trypanosoma brucei gambiense
TRANSCRIPT
1
Protozoa
Protozoa adalah binatang ber sel tunggal / satu yang terdiri dari nucleus atau inti atau
sitoplasma. Golongan ini belum ada pembagian pekerjaan. Selain itu Protozoa berbeda dengan
golongan Metazoa yang terdiri dari banyak sel serta golongan ini sudah ada pembagian
pekerjaan. Tidak semua golongan Protozoa ini bersifat patogen.
Filum Protozoa yang mempunyai arti penting dalam ilmu kedokteran dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
A. Kelas Rhizopoda
B. Kelas Ciliata
C. Kelas Mastigophora ( Flagellata )
D. Kelas Sporozoa
Trypanosoma
Genus Trypanosoma dapat menyebabkan penyakit Trypanosomiasis dan genus ini mempunyai
spesies yang penting dalam ilmu kedokteran yaitu :
1. Trypanosoma Gambiense
2. Trypanosoma Rhodisiense
3. Trypanosoma Cruzi
2
Genus Trypanosoma dalam siklus hidupnya mempunyai empat bentuk stadium yaitu :
1. Bentuk stadium Trypanosoma
2. Bentuk stadium Kritidia
3. Bentuk stadium Leptomonas
4. Bentuk stadium Leismania
Siklus hidup Trypanosomiasis mempunyai dua tuan rumah yang berbeda yaitu :
1. Tuan rumah vertebrata ( vertebrata host )
Dalam tuan rumah yang vertebrata hanya didapatkan untuk Trypanosoma, kecuali pada
Trypanosoma Cruzi yang dapat diperoleh bentuk stadium :
Trypanosome
Kritidia ( kadang – kadang )
Leismania
2. Tuan rumah invertebrate
Dalam tuan rumah invertebrata dapat ditemukan bentuk stadium :
a. Bentuk stadium Trypanosoma
Berukuran 14 – 33 x 1,5 – 3,5 mikron dan rata – rata 15 – 20 mikron.
Membrane bergelombang terdapat diseluruh tubuh.
Kinetoplas letaknya lebih ke posterior dekat axonema.
Letak nucleus di tengah – tengah ( sentral ).
Bentuk ini terdapat pada tuan rumah perantara maupun sebenarnya.
Trypanosome masuk didalam tuan rumah perantara pada waktu menghisap darah
sebagai makanannya.
Didalam tubuh manusia trypanosome hidup ekstraseluler dalam darah, limfe,
dan cairan otak.
Terdapat Granula spesifik.
Tidak berwarna, bergerak aktif, berkembang biak membelah memanjang.
Bila diwarnai dengan giemza / wright, inti akan berwarna merah udang dan
sitoplasma berwarna biru.
b. Bentuk stadium Kritidia
Berukuran 15 – 20 mikron dan rata – rata 15 mikron.
Membrane bergelombang terdapat pada bagian tubuh ke anterior.
Kinetoplas letaknya ke tengah dengan axonema.
Letak nucleus di tengah – tengah
Terdapat granula spesifik ( seperti Trypanosoma ).
3
Terdapat sebagai stadium sementara pada lalat genus Glosssina sp. Untuk
Tripanosoma gambiense dan Trypanosoma rhodesiense sedangkan untuk
Trypanosoma cruzi adalah serangga genus Triatoma.
Berkembang biak membelah dua dan memanjang.
Didalam kelenjar liur lalat Glossina tadi, Kritidia tersebut mengalami
metamorphose menjadi Trypanosoma yang siap untuk ditularkan.
Siklus hidup umum
1. Siklus hidup Trypanosomiasis sebagian besar terjadi berganti – ganti tuan rumah hospes
vertebrata dan invertebrate.
2. Penularan infeksi pada vertebrata dapat secara :
Penularan tidak langsung Trypanosoma harus mengalami pertumbuhan siklik di dalam
tubuh serangga penghisap darah sebelum menjadi infektif.
Pertumbuhan siklik ada dua macam yakni :
a. Anterior station
Pada species Trypanosona gambiense dan Trypanosoma rhodesiense yang tertelan
lalat Glossina ( lalat tse – tse ) mula – mula Trypanosoma tumbuh di dalam alat
pencernaan dan menjadi infektif setelah sampai di dalam kelenjar liur lalat
tersebut.
Bila Glossina itu mengambil makanan / darah bentuk parasit infektif dimasukkan
bersama dengan air liur.
Pertumbuhan di dalam usus tengah dan usus akhir, menghasilkan sejumlah bentuk
– bentuk lebar, yang berubah menjadi bentuk panjang dan langsing di dalam
proventikulus, lalu pindah melalui oesofagus, hifofaring dan saluran kelenjar liur.
Disini parasit berubah menjadi bentuk Kristidia.
b. Posterior station
Pada Trypanosoma cruzi bentuk Trypanosoma yang tertelan dan terdapat di dalam
usus tengah ( midgud ) dalam tubuh vector Triatoma ( Famili Reduvidae ) mula –
mula berubah menjadi pendek, gemuk, lalu menjadi bentuk Trypanosoma
metasiklik yang infektif didalam usus akhir dan rectum.
Bila Tryatoma mengambil makanan / darah, bentuk infektif dikeluarkan bersama
dengan feces / tinja, terjadilah penularan secara posterior station ( melalui feces )
4
Diagnosa laboratorium
1. Pada penderita yang sedang mengalami demam yang hebat, dapat dilakukan pemeriksaan
darah, dibuat preparat dengan sederhana dengan menggunakan pertolongan pertama,
maka akan didapatkan Trypanosome.
2. Pemeriksaan darah tetes / hapus dengan pewarnaan giemsa atau dengan wright.
3. Pemeriksaan getah dari bagian tubuh yang membengkak, kemudiaan obat preparat
langsung / pewarnaan.
4. Pemeriksaan bahan – bahan dari sternum fungsi.
5. Pemeriksaan Cerebro Spinal ( CSF Fluid dengan sidimenter dulu )
6. Inokulasi pada binatang percobaan atau disuntikan darah manusia / penderita 2 – 10 cc,
bahan – bahan dari fungsi ke dalam marmot / tikus, anjing kemudian sesudah satu
minggu akan didapatkan parasit – parasit tersebut pada binatang percobaan.
Pembiakan
1. Parasit – parasit dari genus Trypanosoma ini yang sudah dapat dibiakan hanyalah species
Trypanosoma cruzi, dari species yang lain seperti Trypanosoma gambiense dan
Trypanosoma rhodesiense masih belum bias.
2. Media – media yang dapat digunakan seperti berikut ini :
NNN media ( Novy mac Neal Nicolle )
Tissu culture ( digunakan untuk diagnosa serta untuk penyelidikan virulensi )
Embrio ayam
Embrio tikus
A. Trypanosoma gambiense
Trypanosoma gambiense ini merupakan penyebab penyakit sleeping sickness, dan daerah
penyebarannya di daerah afrika barat, sedangkan nama penyakit yang disebabkan oleh
Trypanosoma gambiense dapat disebut gambie trypanosomiasis, dan vector penyebarannya
adalah lalat glossina palpalis. Jenis penyakit tidur Afrika Barat (Gambia) yang disebabkan
oleh Trypanosoma gambiense pertama kali dilaporkan oleh Forde di tahun 1902 ketika
organisme ini ditemukan dalam darah seorang kapten pelaut Eropa yang bekerja di Sungai
Gambia ( Kean dkk, 1978 ).
Morfologi
Secara umum Trypanosomidae mempunyai 4 bentuk (morfologi) yang berbeda, yaitu :
1. Bentuk Amastigot (Leismanial form).
Bentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan satu kinetoplas serta tidak
mempunyai flagela. Bersifat intraseluler. Besarnya 2-3 mikron.
5
2. Bentuk Promastigot (Leptomonas form)
Bentuk memanjang mempunyai satu inti di tengah dan satu flagela panjang yang
keluar dari bagian anterior tubuh tempat terletaknya kinetoplas, belum mempunyai
membran bergelombang, ukurannya 15 mikron.
3. Bentuk Epimastigot (Critidial form)
Bentuknya memanjang dengan kinetoplas di depan inti yang letaknya di tengah
mempunyai membran bergelombang pendek yang menghubungkan flagela dengan
tubuh parasit, ukurannya 15-25 mikron.
4. Bentuk Tripomastigot (Trypanosome form)
Bentuk memanjang dan melengkung langsing, inti di tengah, kinetoplas dekat ujung
posterior, flagela membentuk dua sampai empat kurva membran bergelombang,
ukurannya 20-30 mikron.
Pada stadium akhir, di dalam darah penderita, Trypomastigot memiliki beberapa bentuk
yang berbeda, yaitu :
1. Bentuk panjang dan langsing, memiliki flagella
2. Bentuk pendek dan lebih gemuk, sebagian tidak berflagela.
Bentuk intermediet dengan inti terkadang ditemukan di posterior. Trypanosoma
gambiense mengalami perubahan bentuk morfologi selama siklus hidupnya. Pleomorfik
trypanosoma, yang merupakan bentuk infektif, akan terhisap bersama darah , saat lalat
tsetse menggigit penderita.
Parasit akan masuk ke dalam saluran pencernaan korban dan mengalami beberapa kali
perubahan bentuk dan multiflikasi. Dalam waktu 3 minggu, parasit akan berubah menjadi
bentuk Epimastigot. Bentuk Epimastigot juga mengalami perubahan menjadi bentuk
metacyclic form dan memenuhi kelenjar air liur lalat. Metacyclic form merupakan bentuk
infektif pada vektor dan siap untuk ditularkan ke korban selanjutnya. Waktu yang
diperlukan parasit ini untuk berkembang menjadi bentuk infektif dalam tubuh vektor
adalah 20-30 hari. Lalat yang mengandung bentuk infektif ini akan tetap infektif seumur
hidupnya. Lalat tsetse menggigit manusia / hewan vertebrata biasanya pada siang hari.
Ciri-ciri
1. Bentuk trypanosoma (trypomastigot) dapat ditemukan dalam darah, cairan
serebrospinal (CSS), aspirasi kelenjar limfe, dan aspirasi caian dari chancre
trypanosomal yang terbentuk pada tempat gigitan lalat tsetse.
2. Bentuk tripomastigot berkembang biak secara belah pasang longitudinal.
3. Organisme ini bersifat pleomorfik, pada satu sediaan hapus darah dapat terlihat aneka
bentuk tripanosomal. Bentuknya berfariasi dari yang panjang, 30 µm atau lebih,
langsing, dengan flagel yang panjang (tripomastigot ), sampai pada bentuk yang
pendek kurang lebih 15 µm, gemuk tanpa flagel yang bebas.
6
4. Dalam darah bentuk trypanosoma tidak berwarna dan bergerak dengan cepat diantara
sel darah merah.
5. Membran bergelombang dan flagel mungkin terlihat pada organisme yang bererak
lambat.
6. Bentuk tripomastigot panjangnya 14 sampai 33 µm dan lebar 1,5 sampai 3,5 µm.
dengan pulasan Giemsa dan Wright, sitoplasma tampak berwarna biru muda, dengan
granula yang berwarna biru tua, mungkin terdapat vakuola. Inti yang terletak di
tengah berwarna kemerahan.
7. Pada ujung posterior terletak kinetoplas, yang juga berwarna kemerahan. Kinetoplas
berisi benda parabasal dan bleparoflas, yang tidak mungkin dibedakan. Flagel
muncul dari blefaroplas, demikian juga membran bergelombang.
8. Flagel berjalan sepanjang tepi membran bergelombang sampai membaran
bergelombang bersatu dengan badan trypanosoma pada ujung anterior organisme.
Pada titik ini flagel menjadi bebas melewati badan trypanosoma.
9. Bentuk trypanosoma akan ditelan lalat tsetse (Glosinna) ketika mengisap darah.
Organisme akan berkembang biak di dalam lumen “mid gut“ dan “hind-gut“ lalat.
Setelah kira – kira 2 minggu, organisme akan bermigrasi kembalai ke kelenjar ludah
melalui hipofaring dan saluran kelenjar ludah; organisme kemudia akan melekat pada
sel epitel saluran kelenjar ludah dan mengadakan transpormasi ke bentuk
epimastigot. Pada bentuk epimastigot, inti terletak posterior dari kinetoplas, berbeda
dengan tripomastigot, dimana inti terletak anterior dari kinetoplas.
Siklus hidup
Organisme terus memperbanyak diri dan bentuk metasiklik (infektif) selama 2-5
hari dalam kelenjar ludah lalat tsetse,. Dengan terbentuknya metasiklik,
lalat tsetse tersebut menjadi infektif dan dapat memasukkan bentuk ini dari kelenjar ludah
ke dalam luka kulit pada saat lalat mengisap darah lagi. Seluruh siklus perkembangan
dalam lalat tsetse membutuhkan waktu 3 minggu, Trypanosoma gambiense ditularkan
oleh Glossina palpalis dan Glossina tachinoides, baik lalat tsetse betina maupun jantan
dapat menularkan penyakit ini.
Pada waktu darah mamalia dihisap, oleh lalat tse tse yang infektif
(genus Glossina) maka akan memasukkan metacyclic trypomastigotes kedalam jaringan
kulit. Parasit–parasit akan masuk ke dalam sistem lymphatic dan ke dalam aliran darah
(1).di dalam tubuh tuan rumah, mereka berubah menjadi trypomastigotes di dalam aliran
darah. (2), dan ini akan dibawa ke sisi lain melalui tubuh, cairan darah kaya yang lain
(e.g., lymph, spinal fluid), dan berlanjut bertambah banyak dengan binary fission
(3). Segala siklus hidup dari African Trypanosomes telah ditampilkan pada tingkat ektra
7
seluler. Lalat tsetse menjadi infektif dengan trypomastigotes dalam aliran darah ketika
mengisap darah mamalia yang terinfeksi (4), (5). Pada alat penghisap lalat parasit
berubah menjadi procyclic trypomastigotes, bertambah banyak dengan binary fission (6),
meninggalkan alat penghisap, dan berubah menjadi epimastigotes (7). Air liur lalat kaya
akan epimastigotes dan pertambahan banyak berlanjut dengan binary fission (8). Siklus
dalam tubuh lalat berlangsung selama kurang lebih 3 minggu. Manusia merupakan
reservoir utama untuk Trypanosoma gambiense, tetapi spesies in dapat selalu ditemukan
pada binatang.
Gejala klinis
Gejala penyakit ialah demam, sakit kepala, insomnia, pembengkakan kelenjar
limfe tanpa rasa sakit, berat badan menurun. Jika parasit ini dapat masuk ke sistem saraf
manusia, penderita akan mengalami kebingungan, perubahan kepribadian, gangguan
tidur, dan akhirnya koma sebelum meninggal dunia. Parasit Trypanosoma brucei ini juga
dapat menyebabkan radang otak secara perlahan-lahan yang mampu selama beberapa
bulan sehingga beberapa tahun menyebabkan kejang, lembam (stupor), koma, dan
kematian. Kemudian penderita dapat mengalami anemia, gagal ginjal, dan pembengkakan
jantung.
Setelah digigit oleh lalat tsetse yang infektif, stadium tripomastigot metasiklik
yang masuk ke dalam kulit akan memperbanyak diri serta menimbulkan reaksi
peradangan setempat. Beberapa hari kemudian, pada tempat tersebut dapat timbul nodul
atau chancre (3-4 cm). Lesi primer ini tidak menetap dan akan menghilang setelah 1 – 2
minggu, nodul ini seringkali terlihat pada orang Eropa tetapi jarang pada penduduk
setempat di daerah endemi.
Bentuk tripomastigot dapat ditemukan dalam cairan aspirasi ulkus tersebut.
Bentuk tripomastigot dapat masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan parasetemia
ringan tanpa gejala klinik dan dapat berlangsung selama berbulan–bulan. Pada keadaan
ini, parasit mungkin sulit ditemukan meskipun dengan pemeriksaan sediaan darah tebal.
Selama masa ini, infeksi dapat sembuh sendiri tanpa gejala klinik atau kelainan pada
kelenjar limfe.
Gejala pertama akan terlihat jelas bila terjadi invasi pada kelenjar limfe, diikuti
dengan timbulnya demam remiten yang tidak teratur dan keluar keringat pada malam
hari. Demam sering disertai dengan sakit kepala, malaise dan anoreksia. Periode demam
yang berlangsung sampai satu minggu akan diikuti dengan periode tanpa demam yang
waktunya bervariasi dan kemudian timbul lesi periode demam yang lain. Banyak
tripomastiot ditemukan dalam peredaran darah pada saat demam tetapi pada saat tanpa
demam jumlahnya sedikit. Kelenjar limfe yang membesar konsistensinya lunak, tidak
8
nyeri. Meskipun dapat mengenai kelenjar limfe dimana saja, kelenjar limfe di daerah
servikal posterior merupakan tempat yang paling sering terinfeksi (tanda Winterbottom)
Bentuk tripomastigot dapat diaspirasi dari kelenjar limfe yang membesar. Selain kelenjar
limfe, terjadi juga pembesaran pada limpa dan hati.
Pada Trypanosomiasis gambia, stadium darah–limfe dapat berlansung bertahun–
tahun sebelum timbul sindroma penyakit tidur. Pada orang berkulit cerah, ruam kulit
berbentuk eritema yang tidak teratur (irregular erytematous skin rash) Eretema
multiforme dapat terjadi 6 – 8 minggu setelah terjadi infeksi. Ruam akan hilang dalam
beberapa jam, dan timbul serta hilangnya ruam ini terjadi pada periode demam. Sensasi
terhadap rasa sakit pada pasien dapat berkurang.
Stadium penyakit tidur timbul setelah bentuk tripomstigot menginvasi susunan saraf
pusat (SSP). Perubahan tingkah laku dan kepribadian terlihat selama invasi SSP. Gejala–
gejala trypanosomiasis Gambia adalah meningoensepalitis progresif, apati, kebingungan,
kelemahan, hilangnya koordinasi, dan somnolen. Pada fase terminal penyakitnya, pasien
menjadi emasiasi, jatuh ke dalam koma dan meninggal, biasanya akibat infeksi sekunder.
Penekanan daya tahan tubuh pada pasien Trypanosomiasis gambia ditunjukkan dengan
menurunnya kekebalan seluler dan humoral.
Epidemiologi
1. Distribusi parasit T. gambiense ini terutama di daerah afrika barat, biasanya pada
daerah pedalaman
2. Insiden penyakit ini berkisar antara 3 – 43 %
3. Lebih banyak didapatkan pada laki – laki daripada perempuan, terutama pada usia
antara 20 – 40 tahun
Diagnose
1. Pada daerah endemis apabila didapatkan gejala – gejala yang khas seperti tersebut
di atas maka diagnosenya suspect Trypanosoma trypanosomiasis
2. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
Rasio albumin / globulin yang terbaik
LED yang meningkat
Perubahan cairan CSF ( Cerebro Spinal Fluid )
3. Untuk diagnose pasti harus ditemukan adanya parasit
Dari serum penderita
Dari cairan limfe
Dari CSF
9
Dari bone marrow ( sumsum tulang )
Yang kemudian dapat diperiksa secara langsung atau tidak langsung ataupun
secara inokulasi pada hewan – hewan tertentu
4. Untuk melihat parasit – parasit dapat menggunakan dengan cara :
Wet aresh film
Pengecatan giemsa / wright
5. Pemeriksaan serologi
CFT
Formal gel test
Tanda–tanda kelainan fisik dan riwayat klinik sangat penting untuk
menegakkan diagnosis. Gejala–gejala diagnostik termasuk demam yang tidak teratur,
pembesaran kelenjar limfe (terutama di bagian segitiga servikal posterior, yang
dikenal dengan tanda Winterbottom), berkurangnya sensori terhadap rasa sakit (tanda
Kerandel), dan ruam kulit berupa eritema. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan
bentuk tripomastigot dalam darah, aspirasi kelenjar limfe, dan CSS.
Adanya periodesitas, menyebabkan jumlah parasit dalam darah akan berbeda–
beda dan sejumlah teknik harus digunakan untuk menemukan bentuk tripomastigot.
Selain sedian darah tipis dan tebal, dianjurkan menggunakan metode konsentrasi
“buffy coat“ untuk menemukan parasit apabila jumlahnya sedikit. Parasit dapat
ditemukan dalam sediaan darah tebal apabila jumlahnya lebih dari 2000/ ml, lebih
dari 100/ml dengan konsentrasi pada tabung hematokrit, dan lebih dari 4/ ml dengan
tabung penukar anion (anion exchange columm) Lumsden dkk, 1981.
Pemeriksaan CSS harus dilakukan dengan medium sentrifuge. Bila jumlah
tripomastigot dalam darah tidak terdeteksi, bentuk ini mungkin masih dapat
ditemukan pada aspirasi kelenjar limfe yang meradang, namun untuk menemukannya
secara histopatologi tidaklah praktis. Specimen darah dan CSS harus diperiksa
selama pengobatan dan 1 hingga 2 bulan setelah pengobatan.
Pemeriksaan serologis yang banyak digunakan untuk skrining epidemiologi
adalah tes imunofluoresensi tidak langsung, ELISA, dan hemaglutinasi tidak
langsung (Kakoma et.all, 1985; de Raadt dan Seed, 1977). Masalah besar pada
serodiagnostik di daerah endemi yaitu banyaknya orang dengan kadar antibodi yang
tinggi karena terpapar oleh tripanosoma yang tidak infektif bagi manusia.
Konsentrasi IgM dalam serum dan CSS kurang mempunyai nilai diagnostik.
10
Isolasi Trypanosoma gambiense pada bintang percobaan dalam laboratorium
yang kecil biasanya tidak berhasil, berbeda dengan Trypanosoma rhodesiense yang
dapat menginfeksi binatang. Kultur umumnya tidak praktis untuk diagnostic
Pencegahan
1. Pemberantas vector dengan insektisida
2. Personal hygine
3. Aktif imunisa pada parasit ini tidak efektif
Distribusi penyakit
Penyakit ini menyebar didaerah tropis benua Afrika antara 150LU dan 200LS, sesuai
dengan daerah penyebaran lalat tsetse. Di daerah endemis 0,1% - 2% penduduk
terinfeksi. Pada saat terjadi wabah penyakit ini bisa mencapai 70%. KLB dapat terjadi
apabila karena sesuatu hal terjadi peningkatan intensitas kontak antara manusia dan lalat
tsetse atau strain tripanosoma yang virulen masuk kedaerah dimana densitas
lalat tsetse sangat padat. Masuknya strain virulen dimungkinkan oleh karena adanya
pergerakan hospes manusia atau lalat tsetse yang terinfeksi ke suatu daerah.
Lalat Glossina palpalis merupakan vector utama, dibagian barat dan bagian tengah
Afrika. Infeksi biasanya terjadi disepanjang aliran sungai atau anak sungai yang
berbatasan dengan daerah yang berhutan.
Di Afrika bagian timur dan danau victoria vector utamanya adalah kelompok G.
Morsitans, infeksi terjadi didaerah savana yang kering.
G. fuscipes yang termasuk dalam kelompok palpalis merupakan vector penular
penyakit pada saat KLB penyakit tidur jenis rhodiense yang terjadi di Kenya dan Zaire
dan vector ini juga sejak tahun 1976 diketahui sebagai vector pada penularan
peridomestik di Uganda.
Penularan penyakit
Penularan terjadi melalui gigitan lalat tsetse Glossina infektif. Di alam terdapat 6
spesies yang berperan sebagai vektor utama, G. Palpalis, G. Tachinoides, G. Morsitans,
G. Pallidipes, G. Swynnertoni dan G.fuscipes. Lalat tsetse terinfeksi karena menghisap
darah manusia atau binatang yang mengandung trypanosoma.
Parasit berkembang biak dalam tubuh lalat selama 12-30 hari, tergantung pada
suhu dan faktor-faktor lain, sampai terjadi bentuk infektif didalam kelenjar-kelenjar
ludahnya. Sekali terinfeksi lalat tsetse akan tetap infektif selama hidupnya (rata-rata 3
bulan, bisa sampai 10 bulan). Infeksi pada lalat tidak diturunkan ke generasi lalat
berikutnya. Kemudian lalat tsetse yang telah terinfeksi jika menggigit manusia dapat
menyebabkan penyakit tidur ini.
11
Penularan kongenital dapat terjadi pada manusia. Penularan langsung secara
mekanis dapat terjadi melalui darah pada probosis Glossina dan serangga penggigit
lainnya, seperti lalat kuda, atau karena kecelakaan di laboratorium.
Penularan kepada lalat tsetse terjadi selama ada parasit didalam darah manusia
dan hewan yang terinfeksi. Parasitemia muncul dengan intensitas bervariasi pada saat-
saat tertentu pada kasus-kasus yang tidak di obati, parasitemia terjadi pada semua stadium
tahapan penyakit. Pada suatu penelitian yang dilakukan terhadap penyakit
rhodesiense, parasitemia ditemukan hanya pada 60 % kasus infeksi.
Reservoir (tempat parasit berkembang) ialah manusia, dan binatang buas terutama
babi hutan dan sapi peliharaan merupakan reservoir Trypanosoma brucei rhodiense.
Trypanosoma mempunyai trik untuk mengatasi sitem imunisasi tubuh. Setiap gelombang
peningkatan parasit di dalam darah penderita mewakili generasi baru parasit dengan
bentuk tubuh yang berbeda. Pembentukan parasit ini menyebabkan peningkatan sistem
antibodi penderita. Sistem antibodi pada mulanya dapat mempertahankan diri, namun
karena terlalu keras bekerja dalam tempo waktu yang panjang, sistem antibodi akan
menjadi semakin lemah. Apalagi terkadang sitem antibodi ini menyerang sel-sel tubuh
sendiri ketika berusaha memusnahkan parasit yang selalu berubah bentuk.
Masa inkubasi
Masa inkubasi infeksi T.b. rhodiensiense yang lebih virulen, biasanya 3 hari
sampai dengan beberapa minggu. Masa inkubasi infeksi T.b gambiense yang lebih
kronik, berlangsung lebih lama yaitu beberapa bulan sampai bahkan beberapa tahun.
Kerentaan dan kekebalan
Semua orang rentan terhadap penyakit ini. Kadang kala terjadi infeksi tanpa
gejala baik pada infeksi T b. Gambiensemaupun infeksi T.b. rhodesiense. Pernah ada
yang melaporkan bahwa ada penderita dengan infeksi jenis gambience tanpa gejala SSP
yang sembuh spontan namun laporan ini belum terbukti kebenarannya.
Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara Pencegahan
Memilih cara pencegahan yang tepat harus di dasari pada pengetahuan dan
pengenalan ekologi dari vektor dan penyebab penyakit disuatu wilayah. Dengan
pengetahuan tersebut, maka suatu daerah dengan keadaan geografis tertentu, dapat
dilakukan satu atau beberapa langkah berikut sebagai langkah prioritas dalam upaya
pencegahan :
12
1. Berikan Penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara perlindungan diri
terhadap gigitan lalat tsetse.
2. Menurunkan populasi parasit melalui survei masyarakat untuk menemukan
mereka yang terinfeksi, obati mereka yang terinfeksi.
3. Bila perlu hancurkan habitat lalat tsetse, namun tidak dianjurkan untuk
menghancurkan vegetasi secara tidak merata. Membersihkan semak-semak dan
memotong rumput disekitar desa sangat bermanfaat pada saat terjadi penularan
peridomestik. Apabila pada wilayah yang telah dibersihkan dari vegetasi liar
dilakukan reklamasi dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian maka masalah
vektor teratasi untuk selamanya.
4. Mengurangi kepadatan lalat dengan menggunakan perangkap dan kelambu yang
sudah dicelup dengandeltametrin serta dengan penyemprotan insektisida residual
(perythroid sintetik 5%, DDT, dan dieldrin 3% merupakan insektidida yang
efektif). Dalam situasi darurat gunakan insektisida aerosol yang disemprotkan dari
udara.
5. Melarang orang-orang yang pernah tinggal atau pernah mengunjungi daerah
endemis di Afrika untuk menjadi donor darah.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1. Laporan kepada Instansi Kesehatan setempat : Di daerah endemis tertentu,
kembangkan sistem pencatatan dan pelaporan. Dan galakkan upaya pencegahan
dan pemberantasan. Disebagian besar negara penyakit ini bukan penyakit yang
wajib di laporkan kelas 3 B (lihat tentang pelaporan Penyakit Menular).
2. Isolasi: Tidak dilakukan. Cegahlah agar lalat tsetse tidak menggigit
penderita trypanosomiasis. Di beberapa negara, diberlakukan peraturan
pembatasan gerak dari pasien-pasien yang tidak diobati.
3. Disinfeksi serentak: Tidak dilakukan
4. Karantina: Tidak dilakukan
5. Imunisasi terhadap kontak: Tidak dilakukanCreated by microsoft
6. Investigasi kontak dan sumber infeksi : Bila penderita merupakan anggota dari
rombongan wisatawan merupakan anggota dari rombongan wisatawan, maka
anggota lain dari rombongan tersebut harus diberi tahu agar berhati-hati dan
terhadap mereka dilakukan investigasi.
7. Pengobatan spesifik: Bila tidak terjadi perubahan gambaran sel dan kadar protein
pada LCS, suraminmerupakan obat pilihan untuk infeksi T.b. rhodiense dan
pentamidine untuk infeksi T.b. gambiense. Namun obat-obat ini tidak dapat
menembus barier darah otak.
13
Eflornithine dengan dosis 400 mg/kg/hari IM atau IV dalam 4 dosis bagi,
selama 14 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral 300 mg/kg/hari sampai
30 hari.
Suramin dengan dosis 1 gr IV pada hari ke 1,3,7,14,21 dimulai dengan 200
mg untuk test secara IV. Dosis diharapkan memcapai 10 gram. Obat ini tidak
menembus blood-brain barrier dan bersifat toksis pada ginjal.
Pentamadine, dengan dosis 4 mg/kg/hari/hari IM selama 10 hari.
Melarsoprol, dengan dosis 20 mg/kg IV dengan pemberian pada hari ke
1,2,3,10,11,12,19,20,21 dan dosis perharinya tidak lebih dari 180 mg.
Enchephalopati dapat muncul sebagai efek pemberian obat ini . Hai ini terjadi
oleh karena efek langsung dari arsenical (kandungan dari melarsoprol) dan
juga oleh karena reaksi penghancuran dari Trypanosma (reactive
enchepalopathy). Bila efek tersebut muncul, pengobatan harus dihentikan.
C. Penanggulangan Wabah
Dalam keadaan KLB lakukkan survei massal yang terorganisasikan dengan baik
dan berikan pengobatan bagi penderita yang ditemukan serta lakukan pengendalian
lalattsetse.
Bila terjadi lagi KLB di daerah yang sama walaupun sudah melaksanakan
upaya-upaya pemberantasan, maka upaya-upaya yang tercantum pada butir 9A harus
dilakukan dengan lebih giat.
D. Implikasi bencana: Tidak ada.
E. Penanganan Internasional :
Meningkatkan upaya kerjasama lintas sektor di daerah endemis. Penyebar luasan
informasi dan meningkatkan tersedianya bahan dan alat diagnosa sederhana untuk
skrining dan upaya sederhana pengendalian vektor.
Kembangkan sistem yang efektif pendistribusian reagen dan obat-obatan.
Kembangkan sistem pelatihan pada tingkat nasional dan internasional. Manfaatkan
pusat-pusat kerjasama WHO. Kenya sedang mengembangkan perlakuan radiasi pada
lalat tsetse jantan agar tidak dapat membuahi lalat betina sehingga populasi lalat
tsetse semakin berkurang. Hal ini dilakukan dibawah naungan Lembaga Penelitian
Trypanosoma Kenya (Trypanosomiasis Research Institute/TRI).
F. Penemuan Baru
Ilmuwan Korea Selatan Lee Soo-hee menemukan penyembuhan penyakit
yang disebabkan parasit termasuk penyakit tidur Afrika.
Lee (27) saat ini memimpin tim di Sekolah Kedokteran Johns Hopkins.
Risetnya dipublikasikan sebagai cerita sampul jurnal biologi “Cell” terbitan 25
14
Agustus. Penemuannya dipuji sebagai terobosan bagi pengembangan obat baru untuk
memerangi penyakit tidur Afrika dan penyakit lainnya.
Lee mengatakan cara pembentukan asam lemak dari lapisan luar sel hewan
baru ditemukan setelah penelitian selama tiga tahun. Parasit bernama trypanosome
menggunakan enzim yang disebut elongase untuk mengubah lapisan luar mereka,
dalam proses dia membubuhkan jejak elongase, untuk menyembunyikannya dari
sistem kekebalan manusia.
Penemuan itu dapat membuka jalan bagi pengobatan penyakit yang disebabkan
parasit lainnya seperti penyakit tidur, kata Lee.
Penyakit tidur, yang menjadi target utama penelitian Lee, ditularkan melalui
gigitan lalat tsetse. Jika parasit berhasil masuk ke sistem saraf manusia, penderita
akan mengalami kebingungan, perubahan kepribadian, gangguan tidur dan akhirnya
koma sebelum meninggal dunia. Penyakit tidur mengancam lebih dari 60 juta rakyat
di 26 negara di Sub Sahara, Afrika. Diperkirakan 300.000 hingga 500.000 orang
menderita penyakit ini.