampuan

Lahan

Luas Area

(Ha)

Persentase dari

Luas Aglomerasi

(%)

Arahan Rasio

Tutupan Lahan

Luas Wilayah

yang Dapat

Dimanfaatkan (Ha)

Kelas C 2981,18 7,73 20 % 596,24

Kelas D 34550,19 89,59 30 % 10365,06

Kelas E 1046,00 2,71 50 % 523,00

Total 38577,27 100,00 - 11484,29

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Dengan menggunakan data luas wilayah yang dapat dimanfaatkan di atas dapat dihitung

jumlah penduduk yang dapat ditampung. Dengan menggunakan asumsi, persentase luas lahan

yang digunakan untuk permukiman hanya 50% dari luas lahan yang boleh tertutup, dengan

Page 87: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

catatan 30% digunakan untuk fasilitas dan 20% untuk utilitas (Modul Terapan Teknik Analisi

Aspek Fisik Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata

Ruang). Rumus yang digunakan untuk menganalisis daya tampung penduduk adalah

Daya Tampung Lahan = 50 % x Luas Lahan yang Dapat Dimanfaatkan x Jumlah Penduduk

PerRumah Luas Kavling Rumah

= 50 % x Luas Lahan yang Dapat Dimanfaatkan

x 5 (Jiwa) 100 M

2

Keterangan :

- Luas Kavling Rumah 100 M2 dihitung berdasarkan data arsitek, neufert, ernst, Jilid I-II

Maka dapat diperoleh daya tampung penduduk maksimal di aglomerasi perkotaan Surakarta

sebesar 2.871.075 jiwa, dengan catatan bahwa rumah yang dibangun merupakan rumah satu

lantai dan tidak dilakukan rekayasa teknis. Daya tampung penduduk ini bisa lebih besar jika

dihitung berdasarkan arahan ketinggian bangunan dan menggunakan rekayasa teknis.

Tabel 4.14 Daya Tampung Lahan Aglomerasi Perkotaan Surakarta

No. Wilayah

Kelas

Kemampuan

Lahan

Luas

Wilayah

(Ha)

Luas Lahan

Terbangun*

(Ha)

Luas

Permukiman

* (Ha)

Daya

Tampung

Penduduk

**

Daya

Tampung

Penduduk

***

1 Kota Surakarta

Kec. Jebres Kelas C 1258,18 251,64 125,82 62.909 188.727

Kota Surakarta

dikurangi Kec. Jebres Kelas D 3145,88 943,76 471,88 235.941

707.823

2 Kec Jaten Kelas D 2554,81 766,44 383,22 191.611 574.833

3 Kec Mojolaban Kelas D 3554,00 1066,20 533,10 266.550 799.650

4 Kec Grogol Kelas D 3000,00 900,00 450,00 225.000 675.000

5 Kec Baki Kelas D 2197,00 659,10 329,55 164.775 494.325

6 Kec Kartosuro Kelas D 1923,00 576,90 288,45 144.225 432.675

7 Kec Colomadu Kelas D 1564,17 469,25 234,63 117.313 351.939

8 Kec Ngemplak Kelas D 3852,70 1155,81 577,91 288.953 866.859

9 Kota Sragen Kelas D 2672,00 801,60 400,80 200.400 601.200

10 Kota Boyolali Kelas D 4095,00 1228,50 614,25 307.125 921.375

11 Kota Karanganyar

Kel Delingan Kelas C 939,00 187,80 93,90 46.950 140.850

Kel Gayamdompo Kelas C 436,00 87,20 43,60 21.800 65.400

Kel Bolong Kelas C 348,00 69,60 34,80 17.400 52.200

Kota Karanganyar -

Kelas C Kelas D 2579,64 773,89 386,95 193.473

580.419

12 Kota Sukoharjo

Kel.Bulakrejo Kelas E 411,00 205,50 102,75 51.375 154.125

Kel.Sonorejo Kelas E 444,00 222,00 111,00 55.500 166.500

Kel.Jetis Kelas E 191,00 95,50 47,75 23.875 71.625

Kota Sukoharjo -

Kelas E Kelas D 3412,00 1023,60 511,80 255.900

767.700

Total

38577,38 11484,29 5742,15 2.871.074 8.613.222

Keterangan : *Sesuai kemampuan lahan, ** jika menggunakan hunian berlantai 1,

***jika menggunakan hunian per lantai 3

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Page 88: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Berdasarkan arahan ketinggian bangunan, bangunan rumah di aglomerasi perkotaan

Surakarta memiliki batas ketinggian dari <4 lantai (3 lantai) dan >4 lantai untuk 3 kelurahan

di Kota Sukoharjo yang memiliki kelas kemampuan lahan E. Apabila ketinggian lantai

bangunan dibatasi 3 lantai untuk keseluruhan wilayah dalam aglomerasi perkotaan Surakarta

maka daya tampung penduduk di aglomerasi perkotaan Surakarta adalah 8.613.225 jiwa.

Angka ini diperoleh dengan mengalikan daya tampung penduduk jika rumah yang dibangun

berlantai satu pada perhitungan sebelumnya yaitu 2.871.075 jiwa dengan 3 (tiga adalah batas

ketinggian bangunan). Akan tetapi, jumlah ini masih dapat bertambah lagi mengingat bahwa

ketiga kelurahan di Kota Sukoharjo memiliki arahan ketinggian bangunan >4 lantai dan

rekayasa teknis dapat dilakukan.

Selain menggunakan asumsi bahwa lahan untuk permukiman (hunian) sebesar 50%,

peneliti juga melakukan perhitungan daya tampung penduduk berdasarkan ketentuan bahwa

persentase lahan perkotaan yang dapat digunakan untuk permukiman sebesar 70% sedangkan

30% digunakan untuk sarana prasarana umum. Jika menggunakan ketentuan tersebut maka

daya tampung penduduk aglomerasi perkotaan Surakarta sebesar 12.058.505 jiwa jika

menggunakan rumah berkoefesien lantai bangunan 3 atau 4.019.502 jika menggunakan rumah

berKLB 1 (perhitungan ada di lampiran).

4) Perkiraan Jumlah Penduduk Tambahan yang Dapat Ditampung

Untuk dapat mengetahui besarnya penduduk tambahan yang mampu ditampung oleh

suatu wilayah, maka perlu diketahui jumlah penduduk eksisting yang ada di wilayah tersebut.

Berdasarkan perbandingan daya tampung masing-masing wilayah dan jumlah penduduk

eksisting diketahui bahwa dari 12 wilayah terdapat sebuah wilayah yang telah memiliki

penduduk 3/5 dari daya tampungnya yaitu Kota Surakarta. Sedangkan wilayah yang lain

masih memiliki daya tampung yang besar.

Gambar 4.15 Perbandingan Daya Tampung Penduduk dengan Asumsi Lahan Permukiman sebesar

50% dengan Jumlah Penduduk Tahun 2010 Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Page 89: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

5) Perkiraan Luas Lahan yang Masih Dapat Dimanfaatkan

Selain membandingkan jumlah penduduk yang mampu ditampung dengan jumlah

penduduk eksisting, juga perlu dikaji luas lahan yang mampu menampung jumlah penduduk

tambahan. Berdasarkan data tahun 2010, persentase lahan terbangun aglomerasi perkotaan

Surakarta adalah 45,96% sedangkan luas lahan terbangun yang diperbolehkan adalah 29,77%

sehingga terjadi kelebihan sebesar 16,19% atau sebesar 6245,39 Ha. Apabila data ini

dijabarkan ke dalam masing-masing wilayah maka akan terlihat secara jelas penyimpangan

penggunaan lahan di setiap wilayah, sebagai berikut:

Gambar 4.16 Perbandingan Luas Lahan Terbangun Eksisting dengan Arahan Tutupan Lahan

Sumber : Hasil Analisis, 2012

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa luas lahan terbangun Kota Surakarta telah

melebihi arahan luas lahan yang boleh tertutup, begitu pula dengan Kec. Jaten, Kec.

Mojolaban, Kec. Grogol, Kec. Baki, Kec. Kartasura, Kec. Colomadu, Kota Sragen, Kota

Karanganyar, dan Kota Boyolali. Hanya Kec. Ngemplak dan Kota Sukoharjo yang memiliki

luas penyimpangan kecil. Sehingga apabila masing-masing wilayah tersebut ingin

menampung jumlah penduduk berdasarkan perhitungan sebelumnya, maka diperlukan upaya

untuk mengubah orientasi pengembangan wilayah dari horizontal menjadi pembangunan

vertical dan perlunya dilakukan peremajaan ruang kota.

Tabel 4.15 Penyimpangan Luas Lahan Terbangun Eksisting dengan Luas Lahan Terbangun yang

Diperbolehkan

No. Sub Wilayah

Luas

Wilayah

(Ha)

Luas

Lahan

Terbangun

Tahun 2010

(Ha)

Luas Lahan yang

Boleh Tertutup

sesuai

Kemampuan Lahan

( Ha )

Penyimpangan (Ha)

1 Kota Surakarta 4404,06 3498,59 1195,40 2303,19

2 Kec Jaten 2554,81 1081,71 766,44 315,27

3 Kec Mojolaban 3554,0 1168,91 1066,20 102,71

4 Kec Grogol 3000,00 1728,00 900,00 828,00

5 Kec Baki 2197,00 775,10 659,10 116,00

6 Kec Kartosuro 1923,00 1258,99 576,90 682,09

7 Kec Colomadu 1564,17 901,90 469,25 432,65

8 Kec Ngemplak 3852,70 1225,16 1155,81 69,35

Page 90: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

9 Kota Sragen 2672,00 1320,24 801,60 518,64

10 Kota Karanganyar 4302,64 1506,79 1118,49 388,30

11 Kota Sukoharjo 4458,00 1586,16 1546,60 39,56

12 Kota Boyolali 4095,00 1678,13 1228,50 449,63

Total 38577,38 17729,68 11484,29 6245,39

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2012

Penyimpangan lahan terbangun tersebut semakin besar jika dibandingkan dengan

prediksi pertambahan lahan terbangun pada tahun 2025 yang telah disebutkan pada sub bab

sebelumnya. Dengan melihat perbandingan luas lahan terbangun eksisting dan prediksi

penambahan lahan terbangun tersebut diketahui bahwa luas lahan terbangun baik eksisting

maupun yang diprediksikan tidak sesuai dengan arahan luas lahan yang diperbolehkan

berdasarkan kemampuan lahan. Apabila kondisi ini berlanjut, maka akan menurunkan daya

dukung lingkungan yaitu berkurangnya daya dukung sumberdaya air.

6) Potensi Pengembangan Ruang

Kawasan Aglomerasi perkotaan Surakarta dapat dikembangkan secara vertikal dengan

jenis bangunan empat lantai untuk kelas kemampuan lahan tipe C dan D serta bangunan >4

lantai untuk kelas kemampuan lahan tipe D, tanpa adanya rekayasa teknis (hasil analisis

kemampuan lahan). Sedangkan luas penggunaan lahan secara horizontal dibatasi sebagai

berikut,

- Rasio lahan terbangun untuk kelas kemampuan lahan Tipe C meliputi Kec. Jebres

Surakarta, Kelurahan Delingan, Gayamdompo, dan Bolong Kota Karanganyar dibatasi

sampai 20%.

- Rasio lahan terbangun untuk kelas kemampuan lahan Tipe D meliputi Kota Sragen, Kota

Boyolali, Kec. Jaten, Kec. Mojolaban, Kec. Grogol, Kec. Baki, Kec. Kartasura, Kec.

Colomadu, Kec. Ngemplak, Kota Sukoharjo (kecuali Kelurahan Bulakrejo, Sonorejo, dan

Jetis), Kota Karanganyar (kecuali Kelurahan Delingan, Gayamdompo, dan Bolong), serta

Kota Surakarta (kecuali Kecamatan Jebres) dibatasi sampai 30%.

- Rasio lahan terbangun untuk kelas kemampuan lahan Tipe E yang meliputi Kelurahan

Bulakrejo, Kelurahan Sonorejo, dan Kelurahan Jetis Kota Sukoharjo dibatasi sampai 50%.

Dengan demikian maka luas lahan tertutup aglomerasi perkotaan Surakarta yang

diperbolehkan adalah 14149,39 Ha atau 36,68% dengan koefisien lantai bangunan 4 dan >4

lantai untuk tiga kelurahan di Kota Sukoharjo. Akan tetapi, luas lahan terbangun eksisting

saat ini adalah 17729,66 Ha atau 45,96% sehingga tidak memungkinkan untuk

mengembangkan wilayah secara horisontal.

Untuk mengetahui potensi pengembangan secara vertikal maka dilakukan

perbandingan dominansi koefisien lantai bangunan dengan arahan ketinggian bangunan

Page 91: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

(sesuai analisis kemampuan lahan). Area permukiman dengan proporsi 45,96% memiliki

koefisien lantai rata-rata 1-2 yang didominasi KLB 1, bangunan perdagangan yang

menempati 1,1 % luas wilayah memiliki koefisen lantai bangunan 1-4 dengan dominasi KLB

2, bangunan perkantoran termasuk sarana umum menempati 1,87% luas wilayah memiliki

koefisien lantai bangunan 1-3 dengan dominasi KLB 2, sedangkan industri yang menempati

3,76% luas wilayah memiliki koefisen lantai bangunan satu. Dengan demikian maka semua

wilayah di aglomerasi perkotaan Surakarta masih dapat dikembangkan secara vertikal sampai

4 lantai untuk kelas kemampuan lahan C dan D serta > 4 lantai untuk kelas kemampuan lahan

E dengan catatan bahwa pembangunan tersebut tanpa melibatkan rekayasa teknis. Koefisen

lantai bangunan atau ketinggian bangunan di masing-masing wilayah dapat lebih dari 4 lantai

jika menggunakan rekayasa teknis. Akan tetapi, pembangunan yang melibatkan rekayasa

teknis tidak dibahas dalam penelitian ini.

4.3.2 DAYA DUKUNG SUMBER DAYA AIR

1) Neraca Kesetimbangan Air

Neraca kesetimbangan air aglomerasi perkotaan Surakarta dihitung dengan

membandingkan ketersediaan air domestik dan kebutuhan air. Sumber air yang digunakan

dalam perhitungan adalah air permukaan yang terdiri atas sungai dan mata air, air tanah, dan

cadangan air seperti waduk atau bendung yang terdapat di wilayah tersebut sehingga tidak

mempertimbangkan sumber air yang berasal dari luar daerah. Sedangkan kebutuhan air

dihitung dengan menggunakan standar kebutuhan air sesuai dengan SNI 19-6728.1-2002

tentang penyusunan neraca sumber daya air spasial. Sedangkan standar kebutuhan air untuk

fasilitas yang jumlah pengunjungnya tidak menentu seperti stasiun, terminal, hotel, dan pasar,

serta jenis fasilitas yang tidak terdapat dalam SNI seperti puskesmas, balai pengobatan, rumah

bersalin, dan puskesmas pembantu menggunakan rata-rata konsumsi air setiap fasilitas

tersebut. Jumlah konsumsi air dihitung dengan mengalikan kebutuhan air tiap jenis

pemakaian lahan dengan jumlah fasilitas (untuk sarana) dan luas wilayah (untuk industri dan

pertanian).

Tabel 4.16 Standar Kebutuhan Air

No. Jenis Konsumen Kebutuhan Air (M3)

1 Kebutuhan Penduduk PerHari 1,2 / orang

2 Sarana Ibadah 5 / sarana

3 Rumah Sakit 50 / sarana

4 Rumah Bersalin 15/ sarana

5 Sekolah 2 / sarana

6 Hotel 50 / sarana

7 Pasar / Pusat Perbelanjaan 50 / sarana

8 Terminal 100 / sarana

9 Stasiun 200 / sarana

Page 92: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

10 Industri Besar 50 / Ha

11 Industri Sedang 25 / Ha

12 Industri Kecil 25 / Ha

13 Pertanian 0,001 / Ha

Neraca air ini dihitung dengan asumsi bahwa sumber-sumber air dalam aglomerasi

perkotaan Surakarta dapat digunakan seluruhnya. Berdasarkan perhitungan neraca

ketesimbangan air, jumlah ketersediaan air aglomerasi perkotaan Surakarta adalah

12.953.104,38 M3/hari dengan total kebutuhan air 2.246.787,40 M

3/hari sehingga masih

terdapat sisa cadangan air sebesar 10.706.316,99 M3/hari. Sisa cadangan air tersebut berasal

dari air permukaan yaitu debit air sungai yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Gambar 4.17 Neraca Kesetimbangan Air Aglomerasi Perkotaan Surakarta Tahun 2010

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2010

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa wilayah yang memiliki ketersediaan air

tertinggi adalah Kec. Ngemplak karena didukung oleh keberadaan bendung di wilayah

tersebut.

Tabel 4.17 Ketersediaan dan Kebutuhan Air Aglomerasi Perkotaan Surakarta

No. Wilayah Ketersediaan (M3/ Hari) Kebutuhan (M

3/Hari)

1 Kota Surakarta 1.194.644,16 934.356,06

2 Kec. Jaten 1.213.488,00 113.070,03

3 Kec. Mojolaban 1.037.232,00 123.081,50

4 Kec. Grogol 1.227.597,12 158.853,50

5 Kec. Baki 951.264,00 82.696,50

6 Kec. Kartasura 952.387,20 141.310,50

7 Kec. Colomadu 1.039.392,00 95.338,02

8 Kec. Ngemplak 1.540.639,03 110.090,43

9 Kota Sragen 1.124.064,00 114.682,67

10 Kota Karanganyar 975.106,00 120.139,62

11 Kota Sukoharjo 1.192.752,00 132.596,00

12 Kota Boyolali 504.538,87 120.572,57

Total 12.953.104,38 2.246.787,40

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

Kebutuhan air aglomerasi perkotaan adalah 2.246.787,40 M3/hari dengan prosentase

kebutuhan air sebesar 76,52% untuk rumah tangga, 1,95% kebutuhan domestik selain

Page 93: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

kebutuhan rumah tangga, 1,36% untuk kebutuhan industri, dan 0,62% untuk pertanian.

Penggunaan air tertinggi adalah Kota Surakarta dengan total penggunaan adalah 934.356,06

M3/hari, Penggunaan ini adalah 78,21% dari ketersediaan air per harinya.

2) Daya Tampung Penduduk berdasarkan Ketersediaan Air

Apabila diasumsikan bahwa pertumbuhan penduduk seiring dengan pertumbuhan

industri dan sarana prasarana perkotaan maka prosentase kebutuhan air penduduk di atas

dapat digunakan untuk menghitung jumlah maksimal penduduk yang dapat didukung oleh

sumber air aglomerasi perkotaan.

Dengan prosentase kebutuhan air rumah tangga sebesar 76,52% maka volume air yang

dibutuhkan adalah 9.911.715,475 M3/hari sehingga jumlah maksimal penduduk yang dapat

dipenuhi oleh sumber air aglomerasi perkotaan Surakarta adalah 8.259.763 jiwa dengan

kebutuhan penduduk 1,2 M3/penduduk/hari.

Tabel 4.18 Daya Tampung Penduduk berdasarkan Ketersediaan Air

No. Wilayah Ketersediaan (M

3/

Hari) Air Penduduk

Daya Tampung

Penduduk

1 Kota Surakarta 1.194.644,16 910.916,17 759.097

2 Kec. Jaten 1.213.488,00 925.284,60 771.071

3 Kec. Mojolaban 1.037.232,00 790.889,40 659.075

4 Kec. Grogol 1.227.597,12 936.042,80 780.036

5 Kec. Baki 951.264,00 725.338,80 604.449

6 Kec. Kartasura 952.387,20 726.195,24 605.163

7 Kec. Colomadu 1.039.392,00 792.536,40 660.447

8 Kec. Ngemplak 1.540.639,03 1.174.737,26 978.948

9 Kota Sragen 1.124.064,00 857.098,80 714.249

10 Kota Karanganyar 975.106,00 743.518,33 619.599

11 Kota Sukoharjo 1.192.752,00 909.473,40 757.895

12 Kota Boyolali 504.538,87 384.710,89 320.592

Total 12.953.104,38 9.876.742,09 8.230.618

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2012

4.3.3 Daya Tampung Penduduk Berdasarkan Daya Dukung Lahan dan Sumber Daya

Air

Daya tampung penduduk dalam suatu wilayah hendaknya ditinjau dari kemampuan

pelayanan lahan dan sumberdaya air eksisting, dan bukan melihatnya secara terpisah.

Sehingga daya tampung penduduk aglomerasi perkotaan Surakarta merupakan fungsi

gabungan dari daya tampung lahan dan sumberdaya air. Dengan demikian maka batas

maksimal jumlah penduduk yang mampu ditampung adalah 8,2 juta jiwa dengan

menggunakan scenario lahan permukiman sebesar 50% dari luas lahan yang boleh terbangun.

Ketentuan inilah yang akan digunakan pada bab pembahasan.

Page 94: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

4.4 KETERCAPAIAN MASING-MASING TOLOK UKUR KESESUAIAN

4.4.1 Kesesuaian berdasarkan Keberadaan Pusat dan Sub Pusat

Tolok ukur kesesuaian pertama adalah “Struktur banyak pusat (polycentric) yang terdiri

dari CBD dan beberapa pusat-pusat kegiatan atau sub pusat”. Tolok ukur ini dapat dinilai dari

analisis orde perkotaan. Berdasarkan hasil analisis orde perkotaan , aglomerasi perkotaan

Surakarta terdiri atas lima hirarki kota sebagai berikut:

Hirarki I : Kota Surakarta

Hirarki II : Kec. Kartasura

Hirarki III : Kota Sragen, Kota Karanganyar, Kota Sukoharjo, Kota Boyolali,

Kec. Mojolaban, Kec. Grogol

Hirarki IV : Kec. Jaten dan Kec. Ngemplak

Hirarki V : Kec. Colomadu dan Kec. Baki

Dengan melihat hirarki di atas diketahui bahwa aglomerasi perkotaan Surakarta

memiliki beberapa pusat yang terdiri dari sebuah pusat utama dan beberapa sub pusat.

Berdasarkan analisis hirarki perkotaan, jumlah pusat di aglomerasi perkotaan Surakarta hanya

satu karena wilayah-wilayah lain memiliki selisih nilai yang sangat jauh dengan kota hirarki

pertama baik berdasarkan jumlah penduduk maupun keberadaan sarana. Kota Surakarta

merupakan kota hirarki pertama dengan ketersediaan fasilitas yang lebih tinggi dari wilayah

lain. Dilihat dari jumlah penduduk pun, Kota Surakarta menempati hirarki pertama sedangkan

dari kemampuan pelayanan, sarana kesehatan, perdagangan, dan pendidikan Kota Surakarta

yang mempertegas fungsi Surakarta sebagai kota inti kawasan aglomerasi perkotaan Surakarta.

Secara umum, dari hirarki perkotaan tersebut telah menunjukkan adanya kota inti atau

pusat dengan beberapa sub pusat. Sehingga struktur ruang yang terbentuk adalah polycentric

dengan sebuah kota inti. Dengan demikian maka tolok ukur kesesuaian yang pertama yaitu

“struktur banyak pusat (polycentric) yang terdiri dari CBD dan beberapa pusat-pusat kegiatan

atau sub pusat” telah terpenuhi.

4.4.2 Kesesuaian berdasarkan Kejelasan Fungsi Masing-masing Wilayah

Tolok ukur kesesuaian kedua adalah kejelasan fungsi masing-masing pusat dan sub

pusat. Tolok ukur ini dinilai dari analisis orde perkotaan dan data guna lahan. Kota Surakarta

sebagai kota inti menyandang fungsi sebagai pusat pelayanan perdagangan, pendidikan,

kesehatan, dan pariwisata dapat dilihat dari orde perkotaan per jenis sarana. Sehingga Kota

Surakarta merupakan kota inti yang sekaligus memiliki fungsi sebagai CBD dari aglomerasi

perkotaan Surakarta. Sub pusat yang terletak jauh dari Kota Surakarta seperti Kota Sragen,

Kota Karanganyar, Kota Boyolali, dan Kota Sukoharjo menyandang fungsi sebagai pusat

Page 95: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

pelayanan wilayah kabupaten. Sedangkan kawasan perkotaan sekitar Surakarta seperti Kec.

Jaten, Kec. Mojolaban, Kec. Grogol, Kec. Baki, Kec. Kartasura, Kec.Colomadu, dan Kec.

Ngemplak memiliki fungsi yang berbeda-beda.

- Kecamatan Grogol didominasi oleh penggunaan lahan perumahan dan industri

- Kecamatan Kartasura didominasi oleh perumahan dan perdagangan

- Kecamatan Jaten berfungsi didominasi oleh perumahan dan industri.

- Kecamatan Baki dan Mojolaban didominasi oleh perumahan.

- Kecamatan Colomadu didominasi oleh penggunaan lahan perumahan.

- Kecamatan Ngemplak didominasi oleh penggunaan lahan perumahan.

Sehingga, apabila diklasifikasikan maka fungsi masing-masing kawasan perkotaan di sekitar

Surakarta sebagai berikut:

- Pusat Industri : Kecamatan Jaten dan Grogol

- Pusat Perdagangan : Kecamatan Kartasura, Kecamatan Jaten

- Dormitory Town : Kecamatan Jaten, Mojolaban, Grogol, Baki, Kartasura,

Colomadu, dan Ngemplak

Terdapat beberapa sub pusat yang berfungsi sebagai dormitory town bagi penduduk Kota

Surakarta seperti Kec. Mojolaban, Kec. Grogol, Kec. Kartasura, Kec. Colomadu, dan Kec.

Jaten. Hal ini yang dapat dilihat dari cluster-cluster perumahan yang dibangun di wilayah

tersebut. Sedangkan Kecamatan Baki dan Ngemplak sebagian besar masih melayani

perumahan bagi penduduk kecamatan tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa masing-masing pusat dan subpusat di aglomerasi

perkotaan Surakarta telah memiliki kejelasan fungsi dimana kota inti menyandang fungsi

sebagai CBD, kawasan perkotaan di sekitar Surakarta menyandang fungsi sebagai kawasan

industri, perdagangan kedua, dan dormitory town, serta kota-kota yang terletak jauh dari Kota

Surakarta berfungsi sebagai pusat pelayanan kabupaten. Dengan demikian maka tolok ukur

kesesuaian kedua yaitu “Struktur perkotaan kawasan metropolitan memiliki kejelasan fungsi

masing-masing” telah terpenuhi di seluruh wilayah sehingga persentase pencapaian adalah

100%.

4.4.3 Kesesuaian berdasarkan Kemampuan Pelayanan Internal Wilayah

Tolok ukur kesesuaian yang ketiga adalah “adanya pusat dan sub pusat dalam masing-

masing kota inti maupun satelit yang berfungsi melayani kota keseluruhan”. Pusat-pusat

kegiatan dalam suatu perkotaan dapat diwakilkan oleh keberadaan sarana perkotaan, karena

pada hakekatnya pusat kegiatan dalam kota mencerminkan fungsi dari masing-masing sarana

tersebut. Tolok ukur ini dinilai dari hasil analisis kemampuan pelayanan sarana perkotaan.

Page 96: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Apabila ditinjau dari kemampuan pelayanan sarana perkotaan, sarana perdagangan

eksisting seperti pusat perdagangan di masing-masing sub pusat telah mampu memenuhi

kebutuhan masyarakat yang bertempat tinggal di masing-masing wilayah. Bahkan mampu

melayani kebutuhan luar wilayah. Sarana perdagangan berjenis pertokoan juga telah mampu

melayani kebutuhan masyarakat, kecuali Kec. Jaten, Kec. Colomadu, dan Kota Karanganyar.

Akan tetapi, keberadaan pusat perdagangan di ketiga wilayah tersebut telah mampu melayani

>100% penduduk sehingga kebutuhan sarana pertokoan dapat disubstitusikan dengan

keberadaan sarana pertokoan.

Sarana puskesmas juga mampu melayani seluruh penduduk di masing-masing wilayah.

Sedangkan sarana puskesmas pembantu belum sepenuhnya dapat melayani Kota Karanganyar,

Kota Boyolali, dan Kota Sragen. Akan tetapi, keberadaan sarana kesehatan yang memiliki

jangkauan pelayanan lebih tinggi daripada puskesmas pembantu seperti puskesmas dan rumah

sakit telah mampu memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat sehingga kebutuhan akan

puskesmas pembantu dapat disubstitusikan dengan kedua jenis sarana kesehatan di atas.

Kemampuan sarana pendidikan di beberapa wilayah telah mampu mencukupi

kebutuhan internal bahkan mampu melayani wilayah lain yang ditunjukkan dengan persentase

pelayanan >100% seperti Kota Surakarta, Kota Sragen, Kota Karanganyar, Kota Sukoharjo,

Kota Boyolali, dan Kec. Kartasura. Dari keenam wilayah tersebut, terdapat empat wilayah

merupakan kota yang memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan kabupaten dari hasil analisis

kejelasan fungsi, dengan kemampuan pelayanan sarana yang dimiliki oleh keempat wilayah

tersebut akan semakin menguatkan peran yang disandang keempat wilayah tersebut.

Sedangkan satu wilayah yaitu Kec. Kartasura merupakan kawasan perkotaan yang berada di

sekitar Kota Surakarta. Dengan kemampuan pelayanan yang >100% maka wilayah ini akan

mampu menyokong Kota Surakarta untuk memenuhi permintaan kebutuhan sarana

pendidikan dari kawasan perkotaan Surakarta yang masih kekurangan. Wilayah yang belum

dapat mencukupi kebutuhan sarana pendidikan secara mandiri adalah Kec. Jaten, Kec.

Colomadu, Kec. Mojolaban, Kec. Grogol, Kec.Baki, dan Kec. Ngemplak. Keseluruhan

wilayah tersebut merupakan kawasan perkotaan yang berada di sekitar Kota Surakarta.

Apabila ditinjau dari aksesibilitas maka wilayah-wilayah tersebut sangat tergantung pada

sarana pendidikan di Kota Surakarta maupun wilayah yang memiliki kemampuan pelayanan

sarana terbaik kedua setelah Kota Surakarta seperti Kec. Kartasura maupun kota-kota satelit

di dekatnya. Bagi Kec. Jaten dan Kec. Mojolaban kota alternative yang dapat digunakan

untuk memenuhi sarana adalah Kota Karangnyar, bagi Kec. Grogol dan Baki kota alternative

adalah Kota Sukoharjo, sedangkan wilayah alternative bagi pemenuhan kekurangan sarana

Kec. Colomadu dan Kec. Ngemplak adalah Kec. Kartasura.

Page 97: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Dengan melihat kemampuan pelayanan masing-masing sarana, semua wilayah dalam

aglomerasi perkotaan Surakarta sudah mampu mencukupi kebutuhan sarana kesehatan dan

perdagangan secara mandiri terlepas dari adanya gaya tarik sarana di wilayah lain yang

memiliki hirarki lebih tinggi. Akan tetapi, apabila ditinjau dari kemampuan pelayanan sarana

hanya kota inti, kota-kota yang menyandang fungsi pusat pelayanan kabupaten, dan Kec.

Kartasura saja yang sudah mampu melayani kebutuhan internal secara mandiri bahkan

mampu memenuhi kebutuhan dari luar wilayah. Dengan demikian maka, tolok ukur

kesesuaian ketiga yaitu “adanya pusat dan sub pusat dalam masing-masing kota inti maupun

satelit yang berfungsi melayani kota keseluruhan” telah terpenuhi pada aspek sarana

kesehatan dan perdagangan, tetapi belum terpenuhi pada aspek kemampuan pelayanan sarana

pendidikan. Apabila dihitung berdasarkan ketercapaian masing-masing wilayah, maka

persentase kesesuaian untuk kemampuan pelayanan sarana kesehatan adalah 100%, sarana

perdagangan 100%, dan sarana pendidikan 50%. Persentase kemampuan pelayanan sarana

pendidikan adalah 50% karena dari 12 wilayah hanya 6 wilayah yang sudah mampu melayani

wilayahnya.

4.4.4 Kesesuaian berdasarkan Skala Pelayanan Pusat dan Sub Pusat

Tolok ukur kesesuaian yang keempat berbicara tentang skala layanan yaitu skala

layanan pusat dan sub pusat terdefinisikan dengan baik. Pusat kawasan metropolitan harus

dapat melayani seluruh kawasan metropolitan bahkan nasional, sedangkan sub pusat berfungsi

mendukung pusat dalam pengembangan kawasan. Untuk mengetahui skala layanan suatu

pusat dan sub pusat dapat diketahui dari hirarki perkotaan maupun dengan rumus breaking

point. Khusus untuk skala layanan dengan rumus breaking point hanya dapat digunakan untuk

wilayah yang berdekatan, apabila digunakan untuk melihat skala pelayanan antarwilayah yang

terpisah tidak akan valid. Oleh karena itu, untuk mengetahui skala layanan pusat dan sub

pusat peneliti menggunakan dua pendekatan yaitu dengan melihat hirarki untuk wilayah yang

terpisah jauh dan dengan menggunakan breaking point untuk wilayah yang terletak

berdekatan yang digabungkan dengan aksesibilitas.

Kota Surakarta sebagai kota hirarki pertama memiliki skala pelayanan yang

mencangkup seluruh wilayah aglomerasi perkotaan Surakarta. Hal ini juga dipertegas dari

hasil analisis kemampuan pelayanan sarana dimana Kota Surakarta memiliki persentase

pelayanan >100%. Kecamatan Kartasura merupakan wilayah perkotaan sekitar Surakarta

yang memiliki hirarki kedua ditinjau dari ketersediaan sarana perkotaan maupun jumlah

penduduk. Berdasarkan analisis kemampuan pelayanan sarana, wilayah ini memiliki

kemampuan untuk melayani wilayah lain yang ditunjukkan dengan persentase pelayanan

Page 98: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

>100% untuk sarana kesehatan, perdagangan, dan pendidikan. Kecamatan Kartasura memiliki

skala pelayanan eksternal yang mencakup kawasan perkotaan sekitar Surakarta yang memiliki

hirarki perkotaan lebih kecil yang berada di bagian barat yaitu Kec. Colomadu, Kec. Baki,

Kec. Ngemplak, Kec. Grogol, dan Kota Sukoharjo. Pengaruh Kota Kartasura masih terbatas

pada wilayah bagian barat karena keberadaan kota inti. Kota inti yang berada di bagian timur

Kec. Kartasura akan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap wilayah-wilayah yang

berada di bagian timur. Meskipun skala pelayanan Kec. Kartasura sudah mencangkup wilayah

yang berada di bagian barat, tetapi dikarenakan adanya factor jarak dan pengaruh keberadaan

kota inti yang lebih besar maka skala pelayanan Kec. Kartasura sebagai wilayah hirarki kedua

masih terbatas. Dibandingkan dengan menjalankan peran sebagai wilayah hirarki kedua yang

berarti memenuhi kebutuhan pelayanan hirarki dibawahnya, Kec. Kartasura lebih berperan

sebagai pendukung Kota Surakarta dalam artian mengurangi beban Kota Surakarta sebagai

pusat pelayanan wilayah. Dikarenakan peran tersebut maka Kec. Kartasura akan berkembang

sebagai secondary business distric yang melayani kebutuhan dari adanya arus suburbanisasi

di main urban area.

Kota Sragen, Kota Karanganyar, Kota Sukoharjo, Kota Boyolali, Kec. Mojolaban, dan

Kec. Grogol merupakan wilayah hirarki ketiga di aglomerasi perkotaan Surakarta. Secara

normative wilayah hirarki ketiga seharusnya memiliki jangkauan pelayanan yang

mencangkup wilayah dengan hirarki di bawahnya yaitu Kec. Jaten, Kec. Ngemplak, Kec.

Baki, dan Kec. Colomadu. Akan tetapi dikarenakan factor lokasi dan keberadaan wilayah

yang hirarkinya lebih tinggi maka wilayah-wilayah tersebut tidak berfungsi sebagaimana

seharusnya. Kota Sragen dan Kota Karanganyar yang berada di bagian timur seharusnya

memiliki jangkauan pelayanan sampai Kec. Jaten, tetapi dikarenakan Kota Surakarta yang

memiliki skala pelayanan lebih tinggi maka jangkauan pelayanan Kota Sragen menjadi nol,

sedangkan jangkauan pelayanan Kota Karanganyar ada meskipun dengan proporsi yang

sedikit. Begitu pula dengan jangkauan pelayanan Kec. Mojolaban, dikarenakan skala

pelayanan Kota Surakarta lebih kuat maka jangkauan pelayanan ke Kec. Jaten menjadi lebih

kecil. Kota Sukoharjo dan Kec. Grogol yang berada pada bagian selatan Kota Inti seharusnya

memiliki jangkauan pelayanan meliputi Kec. Baki. Akan tetapi, karena Kec. Baki berada

dekat dengan wilayah hirarki pertama (Kota Surakarta) dan wilayah hirarki kedua (Kec.

Kartasura) maka jangkauan pelayanan Kota Sukoharjo dan Kec. Grogol ke Kec. Baki menjadi

lebih kecil. Wilayah hirarki ketiga yang berada di bagian timur adalah Kota Boyolali, secara

hirarki seharusnya kota ini mampu melayani Kec. Ngemplak, tetapi dikarenakan factor jarak

dan lokasi maka Kec. Ngemplak lebih dapat dilayani oleh Kota Surakarta.

Page 99: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Kecamatan Jaten dan Kec. Ngemplak merupakan wilayah hirarki keempat yang berarti

secara hirarki kedua wilayah tersebut seharusnya melayani Kec. Baki dan Kec. Colomadu

yang merupakan wilayah hirarki terendah. Akan tetapi, dikarenakan keberadaan wilayah

dengan hirarki lebih tinggi maka kedua wilayah tersebut telah dilayani Kota Surakarta, Kec.

Kartasura, dan Kec. Ngemplak. Sehingga Kecamatan Jaten tidak menjalankan fungsi sesuai

hirarkinya. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa seluruh wilayah dari aglomerasi

perkotaan Surakarta telah terlayani oleh keberadaan pusat-pusat pelayanan yang ada,

meskipun tidak sesuai dengan hirarki perkotaan yang ada akibat pengaruh jarak dan lokasi.

Dalam hal ini, Kota Surakarta berperan sebagai penyedia pelayanan.

Dalam tolok ukur kesesuaian ini juga disebutkan bahwa “sub pusat berfungsi

mendukung pusat dalam pengembangan kawasan” yang berarti sub pusat juga harus memiliki

kemampuan fertikal yaitu mendukung Kota Surakarta. Kemampuan ini dapat dilihat dari

persentase kemampuan pelayanan sarana dari hasil analisis kemampuan pelayanan sarana.

Sebagai kota inti, Surakarta memiliki 11 sub pusat yang memiliki kemampuan pelayanan

sarana pendidikan, perdagangan, dan pendidikan. Masing-masing sub pusat akan dinilai

mampu mendukung kota Surakarta jika pada hasil analisis kemampuan sarana memiliki nilai

lebih dari 100% untuk setiap jenis sarana. Berdasarkan analisis kemampuan pelayanan sarana

diperoleh 24 poin yang bernilai >100% dari 33 poin sehingga persentase pencapaian sub tolok

ukur ini adalah 72,73%. Apabila persentase pencapaian dua sub tolok ukur tersebut digabung

akan menghasilkan persentase pencapaian rata-rata 86,37%. Dengan demikian maka tolok

ukur keempat yaitu “Skala layanan pusat dan sub pusat terdefinisikan dengan baik telah

terpenuhi 86,37%.

4.4.5 Kesesuaian berdasarkan Keberadaan Jaringan Jalan dan Moda Transportasi

Umum

Tolok ukur kesesuaian yang kelima berbicara tentang ketersediaan jaringan jalan dan

moda transportasi yang menghubungkan pusat dan subpusat. Pusat dan sub pusat di

aglomerasi perkotaan dihubungkan oleh jaringan jalan baik arteri, kolektor, dan local.

Jaringan jalan tersebut memiliki nilai aksesibilitas yang relatif sama yaitu berkisar antara 0,06

sampai 0,18 yang menunjukkan bahwa akses masing-masing sub pusat ke pusat (Kota

Surakarta) relatif mudah. Berdasarkan peninjauan lapangan mengenai kondisi jaringan jalan

dan pengumpulan data kondisi jaringan jalan secara umum jaringan jalan penghubung utama

telah memenuhi persyaratan jaringan jalan sesuai dengan fungsinya dilihat dari lebar,

kecepatan minimal, dan kapasitasnya dengan persentase 94,38%. Dari 24 ruas jalan

penghubung terdapat empat ruas jalan yang tidak memenuhi standar dengan panjang 7,10 Km

Page 100: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

dengan total panjang jalan 126,25 Km. Ruas jalan tersebut antara lain Jl. Veteran dan Jl.

Ahmad Yani. Jl. Veteran merupakan jalan yang menghubungkan Kota Surakarta dengan Kec.

Grompol maupun Kota Sukoharjo. Jalan Veteran tidak memenuhi standard karena lebar jalan

efektif tidak sesuai dengan ketentuan jalan kolektor yang seharusnya memiliki lebar jalan

efektif lebihdari samadengan 7 meter sedangkan Jl. Veteran hanya memiliki lebar efektif

sebesar 5 meter. Sedangkan Jl. Ahmad Yani tidak memenuhi standar dilihat dari kapasitas

jalan dan kecepatan minimal dimana seharusnya jalan arteri memiliki kecepatan minimal 60

Km/Jam, sedangkan kecepatan maksimal rata-rata pengguna kendaraan di Jl. Ahmad Yani

adalah 40 Km/Jam. Sehingga apabila disimpulkan, pergerakan dari sub-sub pusat menuju

Kota Surakarta maupun sebaliknya telah didukung oleh keberadaan jaringan jalan dengan

akses yang relative baik, kecuali akses dari arah Kota Sukoharjo yang melewati jalan veteran

yang sedikit terhambat pada jam-jam masuk dan keluar kerja.

Moda transportasi yang menghubungkan pusat dan sub pusat juga telah tersedia. Untuk

mencapai sub pusat yang berada di sekitar kota Surakarta, terdapat tempat-tempat pergantian

moda yang terletak di Kota Surakarta baik yang berada di pusat kota maupun pinggiran kota.

Sehingga akses pusat – sub pusat maupun antarsubpusat dapat dilakukan secara mudah

apabila menggunakan moda transportasi pribadi maupun moda transportasi umum. Dengan

demikian maka tolok ukur kelima yaitu “Pusat dan sub pusat yang dihubungkan sistem

transportasi terpadu yaitu ketersediaan jaringan jalan dan moda transportasi umum” telah

terpenuhi sebesar 94,38% pada jaringan jalan dan 100% pada ketersediaan moda transportasi

umum. Sehingga rata-rata persentase pencapaian adalah 97,19%.

4.4.6 Kesesuaian berdasarkan Pola Ruang

Tolok ukur kesesuaian pada aspek pola ruang berkaitan dengan pola ruang yang

berkelanjutan. Pola ruang yang berkelanjutan adalah pola ruang yang tidak bersifat sprawl.

Dengan melihat peta lahan terbangun dan tidak terbangun tersebut, pola ruang wilayah dapat

dikenali secara jelas wilayah yang memiliki bentuk kompak ataupun sprawl. Dari duabelas

wilayah dalam aglomerasi perkotaan Surakarta, terdapat 4 wilayah yang memiliki bentuk

berkelanjutan karena tidak terbentuk sprawl dengan tipe linier maupun leapfrog development

yaitu Kota Surakarta, Kota Sragen, Kota Boyolali, dan Kecamatan Kartasura. Masing-masing

kota tersebut memiliki ciri penggunaan lahan yang berbeda, tetapi pola ruang yang terbentuk

memiliki sifat keberlanjutan. Lahan terbangun Kota Surakarta merata di seluruh wilayah,

tetapi dengan intensitas yang berbeda. Ditinjau dari KDB dan KLB, wilayah bagian selatan

Kota Surakarta memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian utara.

Daerah Utara sebagai daerah hijau hunian berkepadatan rendah sedangkan daerah selatan

Page 101: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

daerah perkotaan berkepadatan tinggi. Lahan terbangun di Kota Sragen terpusat di tengah

wilayah yang merupakan jalan utama kota. Lahan terbangun di tengah kota ini dikelilingi oleh

lahan pertanian sehingga secara sekilas menyerupai garden city, dimana lahan terbangun

dikelilingi oleh sabuk hijau. Pola penggunaan lahan di Kota Boyolali cenderung

terkonsentrasi di pusat wilayah, dan kemudian menurun intensitasnya sesuai dengan

ketinggian wilayah karena factor kondisi fisik alami yang berupa perbukitan landai. Lahan

terbangun di Kecamatan Kartasura terkonsentrasi di pusat wilayah yang dilalui oleh jaringan

jalan arteri. Lahan terbangun di pusat wilayah tersebut memiliki intensitas yang sama baik

untuk bagian utara. Secara keseluruhan pola ruang masing-masing wilayah tersebut dianggap

berkelanjutan karena memiliki tipe perkembangan kompak yang tercermin dalam lokasi lahan

terbangun yang kompak atau dekat satu sama lain dan adanya konsentrasi lahan terbangun,

meskipun terdapat lahan terbangun yang terpisah, tetapi lahan terbangun yang terpisah

tersebut memiliki proporsi jauh lebih kecil dibandingkan lahan terbangun yang terpusat.

Sedangkan kedelapan wilayah yang lain seperti Kota Karanganyar, Kota Sukoharjo,

Kec. Jaten, Kec. Mojolaban, Kec. Grogol, Kec. Baki, Kec. Colomadu, dan Kec. Ngemplak

memiliki pola ruang berbentuk sprawl dimana lokasi lahan terbangun tidak terkonsentrasi

pada satu titik. Lahan-lahan terbangun memiliki pola linier di jalan utama dan berbentuk leap-

frog development pada wilayah-wilayah dalam. Pembangunan juga terjadi di sepanjang sungai

yang dapat merusak sumberdaya alami berupa dataran banjir (floodplain) yang seharusnya

merupakan wilayah konservasi. Kepadatan penduduk masing-masing wilayah juga relative

rendah berkisar antara 18-40 jiwa/Ha dengan tipe hunian yang mayoritas berkoefisien lantai

bangunan 1. Sehingga dari duabelas wilayah, hanya terdapat empat wilayah yang memiliki

pola berkelanjutan sehingga persentase pencapaian tolok ukur dari aspek pola ruang adalah

33,33%.

4.4.7 Kesesuaian berdasarkan Daya Dukung Lahan

Berdasarkan analisis penelitian, aglomerasi perkotaan Surakarta memiliki daya tampung

8,6 juta jiwa dengan catatan penduduk tersebut tinggal pada rumah berkoefisien lantai

bangunan(KLB) 3 dan sesuai dengan kemampuan lahan tanpa adanya rekayasa teknis dalam

pembangunan rumah. Dipilihnya hasil perhitungan daya tampung dengan menggunakan

scenario KLB 3 berdasarkan pertimbangan bahwa persyaratan suatu metropolitan yang

berkelanjutan terkait dengan aspek bentuk kota (urban form) adalah adanya efisiensi

pemanfaatan lahan (DPU, 2006) dan bentuk bangunan fungsional berstruktur kompak atau

dekat satu sama lain (Jabbaren dalam Kusumantoro, 2007). Apabila efisiensi pemanfaatan

lahan dipandang sebagai batasan pembangunan horizontal (linier) maka persyaratan bagunan

Page 102: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

berstruktur kompak adalah peluang pembangunan secara vertical sehingga apabila

disintesiskan maka metropolitan yang berkelanjutan hendaknya membatasi pembangunan

secara horizontal dan lebih mengembangkan pembangunan vertical (bangunan >1 lantai).

Dengan melihat daya tampung tersebut, daya tampung lahan aglomerasi perkotaan

Surakarta sudah memenuhi kesesuaian yang mendukung sebagai kawasan metropolitan.

Dengan membandingkan pola penggunaan lahan eksisting dan pola penggunaan lahan yang

sesuai kemampuan lahan, diketahui bahwa pola penggunaan lahan eksisting tidak memenuhi

ketentuan penggunaan lahan sesuai kemampuan lahan, tetapi koefisien lantai bangunan saat

ini masih memiliki potensi pengembangan vertical sehingga aglomerasi perkotaan Surakarta

masih dapat menampung penduduk. Secara keseluruhan, daya dukung lahan aglomerasi

perkotaan Surakarta memenuhi kesesuaian sebagai metropolitan yang berkelanjutan dengan

persentase pencapaian 100% karena memiliki daya tampung lahan >1 juta penduduk dan

masih dapat menampung penduduk tambahan >1 juta jiwa.

Hal yang perlu diperhatikan terkait dengan daya tampung lahan ini adalah jumlah

maksimal penduduk yang dapat ditampung akan menentukan life-span atau waktu rentang

lahan dalam mendukung keberlanjutan metropolitan. Dalam kasus ini, life span aglomerasi

perkotaan Surakarta adalah sampai jumlah penduduk mencapai 8,6 juta jiwa. Agar aglomerasi

perkotaan Surakarta memiliki life span atau umur keberlanjutan yang lebih panjang maka

perlu dilakukan peremajaan ruang kota, semakin cepat peremajaan dilakukan maka life span

akan semakin panjang karena perkembangan dapat dikontrol sedini mungkin. Namun

hendaknya upaya peremajaan ruang kota yang dilakukan juga memperhatikan konsep

pemanfaatan kembali (recycling) dari sumberdaya kota (bangunan dan lingkungan) serta

memanfaatkan kekhasan tempat (uniqueness) atau aspek lokalitas yang seharusnya menjadi

ciri pembangunan di negara berkembang. Konsep pemanfaatan kembali (recycling) sendiri

berakar dari pemikiran tentang keberlanjutan yang telah menjadi topic dalam Agenda 21.

Dalam situasi social-politik yang kurang menguntungkan dan krisis ekonomi, pemikiran

pemanfaatan kembali akan menjadi sangat relevan untuk menjamin kelestarian sumberdaya

bagi generasi berikutnya di masa mendatang.

4.4.8 Kesesuaian berdasarkan Daya Dukung Sumber Daya Air

Berdasarkan analisis daya tampung penduduk berdasarkan ketersediaan sumberadaya

air diketahui bahwa jumlah maksimal penduduk yang dapat dipenuhi kebutuhannya adalah

8,2 juta jiwa dengan pemenuhan kebutuhan penduduk 1,2 M3/penduduk/hari. Dengan

demikian maka jumlah produksi air aglomerasi perkotaan Surakarta telah mendukung

terbentuknya kawasan metropolitan karena memiliki daya dukung air >1 juta jiwa penduduk.

Page 103: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Akan tetapi, apabila jumlah penduduk melebihi daya dukung air tersebut maka kawasan

metropolitan yang terbentuk tidak dapat berkelanjutan. Dengan kata lain daya dukung sumber

daya air hanya mampu mendukung keberlanjutan metropolitan sampai jumlah penduduk

mencapai 8,2 jiwa dengan beberapa kondisi yaitu:

- Jumlah debit air setiap sumber air tidak mengalami perubahan.

- Tidak terdapat kegiatan yang dapat merusak sumber-sumber air internal aglomerasi

perkotaan Surakarta.

- Pertumbuhan penduduk seiring dengan pertumbuhan industri dan sarana prasarana

perkotaan.

- Sumber air di luar aglomerasi perkotaan Surakarta yang dapat dimanfaatkan tidak dibahas

dalam penelitian ini.

Berdasarkan neraca kesetimbangan lahan juga dapat diketahui bahwa ketersediaan air

saat ini masih dapat menanggung kebutuhan 6 kali lipat dari kondisi sekarang. Akan tetapi,

ketersediaan air dan jumlah penduduk yang dapat dilayani bisa menjadi kurang dari 8,2 juta

jiwa jika terdapat kegiatan-kegiatan yang merusak tata air seperti kegiatan pembangunan yang

berlebihan tanpa memperhatikan upaya konservasi maupun berkurangnya catchment area.

Berbeda dengan upaya peningkatan daya tampung lahan, upaya peningkatan kapasitas

sumberdaya air tidak dapat dilakukan sendiri melainkan diperlukan kerjasama antarwilayah.

Daya dukung sumberdaya air juga memiliki life span seperti daya dukung lahan, life span

keberlangsungan metropolitan Surakarta ini dapat bertambah jika dilakukan upaya konservasi

air dan pemakaian sumberdaya air eksternal wilayah.

Kedua tolok ukur kesesuaian daya dukung lingkungan tersebut mendeskripsikan bahwa

daya dukung lahan dan air aglomerasi perkotaan Surakarta akan mampu memenuhi kebutuhan

penduduk sampai 8,2 jiwa, dengan rincian sebagai berikut:

- Persentase lahan terbangun adalah 29,77% yang dimanfaatkan untuk perumahan dan non

perumahan. Persentase lahan yang digunakan untuk perumahan adalah 14,88%.

- Apabila lahan perumahan sebesar 14,88% digunakan untuk membangun rumah dengan

koefisien lantai bangunan 1 maka daya tampung penduduk adalah 2,8 jiwa. Sedangkan

apabila tipe rumah yang dibangun adalah rumah dengan koefisien lantai bangunan 3 dan

>4 untuk 3 kelurahan di Kab. Sukoharjo maka jumlah penduduk yang dapat ditampung

akan lebih dari 8,6 jiwa.

Berdasarkan kemampuan lahan dan air maka jumlah penduduk yang dapat didukung

adalah 8,2 juta jiwa sehingga pencapaian kesesuaian adalah 100%.

Page 104: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

BAB 5

PEMBAHASAAN KESESUAIAN SEBAGAI

METROPOLITAN BERKELANJUTAN

5.1 TINGKAT KESESUAIAN BERDASARKAN MASING-MASING ASPEK

Dengan membandingkan kondisi eksisting dan tolok ukur kesesuaian yang telah

disebutkan sebelumnya maka dapat dinilai kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta dari

masing-masing aspek. Masing-masing persentase pencapaian tolok ukur yang telah

disebutkan pada bab sebelumnya kemudian digunakan untuk menilai tingkat kesesuaian yaitu

sesuai, cukup sesuai, dan kurang sesuai dengan ketentuan seperti yang telah disebutkan dalam

metode penelitian.

Dari aspek struktur ruang, kondisi struktur ruang eksisting dinilai sesuai untuk

mendukung terbentuknya metropolitan yang berkelanjutan dengan persentase pencapaian

93,36%. Terdapat beberapa tolok ukur yang memiliki persentase kesesuaian 100% dilihat dari

telah terbentuknya struktur banyak pusat (polycentric), adanya kejelasan fungsi masing-

masing wilayah, kemampuan pelayanan internal wilayah, dan ketersediaan moda transportasi

umum. Meskipun persentase pencapaian tolok ukur ketiga dinilai sesuai, tetapi persentase ini

merupakan persentase rata-rata, apabila persentase pencapaian ini dilihat ke dalam masing-

masing aspek maka akan dapat dilihat kelemahan dari kemampuan pelayanan sarana

pendidikan yang hanya 50%. Sehingga perlu dilakukan peningkatan kemampuan pelayanan

sarana pendidikan di enam wilayah dalam aglomerasi perkotaan Surakarta secara internal

maupun eksternal wilayah. Sedangkan apabila ditinjau dari tolok ukur kelima yaitu

ketersediaan jaringan jalan maka aglomerasi perkotaan Surakarta dinilai telah sesuai dengan

persentase kesesuaian 97,13%.

Aglomerasi perkotaan Surakarta juga dinilai kurang sesuai dengan presentase

kesesuaian 33,33% dilihat dari tolok ukur ke-6 yaitu memiliki pola ruang berkelanjutan. Dari

duabelas wilayah hanya empat wilayah yang memiliki pola ruang berkelanjutan dan tidak

sprawl. Dengan persentase pencapaian tolok ukur yang rendah tersebut, maka diperlukan

upaya untuk meningkatkan pencapaian tolok ukur agar pola ruang yang ada dapat mendukung

terbentuknya metropolitan yang berkelanjutan. Dari aspek daya dukung lingkungan

persentase pencapaian adalah 100% yang berarti kondisi eksisting daya tampung lahan dan

sumberdaya air telah mampu mencukupi kebutuhan hingga >1 juta penduduk.

Page 105: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Tabel 5.1 Persentase Kesesuaian berdasarkan Masing-masing Tolok Ukur

No. Tolak Ukur Persentase

Pencapaian (%)

Tingkat

Kesesuaian

1 Struktur banyak pusat (polycentric) yang terdiri dari CBD dan

beberapa pusat-pusat kegiatan atau sub pusat.

100% Sesuai

2 Struktur perkotaan kawasan metropolitan memiliki kejelasan fungsi. 100% Sesuai

3 Adanya pusat dan sub pusat di dalam masing-masing kota baik inti

maupun satelit yang berfungsi melayani kota keseluruhan.

83,33% Sesuai

4 Skala layanan pusat dan sub pusat terdefinisikan dengan baik yaitu

mampu melayani seluruh kawasan metropolitan tersebut.

86,37% Sesuai

5 Pusat dan sub pusat yang dihubungkan system transportasi terpadu

yaitu ketersediaan jaringan jalan dan moda transportasi umum.

97,19% Sesuai

6 Memiliki pola ruang yang berkelanjutan. 33,33 % Kurang

Sesuai

7 Minimal 1 juta penduduk bisa ditampung di wilayah dan/atau

kawasan, dengan pengertian masih dalam batas kemampuan lahan.

100% Sesuai

8 Minimal 1 juta penduduk masih bisa mendapatkan air baku untuk

memenuhi kebutuhannya.

100% Sesuai

Sumber : Analisis Peneliti, 2012

Dengan melihat presentase pencapaian tolok ukur tersebut dapat dipahami bahwa secara

struktur ruang, kondisi aglomerasi perkotaan Surakarta sudah mendukung terbentuknya

metropolitan berkelanjutan, dan dari aspek daya dukung lingkungan, aglomerasi perkotaan

Surakarta telah memiliki modal yang cukup. Akan tetapi, pola ruang yang terbentuk saat ini,

tidak mendukung terbentuknya metropolitan berkelanjutan karena memilki pola sprawl dan

tidak sesuai dengan arahan penggunaan lahan. Apabila pola ruang eksisting terus mengalami

perkembangan sesuai dengan tren perkembangannya maka akan mengancam keberlanjutan

metropolitan yang terbentuk.

5.2 KEBERLANJUTAN STRUKTUR RUANG

Berdasarkan analisis pada sub bab sebelumnya diketahui bahwa secara keseluruhan

kondisi struktur ruang, pola ruang, dan daya dukung aglomerasi perkotaan Surakarta telah

mendukung terbentuknya metropolitan berkelanjutan karena telah memenuhi kriteria ideal

metropolitan dan kriteria keberlanjutan dari aspek fisik. Meskipun secara keseluruhan,

aglomerasi perkotaan Surakarta dinilai sesuai sebagai metropolitan berkelanjutan, tetapi jika

ditinjau dari masing-masing aspek akan menghasilkan penilaian yang berbeda. Berdasarkan

tinjauan teori, metropolitan berkelanjutan hendaknya memiliki struktur ruang yang

polycentric, terdapat kejelasan fungsi masing-masing wilayah, pusat dan subpusat memiliki

skala layanan yang dapat didefinisikan dengan baik yaitu pusat kawasan harus mampu

melayani seluruh wilayah sedangkan sub pusat berfungsi mendukung pusat dalam

pengembangan kawasan metropolitan, dalam skala internal masing-masing pusat dan sub

pusat memiliki kemampuan pelayanan internal, pusat dan subpusat dihubungkan dengan

Page 106: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

jaringan transportasi yang memudahkan penduduk dalam bermobilitas, metropolitan memiliki

bentuk pola ruang yang berkelanjutan (tidak sprawl), dengan didukung oleh kemampuan daya

dukung lingkungan.

Dari aspek struktur ruang, aglomerasi perkotaan Surakarta dinilai telah memenuhi

kesesuaian sebagai metropolitan berkelanjuta. Pada tahap ini, aglomerasi perkotaan Surakarta

telah memiliki struktur banyak pusat (polycentric) dengan sebuah sebuah kota inti. Masing-

masing wilayah juga telah memiliki kejelasan fungsi dimana kota-kota satelit berfungsi

sebagai pusat pelayanan kabupaten, sedangkan kawasan perkotaan Surakarta sebagai wilayah

yang menampung arus suburbanisasi serta mendukung kota inti dalam hal pelayanan. Masing-

masing sub pusat telah memiliki spesifikasi fungsi dominan tertentu yaitu pusat industry,

dormitory town, dan pusat perdagangan sedangkan kota inti berfungsi sebagai Central

Business District (CBD). Dengan adanya kejelasan fungsi masing-masing pusat ini maka

terbentuk sinergi yang kuat antarwilayah, karena masing-masing wilayah akan terkait dalam

suatu hubungan simbiosis yang saling menguntungkan dan saling bergantung. Sebagai

contohnya adalah peningkatan kebutuhan hunian di kota inti yaitu Kota Surakarta dapat

dipenuhi di kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai dormitory town seperti Kecamatan

Mojolaban, Kec. Grogol, Kec. Colomadu, Kecamatan Baki, dan Kecamatan Ngemplak,

sehingga dormitory town berfungsi sebagai penampung arus suburbanisasi. Adanya wilayah

yang berfungsi sebagai dormitory town memberikan dampak positif bagi kota inti karena

mencegah timbulnya permukiman-permukiman kumuh dan illegal yang biasa terjadi akibat

meningkatnya kebutuhan hunian di perkotaan. Yang menjadi catatan utama adalah apabila

terjadi permukiman kumuh di metropolitan maka akan mengancam keberlanjutan

metropolitan tersebut karena akan muncul pencemaran-pencemaran lingkungan, pemborosan

sumberdaya, dan peningkatan intensitas lahan yang dapat menimbulkan kejenuhan di wilayah

metropolitan tersebut. Sebagai dampak dari kejenuhan tersebut adalah ruang perkotaan akan

menjadi tidak lifeable lagi sehingga keberlanjutannya tidak dapat dipertahankan. Adanya

wilayah-wilayah yang berfungsi sebagai dormitory town akan menghindarkan dari kejenuhan

ruang kota dan menjamin keberlanjutan ruang metropolitan Surakarta. Adanya wilayah yang

berfungsi sebagai kawasan industry juga memberikan dampak positif karena kegiatan industry

dapat dialokasikan di satu wilayah sehingga dampak pencemaran yang mungkin muncul dapat

dikendalikan dengan mudah dan mencegah kerusakan lahan-lahan pertanian potensial.

Spesialisasi masing-masing wilayah tersebut juga telah didukung dengan adanya kemampuan

pelayanan internal wilayah, dimana masing-masing wilayah telah mampu memenuhi

kebutuhan internalnya pada sarana perdagangan dan kesehatan, meskipun kemampuan

pelayanan sarana pendidikan di enam wilayah masih bergantung pada wilayah lain.

Page 107: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Kejelasan fungsi serta kemampuan pelayanan masing-masing pusat dan subpusat juga

menunjukkan bahwa skala layanan pusat dan sub pusat terdefinisikan dengan baik sesuai

dengan tolok ukur keempat yaitu pusat kawasan berfungsi melayani seluruh kawasan

metropolitan dan sub pusat berfungsi mendukung pusat. Dengan melihat fungsi masing-

masing wilayah serta kemampuan pelayanannya terlihat bahwa pusat yaitu Kota Surakarta

dapat memerankan fungsinya sebagai pusat pelayanan wilayah dengan baik dilihat dari

fungsinya sebagai Central Business District serta kemampuan pelayanan sarana perkotaan

yang mampu menjangkau seluruh wilayah. Sedangkan sub-sub pusat mendukung pusat

dengan menyediakan ruang untuk mengakomodasi kebutuhan pusat sekaligus membantu

pusat dalam menjalankan fungsinya yang dibuktikan dengan adanya pusat perdagangan kedua

yang diprediksikan akan menjadi Secondary Business District dan munculnya Tertiary

Business District yaitu Kecamatan Grogol yang mengakomodasi aktivitas hunian,

perdagangan dan jasa, serta industry. Kejelasan fungsi masing-masing wilayah tersebut juga

akan mengakibatkan persebaran perkembangan wilayah sehingga perkembangan wilayah

tidak terpusat di satu titik, melainkan menyebar ke segala arah sesuai dengan kriteria

pembangunan berkelanjutan dari aspek ekonomi yaitu Growth Development dan Productivity

Trickling Down. Meskipun kriteria berkelanjutan dari aspek ekonomi tidak dibahas dalam

penelitian ini, tetapi dengan melihat adanya kejelasan fungsi masing-masing wilayah dapat

diprediksikan akan terjadi persebaran perkembangan wilayah karena masing-masing wilayah

saling bergantung. Dengan adanya perkembangan wilayah yang merata maka beban

pembangunan dapat didistribusikan secara merata sehingga daya dukung masing-masing

wilayah tidak terancam. Kejelasan fungsi masing-masing wilayah akan mempermudah arah

pengembangan wilayah yang dapat disesuaikan dengan daya dukung lingkungan yang

dimilikinya sehingga pengendalian juga dapat dilaksanakan dengan mudah dan

keberlanjutannya dapat terjamin.

Kejelasan fungsi masing-masing pusat wilayah di aglomerasi perkotaan Surakarta juga

telah didukung dengan jaringan jalan dan moda transportasi umum yang memungkinkan

penduduk dapat melakukan mobilitas pekerjaan, perumahan, dan perjalanan. Sebagaimana

disebutkan dalam tinjauan teori bahwa karakter metropolitan dari sisi kemudahan mobilitas

adalah adanya kemudahan mobilitas pekerjaan yaitu mudahnya berpindah tempat kerja tanpa

harus berpindah tempat tinggal, mobilitas perumahan yang biasanya mengikuti perubahan

tempat kerja, dan mobilitas perjalanan. Dalam aglomerasi perkotaan Surakarta ketiga jenis

mobilitas tersebut telah diakomodasi dengan baik oleh jaringan jalan penghubung dan moda

transportasi umum yang menghubungkan antarwilayah sehingga masyarakat dapat melakukan

pergerakan dengan mudah dari wilayah satu ke wilayah lain maupun internal wilayah dengan

Page 108: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

destinasi yang berbeda-beda. Penggunaan moda transportasi umum yang telah tersedia juga

akan mendukung terbentuknya metropolitan yang berkelanjutan karena akan menghemat

sumberdaya energy, mengurangi emisi gas pembuangan kendaraan pribadi, dan menghemat

penggunaan lahan untuk pembangunan infrastruktur. Apabila dibandingkan, pengalihan

kendaraan pribadi ke moda transportasi umum akan lebih efisien jika dibandingkan dengan

peningkatan kapasitas jalan bagi pergerakan dengan kendaraan pribadi karena meminimalisir

pembebasan lahan. Pembebasan lahan sendiri dapat mengakibatkan berkurangnya daerah

resapan yang diperlukan untuk menjamin keberlanjutan suatu wilayah terkait berkurangnya

kemampuan lahan dalam menyerap air dan memenuhi kebetuhan hunian penduduk. Sehingga

dapat dipahami bahwa penggunaan moda transportasi umum akan mendukung keberlanjutan

wilayah metropolitan dari segi transportasi. Akan tetapi, jika kondisi jaringan jalan dan moda

transportasi umum tidak mengalami peningkatan atau tidak dilakukan upaya-upaya

pengendalian maka dapat dipastikan bahwa mobilitas pusat dan subpusat akan terganggu dan

menjadi kelemahan utama dari struktur ruang metropolitan Surakarta yang akan terbentuk.

Secara keseluruhan, keberlanjutan struktur ruang aglomerasi perkotaan telah terjamin dengan

catatan perlu adanya pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dan pengalihan ke moda

transportasi umum yang telah tersedia.

5.3 KEBERLANJUTAN POLA RUANG

Ditinjau dari aspek daya dukung lingkungan, daya dukung lahan dan sumberdaya air

aglomerasi perkotaan Surakarta mampu mendukung terbentuknya metropolitan berkelanjutan

dengan life-span hingga 8,2 juta jiwa penduduk. Akan tetapi, jika daya dukung lingkungan ini

kemudian dikaitkan dengan pola ruang eksisting maka pola ruang eksisting tidak sesuai

dengan persyaratan agar daya dukung lingkungan mencapai life-span 8,2 juta jiwa sehingga

daya dukung lingkungan di masa yang akan datang tidak akan sampai pada life span dengan

batasan 8,2 juta jiwa.

Pola ruang eksisting cenderung acak di delapan wilayah yang dapat mengakibatkan

pemborosan sumberdaya untuk pembangunan infrastruktur dan mengurangi daerah resapan

air. Selain itu, perkembangan wilayah yang cenderung linier dengan koefisien dasar bangunan

yang tinggi serta koefisien lantai bangunan yang rendah berakibat munculnya kawasan

terbangun massif yang mengurangi penyerapan air tanah dan meningkatkan debit run off air

permukaan. Kondisi ini selain mengurangi cadangan air tanah juga akan menimbulkan potensi

banjir yang semakin besar terutama di sekitar wilayah DAS Bengawan Solo dan anak

sungainya. Tingginya potensi banjir akibat pembangunan yang tidak sesuai dengan arahan

Page 109: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

daya dukung lingkungan akan membahayakan hunian-hunian yang berada di dataran banjir

yang telah ada sebelumnya.

Peningkatan lahan terbangun secara horizontal dan acak, kerusakan lingkungan akibat

pembangunan yang massif, serta keterbatasan lingkungan itu sendiri akan mengurangi daya

dukung lingkungan aglomerasi perkotaan Surakarta sehingga keberlanjutan metropolitan

menjadi kurang terjamin. Sehingga dapat dipahami bahwa meskipun daya dukung lingkungan

mendukung terbentuknya metropolitan berkelanjutan, tetapi dikarenakan pola perkembangan

wilayah yang tidak diarahkan vertical dan cenderung sesuai dengan tren perkembangan saat

ini yaitu perkembangan horizontal dan acak maka keberlanjutan aglomerasi perkotaan

Surakarta sebagai metropolitan tidak dapat terjamin.

Agar metropolitan Surakarta yang nantinya terbentuk memiliki keberlanjutan dan life-

span yang panjang, hendaknya pengembangan wilayah dilaksanakan sesuai dengan arahan

kemampuan lahan sehingga daya dukung lingkungan tidak menurun. Dengan melihat

karakteristik perkembangan wilayah yang memusat di Kota Surakarta kemudian merembet ke

luar sesuai dengan jaringan jalan dan terdapat beberapa perkembangan acak hendaknya

perkembangan wilayah lebih diarahkan ke bentuk Satellite and Neighbourhood Plans dengan

bentuk Stellar atau Radial Continuous Plans di bagian pusat (main urban area). Berdasarkan

tinjauan teori yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, kedua bentuk ruang kota ini dinilai

berkelanjutan. Bentuk kota ini juga memberikan keuntungan bagi metropolitan yang akan

terbentuk karena akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan, menjamin keberadaan

ruang-ruang terbuka hijau, akan terjalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan

efisien, serta adanya pusat-pusat pelayanan kedua yang dapat mendukung kota inti.

Keberadaan ruang-ruang terbuka hijau berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi, dan

tempat olahraga, dan yang paling penting adalah sebagai daerah resapan air sehingga daya

dukung sumberdaya air dapat dipertahankan.

Dengan menggunakan bentuk Satellite and Neighbourhood Plans dengan bentuk Stellar

atau Radial Continuous Plans di bagian pusat (main urban area) maka perkembangan kota

inti (Kota Surakarta) dapat diarahkan ke bentuk kompak kemudian memiliki tangan-tangan

sepanjang jalan utama yang menghubungkan kota inti dengan pusat kawasan perkotaan di

sekitarnya yang berfungsi sebagai pusat-pusat pelayanan kedua. Kawasan inilah yang disebut

main urban area. Main urban area berupa kawasan terbangun yang dikelilingi oleh sabuk

hijau dengan luasan sesuai dengan analisis daya dukung lahan. Kawasan perkotaan yang

berkembang di sekitar Surakarta dikembangkan untuk memecah kepadatan di kota inti dan

menampung arus suburbanisasi, kawasan ini dapat dikembangkan berdasarkan fungsi-fungsi

tertentu seperti industrial zone, pusat perdagangan kedua, dormitory zone, dll.

Page 110: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

Sedangkan jalinan antara kota satelit dan kota inti berbentuk Satellite and

Neighbourhood Plans, dimana main urban area dan kota satellite dihubungkan oleh jaringan

jalan dan moda transportasi umum. Kota-kota satelit berfungsi sebagai pusat pelayanan

kabupaten sehingga fungsi wilayahnya tidak sekedar dormitory town bagi penglaju saja, tetapi

juga berfungsi sebagai kota otonom yang mampu menyediakan lapangan kerja dan pelayanan

fasilitas. Kota-kota satelit memiliki bentuk yang berkelanjutan sesuai dengan tipe

perkembangan wilayahnya. Kota Sragen memiliki bentuk yang berkelanjutan seperti kondisi

eksistingnya saat ini, dimana lahan terbangun terletak di pusat kota yang dikelilingi oleh

kawasan pertanian (lahan terbuka hijau) yang sekilas mirip dengan konsep garden city. Kota

Boyolali memiliki bentuk ruang berkelanjutan dengan bentuk padat di tengah, dalam artian

intensitas penggunaan lahan tertinggi berada di pusat kota yang memiliki kemiringin lereng

relative rendah dibandingkan bagian kota yang lain. Sedangkan bagian kota yang lain dapat

dikembangkan sebagai daerah terbuka hijau dengan persentase luas sesuai dengan hasil

analisis kemampuan lahan. Bentuk kota yang disarankan untuk Kota Karanganyar dan

Sukoharjo juga sama dengan bentuk kota Sragen dan Boyolali yaitu padat di tengah. Bentuk

ini dipilih untuk meminimalisirnya adanya pertumbuhan loncat katak (sprawl) yang

menyebabkan pembangunan tidak dapat dilaksanakan secara efektif.

Luas lahan terbangun, luas lahan tidak terbangun, arahan ketinggian bangunan, dan

jumlah penduduk di masing-masing wilayah dalam aglomerasi perkotaan Surakarta dibatasi

berdasarkan daya dukung lingkungan seperti yang tercantum dalam model ruang. Akan tetapi,

kondisi tersebut dapat ditingkatkan jika melibatkan rekayasa teknis, tetapi dengan tetap

memperhatikan kelestarian lingkungan. Perlu digarisbawahi, kunci keberhasilan penerapan

model ruang ini adalah adanya perubahan orientasi pengembangan wilayah dari horizontal ke

vertical serta penerapan kebijakan yang berfungsi sebagai pengatur dan pengendali

perkembangan wilayah. Ilustrasi model ruang yang disarankan dapat dilihat pada gambar di

bawah ini.

Page 111: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Gambar 5.1 Model Ruang Aglomerasi Perkotaan Surakarta yang Disarankan

Sumber : Hasil Sintesa Analisis, 2012

Page 112: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Page 113: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

BAB 6

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disebutkan pada bab

sebelumnya dapat disimpulkan bahwa struktur ruang aglomerasi perkotaan Surakarata telah

memenuhi kriteria sebagai metropolitan berkelanjutan. Aglomerasi perkotaan Surakarta

memiliki struktur berbentuk polycentric, masing-masing pusat dan subpusat telah memiliki

kejelasan fungsi dan mampu melayani kebutuhan internal wilayah, kota inti atau sub pusat

telah memiliki skala pelayanan yang mencangkup keseluruhan wilayah dan sub pusat telah

memiliki fungsi yang mendukung kota inti, dan pusat dan sub pusat telah dihubungkan oleh

jaringan jalan dan moda transportasi umum yang memudahkan mobilitas penduduk baik

mobilitas pekerjaan, perumahan, dan pekerjaan. Dari aspek daya dukung lingkungan,

aglomerasi perkotaan Surakarta mampu mendukung penduduk sampai 8 juta jiwa dengan

catatan tanpa adanya rekayasa teknis, dan jumlah ini dimungkinkan mengalami kenaikan jika

dilakukan pelibatan rekayasa teknis. Akan tetapi, apabila ditinjau dari pola ruang, pola ruang

eksisting, aglomerasi perkotaan Surakarta kurang sesuai sebagai metropolitan berkelanjutan

karena bersifat sprawl.

Meskipun berdasarkan penilaian masing-masing aspek terdapat dua aspek yang

mendukung terbentuknya metropolitan yang berkelanjutan, tetapi belum dapat dipastikan

apakah metropolitan yang terbentuk memilki keberlanjutan atau life-span yang lama.

Keberlanjutan metropolitan tergantung pada interaksi kecenderungan perubahan pola dan

struktur ruang terhadap daya dukung lingkungan. Struktur ruang aglomerasi perkotaan

Surakarta dinilai memiliki keberlanjutan karena telah memilki kejelasan struktur. Akan tetapi,

kondisi jaringan jalan dan moda transportasi umum dalam aglomerasi perkotaan Surakarta

dapat menjadi kelemahan utama struktur ruang di masa yang akan datang jika tidak dilakukan

upaya pembatasan kendaraan pribadi dan pengalihan ke pemakaian moda trasnportasi umum.

Sedangkan keberlanjutan dari aspek pola ruang menjadi tidak terjamin karena pola ruang

eksisting saat ini tidak sesuai dengan pola ruang yang berkelanjutan dan tidak sesuai dengan

arahan penggunaan lahan berdasarkan daya dukung lingkungan. Perkembangan pola ruang

yang tidak sesuai dengan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan daya dukung

lingkungan mengakibatkan pola ruang kurang berkelanjutan dan terjadinya penurunan daya

dukung lingkungan jika tren perkembangan lahan di masa yang akan datang mengikuti tren

perkembangan saat ini yaitu perkembangan horizontal dan acak. Sehingga keberlanjutan

Page 114: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan berkelanjutan kurang terjamin dari

aspek pola ruang yang diikuti penurunan daya dukung lingkungan.

Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan, untuk menjadi sebuah metropolitan

berkelanjutan, aglomerasi perkotaan Surakarta telah memiliki struktur ruang yang mendukung,

tetapi memiliki kelemahan pada pola ruang yang diikuti penurunan daya dukung lingkungan.

6.2 REKOMENDASI

6.2.1 Rekomendasi untuk Mewujudkan Metropolitan Berkelanjutan

Dengan melihat hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa kelemahan dalam

mewujudkan metropolitan berkelanjutan di aglomerasi perkotaan Surakarta terletak pada pola

ruang dan kecenderungannya yang diikuti penurunan daya dukung lingkungan. Untuk

mewujudkan metropolitan berkelanjutan maka diperlukan upaya penataan lokasi bermukim

agar tidak terbentuk sprawl dan peremajaan wilayah untuk mengurangi kejenuhan ruang kota

dan meningkatkan daya tampung penduduk. Dari aspek struktur ruang diperlukan upaya

peningkatan ketercapaian tolok ukur melalui peningkatan kemampuan pelayanan internal

wilayah, pengalihan penggunaan transportasi pribadi ke massal dan peningkatan kapasitas

jaringan jalan untuk mendukung penggunaan transportasi umum. Pengimplementasian

beberapa upaya peningkatan ketercapaian tolok ukur tersebut juga perlu diimbangi dengan

pembuatan peraturan tata ruang metropolitan dan upaya pengendalian agar pembangunan

dapat terarah sehingga menjamin keberlanjutan metropolitan yang terbentuk. Perencanaan

yang matang juga harus diimbangi dengan perancangan ruang metropolitan (urban design)

dalam rangka peningkatan daya tampung dan life span. Dalam pemuatan perencanaan dan

perancangan ini harus dilakukan melalui kerjasama antarwilayah.

Peningkatan life-span atau usia keberlanjutan juga diperlukan untuk menjamin

keberlangsungan metropolitan sampai ke beberapa generasi yang akan datang. Peningkatan

life-span dapat dilakukan dengan pengoptimalan potensi internal wilayah maupun melakukan

ekspansi wilayah sehingga dapat menggunakan potensi wilayah tersebut. Apapun opsi yang

dipilih, hendaknya pertimbangan daya dukung lingkungan selalu dijadikan pertimbangan

utama sebelum melakukan pengembangan wilayah.

6.2.2 Rekomendasi bagi Pengembangan Ilmu

Untuk mengembangkan khasanah keilmuan, peneliti memberikan saran agar penelitian

ini dapat dilanjutkan dengan pembahasan yang lebih mendalam tentang,

- Kesesuaian aglomerasi perkotaan Surakarta sebagai metropolitan yang berkelanjutan jika

rekayasa teknis digunakan.

Page 115: TUGAS AKHIR KESESUAIAN AGLOMERASI PERKOTAAN …... · merupakan penelitian deduktif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif. Berdasarkan hasil ... Daya Tampung Penduduk Berdasarkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

- Penilaian kesesuaian berdasarkan aspek ekonomi, social dan budaya.

Berdasarkan teori pembangun berkelanjutan diketahui bahwa tiga pilar pembangunan

berkelanjutan adalah fisik lingkungan, ekonomi, dan social budaya. Penelitian ini,

terbatas pada keberlanjutan dari aspek fisik lingkungan, sehingga diperlukan penelitian

lanjutan untuk mengetahui kesesuaian dari aspek ekonomi dan social budaya. Penelitian

lanjutan dari aspek ekonomi dan social budaya akan menjadikan penialian kesesuaian

sebagai metropolitan berkelanjutan lebih komprehensif.

- Penilaian kesesuaian dengan melibatkan wilayah peri urban dan memperluas lokus

penelitian.