trauma omf
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 trauma omf
1/12
Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai jaringan keras dan lunak
wajah. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, mencakup kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik,
terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api. Trauma pada wajah sering mengakibatkan
terjadinya gangguan saluran pernafasan, perdarahan, luka jaringan lunak, hilangnya dukungan
terhadap fragmen tulang dan rasa sakit. Oleh karena itu, diperlukan perawatan kegawatdaruratanyang tepat dan secepat mungkin.1
Kecelakaan lalu lintas adalah penyebab dengan persentase yang tinggi terjadinya
kecacatan dan kematian pada orang dewasa secara umum dibawah usia 50 tahun dan angka terbesar
biasanya mengenai batas usia 21-30 tahun. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh
trauma maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Pasien dengan
kecelakaan lalu lintas yang fatal harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan dapat mengalami
cacat permanen. Oleh karena itu, diperlukan perawatan kegawatdaruratan yang tepat dan secepat
mungkin. 1
Cedera maksilofasial, juga disebut sebagai trauma wajah, meliputi cedera pada wajah, mulut dan
rahang. Hampir setiap orang pernah mengalami seperti cedera, atau mengetahui seseorang yang
memiliki.1
Sebagian besar fraktur yang terjadi pada tulang rahang akibat trauma maksilofasial dapat dilihat
jelas dengan pemeriksaan dan perabaan serta menggunakan penerangan yang baik. Trauma pada
rahang mengakibatkan terjadinya gangguan saluran pernafasan, perdarahan, luka jaringan
lunak,hilangnya dukungan terhadap fragmen tulang dan rasa sakit. Namun, trauma pada rahang
jarang menimbulkan syok dan bila hal tersebut terjadi mungkin disebabkan adanya komplikasi yang
lebih parah, seperti pasien dengan kesadaran yang menurun tidak mampu melindungi jalan
pernafasan dari darah, patahan gigi.1
Kedaruratan trauma maksilofasial merupakan suatu penatalaksanaan tindakan darurat pada orang
yang baru saja mengalami trauma pada daerah maksilofasial (wajah). Penatalaksanaan
kegawatdaruratan pada trauma maksilofasial oleh dokter umum hanya mencakup bantuan hidup
dasar (basic life support) yang berguna menurunkan tingkat kecacatan dan kematian pasien sampai
diperolehnya penanganan selanjutnya di rumah sakit. Oleh karena itu, para dokter umum harus
mengetahui prinsip dasar ATLS (Advance Trauma Life Support) yang merupakan prosedur-prosedur
penanganan pasien yang mengalami kegawatdaruratan.1
Prinsip-prinsip untuk mengobati patah tulang wajah adalah sama seperti untuk patah lengan atau
kaki. Bagian-bagian dari tulang harus berbaris (dikurangi) dan ditahan dalam posisi cukup lama
untuk memungkinkan mereka waktu untuk menyembuhkan. Ini mungkin membutuhkan enam
minggu atau lebih tergantung pada usia pasien dan kompleksitas fraktur itu.2
Menghindari cedera merupakan hal yang terbaik, ahli bedah mulut dan maksilofasial menganjurkan
penggunaan sabuk pengaman mobil, penjaga pelindung mulut, dan masker yang tepat dan helm
untuk semua orang yang berpartisipasi dalam kegiatan atletik di tingkat manapun.
-
7/28/2019 trauma omf
2/12
Klasifikasi Trauma Maksilofasial
Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu trauma jaringan keras wajah
dan trauma jaringan lunak wajah. Trauma jaringan lunak biasanya disebabkan trauma benda tajam,
akibat pecahan kaca pada kecelakaan lalu lintas atau pisau dan golok pada perkelahian.3
2.5.1 Trauma jaringan lunak wajah
Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena trauma dari luar.
Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan : 3,5
1. Berdasarkan jenis luka dan penyebab:
a. Ekskoriasi
b. Luka sayat, luka robek , luka bacok.
c. Luka bakar
d. Luka tembak
2. Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan
3. Dikaitkan dengan unit estetik
Menguntungkan atau tidak menguntungkan, dikaitkan dengan garis Langer.
Gambar 3. (A) Laserasi yang menyilang garis Langer tidak menguntungkan mengakibatkan
penyembuhan yang secara kosmetik jelek. B. Insisi fasial ditempatkan sejajar dengan garis Langer
2.5.2Trauma jaringan keras wajah
Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur tulang yang terjadi dan dalam hal
ini tidak ada klasifikasi yg definitif. Secara umum dilihat dari terminologinya, trauma pada jaringan
keras wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan : 3
1. Dibedakan berdasarkan lokasi anatomic dan estetik.a
a. Berdiri Sendiri : fraktur frontal, orbita, nasal, zigomatikum, maxilla, mandibulla, gigi dan
alveolus.
b. Bersifat Multiple : Fraktur kompleks zigoma, fronto nasal dan fraktur kompleks mandibula
Gambar 4. A. Fraktur kompleks zygomaticomaxillaris yang biasa kearah inferomedial. B. Stabilisasi
fraktur pada sutura zygomaticofrontalis
Gambar 5. Fraktur pada daerah mandibula : A. Dento-alveolar B. Kondilar C. Koronoid D. Ramus
E. Angulus F. Corpus G. Simfisis H. Parasimfisis
2. Berdasarkan Tipe fraktur :9
a. Fraktur simpel
-
7/28/2019 trauma omf
3/12
Merupakan fraktur sederhana, liniear yang tertutup misalnya pada kondilus, koronoideus, korpus
dan mandibula yang tidak bergigi.
Fraktur tidak mencapai bagian luar tulang atau rongga mulut. Termasukgreenstik fraktur yaitu
keadaan retak tulang, terutama pada anak dan jarang terjadi.
b. Fraktur kompoun
Fraktur lebih luas dan terbuka atau berhubungan dengan jaringan lunak.
Biasanya pada fraktur korpus mandibula yang mendukung gigi, dan hampir selalu tipe fraktur
kompoun meluas dari membran periodontal ke rongga mulut, bahkan beberapa luka yang parah
dapat meluas dengan sobekan pada kulit.
c. Fraktur komunisi
Benturan langsung terhadap mandibula dengan objek yang tajam seperti peluru yang
mengakibatkan tulang menjadi bagian bagian yang kecil atau remuk.
Bisa terbatas atau meluas, jadi sifatnya juga seperti fraktur kompoun dengan kerusakan tulang dan
jaringan lunak.
d. Fraktur patologis
keadaan tulang yang lemah oleh karena adanya penyakit penyakit tulang, seperti Osteomyelitis,
tumor ganas, kista yang besar dan penyakit tulang sistemis sehingga dapat menyebabkan fraktur
spontan.
3. Perluasan tulang yang terlibat 3,9
1. Komplit, fraktur mencakup seluruh tulang.
2. Tidak komplit, seperti pada greenstik, hair line, dan kropresi ( lekuk )
4 . Konfigurasi ( garis fraktur ) 7,9
1. Tranversal, bisa horizontal atau vertikal.
2. Oblique ( miring )
3. Spiral (berputar)
4. Komunisi (remuk)
5. Hubungan antar Fragmen 3
1.Displacement, disini fragmen fraktur terjadi perpindahan tempat
2. Undisplacement, bisa terjadi berupa :
a. Angulasi / bersudut
b. Distraksi
c. Kontraksi
-
7/28/2019 trauma omf
4/12
d. Rotasi / berputar
e. Impaksi / tertanam
Pada mandibula, berdasarkan lokasi anatomi fraktur dapat mengenai daerah : 8
a. Dento alveolarb. Prosesus kondiloideus
c. Prosesus koronoideus
d. Angulus mandibula
e. Ramus mandibula
f. Korpus mandibula
g.Midline/ simfisis menti
h. Lateral ke midline dalam regio insisivus
6. Khusus pada maksila fraktur dapat dibedakan :5,9
a. Fraktur blow-out(fraktur tulang dasar orbita)
b. Fraktur Le Fort I, Le Fort II, dan Le Fort III
c. Fraktur segmental mandibula
Gambar 6. (A). I Le Fort I, II Le Fort II, III Le Fort III (pandangan anterior) (B). I Le Fort I, II Le
Fort II, III Le Fort III (pandangan sagital)
2.6 Patofisiologi Trauma Maksilofasial1
Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa dikalikan dengan kuadrat
kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat deselerasi menghasilkan kekuatan yang
mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan rendah-dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar
atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilkan
karena jumlah gaya yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah berbeda
regional. Tepi supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang frontal memerlukan kekuatan
tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak rendah-force adalah semua yang diperlukan untuk
merusak zygoma dan tulang hidung.1
Patah Tulang Frontal : ini terjadi akibat dari pukulan berat pada dahi. Bagiananterior dan / atau
posterior sinus frontal mungkin terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi jika dinding
posterior sinus frontal retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.
Fraktur Dasar Orbital : Cedera dasar orbital dapat menyebabkan suatu fraktur yang terisolasi atau
dapat disertai dengan fraktur dinding medial. Ketika kekuatan menyerang pinggiran orbital, tekanan
intraorbital meningkat dengan transmisi ini kekuatan dan merusak bagian-bagian terlemah dari
-
7/28/2019 trauma omf
5/12
dasar dan dinding medialorbita. Herniasi dari isi orbit ke dalam sinus maksilaris adalah mungkin.
Insiden cedera okular cukup tinggi, namun jarang menyebabkan kematian.
Patah Tulang Hidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma langsung.7
Fraktur Nasoethmoidal (noes): akibat perpanjangan kekuatan trauma dari hidung ke tulang
ethmoid dan dapat mengakibatkan kerusakan pada canthus medial, aparatus lacrimalis, atau saluran
nasofrontal.1,7
Patah tulang lengkung zygomatic: Sebuah pukulan langsung ke lengkung zygomatic dapat
mengakibatkan fraktur terisolasi melibatkan jahitan zygomaticotemporal.1
Patah Tulang Zygomaticomaxillary kompleks (ZMCs): ini menyebabkan patah tulang dari
trauma langsung. Garis fraktur jahitan memperpanjang melalui zygomaticotemporal,
zygomaticofrontal, dan zygomaticomaxillary dan artikulasi dengan tulang sphenoid. Garis fraktur
biasanya memperpanjang melalui foramen infraorbital dan lantai orbit. Cedera mata serentak yang
umum.
Patah tulang rahang atas : ini dikelompokkan sebagai Le Fort I, II, atau III.9
Fraktur Le Fort I adalah fraktur rahang horizontal di aspek inferior rahang atas dan memisahkanproses alveolar dan langit-langit keras dari seluruh rahang atas. Fraktur meluas melalui sepertiga
bagian bawah septum dan termasuk sinus maksilaris dinding lateralis memperluas ke tulang palatina
dan piring pterygoideus.
Fraktur Le Fort II adalah fraktur piramida mulai dari tulang hidung dan memperluas melaluitulang lacrimalis; ke bawah melalui jahitan zygomaticomaxillary; terus posterior dan lateral melalui
rahang atas, bawah zygoma itu, dan ke dalam piring pterygoideus.
Fraktur Le Fort III atau dysjunction kraniofasial adalah pemisahan dari semua tulang wajah daridasar tengkorak dengan fraktur simultan dari zygoma, rahang, dan tulang hidung. Garis fraktur
meluas melalui tulang ethmoid posterolaterally, orbit, dan jahitan pterygomaxillary ke fosa
sphenopalatina.9
Fraktur mandibula: Ini dapat terjadi di beberapa lokasi sekunder dengan bentuk U-rahang dan
leher condylar lemah. Fraktur sering terjadi bilateral di lokasi terpisah dari lokasi trauma langsung.8
Patah tulang alveolar: Ini dapat terjadi dalam isolasi dari kekuatan rendah energi langsung atau
dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur melalui bagian alveolar rahang atas atau rahang bawah.1
-
7/28/2019 trauma omf
6/12
Fraktur Panfacial: Ini biasanya sekunder mekanisme kecepatan tinggi mengakibatkan cedera pada
wajah atas, midface, dan wajah yang lebih rendah.1
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa :
Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi terutama pada frakturmandibula.
Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur. Rasa nyeri pada sisi fraktur. Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas. Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi daerah fraktur. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran. Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan. Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi dibawah nervusalveolaris.
Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan pergerakan bolamata dan penurunan visus.3,10
2.8 Diagnosis
2.8.1 Anamnesa 1
Mendapatkan informasi tentang alergi, obat, status tetanus, riwayat medis dan bedah masa lalu,
merupakan hal yang paling terakhir, dan peristiwa seputar cedera. Aspek yang perlu
dipertimbangkan adalah sebagai berikut: bagaimana mekanisme cedera? Apakah pasien kehilangan
kesadaran atau mengalami perubahan status mental? Jika demikian, untuk berapa lama? Apakah
gangguan penglihatan, kilatan cahaya, fotofobia, diplopia, pandangan kabur, nyeri, atau perubahan
dengan gerakan mata? Apakah pasien mengalami tinnitus atau vertigo? Apakah pasien memiliki
kesulitan bernapas melalui hidung? Apakah pasien memiliki manifestasi berdarah atau yang jelas-
cairan dari hidung atau telinga?Apakah pasien mengalami kesulitan membuka atau menutup mulut?
Apakah ada rasa sakit atau kejang otot? Apakah pasien dapat menggigit tanpa rasa sakit, dan pasien
merasa seperti kedudukan gigi tidak normal? Apakah daerah mati rasa atau kesemutan pada wajah?
2.8.2 Pemeriksaan Fisik1,3
A. Inspeksi
Secara sistematis bergerak dari atas ke bawah :
Deformitas, memar, abrasi, laserasi, edema.
-
7/28/2019 trauma omf
7/12
Luka tembus. Asimetris atau tidak. Adanya Maloklusi / trismus, pertumbuhan gigi yang abnormal. Otorrhea / Rhinorrheaf. Telecanthus, Battle's sign, Raccoon's sign.
Cedera kelopak mata. Ecchymosis, epistaksisi. Defisit pendengaran. Perhatikan ekspresi wajah untuk rasa nyeri, serta rasa cemas
B. Palpasi
1. Periksa kepala dan wajah untuk melihat adanya lecet, bengkak, ecchymosis, jaringan hilang,luka, dan perdarahan, Periksa luka terbukauntuk memastikan adanya benda asing seperti pasir, batu
kerikil.
2. Periksa gigi untuk mobilitas, fraktur, atau maloklusi. Jika gigi avulsi, mengesampingkanadanya aspirasi.
3. Palpasi untuk cedera tulang, krepitasi, terutama di daerah pinggiran supraorbital daninfraorbital, tulang frontal, lengkungan zygomatic, dan pada artikulasi zygoma dengan tulang
frontal, temporal, dan rahang atas.
4. Periksa mata untuk memastikan adanya exophthalmos atau enophthalmos, menonjol lemak darikelopak mata, ketajaman visual, kelainan gerakan okular, jarak interpupillary, dan ukuran pupil,
bentuk,dan reaksi terhadap cahaya, baik langsung dan konsensual.
5. Perhatikan sindrom fisura orbital superior, ophthalmoplegia, ptosis danproptosis.6. Balikkan kelopak mata dan periksa benda asing atau adanya laserasi.7. Memeriksa ruang anterior untuk mendeteksi adanya perdarahan, sepertihyphema.8. Palpasi daerah orbital medial. Kelembutan mungkin menandakan kerusakan pada kompleksnasoethmoidal.
9. Lakukan tes palpasi bimanual hidung, bius dan tekan intranasal terhadap lengkung orbitalmedial. Secara bersamaan tekan canthus medial. Jika tulang bergerak, berarti adanya kompleks
nasoethmoidal yang retak.
10. Lakukan tes traksi. Pegang tepi kelopak mata bawah, dan tarik terhadap bagian medialnya. Jika"tarikan" tendon terjadi, bisa dicurigai gangguan dari canthus medial.
11. Periksa hidung untuk telecanthus (pelebaran sisi tengah hidung) atau dislokasi. Palpasi untukkelembutan dan krepitasi.
12. Periksa septum hidung untuk hematoma, massa menonjol kebiruan, laserasi pelebaran mukosa,fraktur, atau dislokasi, dan rhinorrhea cairan cerebrospinal.
13. Periksa untuk laserasi liang telinga, kebocoran cairan serebrospinal, integritas membrantimpani, hemotympanum, perforasi, atauecchymosis daerah mastoid (Battle sign).
-
7/28/2019 trauma omf
8/12
14. Periksa lidah dan mencari luka intraoral, ecchymosis, atau bengkak. Secara Bimanual merabamandibula, dan memeriksa tanda-tanda krepitasi atau mobilitas.
15. Tempatkan satu tangan pada gigi anterior rahang atas dan yang lainnya di sisi tengah hidung.16. Gerakan hanya gigi menunjukkan fraktur le fort I. Gerakan di sisi hidung menunjukkan fraktur Le Fort II atau III.17.
Memanipulasi setiap gigi individu untuk bergerak, rasa sakit, gingival dan pendarahan intraoral,
air mata, atau adanya krepitasi.
18. Lakukan tes gigit pisau. Minta pasien untuk menggigit keras pada pisau. Jika rahang retak,pasien tidak dapat melakukan ini dan akan mengalami rasa sakit.
19. Meraba seluruh bahagian mandibula dan sendi temporomandibular untuk memeriksa nyeri,kelainan bentuk, atau ecchymosis.
20. Palpasi kondilus mandibula dengan menempatkan satu jari di saluran telinga eksternal, sementarapasien membuka dan menutup mulut. Rasa sakit atau kurang gerak kondilus menunjukkan fraktur.
21. Periksa paresthesia atau anestesi saraf.32.9 Pemeriksaan Penunjang3
1. Wajah Bagian Atas :
CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D). CT-scan aksial koronal. Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepaladan X-ray kepala2. Wajah Bagian Tengah :
CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D). CT scan aksial koronal. Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi posisi waters dan posteroanterior(Caldwells), Submentovertek (Jughandles).
3. Wajah Bagian Bawah :
CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D. Panoramic X-ray. Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi :- Posteroanterior (Caldwells).
- Posisi lateral (Schedell).
- Posisi towne.
2.10 Penatalaksanaan3
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan kecurigaan trauma masilofasial yaitu meliputi :
1. Periksa kesadaran pasien.
2. Perhatikan secara cermat wajah pasien :
Apakah asimetris atau tidak. Apakah hidung dan wajahnya menjadi lebih pipih.3. Apakah ada Hematoma :
-
7/28/2019 trauma omf
9/12
a. Fraktur Zygomatikus
Terjadi hematoma yang mengelilingi orbita, berkembang secaracepat sebagai permukaanyang bersambungan secara seragam.
Periksa mulut bagian dalam dan periksa juga sulkus bukal atas apakah ada hematoma, nyeritekan dan krepitasi pada dinding zigomatikus.b.Fraktur nasal
Terdapat hematoma yang mengelilingi orbita, paling berat kearah medial.c. Fraktur Orbita
Apakah mata pasien cekung kedalam atau kebawah ? Apakah sejajar atau bergeser ? Apakah pasien bisa melihat ? Apakah dijumpai diplopia ? Hal ini karena :o Pergeseran orbitao Pergeseran bola matao Paralisis saraf ke VIo Edemad. Fraktur pada wajah dan tulang kepala.
Raba secara cermat seluruh bagian kepala dan wajah : nyeri tekan, deformitas, iregularitasdan krepitasi.
Raba tulang zigomatikus, tepi orbita, palatum dan tulang hidung,pada fraktur Le Fort tipe IIatau III banyak fragmen tulang kecil sub cutis pada regio ethmoid. Pada pemeriksaan ini jika rahang
tidak menutup secara sempurna berarti pada rahang sudah terjadi fraktur.
e. Cedera saraf
Uji anestesi pada wajah ( saraf infra orbita) dan geraham atas (saraf gigi atas).f. Cedera gigi
Raba giginya dan usahakan menggoyangkan gigi bergerak abnormal dan juga disekitarnya.2.11 Prosedur penatalaksanaan kegawatdaruratan trauma maksilofacial.11
Pada pasien dengan trauma hebat atau multiple trauma akan dievaluasi dan ditangani secara
sistematis, di titik beratkan pada penentuan prioritas tindakan berdasarkan atas riwayat terjadinya
kecelakaan dan derajat beratnya trauma.
1. Apakah Pasien dapat bernapas ?
Jika sulit : Ada obstruksi. Lidahnya jatuh kearah belakang atau tidak.
2.Curiga adanya Fraktur Mandibula.
Kait dengan jari tangan anda mengelilingi bagian belakang palatum durum, dan tarik tulang wajah
bag tengah dengan lembut kearah atas dan depan memperbaiki jalan napas dan
-
7/28/2019 trauma omf
10/12
sirkulasi mata. Reduksi ini diperlukan pengetahuan dan ketrampilan yang baik juga gaya yang besar
jika fraktur terjepit dan jika reduksi tidak berhasil lakukan Tracheostomi.
Untuk melepaskan himpitan tulang pegang alveolus maksilaris dengan forcep khusus (Rowes) atau forcep
bergerigi tajam yang kuat dan goyangkan.
3. Jika lidah atau rahang bawah jatuh ke arah belakangLakukan beberapa jahitan atau jepitkan handuk melaluinya,dan secara lembut tarik kearah depan,
lebih membantu jika posisi pasien berbaring, saat evakuasi sebaiknya dibaringkan pada salah satu
sisi
4. Jika cedera rahang yang berat dan kehilangan banyak jaringan
Pada saat mengangkutnya, baringkan pasien dengan kepalapada salah satu ujung sisi dan dahinya ditopang
dengan pembalut di antara pegangan.
5. Jika pasien merasakan lebih enak dengan posisi duduk
Biarkan posisi demikian mungkin jalan napas akan membaik dengan cepat ketika ia melakukannya. Hisap mulutnya dari
sumbatan bekuan darah. Jalan napas buatan (OPA, ETT) mungkin tidak membantu.
6. Jika hidungnya cedera parah dan berdarah
Hisap bersih (suction) dan pasang NPA atau pipa karet tebalyang sejenis ke satu sisi.
Jika terjadi perdarahan : Ikat pembuluh darah yang besar atau jika terjadi perdarahan yang sulit gunakan
tampon yang direndam adrenalin yang dipakai untuk ngedep perdarahan yang hebat. Tampon post
nasal selalu dapat menghentikan perdarahan. Jika perlu gunakan jahitan hemostasis sementara.
Tujuan Perawatan pasien trauma maksilofasial :
a. Memperbaiki jalan napas.b. Mengontrol perdarahan.c. Dapat menggigit secara normal reduksi akan sempurna.d. Cegah deformitas reduksi pada fraktur hidung dan zigoma7. Pemeriksaan Intra Oral.
Yang harus di perhatikan pada saat melakukan pemeriksaan intra oral adalah adanya floating pada
susunan tulang-tulang wajah, seperti :
Mandibular floating. Maxillar floating. Zygomaticum floatingYang dimaksud dengan floating disini adalah keadaan dimana salah satu dari struktur tulang diatas
terasa seperti melayang saat dilakukan palpasi, jika terbukti adanya floating, berarti ada kerusakan
atau fraktur pada tulang tersebut.3
Pasien dengan trauma maksilofasial harus dikelola dengan segera, dimana dituntut tindakan
diagnostik yang cepat dan pada saat yang sama juga diperlukan juga tindakan resusitasi yang cepat.
Resusitasi mengandung prosedur dan teknik terencana untuk mengembalikan pulmonary alveolaris
ventilasi, sirkulasi dan tekanan darah yang efektif dan untuk memperbaiki efek yang merugikan
lainnya dari trauma maksilofasial. Tindakan pertama yang dilakukan ialah tindakan Primary Survey
-
7/28/2019 trauma omf
11/12
yang meliputi pemeriksaan vital sign secara cermat, efisien dan cepat. Kegagalan dalam melakukan
salah satu tindakan ini dengan baik dapat berakibat fatal.11
Jadi secara umum dapat disimpulkan, penderita trauma maksilofasial dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Kelompok perlukaan maksilofasial sekunder pada relative trauma kecil, misalnya dipukul atauditendang, dapat di terapi pada intermediate atau area terapi biasa pada ruang gawat darurat.
2. Kelompok perlukaan maksilofasial berat sekunder kedalam trauma tumpul berat, misalnya
penurunan kondisi secara cepat dari kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian, harus diterapi
di tempat perawatan kritis pada instalasi gawat darurat :
1.Trauma maksilofasial berat harus di rawat di ruang resusitasi atau kritis area diikuti dengan teknik
ATLS
2.Yakinkan dan jaga potensi jalan napas dengan immobilisasi tulang leher.
a. Setengah duduk jika tidak ada kecurigaan perlukaan spinal, atau jika penderita perlu
melakukannya.
b. Jaw trush dan chin lift.
c. Traksi lidah : Dengan jari, O-slik suture atau dengan handuk
3. Endotrakel intubasi : oral intubasi sadar atau RSI atau krikotiroidotomi
4. Berikan oksigenasi yang adekuat .
5.Monitor tanda vital setiap 5 10 menit, EKG, cek pulse oximetry.
6. Pasang 1 atau 2 infus perifer dengan jarum besar untuk pengantian cairan.
7. Laboratorium : Crossmatch golongan darah, darah lengkap, ureum /elektrolit / kreatinin.
8. Fasilitas penghentian perdarahan yang berlangsung.
a. Penekanan langsung. Jepitan hidung,Tampon hidung atau tenggorokan.
b. Bahan haemostatic asam tranexamid (cyclokapron). Dosis : 25mg/kg BB IV bolus pelan selama 5 10 menit.3,11
Beberapa pegangan pada bedah plastik dapat digunakan dalam menangani trauma dan luka pada
wajah :
1. Asepsis.
2. Debridement, bersihkan seluruh kotoran dan benda asing.
3. Hemostasis, sedemikian rupa sehingga setetes darah pun tidak bersisa sesudah dijahit.
4. Hemat jaringan, hanya jaringan yang nekrosis saja yang boleh dieksisi dari pinggir luka.
5. Atraumatik, seluruh tindakan bedah dengan cara dan bahan atraumatik.
6. Approksimasi, penjahitan kedua belah sisi pinggir luka secara tepat dan teliti.
7. Non tensi, tidak boleh ada tegangan dan tarikan pinggir luka sesudah dijahit. Benang hanya
berfungsi sebagai pemegang
8. Eksposure, luka sesudah dijahit sebaiknya dibiarkan terbuka karena penyembuhan dan perawatan
luka lebih baik, kecuali ditakutkan ada perdarahan di bawah luka yang harus ditekan (pressure)3.
-
7/28/2019 trauma omf
12/12
Primary Survey
Pengelolaan trauma memerlukan kejelasan dalam menetapkan prioritas. Tujuannya adalah segera
mengenali cedera yang mengancam jiwa pasien. Seperti Obstruksi jalan nafas, cedera dada dengan
kesukaran bernafas, perdarahan berat eksternal dan internal, dan cedera abdomen. Ingat hanya
dilakukan selama 2-5 menitlewat dari situ semoga beliau diterima disisiNya dan dan
beristirahat dengan damai RIP
Yang termasuk dalam survey primer (pemeriksaan pertama) adalah:
ABCDE ( Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
Airway : menilai jalan nafas, apakah pasien bisa bernafas??? Kalo ngga bisa. Periksa rongga
mulutnya, mana tau ada gigi palsu, sampah, ato sejenisnya yang menghalangi jalan nafas pasien.
Setelah itu dapat dilakukan Chin lift(pengangkatan dagu) atau jaw Thrust (pengungkitan rahang),
suction seluruh cairan dan darah dari rongga mulutnya, bila perlu lakukan intubasi trachea(apabila
anda berkompetensi melakukannya silahkan bila tidaksegera telpon ambulance)
Breathing : menilai pernafasan, jika pasien masi sadar dan dapat berbicaramaka jlan nafas dan
pernafasan baik. Apabila tidak maka perlu dinilai ulang:
Apakah ada rongga dada yang terluka?? Segera tutup jika ada luka robek pada dinding dada,
selanjutnya bantu dengan pernafasan buatan.
Circulation : menilai sirkulasi peredaran darah, hentikan perdarahan eksternal.
Lakukan penekanan untuk menghentikan perdarahan sementara.
Disability : menilai kesadaran dengan cepat, bagaimana respon pasien terhadap nyeri. Sadar atau
tidak? Ingaaat!!! Ngga dianjurkan untuk mengukur dengan GCSkenapa???
Lamaaaaaaaaa!!!!!!! Cara yang paling cepat dan jelas yakni AVPU: Awake, Verbal(respon bicara),
Pain (respon Nyeri), Unrespond (tidak ada respon sama sekali).
Exposure: menilai keseluruhan tubuh.jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, segera
lakukan immobilisasi inline
Selama dilakukan Primary Survey diatas.jangan lupa untuk segera memanggil Ambulance ke
lokasi kejadian. Karena Secondary Survey biasanya dilakukan dirumah sakit oleh orang2 lebih
berkompeten yang juga memiliki sarana dan prasarana yang lebih memadai.