peran apol-1 pada infeksi trypanosoma

39
BAB II PERAN APOL-1 SEBAGAI SISTEM IMUNITAS TUBUH TERHADAP INFEKSI TRYPANOSOMA DITINJAU DARI KEDOKTERAN 2.1. Infeksi Trypanosoma Sekitar 30% populasi dunia diduga terinfeksi parasit. Infeksi parasit menunjukkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitasnya yang bermakna terutama di Negara sedang berkembang. Parasit merupakan organisme yang berlindung dalam atau di organisme dan mendapatkan keuntungan dari inang. Parasit dapat berupa protozoa (Plasmodium, Trypanosoma, Toksoplasma, Lesmania dan Amuba), cacing atau, ektoparasit (kutu, tungau) (Baratawidjaja, 2009). Parasit genus Trypanosoma mencakup tiga spesies, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yaitu T. rhodesiense, T. gambiense dan T. cruzi. Penyakit yang disebabkan oleh ketiga spesies tersebut, yaitu tripanosomiasis, tidak ditemukan di Indonesia (Sutanto, et al., 2008). 7

Upload: zetto-arya

Post on 17-Jan-2016

127 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Infeksi Trypanosoma

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

BAB II

PERAN APOL-1 SEBAGAI SISTEM IMUNITAS TUBUH TERHADAP

INFEKSI TRYPANOSOMA DITINJAU DARI KEDOKTERAN

2.1. Infeksi Trypanosoma

Sekitar 30% populasi dunia diduga terinfeksi parasit. Infeksi parasit

menunjukkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitasnya yang bermakna

terutama di Negara sedang berkembang. Parasit merupakan organisme yang

berlindung dalam atau di organisme dan mendapatkan keuntungan dari inang.

Parasit dapat berupa protozoa (Plasmodium, Trypanosoma, Toksoplasma,

Lesmania dan Amuba), cacing atau, ektoparasit (kutu, tungau) (Baratawidjaja,

2009).

Parasit genus Trypanosoma mencakup tiga spesies, yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia, yaitu T. rhodesiense, T. gambiense dan T.

cruzi. Penyakit yang disebabkan oleh ketiga spesies tersebut, yaitu

tripanosomiasis, tidak ditemukan di Indonesia (Sutanto, et al., 2008).

Trypanosoma terdapat di daerah tropis, menyebabkan sleeping sickness

atau penyakit tidur di daerah Afrika Tengah, penyakit nagana pada ternak di

Afrika, penyakit surra pada ternak di Asia dan Afrika dan sejumlah penyakit

lainnya pada ternak. Trypanosoma telah menghambat peningkatan ternak pada

daratan seluas kurang lebih 4,5 juta HA di Afrika (Jones, et al., 1996).

7

Page 2: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

Gambar 2.1 Sebaran geografis Tripanosomiasis di Afrika(Sumber :http://www.infectionlandscapes.org)

2.1.1 T. rhodesiense dan T. gambiense

Manusia merupakan hospes dari kedua spesies parasit ini. Hospes

reservoir T. rhodesiense adalah binatang liar seperti antilop dan hospes reservoir

T. gambiense adalah binatang peliharaan seperti sapi, babi, kambing dan

sebagainya. Lalat Glossina berperan sebagai tripanosomiasis Afrika atau

Sleeping Sickness (Sutanto, et al., 2008).

Kedua spesies ini ditemukan di daerah Asia tropik, yaitu antara garis

lintang utara 150 dan garis lintang selatan 180. T. rhodesiense terdapat di bagian

timur dan T. gambiense di bagian tengah dan barat (gambar 2.1) (Sutanto, et al.,

2008).

8

Page 3: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

2.1.1.1 Morfologi dan Siklus Hidup

Gambar 2.2 Siklus Hidup T. gambiense dan T. rhodesiense(Sumber : www.dpd.cdc.gov)

Pada manusia, kedua spesies tersebut terdapat dalam stadium

tripomastigot yang hidup dalam darah. Bentuk ini ada dua macam, yaitu bentuk

panjang (32 mikron) dan bentuk pendek (16 mikron) yang tidak mempunyai

flagel. Oleh karena itu parasit ini mempunyai sifat polimorf. Stadium

tripomastigot hidup di luar sel (ekstraseluler) dalam darah, limpa, kelenjar

limfe, cairan otak dan di otak. Parasit ini berkembang biak secara belah pasang

longitudinal dan dalam darah tampak bentuk yang membelah. Dalam tubuh lalat

Glossina, stadium tripomastigot yang terisap dengan darah berkembang biak di

usus tengah dan usus belakang (midgut dan hindgut) secara belah pasang

longitudinal. Sesudah 15 hari tampak bentuk langsing (poventricular form) yang

9

Page 4: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

membelah lagi kemudian bermigrasi melalui esofagus, faring, mulut, untuk

kemudian masuk dalam kelenjar ludahnya. Dalam kelenjar ludah, parasit ini

melekat pada epitel dan berubah menjadi stadium epimastigot. Stadium

epimastigot berkembang biak berkali-kali menjadi stadium tripomastigot

metasiklik yang masuk ke dalam saluran kelenjar ludah, lalu ke probosis dan

dari sini dapat ditularkan kepada manusia. Untuk T. gambiense, lalat membawa

bentuk infektif sesudah 20 hari, sedangkan untuk T. rhodesiense sesudah 14 hari

(Sutanto, et al., 2008).

Gambar 2.3 Stadium parasit Trypanosoma(Sumber :http://www.infectionlandscapes.org)

Gambar 2.4 Bentuk Trypanosoma dalam darah (kiri) dan pembelahan Trypanosoma dalam darah (kanan)

(Sumber :http://www.infectionlandscapes.org)

10

Page 5: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

Infeksi terjadi dengan tusukan lalat Glossina yang mengandung stadium

tripomastigot metasiklik, yaitu sebagai bentuk infektif. Cara penularan ini

disebut anterior inoculative (Sutanto, et al., 2008).

Gambar 2.5 Lalat Glossina (Tse tse), Glossina palpalis (kiri), Glossina morsitans (kanan)(Sumber :http://www.infectionlandscapes.org)

2.1.1.2 Patologi dan Gejala Klinis

Gejala klinis secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian, antara lain :

1) Fase awal (Initial stage)

Pada fase ini ditandai dengan timbulnya reaksi inflamasi lokal pada

daerah gigitan lalat Tsetse. Reaksi inflamasi dapat berkembang menjadi bentuk

ulkus atau parut (primary chancre). Reaksi inflamasi ini biasanya mereda dalam

waktu 1-2 minggu.

2) Fase penyebaran (Haemoflagellates stage)

Pada fase ini juga terjadi proses infiltrasi perivascular oleh sel-sel

endotel, sel limfoid dan sel plasma, hingga dapat menyebabkan terjadinya

11

Page 6: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

pelunakan jaringan iskemik dan perdarahan di bawah kulit (ptechial

haemorhagic).

3) Fase kronik (Meningoencephalitic stage)

Pada fase ini terjadi invasi parasit ke dalam susunan saraf pusat dan

mengakibatkan terjadinya meningoencefalitis difusa dan meningomielitis.

Demam dan sakit kepala menjadi lebih nyata. Terjadi juga gangguan

ekstrapiramidal dan keseimbangan otak kecil menjadi nyata. Pada kondisi yang

lain dijumpai juga perubahan mental yang sangat nyata. Gangguan gizi

umumnya terjadi dan diikuti dengan infeksi sekunder oleh karena

immunosupresi. Jumlah leukosit normal atau sedikit meningkat. Kematian dapat

terjadi oleh karena penyakit itu sendiri atau diperberat oleh kelemahan tubuh

(Siahaan, 2004).

Pada porte d’entree, parasit berkembang biak di sela-sela jaringan di

bawah kulit dan dalam waktu kira-kira satu minggu timbul syanker

tripanosoma. Stadium tripomastigot masuk ke pembuluh darah dan terjadi

parasitemia. Pada penduduk asli, masa ini di daerah endemi berlalu afebril,

sedangkan penduduk pendatang mengalami demam. Timbulnya demam

diakibatkan oleh parasit yang menyerang kelenjar limfe. Kelenjar limfe menjadi

besar dan nyeri. Hal ini nyata sekali pada daerah servikal belakang yang disebut

gejala winterbottom. Juga terjadi pembesaran kelenjar limfe yang lain seperti di

daerah ketiak dan lengan. Selain itu terjadi pula hepatosplenomegali; penderita

sakit berat dan dapat meninggal. Pada stadium berikutnya, parasit dapat masuk

ke otak dan menyebabkan meningitis, ensefalitis dengan gejala sakit kepala

12

Page 7: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

yang berat, kelainan motorik, apatis, letargi, koma dan berakhir dengan

kematian (Sutanto, et al., 2008).

2.1.1.3 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan parasit kematian (Sutanto, et

al., 2008) :

1) Secara langsung dalam sediaan darah atau cairan otak

2) Dalam biopsi kelenjar dan pungsi sumsum tulang

3) Secara imunologi dengan zat anti fluoresen

2.1.1.4 Pengobatan

Pengobatan pada penyakit tidur Afrika biasanya berhasil baik bila

dimulai pada permulaan penyakit (infeksi dini), yaitu pada stadium darah-limfe.

Untuk itu dapat dipakai suramin atau pentamidin. Bila susunan saraf sudah

terkena, dapat dipakai triparsamid.

Obat yang tersedia umunya toksik untuk manusia, dan beberapa strain

parasit menjadi resisten terhadap obat tersebut. Untuk itu dapat digunakan

melarsopol kematian (Sutanto, et al., 2008).

.

2.1.2 Trypanosoma cruzi

Manusia merupakan hospes parasit ini dan hospes reservoir adalah

binatang peliharaan (anjing dan kucing) atau binatang liar (tupai, armadillo,

13

Page 8: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

kera dan lain-lain). Triatoma berperan sebagai hospes perantara. Penyakitnya

disebut tripanosomiasis Amerika atau penyakit Chagas (Sutanto, et al., 2008).

Gambar 2.6 Triatoma infestans(Sumber : Shaefer, 2003)

Penyakit ini ditemukan di Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan

Amerika Serikat (Corpus Christi, Texas). Lihat gambar 2.7.

Gambar 2.7 Distribusi geografik Penyakit Chagas(Sumber : http://www.infectionlandscapes.org)

14

Page 9: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

2.1.2.1 Morfologi dan Siklus Hidup

Di badan manusia, parasit ini terdapat dalam dua stadium yaitu stadium

tripomastigot dan stadium amastigot. Stadium tripomastigot hidup ekstraseluler

dalam darah dan tidak berkembang biak, sehingga di dalam darah tidak

ditemukan bentuk yang membelah. Parasit ini panjangnya 20 mikron dan

menyerupai huruf “C” atau huruf “S” dengan kinetoplas yang besar. Stadium

amastigot, yang besarnya hanya 2-3 mikron, terdapat intraseluler dalam sel RE

dan berkembang biak secara belah pasang longitudinal. Setelah penuh, sel RE

pecah dan stadium amastigot melalui stadium promastigot berubah menjadi

stadium epimastigot, kemudian menjadi stadium tripomastigot yang masuk

kembali ke dalam darah. Stadium amastigot ditemukan dalam sel RE limpa,

hati, kelenjar limfe, sumsum tulang, sel otot jantung dan sel otak. Bila Triatoma

mengisap darah seorang penderita tripanosomiasis, stadium tripamostigot dan

amastigot berubah menjadi stadium epimastigot dalam usus tengah (midgut),

kemudian berkembang biak secara belah pasanag longitudinal dan bermigrasi ke

bagian posterior (hindgut) untuk berubah menjadi stadium tripomastigot

metasiklik yang merupakan bentuk infektif. Siklus in berlangsung selama kira-

kira 10 hari (Sutanto, et al., 2008).

Waktu menusuk orang lain untuk menghisap darahnya, Triatoma

mengeluarkan pula sedikit tinjanya yang mengandung bentuk infektif dan

diletakkan pada kulit. Oleh karena tusukan terasa gatal, maka orang menggaruk

sehingga parasit masuk ke dalam luka dan terjadilah infeksi. Cara infeksi ini

15

Page 10: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

disebut posterior contaminative. Parasit dapat pula masuk melalui selaput lendir

mata atau kulit bayi yang utuh (Sutanto, et al., 2008).

Gambar 2.8 Siklus Hidup T. cruzi(Sumber : www.dpd.cdc.gov)

2.1.2.2 Patologi dan Gejala klinis

Pada porte d’entree stadium tripomastigot metasiklik dikelilingi oleh

makrofag kemudian masuk ke dalamnya dan berubah menjadi stadium

amastigot dan membelah. Banyak makrofag yang diserang, sehingga terbentuk

suatu granuloma (chagoma) yang dapat membendung aliran limfe. Bila hal ini

terjadi pada mata, timbul edema kelopak mata pada sebelah mata (edema

unilateral) yang disebut gejala Romana. Melalui stadium promastigot dan

epimastigot, parasit ini masuk ke aliran darah dan berubah menjadi stadium

tripomastigot. Kemudian terjadi parasitemia yang memberi gejala toksik. Parasit

masuk ke alat-alat dalam yang mengandung sel RE, sehingga timbul gejala

16

Page 11: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati; juga terjadi kelainan pada

sumsum tulang, karena penuh dengan parasit. Penderita sakit berat, demam, dan

sering ada gejala jantung, sehingga penderita meninggal pada stadium akut

(Sutanto, et al., 2008).

2.1.2.3 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan :

1) Menemukan parasit dalam darah pada waktu demam atau dalam biopsi

kelenjar limfe, limpa, hati dan sumsum tulang (stadium tripomastigot

dan amastigot)

2) Menemukan parasit pada pembiakan medium NNN (stadium

epimastigot)

3) Xenodiagnosis, dengan percobaan serangga Triatoma atau Cimex

4) Uji imunodiagnostik

Apabila dilihat diagnosis secara parasitologi, apabila terjangkit atau

terinfeksi Trypanosoma maka akan ditemukan stadium Trypanosoma metasiklik

di dalam tubuh hospes tepatnya di darah perifer atau di plasma darah (gambar

2.9). Trypanosoma memiliki flagella, inti (besar dan lonjong) di sentral, serta

kinetoplast (blat atau batang) di pingir, dan terdapat flagela.

17

Page 12: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

Gambar 2.9 Stadium Tripomastigot pada darah (dilihat pada mikroskop)(Sumber : Anonim, 2008)

2.1.2.4 Pengobatan

Pengobatan terhadap penyakit ini tidak memuaskan, oleh karena belum

ada obat yang dapat menghancurkan parasit dalam jaringan. Primakuin

merupakan obat terbaik untuk membasmi tripomastigot dalam darah, dengan

demikian mencegah invasi lebih jauh ke dalam jaringan. Selain itu dapat pula

diberikan nitrofurans dan amfoterisin B (Sutanto, et al., 2008).

2.1.3 Trypanosoma Lainnya

T. evansi dapat menyebabkan penyakit surra pada binatang. Hospes

perantaranya ialah lalat Stomoxys calcitrans atau lalat kandang (Sutanto, et al.,

2008).

Spesies yang sering menyerang hewan di Indonesia adalah Trypanosoma

evansi. Hewan yang paling peka dengan spesies ini adalah kuda, sedang yang

paling rentan adalah onta dan anjing, sedang ruminansia kurang begitu rentan.

Predileksi di plasma darah (Soulsby, 1982).

18

Page 13: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

Spesies-spesies Trypanosoma lainnya antara lain (Soulsby, 1982) :

No Sub Genus Spesies Trypanosoma Makhluk hidup tersering1 Megatrypanum  theileri Sapi2 Megatrypanum melophagium Domba3 Herpetosoma  lewisi Tikus4 Herpetosoma  duttoni Mencit5 Herpetosoma  nabiasi Kelinci6 Schizotrypanum  cruzi Manusia, anjing, kucing7 Schizotrypanum  rangeli Anjing8 Schizotrypanum  avium Burung9 Duttonella  vivax Sapi, domba, kambing10 Duttonella  uniforme Sapi, domba, kambing11 Nannomonas congolense Sapi, kambing, domba,kuda,

babi12 Nannomonas dimorphon Sapi, domba, kuda, babi13 Nannomonas simiae Babi, sapi, kuda14 Pyctomonas suis Babi

15 Trypanozoon brucei Ternak peliharaan

16 Trypanozoon  rhodesiense Utamanya pada manusia dan juga pada antilop

17 Trypanozoon  gambiense Utamanya pada manusia18 Trypanozoon equinum Bangsa kuda19 Trypanozoon equiverdum Bangsa kuda

Tabel 2.1 Spesies Trypanosoma

Vektor dari pembawa parasit ini oleh lalat penghisap darah (Tabanus,

Chrysops, Stomoxys, Haematopota, Lyperosia, Haematobia), selain itu

artropoda lain seperti nyamuk (Anopheles), lalat (Musca), pinjal, kutu dan

sengkenit (caplak) dapat sebagai vektor, secara mekanik murni (Trypanosoma

sp) tidak mengalami perkembangan di dalam tubuh lalat dan tidak tahan hidup

lebih dari 10-15 menit didalam probosis vektor (Soulsby, 1982).

19

Page 14: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

2.2 Sistem Imun

Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan

yang bekerja sebagai proteksi untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen

infeksi. Mekanisme pertahanan ini dibagi menjadi dua kelompok fungsional,

yaitu mekanisme pertahanan non-spesifik dan spesifik.

Respon imun ditengahi oleh berbagai sel dan molekul larut yang

disekresi oleh sel-sel. Sel-sel utama yang terlibat dalam reaksi imun adalah

limfosit (sel B, sel T, dan sel NK), fagosit (neutrofil, eosinofil, monosit, dan

makrofag), sel asesori (basofil, sel mast, dan trombosit), sel-sel jaringan, dan

lain-lain. Bahan larut yang disekresi dapat berupa antibodi, komplemen,

mediator radang, dan sitokin (Wahab, 2002).

2.2.1 Sistem Imun Non Spesifik

Pertahanan non-spesifik meliputi kulit dan membrana mukosa, sel-sel

fagosit, komplemen, lisozim, interferon dan berbagai faktor humoral lain.

Semua mekanisme pertahanan ini merupakan bawaan/alamiah (innate); artinya

pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya dipengaruhi secara

intrinsik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan

ini berperan sebagai garis pertahanan pertama dan penghambat kebanyakan

patogen potensial sebelum menjadi infeksi yang tampak (Wahab, 2002).

2.2.2 Sistem Imun Spesifik

20

Page 15: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh

sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T. Sistem pertahanan ini bersifat

adaptif dan didapat, yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada setiap agen infeksi

yang dikenali karena telah terjadi pemajanan terhadap mikroba atau determinan

antigenik tersebut sebelumnya. Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam

memberantas infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat

mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari (Wahab, 2002).

Antibodi

Antibodi disebut juga immunoglobulin (Ig) atau serum protein

globulin, karena berfungsi untuk melindungi tubuh lewat proses kekebalan

(immune). Ada lima macam immunoglobulin, yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan

IgD.

a) Immunoglobulin G (IgG)

IgG terbentuk 2-3 bulan setelah infeksi, kemudian kadarnya meninggi

dalam satu bulan, menurun perlahan-lahan, dan terdapat selama bertahun-tahun

dengan kadar yang rendah. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada

darah, sistem getah bening, dan usus.

b) Immunoglobulin A (IgA)

Immunoglobulin A atau IgA ditemukan pada bagian-bagian tubuh yang

dilapisi oleh selaput lendir, misalnya hidung, mata, paru-paru, dan usus. IgA

juga ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, seperti air mata, air

liur, ASI, getah lambung, dan sekresi usus.

21

Page 16: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

c) Immunoglobulin M (IgM)

Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel-

sel B. Pada saat antigen masuk ke dalam tubuh, Immunoglobulin M (IgM)

merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan antigen

tersebut. IgM terbentuk segera setelah terjadi infeksi dan menetap selama 1-3

bulan, kemudian menghilang.

d) Immunoglobulin D (IgD)

Immunoglobulin D atau IgD juga terdapat dalam darah, getah bening,

dan pada permukaan sel-sel B, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. IgD ini

bertindak dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka

membantu sel-sel T menangkap antigen.

e) Immunoglobulin E (IgE)

Immunglobulin E atau IgE merupakan antibodi yang beredar dalam

aliran darah. Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi akut pada

tubuh. Oleh karena itu, tubuh seorang yang sedang mengalami alergi memiliki

kadar IgE yang tinggi. IgE penting melawan infeksi parasit, misalnya

skistosomiasis, yang banayk ditemukan di negara-negara berkembang.

2.2.3 Sistem Imun Terhadap Infeksi Parasit

Parasit berinteraksi dengan inang dalam berbagai cara seperti simbiosis

mutualisme. Banyak parasit mempunyai siklus hidup kompleks yang sebagian

terjadi di dalam tubuh manusia. Kebanyakan infeksi parasit bersifat kronis yang

disebabkan oleh imunitas nonspesifik lemah dan kemampuan parasit untuk

22

Page 17: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

bertahan terhadap imunitas spesifik. Disamping itu banyak antibiotik dan obat

anti parasit tidak efektif lagi untuk membunuh parasit. Masyarakat yang hidup

di daerah endemik berulang-ulang terpajan sehingga memerlukan kemoterapi

berulang kali yang sulit dilakukan (Baratawidjaja, 2009).

Infeksi parasit protozoa dan cacing lazim diderita anak-anak di Negara-

negara tropis serta menimbulkan masalah kesehatan yang cukup penting.

Penyakit yang ditimbulkan oleh parasit sangatlah beraneka ragam, begitu pula

respons imun yang efektif terhadap setiap jenis parasit. Pertahanan hospes non-

spesifik relatif tidak efektif terhadap parasit. Mekanisme pertahanan terhadap

infeksi parasit memerlukan antibodi, sel T, dan makrofag yang distimulasi sel T.

Pada umumnya, respons humoral penting terhadap organisme yang menginvasi

aliran darah seperti infeksi malaria dan tripanosomiasis, sedangkan imunitas

seluler berperan pada parasit yang menginvasi jaringan, seperti Leismaniasis

dan Toksoplasmosis (Wahab, 2002).

Antibodi dihasilkan pada berbagai tipe infeksi parasit, tetapi pada

umumnya parasit mampu mengembangkan cara-cara untuk mengelakkan

penghancuran oleh antibodi. Kadar IgM biasanya meningkat pada

tripanosomiasis dan malaria (Wahab, 2002).

Limfosit T mempunyai peran yang penting pada respons hospes

terhadap parasit. Makrofag yang distimulasi limfokin efektif memfagosit

protozoa intraseluler seperti T. cruzi, Leismania donovani, Toxoplasma gondii,

dan Plasmodium sp., serta cacing seperti cacing filaria dan skistosoma. Sel T

23

Page 18: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

sitotoksik (Tc) secara langsung dapat menghancurkan sel dan fibroblast jantung

yang terinfeksi T. cruzi (Wahab, 2002).

Trypanosoma terus menerus menguji sistem imun dengan memproduksi

pirogen dan mantel antigen yang berubah-rubah/mutasi sehingga sulit untuk

dikenal dan dieliminasi sistem imun. Toksoplasma melindungi diri dari sistem

imun, dapat menutupi diri dengan laminin dan matriks protein ekstraselular

yang mencegah fagositosis dan kerusakan oksidatif. Respons selular terhadap

Toksoplasma nampak sangat efektif. Protozoa lain seperti Lesmania mempunyai

predileksi untuk menginfeksi makrofag dan memerlukan respons selular untuk

eradikasinya. IFN yang diproduksi sel Th1 diduga merupakan sitokin terpenting

untuk membunuh parasit (Baratawidjaja, 2009).

Sel T, terutama sel Tc, dapat menghancurkan parasit intraselular,

misalnya T. cruzi. Limfokin yang dilepas sel T yang disensitisasi dapat

mengaktifkan makrofag untuk meningkatkan ekspresi reseptor Tc, faktor C3

dan faktor komplemen lain yang dapat meningkatkan sitotoksisitas. Peran

imunitas humoral dan selular terhadap parasit terlihat pada tabel 2.2.

Protozoa Plasmodium Lesmania TripanosomaEntamoeba histolitika

MalariaLesmaniasis (mukokutan,diseminasi)

Tripanosomiasis AfrikaAmebiasis

Antibodi dan CD8/CTTh1 CD4 mengaktifkan makrofag untuk membunuh parasit yang dimakanAntibodiAnibodi, fagositosis

Metazoa Skistosoma

Filaria

Skistosomiasis

Filariasis

ADCC atas peran eosinofil,MakrofagCMI; peran antibodi

24

Page 19: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

Tabel 2.2 Peran imunitas humoral dan selular terhadap parasit (Sumber : Baratawidjaja, 2009)

2.3 ApoL-1 sebagai Sistem Imun terhadap Infeksi Trypanosoma

2.3.1 Definisi ApoL-1

Apolipoprotein L-1 (ApoL-1) adalah protein kecil pembawa lipid yang

termasuk komponen HDL (High Density Lipoprotein). ApoL-1 disintesis di hati

selain itu juga di jaringan lain, termasuk pankreas, ginjal, dan otak. Walaupun

fungsi intraseluler yang belum dijelaskan, ApoL-1 beredar dalam plasma yang

memiliki kemampuan untuk membunuh T. brucei yang menyebabkan penyakit

tidur (sleeping sickness) (The University of Reading, 2008).

Gen ApoL-1 termasuk ke dalam famili gen ApoL, yang diketahui ada

enam macam pada manusia dan empat belas pada tikus. Pada manusia, famili

gen ApoL sebesar 127 kb yang berisi ApoL 1-4 dan klaster kedua, yang

mengandung ApoL 5-6. Keduanya ditemukan pada kromosom 22. Klaster ApoL

1-4 muncul baru-baru ini via duplikasi gen tandem selama evolusi primata.

Smith dan Malik baru-baru ini telah membuktikan seleksi positif dalam semua

anggota famili gen ApoL, pada beberapa spesies primata, menunjukkan bahwa

gen ini berkembang pesat karena memiliki peran pada sistem imunitas hospes

terhadap patogen. ApoL-6 dapat menginduksi apoptosis, sedangkan ApoL-1

menyebabkan autofagiketika yang diekspresikan secara berlebihan dalam sel-sel

kanker, yang menunjukkan peran protein ApoL pada kematian sel host. ApoL-1

adalah satu-satunya anggota dari keluarga gen ApoL yang mengandung peptida

sinyal N-terminalakanonikal. ApoL1 adalah unik di antara protein ApoL karena

25

Page 20: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

dapat disekresikan di luar sel, mungkin karena sinyal peptida N-terminal.

Protein ApoL lainnya tidak memiliki sinyal peptida dan memiliki lokalisasi

yang dapat diprediksikan di dalam sel (Page, et al., 2001).

Semua empat gen (ApoL 1-4) memiliki unsur sterol putatif yang

menunjukkan bahwa transkripsi gen ini dapat dikoordinasikan dengan reseptor

lipoprotein densitas rendah (LDL) dan gen dalam jalur yang melibatkan sintesis

trigliserida dan kolesterol. ApoL-1, ApoL-2, dan ApoL-3 dinyatakan dengan

derajat tertinggi di paru-paru. Jaringan lain dengan ekspresi tinggi adalah

pankreas, prostat, limpa, hati, dan plasenta (Duchateau, et al., 1997).

Dua varian transkripsi encoding dua isoform yang berbeda telah

ditemukan untuk ApoL-1. Baru-baru ini, dua varian urutan coding di ApoL-1

telah terbukti berhubungan dengan penyakit ginjal secara resesif. Distribusi

varian paling terkait dengan risiko penyakit ginjal dianalisis pada populasi

Afrika dan ditemukan lebih lazim di barat dibandingkan dengan populasi laut

Afrika dan absen di Ethiopia (Duchateau, et al., 1997).

ApoL-1 juga baru-baru ini terbukti memiliki fungsi intraseluler,

menyebabkan kematian autofagis sel manusia (Wan et al.2008). Autofagi

digunakan oleh sel untuk “makan diri sendiri” selama kelaparan dan untuk

mendaur ulang isi seluler. Isi sitosolik dikumpulkan di dalam sebuah

autofagosom, dan dikirimkan melalui penyatuan endosom dengan lisosom untuk

degradasi (Mizushima, 2007). Meskipun autofagi umumnya dianggap proses

pro-survival, protein autofagi dapat menyebabkan Program Cell Death (PCD)

dengan mekanisme yang berbeda dari apoptosis (Degterev, et al., 2008).

26

Page 21: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

Petunjuk lebih lanjut untuk fungsi protein ApoL berasal dari studi

ekspresi, pemindaian genetik, dan studi kaitan penyakit. Gen-gen ApoL telah

terlibat dalam skizofrenia (Mimmack, et al 2002), kanker payudara

(Dombkowski, et al 2006), kanker serviks (Ahnet, et al 2004), dan osteoarthritis

(Okabe, et al 2007). Namun, peran spesifik dari protein ApoL dalam penyakit

ini tidak diketahui. Gen-gen ApoL diregulasi kembali oleh beberapa molekul

pensinyalan pro-inflamasi, termasuk interferon (IFN)-alpha (Hayashiet, et al

2005), IFN-beta (Stojdl, et al 2003), IFN-gamma (Sana, et al 2005), dan faktor

alpha nekrosis tumor (TNF-alpha) (Monajemi, et al 2002). Pengaturan ini

menunjukkan bahwa protein ApoL berpartisipasi pada sistem kekebalan tubuh,

selain peran ApoL-1 yang disekresikan pada kekebalan pada Trypanosoma.

2.3.2 Peran ApoL-1 pada Infeksi Trypanosoma

Sekitar tahun 1900 Laveran dan Mesnil menemukan bahwa

tripanosomiasis Afrika tidak bertahan dalam darah beberapa primata dan

manusia. Mungkin sebagai adaptasi terhadap lingkungan alam mereka, kera

besar Afrika dan manusia telah memiliki anggota baru dari keluarga

apolipoprotein-L, disebut ApoL-1. Protein ini adalah satu-satunya keluarga

yang akan dikeluarkan dalam darah, di mana ia mengikat subset dari partikel

HDL yang juga mengandung protein spesifik lain pada manusia, haptoglobin-

related protein atau HPR (Vanhollebeke , et al., 2006).

High density lipoprotein (HDL) pada manusia mengandung

Apolipoprotein L-1 (ApoL-1), dan haptoglobin-related protein (HPR) yang

27

Page 22: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

merupakan imunitas bawaan (alamiah) terhadap infeksi T. b. brucei. HPR dan

ApoL-1 bersifat sitotoksik terhadap T. b. brucei. Kedua komponen berperan

sebagai Faktor Litik Trypanosoma (FLT), yang membunuh T. b. brucei melalui

pengikatan reseptor, endositosis, dan lokalisasi lisosomal. FLT diaktifkan dalam

lisosom asam dan memfasilitasi gangguan membran lisosomal. Lokalisasi

lisosomal diperlukan untuk T. b. brucei dalam pembunuhan oleh FLT.

Trypanosoma brucei rhodesiense, yang dibedakan dari T. b. brucei, tahan

terhadap pembunuhan TLF dan menyebabkan sleeping sickness manusia (Oli, et

al., 2006).

Manusia mengekspresikan subset dari HDL yang disebut Faktor Litik

Trypanosoma (FLT). FLT terdiri dari Apolipoprotein A1 (Apo-A1), ApoL-1,

dan HPR, yang diekspresikan melalui pengenalan transgen pada tikus untuk

mengeksplorasi peran fisiologis secara in vivo. Coexpression Apo-A1 dan HPR

memiliki efek pada integrasi ApoL-1 ke HDL, dan kedua protein yang

diperlukan untuk meningkatkan aktivitas spesifik FLT, yang terukur in vitro.

Ketiga apolipoprotein tersebut bertindak kooperatif untuk mencapai kapasitas

maksimal fungsi FLT (Molina, et al., 2008).

T. b. brucei memiliki reseptor permukaan spesifik untuk kompleks

haptoglobin-hemoglobin (Hb-Hp), sebagai cara untuk menangkap heme ke

hemoproteins yang berkontribusi terhadap pertumbuhan sel dan ketahanan

terhadap stres oksidatif dari host. Reseptor ini tidak membedakan antara Hp dan

HPR, partikel HDL HPR yang mengandung serum manusia secara efisien

diambil oleh parasit, menyebabkan internalisasi simultan ApoL-1, HPR dan Hb

28

Page 23: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

yang diturunkan heme. Setelah di lisosom, ApoL-1 ditargetkan ke membran

lisosom, di mana colicin seperti pori anionik memicu masuknya ion klorida dari

sitoplasma. Efek osmotik terkait dengan fluks ion ini menyebabkan

pembengkakan yang tidak terkendali, pada akhirnya menyebabkan kematian

parasit (Vanhollebeke, et al., 2006).

2.3.3 Mekanisme Lisis Trypanosoma oleh FLT

Infeksi T. brucei menyebabkan kerusakan eritrosit dan melepaskan Hb

dalam plasma. Hb mengikat HDL3 yang terikat HPR, yang pada gilirannya

memungkinkan T. brucei mengikat reseptor, serapan dan aktivitas litik. T.

brucei memerlukan haem dari hemoglobin untuk produksi protein untuk

melawan respon oksidatif dari makrofag.

Gambar 2.10 Mekanisme lisis oleh FLT diawali kerusakan eritrosit akibat infeksi Trypanosoma

(Sumber : Richard J. Wheeler, 2008)

Awalnya, lisis Trypanosoma oleh FLT membutuhkan penyerapan dari

partikel litik oleh endositosis yang diperantarai reseptor. Trypanosoma

29

Page 24: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

memperoleh lipid dalam bentuk HDL dan lipoprotein densitas rendah (LDL),

yang diendositosis oleh reseptor lipoprotein parasit. Pada suatu eksperimen

menunjukkan bahwa FLT-1 dan HDL berlomba untuk reseptor lipoprotein

afinitas rendah yang sama tetapi FLT juga memiliki reseptor FLT afinitas tinggi

berkapasitas rendah tambahan. Observasi ini telah diperluas dengan penemuan

reseptor Hp-HbTrypanosoma afinitas tinggi baru-baru ini (THpHbR), yang

digunakan oleh parasit untuk mencari heme, yaitu adalah auxotrophs. Parasit

yang mengalahkan reseptor tersebut tidak dapat mengendositosis bentuk

rekombinan dariHp-Hb dan Hpr-Hb, dan menunjukkan kelemahan lisis oleh

serum manusia normal. Hasil ini menunjukkan bahwa FLT terikat Hpr-Hb

adalah 'Trojanhorse' yang menumpang pada jalur endositik Hp-Hb parasit

tertentu untuk meningkatkan serapannya. Setelah endositosis, FLT dibawa ke

lisosom, yang merupakan lokasi utama dari aktivasi FLT. Pengasaman lisosom,

pembentukan pori dengan FLT dan lisis Trypanosoma berikutnya diblokir oleh

amonium klorida basa lemah atau klorokuin. Harrington, et al 2007

mengusulkan bahwa pada pH asam ada generasi oksigen radikal bebas katalis

HPR-Hb (Hp-Hb), yang menyebabkan peroksidasi lipid dan hilangnya integritas

membran lisosom. Ketika partikel HDL dikirimkan dari partikel endosit ke

lisosom, perubahan pH dari 7 menjadi 5 menginduksi perubahan penyesuaian

diri di dalam domain yang menangani membran ApoL-1. Kondisi ini

menyebabkan hinge yang menghubungkan jembatan garam untuk membuka,

yang melepaskan ApoL-1 dari partikel HDL untuk menyisipkan ke dalam

membran lisosom. Setelah dimasukkan ke dalam membran lisosom, ApoL-1

30

Page 25: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

mempekerjakan domain protein pembentuk porinya untuk menciptakan sebuah

pori spesifik anion, yang mengarah pada pembengkakan lisosom dan pada

akhirnya melisis patogen. (Wheeler, et al., 2005).

Setelah aktivasi lisosomal dari FLT, telah ditetapkan bahwa lisis

Trypanosoma melibatkan masuknya awal ion-ion Cl- ke dalam lisosom, diikuti

dengan masuknya Na+ dan ion-ion Cl- dari lingkungan ekstraseluler ke dalam

sitoplasma parasit, yang kemudian diikuti dengan kompensasi masuknya air

(Thomson, et al., 2009).

Gambar 2.11 Mekanisme lisis Trypanosoma oleh FLT(Sumber : Richard J. Wheeler, 2008)

2.3.4 Resistensi Infeksi Trypanosoma terhadap ApoL-1 dan FLT

Dua subspesies Trypanosoma telah mengevolusikan sebuah cara untuk

menolak lisis oleh ApoL-1, yang menyebabkan sleeping sickness atau “penyakit

tidur” pada manusia. Mekanisme resistensi dari Trypanosoma gambiense tidak

diketahui, tetapi mekanisme Trypanosoma rhodesiense telah ditemukan (Xong,

31

Page 26: Peran Apol-1 pada infeksi Trypanosoma

et al 1998). Trypanosoma rhodesiense menyandikan protein SRA (Serum

Resistance-Associated) yang secara langsung mengikat ApoL-1 dalam lisosom

Trypanosoma untuk mencegah lisis. SRA berinteraksi dengan ApoL-1 dengan

menggunakan sebuah interaksi pada domain ApoL-1 yang berinteraksi dengan

SRA tersebut. SRA adalah versi dari antigen permukaan utama dan variabel

parasit, Permukaan Variant Glycoprotein atau VSG (Vanhollebeke , et al.,

2006).

32