tugas 4
DESCRIPTION
Penginderaan jauhTRANSCRIPT
![Page 1: Tugas 4](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf8f6c550346703b9c4290/html5/thumbnails/1.jpg)
TUGAS 4
MATAKULIAH
PENGINDERAAN JAUH UNTUK STUDI LINGKUNGAN
SPSIL 6111
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Hartono, DEA., DESS.
Dibuat oleh:
Eko Bayu Dharma Putra
14/375746/PMU/08457
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014/2015
![Page 2: Tugas 4](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf8f6c550346703b9c4290/html5/thumbnails/2.jpg)
Tugas 4
Penginderaan Jauh untuk Studi Lingkungan
Review Jurnal
Judul : Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai
Salah Satu Sumberdaya Wilayah Pesisir (Studi Kasis di Delta Sungai Wulan
Kabupten Demak).
Penulis : Septiana Fathurrohmah, Karina Bunga Hati, dan Bramantyo Marjuki.
Ringkasan :
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang cukup
luas dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009).
Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang ke
empat di dunia, seheingga Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam pesisir yang luar
biasa dengan keanekaragaman ekosistem yang ada. Ekosistem tersebut seperti mangrove,
terumbu karang, padang lamun, dan estuari dapat ditemui di berbagai pesisir di Indonesia.
Hutan mangrove yang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir memiliki
fungsi ekologis, sosial, ekonomi, dan fisik. Fungsi ekologis dari hutan mangrove adalah
daerah tempat hidup dan mencarimakan bagi berbagai organisme seperti burung, udag,
kepiting, ikan, dan mamalia. Fungsi sosial ekonomi yaitu dapat dimanfaatkan masyarakat
sebagai bahan baku konstruksi, kayu bakar, kertas, pariwisata sehingga meningkatkan kondisi
sosial ekonomi penduduk sekitar. Funsi fisik dari hutan mangrove adalah meminimalisir dan
melindungi wilayah pesisir dari ancaman angin dan gelombang yang dari laut.
Kondisi hutan mangrove di Indonesia berdasarkan data dari FAO dari tahun 1980
hingga 2005 terus mengalami penurunan. Luas hutan mangrove tahun 1980 adalah 4.200.000
Ha, sedangkan di tahun 2005 menurun menjadi 2.900.000 Ha. Kurun waktu 2000 hingga
2005 luas hutan mangrove mengalami penurunan 50.000 Ha atau sekitar 1,6 % dari. Fungsi
mangrove yang sangat penting membuat perlu adanya pengelolaan hutan mangrove yang
optimal sehingga kerusakan dan berkurangnya luas hutan mangrove dapat diminimalisir.
Kegiatan pengelolaan diperlukan adanya basis data yang baik. Basis data ini dapat
dijadikan dasar dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan. Salah satu
contohnya adalah pengambilan keputusan pengelolaan hutan mangrove. Salah satu
pemanfaatan basis data adalah dengan memanfaatkan penginderaan jauh dan SIG. Daerah
![Page 3: Tugas 4](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf8f6c550346703b9c4290/html5/thumbnails/3.jpg)
penelitian dalam jurnal ini adalah di area Delta Sungai Wulan, Kabupaten Demak, Jawa
Tengah.
Metode peneltian jurnal ini menggunakan 2 metode. Metode pertama yaitu untuk
mengetahui penerapan penginderaan jauh dan SIG dalam monitoring lahan mangrove.
Monitoring tutupan lahan di hutan mangrove Delta Sungai Wulan dilakukan dengan
interpretasi visual dari data multitemporal. Data yang digunakan adalah citra landsat TM
tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2000. Metode kedua
adalah analisis kerapatan tajuk menggunakan metode Normalize Difference Vegetation Indek
(NDVI). NDVI merupakan pengukuran keseimbangan antara energi yang diterima dengan
energi yang dipancarkan oleh obyek bumi. Analisis NDVI menggunakan software ENVI 4.7
dengan menggunakan Citra ALOS tahun 2010 sebagai sumber data. Penilaian kerapatan tajuk
hutan mangrove menggunakan kriteria dari Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Analisis perubahan tutupan lahan mangrove pada jurnal ini dilakukan pada tiga tahun
pengamatan, yaitu tahun 1994, 2002, dan 2010. Pada tahun 1994, luas tutupan lahan
mangrove di area Delta Sungai Wulan adalah 785,03 Hektar. Luas tutupan lahan mangrove
pada tahun 2002 adalah 472,65 Hektar. Dari tahun 1994, luasan tersebut mengalami
penurunan sebesar 39,79%. Tutupan lahan mangrove pada tahun 2010 mengalami
peningkatan, yaitu menjadi 553,71 Hektar. Bertambahnya luasan tersebut tidak cukup banyak
atau hanya berkisar 17% sehingga belum mencapai luasan yang sama dengan tahun 1994.
Tahun 1994 berdasarkan tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan
cenderung membentuk poligon-poligon yang relatif luas dengan bentuk kurang teratur.
Poligon paling luas ditemui pada tutupan lahan mangrove ditemui di ujung percabangan delta
bagian utara. Pola tersebut mengindikasikan bahwa hutan mangrove cenderung masih alami
meskipun tidak merata. Kondisi yang berbeda ditemukan pada tahun 2002. Pada tahun ini,
poligon-poligon tutupan lahan mangrove cenderung memiliki bentuk yang memanjang
dengan lebar yang relatif sempit. Kondisi ini mengindikasikan adanya eksploitasi ataupun
kerusakan hutan mangrove.
Tahun 2010 berdasarkan tutupan lahan mangrove membentuk pola yang berbeda dari
kedua tahun pengamatan sebelumnya. Tutupan lahan mangrove membentuk poligon-poligon
dengan sudut yang lebih tegas. Pola ini mengindikasikan adanya pengelolaan hutan mangrove
dalam bentuk sylvofishery atau wanamina, yaitu model pengembangan tambak ramah
lingkungan yang memadukan hutan/pohon (sylvo), dalam hal ini mangrove, dengan budidaya
perikanan (fishery). Pengelolaan hutan mangrove model ini dimaksudkan untuk memadukan
![Page 4: Tugas 4](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf8f6c550346703b9c4290/html5/thumbnails/4.jpg)
antara kepentingan ekonomi dengan kepentingan ekologis atau kelestarian lingkungan.
Dibandingkan area pada percabangan delta bagian utara ( wilayah Desa Berahan Wetan ),
poligon-poligon tutupan lahan mangrove di area pada percabangan delta bagian selatan
(wilayah Desa Berahan Kulon) relatif lebih luas.
Berdasarkan interpretasi terhadap perubahan distribusi tutupan lahan mangrove pada
kedua periode (tahun 1994-2002 dan tahun 2002-2010), maka diketahui bahwa lokasi di
mana tutupan lahan mangrove cenderung terus mengalai pengurangan adalah di ujung
percabangan delta bagian utara, sedangkan lokasi di mana tutupan lahan mangrove cenderung
terus megalami pertambahan adalah di tepi area delta bagian selatan. Sementara itu, di
bagian tengah area delta dan di sekitar percabangan Sungai Wulan di mana pada periode
antara tahun 1994 hingga 2002 mengalami penurunan luas tutupan lahan mangrove, pada
periode antara tahun 2002 hingga 2010 justru mengalami pertambahan luasan. Meskipun
tidak terlalu besar dan hanya terjadi pada area-area yang sempit, pertambahan tutupan lahan
tersebut terjadi cukup merata.
Analisis selanjutnya dari jurnal ini adalah analisis kerapatan tajuk menggunakan
NDVI. Hasil analisis NDVI dengan menggunakan Citra ALOS 2010 di Delta Sungai Wulan
sebagian besar hutan mangrove di Delta Sungai Wulan memiliki kerapatan tajuk jarang
dengan luas 470,1 Hektar atau mencapai 95,1%. Berdasarkan distribusinya, hutan mangrove
dengan kerapatan tajuk jarang tersebar di seluruh area delta. Hutan mangrove yang memiliki
kerapatan tajuk sedang hanya meliputi luas 22,18 Hektar atau sekitar 4,48%. Distribusi hutan
mangrove dengan kerapatan tajuk sedang lebih banyak ditemukan di pinggir area delta,
terutama pada percabangan delta bagian selatan. Hutan mangrove dengan kerapatan tajuk
sedang hanya sedikit ditemukan di tengah area delta, yaitu di sekitar aliran sungai. Hutan
mangrove yang memiliki kerapatan tajuk lebat hanya meliputi luas 2,11 Hektar atau sekitar
0,43%. Hutan mangrove dengan kerapatan tajuk lebat hanya ditemukan di sebagian kecil tepi
delta pada percabangan bagian selatan dan tepi aliran sungai dengan luasan lebih kecil.
Distribusi hutan mangrove dengan berbagai kerapatan tajuk mengindikasikan bahwa
hutan mangrove yang terletak di pinggir delta dan berbatasan langsung dengan laut
cenderung masih dalam kondisi alami, terutama di area percabangan delta bagian selatan.
Pengaruh kekuatan gelombang dan arus dapat mempengaruhi tingkat kerapatan sehingga
hanya memiliki kerapatan tajuk sedang. Sementara itu, pengaruh kegiatan manusia lebih
banyak dilakukan pada mangrove yang terletak lebih ke arah darat atau di tengah-tengah area
delta. Areal ini banyak yang dikonversi menjadi lahan tambak.
![Page 5: Tugas 4](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022072008/55cf8f6c550346703b9c4290/html5/thumbnails/5.jpg)
Review State of Art Jurnal :
Jurnal yang berjudul “Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Hutan
Mangrove Sebagai Salah Satu Sumberdaya Wilayah Pesisir (Studi Kasis di Delta Sungai
Wulan Kabupten Demak)” merupakan jurnal yang menerapkan aplikasi penginderaan jauh
dan SIG untuk memantau lingkungan. Lingkungan yang dipantau adalah lingkungan hutan
mangrove yang ada di Delta Sungai Wulan, Kabupaten Magelang. Jurnal ini merupakan
jurnal yang menarik, karena dengan memanfaatkan data penginderaan jauh kita dapat
mengetahui trend perubahan luasan hutan mangrove dari tahun 1994, 2002, dan 2010. Hal ini
menunjukkan bahwa penginderaan jauh memiliki fungsi pemantauan sehingga bisa dijadikan
sebuah basis data yang baik.
Jurnal ini merupakan penelitian mengenai perubahan tutupan lahan hutan mangrove.
Penelitian sejenis telah sering dilakukan dengan menggunakan penginderaan jauh dan SIG.
Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini pernah dilakukan dan hanya merupakan
pengulangan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Hal yang membedakan adalah daerah
kajian penelitian, yaitu di Delta Sungai Wulan.
Penelitian ini juga menggunakan metode Normalize Difference Vegetation Indek
(NDVI) untuk mengetahui kerapatan tajuk. NDVI merupakan salah satu metode dalam
analisis vegetasi. NDVI telah sering dilakukan dalam analisis tutupan vegetasi, baik untuk
hutan mangrove maupun jenis-jenis hutan lain. NDVI memiliki keunggulan yaitu efektif
dalam memprediksi sifat permukaan ketika kanopi vegetasi tidak terlalu rapat. Hasil dari
NDVI ini diperoleh vegetasi dengan berbagai kerapatan sehingga dapat mengetahui
bagaimana persebaran tutupan lahan mangrove di lokasi penelitian.