trauma thoracal.pdf

8
01/11/12 Trauma Thorax 1/8 bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=91:trauma-thorax&catid=39:refrat… Trauma Thorax Written by Made Angga Diningrat Thursday, 15 September 2011 00:54 PENDAHULUAN Dengan semakin meningkatnya teknologi dan industri dinegara kita terutama kendaraan bermotor serta peningkatan kriminalitas, maka akan meningkat pula angka kejadian dari traum meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana trauma thorax menye karena trauma yang terjadi di Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kema Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi denga akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma thorax. Schulpen mengemukakan jumlah terbanyak penderita trauma adalah golongan umur 16 - 25 tahun dengan angka kematian 35% pada yang disertai dengan trauma toraks dan 18% tanpa tr mendapatkan penderita trauma tumpul toraks bersamaan dengan trauma lainnya, yaitu 51% dengan trauma kapitis, 20% dengan trauma abdomenen, 38% dengan fraktur ekstremitas, 12 dengan fraktur pelvis dan 6% dengan fraktur tulang belakang. Pneumotoraks, hemotoraks, pneumomediastinum dan emfisema subkutis merupakan manifestasi klinik yang paling sering dengan trauma toraks. Dalam penatalaksanaan trauma harus selalu diingat ABC yaitu airway, breath dan circulation, agar kemungkinan adanya trauma torak tidak terlupakan. Juga pen yang tepat terhadap fungsi kardiovaskuler. TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh bend dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. II. ANATOMI TORAK A. Dinding dada. Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan lunak ya otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna. B. Kerangka dinding torak Kerangka dinding torak membentuk sangkar dada osteokartilogenous yang melindungi jantung, paru-paru dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka torak terdiri dari: • Vertebra thoracica (12) dan discus intervertebralis • Costa (12 pasang) dan cartilage costalis • Sternum Costa adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan membatasi bagian terbesar sangkar dada terdiri dari: - Ketujuh (kadang-kadang delapan) costae I disebut costa sejati (vertebrosternal) karena menghubungkan vertebra dengan sternum melalui kartilago costalis - Costa VIII sampai costa X adalah costa tak sejati (vertebrokondral) karena kartilago costalis masing-masing costa melekat pada kartilago costalis tepat diatasnya - Costa XI dan costa XII adalah costa bebas atau kosta melayang karena ujung kartilago kostalis masing-masing costa berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar dada. Sternum terdiri atas tiga bagian: manubrium sterni, corpus sterni, dan processus xiphoideus C. Dasar torak Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus dan merupakan struktur yang menyerupai kubah (dome-like structure). Diafragma membatasi abdomen dari rongga torak dari sangkar dada. Diafragma termasuk salah satu otot utama pernapasan dan mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esophagus D. Rongga torak (Cavitas thoracis). Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis. Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ; 1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan ) 2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri) 3. Rongga dada tengah (mediastinum). Pleura (selaput paru) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru : Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ; search... Search Home Bedah Umum Ortopedi Bedah Saraf Urologi Map Site Staf Informasi

Upload: ferina-fernanda

Post on 01-Jan-2016

109 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

resume trauma thorax

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Thoracal.pdf

01/11/12 Trauma Thorax

1/8bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=91:trauma-thorax&catid=39:refrat…

Trauma Thorax

Written by Made Angga Diningrat

Thursday, 15 September 2011 00:54

PENDAHULUAN

Dengan semakin meningkatnya teknologi dan industri dinegara kita terutama kendaraan bermotor serta peningkatan kriminalitas, maka akan meningkat pula angka kejadian dari trauma toraks. Trauma torak semakin

meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana trauma thorax menyebabkan satu dari empat kematian

karena trauma yang terjadi di Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi.

Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30 % dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang

akan diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma thorax.

Schulpen mengemukakan jumlah terbanyak penderita trauma adalah golongan umur 16 - 25 tahun dengan angka kematian 35% pada yang disertai dengan trauma toraks dan 18% tanpa trauma toraks. Sedang Glinz W

mendapatkan penderita trauma tumpul toraks bersamaan dengan trauma lainnya, yaitu 51% dengan trauma kapitis, 20% dengan trauma abdomenen, 38% dengan fraktur ekstremitas, 12% dengan fraktur maksilo-fasial, 13%

dengan fraktur pelvis dan 6% dengan fraktur tulang belakang. Pneumotoraks, hemotoraks, pneumomediastinum dan emfisema subkutis merupakan manifestasi klinik yang paling sering didapati pada penderita-penderita

dengan trauma toraks. Dalam penatalaksanaan trauma harus selalu diingat ABC yaitu airway, breath dan circulation, agar kemungkinan adanya trauma torak tidak terlupakan. Juga penting sekali dilakukan pengamatan

yang tepat terhadap fungsi kardiovaskuler.

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan

dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.

II. ANATOMI TORAK

A. Dinding dada.

Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jaringan lunak yang membentuk dinding dada adalah

otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.

B. Kerangka dinding torak

Kerangka dinding torak membentuk sangkar dada osteokartilogenous yang melindungi jantung, paru-paru dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). Kerangka torak terdiri dari:

• Vertebra thoracica (12) dan discus intervertebralis

• Costa (12 pasang) dan cartilage costalis

• Sternum

Costa adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan membatasi bagian terbesar sangkar dada terdiri dari:

- Ketujuh (kadang-kadang delapan) costae I disebut costa sejati (vertebrosternal) karena menghubungkan vertebra dengan sternum melalui kartilago costalis

- Costa VIII sampai costa X adalah costa tak sejati (vertebrokondral) karena kartilago costalis masing-masing costa melekat pada kartilago costalis tepat diatasnya

- Costa XI dan costa XII adalah costa bebas atau kosta melayang karena ujung kartilago kostalis masing-masing costa berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal

Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar dada. Sternum terdiri atas tiga bagian: manubrium sterni, corpus sterni, dan processus xiphoideus.

C. Dasar torak

Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus dan merupakan struktur yang menyerupai kubah (dome-like structure). Diafragma membatasi abdomen dari rongga torak serta terfiksasi pada batas inferior

dari sangkar dada. Diafragma termasuk salah satu otot utama pernapasan dan mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esophagus

D. Rongga torak (Cavitas thoracis).

Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis.

Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;

1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )

2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)

3. Rongga dada tengah (mediastinum).

Pleura (selaput paru) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru :

Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;

search... Search

Home Bedah Umum Ortopedi Bedah Saraf Urologi Map Site Staf Informasi

Page 2: Trauma Thoracal.pdf

01/11/12 Trauma Thorax

2/8bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=91:trauma-thorax&catid=39:refrat…

Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;

1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru –paru.

2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.

Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut.

Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum meluas dari aperture thoracis superior ke diafragma di sebelah kaudal, dan dari sternum dan cartilage costalis di sebelah ventral ke corpus vertebrae

thoracica di sebelah dorsal. Struktur dalam mediastinum diliputi oleh jaringan ikat, pembuluh darah dan limfe, kelenjar limfe dan lemak. Jarangnya jaringan ikat, dan elastisitas paru-paru dan pleura parietalis

memungkinkan mediastinum menyesuaikan diri kepada perubahan gerak dan volume dalam rongga torak.

Mediastinum dibagi menjadi bagian cranial (mediastinum superius) dan bagian kaudal. Mediastinum bagian atas meluas ke arah kaudal dari aperture thoracis superior sampai pada bidang melalui angulus sterni dan tepi

bawah veftebra T4. Mediastinum bagian bawah yang meluas antara bidang tersebut dan diafragma, dibedakan atas sektor ventral (mediastinum anterius), sector tengah (mediastinum medius), dan sektor dorsal

(mediastinum posterior). Dalam mediastinum medius terdapat jantung dan pembuluh besar. Beberapa bangunan melintasi mediastinum secara vertikal (misalnya esophagus) dan dengan demikian melewati lebih dari satu

sektor.

III. FISIOLOGI TORAK

Pada inspirasi gerak dinding torak dan diafragma menghasilkan bertambahnya ukuran torak vertical, tranversal dan dorsoventral serta volume intratorakal. Perubahan tekanan menyebabkan inspirasi dan ekspirasi udara

secara bergantian ke dalam/keluar dari paru-paru melalui hidung, mulut, laring dan trakea, dan sebaliknya. Pada ekspirasi, diafragma, muskulus intercostalis dan otot lainnya mengalami relaksasi sehingga volume

intratorakal berkurang dan tekanan intratorakal meningkat. Jaringan paru-paru yang lentur dan teregang menebal kekeadaan semula (recoil), dan cukup banyak udara terdesak keluar. Bersamaan dengan ini tekanan

intraabdominal berkurang.

• Inspirasi : dilakukan secara aktif

• Ekspirasi : dilakukan secara pasif

• Fungsi respirasi :

- Ventilasi : memutar udara.

- Distribusi : membagikan

- Diffusi : menukar CO2 dan O2

- Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan.

IV. TRAUMA TORAK

Patofisiologi trauma torak.

Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :

1. Kegagalan ventilasi

2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.

3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.

Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan rangsangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya adult respiratory distress

syndrome ( ARDS), systemic inflamation response syndrome (SIRS). Hipoksia terjadi karena perdarahan pada trauma dapat mengakibatkan syok hipovolemik sehingga menyebabkan berkurangnya transport O2 oleh

hemoglobin. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah), pulmonary ventilation/ perfusion mismatch (contoh kontusio,

hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratthorax (contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka). Selain itu, pada pneumotorak terjadi kolaps paru yang mengakbatkan kontusio paru

sehingga terjadi gangguan pertukaran gas pada alveoli. Hiperkarbia merupakan peningkatan kadar CO2 dalam darah yang terjadi pada keadaan pernapasan yang menurun, dapat mengenai penderita yang tidak sadar dan

mengalami perubahan tekanan intratorak. Sedangkan asidosis metabolik akan terlihat pada keadaan perfusi jaringan yang menurun.

Klasifikasi trauma

1. Trauma tumpul

2. Trauma tembus : tajam, tembak, tumpul yang menembus.

Gejala umum trauma torak

- Gejala yang sering dilihat pada trauma torak adalah : nyeri dada dan sesak nafas atau nyeri pada waktu nafas.

- Pasien tampak sakit, sesak atau sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas pada dadanya. Lebih dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan pembedahan berupa torakotomi, akan tetapi tindakan

penyelamatan dini dan tindakan elementer perlu dilakukan dan diketahui oleh setiap petugas yang menerima atau jaga di unit gawat darurat. Tindakan penyelamatan dini ini sangat penting artinya untuk prognosis pasien

dengan trauma toraks.

Prinsip pengelolaan penderita dengan cedera toraks:

a. Pemeriksaan primer/awal

b. Resusitasi fungsi vital

c. Pemeriksaan sekunder/lanjutan secara terperinci

d. Evaluasi diagnosis

e. Perawatan definitif

Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/segera adalah yang menunjukkan :

1. Obstruksi jalan nafas

2. Hemotorak massif

3. Tamponade pericardium/jantung

4. Tension pneumotorak

5. Flail chest

6. Pneumotorak terbuka

7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.

DIAGNOSIS BERBAGAI MACAM TRAUMA TORAK

I. CEDERA DINDING DADA :

1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :

• Merupakan jenis yang paling sering.

• Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah, disertai nyeri waktu nafas dan atau sesak.

Fraktur iga dan sternum:

Manifestasi klinis cedera dinding dada ini tergantung dari akibatnya terhadap fungsi respirasi dan kardiovaskuler; fraktur tulang iga sederhana yang dialami oleh penderita truma toraks dengan penurunan faal paru

mungkin akan mengakibatkan gangguan fungsi respirasi dan kardiovaskuler yang cukup berat. Fraktur iga dan sternum sering merupakan akibat dari trauma tumpul toraks, dapat dijumpai mulai dari fraktur jenis

sederhana (greenstick, simple, isolated) hingga fraktur iga jamak (multiple).

BorrieJ membuat pembagian fraktur iga menjadi :

a) Simple (isolated), merupakan fraktur iga tanpa kerusakan

yang berarti dari jaringan lainnya.

b) Compound, truma menembus kulit dan merobek pleura parietalis di bawahnya yang disertai fraktur iga.

c) Complicated, fragmen dari fraktur iga menyebabkan cedera organ visera.

d) Pahtologic, neoplasma atau kista tulang iga sebagai penyebab dari fraktur iga.

Page 3: Trauma Thoracal.pdf

01/11/12 Trauma Thorax

3/8bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=91:trauma-thorax&catid=39:refrat…

Kemungkinan terjadinya cedera paru lebih besar pada penderita anak-anak dan dewasa muda karena iga masih lentur hingga dibutuhkan trauma yang lebih kuat untuk menyebabkan terjadinya pada fraktur iga. Bila

terdapat graktur iga 1 dan 2 pada hemitoraks kiri dan pada foto toraks PA didapati pelebaran mediastinum, dianjutkan secepatnya melakukan aortografi oleh karena mungkin telah terjadi ruptura aorta. Letak fraktur iga

tergantung dari arah benturan dan lengkungan iga, Hinton dan Steiner mengamati fraktur iga sebagai berikut:

1. Iga 5 dan 9 menerima akibat benturan yang paling berat.

2. Trauma tidak langsung, terjadi akibat mendekatnya kcdua ujung tulang iga sehingga kelengkungan iga bertambah dan letak fraktur biasanya bagian tengah.

3. Trauma langsung, menyebabkan fraktur satu atau lebih tulang iga pada tempat benturan dan sering fragmen fraktur merobek pleura serta jaringan paru.

4. Faktur tunggal biasanya end-to-end, fraktur jamak mungkin overlapoing. Fraktur sternum lebih sering terjadi pada persendian manubriosternal, dapat berbentuk fraktur yang sederhana dengan prognosis baik hingga

bentuk fraktur yang overlapping yang sering bersamaan dengan fraktur iga dan cedera toraks lainnya serta keadaan penderita yang cukup serius. Tanda klinis dapat berupa pernafasan cepat dan dangkal, krepitasi dan rasa

sakit pada daerah fraktur serta emfisema subkutis.

Penatalaksanaan

Fraktur iga dan sternum sederhana hanya memerlukan pengobatan simptomatis dengan pemberian analgetika dan mukolitika, namun pada fraktur sternum yang overlapping dibutuhkan fiksasi. Dilakukan suntikan blok

saraf interkostal pada fraktur iga untuk mengurangi rasa sakit agar batuk dan bernafas dalam tidak terhalangi. Pada fase akut tidak dilakukan pembebatan dengan plester karena dapat mengganggu mekanisme

pernafasan.

2. Flail chest :

- Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.

- Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan rongga mediastinum goncangan gerak (flailing) yang

dapat menyebabkan insertion vena cava inferior terdesak dan terjepit.

- Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan timbulnya tanda-tanda syok.

- Terjadi oleh adanya tiga atau lebih fraktur iga multipel, dapat tanpa atau dengan fraktur sternum, sehingga menyebabkan :

a) segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi dan bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk

pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan respirasi pendelluft.

b) pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menerkan paru-paru di bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.

c) mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh adanya peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fase ini, sehingga pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu.

d) pergerakan mediastinum di atas akan mengganggu venous return jantung. Dinding dada mengambang (flail chest) ini sering disertai dengan hemotoraks, pneutoraks, hemoperikardium maupun hematoma paru yang

akan memberat keadaan penderita.

Penatalaksanaan

Segera dilakukan traksi pada bagian dinding dada yang mengambang, bila keadaan penderita stabil dapat dilakukan stabilisasi dinding dada secara operatif.

CEDERA PARU-PARU (Pulmonary Injuries) :

1. Pneumotorak :

Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa pneumotorak yang tertutup dan terbuka atau menegang (“tension pneumotorak”). Kurang lebih 75 % trauma tusuk pneumotorak disertai

hemotorak. Pneumotorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejalanya sesak nafas progressif sampai sianosis dengan gejala syok.

a. Pneumotorak tertutup

Terjadi karena fragmen fraktur iga merobek paru, namun dapat pula terjadi tanpa adanya fraktur iga, dimana truma terjadi pada fase inspirasi dengan glotis tertutup dan daya tahan alveoli terlampaui. Pneumotoraks

tertutup dengan adanya mekanisme pentil akan menyebabkan udara terperangkap pada rongga pleura sehingga tekanan rongga pleura akan lebih besar dari udara atmosfer dan disebut sebagai pneumotoraks desakan

(tension pneumothorax).

Pneumotoraks desakan dapat menyebabkan pendorongan mediastinum ke arah kontralateral yang dapat mengakibatkan terjepitnya vena cava sehingga dapat mengganggu venous return jantung.

Penatalaksanaan

Pemasangan water seal drainage pada penderita penumotoraks bergantung kepada :

a) beratnya gangguan pernafasan

b) disertai pneumotoraks desakan

c) pneumotoraks bilateral

d) disertai hemotoraks

e) selama observasi pneumotoraks bertambah luas

f) bila diperlukan pemakaian ventilator

g) bila diperlukan anestesi umum

b. Pneumotorak terbuka

Pneumotoraks terbuka dapat disebabkan oleh trauma tumpul maupun trauma tajam, rongga pleura mempunyai tekanan yang sama dengan udara atmosfir dan dari lubang luka pada dinding dada akan terdengar suara

hisapan udara selama fase inspirasi yang disebut sebagai sucking chest wound.

Pada keadaan ini juga akan terdapat respirasi yang pendelluf, karena selama fase inspirasi paru ipsilateral akan kuncup dan selama fase ekspirasi paru akan sedikit mengembang, hal ini menandakan bahwa selama fase

ekspirasi udara dari paru kontralateral masuk ke paru ipsilateral.

Penatalaksanaan

- Tindakan awal: menutup defek dengan kasa steril yg diplester hanya pd 3 sisinya saja, diharapkan saat inpirasi kasa penutup akan terhisap & menutup luka & saat ekspirasi kasa penutup luka akan terbuka dan udara

didalam rongga toraks akan terdorong keluar

- Tindakan definitif : memasang drain (WSD) toraks serta menutup defek tersebut

2. Hemotoraks :

Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila jumlah darah sampai 300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan hemotorak berat bila jumlah darah melebihi 800 ml.

Gejal utamanya adalah syok hipovolemik .

Hemotoraks maupun hemopneumotoraks adalah merupakan keadaan yang paling sering dijumpai pada penderita trauma toraks, pada lebih dari 80% penderita dengan trauma toraks didapati adanya darah pada rongga

pleura. Sumber perdarahan dapat berasal dari adanya cedera pada paru-paru, robeknya arteri mamaria interna maupun pembuluh darah besar lainnya seperti aorta dan vena kava. Bila darah pada rongga pleura mencapai

1500 ml atau lebih akan menyebabkan kompresi pada paru ipsilateral dan dapat mengakibatkan hipoksia. Perdarahan masif pada hemotoraks yang disertai hipoksia karena hipoventilasi dapat mempercepat kematian

penderita.

Penatalaksanaan

Segera dipasang water seal drainage untuk mengukur jumlah darah mula-mula dan perdarahan setiap jam. Indikasi torakotomi pada hemotoraks adalah bila perdarahan mula-mula lebih dari 1500 ml atau perdarahan lebih

dari 3 - 5 ml/kg BB/jam selama 4 jam berturut turut pada masa observasi.

3. Kontusio paru/traumatic wet lung

Burford dan Burbank yang memperkenalkan istilah ini di tahun 1944 yaitu terjadinya kelainan pada paru-paru akibat trauma dinding dada dan paru-paru. Kelainan yang terjadi adalah bertambahnya cairan intersisial dan

Page 4: Trauma Thoracal.pdf

01/11/12 Trauma Thorax

4/8bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=91:trauma-thorax&catid=39:refrat…

Burford dan Burbank yang memperkenalkan istilah ini di tahun 1944 yaitu terjadinya kelainan pada paru-paru akibat trauma dinding dada dan paru-paru. Kelainan yang terjadi adalah bertambahnya cairan intersisial dan

intraalveolar paru; transudasi alveolar ini merupakan akibat dari anoksia. Penulis lain menyebutkan sebagai Dan Nang lung, white lung syndrome, kontusio paru.

Penatalaksanaan

Membersihkan jalan nafas dengan aspirasi maupun bronkoskopi, mempertahankan mekanisme batuk, blok interkostal bila terdapat fraktur iga agar batuk tidak terhalang. Membuat tekanan ventilasi positif pada akhir

ekspirasi dapat menolong dalam memperbaiki kapasitas residu fungsional dan mengurangi pintas intrapulmoner. Hindari pemberian cairan yang berlebihan.

CEDERA KARDIOVASKULAR (Cardiovascular injuries)

Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan syok obstruktif primer. Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda penyokong adanya tamponade ini. Juga akan nampak nadi paradoksal

yaitu adanya penurunan nadi pada waktu inspirasi, yang menunjukkan adanya massa (cair) pada rongga pericardium yang tertutup. Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II – V yang

menyebabkan penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya jantung oleh himpitan sternum pada trauma tumpul torak. Melakukan pungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat bertujuan diagnostik

sekaligus langkah pengobatan dengan membuat dekompresi terhadap tamponadenya.

a. Trauma jantung

Kontusio miokardium terdapat pada 20% penderita dengan trauma toraks yang berat, trauma tajam yang mengenai jantung akan menyebabkan tamponade jantung dengan gejala trias Beck yaitu distensi vena leher,

hipotensi dan menurunnya suara jantung

Penatalaksanaan

Segera dilakukan perikardiosintesis untuk mengurangi tamponade dan diikuti torakotomi untuk mencari serta menghentikan sumber perdarahan. Trauma tajam daerah prekordial, parasternal kiri dan kanan harus dicurigai

mengenai jantung dan segera dilakukan eksplorasi torakotomi sebelum keadaan penderita memburuk

b. Ruptur aorta

Ruptur aorta sering menyebabkan kematian penderitanya, dan lokasi ruptura tersering adalah di bagian proksimal arteri subklavia kiri dekat ligamentum arteriosum. Hanya kira-kira 15% dari penderita trauma toraks

dengan ruptura aorta ini dapat mencapai rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Kecuali rasa nyeri sehubungan dengan perlukaan pada sternum atau klavikula, mungkin tidak ada gejala khas lainnya. Kadang-kadang

pada false aneurism yang membesar dengan cepat, rasa nyeri pada dada bertambah, pernapasan dangkal, sulit menelan dan terjadi hemoptisis.

Kecurigaan adanya ruptur aorta dari foto toraks bila didapati

a) mediastinum yang melebar

b) fraktur iga 1 dan 2

c) trakea terdorong ke kanan

d) gambaran aorta kabur

e) penekanan bronkus utama kiri

f) gambaran pipa lambung (NGT) pada esofagus yang terdorong ke kanan.

Penatalaksanaan

Diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan aortografi dan ekokardiorgrafi, reparasi operatif dilakukan dengan torakotomi dan dengan bantuan cardiopulmonary bypass.

CEDERA ORGAN TORAK LAINNYA

1. Ruptur trakea dan bronkus utama

Ruptur trakea dan bronkus utama dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun truma tumpul. Pada trauma tumpul rupture terjadi pada saat glotis tertutup dan terdapat peningkatan yang hebat dan mendadak dari

tekanan saluran trakeobronkial yang melewati batas elastisitas saluran trakeobronkial ini. Kemungkinan kejadian ruptura bronkus utama meningkat pada trauma tumpul toraks yang disertai dengan fraktur iga 1 sampai 3,

lokasi tersering adalah pada daerah karina dan percabangan bronkus". Pneumotoraks, pneumomediastinum, emfisema subkutan dan hemoptisis dapat merupakan gejala dari ruptura ini.

Penatalaksanaan

Dilakukan pemasangan water seal drainage pada pneumotoraksnya, bronkoskopi untuk membantu diangosis dan mencari lokasi rupturanya. Kemudian dilakukan torakotomi untuk reparasi kerusakan saluran trakeobronkial.

2. Kerusakan pada esofagus.

Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan dalam beberapa jam timbul febris. Muntah darah/hematemesis, suara serak, disfagia atau distress nafas. Tanda klinis yang nampak umumnya

berupa empisema sub kutis, syok dan keadaan umum pasien yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai tanda “Hamman” yang berupa suara seperti mengunyah di daerah mediastinum atau jantung bila dilakukan

auskultasi. Diagnosis dapat dibantu dengan melakukan esofagogram dengan menelan kontras.

Lebih sering terjadi pads trauma tajam dibanding trauma tumpul toraks dan lokasi ruptura oleh karena trauma tumpul paling sering pada 1/3 bagian bawah esofagus. Akibat ruptura esofagus akan terjadi kontaminasi

rongga mediastinum oleh cairan saluran pencernaan bagian atas sehingga terjadi mediastinitis yang akan memperburuk keadaan penderitanya. Pada foto toraks akan terlihat adanya pneumomediastinum dan hidrotoraks,

yang paling sering adalah hidrotoraks kiri.

Penatalaksanaan

Pemeriksaan foto toraks dengan bubur barium atau dengan mempergunakan esofagoskopi dapat mengetahui lokasi dari ruptura esofagus ini, dan dilakukan torakotomi untuk reparasi operatif.

3. Kerusakan Ductus torasikus:

Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh akumulasi chyle dalam rongga dada yang menimbulkan sesak nafas karena kollaps paru. Kejadian ini relatif jarang dan memerlukan pengelolaan yang lama

dan cermat.

4. Kerusakan pada Diafragma :

Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka tembus tajam kearah torakoabdominal. Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih jarang dibandingkan kiri. Gejala klinis sering terlewatkan

karena 30 % tidak memberikan tanda yang khas. Sesak nafas sering nampak dan disertai tanda-tanda pneumotoraks atau gejala hemotoraks.

Kejadian hernia diafragmatika traumatika kiri 9 kali lebih banyak dibanding hernia diafragmatika kanan, hal ini terjadi karena adanya hepar di sebelah kanan. De Maeseneer M dan kawan-kawan melaporkan hernia

diafragmatika traumatika pada diafragma kanan dengan hemisasi dari lobus kanan hepar pada penderita dengan trauma tumupul abdomen. Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain gaster, omentum,

usus halus, kolon, limpa dan hepar. Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga toraks ini. Hernia diafragmatika akan menyebabkan gangguan

kardiopulmoner karena terjadi penekanan paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral. Dan pemeriksaan fisik didapati gerakan pernafasan yang tertinggal, perkusi pekak, fremitus menghilang, suara

pernafasan menghilang dan mungkin terdengat bising usus pada hemitoraks yang sakit. Pada foto toraks dengan pemakaian pipa lambung Levin dan bubur barium akan terlihat pipa lambung dan bubur barium ini pada

hemitoraks yang sakit.

Penatalaksanaan

Dibutuhkan tindakan operasi segera untuk reparasi robekan diafragma dengan insisi torakoabdominal

Emfisema Subkutis

Dapat disebabkan oleh adanya cedera saluran pernafasan atau segmen fraktur iga yang merobek paru-paru dan dapat disertai dengan adanya pneutoraks maupun pneumotoraks desakan.

Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah kulit bawah dada sehingga menimbulkan emfisema subkutis. Disebabkan oleh sebagian besar akibat trauma torak tumpul di daerah sternum. Secara

klinis leher membesar emfisematous dengan adanya krepitasi pada dinding dada. Sesak nafas sering menyertai dan dapat timbul tension pneumotorak.

Penatalaksanaan

Emfisema subkutis yang tcrbatas di daerah toraks tidak memerlukan tindakan karena dapat diabsorbsi dalam 2 hingga 4 minggu; bila terdapat penumotoraks dilakukan pemasangan water seal drainage. Emfisema subkutis

yang luas harus dicurigai disebabkan cedera dari saluran pernafasan yang mungkin memerlukan tindakan torakotomi untuk memperbaikinya.

LANGKAH DIAGNOSTIK

Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi dan pembuatan x – ray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya dibuat dalam dua arah (PA dan Lateral). Jejas pada

Page 5: Trauma Thoracal.pdf

01/11/12 Trauma Thorax

5/8bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=91:trauma-thorax&catid=39:refrat…

Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi dan pembuatan x – ray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya dibuat dalam dua arah (PA dan Lateral). Jejas pada

daerah dada akan membantu adanya kemungkinan trauma torak. Bila ada trauma multiple maka dianjurkan untuk selalu dibuat foto x- ray dada. Tanda dan gejala penyerta seperti adanya syok (hipotensi, nadi cepat dan

keringat dingin) dan adanya trauma lain organ dada merupakan butir diagnostik yang penting. Pemasangan NGT sebagai persiapan untuk pengosongan lambung untuk mencegah aspirasi isi lambung ke paru, dapat dipakai

sebagai langkah diagnostik pada kerusakan esofagus dan dan diafragma.

Pada dasarnya diagnostik trauma torak harus ditegakkan secepat mungkin, tanpa memakai cara diagnostik yang lama (CT-scan, angiografi). Pemeriksaan gas darah dapat membantu diagnostik bila fasilitasnya ada.

INDIKASI TORAKOTOMI :

• Hemotoraks yang berat ( > 800 cc)

• Laserasi paru yang gagal dengan tindakan bedah konservatif.

• Tamponade perikardium

• Kebocoran trakeo-bronkial yang gagal dengan tindakan konservatif (drainase).

KOMPLIKASI TRAUMA TORAK:

1. Yang terkait dengan tidak stabilnya dinding dada :

- Nyeri berkepanjangan, meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena callus atau jaringan parut yang menekan saraf interkostal. Terapi konservatif dengan analgesik atau pelunak jaringan parut.

- Osteomylitis, dilakukan squesterisasi dan fiksasi.

- Retensi sputum, karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni. Diperlukan pemberian mukolitik.

2. Yang terkait dengan perlukaan dan memar paru:

- Infiltrat paru dan efusi pleura, yang memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang lama.

- Empiema, yang terjadi lambat dan memerlukan WSD dan antibiotik.

- Pneumoni, merupakan komplikasi yang berbahaya dan perlu diberi pengobatan yang optimal. Bila distress pernafassan berkelanjutan maka diperlukan pemasangan respirator.

- Fistel bronkopleural, ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik. Memerlukan tindak bedah lanjut berupa torakotomi eksploratif dan penutupan fistelnya.

- Chylotoraks lambat.

3. Komplikasi lain di luar paru dan pleura :

- Mediastinitis, merupakan komplikasi yang sering fatal. Bila terjadi pernanahan maka harus dilakukan drainase mediastinum.

- Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau ke pleura dan menimbulkana empiema atau efusi pleua. Diperlukan tindakan bedah untuk menutup fistel.

- Hernia diafragmatika lambat, memerlukan koreksi bedah.

- Kalainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma tajam pada jantung. Memerlukan tindakan bedah dan pembedahan jantung terbuka.

BAB III

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang bersifat retrospektif pada penderita trauma di RSUP NTB. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan mendata jumlah kasus trauma thorax

baik kunjungan IGD maupun rawat inap di RSUP NTB selama periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.

Subjek penelitian adalah semua pasien yang mengalami trauma thorax yang datang berobat ke IRD maupun pasien yang dirawat di RSUP NTB selama periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2009.

Data yang dikumpulkan meliputi angka kejadian trauma thorax, karakteristik subjek/ demografi (umur, jenis kelamin), jenis trauma dan akibat dari trauma thorax. Sumber data berasal dari catatan medis pasien trauma

baik dalam masa observasi di IRD maupun di rawat inap di RSUP NTB. Data akan diolah secara statistik deskriptif. Data akan ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Angka Kejadian Trauma Thorax di RSUP NTB Periode 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2009

Jumlah seluruh pasien trauma thorax yang dirawat di RSUP NTB sepanjang Periode 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2009 adalah 42 pasien (1,59%) dari total 2.639 kasus trauma pada periode tersebut.

4.2. Distribusi kasus trauma thorax berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2. Distribusi korban trauma berdasarkan jenis kelamin

Tahun

Jumlah kasus (%)

TotalLaki-Laki Perempuan

2008 17 (89,47%) 2 (10,53%) 19 (45,24%)

2009 19 (82,61%) 4 (11,39%) 23 (54,76%

Total 36 (85,71%) 6 (14,29%) 42 (100%)

Sumber: Rekam medik RSUP NTB

Dari tabel diatas tampak bahwa terjadi peningkatan kasus trauma dari tahun 2008 sampai 2009 walaupun tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 4 kasus. Sebagian besar korban trauma thorax berjenis kelamin laki-laki yaitu

sebanyak 36 orang (85,71%) dan korban berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (14,29%).

4.3 Distribusi kasus trauma thorax berdasarkan kelompok umur

Tabel 4.3 Distribusi korban trauma thorax berdasarkan kelompok umur

Kelompok

Umur

Jumlah Kasus

(Orang)

Persentase

(%)

0-15 tahun 5 11.90

16-30 tahun 21 50.00

31-45 tahun 8 19.05

46-60 tahun 6 14.29

>60 tahun 2 4.76

Total 42 100

Sumber: Rekam medik RSUP NTB

Page 6: Trauma Thoracal.pdf

01/11/12 Trauma Thorax

6/8bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=91:trauma-thorax&catid=39:refrat…

Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa korban trauma terbanyak yaitu dari kelompok umur 16-30 tahun sebesar 21 orang (50 %) diikuti oleh kelompok umur 31-45 tahun yaitu sebanyak 8 orang (19,05) dan terbesar

ketiga yaitu dari kelompok umur 46-60 tahun sebesar 6 orang(14,29%). Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar korban trauma thorax adalah mereka dengan kelompok umur produktif yaitu usia 16-30 tahun yaitu 50

%.

4.4 Distribusi Kasus Trauma Thorax berdasarkan Jenis Trauma

Tabel 4.4 Distribusi korban trauma thorax berdasarkan Jenis Trauma

Jenis

TraumaJumlah

(Orang) Persentase (%)

Trauma Tumpul 38 90,48

Trauma Tajam 4 9,52

Total 42 100

Sumber: Rekam medik RSUP NTB

Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa jenis trauma thorax terbanyak yaitu trauma tumpul sebanyak 38 orang (90,48%), sementara kasus trauma tajam hanya sebesar 4 orang (9,52%)

4.5 Distribusi Kasus Trauma Thorax berdasarkan Akibat Trauma

Tabel 4.5 Distribusi korban trauma thorax berdasarkan Akibat Trauma

Akibat

TraumaJumlah

(Orang) Persentase (%)

Hemothorax 9 21,43

Pneumothorax 2 4,76

Fraktur Clavicula 12 28,57

Fraktur Costa 12 28,57

Cedera Ringan

(Superfisial) 7 16,67

Total 42 100

Sumber: Rekam medik RSUP NTB

Data pada tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa akibat trauma thorax terbanyak yaitu fraktur clavicula dan fraktur costa, yaitu masing-masing sebanyak 12 orang (28,57%) dan akibat trauma yang paling sedikit adalah

pneumothorax, yaitu sebnyak 2 orang (4,76%).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Angka kejadian trauma thorax yang dirawat di RSUP NTB sepanjang Periode 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2009 adalah 42 pasien (1,59%).

2. Sebagian besar kasus trauma thorax berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 36 orang (85,71%).

3. Kelompok umur yang paling banyak mengalami trauma thorax, yaitu umur 16-30 tahun sebesar 21 orang (50,00%)

4. Jenis trauma thorax terbanyak yaitu trauma tumpul sebanyak 38 orang (90,48%).

5. Akibat trauma thorax terbanyak yaitu fraktur clavicula dan fraktur costa, yaitu masing-masing sebanyak 12 orang (28,57%)

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan evaluasi dalam sistem pencatatan Rekam Medis RSUP NTB baik Instalasi Gawat Darurat maupun Rawat Inap

2. Untuk jangka panjang, penelitian ini sebaiknya terus dilanjutkan dan diperluas cakupannya sebagai salah satu sumber informasi kejadian trauma thorax di wilayah kota Mataram baik bagi kalangan intelektual

maupun masyarakat umum

DAFTAR PUSTAKA

Bruce J.Simon. The Journal of Trauma_ Injury, Infection, and Critical CareJ Trauma. 2005;59:1256–1267. Available from: http://www.jtrauma.com/pt/re/jtrauma/pdfhandler.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Moore, K., Agur, A. 2002. Essential Clinical Anatomy. EGC. Jakarta

Setiawan, I., Tengadi K.A, Santoso, A. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta.

Stanford Trauma Service Housestaff Manual Available from : http://scalpel.stanford.edu/ICU/Stanford%20Trauma%20Service%20rev%204-05.pdf

Syamsuhidayat. R., Jong, W de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. Hal. 403-413

Arikel lain

Page 7: Trauma Thoracal.pdf

01/11/12 Trauma Thorax

7/8bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=91:trauma-thorax&catid=39:refrat…

SMF Bedah - Lt. 3 RSUP NTB

Alamat: Jl. Pejanggik No. 6 Mataram Nusa Tenggara Barat - 83121.

Telp. (0370) 636800 | Fax. (0370) 636800

Email: [email protected].

Copy is right! © 2011.

Kelainan Kongenital GIT

Syok

Ca Colorectal

Link

IKABI

PABI

PABOI

IAUI

PERPEBSI

Popular News

Koledokolitiasis (Um)

Ileus Obstruksi ec Fibrosis. (Um)

Hernia Scrotalis Dextra Reponible (Um)

Hernia Scrotalis Irreponible (Um)

Hernia Scrotalis Inkarserata Dekstra (Um)

Go

Page 8: Trauma Thoracal.pdf

01/11/12 Trauma Thorax

8/8bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=91:trauma-thorax&catid=39:refrat…

Top