trauma basa
DESCRIPTION
wewTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting
untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra
penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata
merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem
pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak
retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih
sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan
pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan
dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk
mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan
kebutaan.1
Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah
banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula,
juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah
pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai
mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan
terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel,
senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya.1
Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama
pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian
1
trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita.
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau
menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata:
palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.
Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.2
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya
berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas
trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis.
Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta
jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ struktural mata
sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non-
ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi,
perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah
atrofi dari struktur jaringan bola mata.2
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti
untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang
disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah
selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit
lamp, oftalmoskopi direk maupun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG,
maupun CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat
ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.2
Trauma basa merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk
kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7.2
2. Epidemiologi
Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan
penglihatan bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab
kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah
dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3
sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma
okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami
penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera
mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika
Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di
rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.2
3. Anatomi Mata
Mata merupakan organ penglihatan primer. Manusia memiliki dua buah
bola mata yang terletak di dalam rongga orbita yang dikelilingi tulang-tulang
3
yang membentuk rongga orbita. Selain itu juga terdapat jaringan adneksa mata
yaitu; palpebra, sistem lakrimalis, konjungtiva, otot-otot ekstraokular, fasia, lemak
orbital, pembuluh darah, dan serat saraf.3,4
Kelopak mata atau palpebra yang terdiri atas palpebra superior dan
inferior mempunyai fungsi melindungi bola mata terhadap trauma, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata. Setiap kelopak
terdiri dari bagian anterior (kulit, folikel rambut, m. orbikularis, dan m. levator
palpebralis superior) dan bagian posterior (tarsus dan konjungtiva palpebralis).
Sistem lakrimal mata terdiri dari sistem sekresi yang diperankan oleh glandula
lakrimalis yang terletak di temporoanterosuperior rongga orbita dan sistem
ekskresi yang dimulai dari pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, duktus
nasolakrimal, dan berakhir di meatus nasi inferior. Konjungtiva merupakan
membran yang menutupi permukaan luar bola mta dan kelopak bagian belakang.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu; konjungtiva palpebra, konjungtiva
bulbi, dan konjungtiva forniks. 3,4
Bola mata berbentuk bulat yang terdiri dari 3 lapisan yaitu:3,4
a. Lapisan jaringan ikat yang terdiri dari kornea di bagian depan dan sklera
di bagian belakang yang merupakan pembungkus dan pelindung isi bola
mata. Kornea merupakan selaput bening mata yang bersifat transparan
yang tembus cahaya yang mempunyai kelengkungan yang lebih besar
dibanding sklera. Kornea teridiri dari 5 lapisan yaitu; epitel, membran
Bowman, stroma, membran descement, dan endotel. Sklera merupakan
bagian bola mata yang berwarna putih dengan tebal + 1 mm yang
mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi tekanan bola mata.
4
b. Lapisan vaskular (uvea), yang terdiri atas iris dan badan silir dibagian
depan dan koroid di bagian belakang. Uvea mengandung banyak
pembuluh darah yang diperdarahi oleh arteri siliaris anteror dan posterior.
Persarafan uvea berasal dari ganglion siliar yang mengandung serat saraf
sensoris, motorik, dan otonom.
c. Lapisan dalam (lapisan neuroreseptor/ retina), yang terdiri dari 10 lapisan
yang menerima rangsangan cahaya kemudian mengubahnya dan
menghantarkannya ke pusat penglihatan di lobus occipitalis.
Media refraksi bola mata dari depan ke belakang meliputi kornea, bilik
mata depan, pupil, bilik mata belakang, lensa, corpus vitreus, dan retina. Otot-otot
penggerak bola mata terdiri dari; m. rektus superior, m. rektus inferior, m. rektus
lateralis, m. rektus medialis, m. oblik superior, dan m. oblik inferior.3,4
Secara klinis bola mata juga terdiri dari 2 segmen, yaitu segmen anterior
yang merupakan semua struktur bola mata yang terletak di depan lensa dan
segmen posterior yang merupakan struktur yang terletak dibelakang lensa.3,4
4. Patofisiologi
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata
apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma
basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea,
camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan
kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai
dengan dehidrasi.5,6
5
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel
jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan persabunan disertai
dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat persabunan membrane sel
akan mempermudah penetrasi lebih lanjut dari pada alkali. Mukopolisakarida
jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau
keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati.
Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam
stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan masuknya pembuluh
darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membrane sel basal epitel kornea rusak
akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan
berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen activator.
Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase
yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan
penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan tukak kornea dan dapat terjadi
perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan
puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya tukak pada kornea mulai
terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan tukak berhenti hanya bila
terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea.
Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan
fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar
glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan
penting dalam pembentukan jaringan kornea.5,6
6
Teori terbentuknya kolagenase :5,6,7
Pada defek epitel kornea plasminogen activator yang terbentuk merubah
plasminogen menjadi plasmin.
Plasmin melaui C3a mengeluarkan faktor hemostaktik untuk leukosit
polimorfonuklear (PMN)
Kolagenase laten berubah menjadi kolagenase aktif akibat terdapatnya
tripsin, plasmin ketepepsin.
Kolagenase aktif dapat juga berasal dari tukak kornea.
Keratosit juga membentuk kolagenase akif melalui kolagenase laten.
Perjalanan penyakit trauma alkali :5,6,7
Keadaan akut yang terjadi ada minggu pertama :
Sel membrane rusak.
Bergantung pada kuatnya alkali akan mengakibatkan hilangnya epitel,
keratosit, saraf kornea dan pembuluh darah.
Terjadi kerusakan komponen vascular iris, badan siliar dan epitel lensa,
trauma berat akan merusak sel goblet konjungtiva bulbi.
Tekanan intra ocular akan meninggi.
Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar
Kornea keruh dalam beberapa menit.
Terjadi infiltrasi segera sel polimorfonuklear, monosit dan fibroblast
Keadaan minggu kedua dan ketiga :
Mulai terjadi regenerasi sel epitel konjugtiva dan kornea.
Masuknya neovaskularisasi ke dalam kornea diserta dengan sel radang.
Kekeruhan pada kornea akan mulai menjernih kembali,
7
Sel penyembuhan berbentuk invasi fibroblast memasuki kornea.
Terbentuknya kolagen.
Trauma alkali berat akan membentuk jaringan granulasi pada iris dan
badan siliar sehingga terjadi fibrosis.
Keadaan pada minggu ketiga dan selanjutnya :
Terjadi vaskularisasi aktif sehingga seluruh kornea tertutup oleh pembuluh
darah.
Jaringan pembuluh darah akan membawa bahan nutrisi dan bahan
penyembuhan jaringan seperti protein dan fibroblast.
Akibat terdapatnya jaringan dengan vaskularisasi ini, tidak akan terjadi
perforasi kornea.
Mulai terjadi pembetukan panus pada kornea.
Endotel yang tetap sakit akan mengakibatkan edema kornea.
Terdapat membaran retrokornea, iristis, dan membrane siklitik.
Dapat terjadi kerusakan permanen saraf kornea dengan gejala-gejala
seperti tekanan bola mata mata dapat rendah atau tinggi.
8
Kelainan pada jaringan lain akibat trauma alkali :5,6,7
Kelopak Mata :
Trauma alkali akan membentuk jaringan parut pada kelopak.
Margo palpebra rusak sehingga mengakibatkan gangguan ada break up
time air mata.
Lapisan air pada depan kornea atau tear film menjadi tidak normal.
Terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesori air mata
yang mengakibatkan mata menjadi kering.
Konjungtiva :
Terjadi kerusakan pada sel goblet.
Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang daya basahnya pada setiap
kedipan kelopak. Dapat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang
akan menarik bola mata sehingga pergerakan mata menjadi terbatas.
Akibat terjadinya simblefaron penyebaran air mata menjadi tidak merata.
9
Terjadi pelepasan kronik daripada epitel kornea.
Terjadi keratinisasi (pertandukan) epitel kornea akibat berkurangnya
mucin.
Lensa :
Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.
5. Etiologi
Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara
lain :5,6,7
Semen
Soda kuat
Amonia
NaOH
CaOH
Cairan pembersih dalam rumah tangga
Bahan alkali Amonia merupakan gas yang tidak berwarna, dipakai sebagai
bahan pendingin lemari es, larutan 7% ammonia dipakai sebagai bahan
pembersih. Pada konsentrasi rendah ammonia bersifat merangsang mata. Amonia
larut dalam air dan lemak, hal ini dangat merugikan karena kornea mempunyai
komponen epitel yang lipofilik dan stroma yang hidrofilik. Amonia mudah
merusak jaringan bagian dalam mata seperti iris dan lensa. Amonia merusak
stroma lebih sedikit disbanding dengan NaOH dan CaOH. pH cairan mata naik
beberapa detik setelah trauma.5
Bahan alkali lainnya adalah NaOH dan Ca(OH)2. NaOH dikenal sebahai
kausatik soda. NaOH dipakai sebagai pembersih pipa. pH cairan mata naik
10
beberapa menit sesudah trauma akibat NaOH. Ca(OH)2 memiliki daya tembus
yang kurang pada mata. Hal ini akibat terbentuknya sabun kalsium pada epitel
kornea. pH cairan mata menjadi normal kembali sesudah 30 sampai 3 jam
pascatrauma.5
6. Diagnosis
Pemeriksaan awal pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Sering sekali pasien menceritakan telah tersiran cairan atau tersemprot gas
pada mata atau pastikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Tanyakan kepada
pasien apa persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut
(misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi).2
Secara umum, pada anamneses dari kasus trauma mata perlu diketahui
apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari
penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba.
Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Dan
harus dicurigai adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat salah
satunya apabila trauma terjadi akibat ledakan.2,6,7
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena
zat sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat
anestesi topical boleh digunakan untuk membantu pasien lebih nyaman dan
kooperatif. Setalah dilakukan irigasi, pemeriksaan mata yang seksama dilakukan
11
dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea,
derajat iskemik limbus dan tekanan intra okuli.2
Pada kasus trauma basa dapat dijumpai kerusakan kornea yaitu terjadi
kekeruhan kornea, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan
kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang serta perforasi kornea.
Apabila trauma basa tersebut mengakibatkan penetrasi kedalam intraokuler dapat
kita jumpai adanya komplikasi katarak, glaukoma sekunder dan kasus berat ptisis
bulbi. Kelainan lain yang dapat dijumpai yaitu pada palpebra berupa jaringan
parut pada palpebra dan sindroma mata kering. Pada konjungtiva dapat dijumpai
adanya simbleparon.2
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam kasus trauma basa
mata adalah pemeriksaan pH bola mata secara berkala. Irigasi pada mata harus
dilakukan sampai tercapai pH netral. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan
lup atau slit lamp yang bertujuan untuk mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan
oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula
dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengatahui tekanan intraocular.2
7. Diagnosis Differensial
Diagnosa differenisal dari trauma basa pada mata adalah :6
Konjugtivitis
Konjugtivitis hemoragik akut
Keratokunjugtivitis sicca
Ulkus kornea
Dan lain-lain
12
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan utama
dalam mengatasi kasus trauma okular adalah :2,5
Memperbaiki penglihatan.
Mencegah terjadinya infeksi.
Mempertahankan arsitektur mata.
Mencegah sekuele jangka panjang.
Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak
membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti. Tatalaksana trauma kimia
mencakup:
Penatalaksanaan Emergency6
Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak
mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus konjungtiva
yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau yang setara)
harus digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata
menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama,
paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat
diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa
(lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran
yang konstan.
Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan
material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat
13
menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva
bulbi, dan konjungtiva forniks.
Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga
dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan
artificial tear (air mata buatan).
Penatalaksanaan Medikamentosa
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian
obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7
hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk
mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus
kornea.4,6
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil.
Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan
menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid
hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason
0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat
diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur
oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam.
Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
14
Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan
intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan
secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil
dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal
dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan
mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam
selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7
hari setelah trauma.
Pembedahan6
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk
revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan mengembalikan
kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus
kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau
dar donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea
menjadi normal.
Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
15
Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode
berikut:
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands
dan simblefaron dengan cara conjunctival auto-grafting atau limbal auto-
grafting dan amniotic membrane grafting.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini
untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat
dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.
9. Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan
jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa
pada mata antara lain :2,5,6
1. Simblefaron, adalah perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks. Jenis simblefaron:
Simblefaron partialis anterior (perlengketan antara
konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi atau kornea,
simblefaron partialis posterior ( perlengketan antara konjungtiva forniks),
dan simblefaron totalis ( perlengketan antara konjungtiva palpebra, bulbi
dan forniks). Gejala dari simblefaron yaitu gerak mata terganggu, diplopia,
lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu. Simblefaron di
hilangkan dengan cara conjunctival auto-grafting atau limbal auto-grafting
16
dan amniotic membrane grafting. Conjunctival graft : suatu free graft
biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai dengan besar luka dan
kemudian dipindahkan dan dijahit. Membran amniotik transplantasi
(AMT) telah dilakukan sebagai terapi untuk berbagai gangguan
permukaan okular dan dikenal untuk menjadi sangat efektif dalam
mempromosikan re-epithelialization maupun menekan peradangan.
Membran amniotik menyediakan membran dasar baru yang membantu
dalam migrasi sel-sel epitel, memperkuat adhesi sel epitel basal,
mempromosikan diferensiasi epitel dan mencegah kerusakan epitel. Itu
juga turun-mengatur TGF-beta sinyal, bertanggung jawab untuk fibroblast
aktivasi dalam penyembuhan luka. Ini menghambat proliferasi fibroblast
dan mencegah subconjunctival fibrosis, dan karenanya terulangnya
symblepharon. Selain itu, penolakan korupsi tidak mungkin, karena
membran amniotik tidak mengungkapkan antigen HLA-A, -B atau -DR. 9,10
Gambar pre dan post operasi limbal grafting 9
17
Foto-foto menampilkan rekonstruksi forniks setelah symblepharon lysis dan
AMT. (A) ringan symblepharon dihasilkan dari konjungtivitis cicatricial kronis.
(B) dalam dan noninflamed forniks, 20 bulan setelah symblepharon lysis,
intraoperatif MMC dan AMT menggunakan fibrin lem. Symblepharon (C)
moderat akibat luka bakar kimia. (D) sama mata 23 bulan setelah symblepharon
lysis, intraoperatif MMC, AMT menggunakan lem fibrin dan penahan jahitan. (E)
symblepharon parah akibat luka bakar kimia. (F) Twenty-tiga bulan setelah
symblepharon lysis, intraoperatif MMC administrasi, AMT menggunakan lem
fibrin dan penahan jahitan. Prosedur ini diperbolehkan allograft sukses
keratolimbal10
18
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler.
3. Sindroma mata kering
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan
pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini
dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar
masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup
6. Entropion dan phthisis bulbi
Gambar Simblefaron
Gambar Phthisis bulbi
19
10. Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab
trauma tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.
Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva
memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia
ditunjukkan dengan gambaran “cooked fish eye” dimana prognosisnya adalah
yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.4
Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra
dapat menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi).
Reaksi inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya
glaukoma sekunder.4
Gambar Cooked Fish Eye Appearance4
11. Klasifikasi
Klasifikasi Huges 5,8
20
Ringan:
Prognosis baik
Terdapat erosi epitel kornea
Pada kornea terdapat kekeruhan yang ringan
Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
Sedang :
Prognosis baik
Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil secara
terperinci
Terdapat iskemia dan nekrosis ringan pada kornea dan konjungtiva
Sangat berat :
Prognosis buruk
Akibat kekeruhan kornea pupil tidak dapat dilihat
Konjungtiva dan sclera pucat
Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas :6
Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat
baik)
Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia
limbus < sepertiga (prognosis baik)
Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai
setengah
Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah
(prognosis sangat buruk)
21
Klasifikasi Thoft 5,8
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:
Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea
Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%
Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan parut tanpa
terdapatnya neovaskularisasi kedalam kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4
membutuhkan waktu sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.
22
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara lain trauma
tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia, dan trauma radiasi.
Trauma kimia basa mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan
menembus kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat,
sehingga berakhir dengan kebutaan.
Trauma basa adalah trauma kimia yang disebabkan zat basa dengan pH>7.
Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara
lain Semen, Soda kuat, Amonia, dan Cairan pembersih dalam rumah
tangga
Tindakan bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi
dengan garam fisiologik selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan
paling sedikit 60 menit setelah trauma. Penderita diberi sikloplegia,
antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1
minggu trauma basa, diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang
terbentuk pada hari ketujuh.
Penyulit yang dapat terjadi ada trauma basa mata adalah simblefaron,
kekeruhan kornea, edema, dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai
dengan ptisis bola mata.
Pada rauma alkali biasanya prognosisnya tidak terlalu baik dan tergantung
pada kerusakan yang terjadi.
23
2. Saran
Untuk mencegah terjadinya trauma mata, hendaknya :
1. Menghindari perkelahian
2. Memakai alat pelindung saat bekerja
3. Setiap pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia, mengerti bahan apa
yang ada di tempat kerjanya.
4. Pada pekerja las, memakai kaca mata
5. Awasi anak yang sedang bermain.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Trudo Edward W, Wiliam Rimm. Ophthalmic Care of the Combat Casualty-
Chemical Injuries of the eye.Washington: Hal 115-135.
2. Kedokteran Islam. Trauma pada Bulbus Okuli. [cited 20 Juni 2013].
Available at : http://ackogtg.wordpress.com/2009/11/20/trauma-pada-bulbus-
oculi/
3. Khurana AK. Ocular Injuries. Comprehensive Ophtalmology. Edisi keempat.
2007. New Delhi: New Age Internasional Limited. Hal: 414-16
4. Lang GK. Ocular Trauma. Opthalmology. A Short Textbook. 2000. New York:
Thieme Stuttgat. Hal 517-22
5. Ilyas, H. Sidarta. Luka Bakar Kimia. Kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit
Mata. Cetakan Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 29-36
6. Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Edisi ketujuh. 2011.
Philadelphia: Elseiver. Hal: 864-68
7. Riorda-Eva, P. Trauma Mata dan Orbita. Vaughan, Asbury Oftalmologi
Umum, Edisi 17. 2007. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 372-78
8. Ahmed Noman Nazir. Chemical Injuries to Eyes. Professional Med J Dec
2006; 13(4): 572-576.
9. Grover Ashok Kr, Pracheer R. Agarwal, Rituparna Baruah, Shaloo Bageja.
Surgical Techniques for Management of Symblepharon: A Retrospective
Study. AIOC. 2009:423-424
25