translate ttg paru

11
Pengobatan dan Hasil Informasi detail seputar manejemen ARDS dibahas pada bab ini dan dapat dijumpai di bab lain (bab 145) serta review-review yang sedang banyak dibahas saat ini. Meskipun demikian, beberapa aspek dasar perawatan wajib dipahami. Pertama dan yang paling utama, manejemen klinik bersifat mendukung. Terapi khusus bertujuan untuk mengameliorasi luka pada paru-paru atau akselerasi pemulihan yang tak kunjung membaik. Perawatan fokus pada penggunaan mekanisme ventilasi dan disesuaikan untuk mempertahankan pertukaran gas yang cukup sementara meminimalisir efek berbahaya dari konsentrasi oksigen yang tinggi, volume tidal yang tinggi, dan tekanan udara yang tinggi, yang mana semua ini dapat menginduksi trauma akut lanjutan pada paru-paru. Segala usaha harus dilakukan untuk mengurangi FIO2 hingga 0.6 atau kurang dari 0.6, yang mampu menerima saturasi arteri lebih dari 90 persen dan menggunakan PEEP untuk membentuk area atelektasis paru serta meningkatkan oksigenasi. Pola ventilasi ‘peregangan rendah’ harus digunakan dengan cara menggunakan volume tidal kurang dari atau sama dengan 6 ml/ kg dan batasan tekanan nafas maksimum kurang dari atau sama dengan 30 cm H2O. Strategi ventilasi ini (yang wajib dokter harus patuhi) telah terbukti dapat mengurangi angka kematian yang terkait dengan ARDS. Menghirup oksida nitrat menyebabkan vasodilitasi pembuluh darah yang mensuplai darah pada area paru yang berventilasi baik dan telah terbukti dapat mengurangi fraksi yang tidak sesuai dan

Upload: ginarsih-hutami

Post on 09-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

JAMUR PARU

TRANSCRIPT

Page 1: Translate Ttg Paru

Pengobatan dan Hasil

Informasi detail seputar manejemen ARDS dibahas pada bab ini dan dapat dijumpai di bab

lain (bab 145) serta review-review yang sedang banyak dibahas saat ini. Meskipun

demikian, beberapa aspek dasar perawatan wajib dipahami. Pertama dan yang paling

utama, manejemen klinik bersifat mendukung. Terapi khusus bertujuan untuk

mengameliorasi luka pada paru-paru atau akselerasi pemulihan yang tak kunjung

membaik. Perawatan fokus pada penggunaan mekanisme ventilasi dan disesuaikan untuk

mempertahankan pertukaran gas yang cukup sementara meminimalisir efek berbahaya

dari konsentrasi oksigen yang tinggi, volume tidal yang tinggi, dan tekanan udara yang

tinggi, yang mana semua ini dapat menginduksi trauma akut lanjutan pada paru-paru.

Segala usaha harus dilakukan untuk mengurangi FIO2 hingga 0.6 atau kurang dari 0.6, yang

mampu menerima saturasi arteri lebih dari 90 persen dan menggunakan PEEP untuk

membentuk area atelektasis paru serta meningkatkan oksigenasi. Pola ventilasi

‘peregangan rendah’ harus digunakan dengan cara menggunakan volume tidal kurang dari

atau sama dengan 6 ml/ kg dan batasan tekanan nafas maksimum kurang dari atau sama

dengan 30 cm H2O. Strategi ventilasi ini (yang wajib dokter harus patuhi) telah terbukti

dapat mengurangi angka kematian yang terkait dengan ARDS.

Menghirup oksida nitrat menyebabkan vasodilitasi pembuluh darah yang mensuplai darah

pada area paru yang berventilasi baik dan telah terbukti dapat mengurangi fraksi yang

tidak sesuai dan meningkatkan oksigenasi pada pasien yang menderita ARDS parah.

Sayangnya, dampak yang menguntungkan ini hanya sebentar saja, dan sejumlah uji klinis

fase III yang menunjukan dampak berarti pada durasi ventilasi mekanis atau kematian

pasien dinyatakan gagal. Hal yang sama juga terjadi pada kasus yang satu ini.

Menempatkan pasien pada posisi rawan dapat meningkatkan oksigenasi, akan tetapi

hingga saat ini belum menunjukan dampak pada kelangsungan hidup.

Obat penenang harus diberikan untuk tetap membuat pasien merasa nyaman dan

memperkenalkan pernafasan yang sinkron dengan bantuan ventilator. Pasien dalam

kondisi tidak sadar terkadang diperlukan dalam situasi akut hipoksemia yang bersifat

mengancam jiwa atau hiperkania. Akan tetapi penggunaan neuromuscular dalam kurun

Page 2: Translate Ttg Paru

waktu yang lama sangat tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan risiko miopati yang

bersifat melemahkan.

Meskipun mendapatkan perawatan dukungan yang baik, kematian akibat ARDS mencapai

30 persen. Angka kematian lebih banyak dari kalangan para lansia dan mereka yang

mengalami gagal sistem organ. Di sisi lain, pasien dengan trauma pada paru-parunya akibat

TRALI cenderung mengalami prognosis.

Trauma Saraf Phrenic dan Disfungsi Diafragma

Trauma saraf phrenic merupakan bentuk komplikasi CABG. Sebelumnya, komplikasi

muncul akibat penggunaan es lumpur garam yang ditempatkan di pericardium untuk

mendinginkan topical jantung. Cedera termal menyebabkan kedua demielinasi dan

degenerasi aksonal saraf dengan perlambatan konduksi serta aktivasi diafragma yang

dipasangkan. Penggunaan teknik pendinginan topical jauh dari nyaman karena adanya

potensi terjadinya komplikasi seperti ini. Namun, saraf frenikus juga bisa terluka oleh

traksi, iskemia, penggunaan diathermy, atau lintang selama pencabutan sternum dan

permanenan arteri mamaria interna. Cidera saraf frenikus unilateral biasanya melibatkan

saraf frenikus kiri dan sebanyak 10 persen pasien telah menjalani CABG. Cidera saraf

frenikus bilateral dilaporkan sering terjadi dengan banyaknya kasus sekitar 1 hingga 3

persen dari total kasus penggunaan cardioplegia topical. Kini kasus tersebut menjadi

langka. Cidera saraf frenikus tidak hanya terbatas untuk CABG, melainkan juga dapat

dijumpai pada kasus jantung, bedah thoraric, operasi leher, dan transplatasi hati.

Meskipun biasanya tidak menjadi hal yang penting untuk pasien yang sehat, kelumpuhan

diafragma unilateral dapat menyebabkan gangguan pernafasan yang signifikan pada pasien

yang menderita penyakit paru-paru kronis sebelumnya atau pada pasien marginal. Pada

pasien dengan COPD, misalnya, durasi ventilasi mekanis pasca operasi dan tingkat re-

intubasi lebih tinggi daripada mereka yang tidak menderita cidera saraf frenikus unilateral

plus CABG. Hasil kelumpuhan diafragma bilateral dapat ditandai dari fungsi paru dan

seringnya dapat menyebabkan gagal nafas. Dalam pengaturan yang tepat, dugaan adanya

cidera saraf frenikus muncul ketika sedang mencoba manyapih pasien pascaoperasi dari

ventilasi mekanik pada progresif hypercapnia atalektasis. Secara spontan pasien akan

Page 3: Translate Ttg Paru

sering mengeluh mengalami othopnea yang dapat disalah-artikan oleh dokter sebagai

indikasi CHF. Namun, othopnea sebenarnya muncul karena adanya gangguan lebih lanjut

pada fungsi diafragma akibat hilangnya gravitasi ketika pasien dalam posisi terlentang.

Detektor pernafasan thoracoabdominal paradox-gerakan perut dengan ekspansi simultan

thorax- merupakan petunjuk yang dipasang di samping tempat tidur dan penting untuk

pasien yang menderita kelumpuhan diafragma bilateral. Hasil radiografi dada juga

mungkin memegang peranan penting di mana radiografi dada ini dapat menunjukan

elevasi, baik elevasi unilateral maupun elevasi bilateral pada diafragma yang menyertai

atelektasis basilar. Namun, temuan ini tidak diperuntukan bagi pasien dengan cidera saraf

frenikus karena adanya distensi abdomen. Berkurangnya tekanan inspirasi maksimum

yang terlihat pada mulut merupakan indikasi lain yang cukup sensitif, tapi tidak tergolong

sebagai indikasi disfungsi diafragma yang signifikan.

Kelumpuhan diafragma unilateral dapat diagnosis dengan cepat melalui pemeriksaan

fluoroskopik yang mana dengan pemeriksaan ini dapat diketahui gerakan ke atas paradox

dari hemidiafragma sebagai dampak dari respirasi maksimal (contoh mengendus).

Situasinya akan lebih rumit jika terjadi disfungsi diafragma bilateral. Dalam hal ini, pasien

sering menganggap perubahan pola nafas yang ditandai dengan berkontraksinya otot-otot

perut selama ekspirasi, memaksa hemidiafragma melembek di bagian atas. Pada inspirasi

selanjutnya, otot-otot perut akan rileks and hemidiafragma turun sesaat. Gerakan otot

perut dan hemidiafragma ini menciptakan kesan yang salah bahwa keduanya berfungsi

baik. Karena inilah fluoroscopy mungkin tidak perlu diberikan untuk pasien jenis ini.

‘”Standar emas” untuk mengkonfirmasi cidera saraf frenikus adalah pengujian

elektrofisiologi, meskipun metode ini kadang-kadang cacat. Saraf frenikus dirangsang di

bagian leher dan elektromiogram diafragma (EMG) dicatat oleh permukaan elektroda yang

ditempatkan di ruang intercostals ke-7 di persimpangan costochondral. Demonstrasi

latency yang berkepanjangan antara stimulasi saraf dan fungsi diafragma yang potensial

dapat memperjelas diagnosa cidera demielinasi. Hal ini sebenarnya akan membuat tim

medis kesulitan dalam mengintepretasikan signifikansi amplitudo yang berkurang atau

kelengkapan rekaman EMG diafragma. Temuan ini dapat mewakili baik cidera saraf

frenikus ataupun transaksi ataupun kegagalan untuk melokalisasi diafragma yang biasanya

Page 4: Translate Ttg Paru

berpindah pada pasien pascaoperasi. Oleh karena pasien perlu dijauhkan dari elektroda.

Tusukan langsung elektroda perekam pada diafragma memang dapat membantu masalah

ini, akan tetapi dibutuhkan teknik yang tinggi serta dapat berisiko menyebabkan

pneumotoraks.

Penyebab cidera saraf frenikus nontraumatic dan disfungsi diafragma juga dapat

menyebabkan gagal nafas berkepanjangan dan tertundanya pelepasan pada pasien bedah.

Neuropati frenikus dapat menjadi komponen dari polineuropati yang lebih umum dari

penyakit kritis dan umumnya dapat dijumpai pada saat munculnya episode sepsis berat

atau sindrom respon inflamantory sistemik. Penyakit miopati yang dapat mempengaruhi

bagian diafragma dan ototo-otot respirasi lain dapat dijumpai dalam waktu yang

bersamaan. AKhirnya, disfungsi diafragma dapat muncul sebagai bagian dari miopati yang

mana disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid sistemik dan agen blocking

neuromuscular dengan dosis tinggi.

Pasien dengan disfungsi diaphragmatic umumnya cocok dan terbiasa dengan dukungan

ventilasi nonsensitif bertekanan positif ketika mereka sedang terjaga. Dukungan ventilasi

nonsensitif ini juga efektif menangani sekresi pernafasan. Trakeostomi diindikasikan untuk

pasien dengan batuk dan yang tidak bisa disapih dari ventilasi mekanik konvensional.

Prognosis pada pasien yang mengalami cidera termal atau traksi saraf frenikus jauh

diuntungkan karena proses pemulihanya umumnya cepat dan lengkap, akan tetapi sering

mengalami protacted’. Pada pasien dengan gejala kelumpuhan diafragma unilateral akibat

transeksi saraf frenikus, lipatan bedah dari hemidiafragma lembek biasanya dapat

menjadikan fungsi paru menjadi membaik dan juga dapat membebaskan pasien dari alat

ventilasi.

Emboli Paru

Peningkatan emboli paru (PE) ada kaitanya dengan sejumlah prosedur bedah, termasuk

bedah perut bagian atas, bedah saraf, jantung, urologis utama, dan ekstremitas prosedur

ortopedi yang lebih rendah. Faktor nonbedah yang dapat mempengaruhi pasien menderita

PE, antara lain obesitas, imobilitas, dan keganasan.

Page 5: Translate Ttg Paru

Sementara perubahan ketika terjadi pertukaran gas menandakan adanya emboli paru.

Gagal nafas hypoxemic frank relative jarang dan memperlihatkan bekuan (gelembung)

dalam jumlah banyak. Suhu yang lebih rendah pada gelembung dapat menghasilkan

gangguan psikologis yang sama berbahanya untuk pasien seperti bahayanya penyakit paru

lainnya. Dengan adanya hypoxemia berat, ada sedikit cadangan kardiopulmoner yang

tersisa.

Sayangnya, baru sedikit informasi yang membahas secara khusus soal diagnose PE yang

mudah diperoleh. Pasien sering mengalami dispenik. Tachypne dan tachycardia dapat

diamati melalui pemeriksaan fisik. Namun gejala ini sering muncul pada pasien-pasien

pasca operasi akibat menderita sakit atau atelektasis. Informasi lebih detail, pulmonale

akut cor (misal, pembuluh darah pada leher yang tidak diiinginkan, parasternal berat, pada

sisi kanan jantung berbunyi denyut jantung ketiga, dan aksentuasi pada bagian pulmonal

bunyi jantung kedua) memang jarang terjadi. Elektrokardiogram juga menunjukan bukti

adanya regangan pada jantung kanan yang berpola “SIQ3T3 “ atau cabang baru bundle di

jantung sebelah kanan. Penanganan PE yang paling dianjurkan adalah melalui radiografi

dada. Penggunaan radiografi dada untuk mengindentifikasi penyebab lain hipoksemia

seperti pneumonia, pneumothorax, atau RADS. Echocardiografi umumnya dilakukan untuk

pasien yang juga menderita hipotensi; adanya pembuktian yang menunjukan ventrikel

kanan yang diatur untuk mengatasi ventrikel kiri yg normal atau abnormal (bagian bawah

tersisi) seharusnya dicurigai sebagai PE.

Sementara, antikoagulasi dengan heparin terbentuklah terapi ‘main-stay’ untuk pasien dan

hebatnya terapi ini menbuahkan kondisi yang stabil. Adanya hipoksemia yang

membahayakan nyawa dan/ atau ketidakstabilan hemodinamik mendorong untuk

dilakukan penanganan medis tambahan ataus alternatif. Karena bekuan tambahan bisa

berakibat fatal, penyisipan vena cava filter rendah sangat disarankan. Treatmen ini wajib

dilakukan apabila antikoagulasi bersifat kontraindikasi. Terapi tromboliktik juga

dianjurkan untuk diberikan pada pasien yang menderita sakit kritis. Hanya saja

penggunaan terapi ini perlu dibatasi untuk pasien pascaoperasi karena dapat memicu

terjadinya pendarahan di lokasi sayatan operasi baru-baru ini., dengan catatan adanya

kontraindikasi penggunaan litik selama 2 bulan. Sejumlah intervensi radiologis fragmentasi

Page 6: Translate Ttg Paru

teknik-trombus, hisap embolektomi, dan infus intraembolik berdosis rendah, serta bedah

embolektomi menjadi pengobatan alternatif untuk pasien yang menderita tromboliktik

yang juga mengalami kontraindikasi.

Obstructive sleep apnea

OSA merupakan gangguan umum yang menyerang 2 hingga 4 persen populasi orang

dewasa. Hal ini ditandai dengan adanya obstruksi jalan nafas bagian atas yang terus

berulang selama tidur sehingga terjadi desaturasi periodic arteri, hiperkapnia, dan aritmia.

Karena perubahan pada anatomi orofaringeal yang biasanya dialami oleh penderita

obesitas dan OSA, intubasi orotrakea pada saat induksi mungkin sulit. Periode

pascaoperasi langsung merupakan waktu yang tidak tepat bagi pasien dengan OSA.

Mengapa? Karena pasien pascaoperasi masih terpengaruh oleh penggunaan anastesi

volateli, opoids, dan sedative yang akan berdampak pada berkurangnya aktivitas otot

nafas-atas dan meningkatkan frekuensi dan durasi OSA. Kegagalan dalam mediagnosa OSA

secara benar dan tepat dapat berpotensi menyebabkan komplikasi serius pada pasien,

seperti komplikasi pernafasan, hipoksemia, kebingungan, dan ventrikel artimia. Institusi

nasal memiliki anggapan positif untuk memungkinkan pemberian obat analgesic dan obat

pemenang yang aman pada penderita OSA tanpa harus mengalami risiko yang tidak

diinginkan seperti risiko yang memicu terjadinya obstruksi jalan nafas yang mengancam

jiwa. Diperkirakan sebanyak 80 persen pasien pengidap OSA tidak terdiagnosis. Oleh

karenanya diperlukan tindakan bedah untuk mencegah atau mengamati obstruksi jalan

nafas bagian atas.

Penggunaan ventilasi bertekanan positif noninvasif (NIPPV)

Untuk pasien dengan keluhan gagal nafas, intubasi endotrakeal adalah sarana standard

untuk memfasilitasi pasien dengan dukungan ventilasi. Bahkan, beberapa tahun terakhir,

intubasi dianggap jauh memberikan hasil yang lebih baik bagi pasien seperti minimnya

efek samping yang dialami oleh pasien. Selain trauma tambahan yang ada kaitanya dengan

gangguan jalan nafas (seperti meningkatnya risiko nosocomial pneumonia, sinusitis, dan

besarnya kebutuhan sedasi berat yang seringnya membuat pasien merasa tak nyaman)

sering memperpanjang proses pelepasan ventilator dan ekstubasi. Keinginan untuk

Page 7: Translate Ttg Paru

menghindari intubasi endotrakeal telah mendorong meningkatnya penggunaan NIPPV,

yang mana alat ini menyertakan penggunaan sebuah alat yang dipasang dihidung atau

sebuah masker yang berperan sebagai media penghubung pasien dengan ventilator.

Ada banyak bukti yang mendukung manfaat dari penggunaan NIPPV sebagai bagian dari

terapi pengobatan berbagai jenis gagal nafas yang dialami oleh pasien. Sayangnya baru

beberapa data saja yang telah dikonfirmasi keamanan dan efektifitasnya dalam pemulihan

pasca operasi. Studi yang paling menarik yang meneliti kasus gagak nafas yaitu penelitian

yang meneliti pasien yang menderita gagal nafas hipoksia pasca operasi reseksi paru

dengan terapi standard (oksigen tambahan, bronkodilator, fisioterapi dada) dengan atau

tanpa NIPPV. Dibandingkangan dengan kelompok kontrol, penggunaan NIPPV dikaitkan

dengan penurunan akan kebutuhan intubasi endotrakeal (20,8 persen vs 50 persen) dan

angka immortaliti dalam kurun waktu 3 bulan (12.5 persen vs 37.5 persen). Meskipun

masih ada kekhawatiran tentang penggunaan NIPPV pasca operasi esophagus dan

lambung, sejumlah pengalaman baru menunjukan bahwa semua akan berjalan dengan baik

dan aman. Namun dengan catatan perlu adanya perawatan untuk menghindari distensi

lambung, menggunakan tabung decompression bila diperlukan, dan besarnya ventilaso

tekanan positif yang digunakan harus dibatasi, yaitu kurang dari 12 cm H2O. Karena NIPPV

memerlukan waktu aklimatisasi, NIPPV tidak dianjurkan untuk digunakan pada pasien

yang sedang dalam kondisi tidak stabil. Kontradiksi lainnya dari penggunaan NIPPV yaitu

status mental pasien seperti gelisah atau stress, dan pasien yang sedang menjalani

pembersihan jalan nafas karena sekresi atau batuk-batuk kecil.