trend dan issue sistem integumen

40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut dengan penyembuhan luka (Joyce M. Black, 2001). Luka yang dialami oleh seseorang tergantung dari penyebab, besar dan luas luka. Luka yang luas dan besar dapat mempengaruhi sistem tubuh seseorang. Luka yang luas dan besar tersebut dapat menyebabkan fungsi kulit sebagai barrier akan mengalami gangguan sehingga pasien akan memiliki kecenderungan untuk mengalami evaporasi atau kehilangan cairan akut yang cepat. Kekurangan cairan yang berlebihan tanpa disertai dengan rehidrasi yang optimal dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh pasien seperti gangguan pada fungsi ginjal, jantung dan organ penting lainnya. Rehidrasi cairan hanya dapat mencegah komplikasi dari kehilangan cairan yang diakibatkan oleh luka. Namun, luka tersebut tidak sembuh dengan optimal tanpa penanganan yang efektif sehingga proses dehidrasi akibat kerusakan barrier kulit masih terjadi.

Upload: widanjaya-made

Post on 01-Jan-2016

1.192 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trend Dan Issue Sistem Integumen

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi

ketika kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan

radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan

yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan

fungsi secara terus menerus disebut dengan penyembuhan luka (Joyce M.

Black, 2001). Luka yang dialami oleh seseorang tergantung dari penyebab,

besar dan luas luka. Luka yang luas dan besar dapat mempengaruhi sistem

tubuh seseorang. Luka yang luas dan besar tersebut dapat menyebabkan

fungsi kulit sebagai barrier akan mengalami gangguan sehingga pasien akan

memiliki kecenderungan untuk mengalami evaporasi atau kehilangan cairan

akut yang cepat.

Kekurangan cairan yang berlebihan tanpa disertai dengan rehidrasi

yang optimal dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh pasien seperti

gangguan pada fungsi ginjal, jantung dan organ penting lainnya. Rehidrasi

cairan hanya dapat mencegah komplikasi dari kehilangan cairan yang

diakibatkan oleh luka. Namun, luka tersebut tidak sembuh dengan optimal

tanpa penanganan yang efektif sehingga proses dehidrasi akibat kerusakan

barrier kulit masih terjadi.

Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ

tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang

berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas

dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal

secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan. Metode perawatan luka

berkembang cepat dalam 20 tahun terakhir, jika tenaga kesehatan dan

pasiennya memanfaatkan terapi canggih yang sesuai dengan perkembangan,

akan memberikan dasar pemahaman yang lebih besar terhadap pentingnya

perawatan luka. Semua tujuan manajemen luka adalah untuk membuat luka

stabil dengan perkembangan granulasi jaringan yang baik dan suplai darah

Page 2: Trend Dan Issue Sistem Integumen

yang adekuat., hanya cara tersebut yang membuat penyembuhan luka bisa

sempurna.

Salah satu teknik penyembuhan luka adalah dengan teknik penggunaan

tekanan negatif. Salah satu penggunaan tekanan negatif yang terbaru saat ini

adalah Regulated Negative Pressure Assisted Wound Therapy yang merupakan

pengembangan dari terapi tekanan negatif sebelumnya namun dengan beberapa

penambahan pengaturan pada berbagai kondisi dan jenis luka, selain itu menurut

Topaz (2012), RNPT untuk luka dengan infeksi anaerob telah dikembangan

dengan penambahan suplementas oksigen sehingga dapat menghambat

perkembangan bakteri anaerob yang dikenal dengan nama RO-NPT. Berdasarkan

keadaan tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis jurnal yang disusun

oleh Topaz (2012) yang berjudul “Improved Wound Management By

Regulated Negative Pressure-Assisted Wound Therapy And Regulated

Oxygen- Enriched Negative Pressure Assisted Wound Therapy Through

Basic Science Research And Clinical Assessment”

Saat ini, di RSUP Sanglah Denpasar telah mulai dilakukan perawatan luka

dengan metode NPWT yang dilakukan di Ruang Burn Unit sudah dimulai sejak

satu tahun terakhit.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mekanisme RNPT dalam menyembuhkan luka

2. Bagaimana mekanisme perawatan inovasi RO-NPT dalam menyembuhkan

luka

3. Bagaimana penerapan terapi RNPT dan RO-NPT di Indonesia dan

implikasinya dalam dunia keperawatan

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mengetahui bagaimana penerapan RNPT dan RO-NPT dalam perawatan

luka.

Page 3: Trend Dan Issue Sistem Integumen

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui mekanisme kerja RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka

b. Mengetahui peran RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematikan penulisan yang digunakan pada makalah ini terdiri

dari empat bab yaitu bab I pendahuluan, bab II tinjauan pustaka, bab III

pembahasan dan bab IV simpulan dan saran.

Page 4: Trend Dan Issue Sistem Integumen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Luka

1. Definisi

Penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan

proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan

anatomi dan fungsi secara terus menerus (Joyce M. Black, 2001). Penyembuhan

luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih,

ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara

bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal.

Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan

penampilan.

2. Etiologi / Penyebab Luka

Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan

sebelum memulai perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab

dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses

penyembuhan. Berikut ini akan dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang

mempengaruhi penyembuhan luka :

Trauma

Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia

Gigitan binatang atau serangga

Tekanan

Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena

Immunodefisiensi

Malignansi

Kerusakan jaringan ikat

Penyakit metabolik, seperti diabetes

Defisiensi nutrisi

Kerusakan psikososial

Efek obat-obatan

Page 5: Trend Dan Issue Sistem Integumen

Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi

penyembuhan luka dengan multifaktor.

3. Jenis-jenis luka

a. Berdasarkan Kategori

1. Luka Accidental

Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak, luka

bakar; tepi luka bergerigi; berdarah; tidak steril

Gambar 1. Luka bakar

2. Luka Bedah

Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle

introduction; tepi luka bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan dengan

asepsis bedah

Gambar 2. Luka post op skin graft

Page 6: Trend Dan Issue Sistem Integumen

b. Berdasarkan integritas kulit

1. Luka terbuka

Kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa; kemungkinan

perdarahan disertai kerusakan jaringan; risiko infeksi

2. Luka tertutup

Tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan

jaringan lunak; mungkin cedera internal dan perdarahan

c. Berdasarkan Descriptors

1. Aberasi

Luka akibat gesekan kulit; superficial; terjadi akibat prosedur

dermatologik untuk pengangkatan jaringan skar

2. Puncture

Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh

akibat alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di bawah kulit

3. Laserasi

Tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi;

risiko infeksi

4. Kontusio

Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan tumpul;

memar

d. Klasifikasi Luka Bedah

1. Luka bersih

Luka bedah tertutup yang tidak mengenai system gastrointestinal, ,

pernafasan atau system genitourinary, risiko infeksi rendah

2. Bersih terkontaminasi

Luka melibatkan system gastrointestinal, pernafasan atau system

genitourinary, risiko infeksi

3. Kontaminasi

Luka terbuka, luka traumatic, luka bedah dengan asepsis yang buruk;

risiko tinggi infeksi

4. Infeksi

Area luka terdapat patogen; disertai tanda-tanda infeksi

Page 7: Trend Dan Issue Sistem Integumen

4. Klasifikasi luka

a. Berdasarkan penyebab

1) Luka pembedahan atau bukan pembedahan

2) Akut atau kronik

Gambar 3. Luka Kronik

b. Kedalaman jaringan yang terlibat

1) Superficial

Hanya jaringan epidermis

2) Partial thickness

Luka yang meluas sampai ke dalam dermis

3) Full thickness

Lapisan yang paling dalam dari jaringan yang destruksi. Melibatkan

jaringan subkutan dan kadang-kadang meluas sampai ke fascia dan

struktur yang dibawahnya seperti otot, tendon atau tulang.

5. Prinsip Dasar Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan

perubahan lingkungan luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari

penyembuhan luka yang normal adalah melalui fase hemostasis, inflamasi,

granulasi dan maturasi yang merupakan suatu kerangka untuk memahami prinsip

dasar perawatan luka. Melalui pemahaman ini profesional keperawatan dapat

mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk merawat luka dan dapat

membantu perbaikan jaringan. Luka kronik mendorong para profesional

keperawatan untuk mencari cara mengatasi masalah ini. Penyembuhan luka

kronik membutuhkan perawatan yang berpusat pada pasien ”patient centered”,

holistik, interdisiplin, cost efektif dan eviden based yang kuat.

Page 8: Trend Dan Issue Sistem Integumen

Ada beberapa fase penyembuhan luka yakni:

1. Fase inflamasi: berupa hemostasis dan inflamasi

2. Fase proliferatif: terdiri dari epitelialisasi, angiogenesis, pembentukan

jaringan granulasi, & deposisi kolagen

3. Fase maturasi: kontraksi, pembentukan jaringan parut (scar tissue),

remodeling

Faktor/ sitokin yang berperan dalam setiap fase penyembuhan luka di atas adalah:

Tabel 1. Fase penyembuhan luka serta faktor pertumbuhan yang terlibat

Fase Penyembuhan Luka Growth factors & Sitokin

Hemostasis PDGF, IGF-1, EGF, FGF, TGF-beta

Inflamasi Seperti di atas, + aktivasi komplemen

Proliferasi sel Proteases (elastase, collagenase)

Granulasi & matrix repair MMPs, TIMPs

Epitelialisasi EGF, TGF-beta

Remodeling / pembentukan scar FGF, proteases

Umumnya luka yang akut akan melalui seluruh tahapan fase di atas

dengan baik, jika dilakukan perawatan luka yang benar. Namun jika perawatan

luka dilakukan dengan sembarangan dan menyalahi prinsip-prinsip perawatan

luka, maka luka dapat menjadi kronis karena adanya fase penyembuhan yang

tidak terlewati dengan sempurna. Penyebab lainnya adalah adanya pernyakit yang

mendasari (misalnya diabetes mellitus, chronic venous insufficiency, dll.)

sehingga elemen pencetus lukanya tersebut masih selalu ada. Pada luka-luka

seperti ini tentunya memerlukan pemahaman perawatan luka yang benar karena

jelas luka tersebut lebih sulit untuk sembuh.

Fase-fase dalam penyembuhan luka (khususnya pada kulit dan jaringan di

bawahnya) umumnya memiliki pola waktu yang serupa seperti terlihat pada tabel

di bawah ini:

Page 9: Trend Dan Issue Sistem Integumen

Tabel 2. Fase penyembuhan luka serta waktu yang dibutuhkan tiap fase

Fase Penyembuhan

Luka

Waktu Sel yang

Terlibat

Hemostasis Segera (menit) Platelet

Inflamasi Hari 1-3 Neutrofil

Makrofag

Proliferasi sel Hari 3-21 Makrofag

Granulasi & matrix repair Hari 7-21 Limfosit

Angiosit

Neurosit

Fibroblast

Epitelialisasi Hari 3-21 Keratinosit

Remodeling/ pembentukan

scar

Hari 21 - beberapa

tahun

Fibrosit

Tentunya dapat disimpulkan dari Tabel 2, bahwa teknik perawatan luka

pun harus mengikuti fase-fase dalam penyembuhan luka, khususnya dari segi

waktu: waktu penggantian wound dressing, waktu pengangkatan benang, dsb.

Jenis dari penyembuhan luka terdiri dari:

1. Primary wound healing: penyembuhan luka primer – terjadi saat pinggiran

luka (wound edges) yang bersih dan masih vital (tidak iskemik/nekrosis)

ditemukan dengan aproksimasi yang baik (biasanya dengan penjahitan)

sehingga fase pembentukan jaringan granulasi lebih cepat dan epitelialisasi

langsung terjadi dalam beberapa hari (1-3 hari).

2. Secondary wound healing: penyembuhan luka sekunder – terjadi pada luka

yang cukup dalam/ lebar dan jarak antara ujung-ujung luka terlalu jauh,

sehingga tidak dapat dilakukan penjahitan secara langsung. Seluruh fase

penyembuhan luka seperti pada Tabel 2 secara spontan akan dilewati

Page 10: Trend Dan Issue Sistem Integumen

sesuai dengan dalam/luasnya luka dan tergantung dari penyakit yang

mendasarinya.

3. Tertiary wound healing: penyembuhan luka tersier – terjadi pada luka

yang kurang vital/jaringan nekrotik cukup banyak/luka cukup dalam/luka

kotor, dan memerlukan tindakan debridemen/nekrotomi terlebih dahulu

untuk jangka waktu tertentu (hingga luka cukup vital dan bersih), untuk

kemudian melewati fase-fase penyembuhan luka seperti Tabel 2 di atas.

PRINSIP-PRINSIP PERAWATAN LUKA

Beberapa prinsip perawatan luka secara umum adalah:

1. Debridement :

Seluruh materi asing/nonviable/jaringan nekrotik merupakan “debris” dan

dapat menghambat penyembuhan luka sehingga diperlukan tindakan untuk

membersihkan luka dari semua materi asing ini. Nekrotomi (pembuangan

jaringan nekrotik) juga termasuk ke dalam debridemen luka. Debridemen

dapat dilakukan berkali-kali (bertahap) sampai seluruh dasar luka (wound

bed) bersih dan vital.

2. Moist wound bed :

Dasar luka (wound bed) harus selalu lembab. Lembab bukan berarti basah.

Kassa yang direndam dalam larutan seperti NaCl itu “basah” dan bukan

“lembab”, karena kassa yang basah dapat menjadi kering, sehingga tidak

pernah menjadi lembab. Lembab yang dimaksud adalah adanya eksudat

yang berasal dari sel di dasar luka yang mengandung sel-sel darah putih,

growth factors, dan enzim-enzim yang berguna dalam proses

penyembuhan luka. Suasana lembab ini harus dipertahankan dengan

diikuti pencegahan infeksi dan pembentukan pus. Pemilihan dressing

untuk mempertahankan suasana lembab ini akan dibahas pada bab wound

dressing.

3. Prevent further injury:

Jaringan di sekitar luka biasanya mengalami inflamasi sehingga ikatan

antar selnya kurang kuat. Saat merawat luka, sangat dianjurkan untuk tidak

membuat luka/kerusakan yang baru pada jaringan di sekitarnya.

Page 11: Trend Dan Issue Sistem Integumen

Imobilisasi lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan lainnya

misalnya terbentuk ulkus dekubitus, infeksi sekunder, bahkan pneumonia

dll.

4. Nutritional therapy :

Nutrisi adalah suatu terapi dan bukan hanya sebagai suplemen/tambahan.

Terapi nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka sebab

komponen jaringan yang rusak dan harus diganti pada setiap luka

memerlukan elemen pengganti yang didapatkan dari asupan nutrisi.

5. Treat underlying disease(s):

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka

adalah penyakit yang mendasari luka tersebut, misalnya diabetes mellitus,

chronic venous insufficiency, SLE, dll. Jika penyakit yang mendasarinya

tidak diatasi, kemungkinan besar luka akan sulit sembuh.

6. Work with the law of nature:

Pepatah mengatakan “time heals all wounds”. Sesungguhnya

penyembuhan luka dilakukan oleh tubuh penderita itu sendiri, yang dapat

kita lakukan adalah memberikan suasana dan kondisi yang ideal agar luka

dapat sembuh tanpa adanya hambatan/gangguan. Jika seluruh faktor yang

menghambat penyembuhan luka dapat diatasi (mulai dari faktor sistemik

sampai keadaan status lokalis luka itu sendiri), maka tidak ada alasan luka

tidak dapat sembuh.

PERAWATAN LUKA AKUT

Luka akut yaitu luka yang terjadi dalam hitungan jam (sampai dengan 8

jam). Luka yang dibiarkan lebih dari 8 jam dinamakan neglected wound (luka

yang terabaikan). Namun luka yang sulit untuk sembuh dan terjadi hingga lebih

dari 2 minggu dinamakan luka kronis. Secara umum waktu 8 jam ditentukan

sebagai “golden period” untuk luka. Jaringan tubuh yang dibiarkan iskemik (tidak

mendapatkan asupan oksigen dari darah) selama lebih dari 8 jam akan menjadi

nekrosis dan kerusakannya tidak dapat dikembalikan ke keadaan normal (sering

disebut irreversible injury). Maka dari itu sebaiknya perawatan luka dimulai

secepatnya sejak luka/injury terjadi dan tidak menunggu hingga nekrosis.

Page 12: Trend Dan Issue Sistem Integumen

Luka akut yang bersih (acute clean wounds) misalnya luka akibat sayatan

pisau yang bersih, dapat dengan segera ditutup/ dijahit sehingga terjadi

penyembuhan luka secara primer (primary wound healing). Luka akut yang kotor

memerlukan penanganan debridemen terlebih dahulu sebelum penjahitan luka,

sesuai dengan prinsip perawatan luka secara umum.

Debridemen pada luka akut dilakukan sesegera mungkin setelah luka

terjadi. Penggunaan antiseptik pada luka masih kontroversial karena beberapa

pendapat mengatakan bahwa luka tidak perlu harus steril, dan flora normal pada

luka masih diperlukan untuk melawan kuman patogen. Drosou et al. mengatakan

bahwa penggunaan antiseptik seperti betadine, alkohol, atau peroksida (H2O2)

dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehingga tidak dianjurkan untuk

digunakan pada luka terbuka. Larutan yang ideal digunakan untuk debridemen

luka adalah cairan fisiologis (NaCl 0.9%) sebanyak mungkin sampai luka menjadi

bersih. Setelah debridemen luka dengan benar, luka kemudian dinilai apakah

dapat langsung dilakukan penutupan/penjahitan. Jika luka akut tersebut kotor

namun masih dapat ditutup dengan penjahitan, sebaiknya dipasang drain sebagai

pencegahan jika terbentuk pus di kemudian hari. Jika luka akut tersebut cukup

besar/dalam dan penjahitan sulit dilakukan, maka sebaiknya dipilih jenis

perawatan/penyembuhan luka sekunder (perawatan luka terbuka). Sebagai

dressing-nya dapat dilihat pada bab mengenai wound dressing.

Luka pasca operasi umumnya merupakan luka akut steril, sehingga dapat

dipertahankan sampai 3 hari untuk kemudian dilakukan penggantian dressing.

Waktu 3 hari dipakai sebagai patokan sesuai dengan waktu yang diperlukan bagi

luka untuk melewati fase proliferasi dan epitelisasi pada luka akut (Tabel 2) tipe

primary healing/repair. Saat epitelisasi ujung-ujung luka terjadi, luka tersebut

bukan lagi dinamakan luka terbuka, oleh karena itu dapat dilakukan wound

dressing dan pencucian. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air atau NaCl

fisiologis untuk mencuci krusta dan kemungkinan adanya kuman yang menempel

saat dressing dibuka. Oleh karena itu pasien boleh mandi setelah dressing/balutan

dibuka dan luka harus dicuci saat mandi. Setelah itu luka dikeringkan dan dapat

langsung ditutup dengan dressing yang baru. Penggunaan antiseptik (betadine,

alkohol, dll.) masih tetap kontroversial.

Page 13: Trend Dan Issue Sistem Integumen

PERAWATAN LUKA KRONIS

Luka kronis adalah luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa

melewati fase-fase penyembuhan secara sempurna. Mungkin saja suatu luka

kronis melewati seluruh fase penyembuhan namun tanpa mempertahankan fungsi

dan struktur anatomis yang benar. Luka dapat menjadi kronis jika terdapat

hambatan/gangguan pada saat melewati fase-fase penyembuhan, misalnya adanya

penyakit yang mendasari (biasanya penyakit kronis pula seperti diabetes, dll.),

nutrisi yang kurang, atau akibat perawatan luka yang tidak benar.

Gangren diabetikum merupakan salah satu luka kronis yang paling sering

dijumpai dan sering berakhir dengan tindakan amputasi. Perawatan luka secara

baik dan benar yang dibarengi dengan kontrol glukosa darah yang teratur

sesungguhnya dapat mencegah tindakan amputasi yang berlebihan.

Secara prinsip perawatan luka kronis tidak banyak berbeda dengan luka

akut. Debridemen dan nekrotomi harus dilakukan secara rutin untuk

menghilangkan faktor penghambat penyembuhan luka. Debridemen dapat

dilakukan secara bertahap untuk mengurangi kemungkinan further injury pada

jaringan sehat disekitar luka. Prinsip moist wound bed pun harus dilakukan

dengan pemilihan wound dressing yang tepat. Nutrisi dan pengobatan penyakit

yang mendasari juga harus selalu dievaluasi supaya pasien memperoleh asupan

gizi yang baik untuk mempercepat penyembuhan luka.

Luka maligna (malignant wound), suatu luka yang timbul akibat adanya

sel-sel neoplasma maligna di sekitar luka tersebut, juga dapat dikategorikan

sebagai luka kronis. Meskipun demikian, penanganan luka yang mengikuti

prinsip-prinsip di atas dapat menghasilkan penyembuhan luka yang baik.

WOUND DRESSINGS

Wound dressing (balutan) pada luka hingga saat ini masih merupakan

subjek yang terus diteliti dan dikembangkan untuk mencari bentuk yang paling

ideal pada semua luka. Dressing yang ideal seharusnya memiliki kriteria sebagai

berikut:

Maintain moist wound bed

Controlled bacterial colonization

Page 14: Trend Dan Issue Sistem Integumen

Negative pressure - absorbent

Easy and simple to use

Act as bacterial barrier

Effective dressing change requirement

Promotes healthy granulation tissue formation

Promotes epithelialization

Inert and safe

Reduce & eliminate pain at wound site

Not causing pain on dressing removal

Cost effective

Seaman S, J. Am Podiatric Med Ass, 92(1),24-33,2002

TIPE WOUND DRESSING

Ada berbagai macam tipe dari balutan (wound dressing), mulai dari yang

konvensional hingga yang advanced. Dressing konvensional yang masih

digunakan sampai sekarang adalah kassa (cotton gauze). Advance dressing sangat

beragam jenisnya diantaranya hydogel, hydrocolloids, alginate, V.A.C (vacuum

assisted closure), bioceramics, dan dengan merk yang beraneka ragam seperti TM/®:Sofra-tulle/Daryant-tulle/Bactigras, Cutisorb, Suprasorb, Intrasite, Duoderm,

Epiglu, Cerplast, dsb. Apapun pilihan dressingnya, prinsip penanganan luka selalu

sama (lihat Bab sebelumnya di atas). Dressing konvensional memerlukan

penggantian (change)

5-D TAHAPAN PERAWATAN LUKA SECARA UMUM

1. Describe: Luka akut atau kronis, tetanus-prone atau non-tetanus-prone, luas

atau kecil, permukaan atau dalam, terbuka atau tertutup (punctured wound),

dengan atau tanpa underlying diseases, dsb.

2. Debridement (necrotomy, irrigation, drainage): buang semua debris, pus,

jaringan nekrotik, corpus alienum, dan semua hal yang menghambat

penyembuhan luka. Jika perlu, lakukan debridement dengan anestesi umum

agar pasien tidak kesakitan dan debridement dapat dilakukan dengan

sempurna. Hindari injury terhadap jaringan sehat di sekitar luka. Irigasi

Page 15: Trend Dan Issue Sistem Integumen

cukup dengan cairan berupa NaCl fisiologis 0,9% atau aqua (H2O). Hindari

pemakaian antiseptik/cairan lain yang dapat merusak jaringan yang sehat

(H2O2, povidone iodine, alkohol, dll). Debridement hendaknya dilakukan

bertahap untuk mencegah kerusakan jaringan sehat yang berlebihan.

3. Dressing (moist wound bed): luka ditutup dengan balutan yang memenuhi

prinsip perawatan luka yakni “moist” atau lembab, bukan “wet” atau basah.

Jika memungkinkan, pilih dressing yang dapat menciptakan suasana tekanan

negatif pada dasar luka (negative pressure), artinya debris/pus/eksudat di

dasar luka diangkat/dikeluarkan secara kontinu. Pilih tipe wound dressing

yang paling ideal dan memenuhi prinsip penanganan luka.

4. Disease: selama penyakit yang mendasari (underlying disease) timbulnya

luka tidak diobati dengan benar (mis. diabetes mellitus, CVI, dll), luka tidak

akan dapat sembuh dengan sempurna.

5. Diet: nutrisi yang cukup sangat penting dalam proses penyembuhan luka.

B. Konsep Dasar Penerapan Tekanan Negatif (Negative Pressure Wound

Therapy)

1. RNP-T dan RO-NPT

RNPT memiliki efek yang multiple dengan penggunaan penyedot,

tekanan topical, shearing force dan modifikasi komposisi tekanan atmosfir.

Mekanisme kombinasi ini dapat berdampak pada penyembuhan luka dengan

dampak fisik, kimia dan kondisi biologi dalam penyembuhan luka. Berikut akan

dijelaskan mekanisme RNPT dalam penyembuhan luka.

a. Kekuatan vakum atau penghisap

Penghisap yang dibuat oleh RNPT memberikan perubahan gradien tekanan

antara permukaan luka dengan lingkungan luar. Penghisapan ini akan

menyebabkan perkembangan pada luka yang diiringi dengan aliran balik

limfatik, penurunan jumlah bakteri, evakuasi eksudat luka, dekompresi

jaringan oedema dan menginduksi pembentukan jaringan granulasi.

b. Topical pressure

Penggunaan dressing pada daerah topikal luka pada RNPT dapat

Page 16: Trend Dan Issue Sistem Integumen

meningkatkan elastisitas luka, meningkatkan aliran darah, aliran kapiler,

perfusi jaringan semakin meningkat.

c. Shearing force

RNPT yang dilakukan secara intermitten dilaporkan dapat meningkatkan

penyembuhan luka dan aliran darah pada hewan percobaan dan dapat

menstimulasi angiogenesis dan jaringan granulasi.

d. Modification of wound atmospheric composition

Modifikasi RNPT dilakukan pada keadaan luka yang diduga

terinfeksi bakteri anaerob dengan menambahkan suplementasi oksigen

pada pemberian RNPT.

Untuk lebih jelasnya tentang RNPT dapat dilihat pada gambar

sebagai berikut :

Page 17: Trend Dan Issue Sistem Integumen
Page 18: Trend Dan Issue Sistem Integumen

Indikasi

Menurut Topaz (2012), RNPT diperuntukan untuk penyembuhan luka

kronik terutama pada luka kaki diabetik. Indikasi dari terapi ini termasuk

neuropati, postiradiasi, dan dekubitus. RNPT juga dapat dilakukan pada trauma

mayor, kehilangan jaringan yang luas, penatalaksanaan fraktur terbuka, aplikasi

bedah termasuk dehisiensi dari luka operasi, infeksi post operasi, dan komplikasi

dari gagalnya penutupan dada, kerusakan jaringan akibat luka bakar, baik

sebagian maupun kerusakan menyeluruh, dan pada skin graft. Juga pada sindrom

kompartemen dan luka trauma yang parah dapat digunakan RNPT. RO-NPT

diperuntukan untuk pencegahan infeksi pada luka akibat bakteri anaerob dan

sebagai treatmen suplementasi pada luka dengan infeksi bakteri anaerob. Topaz

(2012), menyebutkan RO-NPT diperuntukan untuk luka trauma mayor, infeksi

pembedahan dan luka kronik .

Kontraindikasi :

RNPT tidak dilaksanakan pada keadaan sebagai berikut :

a. Perdarahan akut tidak terkontrol

b. Tidak dikondisikan untuk kontak secara langsung dengan vena, arteri atau

organ internal yang kontak secara langsung dengan vacuum.

Page 19: Trend Dan Issue Sistem Integumen

c. Luka dengan keganasan atau kanker, karena dapat mempercepat pertumbuhan

tumor

d. Adanya fistula yang belum dieksplorasi

e. Tidak diperuntukan untuk luka infeksi bakteri anaerob, sehingga dilakukan

terobosan dengan pemberian oksigen (RO-NPT).

f. osteomielitis

Rekomendasi pemberian tekanan pada RNPT

Page 20: Trend Dan Issue Sistem Integumen

BAB III

PEMBAHASAN

A. Analisis Jurnal (Metode PICOT)

1. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 6 kasus dengan gambaran sebagai

berikut :

a. Kasus I

Pasien berumur 35 tahun yang mengalami fraktur terbuka tibia dan fibula. Untuk

menurunkan edema, kontaminasi digunakan Top Closure Skin Stretching dan Secure

sistem (6b dan 6c) selanjutnya dilakukan penggunaan RNPT untuk menurunkan

infeksi dan estetika.

Page 21: Trend Dan Issue Sistem Integumen

b. Kasus II

Pasien umur 81 tahun yang mengalami luka terbuka pada dada dan putusnya tangan

kanan seperti tampak pada gambat a dan b. Setelah dilakukan perawatan RNPT

dengan spong diletakan pada lubang di area dada.

Page 22: Trend Dan Issue Sistem Integumen

c. Kasus III

Pasien umur 36 tahun mengalami luka akibat panas. Pemberian RO-NPT dilakukan

untuk mencegah infeksi anaerob pada kasus ini.

d. Kasus IV

Pasien umur 20 tahun dengan luka bakar derajat II akibat bahan kimia dilakukan

perawatan RNPT.

Page 23: Trend Dan Issue Sistem Integumen

e. Kasus V

Pasien wanita umur 71 tahun dengan DM tipe 2 mengalami celulitis dan gangren

pada jari kedua. Setelah dilakukan perawatan dengan top closure dan RNPT seperti

tampak pada gambar.

Page 24: Trend Dan Issue Sistem Integumen

f. Kasus VI

Pasien dengan decubitus seperti tampal pada gambar. Setelah dilakukan

perawatan dengan RNPT dan top closure.

Page 25: Trend Dan Issue Sistem Integumen

2. Intervensi

Intervensi pada masing-masing kasus yaitu 6 kasus dilakukan sesuai

dengan indikasi dan kontraindikasi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.

Peneliti tidak membedakan antara RNPT dan RO-NPT melainkan

mengkombinasikan pemberian oksigen untuk mempercepat penyembuhan pada

pasien yang diduga terinfeksi bakteri anaerob.

3. Comparison

Komparison dalam penelitian ini, dilihat dari kasus tidak ada pembanding.

Tapi dilihat dari telaah literatur dan perkembangan perawatan luka, penggunaan

RNPT merupakan pengembangan dari NPWT dimana dalam penelitian ini

disinggung bahwa penggunaan RNPT merupakan pengembangan dari kegagalan

efektivitas penggunaan NPWT akibat tekanan yang tidak diperhitungkan secara

optimal. Dimana pada penelitian ini, FDA menunjukkan bahwa pada penggunaan

NPWT menunjukkan dalam kuurn 2 tahun pada tahun 2009 terjadi 6 kematian dan

77 mengalami komplikasi.

4. Outcome

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan RNPT dan ROPT

sesuai dengan indikasi dan dengan modifikasi dari beberapa komponen RNPT

dapat meningkatkan tingkat kesembuhan pasien dan nilai estetik yang lebih baik.

Selain itu juga dapat dianjurkan penggunaan tekanan yang efektif dan lama

penggantian balutan untuk tiap kasus yang dapat dilihat pada bab 2.

5. Time

Dalam penelitian ini waktu penelitian tidak ditampilkan, namun dalam

penelitian ini menggunakan case finding dan studi kasus dengan kasus yang

berbeda secara prospektif.

Page 26: Trend Dan Issue Sistem Integumen

B. Pelaksanaan NPWT di RSUP Sanglah Denpasar

Saat ini pelaksanaan NPWT telah dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar

sejak bulan April 2013. Pelaksanaan NPWT dilakukan dengan metode kontinus

dengan vacum yang digunakan berasal dari suction central yang terdapat di

ruangan yang telah dimodifikasi dengan rerata dasa isap sekitar 75 mmHg. Jenis

luka yang dilakukan NPWT ini adalah luka dengan skin graft, luka kronis dan

luka ,....... dalam pelaksanaan perawatan luka dengan metode NPWT ini dilakukan

secara kontinus pada semua jenis luka dengan penggantian pembalutan atau

dressing 2-3 hari sekali.

Adapun contoh pelaksanaan NPWT pada luka skin graft fullthickness

adalah sebagai berikut :

Dilihat dari jurnal penatalaksanaan NPWT berdasarkan evidence base

yang dikemukakan oleh ....... untuk perawatan luka dengan skin graft dilakukan

penatalaksanaan luka NPWT dengan sistem continous selama 2 hari dan

selanjutnya diganti dengan mode intermiten dengan …..

C. Aplikasi Keperawatan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen perawatan baru

terutama luka kronik dan luka yang kemungkinan harus dilakukan perawatan lama

dapat ditingkatkan penyembuhannya dengan menggunakan terapi tekanan negatif

Page 27: Trend Dan Issue Sistem Integumen

teregulasi dan penambahan terapi oksigen. Disini peran perawat dapat berupa

educator yaitu memberikan pendidikan kepada pasien yang mengalami luka

kronis, atau luka yang sulit sembuh untuk memanfaatkan RNPT. Peran perawat

sebagai client advocate dapat dilakukan dengan memberikan rekomendasi

penggunaan RNPT dan RO-NPT untuk meningkatkan penyembuhan luka pada

pasien dengan luka kronik. Sebagai care giver perawat juga dapat memberikan

terapi RNPT dan RONPT namun setelah mendapatkan pelatihan dan sertifikasi

pelaksana dan memahami proses penyembuhan luka dan penatalaksanaan dari

RNPT (terutama indikasi, kotraindikasi dan dosis pemberian tekanan negative).

Penelitian lain yang terkait dengan NPWT …..

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Penggunaan RNPT dan RO-NPT sesuai indikasi dapat meningkatkan

penyembuhan pada luka kronik dan luka yang lama sembuh sehingga penggunaan

RNPT dan RONPT merupakan salah satu pilihan perawatan luka modern yang

efektif.

Page 28: Trend Dan Issue Sistem Integumen

B. Saran

Disarankan agar RNPT dan RO-NPT agar dapat digunakan untuk

pasien dengan luka kronik dan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

menguji tingkat efektivitas dan efisiensinya dalam perawatan luka namun

dengan protocol yang jelas dan tepat khususnya dalam penggunaan tekanan

negative dan kombinasi dengan dressing yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Guy, 2012, Using Negative Pressure Therapy In Wound Healing, Nursing Times; Sep 4-Sep 10, 2012; 108, 36; ProQuest Medical Library pg. 16.

TOPAZ, 2012, Review Article : Improved Wound Management By Regulated Negative Pressure Assisted Wound Therapy And Regulated, Oxygen- Enriched Negative Pressure-Assisted Wound Therapy Through Basic Science Research And Clinical Assessment, Indian Journal of Plastic Surgery May-August 2012 Vol 45 Issue 2