transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

141
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945(selanjutnya disebut UUD 1945) hasil amandemen kedua memberi definisi tentang penduduk dalam dua kategori yaitu warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut UU Adminduk) juga memberi definisi yang sama, penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Kedua ketentuan di atas memberi definisi yang berbeda terhadap penggolongan penduduk yang sebelumnya diatur dalam Pasal 163 Indische Staatregeling, ketentuan ini membagi penduduk Hindia Belanda dalam tiga golongan: Golongan Eropa, Golongan Timur Asing dan Golongan Pribumi/Bumiputera. Amanat ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Adminduk yaitu menghapus penggolongan penduduk dalam hal pelayanan administrasi kependudukan. Kaitannya dalam penelitian ini bahwa kedua ketentuan tersebut di atas, tidak serta merta menghapus ketentuan berlakunya hukum waris barat. Hukum waris barat merupakan bagian dari isi Kitab Undang- undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) terjemahan dari Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut BW) diterapkan dalam mengatur dan

Upload: phamcong

Post on 01-Jan-2017

302 views

Category:

Documents


52 download

TRANSCRIPT

Page 1: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945(selanjutnya disebut UUD 1945) hasil amandemen kedua memberi definisi

tentang penduduk dalam dua kategori yaitu warga negara Indonesia dan orang

asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Pasal 1 angka 2 Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut UU

Adminduk) juga memberi definisi yang sama, penduduk adalah warga negara

Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Kedua ketentuan di atas memberi definisi yang berbeda terhadap

penggolongan penduduk yang sebelumnya diatur dalam Pasal 163 Indische

Staatregeling, ketentuan ini membagi penduduk Hindia Belanda dalam tiga

golongan: Golongan Eropa, Golongan Timur Asing dan Golongan

Pribumi/Bumiputera. Amanat ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU

Adminduk yaitu menghapus penggolongan penduduk dalam hal pelayanan

administrasi kependudukan. Kaitannya dalam penelitian ini bahwa kedua

ketentuan tersebut di atas, tidak serta merta menghapus ketentuan berlakunya

hukum waris barat. Hukum waris barat merupakan bagian dari isi Kitab Undang-

undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) terjemahan dari

Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut BW) diterapkan dalam mengatur dan

Page 2: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

2

menyelesaikan urusan waris di Indonesia. Hal ini juga berdasarkan pada ketentuan

dalam Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945 hasil amandemen keempat yang

dengan tegas mengatur bahwa segala peraturan perundang-undangan yang ada

masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru. Satu komunitas yang

sama, dimungkinkan di dalamnya ada beberapa sistem hukum berlaku secara

bersamaan, keberlangsungan pluralitas sistem hukum dapat memicu berbagai

masalah dan ketegangan, namun ketegangan tersebut menjadikan Hukum Barat

berkembang seiringan dengan penerapannya dan menjadi acuan hukum yang

mampu memecahkan beberapa konflik hukum.

Dasar hukum berlakunya BW di Indonesia adalah Azas Konkordansi dan

Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945. Sudikno Mertokusumo menambahkan,

bahwa para ahli tidak mempersoalkan secara mendalam mengapa hukum Belanda

masih berlaku di Indonesia dan sepanjang hukum tersebut tidak bertentangan

dengan Pancasila, UUD 1945 serta masih dibutuhkan.1

Masalah warisan di Indonesia dapat diselesaikan menurut hukum waris

barat, hukum waris Islam dan hukum waris adat. Hukum waris barat bersumber

dari KUHPerdata terjemahan dari BW peninggalan Belanda. Hukum waris Islam

bersumber dari firman Allah SWT dan Sunnah Rasul Muhammad SAW yang

diyakini berlaku secara universal di seluruh belahan dunia, sumber lainnya adalah

ijtihad alim ulama yang disesuaikan dengan budaya dan hukum lokal di Indonesia,

menjadi pedoman bagi penduduk yang beragama Islam. Acuan berikutnya dalam

1Mas Anienda Tien, Hukum Perdata Dalam Sistim HukumNasional,http://elearning.upnjatim.ac.iddiakses terakhir pada tanggal 1 Maret2014.

Page 3: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

3

masalah waris di Indonesia adalah hukum waris adat yang bersumber dari adat

dan kebiasaan masyarakat adat tertentu di Indonesia yang merupakan negara

plural dan memiliki beragam adat yang berbeda. Effendi Perangin dalam bukunya

menggambarkan keberlakuan dari ketiga acuan hukum tersebut sebagai berikut:

Ketentuan-ketentuan hukum waris dalam KUHPerdata hanya berlaku bagimereka yang tunduk atau menundukkan diri kepada KUHPerdata itu, merekayang tunduk kepada KUHPerdata, khususnya mengenai hukum waris ialahwarga negara Indonesia keturunan Tionghoa dan Eropa, sebagian besar rakyatIndonesia tunduk kepada hukum adat, di berbagai daerah ketentuan-ketentuanmengenai pewarisan yang diatur dalam hukum Islam telah meresap ke dalamhukum adat.2

Amanat yang terkadung dalam Pasal 26 ayat (2) UUD 1945 hasil

amandemen kedua dan Pasal 1 angka 2 UU Adminduk, jika dilihat dari definisi

penduduk maka seharusnya ketentuan hukum waris dalam KUHPerdata berlaku

bagi setiap penduduk di Indonesia tanpa penggolongan. Hal ini menjadi alasan

logis yang menjadi spirit dalam melakukan penelitian ini, karena secara praktis

hasil penelitian ini diharapkan dapat dipedomani oleh semua penduduk di

Indonesia tanpa penggolongan dalam menerapkan norma dan ketentuan

pewarisan.

Pewarisan merupakan salah satu pranata peralihan hak yang sering

menjadi pemicu perselisihan dalam keluarga yang diatur dalam hukum perdata.

Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang hukum perdata memiliki

kesamaan sifat dasar antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan,

sifat inilah yang ditengarai menjadi penyebab bahwa ketentuan hukum waris tidak

dapat diterapkan secara efektif untuk melindungi hak-hak tiap individu dalam

2Effendi Perangin,2011, Hukum Waris, Cet. X, Rajagrafindo Persada,Jakarta, hal. 2.

Page 4: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

4

suatu pewarisan. Selain karena sifatnya, adanya keragu-raguan dan kekeliruan

dalam penerapan norma hukum waris juga dapat menciderai rasa keadilan dan

tidak dapat melindungi hak-hak tiap individu dalam suatu pewarisan.

Pasal 830 KUHPerdata, mengatur bahwa pewarisan hanya terjadi karena

kematian, tidak ada pewarisan tanpa kematian. Tan Thong Kie menambahkan

bahwa salah satu syarat pewarisan adalah meninggalnya pewaris, termasuk “ada

dugaan hukum sudah meninggal”.3 Pendapat ini berupaya menjelaskan adanya

kaitan antara ketentuan Pasal 830 KUHPerdata tentang syarat suatu pewarisan

dengan Pasal 463 KUHPerdata tentang ketentuan ketidakhadiran (afwezigheid).

Ketidakhadiran (afwezigheid) dalam KUHPerdata mengenal 3 masa, yaitu: I.

Pengambilan tindakan sementara; II. Masa ada dugaan hukum mungkin telah

meninggal; dan III. Masa pewarisan definitif.4

Masa pewarisan definitif memiliki beberapa akibat hukum, di antaranya

adalah para ahli waris atau orang yang memperoleh hak berhak menuntut

pembagian warisan atas harta kekayaan orang yang tak hadir itu.5 Pasal 484

KUHPerdata mengatur tentang masa ketiga dalam ketidakhadiran (afwezigheid),

yaitu masa pewarisan definitif dengan ketentuan yang tertulis sebagai berikut:

Apabila waktu selama tiga puluh tahun telah lewat, setelah hari pernyataanbarangkali meninggal tercantum dalam putusan atau, apabila sebelum itu,waktu selama seratus tahun telah lewat, semenjak hari lahir si tak hadir, makaterbebaslah sekalian penanggung, sedangkan pembagian harta kekayaan yangditinggalkan, sekadar ini telah berlangsung, tetap berlaku, atau, jika belumberlangsung, para barangkali ahli waris boleh mengadakan pembagian yang

3Tan Thong Kie, 2011, Studi Notariat dan Serba-serbi Praktek Notaris,Cet. II, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, hal.228.

4Ibid, hal. 44.5Abdulkadir Muhammad, 1993, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya

Bakti, Bandung, hal. 57.

Page 5: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

5

tetap, seperti pun hak-hak lainnya atas harta peninggalan, boleh dinikmatipula. Demikianlah hak istimewa akan pendaftaran berakhir, sehingga parabarangkali ahli waris harus diwajibkan menerima atau menolak, menurutperaturan yang ada tentang itu.6

Secara ringkas Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul

“Hukum Perdata Indonesia” menjelaskan:

Jika tidak ada kabar kepastian meninggal dunia orang yang tak hadir itu,maka keadaan definitif terjadi apabila lampau tenggang waktu 30 tahun sejakhari pernyataan barang kali meninggal dunia yang tercantum dalam putusanPengadilan Negeri; atau apabila tenggang waktu 30 tahun belum lampautetapi sudah lewat 100 tahun sejak hari lahir orang yang tak hadir itu.7

Ketentuan dan pendapat di atas memperjelas bahwa peralihan harta yang dimiliki

oleh pewaris yang disangka mati (afwezig) dan tidak ada kabar kepastian

meninggalnya baru dapat dilakukan setelah masa pewarisan definitif, yaitu telah

mencapai waktu 30 (tiga puluh) tahun sejak disangka mati atau jika yang disangka

mati (afwezig) telah berusia 100 (seratus) tahun.

Pasal 481 KUHPerdata, memberi pengecualian terhadap barang tidak

bergerak milik orang yang dalam keadaan tak hadir (afwezig), bahwa boleh

dialihkan atau dibebani haknya di luar masa pewarisan definitif dengan ketentuan

yang tertulis sebagai berikut:

Barang-barang tak bergerak kepunyaan si yang tak hadir yang jatuh dalambagian atau pengurusan salah seorang barangkali ahli waris, tidak bolehsetelah itu dipindahtangankan atau dibebani, sebelum lewat waktu sepertinanti ditentukan dalam Pasal 484 KUHPerdata, kecuali bilamana ada alasan-alasan yang penting dan dengan izin Pengadilan Negeri.8

6R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2008. Kitab Undang-undang HukumPerdata-Burgerlijk Wetboek, Cetakan ke-39, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 150.

7Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 56.8R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op.cit, hal. 149.

Page 6: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

6

Ketentuan Pasal 481 KUHPerdata menjadi kabur/tidak jelas (vague van

normen) karena tidak memberikan kepastian dan menimbulkan multitafsir

terhadap kalimat “kecuali bilamana ada alasan-alasan yang penting dan dengan

izin Pengadilan Negeri”. Barang-barang tidak bergerak dalam ketentuan tersebut

tidak boleh dialihkan atau dibebani haknya sebelum lewat waktu sebagaimana

telah diatur dalam Pasal 484 KUHPerdata. Pengecualian terhadap alasan-alasan

yang penting untuk dapat dialihkan atau dibebani tidak jelas ditentukan, dan

kepentingan tersebut bisa saja direkayasa untuk kepentingan sebagian pihak yang

ingin memperoleh keuntungan dan mengesampingkan hak seorang yang disangka

mati (afwezig) atau hak-hak ahli waris lainnya. Kondisi norma yang kabur/tidak

jelas (vague van normen) dapat menimbulkan pertentangan secara vertikal dan

horisontal terhadap peraturan perundang-undangan, serta keraguan-raguan dan

ketidakpastian dalam penerapannya.

Pasal 68 ayat (1) UU Adminduk, mengatur bahwa akta pencatatan sipil

terdiri dari: kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak dan

pengesahan anak. Kaitannya dalam penelitian ini adalah dalam hal pencatatan

kematian yang selanjutnya diatur dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal

44 UU Adminduk.

Pasal 44 UU Adminduk, mengatur tentang pencatatan kematian, dengan

beberapa ketentuan yang disebutkan dalam beberapa ayat, sebagai berikut:

(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau namalainnya di domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat palinglambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PejabatPencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkanKutipan Akta Kematian.

Page 7: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

7

(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukanberdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang.

(4) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang ataumati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh PejabatPencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.

(5) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya,Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkanketerangan dari kepolisian.

Kematian adalah suatu keniscayaan bagi manusia dan semua makhluk

yang hidup, meyakini hal ini adalah sebagai salah satu implementasi dari

keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana Allah Bapa telah

bersabda: “….tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian....” (Pengkhotbah

8:8). Peristiwa hukum yang disebut kematian ini akan menimbulkan berbagai

akibat hukum, akibat hukum yang dimaksud antara lain adalah tentang pengaturan

mengenai pembagian harta yang ditinggalkan (warisan). Akibat hukum ini

didahului dengan pencatatan sipil dalam bentuk akta kematian dari seorang yang

meninggal baik kematian yang alamiah maupun dalam peristiwa kematian yang

disangka secara hukum terjadi kematian, akta kematian inilah yang nantinya akan

dijadikan dasar untuk membuat surat keterangan waris yang digunakan untuk

memisahkan dan membagi harta warisan. Pelaksanaan pencatatan kematian dan

pembuatan surat keterangan waris tersebut sangat membutuhkan peran dan fungsi

Pejabat Catatan Sipil dan Notaris.

Udin Narsudin dalam disertasinya menjelaskan bahwa keterangan ahli

waris merupakan salah satu dokumen yang menjadi referensi atau alat bukti dalam

melakukan pembagian harta peninggalan untuk ahli waris, dengan keterangan ini

akan dapat diketahui siapa saja yang berhak atas warisan atau harta peninggalan

pewaris. Keterangan ahli waris di Indonesia sampai saat ini pengaturannya masih

Page 8: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

8

pluralistic dan akibatnya sampai kini keterangan ahli waris masih belum seragam

sehingga tidak mencerminkan unsur kepastian hukum yang diamanatkan konsep

negara hukum. Selain itu di dalam praktek, pembuatan surat keterangan waris pun

tidak jelas. Banyak ditemui pembuatan konsep surat keterangan waris yang tidak

memenuhi syarat formal maupun syarat material sebagai akta untuk pembuktian

hukum. Secara cermat jika ditilik, bisa jadi keterangan ahli waris yang dimiliki

seseorang ternyata dibuat oleh pejabat yang tidak berwenang, dengan demikian

produk keterangan ahli waris seperti ini berpotensi masalah.

Kasus yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah kasus

waris berkaitan dengan masalah pencatatan sipil sebagaimana uraian ilustrasi

kasus sebagai berikut, pewaris karena suatu hal tidak diketahui keberadaannya

kemudian disangka mati dan meninggalkan harta warisan. Potensi masalah

pertama dalam kasus perdata ini adalah tentang peran Pejabat Pencatatan Sipil,

Balai Harta Peninggalan, Pengadilan Negeri, dan Notaris terhadap afwezig terkait

hak dan kewajibannya dalam pewarisan. Masalah berikutnya adalah tentang

akibat hukum peralihan dan pembebanan hak atas harta tidak bergerak milik

afwezig sebelum masa pewarisan definitif berdasarkan ketentuan Pasal 481 dan

Pasal 484 KUHPerdata.

Masalah hukum mulai berkembang dari masalah keperdataan meluas

menjadi bagian dari masalah dalam kajian hukum administrasi negara yaitu dalam

hal pencatatan sipil tentang pembuktian suatu peristiwa kematian melalui akta

kematian, hal ini berkaitan dengan UU Adminduk. Kajian masalah dalam

Page 9: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

9

penelitian ini tidak hanya membahas masalah perdata waris semata, namun juga

melalui perspektif hukum administrasi negara tentang pencatatan sipil.

Penelitian ini di dalamnya terdapat berbagai kutipan dari penelitian

terdahulu yang juga meneliti masalah hukum waris menurut KUHPerdata

berkaitan dengan hukum administrasi negara semata-mata digunakan sebagai

rujukan penelitian. Untuk mempertegas perbedaan antara penelitian ini dengan

penelitian-penelitian terdahulu tersebut maka dalam penelitian ini diuraikan

masing-masing masalah dan hasil dari penelitian-penelitian tersebut yaitu:

Pertama, dilakukan oleh Woedjoed Wiradi, pada tahun 2006, dalam tesis

di Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, dengan

judul “Akibat Hukum Surat Keterangan Waris Ganda Terhadap Akta Otentik

Yang Telah Dibuat”. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:(1) Bagaimanakah jenis dan produk hukum tentang penetapan ahli waris

serta pembagiannya yang berlaku di Indonesia dan (2) Bagaimanakah akibat akta

otentik yang telah dibuat, jika kemudian diketahui bahwa surat keterangan

warisnya adalah ganda. Hasil penelitian adalah:(1) Bahwa berlakunya hukum

perkawinan dan hukum kewarisan Islam bagi orang Islam berdasarkan Pasal 2

ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, orang Islam

yang akan melangsungkan perkawinan harus tunduk pada ketentuan-ketentuan

perkawinan menurut hukum Islam. Sementara itu orang Islam yang akan membagi

warisan tidak harus tunduk pada ketentuan-ketentuan kewarisan menurut hukum

kewarisan Islam. Hal ini di antaranya didasarkan pada Pasal 49 dan penjelasan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Pasal 49 ayat (1) menegaskan tentang

Page 10: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

10

kewenangan absolut peradilan agama, penjelasan ditegaskan bahwa bidang

kewarisan adalah mengenai penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris,

penentuan harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan

pelaksanaan pembagian harta peninggalan tersebut. Bilamana pewarisan tersebut

dilakukan berdasarkan hukum Islam, sehubungan dengan hal tersebut para pihak

dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang akan dipergunakan

dalam pembagian kewarisan; (2) Bahwa menurut hukum positif (tata hukum)

Indonesia, orang Islam tidak harus tunduk pada hukum kewarisan Islam. Apabila

mereka hendak membagi warisan, orang Islam boleh menggunakan pranata

hukum lain (misalnya kewarisan adat atau hukum kewarisan berdasarkan

KUHPerdata) apabila hendak membagi warisan. Bahwa surat keterangan waris

dalam praktek pembuatannya ada beberapa produk-produk hukum tentang

penetapan ahli waris menurut hukum Islam dan hukum adat yang ada.

Kedua, dilakukan oleh Putut Bayu Satriya, pada 2007, dalam tesis di

Program Magister Ilmu Hukum Universitas Katolik Soegijapranata, dengan judul

“Peranan Balai Harta Peninggalan Semarang Dalam Pengelolaan Harta Warisan

Anak Yang Belum Dewasa”. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut: (1) Bagaimanakah peranan Balai Harta Peninggalan dalam

mengelola harta warisan anak yang belum dewasa; (2) Masalah-masalah apa saja

yang sering dihadapi dan bagaimana penyelesaiannya oleh Balai Harta

Peninggalan dalam mengelola harta warisan anak yang belum dewasa. Hasil

penelitian, Peranan Balai Harta Peninggalan dalam mengelola harta warisan anak

yang belum dewasa meliputi: (1) Peranan Balai Harta Peninggalan sebagai wali

Page 11: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

11

sementara, wali sementara berfungsi sebagai pengganti wali sebelum ditetapkan

wali atas diri anak yang belum dewasa. Peranan Balai Harta Peninggalan sebagai

wali sementara menjaga agar anak yang belum dewasa jangan sampai berada

dalam keadaan ketiadaan wali, yang dapat mengakibatkan tidak terselenggaranya

pengurusan yang berhubungan dengan kepentingan dan harta kekayaan anak yang

belum dewasa tersebut. Tugas sebagai wali sementara ini sesuai dengan Pasal 359

ayat (7) KUHPerdata; (2) Peranan Balai Harta Peninggalan sebagai wali

pengawas, dalam peranan sebagai wali pengawas, Balai Harta Peninggalan

bertindak untuk mengamati apakah wali telah melaksanakan kewajibannya dan

bila perlu Balai Harta Peninggalan memberikan nasehat-nasehat kepada wali

untuk melakukan kewajibannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 366, 370,

371, 372, 373, 374 KUHPerdata. Adapun hambatan yang dihadapi yaitu

kurangnya kesadaran dari anggota keluarga anak yang belum dewasa tentang

tugas dan kedudukan Balai Harta Peninggalan dalam pengelolaan harta warisan

anak yang belum dewasa. Prosedur perwalian kadang-kadang terlalu

membingungkan dan tak diketahui oleh wali, biaya sebesar 33/4% dalam

mengurus prosedur ini sampai selesai, sering kali keluarga berfikir bahwa biaya

tersebut digunakan sendiri oleh “aparat” Balai Harta Peninggalan.

Ketiga, dilakukan oleh Fenny Hudaya Sulistyo, pada tahun 2010, dalam

tesis di Program Magister Notariat Universitas Airlangga, dengan judul

“Penggunaan Bentuk Partij Akta Dalam Pembuatan Surat KeteranganWaris Oleh

Notaris”. Penelitian ini dalam pokok masalahnya meneliti dan membahas tentang

peristiwa hukum yang disebut kematian, dimana peristiwa hukum ini akan

Page 12: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

12

menimbulkan suatu akibat hukum. Akibat hukum yang dimaksud antara lain

adalah pengaturan mengenai pembagian harta warisan dari orang yang meninggal

dunia tersebut atau yang disebut pewaris. Untuk itu diperlukan surat keterangan

waris, dimana substansinya memuat tentang keterangan tentang siapa yang

menjadi ahli waris atau yang menjadi legataris dari seseorang yang meninggal

dunia, berikut bagian masing-masing. Notaris berwenang membuat surat

keterangan waris untuk masyarakat yang masuk dalam golongan Timur Asing,

namun bentuk format surat keterangan waris ini belum diatur dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia. Maka perlu adanya unifikasi hukum yang

mengatur tentang bentuk format surat keterangan waris oleh Notaris ini. Dengan

kewenangan yang ada pada Notaris dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang

Jabatan Notaris, maka Notaris atas permintaan para pihak yaitu para ahli waris

dapat membuatkan bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian hak waris dalam

bentuk format partij akta. Dengan menggunakan bentuk format partij akta, maka

akibat hukumnya adalah materi atau substansi dari akta tersebut menjadi tanggung

jawab para pihak yang menyatakannya atau menerangkannya di hadapan Notaris.

Notaris hanya bertanggungjawab untuk segi formalitasnya dan lahiriah mengenai

bentuk akta.

Keempat, dilakukan oleh Udin Narsudin, pada tahun 2012, dalam

penelitian berupa disertasi di Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran

Bandung, dengan tema “Kewenangan Pembuatan Keterangan Ahli Waris di

Indonesia". Penelitian ini dilakukan untuk membahas pokok-pokok masalah

sebagai berikut: keterangan ahli waris sampai saat ini tidak diatur secara

Page 13: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

13

memadai, baik dari sudut statusnya apakah sebagai akta otentik atau di bawah

tangan, siapa atau lembaga apa yang berwenang membuat keterangan ahli waris,

dan juga mengenai kekuatan mengikatnya. Masalah berikutnya adalah bahwa

aturan yang mengatur soal perkawinan, warisan dan sejenisnya masih berdasarkan

aturan masing-masing golongan penduduk yang berbeda-beda, akhirnya

mengakibatkan adanya pengaturan yang berbeda terhadap masalah keterangan

ahli waris ini. Hal tersebut di antaranya dalam Surat Departemen Dalam Negeri

Direktorat Jenderal Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) tanggal 20

Desember 1969 Nomor Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan

Pembuktian Kewarganegaraan. Selain itu, juga dalam ketentuan Pasal 111 ayat (1)

huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Hasil dalam penelitian ini

adalah bahwa hukum waris Indonesia terjadi pluralisme yang tidak mudah

diunifikasikan dan diberlakukan secara penuh di seluruh Indonesia, namun walau

dalam kondisi hukum yang plural, hal ini tidak menutup kemungkinan pembuatan

keterangan ahli waris oleh Notaris saja. Kondisi hukum warisyang plural, tidak

serta merta mengharuskan pembuatan keterangan ahli warisoleh institusi yang

berbeda. Selain masalah pluralisme, problem keterangan ahli waris juga adalah

bahwa keterangan ahli waris sampai saat ini tidak diatur secara memadai, baik

dari sudut statusnya apakah sebagai akta otentik atau di bawah tangan, siapa atau

lembaga apa yang berwenang membuat keterangan ahli waris, dan juga mengenai

kekuatan mengikatnya.

Page 14: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

14

Kelima, dilakukan oleh Ibrahim Ghozi Baisa, pada tahun 2013, dalam

penelitian berupa tesis di Program Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya

Malang, dengan judul “Analisis Yuridis Penggolongan Penduduk Dalam

Pembuatan Surat Keterangan Hak Waris Dari Perspektif Hak Asasi Manusia".

Pokok masalah dalam penelitian ini adalah apa alasan dasar adanya penggolongan

penduduk dalam pembuatan surat keterangan hak waris ditinjau dari perspektif

hak asasi manusia dalam peraturan perundang-undangan, dan konsekuensi yuridis

dari surat keterangan hak waris yang dibuat oleh Notaris dengan adanya

penggolongan penduduk. Berdasarkan hasil penelitian, adanya aturan

penggolongan penduduk ini karena aturan pembuatan surat bukti keterangan

sebagai ahli waris dibuat pada saat di Indonesia masih terdapat penggolongan

penduduk. Namun, setelah adanya aturan lain yang meniadakan penggolongan

penduduk, aturan pembuatan surat bukti keterangan sebagai ahli waris tidak

segera diganti untuk menyesuaikan. Padahal penggolongan penduduk seperti itu

bertentangan dengan hak asasi manusia. Surat keterangan waris yang dibuat oleh

Notaris dengan dasar hukum ada penggolongan penduduk yang tidak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan lain sehingga dasar hukum tersebut cacat,

berimplikasi pada produk hukum yang dihasilkan tersebut juga cacat.

Uraian singkat tentang rumusan masalah dan hasil penelitian dalam

penelitian-penelitian di atas memperlihatkan perbedaan yang jelas dengan

penelitian ini sehingga menjadikan penelitian ini asli. Penelitian ini dibatasi dalam

pembahasan tentang peralihan dan pembebanan hak atas harta tidak bergerak

Page 15: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

15

milik afwezig sebelum masa pewarisan definitif berdasarkan kitab undang-undang

hukum perdata.

1.2 Rumusan Masalah

Latar belakang di atas manjadi dasar dalam merumuskan masalah yang

akan diteliti. Rumusan masalah dalam penelitian ini fokus dan terbatas pada

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peran Pejabat Pencatatan Sipil, Balai Harta Peninggalan,

Pengadilan Negeri, dan Notaris/PPAT terhadap afwezig terkait hak dan

kewajibannya dalam pewarisan?

2. Bagaimanakah akibat hukum peralihan dan pembebanan hak atas harta tidak

bergerak milik afwezig sebelum masa pewarisan definitif berdasarkan

ketentuan Pasal 481 dan Pasal 484 KUHPerdata?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua tujuan, yaitu tujuan

yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus. Lebih lanjut tentang kedua

tujuan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses dan

konsekuensi hukum peralihan harta warisan pewaris yang disangka mati

berdasarkan ketentuan KUHPerdata dan kaitannya dengan persyaratan

Page 16: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

16

penunjangnya berupa pencatatan kematian pewaris yang disangka mati

sebagaimana diatur dalam UU Adminduk.

b. Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan

masalah yang telah dirumuskan, yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran Pejabat Pencatatan Sipil, Balai

Harta Peninggalan, Pengadilan Negeri, dan Notaris/PPAT terhadap afwezig

terkait hak dan kewajibannya dalam pewarisan.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum peralihan dan pembebanan

hak atas harta tidak bergerak milik afwezig sebelum masa pewarisan definitif

berdasarkan ketentuan Pasal 481 dan Pasal 484 KUHPerdata.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, sebagai sumbangan konsep/pemikiran dalam kepustakaan

ilmu hukum pada umumnya dan khususnya dalam urusan waris. Urusan waris

yang dimaksud adalah dalam hal proses dan konsekuensi hukum peralihan harta

warisan pewaris yang disangka mati berdasarkan ketentuan KUHPerdata dan

kaitannya dengan persyaratan penunjangnya berupa pencatatan kematian pewaris

yang disangka mati sebagaimana diatur dalam UU Adminduk.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, sebagai informasi bagi masyarakat termasuk Pejabat

Catatan Sipil dan Notaris sesuai peran dan fungsinya untuk menerapkan

Page 17: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

17

pengetahuan yang tepat dalam praktek urusan catatan sipil dan waris. Peran dan

fungsi yang dimaksud yaitu khususnya dalam hal proses dan konsekuensi hukum

peralihan harta warisan pewaris yang disangka mati berdasarkan ketentuan

KUHPerdata dan kaitannya dengan persyaratan penunjangnya berupa pencatatan

kematian pewaris yang disangka mati sebagaimana diatur dalam UU Adminduk.

1.5 Landasan Teoritis dan Konseptual

a. Landasan Teoritis

Penelitian ini berlandaskan pada beberapa teori hukum yang akan

digunakan dalam membahas dan memberikan gambaran mengenai pembahasan

rumusan masalah. Teori tersebut terdiri dari Teori Perlindungan Hukum dan

Kepastian Hukum, Teori Fungsi Hukum, dan Teori Sistem Hukum, serta Teori

Interpretasi

1. Teori Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum

Perlindungan menurut konsepnya, berarti mewajibkan pemerintah melalui

berbagai instrumennya untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran

terhadap hak individu masyarakat dengan menegakkan hukum yang berlaku,

maka perlindungan itu dianggap ada. Soedikno Mertokusumo menyebutkan

kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-

wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang

diharapkan dalam keadaan tertentu.9

9E. Fernando M.Manullang, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan,Tinjauan Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, Cet. I, Penerbit Buku Kompas,Jakarta, hal. 99.

Page 18: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

18

Konsep perlindungan tersebut di atas memberi gambaran terhadap unsur-

unsur yang relevan dengan penelitian ini dalam hal makna perlindungan itu

sendiri. Perlindungan hukum dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah adanya

jaminan hukum terhadap pelaksanaan waris yang merupakan hak individu dan

terhindar dari diskriminasi serta adanya jaminan akan rasa aman dari gangguan

pihak lain terhadap hak individu masyarakat berupa hak waris berdasarkan

ketentuan KUHPerdata lebih khususnya perlindungan terhadap harta warisan

pewaris yang disangka mati.

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, mengatakan bahwa “hukum dapat

difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif

dan fleksibel melainkan juga prediktif dan antisipasif”.10 Pendapat dari Sunaryati

Hartono bahwa “hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat

secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial”.11 Philipus

M. Hadjon mengatakan bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan

pemerintah yang bersifat prefentif dan represif. Perlindungan hukum preventif

bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan

pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi

dan perlindungan yang represif bertujuan menyelesaikan terjadinya sengketa,

termasuk penanganannya di lembaga peradilan.12

10Lili Rasjidi dan IB Wyasa Putra, 1993, Hukum sebagai Suatu Sistem,Remaja Rusdakarya, Bandung, hal. 118.

11Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Nasional,Alumni, Bandung, hal. 55.

12Maria Alfons, 2010, Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis atasProduk-Produk Masyarakt Lokal dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual,Ringkasan Disertasi Doktor, Universitas Brawijaya, Malang, hal. 18.

Page 19: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

19

Perlindungan hukum yang dimaksudkan dalam penelitian ini mengarah

pada perlindungan hukum yang represif terutama ditujukan kepada para ahli waris

yang tunduk atau menundukkan diri terhadap ketentuan KUHPerdata. Penelitian

ini tidak juga mengesampingkan perlindungan hukum preventif dalam

perjalanannya menuju demokratisasi yang mengedepankan adanya partisipasi

masyarakat dalam pembuatan bentuk kebijakan hukum, yang bermuara pada

jaminan kepastian hukum adanya perlindungan, ada jaminan akan rasa aman dari

gangguan pihak lain.

Perlindungan hukum sangat berkaitan dengan konsep kepastian hukum,

ada dua pengertian tentang kepastian hukum menurut Gustav Radbruch, yaitu

kepastian oleh karena hukum, dan kepastian dalam atau diri hukum, menjamin

kepastian oleh karena hukum menjadi tugas dari hukum.13 Hukum yang berhasil

menjamin banyak kepastian dalam hubungan-hubugan kemasyarakatan adalah

hukum yang berguna. Kepastian dalam hukum tercapai apabila hukum itu

terwujud dalam undang-undang, undang-undang tersebut tidak ada ketentuan yang

saling bertentangan, undang-undang tersebut dibuat berdasarkan

rechtswerkelijheid (kenyataan hukum) dan dalam undang-undang tersebut tidak

terdapat istilah-istilah hukum yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan. Selain

itu disebutkan, bahwa kepastian mempunyai arti, bahwa dalam hal konkrit kedua

pihak yang berselisih dapat menentukan kedudukan mereka. Dalam pengertian ini

bermakna keamanan hukum, yakni mengandung perlindungan bagi kedua belah

pihak yang berselisih terhadap tindakan hakim yang sewenang-wenang.

13E. Utrecht, 1995, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Cet. VI, P.T.Penerbitan dan Balai Buku Ichtia, Jakarta, hal. 26.

Page 20: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

20

Sedangkan kepastian oleh karena hukum dimaksudkan, bahwa hukum menjamin

kepastian pada pihak yang satu terhadap pihak yang lain.14

Teori perlindungan hukum bersumber dari teori hukum alam (jus natural)

sebagai istilah yang popular dari filsafat hukum, meskipun sebenarnya terhadap

apa yang dimaksud dengan istilah hukum alam itu sendiri berbeda-beda

pandangan dari satu ahli ke ahli lainnya.15 Hukum alam yang dicetuskan oleh

Plato dan dikembangkan oleh pengikutnya-pengikutnya seperti Aritoteles dan

Zeno (pendiri aliran Stoic), menyatakan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan

yang bersifat universal, abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh

dipisahkan. Inti ajaran ini adalah bahwa, alam harus dipelihara oleh manusia

untuk mencapai tujuan. Maka tolak ukur aliran hukum alam terhadap esensi

hukum, terletak pada yang dipandang sesuai dengan kepentingan alam adalah

kebaikan.16

Ajaran hukum alam pada dasarnya mengajarkan setiap manusia terlahir

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang secara kodrati mendapatkan hak

dasar yaitu kebebasan, hak hidup, hak untuk dilindungi dan hak yang lainnya.

Menurut Locke manusia yang tertib dan menghargai kebebasan, hak hidup dan

pemilikan harta sebagai hak bawaan manusia. Masyarakat yang ideal adalah

masyarakat yang tidak melanggar hak-hak dasar manusia. Adanya kekuasaan

adalah untuk melindungi hak-hak kodrat dimaksud dari bahaya-bahaya yang

14Ibid, hal. 25.15Munir Fuady, 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 1.16Muhamad Erwin, 2013, Filsafat Hukum, Refleksi Kritis Terhadap

Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 141.

Page 21: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

21

mungkin mengancam, baik datang dari dalam maupun dari luar.17 Hukum yang

dibuat dalam negara pun bertugas melindungi hak-hak dasar tersebut. Immanuel

Kant berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk berakal dan berkehendak

bebas, negara bertugas menegakkan hak-hak dan kebebasan warganya.

Kemakmuran dan kebahagiaan rakyat merupakan tujuan negara dan hukum, oleh

karena itu, hak-hak dasar itu tidak boleh dihalangi oleh negara.18

Upaya mendapatkan perlindungan hukum yang diinginkan adalah

ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari hukum yakni adanya kepastian

hukum, kegunaan hukum serta keadilan hukum, meskipun seringkali bersitegang.

Fungsi primer hukum yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang

dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun

penguasa. Selain itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi

sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Perlindungan,

keadilan dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subjek hukum yaitu

pendukung hak dan kewajiban. Prinsip hukum alam adalah dimaksudkan sebagai

pedoman bagi sikap tindak manusia.

Teori Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum dalam penelitian ini

sebagai dasar untuk mengetahui dan menganalisis masalah kedua dalam rumusan

masalah ini. Masalah tersebut adalah tentang akibat hukum peralihan harta tidak

bergerak milik pewaris yang disangka mati oleh ahli waris dalam masa kurang

dari 30 tahun sejak disangka mati, relevansi dengan ini teori ini adalah untuk

17Bernard L Tanya, Yoan N Simanjuntak dan Markus Y Hage, 2010, TeoriHukum, Genta Publishing, Yogyakarta, hal. 72-73.

18Ibid, hal. 75.

Page 22: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

22

memberikan perlindungan dan kepastian dalam pembagian harta warisan pewaris

yang disangka mati sesuai dengan ketentuan dan norma yang berlaku.

2. Teori Fungsi Hukum

Hukum pada dasarnya dapat melakukan dua fungsi, pertama sebagai

sarana kontrol sosial, yang bertugas menjaga masyarakat agar tetap dapat berada

di dalam pola-pola tingkah laku yang telah diterima olehnya.19 Menurut fungsinya

ini, hukum hanya mempertahankan saja apa yang telah menjadi sesuatu yang tetap

dan diterima di dalam masyarakat atau hukum sebagai penjaga status quo. Kedua,

hukum sebagai sarana “rekayasa sosial”, yang berfungsi untuk mengadakan

perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Jadi hukum digunakan untuk

menimbulkan suatu perubahan sosial yang nyata.20

Fungsi hukum sebagai law as a tool of social engineering (rekayasa sosial)

seperti diungkapkan Roscoe Pound yang terkenal sebagai salah satu pendukung

aliran Sociological Jurisprudence.21 Konsep tersebut mengandung makna bahwa,

hukum dijadikan instrumen untuk mengarahkan masyarakat menuju kepada tujuan

yang diinginkan sebagaimana amanat dalam undang-undang, bahkan kalau perlu,

menghilangkan kebiasaan masyarakat yang dipandang negatif. Jadi dalam

teorinya ini, hukum dipergunakan sebagai alat untuk memperbaharui

(merekayasa) masyarakat. Untuk dapat memenuhi peranannya ini, Pound

19Soekanto, 1973, Pengantar Sosiologi Hukum, Bhatara, Jakarta, hal. 58.20Satjipto Rahardjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung,

hal. 117.21Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 1996, Pokok-Pokok Filsafat Hukum,

Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Edisi Revisi, Cet. II, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 129.

Page 23: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

23

kemudian membuat penggolongan atas kepentingan-kepentingan yang harus

dilindungi oleh hukum, yaitu sebagai berikut:

1. Public interest (kepentingan umum):(1) Kepentingan Negara sebagai badan hukum;(2) Kepentingan Negara sebagai penjaga kepentingan masyarakat;

2. Social interest (kepentingan masyarakat):(1) Kepentingan akan kedamaian dan ketertiban;(2) Perlindungan lembaga-lembaga sosial;(3) Pencegahan kemerosotan akhlak;(4) Pencegahan pelanggaran hak;(5) Kesejahteraan sosial.

3. Private interest (kepentingan pribadi):(1) Kepentingan individu;(2) Kepentingan keluarga;(3) Kepentingan hak milik.22

Menurut Podgorecki yang kemudian direkonseptualisasikan oleh Satjipto

Rahardjo, ada empat asas yang sistematis yang harus dilakukan dalam social

engineering (rekayasa sosial), yaitu:

1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk di dalamnyamengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran daripenggarapan tersebut;

2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting kalausocial engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk, seperti tradisional, modern, dan perencanaan.Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih;

3. Membuat hipotesis-hipotesis dan memilih mana yang paling layak untukdapat dilaksanakan;

4. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.23

Kaitannya dalam penelitian ini, bahwa hukum dalam fungsinya sebagai

sarana kontrol sosial, menjadi landasan dalam upaya mempertahankan norma dan

ketentuan dalam KUHPerdata tentang waris agar menjadi sesuatu yang dapat

diterima di dalam masyarakat sepanjang ketentuan tersebut masih mampu

22Surya Prakash Sinha, 1993, Jurisprudence Legal Philosophy in ANutshell, ST. Paul, Minn, West Publising CO, hal. 233.

23Satjipto Rahardjo, 1986, op.cit, hal. 118.

Page 24: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

24

memberikan rasa keadilan yang cukup bagi masyarakat. Penelitian ini diharapkan

mampu memberikan konsep yang lebih relevan di masa kini, maka berlandaskan

fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial, hasil penelitian ini diharapkan mampu

memperbaharui norma yang ada di masyarakat, khususnya tentang pencatatan

sipil seorang yang disangka mati dan kaitannya dengan harta warisan yang

ditinggalkan.

3. Teori Sistem Hukum

Hukum dalam perspektif antropologi merupakan aktivitas kebudayaan

yang berfungsi sebagai sarana social control (pengendalian sosial), atau sebagai

alat untuk menjaga social order (keteraturan sosial) dalam masyarakat.24 Pospisil

dalam kaitan ini menegaskan, bahwa hukum dipelajari sebagai bagian yang

integral dari kebudayaan secara keseluruhan, bukan sebagai suatu institusi otonom

yang terpisah dari segi-segi kebudayaan yang lain.25 Jadi untuk memahami tempat

hukum dalam struktur masyarakat, maka harus dipahami terlebih dahulu

kehidupan sosial dan budaya masyarakat tersebut secara keseluruhan. Pernyataan

ini relevan dengan apa yang diungkapkan Hoebel: “We must have a look at society

and culture at large in order to find the palace of law within the total structure.

We must have some idea of how society works before we can have a full

24I Nyoman Nurjaya, 2006, “Pengelolaan Sumber Daya Alam dalamPerspektif Antropologi Hukum,Cet. I, Kerjasama Progran Magister Ilmu HukumProgram Pascasarjana Unibraw, ARENA HUKUM Majalah Fakultas HukumUniversitas Brawijaya dengan Penerbit Universitas Negeri Malang”, UM Press,Malang, hal. 32.

25Ibid.

Page 25: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

25

conception of what law is and how it works”.26 Ungkapan tersebut kurang lebih

diartikan sebagai berikut: “Kita harus melihat di masyarakat dan budaya pada

umumnya untuk menemukan tempat hukum dalam struktur secara keseluruhan.

Kita harus memiliki beberapa ide tentang bagaimana penerapan dalam masyarakat

sebelum kita menentukan konsepsi yang utuh tentang apa itu hukum dan cara

kerjanya”.

Kenyataan ini memperlihatkan bahwa hukum menjadi salah satu produk

kebudayaan yang tak terpisahkan dengan segi-segi kebudayaan yang lain seperti

politik, ekonomi, struktur dan organisasi sosial, ideologi, religi. Keterpautan

hukum dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain, dapat dicermati dari teori

hukum sebagai the legal system (suatu sistem) yang di-introdusir Friedman,27

yaitu seperti berikut:

1. Hukum sebagai suatu sistem pada pokoknya mempunyai tiga elemen, yaitu: (a)

structure of legal system (struktur sistem hukum) yang terdiri dari lembaga

pembuat undang-undang (legislatif), institusi pengadilan dengan strukturnya,

lembaga kejaksaan dengan strukturnya, badan kepolisian negara yang

berfungsi sebagai aparat penegak hukum; (b) substance of legal system

(substansi sistem hukum) yang berupa norma-norma hukum, peraturan-

peraturan hukum, termasuk pola perilaku masyarakat yang berada di balik

sistem hukum; dan (c) legal culture (budaya hukum masyarakat) seperti nilai-

26E. Adamson Hoebel, 1954, The Law of Premitive Man, A Study inComparartive Legal Dynamics, Cambridge, Massachusetts, Harvard UniversityPress, hal. 5.

27Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal System: A Social SciencePerspective, Rusell Sage Foundation. New York. hal. 14-15, juga dapat dilihatdalam I Nyoman Nurjaya, 2006, hal. 34.

Page 26: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

26

nilai, ide-ide, harapan-harapan dan kepercayaan-kepercayaan yang terwujud

dalam perilaku masyarakat dalam memersepsikan hukum.

2. Setiap masyarakat memiliki struktur dan substansi hukum sendiri, yang

menentukan apakah substansi dan struktur hukum tersebut ditaati atau

dilanggar adalah sikap dan perilaku sosial kemasyarakatan dan karena itu untuk

memahami apakah hukum itu menjadi efektif atau sangat tidak tergantung pada

customs (kebiasaan-kebiasaan), culture (kultur), traditions (tradisi-tradisi), dan

informalnorms (norma-norma informal) yang diciptakan dan dioperasionalkan

dalam masyarakat yang bersangkutan.

Komponen struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum sebagai

suatu sistem hukum dikaji dengan mencermati bagaimana sistem hukum bekerja

dalam masyarakat, atau bagaimana sistem hukum dalam konteks pluralisme

hukum saling berinteraksi dalam suatu bidang kehidupan social field (sosial)

tertentu. Budaya hukum menjadi bagian dari kekuatan sosial yang menentukan

efektif atau tidaknya hukum dalam kehidupan masyarakat, budaya hukum menjadi

penggerak dan memberi masukan-masukan kepada struktur dan substansi hukum

dalam memperkuat sistem hukum.

Kekuatan sosial secara terus menerus mempengaruhi kinerja sistem

hukum, yang kadang kala dapat merusak, memperbaharui, memperkuat, atau

memilih lebih menampilkan segi-segi tertentu, sehingga dengan mengkaji

komponen substansi, struktur, dan budaya hukum berpengaruh terhadap kinerja

Page 27: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

27

penegakan hukum, maka dapat dipahami suatu situasi bagaimana hukum bekerja

sebagai suatu sistem.28

Kultur hukum menentukan kapan, mengapa, dan di mana orang-orang

berpaling kepada hukum/pemerintah, atau berpaling dari hukum/pemerintah. Jadi

kultur hukum mencakup nilai-nilai dan sikap dalam masyarakat yang menentukan

struktur (lembaga hukum) mana yang digunakan dan kenapa, peraturan

(substansi) yang mana yang berlaku dan yang mana tidak dan kenapa.29

Masyarakat Indonesia dan kompleksitas kebudayaannya masing-masing

adalah plural (jamak), artinya sebagai suatu kondisi di mana dijumpai berbagai

subkelompok masyarakat dengan jumlah kurang lebih ada 500 suku bangsa, yang

tidak dapat dijadikan satu kelompok satu sama lain. Selain itu juga bersifat

heterogen (aneka ragam) yang mengindikasikan suatu kualitas dari keadaan yang

menyimpan ketidaksamaan dalam unsur-unsurnya, artinya masing-masing sub-

kelompok masyarakat itu beserta kebudayaannya sungguh-sungguh berbeda.30

Teori Sistem Hukum dalam penelitian ini akan diterapkan sebagai dasar

untuk mengetahui dan menganalisis masalah pertama, yaitu tentang peran

beberapa pejabat dan lembaga negara dalam menjalankan fungsinya terkait

afwezigheid. Ditemukan relevansi teori ini dengan masalah tersebut karena

berkaitan dengan suatu sistem norma yang berlainan namun memiliki hubungan

28Ibid, hal. 33.29Lawrence M. Friedman, “Legal Culture and Social Development”, Law

and the Behavioral Sciences. Lawrence M. Friedman and Stewart Macaulay.(Eds). The Bobbs-Merrill Company, INC. A Subsidiary of Howard W. SAM &C0,. INC. Indiapolis-Kansas City. New York. hal. 1004.

30Budiono Kusumohamidjojo, 2000, Kebhinekaan Masyarakat Indonesia,Suatu Problematik Filsafat Kebudayaan, PT. Grasindo, Jakarta, hal. 45.

Page 28: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

28

yang penting dalam suatu sistem hukum, yaitu membahas masalah hukum waris

dengan perspektif hukum administrasi negara dalam kaitannya dengan persyaratan

penunjang pewarisan berupa pencatatan kematian afwezig sebagaimana diatur

dalam UU Adminduk.

4. Teori Interpretasi

Von Savigny sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki

mendefinisikan bahwa, “interpretasi merupakan suatu rekonstruksi buah pikiran

yang tak terungkapkan di dalam undang-undang”.31 Interpretasi dibedakan

menjadi interpretasi berdasarkan undang-undang, interpretasi berdasarkan

kehendak pembuat undang-undang, interpretasi sistematis, interpretasi historis,

interpretasi teleologis, interpretasi antisipatoris, dan interpretasi modern.32

Philipus M. Hadjon dalam artikel hukum yang berjudul “Pengkajian Ilmu Hukum

Dogmatik (Normatif)” mengemukakan bahwa ada 6 (enam) metode interpretasi

atau penafsiran, yaitu sebagai berikut:

1. interpretasi gramatikal: mengartikan suatu term hukum atau suatu bagiankalimat menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum;

2. interpretasi sistematis: dengan titik tolak dari sistem aturan mengartikansuatu ketentuan hukum;

3. wets en rechtshistorische interpretative: menelusuri maksud pembentukundang-undang adalah suatu “wetshistorische interpretative”. Dalamusaha menemukan jawaban atau suatu isu hukum dengan menelusuriperkembangan hukum (aturan) disebut “rechtshistorische interpretative”;

4. interpretasi perbandingan hukum: mengusahakan penyelesaian suatu isuhukum dengan membandingkan berbagai stelsel hukum;

5. interpretasi antisipasi: menjawab suatu isu hukum dengan mendasarkanpada suatu aturan yang belum berlaku; dan

6. interpretasi teleologis: setiap interpretasi pada dasarnya adalah teleologis.

31Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Cet. Ke-7, PrenadaMedia Group, Jakarta, hal. 106.

32Ibid, hal. 107.

Page 29: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

29

Relevansi dipergunakannya teori interpretasi atau penafsiran dalam

penelitian ini adalah untuk mengkaji kekaburan norma yang terdapat dalam Pasal

481 KUHPerdata tentang adanya kalimat “kecuali bilamana ada alasan-alasan

yang penting dan dengan izin Pengadilan Negeri”. Teori interpretasi atau

penafsiran ini dilakukan dengan berpedoman pada metode interpretasi atau

metode penafsiran. Teori ini dipakai sebagai pisau analisis untuk menjawab

permasalahan kedua.

b. Landasan Konseptual

Penelitian ini dalam pembahasannya akan menggunakan beberapa konsep

hukum dalam hal pewarisan dan pencatatan sipil. Untuk menghindari terjadinya

kesalahan dalam memahami konsep-konsep hukum dimaksud maka dijabarkan

definisi operasional dari konsep-konsep hukum tersebut sebagai berikut:

1. Hukum Waris adalah hukum yang mengatur pemindahan hak atas harta

seseorang yang meninggal dunia kepada seseorang atau beberapa orang lain.33

Pasal 830 KUHPerdata, mengatur bahwa pewarisan hanya terjadi karena

kematian, tidak ada pewarisan tanpa kematian.

2. Afwezigheid (keadaan tidak hadir), seorang adalah tak hadir (afwezig) jika ia

meninggalkan tempat tinggalnya tanpa membuat surat kuasa untuk

mewakilinya dalam usaha serta kepentingannya atau dalam mengurus harta

serta kepentingannya, atau jika kuasa yang diberikan tidak berlaku lagi

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 463 KUHPerdata.34

33Tan Thong Kie, op.cit. hal. 3.34Tan Thong Kie, op.cit. hal. 44.

Page 30: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

30

3. Pencatatan Sipil, Pasal 68 ayat (1) UU Adminduk, mengatur bahwa akta

pencatatan sipil terdiri dari: kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian,

pengakuan anak, dan pengesahan anak. Kaitannya dalam penelitian ini adalah

dalam hal pencatatan kematian yang selanjutnya diatur dan dilaksanakan

berdasarkan ketentuan Pasal 44 UU Adminduk.

1.6 Metode Penelitian

Sub-bab ini akan menjabarkan secara jelas relevansi penentuan metode

yang digunakan dalam penelitian ini. Unsur-unsur metode dan relevansinya

sebagai berikut:

1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian hukum normatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: beranjak dari

adanya kesenjangan dalam norma/asas hukum dengan praktek, tidak

menggunakan hipotesis, menggunakan landasan teoritis, dan menggunakan bahan

hukum yang terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.35

Penelitian hukum normatif meneliti kaidah atau aturan hukum sebagai suatu

bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum, dilakukan dengan

maksud untuk memberikan argumentasi hukum sebagai dasar penentu apakah

suatu peristiwa sudah benar atau salah serta bagaimana sebaiknya peristiwa itu

menurut hukum.36

35Program Studi Magister Kenotariatan Unud, 2013, “Buku PedomanPendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana”,Udayana, Denpasar, hal. 54.

36Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme PenelitianHukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 36.

Page 31: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

31

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dilatarbelakangi

oleh adanya kekaburan norma (vague van normen) dalam Pasal 481 KUHPerdata.

Kalimat “kecuali bilamana ada alasan-alasan yang penting dan dengan izin

Pengadilan Negeri” dalam bunyi Pasal 481 KUHPerdata tidak memberikan

kepastian dan menimbulkan multitafsir. Barang-barang tidak bergerak dalam

ketentuan tersebut tidak boleh dialihkan atau dibebani haknya sebelum lewat

waktu sebagaimana telah diatur dalam Pasal 484 KUHPerdata. Pengecualian

dengan alasan-alasan yang penting untuk dapat dialihkan atau dibebani tidak jelas

ditentukan. Kondisi norma yang kabur/tidak jelas (vague van normen) dapat

menimbulkan pertentangan secara vertikal dan horisontal terhadap peraturan

perundang-undangan, serta keraguan-raguan dan ketidakpastian dalam

penerapannya dan dapat menyebabkan tidak terlindunginya hak afwezig atau hak-

hak ahli waris lainnya.

1.6.2 Jenis Pendekatan

Penelitian hukum normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan,

pendekatan-pendekatan tersebut terdiri dari:

1) Pendekatan Kasus (The Case Approach),2) Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach),3) Pendekatan Fakta (The Fact Approach),4) Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical&Conseptual Approach),5) Pendekatan Frasa (Word & Phrase Approach),6) Pendekatan Sejarah (Historical Approach),7) Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach).37

37Program Studi Magister Kenotariatan Unud, loc.cit.

Page 32: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

32

Untuk kedalaman pengkajian, jenis pendekatan yang digunakan

berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini menggunakan

beberapa jenis pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Kasus (The Case Approach).Pendekatan kasus dalam penelitian ini

diterapkan untuk meneliti kasus hukum yang berkaitan dengan perdata waris

pada penerapan norma tentang ketentuan pewarisan berdasarkan ketentuan

KUHPerdata dan ketentuan pencatatan sipil berdasarkan ketentuan UU

Adminduk.

2. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach). Pendekatan ini juga

relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini sehubungan dengan pengkajian

yang lebih dalam terhadap ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata dan UU

Adminduk.

3. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical&Conseptual Approach).

Pendekatan analisis konsep hukum dalam penelitian ini diterapkan untuk

membahas permasalahan berdasarkan konsep hukum yang telah didefinisikan

yaitu tentang: hukum waris, afwezigheid (keadaan tidak hadir) dan pencatatan

sipil.

1.6.3 Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari

KUHPerdata dan UU Adminduk serta putusan kasus tentang sengketa perdata

waris.

Page 33: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

33

b. Bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari

beberapa hasil penelitian dan jurnal hukum yang memiliki relevansi terhadap

masalah peralihan harta warisan pewaris yang disangka mati dan kaitannya

dengan administrasi pencatatan sipil.

c. Bahan hukum tersier yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari

kamus dan ensiklopedia untuk mengetahui arti dan makna dari beberapa istilah

hukum baik istilah dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa asing.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah melalui teknik telaahan kepustakaan.

Telaahan kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (card system). Mencatat dan

memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh baik dari bahan

hukum primer, sekunder, maupun tersier yang memiliki relevansi terhadap

masalah peralihan harta pewaris yang disangka mati berdasarkan ketentuan

KUHPerdata dan masalah pencatatan kematian berdasarkan ketentuan UU

Adminduk.

1.6.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan

penelitian ini dikumpulkan. Setelah bahan hukum dikumpulkan kemudian

dianalisis untuk ditarik kesimpulan menggunakan beberapa teknik analisis dalam

penelitian hukum normatif, di antaranya:

1. Teknik Deskripsi, digunakan untuk mengurai secara objektif tentang kondisi

dan posisi dari bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan.

Page 34: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

34

2. Teknik Interpretasi, dalam penelitian ini digunakan beberapa jenis interpretasi,

diantaranya interpretasi gramatikal dan interpretasi sistematis. Interpretasi

gramatikal digunakan untuk mengartikan bagian kalimat dalam ketentuan

KUHPerdata maupun UU Adminduk serta peraturan tentang peralihan dan

pembebanan harta tidak bergerak menurut bahasa sehari-hari atau bahasa

hukum. Interpretasi sistematis, digunakan untuk menafsirkan ketentuan dalam

KUHPerdata maupun UU Adminduk dan menghubungkannya dengan

peraturan tentang peralihan dan pembebanan harta tidak bergerak.

3. Teknik Evaluasi, digunakan untuk menilai tepat atau tidaknya suatu penerapan

dari ketentuan peralihan harta warisan pewaris yang disangka mati,

berdasarkan ketentuan KUHPerdata dan ketentuan pencatatan kematian

berdasarkan ketentuan UU Adminduk serta bahan hukum lainnya dalam

penelitian ini. Teknik ini juga relevan untuk menilai rumusan norma yang

tertera dalam bahan hukum primer dan sekunder dalam penelitian ini.

4. Teknik Sistematisasi, teknik ini untuk mencari kaitan rumusan konsep hukum

antara bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan.

Page 35: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

35

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENCATATAN SIPIL, WARIS

DAN KEADAAN TIDAK HADIR (AFWEZIGED)

2.1 Peristiwa dan Pencatatan Sipil

Beberapa istilah yang didefiniskan dalam Pasal 1 UU Adminduk berkaitan

dengan peristiwa dan pencatatan sipil, di antaranya:

1. Peristiwa Kependudukan, adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus

dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu

Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan

lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas

menjadi tinggal tetap.

2. Peristiwa Penting, adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi

kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak,

pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status

kewarganegaraan.

3. Pencatatan Sipil, adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh

seseorang dalam register pencatatan sipil pada instansi pelaksana.

4. Pejabat Pencatatan Sipil, adalah pejabat yang melakukan pencatatan peristiwa

penting yang dialami seseorang pada instansi pelaksana yang pengangkatannya

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lembaga catatan sipil itu dibentuk dengan tujuan untuk mencatat

(mendaftar) selengkap dan sejelas-jelasnya sehingga memberikan kepastian yang

35

Page 36: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

36

sebenar-benarnya mengenai semua kejadian seperti: kelahiran, pengakuan

(terhadap kelahiran), perkawinan dan perceraian, kematian, dan izin kawin.

Pencatatan ini sangat penting baik untuk diri seseorang maupun untuk orang lain

oleh karena dengan pencatatan ini orang dapat dengan mudah memperoleh

kepastian akan kejadian-kejadian tersebut di atas.38

Tujuan pencatatan ialah untuk memperoleh kepastian hukum tentang

status perdata seseorang yang mengalami peristiwa hukum tersebut. Kepastian

hukum sangat penting dalam setiap perbuatan hukum. Kepastian hukum itu

menentukan apakah hak dan kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang

berhubungan hukum tersebut. Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan

status perdata mengenai dewasa atau belum dewasa seseorang. Kepastian hukum

mengenai perkawinan menentukan status perdata mengenai boleh atau tidak

melangsungkan perkawinan dengan pihak lain lagi. Kepastian hukum mengenai

perceraian menentukan status perdata untuk bebas mencari pasangan lain.

Kepastian hukum mengenai kematian menentukan status perdata sebagai ahli

waris dan keterbukaan waris.39

Untuk melakukan pencatatan, maka dibentuk lembaga khusus yang

disebut Catatan Sipil (Burgerlijke Stand). Catatan sipil artinya catatan mengenai

peristiwa perdata yang dialami seseorang.40 Ketentuan-ketentuan tentang catatan

sipil dalam KUHPerdata dimuat dalam 14 pasal yang berlaku hanya untuk warga

38R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 2000, HukumOrang dan Keluarga, (Personen En Familie-Recht), Cetakan Ketiga, AirlanggaUniversity Press, Surabaya, hal. 6.

39Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 48.40Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 49.

Page 37: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

37

negara keturunan Eropa saja, 14 pasal itu terdiri dari 3 bagian, yakni: tentang

daftar-daftar catatan sipil, tentang nama, dan tentang pembetulan akta-akta catatan

sipil dan tentang penambahan diktumnya.41

Pasal 68 UU Adminduk, mengatur bahwa kutipan akta pencatatan sipil

terdiri dari, yaitu: kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak

dan pengesahan anak. Kutipan akta pencatatan sipil sebagaimana diatur dalam

pasal ini memuat tentang:jenis peristiwa penting, NIK dan status

kewarganegaraan, nama orang yang mengalami peristiwa penting, tempat dan

tanggal peristiwa, tempat dan tanggal dikeluarkannya akta, nama dan tanda tangan

pejabat yang berwenang, dan pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data

yang terdapat dalam register akta pencatatan sipil.

Telah disebutkan bahwa pemerintah memiliki dua kedudukan hukum yaitu

sebagai wakil dari badan hukum publik (publiek rechtspersoon, public legal

entity) dan sebagai pejabat (ambtsdrager) dari jabatan pemerintahan.42 Hukum

yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara adalah

Hukum Administrasi Negara atau hukum perdata, tergantung dari sifat dan

kedudukan pemerintah dalam melakukan tindakan hukum tersebut. Transaksi

administratif tiap penduduk dalam urusan pencatatan hak perdatanya yang

dilakukan dengan pejabat pencatatan sipil, yang kemudian diikuti dengan

penerbitan akta dan kutipan akta pencatatan sipil oleh pejabat pencatatan sipil

adalah suatu peristiwa yang termasuk dalam Hukum Administrasi Negara.

41R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, 1986, Hukum Orangdan Keluarga, Cetakan Kelima, Alumni, Bandung, hal. 5-6.

42Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, RajawaliPers, Jakarta, hal. 267.

Page 38: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

38

2.2 Hukum Waris

2.2.1 Pengertian dan Unsur Hukum Waris

Semua makhluk hidup yang ada di dunia fana ini tidak ada yang kekal,

begitu pula dengan manusia akan mengalami masa kelahiran, masa kehidupan dan

masa kematian. Apabila manusia telah mengalami kematian, maka sejak saat itu

akan terjadi suatu proses pewarisan. Pasal 830 KUHPerdata tidak menentukan

secara jelas mengenai “manusia yang bagaimana” yang meninggal yang akan

menimbulkan dampak adanya suatu proses pewarisan.43 Tan Thong Kie

menambahkan bahwa salah satu syarat pewarisan adalah meninggalnya pewaris,

termasuk “ada dugaan hukum sudah meninggal”.44 Pendapat ini berupaya

menjelaskan adanya kaitan antara ketentuan Pasal 830 KUHPerdata tentang syarat

suatu pewarisan dengan Pasal 463 KUHPerdata tentang ketentuan ketidakhadiran

(afwezigheid).

Berikut beberapa pendapat tentang pengertian dari hukum waris

berdasarkan KUHPerdata:

1. Tan Thong Kie, “hukum waris (erfrecht) yaitu serangkaian ketentuan yang

mengatur peralihan warisan seseorang yang meninggal dunia kepada seorang

atau lebih”.45

43I Gede Purwaka, 1999, Keterangan Hak Mewaris yang Dibuat OlehNotaris Berdasarkan Ketentuan Undang-undang Hukum Perdata (BurgerlijkWetboek), Program Spesialis Notariat dan Pertanahan Fakultas HukumUniversitas Indonesia, Jakarta, hal. 1.

44Tan Thong Kie, loc.cit.45Tan Thong Kie, op.cit, hal. 224

Page 39: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

39

2. A. Pitlo, “hukum waris ialah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai

kekayaan karena matinya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan

yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang

yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan pihak

ketiga.”46

3. D.M. Knol, “hukum waris mengatur ketentuan-ketentuan tentang perpindahan

harta peninggalan dari orang yang telah meninggal, kepada ahli warisnya atau

lebih”.47

4. J. Satrio, “hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan

yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada

satu atau beberapa orang lain”.48

5. Abdulkadir Muhammad, “hukum waris adalah segala peraturan hukum yang

mengatur tentang beralihnya harta warisan dari pewaris karena kematian

kepada ahli waris atau orang yang ditunjuk”.49

Pendapat-pendapat di atas mempertegas hakekat dari suatu pewarisan yang

merupakan makna dasar dari Pasal 830 KUHPerdata yaitu telah jeas menentukan

bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Tidak ada pewarisan tanpa

kematian atau adanya dugaan hukum sudah meninggal.

46Eman Suparman, 1995, Intisari Hukum Waris Indonesia, Mandar Maju,Bandung, hal. 3.

47Sudarsono, 1993, Hukum Waris dan Sistem Bilateral,Rineka Cipta,Jakarta, hal. 11.

48Hilman Hadikusumah, 1996, Hukum Waris Indonesia MenurutPerundangan Hukum Adat, Hukum Agama Hindu-Islam, Citra Aditya Bhakti,Bandung, hal. 5.

49Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 267.

Page 40: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

40

Zainuddin Ali mendefiniskan bahwa pewarisan pada dasarnya adalah

suatu proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya. Unsur-

unsur terjadinya pewarisan mempunyai tiga persyaratan sebagai berikut:50

1. Ada orang yang meninggal dunia;

2. Ada orang yang masih hidup, sebagai ahli waris yang memperoleh warisan

pada saat pewaris meninggal dunia;

3. Ada sejumlah harta yang ditinggalkan oleh pewaris.

Berdasarkan pada pengertian hukum waris, Abdulkadir Muhammad

merumuskan unsur-unsur yang terdapat dalam hukum waris sebagai berikut:51

1) Subjek hukum waris yaitu pewaris, ahli waris, dan orang yang ditunjukberdasarkan wasiat;

2) Peristiwa hukum waris yaitu meninggalnya pewaris;3) Hubungan hukum waris yaitu hak dan kewajiban ahli waris;4) Objek hukum waris yaitu harta warisan peninggalan almarhum.

Pengelempokan yang berbeda terhadap unsur-unsur di atas memberikan

penjelasan bahwa pewarisan itu merupakan bagian dari hukum waris. Hukum

waris di posisi yang lebih luas daripada pewarisan dan pewarisan itu termasuk

bagian daripada hukum waris. Peristiwa hukum dan hubungan hukum adalah dua

unsur yang menjadikan hukum waris berada dalam posisi yang lebih luas daripada

pewarisan.

50Zainuddin Ali, 2010, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, SinarGrafika, Jakarta, hal. 81

51Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 267.

Page 41: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

41

2.2.2 Sistem Kewarisan

Hukum waris KUHPerdata dalam pengaturannya tidak dibedakan antara

anak laki-laki dan anak perempuan, antara suami dan istri. Semua mereka berhak

mewaris. Bagian anak laki-laki sama dengan bagian anak perempuan. Bagian

seorang isteri atau suami sama dengan bagian anak jika dari perkawinan itu

dilahirkan anak.

Apabila dihubungkan dengan sistem keturunan, maka KUHPerdata

menganut sistem keturunan bilateral, di mana setiap orang itu menghubungkan

dirinya ke dalam keturunan ayah maupun ibunya. Artinya ahli waris berhak

mewaris dari ayah jika ayah meninggal dan berhak mewaris dari ibu jika ibu

meninggal.

Apabila dihubungkan dengan sistem kewarisan, maka KUHPerdata

menganut sistem kewarisan individual, artinya sejak terbukanya waris

(meninggalnya pewaris), harta warisan (peninggalan) dapat dibagi-bagi

pemilikannya antara para ahli waris. Tiap ahli waris berhak menuntut bagian

warisan yang menjadi haknya.

Jadi, sistem kewarisan yang dianut oleh KUHPerdata adalah sistem

kewarisan individual bilateral. Artinya setiap ahli waris berhak menuntut

pembagian harta warisan dan memperoleh bagian yang menjadi haknya, baik

harta warisan dari ibunya maupun dari ayahnya.52

52Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 269.

Page 42: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

42

Effendi Perangin menambahkan, bahwa sifat hukum waris perdata barat,

yaitu menganut:53

1) Sistem pribadi, bahwa ahli waris adalah perseorangan, bukan kelompokahli waris;

2) Sistem bilateral, mewaris dari pihak ibu maupun bapak;3) Sistem perderajatan, ahli waris yang derajatnya lebih dekat dengan si

pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya.

2.2.3 Tata Cara Pewarisan

Effendi Perangin menjelaskan bahwa, terdapat dua cara untuk mendapat

suatu warisan berdasarkan hukum waris KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:54

1) Secara ab intestato (ahli waris menurut undang-undang), dalam Pasal 832KUHPerdata, yang berhak menerima bagian warisan adalah para keluargasedarah, baik sah maupun di luar kawin dan suami atau istri yang hidupterlama. Keluarga sedarah yang menjadi ahli waris ini dibagi dalam empatgolongan yang masing-masing merupakan ahli waris golongan pertama,kedua, ketiga dan golongan keempat.

2) Secara testamentair (ahli waris karena ditunjuk dalam suratwasiat/testamen), dalam Pasal 899 KUHPerdata, dalam hal ini pemilikkekayaan membuat wasiat untuk para ahli warisnya yang ditunjuk dalamsurat wasiat/testamen.

Selanjutnya Pasal 838, 839, dan 840 KUHPerdata, menentukan bahwa seseorang

tidak pantas menjadi ahli waris apabila:

1. Telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris;

2. Telah dijatuhi hukuman dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan

tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan

yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih

berat lagi;

53Effendi Perangin, op.cit, hal. 4.54Effendi Perangin, op.cit, hal. 4.

Page 43: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

43

3. Telah menghalangi pewaris dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk

membuat atau menarik kembali wasiatnya;

4. Telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat pewaris.

Pasal 1023 KUHPerdata, memberikan 3 (tiga) macam pilihan sikap ahli

waris terhadap harta warisan, tiap ahli waris memiliki hak untuk memilih salah

satu sikap diantara ketiga macam sikap tersebut. Adapun ketiga macam sikap

tersebut adalah:

1. Ahli waris dapat menerima secara murni, yaitu menerima harta warisan

seluruhnya meliputi aktiva dan pasiva pewaris.

2. Ahli waris dapat menerima dengan hak istimewa, yaitu sikap bersyarat untuk

menerima dan berhak merinci harta warisan, bahwa apabila ternyata aktiva

lebih kecil dari pada pasiva maka ahli waris hanya terbebani melunasi pasiva

sebatas aktiva yang ditinggalkan saja oleh pewaris.

3. Ahli waris dapat menolak warisan secara keseluruhan dan tidak akan terlibat

dalam pengurusan dan pembagian harta warisan serta harus memberikan

pernyataan tentang penolakan tersebut pada kepaniteraan pengadilan negeri

yang dalam daerah hukumnya warisan itu terbuka.

2.2.4 Golongan dan Bagian Ahli Waris

Ketentuan dalam KUHPerdata menentukan ada 4 (emat) golongan ahli

waris yang bergiliran berhak atas harta warisan, golongan lebih kecil yang secara

biologis dan hubugan darah lebih dekat dengan pewaris menghalangi golongan

yang lebih besar, artinya apabila ada golongan I, maka golongan yang lain tidak

Page 44: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

44

berhak, dan bila tidak ada golongan I maka yang berhak adalah golongan II maka

golongan III dan IV tidak berhak, demikian seterusnya. Penggolongan ahli waris

itu dapat disimpulkan sebagai berikut:55

1) Golongan I meliputi:a. Suami/istri yang hidup terlama;b. Anak;c. Keturunan anak.

2) Golongan II meliputi:a. Ayah dan ibu;b. Saudara;c. Keturunan.

3) Golongan III meliputi:a. Kakek dan nenek, baik dari pihak bapak maupun ibu;b. Orang tua kakek dan nenek itu, dan seterusnya ke atas.

4) Golongan IV meliputi:a. Paman dan bibi dari pihak bapak mapun ibu;b. Keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari si

meninggal;c. Saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat

keenam dihitung dari si meninggal.

Golongan Pertama, pasal-pasal yang mengatur golongan ini adalah Pasal

852, 852a ayat (1), dan 852a ayat (2) KUHPerdata. Pasal 852, hak mewaris dari

anak-anak pewaris adalah sama tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran

yang lebih dulu. Pasal 852a ayat 1, bagian suami/isteri yang hidup terlama sama

bagiannya dengan anak-anak. Pasal 852a ayat 2, bagian isteri/suami perkawinan

kedua, tidak boleh melebihi bagian anak-anak dari perkawinan pertama, maksimal

1/4 (seperempat).

Golongan Kedua, jumlah bagiannya diatur dalam Pasal 854, 855, 856, 857

KUHPerdata. Pasal 854, bagian warisan jika masih ada bapak dan ibu dan satu

saudara maka bagian masing-masing 1/3 (sepertiga), dan seterusnya. Pasal 855,

55Effendi Perangin, op.cit, hal. 35.

Page 45: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

45

bagian warisan jika hanya terdapat bapak/ibu, maka bagian bapak/ibu yang hidup

terlama adalah ½ (seperdua) jika mewaris bersama satu orang saudara, 1/3

(sepertiga) jika mewaris bersama-sama dua orang saudara, ¼ (seperempat) jika

mewaris bersama 3 orang saudara atau lebih. Pasal 856, jika tidak ada bapak/ibu,

maka saudara berhak mewarisi seluruh harta warisan. Pasal 857, mengenai

pembagian saudara, adapun pembagian saudara terbagi dalam tiga macam

saudara, yaitu saudara kandung, saudara sebapak, dan saudara seibu. Bagian

saudara dari perkawinan yang sama maka bagiannya sama besar, sedangkan jika

saudara-saudara berasal dari perkawinan yang berbeda, maka bagiannya harus

dibagi dua (kloving) yaitu ½ (seperdua) bagian untuk saudara dalam garis

sebapak, dan ½ (seperdua) untuk saudara garis seibu. Saudara sekandung

memperoleh dua bagian, yaitu bagian dari garis sebapak dan bagian dari garis

seibu.

Golongan Ketiga, jumlah bagiannya diatur dalam Pasal 857, 853, 858

KUHPerdata. Seperti halnya pembagian saudara dalam Pasal 857 KUHPerdata,

pembagian dalam ahli waris golongan ketiga juga harus dilakukan kloving terlebih

dahulu, yaitu ½ (seperdua) bagian untuk ahli waris dalam garis sebapak, dan ½

(seperdua) bagian untuk ahli waris garis seibu, saudara sekandung memperoleh

dua bagian.

Golongan Keempat, bagian warisnya diatur dalam Pasal 850, 858, 861,

KUHPerdata. Pada dasarnya pembagian dalam golongan ini sama dengan

pembagian golongan ketiga, bahwa dalam pembagian warisan harus dikloving

terlebih dahulu, yaitu 1/2 bagian untuk ahli waris dalam garis sebapak, dan ½

Page 46: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

46

bagian untuk ahli waris dalam garis seibu, saudara sekandung memperoleh dua

bagian.

2.3 Keadaan Tidak Hadir (Afwezigheid)

Keadaan tidak hadir (Afwezigheid), seorang adalah tak hadir (afwezig) jika

ia meninggalkan tempat tinggalnya tanpa membuat surat kuasa untuk

mewakilinya dalam usaha serta kepentingannya atau dalam mengurus harta serta

kepentingannya, atau jika kuasa yang diberikan tidak berlaku lagi sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 463 KUHPerdata.56 Keadaan tidak berada di tempat tidak

menghentikan wewenang berhaknya seorang. Jadi tidak menghentikan statusnya

sebagai persoon. Akan tetapi keadaan demikian itu dapat menimbulkan

ketidakpastian hukum, karena itu pembuat undang-undang menganggap perlu

mengatur hal tiada di tempat (afwezigheid).57

Pasal 463 KUHPerdata memberikan penjelasan bahwa ketidakhadiran

seseorang harus memenuhi unsur-unsur, sebagai berikut:58

1) Meninggalkan tempat kediamannya;2) Tanpa memberikan kuasa kepada orang lain untuk mewakilinya;3) Tidak menunjuk atau memberikan kuasa kepada orang lain untuk

mengurus kepentingannya;4) Kuasa yang pernah diberikan telah gugur;5) Jika timbul keadaan yang memaksa untuk menanggulangi pengurusan

harta bendanya secara keseluruhan atau sebagian;6) Untuk mengangkat seorang wakil, harus diadakan tindakan-tindakan

hukum untuk mengisi kekosongan sebagai akibat ketidakhadiran tersebut;

56Tan Thong Kie, op.cit. hal. 44.57R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, op.cit, hal. 200.58R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, op.cit, hal. 242.

Page 47: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

47

7) Mewakili dan mengurus kepentingan orang yang tidak hadir, tidak hanyameliputi kepentingan harta kekayaan saja, melainkan juga untukkepentingan-kepentingan pribadinya.

Ketidakhadiran (afwezigheid) dalam KUHPerdata mengenal 3 masa, yaitu:

I. Pengambilan tindakan sementara; II. Masa ada dugaan hukum mungkin telah

meninggal; dan III. Masa pewarisan definitif.59

1. Masa Pengambilan Tindakan Sementara

Masa pengambilan tindakan sementara, hanya diambil jika ada alasan

yang mendesak untuk mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaannya.

Tindakan sementara tersebut dimintakan kepada pengadilan negeri oleh orang

yang mempunyai kepentingan harta kekayaan (stoffelijk belang), umpamanya

istrinya, para kreditor, dan sesama pemegang saham. Jaksa juga dapat memohon

tindakan sementara itu.60 Tindakan sementara itu terdiri atas pengangkatan Balai

Harta Peninggalan sebagai pelaksana pengurusan (bewindvoerder) oleh

pengadilan. Balai Harta Peninggalan selanjutnya yang mengurus kepentingan-

kepentingannya, hak-haknya, dan harta kekayaannya berdasarkan ketentuan Pasal

463 KUHPerdata.61

2. Masa Ada Dugaan Hukum Mungkin Telah Meninggal

Seseorang dapat diputuskan “kemungkinan sudah meninggal

(vermoedelijk overlijden)” jika:62

1) Ia tidak hadir selama 5 tahun tanpa meninggalkan surat kuasa (Pasal 467KUHPerdata;

59Tan Thong Kie, op.cit. hal. 44.60Tan Thong Kie, op.cit. hal. 44.61R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, op.cit, hal. 201.62Tan Thong Kie, op.cit. hal. 45.

Page 48: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

48

2) Ia tidak hadir selama 10 tahun; surat kuasa ada, tetapi masa berlakunyasudah habis (Pasal 470 KUHPerdata);

3) Ia tidak hadir selama 1 tahun, apabila orangnya termasuk awak ataupenumpang kapal laut atau pesawat udara (Stbl. 1922-455); dan

4) Ia tidak hadir selama 1 tahun, apabila orangnya hilang pada suatuperistiwa fatal yang menimpa sebuah kapal laut atau pesawat udara (Stbl.1922-455).

Untuk mengeluarkan ketetapan pernyataan barangkali meninggal dunia,

Hakim Pengadilan Negeri memberi izin kepada pihak yang berkepentingan untuk

memanggil orang yang tak hadir itu melalui surat kabar yang ditunjuk oleh

Pengadilan Negeri, sebanyak tiga kali berturut-turut. Setelah dilakukan

pemanggilan terhadap orang yang tak hadir itu sesuai dengan prosedur, tetapi

ternyata tidak muncul, Pengadilan Negeri kemudian dapat mengeluarkan

ketetapan pernyataan barangkali meninggal dunia, dengan segala akibat

hukumnya. Akibat hukum itu terutama peralihan hak-hak kepada para ahli

warisnya yang sifatnya sementara dan dengan batasan-batasan tertentu.63

3. Masa Pewarisan Definitif

Masa pewarisan definitif memiliki beberapa akibat hukum, di antaranya

adalah para ahli waris atau orang yang memperoleh hak berhak menuntut

pembagian warisan atas harta kekayaan orang yang tak hadir itu.64 Pasal 484

KUHPerdata mengatur tentang masa ketiga dalam ketidakhadiran (afwezigheid),

yaitu masa pewarisan definitif dengan ketentuan yang tertulis sebagai berikut:

Apabila waktu selama tiga puluh tahun telah lewat, setelah hari pernyataanbarangkali meninggal tercantum dalam putusan atau, apabila sebelum itu,waktu selama seratus tahun telah lewat, semenjak hari lahir si tak hadir, makaterbebaslah sekalian penanggung, sedangkan pembagian harta kekayaan yangditinggalkan, sekadar ini telah berlangsung, tetap berlaku, atau, jika belum

63Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 56.64Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 57.

Page 49: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

49

berlangsung, para barangkali ahli waris boleh mengadakan pembagian yangtetap, seperti pun hak-hak lainnya atas harta peninggalan, boleh dinikmatipula. Demikianlah hak istimewa akan pendaftaran berakhir, sehingga parabarangkali ahli waris harus diwajibkan menerima atau menolak, menurutperaturan yang ada tentang itu.65

Masa pewarisan definitif mulai setelah lewat 30 tahun sejak tanggal

tersebut dalam keputusan hakim tentang “mungkin sudah meninggal” atau setelah

lewat 100 tahun sejak lahirnya si tak hadir, yang mana lebih cepat sesuai

ketentuan Pasal 484 KUHPerdata. Permulaan masa pewarisan definitif

mengakibatkan:66

1) Semua jaminan dibebaskan;2) Para ahli waris dapat mempertahankan pembagian harta warisan

sebagaimana telah dilakukan atau membuat pemisahan dan pembagiandefinitif; dan

3) Hak menerima warisan secara terbatas berhenti dan para ahli waris dapatdiwajibkan menerima warisan atau menolaknya (Pasal 484 KUHPerdata).

65R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2008. Kitab Undang-undang HukumPerdata-Burgerlijk Wetboek, Cetakan ke-39, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 150.

66Tan Thong Kie, op.cit. hal. 46-47.

Page 50: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

50

BAB III

PERALIHAN DAN PEMBEBANAN HAK ATAS HARTA TIDAK

BERGERAK MILIK AFWEZIG

Berdasarkan Pasal 504 KUHPerdata, benda dibedakan menjadi 2 (dua)

yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda tidak bergerak, diatur

dalam Pasal 506 sampai dengan Pasal 508 KUHPerdata. Sedangkan untuk benda

bergerak, diatur dalam Pasal 509 sampai dengan Pasal 518 KUHPerdata.67

Kaitannya dalam penelitian ini adalah dalam hal benda tidak bergerak, karena

pengecualian terhadap Pasal 484 KUHPerdata tentang masa pewarisan definitif

ditentukan hanya untuk barang/benda/harta tidak bergerak. Pengecualian itu diatur

dalam Pasal 481 KUHPerdata yang hanya diberlakukan terhadap

barang/benda/harta tidak bergerak dengan “alasan-alasan penting” yang belum

jelas dan menjadi pokok masalah dalam penelitian ini dan akan dibahas dalam bab

berikutnya.

Subekti menjelaskan, bahwa suatu benda dapat tergolong dalam golongan

benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, kedua karena

tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh

undang-undang. Lebih lanjut, Subekti mengelompokkan dan memberikan contoh

sebagai berikut:68

67Letezia Tobing, Mengenai Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak,http://www.hukumonline.com/klinik diakses terakhir pada tanggal 28 Mei 2014.

68Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, hal. 61-62.

50

Page 51: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

51

1. Benda tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatuyang secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atauperbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanahitu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang terdapatdi dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara tetap(rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohonyang belum diambil.

2. Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya, ialah segala apa yangmeskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah ataubangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untukwaktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik.

3. Tidak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang,segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tidakbergerak.

Benda bergerak menurut Subekti dibedakan dan digolongkan sebagai

berikut:69

1. Bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanahatau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnyabarang perabot rumah tangga.

2. Bergerak karena penetapan undang-undang ialah misalnya vruchtgebruikdari suatu benda yang bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari suatuperseroan perdagangan, surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.

Frieda Husni Hasbullah dalam bukunya yang berjudul “Hukum

Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan”, memberi penjelasan

dan mengelompokkan bahwa untuk kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam

3 (tiga) golongan:70

1. Benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPerdata) misalnyatanah dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, ataupohon-pohon dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanahatau buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang.

2. Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya(Pasal 507 KUHPerdata) misalnya pabrik dan barang-barang yangdihasilkannya, penggilingan-penggilingan, dan sebagainya. Juga

69Letezia Tobing, loc.cit.70Frieda Husni Hasbullah, 2005, Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak

Yang Memberi Kenikmatan, Ind Hill-Company, Jakarta, hal. 43-44.

Page 52: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

52

perumahan beserta benda-benda yang dilekatkan pada papan atau dindingseperti cermin, lukisan, perhiasan, dan lain-lain; kemudian yang berkaitandengan kepemilikan tanah seperti rabuk, madu di pohon dan ikan dalamkolam, dan sebagainya; serta bahan bangunan yang berasal dari reruntuhangedung yang akan dipakai lagi untuk membangun gedung tersebut, danlain-lain.

3. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang misalnya, hakpakai hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak pengabdiantanah, hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508KUHPerdata). Di samping itu, menurut ketentuan Pasal 314Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD), kapal-kapalberukuran berat kotor 20 m3 ke atas dapat dibukukan dalam suatu registerkapal sehingga termasuk kategori benda-benda tidak bergerak.

Lebih lanjut, Frieda Husni Hasbullah menerangkan bahwa untuk

kebendaan bergerak dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan:71

1. Benda bergerak karena sifatnya, yaitu benda-benda yang dapat berpindahatau dapat dipindahkan misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja,kursi, dan lain-lain (Pasal 509 KUHPerdata).Termasuk juga sebagai bendabergerak ialah kapal-kapal, perahu-perahu, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu dan sebagainya (Pasal 510KUHPerdata).

2. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 511 KUHPerdata)misalnya:a. Hak pakai hasil dan hak pakai atas benda-benda bergerak;b. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;c. Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;d. Saham-saham atau andil-andil dalam persekutuan dagang, dan lain-lain.

Manfaat pembedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak akan terlihat

dalam hal cara penyerahan bendatersebut, cara meletakkan jaminan di atas benda

tersebut, dan beberapa hal lainnya.72 Kaitannya terhadap manfaat tersebut dalam

penelitian ini adalah dalam hal peralihan dan pembebanan hak atas

barang/benda/harta.

71Ibid, hal. 44-45.72Letezia Tobing, loc.cit.

Page 53: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

53

Menurut Frieda Husni Hasbullah, pentingnya pembedaan antara harta

bergerak dan harta tidak bergerak berkaitan dengan 4 (empat) hal yaitu:

penguasaan, penyerahan, daluwarsa, dan pembebanan. Keempat hal yang

dimaksud adalah sebagai berikut:73

1. Kedudukan berkuasa (bezit), bezit atas benda bergerak berlaku sebagai titelyang sempurna (Pasal 1977 KUHPerdata). Tidak demikian halnya bagimereka yang menguasai benda tidak bergerak, karena seseorang yangmenguasai benda tidak bergerak belum tentu adalah pemilik bendatersebut.

2. Penyerahan (levering), menurut Pasal 612 KUHPerdata, penyerahan bendabergerak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata (feitelijke levering).Dengan sendirinya penyerahan nyata tersebut adalah sekaligus penyerahanyuridis (juridische levering). Sedangkan menurut Pasal 616 KUHPerdata,penyerahan benda tidak bergerak dilakukan melalui pengumuman aktayang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620KUHPerdata antara lain membukukannya dalam register. Denganberlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan DasarPokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), maka pendaftaran hakatas tanah dan peralihan haknya menurut ketentuan Pasal 19 UUPA danperaturan pelaksananya.

3. Pembebanan (bezwaring), pembebanan terhadap benda bergerakberdasarkan Pasal1150 KUHPerdata harus dilakukan dengan gadai,sedangkan pembebanan terhadap benda tidak bergerak menurut Pasal 1162KUHPerdata harus dilakukan dengan hipotik.Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah BesertaBenda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disebut UUHT),maka atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah hanyadapat dibebankan dengan Hak Tanggungan. Sedangkan untuk benda-benda bergerak juga dapat dijaminkan dengan lembaga fidusiamenurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia(selanjutnya disebut UUJF).

4. Daluwarsa (verjaring), terhadap benda bergerak, tidak dikenal daluwarsasebab menurut Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata, bezit atas benda bergerakadalah sama dengan eigendom; karena itu sejak seseorang menguasai suatubenda bergerak, pada saat itu atau detik itu juga ia dianggap sebagaipemiliknya.Terhadap benda tidak bergerak dikenal daluwarsa karenamenurut Pasal 610 KUHPerdata, hak milik atas sesuatu kebendaandiperoleh karena daluwarsa.

73Frieda HusniHasbullah, op.cit, hal. 45-48.

Page 54: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

54

Penggolongan/pengelompokkan dan penentuan contoh dari masing-

masing benda menjadi penting, dalam penelitan ini akan dibahas tentang

barang/benda/harta (selanjutnya disebut harta) tidak bergerak sehubungan dengan

obyek disebutkan dalam Pasal 481 KUHPerdata. Pemanfaatan dari penggolongan

atas jenis harta juga sangat penting. Pemanfaatan penggolongan yang mencakup 4

(empat) hal seperti dijelaskan di atas, dalam penelitian ini akan dibahas terbatas

dalam hal penyerahan/peralihan (selanjutnya disebut peralihan) dan pembebanan

hak untuk digunakan dalam membahas hal lainnya terkait dengan masalah dalam

penelitian ini. Bab ini selanjutnya akan membahas tentang: peralihan dan

pembebanan harta tidak bergerak, akta kematian dansurat keterangan waris terkait

afwezigheid sebagai penunjang dalamperalihan dan pembebanan hak milik, juga

peralihan dan pembebanan hak milik terkait afwezigheid.

3.1 Peralihan Harta Tidak Bergerak

Seperti telah dijelaskan bahwa harta tidak bergerak bisa terdiri dari obyek

sebagai berikut: tanah, rumah, pohon, barang-barang tambang, mesin-mesin

dalam suatu pabrik, hak pakai hasil, hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak

pengabdian tanah, hak numpang karang, hak usaha, juga kapal berukuran berat

kotor 20 m3 ke atas. Materi bahasan dalam penelitian ini terbatas dalam harta

tidak bergerak berupa tanah dan bangunan yang dimiliki oleh afwezig.

Pasal 20 ayat (1) UUPA memberi definisi bahwa, hak milik adalah hak

turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah,

dengan tetap mengingat ketentuan Pasal 6 yaitu, bahwa semua hak atas tanah

Page 55: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

55

mempunyai fungsi sosial. Hak milik sangat penting bagi manusia untuk dapat

melaksanakan hidupnya di dunia. Semakin tinggi nilai hak milik atas suatu benda,

semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan terhadap benda tersebut. Tanah

adalah salah satu hak milik yang sangat berharga bagi umat manusia.74 Definisi-

definisi lain tentang hak milik menurut beberapa ahli hukum antara lain: Curzon

mendefiniskan hak milik dengan property yakni:

The following are example of many definitions of “property”: “The highestright men have to anything”; “a right over detirminate thing either a tract ofland or a chattel”: “an exclusive right to control an economic good”; “anaggregate of rights guaranteed and protected by the government”;“everything which is the subject of ownership”; “a social institution wherebypeople regulate the acquisition and use of the resources of our environmentaccording to a system of rules”; “a concept that refers to the rights,obligations, privilages and restrictions that govern the relations of men withrespect to things of value.75

Terjemahan:Berikut beberapa definisi tentang "properti": "Hak tertinggi yang dimilikimanusia"; "Hak atas sebidang tanah atau harta": "hak eksklusif untukmengontrol barang ekonomi"; "Agregat hak yang dijamin dan dilindungi olehpemerintah"; "Segala sesuatu yang merupakan subjek kepemilikan"; "Institusisosial dimana orang mengatur perolehan dan penggunaan sumber dayalingkungan sesuai dengan sistem dan aturan"; "Sebuah konsep yang mengacupada hak, kewajiban, hak istimewa dan pembatasan yang mengatur hubunganmanusia sehubungan dengan hal-hal yang bernilai.

Pendapat Jane Radin yang dikutip oleh A.R. Buck mengenai “Property

Theory” sebagai berikut:

Property can mean either object property, what Radin calls “fungible”property, or it can mean attribute property, what she calls “personal” or“constitutive” property. Fungible property is that type of property which wetreat as a commodity, is expressed in terms of market rhetoric. Constitutive

74Adrian Sutedi, 2013, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya,Cetakan Kelima, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 7.

75L.B. Curzon, 1999, Land Law, Seventh Edition, Person EducationLimited, Great Britain, hal. 8-9.

Page 56: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

56

property is the type of property we associate with our personhood and is not,or should not be expressed in terms of market rhetoric.76

Terjemahan:Properti bisa berarti objek properti, seperti apa yang diutarakan oleh Radin"sepadan" properti, atau bisa berarti atribut properti, apa yang dia sebut"pribadi" atau "konstitutif" properti. Properti sepadan adalah bahwa jenisproperti yang diperlakukan sebagai komoditas, dinyatakan dalam retorikapasar. Properti konstitutif adalah jenis properti yang dikaitkan dengankepribadian, atau tidak harus dinyatakan dalam retorika pasar.

David J. Hayton, memberikan pengertian “Real Property” mengenai tanah,

yakni sebagai berikut:

The natural division of physical property is into land (or immovables “as itsometimes called”) and other objects known as chattels or “movables”. Thissimple distinction is inadequate. In the first place, chattels may becomeattached to land so as to lose their character of chattles and become part ofthe land itself. Secondly, a sophisticated legal system of property, but also forthe ownership of a wide variety.77

Terjemahan:Pembagian alam properti fisik menjadi lahan (atau harta yang tidak dapatdigerakkan "karena kadang-kadang disebut") dan benda-benda lainnya yangdikenal sebagai harta benda atau "benda-benda bergerak". Perbedaansederhana ini tidak memadai. Pertama, harta benda dapat menjadi melekatpada tanah sehingga kehilangan karakter barang bergerak dan menjadi bagiandari tanah itu sendiri. Kedua, sistem hukum yang canggih properti, tetapi jugauntuk berbagai kepemilikan.

Pasal 20 ayat (2) UUPA menyebutkan “Hak milik dapat beralih dan

dialihkan kepada pihak lain”. Ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUPA tersebut

menjelaskan bahwa terdapat 2 (dua) bentuk peralihan hak milik, bentuk-bentuk

peralihan hak milik atas tanah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:78

76A.R. Buck, 2001, Land and Freedom: Law, Property Rights and BritishDiasphora, Asgate Publishing Company, Great Britain, hal. 42-43.

77David J. Hayton, 1982, Megarry’s Manual of The Law of Real Property,Sixth Edition, Steven and Son Ltd, London, hal. 17.

78Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, KencanaPrenada Media Group, Jakarta, hal. 93-94.

Page 57: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

57

1. Beralih, artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya kepadapihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum meninggalnya pemiliktanah, maka hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnyasepanjang ahli waris memenuhi syarat sebagai subyek hak milik. Prosedurpendaftaran peralihan hak karena beralihnya hak milik atas tanah diaturdalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 TentangPendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP 24/1997) juncto Pasal 111 danPasal 112 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan PertanahanNasional No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PeraturanPemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnyadisebut PMNA 3/1997).

2. Dialihkan/pemindahan hak, artinya berpindahnya hak milik atas tanah daripemiliknya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum,yaitu: jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan (pemasukan) dalammodal perusahaan, dan lelang. Perpindahan hak milik atas tanah karenadialihkan/pemindahan hak harus dibuktikan dengan akta yang dibuat olehdan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali lelangdibuktikan dengan berita acara lelang atau risalah lelang yang dibuat olehpejabat dari kantor lelang. Berpindahnya hak milik atas tanah ini harusdidaftarkan ke kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatatdalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat daripemilik tanah lama kepada pemilik tanah yang baru.Prosedur pemindahanhak milik atas tanah karena jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan(pemasukan) dalam modal perusahaan diatur dalam Pasal 37 sampaidengan Pasal 40 PP 24/1997 juncto Pasal 97 sampai dengan Pasal 106PMNA 3/1997. Prosedur pemindahan hak milik atas tanah karena lelangdiatur dalam Pasal 41 PP 24/1997 juncto Pasal 107 sampai Pasal 110PMNA 3/1997.

Secara singkat dapat disimpulkan sebagai berikut, peralihan hak yang

beralih adalah dikarenakan oleh waris dan peralihan hak yang dialihkan

dikarenakan oleh adanya: jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan dalam modal

perusahaan, dan lelang. Berikut berbagai pengaturan tentang peralihan hak

sebagaimana telah diatur dalam PP 24/1997 dan PMNA 3/1997.

Page 58: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

58

1. Peralihan hak karena pewarisan

Peralihan hak karena pewarisan yang merupakan bentuk dari peralihan hak

yang beralih, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 42 PP 24/1997 dengan

ketentuan sebagai berikut:

(1) Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidangtanah hak yang sudah didaftar dan HakMilik atas Satuan Rumah Susunsebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanahatau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagaiwarisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan,surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknyadan surat tanda bukti sebagai ahli waris.

(2) Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajibdiserahkan juga dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal39 ayat (1) huruf b.

(3) Jika penerima warisan terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan haktersebut dilakukan kepada orang tersebut berdasarkan surat tanda buktisebagai ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan haktersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuatketerangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susuntertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaranperalihan hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun itudilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surattanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.

(5) Warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susunyang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antarabeberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada aktapembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerimawaris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tandabukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris tersebut.

Selanjutnya ketentuan tentang peralihan hak karena pewarisan yang

merupakan bentuk dari peralihan hak yang beralih, juga diatur dalam Pasal 111

PMNA 3/1997 dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) Permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik atasSatuan Rumah Susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya denganmelampirkan :

Page 59: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

59

a. sertipikat hak atas tanah atau sertipikat Hak Milik atas Satuan RumahSusun atas nama pewaris, atau, apabila mengenai tanah yang belumterdaftar, bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;

b. surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalamsertipikat yang bersangkutan dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggalpewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atauinstansi lain yang berwenang;

c. surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa :1) wasiat dari pewaris, atau2) putusan Pengadilan, atau3) penetapan hakim/Ketua Pengadilan, atau4) - bagi warganegara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli

waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2(dua) orang saksi dan dikuatkan oleh KepalaDesa/Kelurahan danCamat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;

- bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keteranganhak mewaris dari Notaris,

- bagi warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: suratketerangan waris dari Balai Harta Peninggalan.

d. surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukanpermohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yangbersangkutan;

e. bukti identitas ahli waris;(2) Apabila pada waktu permohonan pendaftaran peralihan sudah ada

putusan pengadilan atau penetapan hakim/Ketua Pengadilan atau aktamengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (4)Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka putusan/penetapanatau akta tersebut juga dilampirkan pada permohonan sebagaimanadimaksud pada ayat (1).

(3) Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dapat dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan oleh semua ahli warisdengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris.

(4) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagianwarisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahliwaris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapatdilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 1997.

(5) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaranperalihan haknya disertai dengan akta pembagian waris yang memuatketerangan bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan RumahSusun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima warisan, makapencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yangbersangkutan berdasarkan akta pembagian waris tersebut.

Page 60: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

60

(6) Pencatatan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud Pasal inidalam daftar-daftar pendaftaran tanah dilakukan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 105.

Ketentuan tentang peralihan hak karena pewarisan yang disertai dengan

hibah wasiat diatur dalam Pasal 112 PMNA 3/1997 dengan ketentuan sebagai

berikut:

(1) Dalam hal pewarisan disertai dengan hibah wasiat, maka:a. jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang

dihibahkan sudah tertentu, maka pendaftaran peralihan haknyadilakukan atas permohonan penerima hibah dengan melampirkan:1) sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

atas nama pewaris, atau apabila hak atas tanah yang dihibahkanbelum terdaftar, bukti pemilikan tanah atas nama pemberi hibahsebagaimana dimaksud Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 1997;

2) surat kematian pemberi hibah wasiat dari Kepala Desa/Lurahtempat tinggal pemberi hibah wasiat tersebut waktu meninggaldunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yangberwenang;

3) a) Putusan Pengadilan atau Penetapan Hakim/Ketua Pengadilanmengenai pembagian harta waris yang memuat penunjukan hakatas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yangbersangkutan sebagai telah dihibah wasiatkan kepada pemohon,ataub) Akta PPAT mengenai hibah yang dilakukan oleh PelaksanaWasiat atas nama pemberi hibah wasiat sebagai pelaksanaan dariwasiat yang dikuasakan pelaksanaannya kepada Pelaksana Wasiattersebut, atauc) Akta pembagian waris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111ayat (2) yang memuat penunjukan hak atas tanah atau Hak MilikAtas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan sebagai telahdihibah wasiatkan kepada pemohon,

4) surat kuasa tertulis dari penerima hibah apabila yang mengajukanpermohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hibah;

5) bukti identitas penerima hibah;6) bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor21 Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;

7) bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalamPeraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan PeraturanPemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebutterutang.

Page 61: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

61

b. jika hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yangdihibahkan belum tertentu, maka pendaftaran peralihan haknyadilakukan kepada para ahli waris dan penerima hibah wasiat sebagaiharta bersama.

(2) Pencatatan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud dalam pasalini dalam daftar-daftar pendaftaran tanah dilakukan sesuai ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 105.

2. Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, dan pemasukan dalammodal perusahaan

Peralihan hak karena karena jual beli, tukar menukar, hibah, dan

pemasukan dalam modal perusahaan yang merupakan bentuk dari peralihan hak

yang dialihkan, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 40

PP 24/1997 juncto Pasal 97 sampai dengan Pasal 106 PMNA 3/1997 dengan

ketentuan sebagai berikut:

Pasal 37PP 24/1997:(1) Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui

jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan danperbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hakmelalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yangdibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri,Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidangtanah hak milik, dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesiayang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yangmenurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannyadianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang yangbersangkutan.

Pasal 38PP 24/1997:(1) Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dihadiri

oleh para pihak yang melakukan hukum yang bersangkutan dandisaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhisyarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.

(2) Bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta PPAT diatur oleh Menteri.

Pasal 39PP 24/1997:(1) PPAT menolak untuk membuat akta, jika:

Page 62: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

62

a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuanrumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yangbersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengandaftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau

b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidakdisampaikan:1) surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atausurat keterangan KepalaDesa/Kelurahan yang menyatakan bahwayang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimanadimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan2) surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yangbersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuktanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan KantorPertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkanoleh Kepala Desa/Kelurahan; atau

c. salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukumyang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalamPasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindakdemikian; atau

d. salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasamutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahanhak; atau

e. untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izinPejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukanmenurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

f. obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketamengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau

g. tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukandalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

(2) Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan secara tertuliskepada pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.

Pasal 40 PP 24/1997(1) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya

akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yangdibuatkannya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepadaKantor Pertanahan untuk didaftar.

(2) PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telahdisampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada parapihak yang bersangkutan.

Selanjutnya ketentuan tentang peralihan hak karena jual beli, tukar

menukar, hibah, dan pemasukan dalam modal perusahaan yang merupakan bentuk

dari peralihan hak yang dialihkan, juga diatur dalam Pasal 97 sampai dengan Pasal

Page 63: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

63

106 PMNA 3/1997. Pasal 103 PMNA 3/1997 mengatur tentang pendaftaran dan

peralihan hak dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lainyang diperlukan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yangbersangkutan kepada Kantor Pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh)hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan.

(2) Dalam hal pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah bersertipikatatau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dokumen sebagaimanadimaksud pada ayat (1) terdiri dari:a. surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh

penerima hak atau kuasanya;b. surat kuasa tertulis dari penerima hak apabila yang mengajukan

permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hak;c. akta tentang perbuatan hukum pemindahan hak yang bersangkutan

yang dibuat oleh PPAT yang pada waktu pembuatan akta masihmenjabat dan yang daerah kerjanya meliputi letak tanahyangbersangkutan;

d. bukti identitas pihak yang mengalihkan hak;e. bukti identitas penerima hak;f. sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

yang dialihkan;g. izin pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2);h. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;

i. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalamPeraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan PeraturanPemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.

(3) Dalam hal pemindahan hak atas tanah yang belum terdaftar, dokumensebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:a. surat permohonan pendaftaran hak atas tanah yang dialihkan yang

ditandatangani oleh pihak yang mengalihkan hak;b. surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh

penerima hak atau kuasanya;c. surat kuasa tertulis dari penerima hak apabila yang mengajukan

permohonan pendaftaran peralihan hak bukan penerima hak;d. akta PPAT tentang perbuatan hukum pemindahan hak yang

bersangkutan;e. bukti identitas pihak yang mengalihkan hak;f. bukti identitas penerima hak;g. surat-surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76;h. izin pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2);

Page 64: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

64

i. bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21Tahun 1997, dalam hal bea tersebut terutang;

j. bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalamPeraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan PeraturanPemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang.

(4) Kantor Pertanahan wajib memberikan tanda penerimaan atas penyerahanpermohonan pendaftaran beserta akta PPAT dan berkasnya sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dan (3) yang diterimakan kepada PPATyangbersangkutan.

(5) PPAT yang bersangkutan memberitahukan kepada penerima hakmengenai telah diserahkannya permohonan pendaftaran peralihan hakbeserta akta PPAT dan berkasnya tersebut kepada Kantor Pertanahandengan menyerahkan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6) Pengurusan penyelesaian permohonan pendaftaran peralihan hakselanjutnya dilakukan oleh penerima hakatau oleh PPAT atau pihak lainatas nama penerima hak.

(7) Pendaftaran peralihan hak karena pemindahan hak yang dibuktikandengan akta PPAT harus juga dilaksanakan oleh Kepala KantorPertanahan sesuai ketentuan yang berlaku walaupun penyampaian aktaPPAT melewati batas waktu 7 (tujuh) hari sebagaimana dimaksud padaayat (1).

(8) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada PPAT yangbersangkutan diberitahukan tentang pelanggaran ketentuan batas waktupenyerahan akta tersebut.

3. Peralihan hak karena lelang

Peralihan hak atas tanah karena lelang merupakan bentuk dari peralihan

hak yang dialihkan, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 41 PP 24/1997 dengan

ketentuan sebagai berikut:

(1) Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapatdidaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat olehPejabat Lelang.

(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum suatu bidang tanah atausatuan rumah susun dilelang baik dalam rangka lelang eksekusi maupunlelang non eksekusi, Kepala Kantor Lelang wajib meminta keterangansebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada Kantor Pertanahanmengenai bidang tanah atau satuan rumah susun yang akan dilelang.

(3) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan keterangan sebagaimanadimaksud pada ayat (2) selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelahditerimanya permintaan dari Kepala Kantor Lelang.

(4) Kepala Kantor Lelang menolak melaksanakan lelang, apabila :

Page 65: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

65

a. mengenai tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumahsusun:1) kepadanya tidak diserahkan sertipikat asli hak yang bersangkutan,

kecuali dalam hal lelang eksekusi yang dapat tetap dilaksanakanwalaupun sertipikat asli hak tersebut tidak diperoleh oleh PejabatLelang dari pemegang haknya; atau

2) sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yangada di Kantor Pertanahan; atau

b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidakdisampaikan :1) surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1),

atau surat keterangan KepalaDesa/Kelurahan yang menyatakanbahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebutsebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan

2) surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yangbersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atauuntuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukanKantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengandikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau

c. ada perintah Pengadilan Negeri untuk tidak melaksanakan lelangberhubung dengan sengketa mengenai tanah yang bersangkutan.

(5) Untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelangdisampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan:a. kutipan risalah lelang yang bersangkutan;b. 1) sertipikat hak milik atas satuan rumah susun atau hak atas tanah

yang dilelang jika bidang tanah yang bersangkutan sudah terdaftar;atau2) dalam hal sertipikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli

lelang eksekusi, surat keterangan dari Kepala Kantor Lelangmengenai alasan tidak diserahkannya sertipikat tersebut; atau

3) jika bidang tanah yang bersangkutan belum terdaftar, surat-suratsebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b Pasal ini;

c. bukti identitas pembeli lelang;d. bukti pelunasan harga pembelian.

Peralihan hak atas tanah karena lelang selain diatur dalam Pasal 41 PP

24/1997 juga diatur dalam Pasal 107 sampai Pasal 110 PMNA 3/1997. Beberapa

ketentuan tentang pengaturan tersebut antara lain sebagai berikut:

Pasal 107 PMNA 3/1997:(1) Atas permintaan Kepala Kantor Lelang, Kepala Kantor Pertanahan

memberikan keterangan mengenai tanah yang akan dilelang denganmenerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah.

Page 66: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

66

(2) Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan Surat Keterangan PendaftaranTanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima)hari kerja setelah diterimanya permintaan yang bersangkutan sesuaidengan data fisik dan data yuridis mengenai tanah tersebut yang tercatatdalam daftar umum di Kantor Pertanahan.

(3) Dalam hal data fisik dan data yuridis tanah yang bersangkutan belumtercatat di Kantor Pertanahan di dalam Surat Keterangan PendaftaranTanah disebutkan bahwa tanah tersebut belum terdaftar.

(4) Untuk penerbitan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasalini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tanah, kecuali untuk tanah yangbelum terdaftar.

(5) Keputusan mengenai dilanjutkannya pelelangan setelah mengetahui datapendaftaran tanah mengenai bidang tanah yang bersangkutan diambiloleh Kepala Kantor Lelang.

Pasal 110 PMNA 3/1997:(1) Atas permintaan Bank Pemerintah peralihan hak atas tanah atau Hak

Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dimenangkan oleh bank tersebutmelalui lelang dalam rangka pelunasan kreditnya sesuai Pasal 6huruf kUndang-undang Nomor 7 Tahun 1992 dapat didaftar langsung atas namapembeli akhir yangditunjuk oleh bank tersebut, dengan ketentuan sebagaiberikut:a. di dalam risalah lelang dicantumkan bahwa di dalam pembelian lelang

itu bank bertindak untuk pembeli yang belum disebut namanya;b. nama pembeli serta identitasnya kemudian dinyatakan di dalam surat

pernyataan oleh atau atas nama Direksi bank yang bersangkutan.(2) Permohonan pendaftaran peralihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus diajukan oleh pembeli yang ditunjuk bank selambat-lambatnya1 tahun terhitung dari tanggal pelaksanaan lelang yangbersangkutan.

(3) Apabila ketentuan pada ayat (2) dilanggar maka pendaftaran peralihanhak kepada pembeli yang ditunjuk oleh bank hanya dapat dilakukanberdasarkan akta jual beli antara bank dan pembeli tersebut sesudahdilakukan pendaftaran peralihan hak atas nama bank yang bersangkutanberdasarkan Risalah Lelang.

3.2 Pembebanan Harta Tidak Bergerak

Selain peralihan hak, pembebanan hak juga menjadi suatu hal yang dapat

dilakukan terhadap harta tidak bergerak milik afwezig berdasarkan ketentuan

Pasal 481 KUHPerdata yang merupakan pengecualian terhadap ketentuan Pasal

484 KUHPerdata tentang masa pewarisan definitif atas harta milik seorang

Page 67: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

67

afwezig. Frieda Husni Hasbullah dalam bukunya meringkas pemahaman tentang

pembebanan hak dengan penjelasan sebagai berikut:

Pembebanan (bezwaring) terhadap benda bergerak berdasarkan Pasal 1150KUHPerdata harus dilakukan dengan gadai, sedangkan pembebanan terhadapbenda tidak bergerak menurutPasal 1162 KUHPerdata harus dilakukandengan hipotik. Sejak berlakunya UUHT, maka atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah hanya dapat dibebankan dengan haktanggungan. Sedangkan untuk benda-benda bergerak juga dapat dijaminkandengan lembaga fidusia menurut UUJF.79

Pasal 1150 KUHPerdata, mengatur bahwa gadai adalah suatu hak yang

diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh

debitur sebagai jaminan atas utangnya. Pasal 1162 KUHPerdata, mengatur bahwa

hipotik adalah suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang dijadikan

jaminan dalam pelunasan suatu perikatan. Kedua ketentuan tersebut telah terganti

dengan ketentuan-ketentuan baru yang mengatur tentang pembebanan hak yaitu

UUHT yang diundangkan sejak tahun 1996 dan UUJF yang diundangkan sejak

tahun 1999. Pokok bahasan dari cara pembebanan yang dikaji dalam penelitian ini

adalah dalam hal pembebanan hak tanggungan yang diatur dan dilaksanakan

berdasarkan UUHT dengan berbagai ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1 UUHT mendefinisikan bahwa Hak Tanggungan atas tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak

Tanggungan (HT), adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain

yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu,

79Frieda HusniHasbullah, op.cit, hal. 47.

Page 68: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

68

yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap

kreditor-kreditor lain.

Penjelasan Umum UUHT angka 3 menyebutkan HT sebagai lembaga hak

jaminan atas tanah yang kuat, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan (droit de preference) ataumendahulu kepada pemegangnya. Apabila debitor cidera janji, kreditorpemegang HT berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yangdijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yangbersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur- kreditur yanglain". Hak mendahulu dimaksudkan adalah bahwa kreditor pemegang HTdidahulukan dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan eksekusiobyek hak tanggungan.80

b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek ituberada (droit de suite). Pasal 7 UUHT mengatur bahwa HT tetapmengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.Hak ituterus mengikuti bendanya dimanapun juga (dalam tangan siapapun juga)barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yangmempunyainya.81

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihakketiga dan memberikan kepastian, sebagaimana diatur dalam PenjelasanUmum UUHT angka 3 huruf c.

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, Pasal 6 UUHT, mengatur jikadebitor cidera janji maka pemegang HT pertama mempunyai hak untukmenjual obyek HT atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum sertamengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. SedangkanPasal 14 UUHT menegaskan bahwa sertipikat HT mempunyai kekuataneksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosseakta hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.82

Tentang apa saja yang menjadi obyek dari HT dan beberapa ketentuannya

diatur dengan jelas dalam Pasal 4 UUHT, sebagai berikut:

(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani HT adalah:a. Hak Milik;

80J. Satrio, 1996, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi, Citra AditiaBakti,Bandung, hal. 97.

81Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1981, Hukum Perdata : HukumBenda,Liberty,Yogyakarta, hal. 25.

82Ibid, hal. 52-53.

Page 69: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

69

b. Hak Guna Usaha;c. Hak Guna Bangunan.

(2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), HakPakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajibdidaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat jugadibebani HT.

(3) Pembebanan HT pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebihlanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(4) HT dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan,tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakansatu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milikpemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakandi dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut APHT)yang bersangkutan.

(5) Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud padaayat (4) tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan HTatas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan denganpenandatanganan serta pada APHT yang bersangkutan oleh pemiliknyaatau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.

Pasal 6 UUHT mengatur bahwa, apabila debitor cidera janji, pemegang

HT pertama mempunyai hak untuk menjual obyek HT atas kekuasaan sendiri

melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan tersebut. Selanjutnya Penjelasan Umum angka 7 UUHT mengatur

tentang proses pembebanan HT yang dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu:

a. tahap pemberian HT, dengan dibuatnya APHT oleh PPAT, yang didahului

dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin;

b. tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya

HT yang dibebankan.

Pasal 8 UUHT mengatur bahwa pemberi HT adalah orang atau badan

hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum

terhadap obyek HT yang bersangkutan. Kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum terhadap obyek HT adalah pada saat didaftarkannya hak tanggungan.

Page 70: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

70

Pasal 9 UUHT menentukan bahwa pemegang HT adalah orang

perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang

berpiutang. Kedua ketentuan di atas memberi gambaran secara sederhana bahwa

subyek dalam HT terdiri dari pemberi dan pemegang HT.

Pasal 10 UUHT mengatur tentang tata cara pemberian HT, dengan

ketentuan sebagai berikut:

(1) Pemberian HT didahului dengan janji untuk memberikan HT sebagaijaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam danmerupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yangbersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

(2) Pemberian HT dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuaidengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Apabila obyek HT berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi haklama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapipendaftarannya belum dilakukan, pemberian HT dilakukan bersamaandengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.

Kemudian dalam pasal berikutnya, yaitu dalam Pasal 11 UUHT,

pengaturan tentang prosedur formal suatu APHT diatur sebagai berikut:

(1) Di dalam APHT wajib dicantumkan:a. nama dan identitas pemegang dan pemberi HT;b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila

di antara mereka ada yangberdomisili di luar Indonesia, baginya haruspula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam haldomisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempatpembuatan APHT dianggap sebagai domisili yang dipilih;

c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijaminsebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 danPasal 10 ayat (1);

d. nilai tanggungan;e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.

Pasal 12 UUHT, tegas menentukan bahwa janji yang memberikan

kewenangan kepada pemegang HT untuk memiliki obyek HT apabila debitor

cidera janji, adalah batal demi hukum. Pasal 18 ayat (1) UUHT, mengatur bahwa

hapusnya HT karena hal-hal sebagai berikut:

Page 71: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

71

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan HT;b. Dilepaskannya HT oleh pemegang HT;c. Pembersihan HT berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan

Negeri;d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani HT.

Setelah HT hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UUHT, Kantor

Pertanahan mencoret catatan HT tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan

sertipikatnya, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUHT

sebagai berikut:

(1) Setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada bukutanah hak atas tanah dan sertipikatnya.

(2) Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertipikat Hak Tanggungan yangbersangkutan ditarik dan bersama-sama buku-tanah Hak Tanggungandinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.

(3) Apabila sertipikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) karena sesuatusebab tidak dikembalikan kepada KantorPertanahan, hal tersebut dicatatpada buku-tanah Hak Tanggungan.

(4) Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukanoleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertipikat HakTanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa HakTanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya denganHak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditorbahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijaminpelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karenakreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(5) Apabila kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan sebagaimanadimaksud pada ayat (4), pihak yang berkepentingan dapat mengajukanpermohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua PengadilanNegeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yangbersangkutan didaftar.

(6) Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yangsedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harusdiajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yangbersangkutan.

(7) Permohonan pencoretan catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintahPengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinanpenetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

(8) Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggunganmenurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

Page 72: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

72

yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejakditerimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat(7).

(9) Apabila pelunasan utang dilakukan dengan cara angsuran sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), hapusnya Hak Tanggungan pada bagianobyek Hak Tanggungan yang bersangkutan dicatat pada buku-tanah dansertipikat Hak Tanggungan serta pada buku-tanah dan sertipikat hak atastanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semulamembebaninya.

Keberlakuan UUHT sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UUHT, adalah

berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas Rumah Susun dan Hak Milik

atas Satuan Rumah Susun. Pasal 29 UUHT menegaskan bahwa dengan

berlakunya UUHT, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut

dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584

sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191

dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II

KUHPerdata sepanjang mengenai pembebanan HT pada hak atas tanah beserta

benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.

3.3 Akta Kematian terkait Afwezigheid

Pasal 68 ayat (1) UU Adminduk, mengatur bahwa kutipan akta pencatatan

sipil terdiri dari: kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak

dan pengesahan anak. Kaitannya dalam penelitian ini adalah dalam hal pencatatan

kematian yang selanjutnya diatur dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal

44 UU Adminduk.

Page 73: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

73

Pasal 44 UU Adminduk, mengatur tentang pencatatan kematian di

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan beberapa ketentuan yang

disebutkan dalam beberapa ayat, sebagai berikut:

(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh ketua rukun tetangga atau namalainnya di domisili Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat palinglambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PejabatPencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkanKutipan Akta Kematian.

(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukanberdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang.

(4) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang ataumati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh PejabatPencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.

(5) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya,Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkanketerangan dari kepolisian.

Pasal 45 UU Adminduk, mengatur tentang pencatatan kematian di luar

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan beberapa ketentuan yang

telah diatur sebagai berikut:

(1) Kematian Warga Negara Indonesia di luar wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yangmewakili keluarganya kepada Perwakilan Republik Indonesia dan wajibdicatatkan kepada instansi yang berwenangdi negara setempat palinglambat 7 (tujuh) hari setelah kematian.

(2) Apabila Perwakilan Republik Indonesia mengetahui peristiwa kematianseseorang Warga Negara Indonesia di negara setempat yang tidakdilaporkan dan dicatatkan paling lambat 7 (tujuh) hail sejak diterimanyainformasi tersebut, pencatatan kematiannya dilakukan oleh PerwakilanRepublik Indonesia.

(3) Dalam hal seseorang Warga Negara Indonesia dinyatakan hilang,pernyataan kematian karna hilang dan pencatatannya dilakukan olehInstansi Pelaksana di negara setempat.

(4) Dalam hal terjadi kematian seseorang Warga Negara Indonesia yangtidak jelas identitasnya, pernyataan dan pencatatan dilakukan olehInstansi Pelaksana di negara setempat.

(5) Keterangan pernyataan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)dan ayat (4) dicatatkan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Page 74: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

74

(6) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar InstansiPelaksana di Indonesia mencatat peristiwa tersebut dan menjadi bukti dipengadilan sebagai dasar penetapan pengadilan mengenai kematianseseorang.

Kemudian dalam pasal berikutnya yaitu dalam Pasal 46 UU Adminduk,

dijelaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara

pencatatan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan Pasal 45 diatur

dalam Peraturan Presiden. Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 46 UU

Adminduk telah telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008

tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil

(selanjutnya disebut Perpres 25/2008), adapun ketentuan-ketentuan yang diatur

dalam Perpres 25/2008 tentang pencatatan kematian adalah sebagai berikut:

Pencatatan Kematian di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

diatur dalam Pasal 81 Perpres 25/2008, dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) Pencatatan kematian dilakukan pada Instansi Pelaksana atau UnitPelaksana Teknis Dinas (selanjutnya disebut UPTD) Perangkatpemerintah kabupaten/kota yang bertanggungjawab dan berwenangmelaksanakan pelayanan dalam urusan administrasi kependudukan,(selanjutnya disebut Instansi Pelaksana) di tempat terjadinya kematian.

(2) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukandengan memenuhi syarat berupa:a. Surat Pengantar dari RT dan RW untuk mendapatkan Surat

Keterangan Kepala Desa/Lurah; dan/ataub. Keterangan kematian dari dokter/paramedis.

(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukandengan tatacara:a. Pelapor mengisi dan menyerahkan Formulir Pelaporan Kematian

dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)kepada Petugas registrasi di kantor desa/kelurahan untuk diteruskankepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana;

b. Kepala Desa/Lurah menerbitkan Surat Keterangan Kematian dandisampaikan kepada yang bersangkutan untuk digunakan seperlunya;

c. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPTD InstansiPelaksana mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkanKutipan Akta Kematian;

Page 75: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

75

d. Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana sebagaimanadimaksud padahuruf c memberitahukan data hasil pencatatankematian kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksanatempat domisili yang bersangkutan;

e. Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana tempat domisilisebagaimana dimaksud pada huruf d mencatat dan merekam dalamdatabase kependudukan.

Pasal 82(1) Pencatatan kematian bagi Orang Asing dilakukan pada Instansi

Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana di tempat terjadinya kematian.(2) Pencatatan kematian bagi Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan dengan memenuhi syarat berupa:a. Keterangan kematian dari dokter/paramedis;b. fotokopi KK dan KTP, bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal

Tetap;c. fotokopi Surat Keterangan Tempat Tinggal, bagi Orang Asing yang

memiliki IzinTinggal Terbatas; ataud. fotokopi Paspor, bagi Orang Asing yang memiliki Izin Kunjungan.

(3) Pencatatan kematian bagi Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat(1), dilakukan dengan tata cara:a. Pelapor mengisi dan menyerahkan Formulir Pelaporan Kematian

dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat(2), kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana;

b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPTD InstansiPelaksana mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkanKutipan Akta Kematian;

c. Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana sebagaimanadimaksud pada huruf b memberitahukan data hasil pencatatankematian kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksanatempat domisili yang bersangkutan;

d. Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana sebagaimanadimaksud pada huruf c mencatat dan merekam dalam databasekependudukan tempat domisili.

Pasal 83(1) Pencatatan pelaporan kematian seseorang yang hilang atau mati yang

tidak ditemukan jenazahnya dan/atau tidak jelas identitasnya dicatat padaInstansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana di tempat tinggalpelapor.

(2) Pencatatan pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan memenuhi syarat berupa:a. KK;b. Surat Keterangan Catatan Kepolisian; danc. Salinan penetapan pengadilan mengenai kematian yang hilang atau

tidak diketahui jenazahnya.

Page 76: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

76

(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukandengan tata cara:a. Pelapor mengisi dan menyerahkan Formulir Pelaporan Kematian

dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat(2), kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana;

b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPTD InstansiPelaksana mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkanKutipan Akta Kematian;

c. Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana mencatat danmerekam dalam database kependudukan.

(4) Dalam hal pelaporan kematian seseorang yang ditemukan jenazahnyatetapi tidak diketahui identitasnya dicatat oleh Instansi Pelaksana atauUPTD Instansi Pelaksana di tempat diketemukan jenazahnya.

(5) Pencatatan pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (4),dilakukan oleh Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksanaberdasarkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian.

(6) Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana menerbitkan SuratKeterangan Kematian.

Pencatatan Kematian di Luar Wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia, diatur dalam Pasal 84 Perpres 25/2008, dengan ketentuan sebagai

berikut:

Pasal 84(1) Kematian Warga Negara Indonesia di luar Wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia dicatatkan pada instansi yang berwenang di negarasetempat.

(2) Kematian Warga Negara Indonesia yang telah dicatatkan sebagaimanadimaksud pada ayat (1), dilaporkan kepada Perwakilan RepublikIndonesia dengan memenuhi syarat berupa:a. Surat Keterangan Kematian dari negara setempat;b. fotokopi Paspor Republik Indonesia; dan/atau c. identitas lainnya.

(3) Pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukandengan tata cara:a. Pelapor mengisi Formulir Pelaporan Kematian dengan menyerahkan

persyaratankepada Pejabat Konsuler;b. Pejabat Konsuler mencatat pelaporan kematian Warga Negara

Indonesia dalam Daftar Kematian Warga Negara Indonesia danmemberikan surat bukti pencatatan kematian atau Surat KeteranganKematian dari negara setempat;

c. Pejabat Konsuler mengirimkan data kematian Warga NegaraIndonesia kepada Instansi Pelaksana di tempat domisili yangbersangkutan melalui departemen yang bidang tugasnya meliputiurusan pemerintahan dalam negeri;

Page 77: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

77

d. Instansi Pelaksana yang menerima data kematian mencatat danmerekam dalam database kependudukan.

Pasal 85(1) Dalam hal negara setempat tidak menyelenggarakan pencatatan kematian

bagi Warga Negara Indonesia, pencatatan dilakukan pada PerwakilanRepublik Indonesia.

(2) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukandengan memenuhi syarat berupa :a. Surat Keterangan tentang terjadinya kematian dari rumah sakit di

Negara setempat;b. Paspor Republik Indonesia; atauc. Identitas lainnya.

(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukandengan tatacara:a. Pelapor mengisi Formulir Pencatatan Kematian dengan menyerahkan

persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada PejabatKonsuler;

b. Pejabat Konsuler mencatat dalam Register Akta Kematian danmenerbitkan Kutipan Akta Kematian;

c. Pejabat Konsuler mengirimkan data kematian Warga NegaraIndonesia kepada Instansi Pelaksana di wilayah tempat domisili yangbersangkutan melalui departemen yang bidang tugasnya meliputiurusan pemerintahan dalam negeri;

d. Instansi Pelaksana di wilayah tempat domisili sebagaimana dimaksudpada huruf c mencatat dan merekam dalam database kependudukan.

Pasal 86(1) Pencatatan pelaporan kematian seseorang yang hilang atau mati yang

tidak ditemukan jenazahnya dan/atau tidak jelas identitasnya dicatat diPerwakilan Republik Indonesia di negara setempat atau yang terdekat.

(2) Pencatatan pelaporan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dengan menyerahkan surat keterangan kepolisian atau instansi lain yangberwenang sesuai peraturan negara setempat.

(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukandengan tata cara:a. Pelapor mengisi dan menyerahkan Formulir Pelaporan Kematian

dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat(2), kepada Pejabat Konsuler;

b. Pejabat Konsuler mencatat dalam Register Akta Kematian danmenerbitkan Kutipan Akta Kematian;

c. Pejabat Konsuler mengirimkan data kematian kepada InstansiPelaksana melalui Departemen Dalam Negeri.

Page 78: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

78

Sebagai bukti telah dicatat/didaftarkan, pejabat kantor catatan sipil

menerbitkan kutipan akta. Berikut beberapa pendapat tentang sifat dari kutipan

akta catatan sipil, antara lain:

1. Abdulkadir Muhammad, “Kutipan akta catatan sipil bersifat otentik karena

dikeluarkan oleh pejabat resmi (akta ambtlijk).83

2. Soetojo Prawirohamidjojo, “Apabila kutipan akta catatan sipil tidak dituduh

palsu, maka menurut ketentuan yang berlaku merupakan bukti yang sempurna

(volledig bewijs).84

Dari sifatnya yang dapat memberikan kepastian hukum, maka pencatatan

kematian yang diikuti dengan penerbitan kutipan akta kematian sangatlah penting

dalam menopang berbagai perbuatan hukum lainnya, seperti: pembagian hak

waris, penetapan status janda/duda pasangan yang ditinggalkan, pengurusan

asuransi, pensiun, dan perbankan. Terkait afwezigheid, pencatatan kematian

seorang afwezig secara administratif ditentukan dalam Pasal 44 dan Pasal 45 UU

Adminduk dan dilaksanakan berdasarkan Pasal 83 dan Pasal 86 Perpres 25/2008.

83Abdulkadir Muhammad, 1993, Hukum Perdata Indonesia, Citra AdityaBakti, Bandung, hal. 50.

84R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, 1986, Hukum Orangdan Keluarga, Cetakan Kelima, Alumni, Bandung, hal. 6.

Page 79: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

79

3.4 Keterangan Waris terkait Afwezigheid

Guna memberi kepastian hukum maka kapasitas sebagai ahli waris harus

dapat dibuktikan, surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta

Keterangan Hak Mewaris atau Surat Penetapan Ahli Waris atau surat Keterangan

Ahli Waris.85 Untuk membuktikan bahwa seseorang merupakan ahli waris dari

pewaris dalam proses pendaftaran peralihan hak atas tanah, maka berdasarkan

Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 4 PMNA 3/1997 disebutkan bahwa surat tanda

bukti hak sebagai ahli waris tersebut dapat berbentuk dalam bentuk sebagai

berikut:

1. Wasiat dari pewaris, atau

2. Putusan Pengadilan, atau

3. Penetapan hakim/Ketua Pengadilan, atau

4. Surat keterangan waris:

a. Bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris

yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi

dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal

pewaris pada waktu meninggal dunia;

b. Bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak

mewaris dari Notaris;

c. Bagi warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat

keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.

85Gunardi, dkk, 2007, Kitab Undang-Undang Hukum Kenotariatan,Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal.164.

Page 80: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

80

Walau penggolongan penduduk telah dihapuskan, tapi dalam penerapan

hukum waris sampai saat ini masih beragam karena secara khusus belum disusun

peraturan perundangan-undangan tentang hukum waris dan ketentuan yang ada

masih dianggap sesuai dan masih dibutuhkan. Irma Devita dalam artikelnya

mengamati dan memberikan penjelasan atas perbedaan terhadap surat keterangan

waris tersebut sebagai berikut:86

Dalam Pasal111 ayat (1) huruf c butir 4 PMNA 3/1997 disebutkan bahwasalah satu syarat pendaftaran balik nama waris adalah:a. Surat keterangan waris, bagi warga negara Indonesia penduduk asli, surat

keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikanoleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan danCamat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;

b. Akta keterangan hak mewaris dari Notaris: bagi warga negara Indonesiaketurunan Tionghoa.

Dari penjelasan tersebut tampak adanya perbedaan pada hal:a. Golongan penduduk dari pihak yang meninggal dunia (pewaris). Untuk

golongan penduduk Pribumi, cukup dibuat di bawah tangan, dandisaksikan serta dibenarkan oleh Lurah setempat serta dikuatkan olehCamat. Sedangkan, golongan penduduk Tionghoa, yang berwenangmembuat adalah Notaris.

b. Pihak yang berwenang untuk membuat keterangan waris.Sepertipenjelasan di atas, jika pewaris adalah WNI - pribumi, keteranganwarisnya cukup dibuat dalam bentuk surat pernyataan dari para ahli waris,yang disahkan oleh Lurah dan dikuatkan oleh Camat setempat. Dalam halini, tidak perlu dilakukan pengecekan wasiat terlebih dahulu.Sedangkanuntuk WNI yang keturunan Tionghoa, keterangan warisnya dibuat dihadapan Notaris, dimana sebelumnya dilakukan pengecekan wasiatterlebih dahulu.

c. Bentuk surat/aktanya. Untuk keterangan waris WNI – Pribumi, karenaketerangan waris cukup dibuat di bawah tangan saja, maka aktanyamerupakan surat di bawah tangan. Untuk keterangan waris WNI –Tionghoa: merupakan akta otentik yang dibuat oleh/di hadapan Pejabatumum yang berwenang sesuai pasal 1868 KUHPerdata.

86Irma Devita, Perbedaan Surat Keterangan Waris dengan AktaKeterangan Hak Mewaris, http://www.hukumonline.com/klinik diakses terakhirpada tanggal 28 Mei 2014.

Page 81: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

81

Keterangan waris dan kaitannya dalam penelitian ini yaitu dalam hal

pengaturan pewarisan yang menyangkut afwezigheid. Khusus dalam hal peralihan

warisan afwezig, maka berdasarkan beberapa ketentuan dan pendapat di atas

pelaksanaan pembuatan keterangan waris bagi ahli waris dari seorang afwezig,

melibatkan peran dan fungsi Lurah/Kepala Desa ditambah Camat atau Notaris

ditambah Hakim Pengadilan Negeri.

3.5 Peralihan dan Pembebanan Hak Milik terkait Afwezigheid

Suatu kepastian hukum yang absolut sangat dibutuhkan dalam

menerangkan status seorang afwezig, terutama ketika seorang afwezig

meninggalkan harta benda yang cukup bernilai. M. Slamet dalam pernyataannya

yang dikutip oleh Tan Thong Kie menyebutkan, “.... suatu kepastian absolut

hanya dapat ditetapkan dalam suatu keputusan hakim yang mempunyai kekuatan

hukum ....”.87 Pendapat ini telah sejalan dengan beberapa ketentuan yang

mengatur tentang afwezigheid, seperti dalam ketentuan Pasal 481 KUHPerdata,

yaitu dalam memberlakukan pengecualian untuk mengesampingkan ketentuan

Pasal 484 KUHPerdata tentang peralihan dan pembebanan harta tidak bergerak

sebelum masa pewarisan definitif. Dalam ketentuan Pasal 481 KUHPerdata

tersebut pengecualian terhadap hal yang telah disebutkan di atas bisa dilakukan

asal berdasarkan pada putusan Pengadilan Negeri. Satu sisi sejalan secara subyek

yang pantas untuk memberikan keterangan, yaitu Hakim di Pengadilan Negeri,

namun tidak dalam hal obyek yang dijadikan alasan pertimbangan dalam

87Tan Thong Kie, 2011, Studi Notariat dan Serba-serbi Praktek Notaris,Cet. II, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, hal.571.

Page 82: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

82

menetukan putusan boleh tidaknya harta afwezig dialihkan sebelum masa

pewarisan definitif. Obyek yang dimaksud adalah dalam klausula tentang

alasannya yaitu, “... kecuali bilamana ada alasan-alasan yang penting ...”.

Ketentuan Pasal 481 KUHPerdata menjadi kabur/tidak jelas (vague van

normen) karena tidak memberikan kepastian dan menimbulkan multitafsir

terhadap kalimat “kecuali bilamana ada alasan-alasan yang penting dan dengan

izin Pengadilan Negeri”. Barang-barang tidak bergerak dalam ketentuan tersebut

tidak boleh dialihkan atau dibebani haknya sebelum lewat waktu sebagaimana

telah diatur dalam Pasal 484 KUHPerdata. Pengecualian terhadap alasan-alasan

yang penting untuk dapat dialihkan atau dibebani tidak jelas ditentukan, dan

kepentingan tersebut bisa saja direkayasa untuk kepentingan sebagian pihak yang

ingin memperoleh keuntungan dan mengesampingkan hak seorang yang disangka

mati (afwezig) atau hak-hak ahli waris lainnya. Kondisi norma yang kabur/tidak

jelas (vague van normen) dapat menimbulkan pertentangan secara vertikal dan

horisontal terhadap peraturan perundang-undangan, serta keraguan-raguan dan

ketidakpastian dalam penerapannya.

Berikut beberapa putusan dalam perkara di berbagai tingkat peradilan yang

terkait dengan peralihan harta seorang afwezig. Hak seorang afwezig dan ahli

waris lainnya terganggu dan tidak terlindungi akibat putusan hukum yang kurang

memberikan kepastian dan keadilan akibat dari penerapan yang kurang tepat

tentang afwezigheid, antara lain:

Page 83: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

83

1. Putusan Mahkamah Agung Republik IndonesiaNO. 751 PK/Pdt/2011,tanggal 31 Juli 2012

Mahkamah Agung Republik Indonesia di perkara perdata dalam

peninjauan kembali telah memutuskan dalam perkara sebagai berikut:

JOE TJOEN SOEI, bertempat tinggal di Jakarta Utara, dalam hal ini memberikuasa kepada ROVINUS LUBIS, S.H., M.H., Advokat, berkantor di JakartaTimur selaku Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/Penggugat/Pembanding, melawan :1) PT DUTA ANGGADA REALTY TBK, berkedudukan di Jakarta Selatan;2) PEMERINTAH Rl cq. MENTERI DALAM NEGERI Rl cq. GUBERNUR

PROVINSI DKI JAKARTA, berkedudukan di Jakarta Pusat;3) PEMERINTAH Rl cq. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

cq. KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHANNASIONAL PROVINSI DKI JAKARTA cq. KEPALA KANTORPERTANAHAN KOTAMADYA JAKARTA BARAT, berkedudukan diJakarta Barat, selaku para Termohon Peninjauan Kembali dahulu paraTermohonKasasi/para Tergugat/para Terbanding.

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon

Kasasi/Penggugat/Pembanding telah mengajukan permohonan peninjauan

kembali terhadap putusan Mahkamah Agung No. 1678/K/Pdt/2008 tanggal 31

Desember 2008 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan

para Termohon Peninjauan Kembali dahulu para Termohon Kasasi/para

Tergugat/para Terbandingdengan posita perkara sebagai berikut:

.... bahwa Penggugat adalah pemegang hak atas sebidang tanah bekasEigendom Verponding No. 8405 seluas 7.230 M2 (tujuh ribu dua ratus tigapuluh meter persegi) tertulis atas nama Khouw Oen Kiam, Cs, yang diuraikanpada Surat Ukur No. 72 tanggal19 Juni 1993 dan surat Eigendom tanggal 25Februari 1884 atas nama Khouw Oen Kiam, Cs (bukti P-2);.... bahwa Tergugat II pernah mengajukan permohonan melalui PengadilanNegeri Jakarta Barat yang isinya menuntut Pengadilan Negeri Jakarta Baratuntuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:1) Menyatakan pemilik bangunan/bekas pemegang hak tanah Persil Jalan

Gajah MadaNo. 211 Jakarta Barat, tidak diketahui alamatnya dan sebagaitidak hadir (afwezig);

Page 84: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

84

2) Menunjuk Balai Harta Peninggalan Jakarta sebagai pengurus dari hartabenda tidak bergerak (bangunan) di Persil Jalan Gajah Mada No. 211Jakarta Barat dari pihak pemilik yang tidak hadir tersebut;

3) Memberi izin kepada Pemerintah DKI Jakarta untuk membeli bangunan diatas Persil Jalan Gajah Mada No. 211 Jakarta Barat melalui Balai HartaPeninggalan Jakarta.

Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan peninjauan

kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

.... bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sangat keberatan terhadappertimbangan hukum dan putusan para Hakim baik dalam tingkat kasasimaupun dalam tingkat banding dan dalam tingkat pertama yang dimohonkanpeninjauanan kembali dalam perkara ini karena: "terdapat suatu kekhilafandan kekeliruan yang nyata dari para Hakim tersebut, yang bersifat fataldengan menghilangkan Hak Pemohon Peninjauan Kembali atas Tanah danbangunan obyek sengketa, hal mana merupakan pelanggaran berat terhadapHak Asasi Manusia (HAM)" .... .

Terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung

berpendapat :

Bahwa alasan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, dalamputusan judex juris maupun judex factie tidak terdapat kekhilafan Hakim atausuatu kekeliruan yang nyata, bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan No. 1251atas nama Termohon Peninjauan Kembali/Tergugat I diterbitkan berdasarkanketentuan perundang-undangan yaitu pasal 1 ayat 3 Peraturan MenteriAgraria No.2 Tahun 1962 dan Peraturan Menteri Agraria No.5 Tahun 1960Jo. Pasal 36 Undang - Undang No.5Tahun 1960, dengan demikian SertifikatHak Guna Bangunan sah dan obyek sengketa adalah sah milik TermohonPeninjauan Kembali/Tergugat I. Berdasarkan pertimbangan di atas, makapermohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Joe Tjoen Soei tersebutadalah tidak beralasan sehingga harus ditolak.

Seorang afwezig yang kembali sebelum masa pewarisan definitif, dan telah

kehilangan haknya atas tanah, karena berbenturan dengan ketentuan tentang

peralihan hak atas bangunan/tanah bekas Eigendom Verponding. Perolehan hak

atas tanah yang dilakukan dengan proses hukum yang kurang tepat dapat

menciderai rasa keadilan dan kepastian hukum. Penerbitan Penetapan keadaan

Page 85: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

85

tidak hadir (afwezigheid) terhadap pemilik/pemegang sah hak atas bangunan/tanah

bekas Eigendom Verponding oleh pihak Pengadilan Negeri belum sepenuhnya

mengakomodir ketentuan-ketentuan lain yang ada tentang afwezigheid dan

menguntungkan pihak-pihak tertentu.

2. Putusan Mahkamah Agung Republik IndonesiaNo. 2849 K/Pdt/2008,tanggal 13 Juli 2010

Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara perdata di tingkat

kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara :

NY. ZAIBUNNISA, Surabaya, memberi kuasa kepada M.N. EFFENDI, SH.dan M. NAZAR, SH., Advokat/Konsultan Hukum berkantor di Surabaya,selaku Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I/Pembanding, melawan:1.Ny. Rr. Hj. SOELISTYANINGSIH,2. DEBBY FIROEZA INDIANY,3.DEVI ABEETA BEVI, Ketiganya bertempat tinggal di Malang;4. DINOMIAN PAHLEVI, bertempat tinggal di Surabaya;5. DEBRALUKITASARI,6. DIBA DHAMAYANTI YASMIN,7. DESFANDIARYBACHTIAR, ketiganya bertempat tinggal di Malang;8. DELYZAH INDIRAMUMTAZ, bertempat tinggal diSurabaya, selaku Para Termohon Kasasidahulu para Penggugat/paraTerbanding; dan KEPALA BALAI HARTAPENINGGALAN SURABAYA, berkantor di Sidoarjo, selaku TurutTermohon Kasasi dahulu Tergugat II/turut Terbanding.

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang para

Termohon Kasasi dahulu sebagai para Penggugat telah menggugat sekarang

Pemohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat I/dan Turut Termohon Kasasi dahulu

Tergugat II di muka persidangan Pengadilan Negeri Surabaya pada pokoknya atas

dalil-dalil:

I. Perbuatan Tergugat I menempati dengan tanpa alas hak atas sebidangtanah dan bangunan di Jl. Nias No. 38 Surabaya dengan permohonanpenetapan keadaan tidak hadir terhadap Sdr. Kus Hardiman cs, merupakantindakan melanggar hukum.

Page 86: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

86

II. Perbuatan Tergugat II mewakili orang yang keadaan tidak hadir yaitu Sdr.Kus Hardiman cs dan melakukan perjanjian sewa-menyewa sertamenerima uang sewanya, merupakan tindakan melanggar hukum..... bahwa perbuatan Tergugat II mewakili kepentingan orang yang tidakhadir dari Kus Hardiman Cs, melakukan perjanjian sewa menyewa denganTergugat I dan menerima uang sewanya, sebagaimana disebutkan dalamposita angka 7 dan 8 gugatan ini, adalah merupakan tindakan melanggarhukum (onrechmatige overheid daad). Padahal, sepatutnya danselayaknya, sebelum melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggarhukum tersebut Tergugat II harus melakukan pengecekkan dan penelitiankepada instansi terkait....”

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat :

.... bahwa adapun keberatan permohonan kasasi tersebut, tidak dapatdibenarkan karena judex factie tidak salah dalam pertimbangan hukumnyasudah tepat dan benar;.... bahwa keberatan selanjutnya juga tidak dapat dibenarkan karena haltersebut adalah merupakan penilaian hasil pembuktian yang bersifatpenghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkandalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkatkasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanyapelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancamkelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila Pengadilantidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana yangdimaksud Pasal 30 Undang-Undang No14 Tahun 1985 sebagaimana telahdiubah dan ditambah dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 2004 danperubahan kedua dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2009.

Terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung

berpendapat: “.... berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa

putusan judex factie dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau

undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi :

NY. ZAIBUNNISA tersebut harus ditolak”.

Terjadi penyalahgunaan keadaan afwezigheid, seorang dinyatakan afwezig,

kenyataan ini disalahgunakan oleh ahli waris dalam mengalihkan harta yang

Page 87: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

87

bukan menjadi hak milik seorang yang diputuskan afwezig, dan merugikan

berbagai pihak serta melibatkan lembaga pemerintah di bidang pertanahan yaitu

Kantor Pertanahan. Hal ini bisa terjadi karena telah mengabaikan ketentuan Pasal

484 KUHPerdata, dimana ahli waris dapat mengalihkan atau membebankan hak

seorang afwezig jika telah lewat masa pewarisan definitif.

3. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 483K/Pdt/2006tanggal 8 Agustus 2006

Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara perdata di tingkat

kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

1) NY. KARTINI SUTARKO, bertempat tinggal di Jl. Pahlawan No.52 KotaMadiun, dalam hal ini memberi kuasa kepada anaknya : MARGONO,bertempat tinggal di Jl. Pahlawan No.52Kota Madiun;

2) MARGONO, Pegawai RRI Madiun, bertempat tinggal di Jl. PahlawanNo.52 Kota Madiun. Keduanya selaku Para Pemohon Kasasi/Tergugat Idan II/Pembanding, melawan:

SLAMET SANTOSO, bertempat tinggal di Jl. Pahlawan No.54 Kota Madiun,selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat/Terbanding; dan Kepala RadioRepublik Indonesia Regional II Madiun, berkedudukan di Jl. MayjendPanjaitan No.10 Kota Madiun selaku Turut Termohon Kasasi dahulu TurutTergugat / Turut Terbanding; Mahkamah Agung tersebut.

Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang

Para Pemohon Kasasi sebagai Para Tergugat dan Turut Termohon Kasasi sebagai

Turut Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Kota Madiun pada

pokoknya atas dalil-dalil:

.... bahwa dalam jual beli tanah dan bangunan di Jalan Pahlawan No.52 KotaMadiun, sesuai dengan Pasal 8 huruf b Akta Jual Beli No.06, tanggal 7Agustus 1998 di Notaris / PPAT SOETOMO NITIAMIDJOJO, SH, Turuttergugat selaku penjual berjanji untuk menyerahkan tanah dan bangunan yangterletak di Jalan Pahlawan No.52 Kota Madiun, dalam keadaan kosong palinglambat 3 (tiga) bulan sejak terjadinya proses jual beli yaitu tanggal 7 Agustus1998, dan apabila tidak dapat mengosongkan maka konsekuensi dari TurutTergugat adalah wajib membayar denda sebesar Rp.50.000,- (lima puluhribu rupiah) untuk setiap harinya sejak tanggal 7 November 1998.

Page 88: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

88

Alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/ Para Tergugat dalam

memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah :

.... bahwa demikian pula gugatan Penggugat/Terbanding/Termohon Kasasiadalah kurang pihak serta kabur (Obscuure libels), yang seharusnyamelibatkan para pihak yang merupakan mata rantai hukum didalam perolehanhaknya yang antara lain Notaris/PPAT Soetomo Nitiamidjojo, SH kantorBPN Kota Madiun, kantor Balai Harta Peninggalan Surabaya sebagai parapihak yang berperkara dalam perkara ini;.... bahwa menurut hemat PEMOHON KASASI perolehan hak atas tanahyang dilakukan oleh Penggugat/Terbanding/Termohon Kasasi adalah cacathukum, tidak sah menurut hukum dan harus dinyatakan batal demi hukumkarena perolehannya dilakukan secara ilegal yakni berawal dariditerbitkannya Penetapan oleh pihak Pengadilan Negeri Kota Madiun padatanggal 23 Desember 1992 Nomor : 78/Pdt.G/1992/PN.Kd.Mn. ataspermohonan Turut Tergugat (Kepala Radio Republik Indonesia Regional IIKota Madiun) tertanggal 30 November 1991 dengan cara menggelapkanpemilik/pemegang sah hak atas bangunan/tanah bekas Eigendom VerpondingNo.III sisa seluas kurang lebih 2.160 M² dalam keadaan tidak hadir(AFWEZIGHEID), padahal patut diketahui bahwa Pemilik/Pemegang sah hakatas tanah tersebut hingga kini masih ada dan tidak bubar sebagaimanadidalilkan oleh Turut Tergugat (RRI Regional II Kota Madiun) yakni PT.KANTOR TATA USAHA VERLUIS yang berkedudukan di Jl. MulyasariUtara Nomor 3 Surabaya;.... bahwa karena dasar awal perolehan atas bangunan/tanah oleh pihakPenggugat/terbanding/termohon Kasasi tidak benar/ilegal, cacat hukum dantidak sah menurut hukum, maka semua perbuatan hukum yang dilakukanmelalui instansi-instansi terkait lainnya sehingga terbit sertifikat Hak MilikNo. 916 dan surat ukur No. 13/Pangongangan/2000 tanggal 15Desember2000 atas nama Penggugat/Terbanding/Termohon Kasasi harusdinyatakan tidak sah menurut hukum dan batal demi hukum;

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat :

....bahwa alasan-alasan Pemohon Kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan olehkarena judex factie (Pengadilan Tinggi, Pengadilan Negeri) tidak salah dalammenerapkan hukum, lagipula alasan tersebut merupakan Penilaian HasilPembuktian (PHP) yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yangtidak tunduk pada pemeriksaan kasasi. Berdasarkan pertimbangan diatas, lagipula ternyata bahwa putusan judex factie dalam perkara ini tidak bertentangandengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang

Page 89: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

89

diajukan oleh Para Pemohon Kasasi : NY. KARTINI SUTARKO danMARGONO tersebut harus ditolak.

Perolehan hak atas tanah yang dilakukan dengan proses hukum yang

kurang tepat dapat menciderai rasa keadilan dan kepastian hukum. Penerbitan

Penetapan keadaan tidak hadir (afwezigheid) terhadap pemilik/pemegang sah hak

atas bangunan/tanah bekas eigendom verponding oleh pihak Pengadilan Negeri

belum sepenuhnya mengakomodir ketentuan-ketentuan lain yang ada tentang

afwezigheid dan menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Ketiga putusan dalam perkara di atas memberi gambaran tentang alasan

penting apa saja yang dimaksud dalam Pasal 481 KUHPerdata. Alasan penting

tersebut adalah terkait dengan ketentuan tentang peralihan hak atas

tanah/bangunan bekas hak milik mutlak atas tanah sebelum UUPA (eigendom

verponding) berdasarkan Ketentuan Konversi Pasal I UUPA.

Page 90: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

90

BAB IV

AKIBAT HUKUM PERALIHAN DAN PEMBEBANAN HAK ATAS

HARTA TIDAK BERGERAK MILIK AFWEZIG SEBELUM MASA

PEWARISAN DEFINITIF

4.1 Pengaturan Hak dan Kewajiban terkait Afwezigheid

Berlakunya hukum perdata, berlaku dalam artinya adalah diterima untuk

dilaksanakan. Berlakunya hukum perdata artinya diterimanya hukum perdata

untuk dilaksanakan. Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan

undang-undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak, dan keputusan Hakim.

Realisasi keberlakuan itu adalah pelaksanaan kewajiban hukum, yaitu

melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum.

Kewajiban selalu diimbangi dengan hak.88

Hak adalah salah satu dari sekian banyak substansi dari hukum atau materi

dari hukum atau komponen dari hukum. Perbuatan melanggar salah satu materi

hukum yang berkaitan dengan hak sebagai materi hukum adalah sama dengan

perbuatan melanggar hukum.89 Secara praktis, maka upaya untuk tidak melanggar

hak subyek lain adalah menjadi kewajiban tiap subyek hukum, karena sudah jelas

bahwa upaya melanggar hak subyek lain adalah pelanggaran hukum.

Pelanggaran hukum terjadi ketika subyek hukum tertentu tidak

menjalankan kewajiban yang seharusnya dijalankan atau karena melanggar hak-

88Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 17.89Willy D.S. Voll, 2013, Dasar-dasar Ilmu Hukum Administrasi Negara,

Sinar Grafika, Jakarta, hal. 45.

90

Page 91: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

91

hak subyek hukum lain. Subyek hukum yang dilanggar hak-haknya harus

mendapat perlindungan hukum.90 Tujuan-tujuan hukum itu akan tercapai jika

masing-masing subyek hukum mendapatkan hak-haknya secara wajar dan

menjalankan kewajiban-kewajibanya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.91

Kaitan dalam penelitian ini adalah tentang hak seorang afwezig dan hak

orang-orang yang ditinggalkannya. Untuk memperoleh hak-hak yang seharusnya

didapatkan oleh ahli waris dari apa yang ditinggalkan oleh seorang afwezig juga

terikat oleh beberapa kewajiban yang telah diatur dalam KUHPerdata, di

antaranya yang menjadi fokus bahasan dalam penelitian ini adalah ketentuan yang

telah diatur dalam Pasal 484 KUHPerdata. Pasal 484 KUHPerdata mengatur

tentang masa ketiga dalam ketidakhadiran (afwezigheid), secara ringkas oleh

Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perdata

Indonesia” dijelaskan sebagai berikut:

Jika tidak ada kabar kepastian meninggal dunia orang yang tak hadir itu,maka keadaan definitif terjadi apabila lampau tenggang waktu 30 tahun sejakhari pernyataan barang kali meninggal dunia yang tercantum dalam putusanPengadilan Negeri; atau apabila tenggang waktu 30 tahun belum lampautetapi sudah lewat 100 tahun sejak hari lahir orang yang tak hadir itu.92

Peralihan harta yang dimiliki oleh pewaris yang disangka mati (afwezig)

dan tidak ada kabar kepastian meninggalnya baru dapat dilakukan setelah masa

pewarisan definitif, yaitu telah mencapai waktu 30 (tiga puluh) tahun sejak

disangka mati atau jika yang disangka mati (afwezig) telah berusia 100 (seratus)

tahun. Tetapi, dalam Pasal 481 KUHPerdata, memberi pengecualian terhadap

90Ridwan HR, op.cit, hal. 266.91Ridwan HR, op.cit, hal. 266.92Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal. 56.

Page 92: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

92

barang tidak bergerak milik orang yang dalam keadaan tak hadir (afwezig), bahwa

boleh dialihkan atau dibebani haknya di luar masa pewarisan definitif. Ketentuan

Pasal 481 KUHPerdata menjadi kabur/tidak jelas (vague van normen) karena

tidak memberikan kepastian dan menimbulkan multitafsir terhadap kalimat

“kecuali bilamana ada alasan-alasan yang penting dan dengan izin Pengadilan

Negeri”.

Pengecualian terhadap alasan-alasan yang penting untuk dapat dialihkan

atau dibebani tidak jelas ditentukan, dan kepentingan tersebut bisa saja direkayasa

untuk kepentingan sebagian pihak yang ingin memperoleh keuntungan dan

mengesampingkan hak seorang yang disangka mati (afwezig) atau hak-hak ahli

waris lainnya. Kondisi norma yang kabur/tidak jelas (vague van normen) dapat

menimbulkan pertentangan secara vertikal dan horisontal terhadap peraturan

perundang-undangan, serta keraguan-raguan dan ketidakpastian dalam

penerapannya. Kekaburan norma tersebut sebagaimana telah dibahas dalam bab

sebelumnya bahwa terdapat beberapa putusan dalam perkara di berbagai tingkat

peradilan yang terkait dengan peralihan harta seorang afwezig, yang tidak jarang

menyebabkan hak seorang afwezig dan ahli waris lainnya terganggu dan tidak

terlindungi.

Hak dan kewajiban terkait afwezigheid yang terkandung dalam Pasal 484

KUHPerdata dan Pasal 481 KUHPerdata secara logis dan yuridis dapat disebutkan

antara lain sebagai berikut:

Page 93: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

93

1. Ahli waris berhak secara penuh atas harta peninggalan afwezig setelah lewat

dari 30 (tiga puluh) tahun sejak afwezig disangka mati, atau setelah 100

(seratus) tahun umur afwezig;

2. Ahli waris wajib menunggu berakhirnya masa pewarisan definitif jika ingin

mengalihkan atau membeni hak atas harta afwezig;

3. Ahli waris yang memiliki “alasan penting” berhak dan dapat

mengesampingkan masa pewarisan definitif untuk mengalihkan atau

membebankan hak atas harta afwezig setelah mendapat izin dari Pengadilan

Negeri;

4. Afwezig berhak untuk dilindungi harta dan hak lainnya, maka secara logis

seorang afwezig tidak memiliki kewajiban apapun terkait afwezigheid dirinya.

Hak dan kewajiban di atas terbatas dari apa yang terkandung dalam

ketentuan Pasal 484 KUHPerdata dan Pasal 481 KUHPerdata bagi ahli waris dan

afwezig. Hak dan kewajiban lainnya yang melibatkan peran dan fungsi pejabat

publik atau lembaga pemerintah akan dibahas dalam sub-bab berikutnya.

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga

negara adalah Hukum Administrasi Negara atau hukum perdata, tergantung dari

sifat dan kedudukan pemerintah dalam melakukan tindakan hukum tersebut. Telah

disebutkan bahwa pemerintah memiliki dua kedudukan hukum yaitu sebagai

wakil dari badan hukum publik (publiek rechtspersoon, public legal entity) dan

sebagai pejabat (ambtsdrager) dari jabatan pemerintahan.93 Penelitian ini

berdasarkan hal-hal logis yang melatarbelakanginya tidak lepas dari peran dan

93Ridwan HR, op.cit, hal. 267.

Page 94: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

94

fungsi pejabat publik dan berbagai lembaga pemerintahan yang terkait dengan

pokok masalah dalam penelitian ini, yaitu dalam hal pengaturan tentang

afwezigheid. Pengaturan tentang hak dan kewajiban terkait afwezigheid

melibatkan peran dan fungsi pejabat publik atau lembaga pemerintah, antara lain:

Pejabat Pencatatan Sipil, Balai Harta Peninggalan, Pengadilan Negeri dan juga

Notaris/PPAT.

4.1.1 Peran Pejabat Pencatatan Sipil terkait Afwezigheid

Lembaga catatan sipil itu dibentuk dengan tujuan untuk mencatat

(mendaftar) selengkap dan sejelas-jelasnya sehingga memberikan kepastian yang

sebenar-benarnya mengenai semua kejadian seperti: kelahiran, pengakuan

(terhadap kelahiran), perkawinan dan perceraian, kematian, dan izin kawin.

Pencatatan ini sangat penting baik untuk diri seseorang maupun untuk orang lain

oleh karena dengan pencatatan ini orang dapat dengan mudah memperoleh

kepastian akan kejadian-kejadian tersebut di atas.94

Kepastian akan mewujudkan suatu kehidupan hukum yang harmonis di

dalam masyarakat. Kepastian hukum sangat penting dalam setiap perbuatan

hukum. Kepastian hukum mengenai kematian menentukan status perdata

seseorang terkait dengan warisan dan ahli waris yang ditinggalkannya. Pencatatan

sipil terkait afwezigheid secara administratif melibatkan peran dan fungsi pejabat

publik di berbagai tingkatan berdasarkan pada beberapa ketentuan hukum

administrasi kependudukan yang telah diatur, antara lain sebagai berikut:

94R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, loc.cit.

Page 95: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

95

1. Pasal 68 ayat (1) UU Adminduk, mengatur bahwa kutipan akta pencatatan sipil

terdiri dari: kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, pengakuan anak dan

pengesahan anak.

2. Pasal 44 ayat (4) UU Adminduk, mengatur bahwa dalam hal terjadi

ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak

ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan

setelah adanya penetapan pengadilan.

3. Pasal 45 ayat (3)UU Adminduk, tentang pencatatan kematian di luar Wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengatur bahwa dalam hal seseorang

Warga Negara Indonesia dinyatakan hilang, pernyataan kematian karna hilang

dan pencatatannya dilakukan oleh Instansi Pelaksana dinegara setempat.

4. Pasal 83 ayat (1) Perpres 25/2008, tentang pencatatan pelaporan kematian

seseorang yang hilang atau mati yang tidak ditemukan jenazahnya dan/atau

tidak jelas identitasnya dicatat pada Instansi Pelaksana atauUPTD Instansi

Pelaksana di tempat tinggal pelapor.

5. Pasal 83 ayat (2) Perpres 25/2008, tentang pencatatan pelaporan kematian

seseorang yang hilang atau mati yang tidak ditemukan jenazahnya dan/atau

tidak jelas identitasnya memenuhi syarat berupa: KK; Surat Keterangan

Catatan Kepolisian; dan Salinan penetapan pengadilan mengenai kematian

yang hilang atau tidak diketahui jenazahnya.

6. Pasal 86 ayat (1) Perpres 25/2008, mengatur bahwa pencatatan pelaporan

kematian seseorang yang hilang atau mati yang tidak ditemukan jenazahnya

dan/atau tidak jelas identitasnya di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik

Page 96: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

96

Indonesia dicatat di Perwakilan Republik Indonesia di negara setempat atau

yang terdekat.

7. Pasal 86 ayat (2) Perpres 25/2008, mengatur bahwa pencatatan pelaporan

kematian seseorang yang hilang atau mati yang tidak ditemukan jenazahnya

dan/atau tidak jelas identitasnya di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dengan menyerahkan surat keterangan kepolisian atau instansi lain

yang berwenang sesuai peraturan negara setempat.

8. Pasal 86 ayat (3) Perpres 25/2008, mengatur bahwa pencatatan kematian

seseorang yang hilang atau mati yang tidak ditemukan jenazahnya dan/atau

tidak jelas identitasnya di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,

dilakukan dengan tata cara:

a. Pelapor mengisi dan menyerahkan Formulir Pelaporan Kematian dengan

melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada

Pejabat Konsuler;

b. Pejabat Konsuler mencatat dalam Register Akta Kematian dan menerbitkan

Kutipan Akta Kematian;

c. Pejabat Konsuler mengirimkan data kematian kepada Instansi Pelaksana

melalui Departemen Dalam Negeri.

Pejabat Catatan Sipil bertanggungjawab atas pembuatan dan penyimpanan

semua daftar adminduk dengan baik menurut peraturan perundang-undangan.

Terhadap semua kejahatan yang mungkin dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil

akan diancam pidana, antara lain melalui ketentuan Pasal 416, 417 dan 436

Page 97: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

97

KUHP. Sedangkan sanksi atas pelanggaran-pelanggaran Pejabat Pencatatan Sipil

dan para perantara diatur dalam Pasal 557, 558 dan 559 KUHP.95

4.1.2 Peran Balai Harta Peninggalan terkait Afwezigheid

Pada hakekatnya tugas Balai Harta Peninggalan (selanjutnya disebut BHP)

sangat mulia yaitu “mewakili dan mengurus kepentingan orang-orang (badan

hukum) yang karena hukum atau putusan hakim tidak dapat menjalankan sendiri

kepentingannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.Secara

lengkap tugas BHP yaitu melakukan pengawasan dalam hal:96

Perwalian, Pengampuan, mengurus harta peninggalan yang tak ada kuasanya,mengurus harta kekayaan orang (subyek hukum) yang dinyatakan tidak hadir,membuka dan mendaftarkan wasiat terakhir pewaris, pembuatan SuratKeterangan Hak Waris dan Kurator dalam Kepailitan, dan tugas baru yangmerupakan amanah dari Bank Indonesia yaitu menerima dan mengelola hasiltransfer dana secara tunai yang tidak diklaim oleh pihak yang mentransfermaupun pihak yang ditransfer setelah dilakukan pemanggilan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, sehinggasecara sosiologi bahwa BHP merupakan lembaga yang diharapkan dapatmemberikan pelayanan hukum di bidang harta peninggalan bagi yangmembutuhkan.

Peristiwa hukum yang terkait dengan tugas dan fungsi BHP dapat terjadi

tidak hanya pada Warga Negara Indonesia keturunan Eropa atau Timur Asing,

tetapi dapat terjadi bagi seluruh Warga Negara Indonesia, dan peristiwa-peristiwa

hukum demikian akan tetap ada sepanjang aturan hukum masih berlaku. Dalam

KUHPerdata misalnya pengaturan mengenai peristiwa hukum tidak mengenal

95R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, op.cit, 7.96Sjafruddin, “Tugas Pokok Dan Fungsi Balai Harta Peninggalan Dalam

Lingkup Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Dikaitkan DenganPeraturan-Peraturan Pelaksanaan”, www.djpp.depkumham.go.id, diakses terakhirpada tanggal 28 Mei 2014.

Page 98: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

98

klasifikasi penggolongan warga negara, hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal

463 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa ”Jika terjadi, seseorang meninggalkan

tempat tinggalnya, dengan tidak memberikan kuasa kepada seorang wakil guna

mewakili dirinya....”. Dari ketentuan Pasal 463 KUHPerdata tersebut,

mengandung arti tidak adanya penggolongan warga negara, dan hal ini dapat

berlaku untuk setiap atau seluruh warga negara Indonesia.97

BHP mempunyai tugas mewakili dan mengurus kepentingan orang-orang

atau badan hukum karena hukum dan putusan hakim tidak dapat menjalankan

sendiri kepentinganya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tugas tersebut dimaksudkan dapat memberikan perlindungan atau terayominya

hak asasi manusia, khususnya yang karena hukum dan penetapan pengadilan

dianggap tidak cakap bertindak di bidang hak milik (personal right) berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Landasan hukum pelaksanaan tugas

BHP bersumber pada KUHPerdata dan beberapa peraturan perundang-undangan

yaitu UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan

beberapa peraturan pelaksana lainnya seperti Peraturan Pemerintah Peraturan

Menteri Kehakiman RI dan Keputusan Menteri Kehakiman serta Staatblad dan

Ordonatie. BHP menyelenggarakan fungsi antara lain:98

1. Menyelesaikan masalah perwalian, pengampuan, ketidakhadiran dan hartapeninggalan yang tidak ada kuasanya yang bersumber pada KUHPerdata;

2. Menyelesaikan masalah pembukuan, pendaftaran surat wasiat;

97Ibid, hal. 2.98Ibid, hal. 5-6.

Page 99: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

99

3. Menyelesaikan masalah kepailitan;4. Menyelesaikan permasalahan mengenai surat keterangan ahli waris;5. Menyelesaikan pengelolaan uang pihak ketiga;6. Menyelesaikan permasalahan transfer dana (belum dilaksanakan)Fungsi Balai Harta Peninggalan tersebut di atas diatur dalam suatuRancangan Undang-Undang tentang Balai Harta Peninggalan. Mengenaibeberapa fungsi Balai Harta Peninggalan dapat dilihat dari beberapa peraturanperundang-undangan seperti:a. Fungsi Pengampu atas anak-anak yang masih dalam kandungan (Ps. 348

KUHPerdata);b. Pengampu Pengurus atas diri pribadi dan harta anak-anak yang masih

belum dewasa selama bagi mereka belum diangkat seorang wali (Ps. 359KUHPerdata);

c. Sebagai wali pengawas (Ps. 366 KUHPerdata jo Ps 47 Instruksi UntukBHP di Indonesia);

d. Pengampu Anak Dalam Kandungan (Ps. 348 KUHPerdata jo. Ps 45Instruksi untuk Balai Harta Peninggalan di Indonesia);

e. Selaku Wali sementara (Ps. 359 ayat terakhir KUHPerdata jo Ps. 55Instruksi Untuk Balai Harta Peninggalan di Indonesia);

f. Mewakili kepentingan si belum dewasa apabila ini bertentangan dengankepentingan si wali, dengan tidak mengurangi kewajiban2 yangteristimewa dibebankan kepada Balai Harta Peninggalan (Ps.370KUHPdt);

g. Mewakili kepentingan anak-anak belum dewasa dalam hal adanyapertentangan dengan kepentingan wali mereka (Ps. 370 ayat terakhirKUHPerdata jo Ps 25 a Reglement voor Het Collegie vabBoedelmeesteren);

h. Melakukan pekerjaan Dewan Perwalian (Besluit van den GouverneurGeneraal tanggal 25 Juli 1927 No. 8 stb. 1927-382);

i. Selaku mengurus harta anak-anak belum dewasa dalam hal pengurusan itudicabut dari wali mereka (Ps. 388 KUHerdata);

j. Pengampu pengawas dalam hal adanya orang-orang yang dinyatakanberada di bawah pengampuan (Ps. 449 KUHPerdata);

k. Mengurus harta kekayaan dan kepentingan orang yang dinyatakan tidakhadir (afwezig) (Ps. 463 KUHPerdata jo Ps. 61 Instruksi Untuk BHP diIndonesia);

l. Mengurus atas harta peninggalan yang tidak ada kuasanya (Ps. 1126,1127,1128 dan seterusnya KUHPerdata);

m. Mendaftar dan membuka surat-surat Wasiat Ps. 41 dan Ps 42 OV danPs937, 942 KUHPerdata);

n. Membuat Surat Keterangan Hak Mewaris bagi golongan Timur Asingselain Cina (Ps. 14 ayat 1 Instructie voor de gouvernements Landmeters inIndonesia Stb. 1916 No. 517 (Instruksi Bagi Para Pejabat PendaftaranTanah di Indonesia Dan Yang Bertindak Sedemikian, Surat Menteri DalamNegeri cq. Kepala Direktorat Pendaftaran Tanah Direktorat JnderalAgraria Departemen Dalam Negeri tanggal 20 Desember1969Nomor:Dpt/12/63/12/69) jo Peraturan Menteri Negara/Kepala BPN

Page 100: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

100

No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997tentang Pendaftaran Tanah;

o. Melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit selaku Kurator (Ps.70ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PenundaanKewajiban Pembayaran Utang jo Ps. 70 Instruksi Untuk BHP di Indonesia;

p. Melakukan pengelolaan dan pengembangan Uang Pihak Ketiga BHPberdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman;

q. Melakukan penerimaan dan pengelolaan hasil Transfer Dana secara tunaiberdasarkan Pasal 37 UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (belumdilaksanakan).

Terkait afwezigheid, peran BHP dalam Pasal 463KUHPerdata, telah

ditentukan apa yang menjadi kewajiban BHP. Apabila seseorang afwezig, maka

atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan, atau atas tuntutan Kejaksaan,

Pengadilan Negeri di tempat tinggal afwezig harus memerintahkan BHP untuk

mengurus barang-barang dan kepentingan-kepentingan afwezig seluruhnya atau

sebagian, membela hak-haknya, dan bertindak sebagai wakilnya.

Pasal 464 KUHPerdata, mengatur bahwa BHP berkewajiban, jika perlu

setelah penyegelan, untuk membuat daftar, lengkap harta kekayaan yang

pengelolaan harta kekayaan anak-anak yang masih di bawah umur, sejauh

peraturan-peraturan itu dapat diterapkan pada pengelolaannya, kecuali bila

pengadilan negeri menentukan lain mengenai hal-hal tersebut. Kemudian, dalam

Pasal 465 KUHPerdata, ditentukan bahwa BHP berkewajiban untuk memberikan

perhitungan dan pertanggungjawaban secara singkat dan memperlihatkan efek-

efek dan surat-surat yang berhubungan dengan pengelolaan itu kepada jawatan

Kejaksaan pada Pengadilan Negeri yang telah mengangkatnya. Perhitungan ini

dapat dibuat di atas kertas yang tidak bermaterai dan disampaikan tanpa tatacara

peradilan. Terhadap perhitungan dan pertanggungjawaban ini jawatan Kejaksaan

boleh mengajukan usul-usul kepada Pengadilan Negeri, sejauh hal itu

Page 101: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

101

dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu

atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan-keberatan

terhadap perhitungan itu.

Afwezigheid ditetapkan oleh Pengadilan Negeri setempat diajukan oleh

pemohon (yang menguasai obyek/penghuni) dimana penghuni telah mendapatkan

izin perumahan untuk menempati rumah dari instansi setempat, dan memperoleh

Surat Keterangan Pendaftaran Tanah dari Badan Pertanahan Kota setempat.

Dalam diktum Penetapannya, Pengadilan Negeri selain menetapkan obyek berupa

bangunan/tanah sebagai (afwezigheid) juga penetapan penunjukkan BHP sebagai

intansi untuk mewakili dan mengurus harta berupa tanah/bangunan afwezig. Atas

dasar Penetapan Pengadilan maka BHP memiliki kewenangan untuk mengelola

lebih lanjut harta seorang afwezig. Setelah menerima salinan Penetapan dari

Pengadilan maka BHP sudah dapat bertindak mewakili dan mengurus harta orang

yang dinyatakan tidak hadir di antaranya sebagaimana telah disebutkan di atas

dalam Pasal463, 464, dan 465 KUHPerdata.

Beberapa tahapan yang dilaksanakan oleh BHP setelah penetapan

afwezigheid dari Pengadilan Negeri diterima BHP, yaitu:99

1. Melaksanakan Inventarisasi Boedel AfwezigheidBerdasarkan dan sesuai dengan Penetapan Pengadilan Negeri setempat,yang diktumnya dengan tegas menyatakan subjek tertentu berada dalamafwezigheid dan memerintahkan BHP untuk mengurus harta kekayaanserta kepentingan subjek dimaksud. BHP pada asasnya berwenangmenguasai harta kekayaan dari subjek tak hadir, serta berkewajibanmengelolanya lebih lanjut, wajib dengan segera menyusun, memelihara

99Syuhada, 2009, “Analisis Hukum Terhadap Kewenangan BalaiHartaPeninggalan Dalam Pengelolaan Harta Kekayaan Yang Tidak Diketahui PemilikDan Ahliwarisnya (Studi di Balai Harta Peninggalan Medan)”, Tesis FakultasHukum Universitas Sumatera Utara, Medan, hal. 111-117.

Page 102: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

102

serta menyimpan register afwezigheid dengan cermat dan selanjutnyamelakukan pencatatan dan pendaftaran terhadap harta kekayaanafwezigheid tersebut (Pasal465KUHPerdata).

2. Iklan (Pengumuman) AfwezigheidSetelah melaksanakan pendaftaran terhadap harta afwezigheid. BHPberkewajiban dalam pelaksanaan pengurusannya mengiklankanPenetapan Pengadilan tentang Afwezigheid pada Lembaran BeritaNegarasebagaimana ketentuan Pasal 1036 KUHPerdata.

3. Izin Pelaksanaan Jual Boedel Afwezigheid dari Direktur JenderalAdministrasi Hukum Umum.BHP setelah memperoleh izin dari Pengadilan Negeri untuk menjualharta kekayaan afwezigheid yang berada dalam pengurusannya dankemudian harta kekayaan tersebut telah dilaksanakan penilaian harganyaoleh tim penaksir, BHP sudah dapat melaksanakan penjualan atas hartakekayaan afwezigheid yang berada dalam pengurusannya. Tetapi dengankeluarnya Instruksi Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan No. JHS.10/1/6 tanggal 26 Pebruari 1975, BHP harus terlebihdahulu memperoleh izin tertulis dari Direktorat Jenderal Hukum danPerundang-undangan (sekarang Direktur Jenderal Administrasi HukumUmum).

4. Izin Penjualan Harta Kekayaan Afwezigheid dari Pengadilan NegeriDalam prakteknya BHP selaku lembaga yang berwenang melaksanakanpengurusan terhadap boedel afwezigheid pada umumnya berakhir denganmelakukan penjualan terhadap boedel (harta kekayaan) milik afwezig.Masalah yang selalu timbul bagi BHP dalam melaksanakan pengurusanharta afwezigheid adalah tidak tersedianya dana atau biaya untukmerawat dan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap harta kekayaanafwezigheid yang biasanya berupa tanah dan bangunan rumah yang sudahtua (bouwvallig) yang perlu dirawat dan diperbaiki, sehingga untukmengatasi kesulitan-kesulitan ini, serta untuk menghindarkankemungkinan kerugian yang lebih besar dan pembiayaan pengurusanyang terus menerus ialah dengan segera menjual harta kekayaanafwezigheid tersebut.

Dalam melaksanakan tugas pengurusan harta afwezig selain sebagaimana

telah disebutkan di beberapa pasal KHUPerdata tersebut di atas, BHP juga

melakukan tindakan-tindakan antara lain:100

1. Membuat Berita Acara Pencatatan Harta;2. Memberitahukan kepada Kejaksaan Negeri setempat tentang adanya

Penetapan Afwezig dari Pengadilan Negeri dan Penunjukan BHP sebagai

100Sjafruddin, op.cit, hal. 14.

Page 103: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

103

instansi yang mengurus dan mewakili kepentingan orang yang dinyatakanafwezigheid;

3. Memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI);4. Mengumumkan dalam Berita Negara dan sedikitnya 2 (dua) Surat Kabar

tentang Penetapan Afwezigheid;5. Meminta surat keterangan dari Pengadilan Negeri setempat mengenai

apakah terhadap Penetapan Afwezig tersebut ada pihak-pihak ketiga yangkeberatan/menggugat;

6. Meminta Surat Bukti Izin Penghunian dari penghuni yang dikeluarkanoleh Instansi setempat;

7. Membuat perjanjian sewa-menyewa antara Balai Harta Peninggalandengan penghuni;

8. Menerima pembayaran sewa-menyewa dari penghuni yang dibukukandalam Kas Bendaharawan.

4.1.3 Peran Pengadilan Negeri terkait Afwezigheid

Pengadilan Negeri merupakan bagian dari lingkungan peradilan umum

yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk memeriksa dan mengadili

perkara perdata gugatan (contentiosa) dan perkara perdata permohonan

(voluntair). Menyangkut kewenangan pemeriksaan perkara contentiosa, terdapat

beberapa jenis sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya ke pengadilan

negeri, antara lain:101

1. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum;2. Gugatan Wanprestasi;3. Gugatan Pengesahan Hak Milik;4. Gugatan Waris;5. Gugatan Pembatalan Perjanjian;6. Gugatan Penyangkalan Anak;7. Dan lain-lain.

Perkara gugatan berdasarkan sifatnya selalu akan mengandung sengketa

(contentiosa) atau konflik yang melibatkan yang sekurang-kurangnya melibatkan

101D. Y. Witanto, 2013, Hukum Acara Perdata tentang KetidakhadiranPara Pihak dalam Proses Berperkara (Gugur dan Verstek), Mandar Maju,Bandung, hal. 4.

Page 104: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

104

dua pihak, yang terdiri dari seseorang/sekelompok orang baik atas nama diri

pribadi atau atas nama suatu perkumpulan/korporasi/badan hukum yang satu sama

lain saling memperjuangkan kepentingan-kepentingan hukumnya masing-masing

di hadapan sidang pengadilan. Sengketa adalah pertentangan atau konflik yang

terjadi dalam kehidupan masyarakat (populasi sosial) yang membentuk

oposisi/pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-

organisasi terhadap satu objek permasalahan. Sedangkan sengketa sebagaimana

disebutkan di atas adalah sengketa hukum yang pengertiannya adalah sengketa-

sengketa yang menimbulkan akibat hukum, baik karena adanya pelanggaran, baik

karena adanya pelanggaran terhadap aturan-aturan hukum positif atau karena

adanya benturan dengan hak dan kewajiban seseorang yang diatur oleh ketentuan

hukum positif. Ciri khas dari sengketa hukum adalah pemenuhannya

(penyelesaiannya) dapat dituntut di hadapan institusi hukum negara

(peradilan/institus penegak hukum lainnya).102

Berdasarkan batasan teori tentang sengketa, menyangkut sengketa pada

ruang lingkup hukum khusus hukum perdata, maka dapat diuraikan beberapa

unsur (elemen) penting sebagai berikut:103

1. Adanya dua pihak atau lebih;2. Adanya hubungan atau kepentingan yang sama terhadap objek tertentu;3. Adanya pertentangan dan perbedaan persepsi;4. Adanya akibat hukum.

102D. Y. Witanto, 2011, Hukum Acara Mediasai dalam Perkara Perdata diLingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut Perma No. 1 Tahun2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Mandar Maju, Bandung, hal. 4.

103Ibid, hal. 2-3.

Page 105: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

105

Suatu perkara yang mengandung sengketa (contentiosa) pada umumnya

memiliki sifat dan ciri-ciri sebagai berikut:104

1. Diajukan dalam bentuk “gugatan”;2. Produk keputusan yang dijatuhkan hakim terhadap terhadap perkara

sengketa berbentuk “putusan”;3. Dari segi komposisi para pihak, perkara sengketa selalu mengandung

sekurang-kurangnya dua pihak atau lebih yang saling mempertahankanhak-hak dan kepentingan hukumnya masing-masing;

4. Masalah yang diajukan itu selalu bersentuhan/melibatkan kepentinganpihak lain atau menyangkut sesuatu hal yang sedang dipertentangkanstatus hukumnya oleh dua atau beberapa pihak di sidang pengadilan;

5. Dalam perkara yang mengandung sengketa (contentiosa) pihak penggugatdapat mengajukan petitum dalam bentuk perintah/penghukuman(condemnatoir) yang mana petitum seperti itu tidak dapat dimohonkandalam perkara permohonan (voluntair);

6. Dalam perkara sengketa akan terjadi proses pembuktian secara timbalbalik berdasarkan beban pembuktian yang ditetapkan oleh hakim secaraberimbang;

7. Pelaksanaan putusan dalam perkara gugatan pada umumnya memerlukanlembaga eksekusi agar putusan tersebut dapat dinikmati oleh pihak yangdinyatakan menang;

8. Dalam perkara yang mengandung sengketa salah satu pihak yangdinyatakan kalah akan dibebani untuk membayar biaya perkara, hal iniberbeda dengan perkara pemohonan dimana beban perkara akanditanggung oleh pihak pemohon.

Selain berwenang mengadili perkara gugatan (contentiosa), pengadilan

negeri juga memiliki kewenangan untuk menetapkan perkara-perkara permohonan

(voluntair) yang diajukan oleh masyarakat untuk mendapatkan pengukuhan atas

tindakan-tindakan hukum yang bersifat sepihak. Dalam perkara permohonan

hanya ada satu pihak saja di sidang pengadilan yaitu pemohon yang karena

adanya kepentingan-kepentingan tertentu untuk mendapatkan izin atau pengakuan

status hukum dari pengadilan, maka ia menjadi pihak dalam perkara voluntair di

sidang pengadilan.

104D. Y. Witanto, 2013, op.cit, hal. 5.

Page 106: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

106

Perkara permohonan (voluntair) memiliki ciri khas yang membedakan dari

perkara gugatan yang mengandung sengketa (contentiosa), M. Yahya Harahap

menyebutkan ciri-ciri tersebut, antara lain sebagai berikut:105

1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak (for the benefit of oneparty only); benar-benar murni untuk menyelesaikan kepentinganpemohon tentang sesuatu permasalahan perdata yang memerlukankepastian hukum. Misalnya permintaan izin dari pengadilan untukmelakukan tindakan hukum tertentu; dengan demikian pada prinsipnya apayang dipermasalahkan pemohon, tidak bersentuhan dengan hak dankepentingan orang lain.

2. Permasalahan yang dimohon penyesuaian kepada pengadilan negeri, padaprinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without disputes ordifferences with anoter party); berdasarkan ukuran itu tidak dibenarkanmengajukan permohonan tentang penyelesaian snegketa hak ataukepemilikan maupun penyerahan serta pembayaran sesuatu oleh orang lainatau pihak ketiga.

3. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan tetapibersifat Ex Parte; benar-benar murni dan mutlak satu pihak atau bersifatEx Parte; permohonan untuk kepentingan sepihak (on behalf of one party)atau terlibat dalam permasalahan hukum (involving only one party to alegal matter) yang diajukan dalam kasus itu hanya satu pihak.

Dalam perkara voluntair pengadilan negeri berwenang menetapkan

bentuk-bentuk permohonan yang diajukan oleh masyarakat, antara lain sebagai

berikut:106

1. Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa;2. Permohonan pengangkatan pengampuan bagi orang dewasa yang tidak

cakap bertindak secara hukum atau tidak dapat mengurus hartanya lagi;3. Permohonan pewarganegaraan (naturalisasi);4. Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai usia 19

tahun dan bagi wanita yang belum mencapai usia 16 tahun;5. Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21

tahun;6. Permohonan pembatalan perkawinan;7. Permohonan pengangkatan anak;

105M. Yahya Harahap, 2006, Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan,Persidangan, Penyitaan Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika,Jakarta, hal. 29.

106D. Y. Witanto, 2013, op.cit, hal. 8.

Page 107: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

107

8. Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil;9. Permohonan untuk mendapatkan izin penerbitan akta kelahiran yang

terlambat mendaftarkan kelahiran anak yang lebih dari satu tahun;10. Permohonan untuk menunjuk seseorang atau beberapa orang wasit oleh

karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasitdalam penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase;

11. Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan tidak hadir ataudinyatakan meninggal;

12. Permohonan agar ditetapkan sebagai wali/kuasa untuk menjual hartawarisan.

Dalam hukum acara perdata dikenal juga istilah ketidakhadiran,

ketidakhadiran dalam acara perdata berbeda dengan ketidakhadiran dalam hal

pewarisan (afwezigheid). Ketidakhadiran dalam acara perdata dikenal dengan

istilah Verstek. Tafsiran praktis tentang ketidakhadiran dalam hukum acara

perdata dapat memberikan beberapa pengertian sebagai berikut:107

1. Para pihak (penggugat/tergugat) sejak awal sampai dengan dijatuhkanputusan sama sekali tidak pernah hadir, sehingga hakim menjatuhkanputusan di luar hadir (gugur-verstek);

2. Pada sidang-sidang sebelumnya para pihak pernah hadir, namun pada saatdijatuhkan putusan tidak hadir sehingga keadaan itu juga disebut denganputusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran para pihak, namun prosespemeriksaan dilakukan secara contradictoir.

Kaitannya dalam penelitian ini, dan berdasarkan pada penjelasan-penjelasn

di atas dapat disimpulkan bahwa terkait afwezigheid dapat menimbulkan dua jenis

perkara, yaitu perkara permohonan (voluntair) dan perkara gugatan (contentiosa).

Permohonan putusan afwezigheid adalah dalam kategori perkara voluntair, dan

ketika urusan afwezigheid tersebut telah menimbulkan perselisihan dan

pertentangan beberapa pihak terkait harta yang ditinggalkan maka perkara tersebut

termasuk dalam perkara gugatan yang mengandung sengketa (contentiosa).

107D. Y. Witanto, 2013, op.cit, hal. 33.

Page 108: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

108

Terkait afwezigheid, Pasal 481 KUHPerdata telah memperjelas peran dan

fungsi pengadilan negeri. Peran dan fungsi yang dimaksud adalah dalam hal

pemberian izin kepada ahli waris untuk mengalihkan dan membebani harta

afwezig sebelum masa pewarisan definitif. Peran dan fungsi ini sangat penting

bagi pengadilan negeri, namun ketentuan dalam Pasal 481 KUHPerdata ini belum

cukup memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Alasan-alasan penting

seperti apa saja yang bisa dijadikan alasan untuk mengesampingkan ketentuan

Pasal 484 KUHPerdata berbeda-beda di berberapa peradilan. Hal ini memungkin

terjadi, Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa, “Seperti halnya dengan segala

hukum, hukum acara perdata sebagian tertulis, artinya termuat dalam beberapa

undang-undang negara. Sebagian lagi tidak tertulis, artinya menurut adat

kebiasaan yang dianut oleh para Hakim dalam melakukan pemeriksaan

perdata”.108 Dengan demikian dalam hukum acara perdata, apabila ada suatu

perkara yang diajukan ke muka sidang (pengadilan), Hakim tidak boleh menolak

untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut dengan alasan bahwa hukumnya

tidak jelas atau kurang jelas.109

Peran dan fungsi pengadilan negeri terkait afwezigheid, ditemukan di

beberapa pasal di dalam KUHPerdata, antara lain sebagai berikut: Pasal 463

KUHPerdata menentukan bahwa penetapan seorang afwezig harus berdasarkan

putusan pengadilan negeri. Pasal 464 KUHPerdata juga mengatur bahwa, BHP

berkewajiban, jika perlu setelah penyegelan, untuk membuat daftar lengkap harta

108Wirjono Prodjodikoro, 1984, Hukum Acara Perdata di Indonesia,Sumur Bandung, Bandung, hal. 151.

109M. Nur Rasaid, 2013, Hukum Acara Perdata, Cetakan Keenam, SinarGrafika, Jakarta, hal. 5.

Page 109: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

109

kekayaan yang pengelolaannya dipercayakan kepadanya. Untuk selanjutnya balai

harta peninggalan harus mengindahkan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan

harta kekayaan anak-anak yang masih di bawah umur, sejauh peraturan-peraturan

itu dapat diterapkan pada pengelolaannya, kecuali bila pengadilan negeri

menentukan lain mengenai hal-hal tertentu. Pasal 465 KUHPerdata, menentukan

bahwa BHP berkewajiban untuk memberikan perhitungan dan

pertanggungjawaban kepada jawatan kejaksaan pengadilan negeri yang telah

mengangkatnya. Terhadap perhitungan dan pertanggungjawaban ini jawatan

kejaksaan boleh mengajukan usul-usul kepada pengadilan negeri, sejauh hal itu

dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu.

Pengesahan perhitungan dan pertanggungjawaban ini tidak mengurangi hak orang

yang tidak hadir itu atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan

keberatan-keberatan terhadap perhitungan itu.

4.1.4 Peran Notaris/PPAT terkait Afwezigheid

Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya

disebut UUJN) mendefinisikan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-

undang lainnya. Undang-undang ini yang dimaksud adalah UUJN yang di

dalamnya telah mengatur kewenangan yang dimaksud dan diuraikan dalam Pasal

15 UUJN sebagai berikut:

Page 110: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

110

(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untukdinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatanakta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan ataudikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan olehundang-undang.

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notarisberwenang pula:a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam suratyang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug. membuat akta risalah lelang.

Pasal 15 ayat (3) UUJN, mengatur bahwa selain kewenangan sebagaimana

dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) dan (2) UUJN, Notaris juga mempunyai

kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.

Kaitannya dalam penelitian ini adalah terkait afwezigheid, maka secara logis dan

yuridis peran Notaris terkait afwezigheid tidak lepas dalam hal pewarisan dan

perjanjian peralihan harta. Pasal 111 ayat (1) huruf c angka 4 PMNA 3/1997

disebutkan bahwa surat tanda bukti hak sebagai ahli waris tersebut dapat

berbentuk dalam bentuk sebagai berikut:

1. Wasiat dari pewaris, atau2. Putusan Pengadilan, atau3. Penetapan hakim/Ketua Pengadilan, atau4. Surat keterangan waris:

a. Bagi warganegara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli warisyang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orangsaksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempattinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;

Page 111: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

111

b. Bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hakmewaris dari Notaris;

c. Bagi warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: suratketerangan waris dari Balai Harta Peninggalan.

Ketentuan ini memperjelas bahwa Notaris dalam suatu pewarisan memiliki

peran dalam hal pewarisan, diantaranya dalam hal pembuatan wasiat dan surat

keterangan hak mewaris. Sejalan dengan definisi Notaris yang dituangkan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan definisi sebagai berikut, Notaris adalah

“orang yang mendapat kuasa dari pemerintah untuk mengesahkan dan

menyaksikan berbagai surat perjanjian, surat wasiat, akta dan sebagainya”.110

Pasal 54 ayat (1) UUJN, mengatur dengan tegas bahwa Notaris hanya

dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, grosse akta,

salinan akta atau kutipan akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada

akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh

peraturan perundang-undangan. Pasal 16 ayat (1) huruf h dan i, mengatur bahwa

Notaris harus membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan

waktu pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar akta tersebut ke

Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang

kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan

berikutnya. Terkait afwezigheid, ketentuan-ketentuan di atas sangat penting untuk

memberi jaminan perlindungan terhadap kepentingan ahliwaris, yang setiap saat

dapat dilakukan penelusuran atau pelacakan akan kebenaran dari suatu akta wasiat

yang telah dibuat dihadapan Notaris. Notaris memiliki hubungan kepercayaan

110Pusat Bahasa Kemendikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI)Kamus versi online/daring (dalam jaringan), http://kbbi.web.id/notaris,diakses terakhir pada tanggal 28 Mei 2014.

Page 112: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

112

yang harus dijaga dan disampaikan kepada ahli waris atas sehubungan dengan

hak-haknya atas apa yang ditinggalkan oleh pewaris. Hal tersebut telah jelas

diatur dan menambahkan definisi akan makna dari suatu jabatan yang diemban

oleh Notaris, sebagai jabatan kepercayaan. Mengingat besarnya tanggung jawab

yang disandang oleh seorang Notaris, maka jabatan Notaris dijalankan oleh

mereka yang selain memiliki kemampuan ilmu hukum yang memadai harus pula

dijabat oleh mereka yang beretika dan berakhlak tinggi.111

Telah disimpulkan dalam bab sebelumnya bahwa peralihan hak milik atas

tanah yang beralih adalah dikarenakan oleh waris dan peralihan hak yang

dialihkan dikarenakan oleh adanya: jual beli, tukar menukar, hibah, penyertaan

dalam modal perusahaan, dan lelang. Pengaturan tentang peralihan hak atas tanah

tidak lepas dari peran dan fungsi seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah

(selanjutnya disebut PPAT). Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37

tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT (selanjutnya disebut PP 37/1998)

mendefiniskan bahwa PPAT adalah “Pejabat umum yang diberi kewenangan

untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai

hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun”.

Pasal 2PP 37/1998, mengatur tentang tugas pokok seorang PPAT, tugas-

tugas tersebut sebagai berikut:

(1) PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanahdengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukumtertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan RumahSusun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan datapendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

111Herlien Budiono, 2010, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di BidangKenotariatan, Buku Kedua, PT Citra Aditya bakti, Bandung, hal. 173.

Page 113: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

113

(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaiberikut :a.jual beli;b.tukar menukar;c.hibah;d.pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);e.pembagian hak bersama;f.pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;g.pemberian Hak Tanggungan;h.pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

Dalam menjalankan tugas pokoknya, PPAT memiliki kewenangan

sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PP 37/1998, sebagai berikut:

(1) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenaisemua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yangterletak di dalam daerah kerjanya.

(2) PPAT khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatanhukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya.

Kewenangan berikutnya diatur dalam Pasal 4 PP 37/1998 dengan

ketentuan sebagai berikut:

(1) PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau HakMilik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya;

(2) Akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, dan aktapembagian hak bersama mengenai beberapa hak atas tanah dan HakMilik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak di dalamdaerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh PPAT yang daerahkerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah susun yanghaknya menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.

Notaris dan PPAT dalam peran dan fungsinya terkait pelaksanaan

peralihan dan pembebanan harta tidak bergerak milik afwezig tidak jarang ikut

tergugat dalam berbagai perkara perdata sebagaimana telah dibahas dalam bab

sebelumnya. Bahasan dalam bab ini tidak lepas dari keterkaitan semua pihak

dalam pengurusan harta seorang afwezig. Sub-bab sebelumnya menjelaskan dan

Page 114: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

114

memberi pemahaman yang nyata bahwa terkait afwezigheid, Notaris dan PPAT

bukanlah satu-satunya pejabat publik yang bertanggungjawab dalam melindungi

hak-hak seorang afwezig dan ahli warisnya.

Notaris dan PPAT dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai

pejabat umum dalam menangani peralihan dan pembebanan harta seorang afwezig

seharusnya memiliki pemahaman yang cukup tentang berbagai pengaturan terkait

afwezigheid. Pasal 484 KUHPerdata jelas memberi penjelasan tentang batasan

waktu masa pewarisan definitif, namun ketentuan pengecualian yang diatur dalam

Pasal 481 KUHPerdata memicu timbulnya berbagai penafsiran yang berbeda

untuk memutuskan hal-hal apa saja yang dapat mengesampingkan ketentuan masa

pewarisan definitif. Terkait afwezigheid, secara khusus belum diatur dalam

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Notaris maupun PPAT.

4.2 Akibat Hukum Peralihan dan Pembebanan Hak Atas Harta TidakBergerak Milik Afwezig sebelum Masa Pewarisan Definitif berdasarkanketentuan Pasal 481 dan Pasal 484 KUHPerdata

Peralihan dan pembebanan hak atas harta tidak bergerak milik afwezig

yang dilakukan sebelum masa pewarisan definitif melahirkan berbagai akibat

hukum. Akibat hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk

memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh

hukum. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan

yang dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum.112

112R. Soeroso, 1996, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal.295.

Page 115: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

115

Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari

segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek

hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu

oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat

hukum.113 Akibat hukum merupakan sumber lahirnya hak dan kewajiban bagi

subyek-subyek hukum yang bersangkutan. Perbuatan hukum itu merupakan

perbuatan yang akibat diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja

(bersegi satu) maupun yang dilakukan dua pihak (bersegi dua). Apabila akibat

hukumnya (rechtsgevolg) timbul karena satu pihak saja, misalnya membuat surat

wasiat, maka perbuatan itu adalah perbuatan hukum satu pihak. Kemudian apabila

akibat hukumnya timbul karena perbuatan dua pihak, seperti jual beli, tukar

menukar maka perbuatan itu adalah perbuatan hukum dua pihak.114

Akibat hukum yang dilahirkan dari peristiwa hukum berupa peralihan dan

pembebanan hak atas harta tidak bergerak milik afwezig yang dilakukan sebelum

masa pewarisan definitif berdampak pada hal-hal sebagai berikut, di antaranya

berakibat terhadap: harta yang dialihkan, ahli waris selaku penjual, pembeli harta

afwezig, dan Notaris/PPAT. Akibat hukum yang akan dibahas dalam hal ini

adalah berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata.

113Pipin Syarifin, 1999, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung,hal. 71.

114Ibid, hal. 72

Page 116: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

116

4.2.1 Akibat Hukum bagi Harta Warisan yang Dialihkan

Akibat hukum terhadap harta milik afwezig, dalam KUHPerdata telah

ditentukan berbagai pengaturan, antara lain sebagai berikut: Pasal 481

KUHPerdata, mengatur bahwa harta tidak bergerak milik afwezig dapat dialihkan

atau dibebani sebelum masa pewarisan definitif jika berdasarkan alasan-alasan

yang penting dan telah mendapat izin dari Pengadilan Negeri setempat. Namun

karena tidak atur secara jelas alasan penting apa saja yang bisa dizinkan oleh

Pengadilan Negeri untuk mengesampingkan masa pewarisan definitif

menimbulkan berbagai sengketa perdata. Pasal 1168 KUHPerdata juga mengatur

bahwa pembebanan hak atas harta tidak bergerak milik afwezig tidak dapat

diadakan selain oleh orang yang mempunyai wewenang yaitu ahli waris.

Pasal 482 KUHPerdata, menentukan apabila orang yang dalam keadaan

tidak hadir itu pulang kembali setelah ada keterangan kematian dugaan, atau

diperoleh tanda-tanda bahwa dia masih dalam keadaan hidup, maka mereka yang

telah menikmati hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan dari barang-barangnya,

wajib untuk mengembalikan hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan itu sebagai

berikut: setengahnya bila dia pulang kembali, atau bila tanda-tanda bahwa dia

masih hidup diperoleh dalam waktu lima belas tahun setelah hari kematian dugaan

yang dinyatakan dalam putusan hakim; atau seperempatnya, bila tanda-tanda itu

diperoleh kemudian, tetapi sebelum lampau waktu tiga puluh tahun setelah

pernyataan itu. Akan tetapi semua itu dengan ketentuan, bahwa pengadilan negeri

yang telah memberi keputusan tentang kematian dugaan itu, mengingat sedikitnya

barang-barang yang ditinggalkan, boleh memerintahkan yang berlainan tentang

Page 117: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

117

pengembalian hasil-hasil dan pendapatan itu, atau dapat juga memberi

pembebasan sama sekali.

Pasal 486 KUHPerdata, menetukan apabila orang yang dalam keadaan tak

hadir itu pulang kembali, atau menunjukkan bahwa dia masih hidup, setelah

lampau tiga puluh tahun sejak hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan

dalam keputusan hakim, maka dia hanya berhak untuk menuntut kembali barang-

barangnya dalam keadaan seperti adanya pada waktu itu, beserta harga barang-

barang yang telah dipindahtangankan, atau barang-barang yang telah dibeli

dengan hasil pemindahtanganan barang-barang kepunyaannya, namun semuanya

tanpa suatu hasil atau pendapatan. Pasal 492 KUHPerdata diatur apabila seorang

afwezig itu pulang kembali, atau haknya dituntut atas namanya, pengembalian

penghasilan dan pendapatannya boleh dituntut, terhitung dari hari ketika hak itu

jatuh pada orang yang tak hadir itu, atas dasar dan menurut ketentuan-ketentuan

Pasal 482 KUHPerdata.

Uraian akibat hukum secara normatif yang dapat terjadi atas suatu

peristiwa terkait afwezigheid di atas, pada prinsipnya berupaya untuk memberikan

perlindungan terhadap hak-hak seorang yang disangka mati. Pada kenyataan di

dalam suatu peralihan harta seorang afwezig sering mengabaikan hak-hak tersebut

dan berpotensi menimbulkan suatu sengketa perdata. Sengketa perdata adalah

suatu perkara perdata yang terjadi antara para pihak yang bersengketa di dalamnya

mengandung sengketa yang harus diselesaikan oleh kedua belah pihak.115

115Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika,Jakarta, hal. 7.

Page 118: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

118

Tuntutan dalam sengketa perdata atas peristiwa yang terkait dengan afwezigheid

tidak jarang melibatkan lembaga pemerintah, dalam hal ini adalah BHP.

Pada prinsipnya, bahwa kebatalan adalah terkait persoalan tidak

terpenuhinya empat syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: sepakat mereka

mengikat dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu;

dan suatu sebab yang halal. Pasal 1320 KUHPerdata telah jelas mengatur bahwa

dalam perjanjian yang sah perlu dipenuhi empat syarat, yaitu: kesepakatan mereka

yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu

pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang. Empat syarat

tersebut diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu syarat subjektif dan syarat

objektif. Syarat subjektif meliputi sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan

kecakapan membuat suatu perikatan, tidak terpenuhinya syarat subjektif berakibat

suatu perjanjian dapat dibatalkan. Syarat objekif meliputi suatu hal tertentu dan

suatu sebab yang halal, tidak terpenuhinya syarat objektif menyebabkan suatu

perjanjian batal demi hukum.116 Ketentuan dalam Pasal 1321 KUHPerdata telah

jelas mengatur bahwa tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan

karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Pasal 1449

KUHPerdata juga mempertegas bahwa suatu perikatan yang dibuat dengan

paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk

membatalkannya.

Kebatalan berdasarkan sifatnya dibedakan dalam dalam dua kategori, yaitu

kebatalan mutlak dan kebatalan relatif. Prof. R. Wirjono Prodjodikoro

116R. Subekti, 1998, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-17, Intermasa, Jakarta,hal. 17.

Page 119: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

119

berpendapat bahwa suatu pembatalan mutlak (absolute nietigheid) apabila suatu

perjanjian harus dianggap batal meskipun tidak diminta oleh suatu pihak dan

dianggap tidak pernah ada sejak semula dan terhadap siapapun juga, sedangkan

pembatalan relatif (relatief nietigheid) yaitu hanya terjadi jika diminta oleh orang-

orang tertentu dan hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu itu.117

Prinsip hukum tentang kebatalan di atas mengantarkan pada pemahaman

untuk menentukan suatu akibat hukum yang dapat dilahirkan dari peristiwa

peralihan dan pembebanan hak atas harta tidak bergerak milik afwezig yang

dilakukan sebelum masa pewarisan definitif. Akibat hukum yang dilahirkan

apabila terjadi peristiwa peralihan dan pembebanan hak atas harta afwezig diluar

masa pewarisan definitif dan tanpa alasan yang penting serta tidak adanya izin

dari pengadilan negeri adalah batal demi hukum.

4.2.2 Akibat Hukum bagi Ahli Waris selaku Penjual

Peristiwa peralihan dan pembebanan hak atas harta tidak bergerak milik

afwezig yang dilakukan sebelum masa pewarisan definitif tidak jarang menjadi

sengketa. Apabila terjadi pembatalan terhadap peralihan dan pembebanan hak

yang telah dilakukan oleh ahli waris atau siapapun sebagai penjual atau pemberi

hak pembebanan terhadap harta afwezig, maka pihak tersebutlah yang

bertanggungjawab untuk mengembalikan obyek kepada yang berhak dan

menanggung kerugian pembeli sesuai dengan penanggungan yang berlaku.

117Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Seri Hukum Perikatan(Perikatan Pada Umumnya), Cetakan ke-2, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.142

Page 120: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

120

Pasal 1492 KUHPerdata, mengatur bahwa meskipun pada waktu penjualan

dilakukan tanpa janji tentang penanggungan, namun penjual adalah demi hukum

diwajibkan menanggung pembeli terhadap suatu penghukuman untuk

menyerahkan seluruh atau sebagian benda yang dijual kepada seorang pihak

ketiga. Atau terhadap beban-beban yang menurut keterangan seorang pihak ketiga

memilikinya tersebut dan tidak diberitahukan sewaktu pembelian dilakukan. Pasal

1494 KUHPerdata juga menentukan bahwa, meskipun telah diperjanjikan bahwa

penjual tidak akan menanggung sesuatu apapun, ia tetap bertanggungjawab atas

akibat dari suatu perbuatan yang dilakukannya, segala persetujuan yang

bertentangan dengan ini adalah batal.

4.2.3 Akibat Hukum bagi Pembeli

Pelanggaran hukum terjadi ketika subyek hukum tertentu melanggar hak-

hak subyek hukum lain. Subyek hukum yang dilanggar hak-haknya harus

mendapat perlindungan hukum. Apabila terjadi pembatalan terhadap peralihan

dan pembebanan hak yang telah dilakukan oleh ahli waris atau siapapun sebagai

penjual atau pemberi hak pembebanan terhadap harta afwezig, maka pembeli yang

beritikad baik dirugikan. Dalam Black’s Law Dictionary yang dimaksud dengan

itikad baik atau good faith adalah:118 “A state of mind consisting in (1) honesty in

belief or purposes, (2) faithfulness to one’s duty or obligation, (3) observance of

reasonable commercial standards of fair dealing in a given trade or business, or

(4) absence of intent to defraud or to seek unconscionable advantage”. Subekti

118Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, UnitedStates of America, hal. 713.

Page 121: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

121

merumuskan itikad baik dengan pengertian sebagai berikut:119

“Itikad baik di waktu membuat suatu perjanjian berarti kejujuran, orang yang

beritikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan, yang

dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang di

kemudian hari akan menimbulkan kesulitan-kesulitan”.

Begitu pentingnya itikad baik tersebut sehingga dalam perundingan-

perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan

dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan

hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu

harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari

pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu

kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar

terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak

harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan

dengan itikad baik.120

Perlindungan hukum pada pihak yang beritikad baik, sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata, bahwa pihak terhadap siapa perikatan

tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan

memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut

pembatalan persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga. Pembeli

119Samuel M.P. Hutabarat, 2010, Penawaran dan Penerimaan dalamHukum Perjanjian, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 45.

120Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak,RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 5.

Page 122: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

122

yang dirugikan dalam peralihan atau pembebanan hak atas harta milik afwezig,

berhak menuntut ganti rugi.

4.2.4 Akibat Hukum bagi Notaris/PPAT

Notaris sebagai pejabat publik, dalam pengertian mempunyai wewenang

dengan pengecualian, dengan mengkategorikan Notaris sebagai pejabat publik,

dalam hal ini publik yang bermakna hukum. Notaris sebagai pejabat publik tidak

berarti sama dengan pejabat publik dalam bidang pemerintahan yang

dikategorikan sebagai badan atau pejabat tata usaha negara, hal ini dapat

dibedakan dari produk masing-masing pejabat publik tersebut. Notaris sebagai

Pejabat Publik produk akhirnya yaitu akta otentik, yang terikat dalam ketentuan

hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian.121

Abdulkadir Muhammad menjabarkan tentang arti tanggung jawab bagi

seorang Notaris. Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus

bertanggungjawab, artinya:122

1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar.Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaanpihak berkepentingan karena jabatannya.

2. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yangdibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak para pihak yangberkepentingan dalam arti sebenarnya, bukan mengada-ada. Notarismenjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi danprosedur akta yang dibuatnya itu.

3. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta notaris itumempunyai kekuatan bukti sempurna.

121Habib Adjie (1), 2008, Sanksi Perdata dan Administratif TerhadapNotaris sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, hal. 31.

122Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UIIPress, Yogyakarta, hal. 16.

Page 123: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

123

Notaris tidak bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta yang

dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab bentuk formal

akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang. Mengenai tanggung

jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materil

dibedakan menjadi empat hal, yaitu:123

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materilterhadap akta yang dibuatnya, konstruksi yuridis yang digunakan dalamtanggung jawab perdata terhadap kebenaran materil terhadap akta yangdibuat oleh notaris adalah konstruksi perbuatan melawan hukum.

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materil dalamakta yang dibuatnya,mengenai ketentuan pidana tidak diatur di dalamUUJN namun tanggung jawab notaris secara pidana dikenakan apabilanotaris melakukan perbuatan pidana. UUJN hanya mengatur sanksi ataspelanggaran yang dilakukan oleh notaristerhadap UUJN, sanksi tersebutdapat berupa akta yang dibuat oleh notaris tidak memiliki kekuatan otentikatau hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan. Terhadapnotarisnya sendiri dapat diberikan sanksi yang berupa teguran hinggapemberhentian dengan tidak hormat.

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Paraturan Jabatan Notaris terhadapkebenaran materil dalam akta yang dibuatnya, Tanggung jawab notarisdisebutkan dalam Pasal 65 UUJN yang menyatakan bahwa notarisbertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun protokolnotaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpanprotokol notaris.

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkankode etik notaris.Hubungan kode etik notaris dan UUJN memberikan artiterhadap profesi notaris itu sendiri. UUJN dan kode etik notarismenghendaki agar notaris dalam menjalankan tugasnya, selain harustunduk pada UUJN juga harus taat pada kode etik profesi serta harusbertanggung jawab terhadap masyarakat yang dilayaninya, organisasiprofesi (Ikatan Notaris Indonesia atau INI) maupun terhadap negara.

Terkait pelaksanaan jabatannya, Notaris memiliki hak ingkar yang

didasarkan pada alasan kepentingan masyarakat, agar apabila seseorang yang

berada dalam keadaan kesulitan, dapat menghubungi seseorang kepercayaan

123Ibid.

Page 124: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

124

untuk mendapatkan bantuan yang dibutuhkannya. Hal tersebut sesuai dengan

penjelasan Pasal 16 UUJN yang menyatakan bahwa kewajiban untuk

merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat

lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan

akta tersebut.

Seorang Notaris dalam menjalankan tugasnya tidak lepas dari hal-hal yang

dapat menjatuhkan kehormatan dan wibawanya sebagai seorang Notaris, bahkan

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang Notaris dalam kehidupan sehari-

harinya bisa juga menjatuhkan martabatnya. Seorang Notaris harus mampu

menjaga nama baik dan martabatnya, hal-hal yang dapat menjatuhkan wibawa

sebagai Notaris akan berakibat terhadap tugasnya sehari-hari. Undang-undang

juga telah mengatur terhadap hal demikian dapat dilakukan pengusutan dan

pemeriksaan untuk dimintakan pertanggungjawaban oleh pihak yang berwenang

dalam mengawasi segala tingkah lakunya sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat

(5) UUJN.

Sama halnya dengan PPAT, dalam menjalankan tugas dan jabatannya juga

telah diatur tentang mekanisme pertanggungjawaban atas pelanggaran yang

diperbuat oleh seorang PPAT dan berdampak pada pemberhentian baik secara

hormat ataupun tidak hormat, berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 10

PP 37/1998, sebagai berikut:

(1) PPAT diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:a. permintaan sendiri;b. tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan

badan atau kesehatan jiwanya, setelah dinyatakan oleh tim pemeriksakesehatan yang berwenang atas permintaan Menteri atau pejabat yangditunjuk;

Page 125: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

125

c. melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajibansebagai PPAT;

d. diangkat sebagai pegawai negeri sipil atau ABRI;(2) PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, karena :

a. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajibansebagai PPAT;

b. dijatuhi hukuman kurungan/penjara karena melakukan kejahatanperbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan ataupenjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat berdasarkanputusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3) Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c dan ayat (2) dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberikesempatan untukmengajukan pembelaan diri kepada Menteri.

(4) PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembalimenjadi PPATuntuk daerah kerja lain daripada daerah kerjanya semula,apabila formasi PPAT untuk daerah kerja tersebut belum penuh.

Mengingat besarnya tanggung jawab yang disandang oleh seorang Notaris,

maka jabatan Notaris dijalankan oleh mereka yang selain memiliki kemampuan

ilmu hukum yang memadai harus pula dijabat oleh mereka yang beretika dan

berakhlak tinggi.124 Para pihak yang membuat suatu perikatan pasti menginginkan

segala sesuatu yang telah mereka buat dapat dilaksanan akan sepenuhnya, namun

karena ketidakwenangan salah satu pihak membuat persoalan sehingga ada pihak-

pihak yang merasa dirugikan dan memiliki kewenangan untuk tindakan tersebut.

Sebagai konsekuensi logisnya, maka para pihak yang merasa dirugikan atau pihak

yang memiliki kewenangan bermaksud untuk membatalkan perjanjian tersebut.

Notaris dan PPAT dihadapkan pada kenyataan tidak hanya sekedar

mencatat dan melegalisasikan serta membuat akta bagi kepentingan para pihak

yang menghendakinya, melainkan juga untuk memberikan nasehat hukum kepada

para pihak sehubungan dengan perbuatan hukum yang akan dicatat, legalisir dan

dibuat aktanya di hadapan Notaris. Namun Notaris juga di kedepankan pada

124Herlien Budiono, loc.cit.

Page 126: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

126

persoalan untuk menciptakan hukum dalam menyelesaikan masalah yang

mungkin terbit atau telah ada di antara para pihak sehingga diperoleh penyelesaian

yang memuaskan bagi para pihak.

Akta-akta Notaris dan PPAT yang menimbulkan masalah hukum dan

mencuat menjadi kasus-kasus baik perdata maupun pidana di muka pengadilan,

disebabkan pada hal-hal yang bersifat sumir. Satu kata atau satu klausula dalam

suatu akta otentik dapat menimbulkan kasus pidana atau perdata, dan masalah ini

timbul karena kurang hati-hati dan tidak teliti. Akibat hukum dari putusan yang

dijatuhkan oleh pengadilan terhadap notaris yaitu tanggung jawab seseorang atas

apa yang dibuatnya tentunya merupakan kewajiban masing-masing individu

tersebut.

Tidak jarang Notaris dan PPAT diikutsertakan dalam beberapa gugatan

perkara waris juga dalam perkara yang lebih khusus menyangkut harta afwezig.

Transaksi jual beli harus memperhatikan status hukum dan kapasitas dari masing-

masing pihak, terutama pihak penjual, jika objek tersebut merupakan boedel waris

maka harus dengan persetujuan ahli waris lainnya, dan jika objek tersebut adalah

ternyata objek wasiat maka harus pula dibuktikan dengan akta.125 Karenanya

dalam menjalankan peran dan fungsinya seorang Notaris dituntut harus memiliki

kemampuan yang cukup terkait akta yang dibuatnya.

Akta Notaris dan PPAT sering kali diingkari oleh berbagai pihak yang

merasa dirugikan. Pengingkaran atas hal-hal tersebut dilakukan dengan cara

mengikutsertakan Notaris (secara perdata) dalam gugatan ke pengadilan negeri.

125Habib Adjie (3), 2009, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia,Mandar Maju, Bandung, hal. 11.

Page 127: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

127

Para pihak yang mengingkari kebenaran akta Notaris wajib membuktikan hal-hal

yang ingin diingkarinya, dan Notaris wajib mempertahankan aspek-aspek

tersebut. Habib Adjie menegaskan kaidah hukum Notaris tentang akta yang

dibuatnya, yaitu:

Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yangsempurna, sehingga jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakanbahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai ataumenyatakan tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuaiaturan hukum".126

Notaris dalam mengakomodir kebutuhan masyarakat yang memerlukan

dokumen hukum berupa akta otentik dalam bidang hukum perdata, mempunyai

tanggungjawab untuk melayani masyarakat secara maksimal, karena masyarakat

dapat menggugat secara perdata, menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga jika

ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum

yang berlaku. Pasal 84 UUJN mengatur tentang sanksi seorang Notaris terkait

jabatannya. Bahwa terhadap tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris

pada beberapa ketentuan yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai

kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal

demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk

menuntut penggantian biaya, ganti rugi,dan bunga kepada Notaris.

Pasal 66 UUJN mengatur tentang keterlibatan Notaris dalam proses

peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atauhakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang:

126Habib Adjie (2), 2008, Hukum Notaris Indonesia Tafsir TematikTerhadap UU No. 30 Tahun Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung,hal. 22

Page 128: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

128

a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-suratyang dilekatkanpada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;

b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitandengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpananNotaris.

(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.

(3) Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) harikerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuansebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawabanmenerima atau menolak permintaan persetujuan.

(4) Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalamjangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatanNotaris dianggap menerima permintaan persetujuan.

Peraturan tentang Jabatan PPAT juga mengatur tentang dampak hukum

dari keterlibatan PPAT dalam masalah hukum, dengan ketentuan sebagaimana

diatur dalam Pasal 11 PP 37/1998 sebagai berikut:

(1) PPAT dapat diberhentikan untuk sementara dari jabatannya sebagaiPPAT karena sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakwasuatu perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan ataupenjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat.

(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1)berlaku sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum tetap.

Tuntutan tehadap Notaris dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan

bunga sebagai akibat akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta

di bawah tangan atau batal demi hukum, berdasarkan adanya:127

1. Hubungan hukum yang khas antara Notaris dengan para penghadapdengan bentuk sebagai perbuatan melawan hukum.

2. Ketidakcermatan, ketidaktelitian, dan ketidaktepatan dalam:a. Teknik administratif membuat akta berdasarkan UUJN;b. Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang

bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak didasarkan padakemampuan menguasai keilmuan bidang Notaris secara khusus danhukum pada umumnya.

3. Dan sebelum Notaris dijatuhi sanksi perdata berupa penggantian biaya,

127Ibid, hal. 20.

Page 129: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

129

ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa:a. Adanya diderita kerugian;b. Antara kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari

Notaris terdapat hubungan kausal;c. Pelanggaran (perbuatan) atau kelalaian tersebut disebabkan

kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris yangbersangkutan.

Akta Notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian

yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta

dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak

dipenuhi dapat dibuktikan, maka akta yang memenuhi kekuatan pembuktian

sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu maka nilai

pembuktiannya diserahkan kepada hakim. Akibat hukum yang timbul atas

pembuatan akta oleh Notaris dapat digambarkan sebagai berikut:128

Tabel 4.1 Akibat hukum yang timbul atas pembuatan akta oleh Notaris.

Keterangan Akta Notaris yang dapatdibatalkan

Akta Notaris BatalDemi Hukum

Alasan Melanggar unsur subjektif,yaitu:1. Sepakat mereka yang

mengikatkan diri (detoesemmimg van degenendie zich verbinden)

2. Kecakapan untuk membuatsuatu perikatan (debekwaamheid om eeneverbindtenis aan te gaan)

Melanggar unsur objektif,yaitu:1. Suatu hal tertentu (een

bepaald onderwerp)2. Suatu sebab yang

tidak terlarang (eenegeoorloofde oorzaak)

Mulaiberlaku/terjadinyapembatalan

Akta tetap mengikat selamabelum ada putusan pengadilanyang telah mempunyai kekuatanhukum tetap, akta menjadi tidakmengikat sejak ada putusanpengadilan yang telah mem-punyai kekuatan hukum tetap.

Sejak saat akta tersebutditandatangani dantindakan hukum yangtersebut dalam aktadianggap tidak pernahterjadi, dan tanpa perluada putusan pengadilan

128Habib Adjie (1), op.cit, hal.55.

Page 130: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

130

Penjatuhan hukuman pidana terhadap Notaris tidak serta merta akta yang

bersangkutan menjadi batal demi hukum. Suatu hal yang tidak tepat secara hukum

jika ada putusan pengadilan pidana dengan amar putusan membatalkan akta

notaris dengan alasan Notaris terbukti melakukan suatu tindak pidana pemalsuan,

dengan demikian yang harus dilakukan oleh mereka yang akan atau berkeinginan

untuk menempatkan Notaris sebagai terpidana, atas akta yang dibuat oleh atau di

hadapan Notaris yang bersangkutan, maka tindakan hukum yang harus dilakukan

adalah membatalkan akta yang bersangkutan. Perbandingan sanksi administratif,

sanksi perdata, dan sanksi pidana dalam kaitannya dengan kinerja Notaris oleh

Habib Adjie digambarkan sebagai berikut:129

Tabel 4.2 Perbandingan sanksi terhadap Notaris.

Sanksi Administratif Sanksi Perdata Sanksi PidanaSasaran Perbuatan Perbuatan PelakuSifat -Reparatoir/Korektif

-Regresif-Condemnatoir/Punitif(sebagai kumulasisanksi jika diatur dalamaturan hukum yangbersangkutan)

-Reparatoir/Korektif(Pemulihan/Perbaikan)-Regresif(Pengembalian kepadakeadaan semula)

Condemnatoir/Punitif(Penghukuman/Pidana)

Prosedur Langsung Gugatan Perdata(Pengadilan)

Pengadilan

Perbandingan sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana dalam

kaitannya dengan kinerja Notaris oleh Habib Adjie dijelaskan sebagai berikut:130

1. Sanksi administratif dan sanksi perdata dengan sasaran yaitu perbuatanyang dilakukan oleh yang bersangkutan, dan sanksi pidana dengan sasaranyaitu pelaku (orang) yang melakukan tindakan hukum tersebut.

2. Sanksi administratif dan sanksi perdata bersifat reparatoir atau korektif,

129Habib Adjie (1), op.cit, hal.123.130Habib Adjie (1), op.cit, hal.124.

Page 131: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

131

artinya untuk memperbaiki suatu keadaan agar tidak dilakukan lagi olehyang bersangkutan ataupun oleh Notaris yang lain. Regresif berarti segalasesuatunya dikembalikan kepada suatu keadaan ketika semula sebelumterjadinya pelanggaran. Dalam aturan hukum tertentu, di samping dijatuhisanksi administratif, juga dapat dijatuhi sanksi pidana (secara kumulatif)yang bersifat condemnatoir (punitif) atau menghukum, dalam kaitan iniUUJN tidak mengatur sanksi pidana untuk Notaris yang melanggar UUJN.Jika terjadi hal seperti itu maka terhadap Notaris tunduk kepada tindakpidana umum.

3. Prosedur penjatuhan sanksi administratif dilakukan secara langsung olehinstansi yang diberi wewenang untuk menjatuhkan sanksi tersebut, dansanksi perdata berdasarkan pada putusan pengadilan yang telahmempunyai kekuatan hukum tetap yang amar putusannya menghukumNotaris untuk membayar biaya, ganti rugi, dan bunga kepada penggugat.Prosedur sanksi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telahmempunyai kekuatan hukum yang amar putusannya menghukum Notarisuntuk menjalani pidana tertentu. Penjatuhan sanksi administratif dansanksi perdata ditujukan sebagai koreksi atau reparatif dan regresif atasperbuatan Notaris.

Peristiwa peralihan atau pembebanan hak atas harta milik afwezig, bagi

Notaris/PPAT dapat disertakan dalam gugatan perdata maupun pidana. Terhadap

akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT dapat dibatalkan atau juga batal demi hukum.

Dalam peralihan dan pembebanan harta tidak bergerak milik seorang afwezig

dituntut kecermatan dan pemahaman seorang Notaris/PPAT terhadap berbagai

ketentuan yang mengatur tentang afwezigheid dan hukum waris pada umumnya

serta ketentuan lainnya, baik tentang peralihan maupun tentang pembebanan hak.

Page 132: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

132

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

hal-hal sebagai berikut:

1. Peran Pejabat Pencatatan Sipil, Balai Harta Peninggalan, Pengadilan Negeri,

dan Notaris/PPAT terhadap afwezig terkait hak dan kewajibannya dalam

pewarisan dapat disimpulkan sebagai berikut: Pejabat Pencatatan Sipil dalam

hal ini membuat akta kematian sebagai dasar terjadinya peralihan dan

pembebanan hak atas harta seorang afwezig sesuai putusan Hakim Pengadilan

Negeri, Balai Harta Peninggalan mengurus dan menyelesaikan atas harta

seorang afwezig sesuai dengan putusan Hakim Pengadilan Negeri dan

peraturan-peraturan yang berlaku, Pengadilan Negeri memberikan keputusan

berdasarkan ketentuan Pasal 463, 481 dan 484 KUHPerdata, dan Peran

Notaris/PPAT terkait afwezigheid belum diatur secara khusus dalam UUJN

maupun dalam Peraturan Jabatan PPAT.

2. Akibat hukum peralihan dan pembebanan hak atas harta tidak bergerak milik

afwezig sebelum masa pewarisan definitif berdasarkan ketentuan Pasal 481 dan

Pasal 484 KUHPerdata berdampak pada harta yang dialihkan, ahli waris selaku

penjual, pembeli harta afwezig, dan Notaris/PPAT. Peralihan dan pembebanan

hak atas harta benda tidak bergerak milik afwezig batal demi hukum

dikarenakan tidak terpenuhinya syarat objektif yaitu melanggar ketentuan Pasal

132

Page 133: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

133

484 KUHPerdata. Penerapan Pasal 481 KUHPerdata tidak melindungi hak

afwezig dan ahli waris lainnya seperti diamanatkan dalam Pasal 484

KUHPerdata, karena pihak-pihak yang mencari keuntungan dengan alasan

kepentingan yang dikecualikan tidak jelas diatur.

5.2 Saran

Penelitian ini sebagaimana diharapkan untuk memberikan informasi

hukum dan rekomendasi dalam menentukan norma hukum yang tepat dalam

mengatur peralihan dan pembebanan harta milik afwezig. Berdasarkan kesimpulan

tentang kekaburan norma (vague van normen) yang terjadi sebagai akibat dari

ketentuan yang terdapat dalam Pasal 481 KUHPerdata tentang “adanya alasan-

alasan penting dan dengan izin dari Pengadilan Negeri” maka dapat disarankan

hal-hal sebagai berikut:

1. Pembuat peraturan perundang-undangan, disarankan untuk memperjelas

aturan-aturan yang ada tentang peralihan dan pembebanan hak atas harta tidak

bergerak milik afwezig untuk dimasukkan dalam peraturan perundang-

undangan yang telah ada baik tentang peralihan hak maupun tentang

pembebanan hak atas harta tidak bergerak dengan memperjelas penentuan

masa afwezigheid serta menentukan dengan jelas alasan penting apa saja yang

dapat mengesampingkan masa pewarisan defenitif yang telah diatur dalam

Pasal 481 KUHPerdata agar tidak terjadi kekaburan norma (vague van

normen). Hakim Pengadilan Negeri, diharapkan agar lebih memperhatikan dan

mempertimbangkan apa saja yang menjadi alasan penting yang menjadi

Page 134: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

134

pengecualian untuk mengesampingkan masa pewarisan definitif yang telah

diatur dalam Pasal 484 KUHPerdata.

2. Pejabat Pencatatan Sipil dan Balai Harta Peninggalan, agar tetap

memperhatikan putusan pengadilan dalam mencatat dan mengurus

afwezigheid. Notaris/PPAT, dalam pembuatan akta terkait peralihan dan

pembebanan hak atas harta milik afwezig agar memperhatikan ketentuan Pasal

484 KUHPerdata tentang afwezigheid dan hukum waris berdasarkan

KUHPerdata serta ketentuan tentang peralihan maupun tentang pembebanan

hak.

Page 135: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

135

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

1. Adjie, Habib, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagaiPejabat Publik, Refika Aditama, Bandung.

2. _______, 2008, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30Tahun Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung.

3. _______, 2009, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Mandar Maju,Bandung.

4. Ali, Zainuddin, 2010, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika,Jakarta.

5.6. Anshori, Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press,

Yogyakarta.7.8. Buck, A.R., 2001, Land and Freedom: Law, Property Rights and British

Diasphora, Asgate Publishing Company, Great Britain.9.10. Budiono, Herlien, 2010, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang

Kenotariatan, Buku Kedua, PT Citra Aditya bakti, Bandung.11.12. Curzon, L.B., 1999, Land Law, Seventh Edition, Person Education Limited, Great

Britain.13.14. Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, 1996, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan

Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Edisi Revisi, Cet. II, PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta.

15.16. Erwin, Muhamad, 2013, Filsafat Hukum, Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta.17.18. Fajar, Mukti ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.19.20. Friedman, Lawrence M., Legal Culture and Social Development, Law and the

Behavioral Sciences, The Bobbs-Merrill Company, INC. A Subsidiary ofHoward W. SAM & C0,. INC. Indiapolis-Kansas City. New York.

21.22. _______, 1975, The Legal System: A Social Science Perspective, Rusell Sage

Foundation. New York.23.

135

Page 136: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

136

24. Fuady, Munir, 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, KencanaPrenada Media Group, Jakarta.

25.26. Gunardi, dkk, 2007, Kitab Undang-Undang Hukum Kenotariatan, Rajagrafindo

Persada, Jakarta.27.28. Hadikusumah, Hilman, 1996, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan

Hukum Adat, Hukum Agama Hindu-Islam, Citra Aditya Bhakti, Bandung.29.30. Harahap, M Yahya, 2006, Hukum Acara Perdata, Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta.31.32. Hartono, Sunaryati, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Nasional, Alumni,

Bandung.33.34. Hasbullah, Frieda Husni, 2005, Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang

Memberi Kenikmatan, Ind Hill-Company, Jakarta.35.36. Hayton, David J., 1982, Megarry’s Manual of The Law of Real Property, Sixth

Edition, Steven and Son Ltd, London.37.38. Hoebel, E Adamson, 1954, The Law of Premitive Man, A Study in Comparartive

Legal Dynamics, Massachusetts, Harvard University Press, Cambridge.39.40. Hutabarat, Samuel M.P., 2010, Penawaran dan Penerimaan dalam Hukum

Perjanjian, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.41.42. Kie, Tan Thong, 2011, Studi Notariat dan Serba-serbi Praktek Notaris, Cet. II,

Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta.43.44. Kusumohamidjojo, Budiono, 2000, Kebhinekaan Masyarakat Indonesia, Suatu

Problematik Filsafat Kebudayaan, PT. Grasindo, Jakarta.45.46. Manullang, E. Fernando M., 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Tinjauan

Hukum Kodrat dan Antinomi Nilai, Cet. I, Penerbit Buku Kompas,Jakarta.

47.48. Masjchoen Sofwan, Sri Soedewi, 1981, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty,

Yogyakarta.49.50. Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Cet. Ke-7, Prenada Media

Group, Jakarta.51.52. Miru, Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak, RajaGrafindo

Persada, Jakarta.53.

Page 137: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

137

54. Muhammad, Abdulkadir, 1993, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti,Bandung.

55.56. Muljadi, Kartini. Widjaja, Gunawan, 2003, Seri Hukum Perikatan (Perikatan Pada

Umumnya), Cetakan ke-2, Raja Grafindo Persada, Jakarta.57.58. Nurjaya, I Nyoman, 2006, “Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif

Antropologi Hukum, Cet. I, Kerjasama Progran Magister Ilmu HukumProgram Pascasarjana Unibraw, ARENA HUKUM Majalah FakultasHukum Universitas Brawijaya dengan Penerbit Universitas NegeriMalang”, UM Press, Malang.

59.60. Perangin, Effendi, 2011, Hukum Waris, Cet. X, Rajagrafindo Persada, Jakarta.61.62. Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Marthalena Pohan, 2000, Hukum Orang dan

Keluarga, (Personen En Familie-Recht), Cetakan Ketiga, AirlanggaUniversity Press, Surabaya.

63.64. Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Asis Safioedin, 1986, Hukum Orang dan

Keluarga, Cetakan Kelima, Alumni, Bandung.65.66. Prodjodikoro, Wirjono, 1984, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur

Bandung, Bandung.67.68. Program Studi Magister Kenotariatan Unud, 2013, “Buku Pedoman Pendidikan

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana”, Udayana,Denpasar.

69.70. Purwaka, I Gede, 1999, “Keterangan Hak Mewaris yang Dibuat Oleh Notaris

Berdasarkan Ketentuan Undang-undang Hukum Perdata (BurgerlijkWetboek)”, Program Spesialis Notariat dan Pertanahan Fakultas HukumUniversitas Indonesia, Jakarta.

71.72. Rahardjo, Satjipto, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung.73.74. Rasaid, M. Nur, 2013, Hukum Acara Perdata, Cetakan Keenam, Sinar Grafika,

Jakarta.75.76. Rasjidi, Lili dan I.B. Wyasa Putra, 1993, Hukum sebagai Suatu Sistem, Remaja

Rusdakarya, Bandung.77.78. Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Rajawali Pers,

Jakarta.79.80. Santoso, Urip, 2012, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta.

Page 138: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

138

81. Sarwono, 2011, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta.82.83. Satrio, J., 1996, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi, Citra Aditia Bakti,

Bandung.84.85. Sinha, Surya Prakash, 1993, Jurisprudence Legal Philosophy in A Nutshell, West

Publising CO, ST. Paul, Minn.86.87. Soekanto, 1973, Pengantar Sosiologi Hukum, Bhatara, Jakarta.88.89. Soeroso, R., 1996, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.90.91. Subekti, R. Tjitrosudibio R., 2008. Kitab Undang-undang Hukum Perdata-

Burgerlijk Wetboek, Cetakan ke-39, Pradnya Paramita, Jakarta.92.93. _______, 1998, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-17, Intermasa, Jakarta.94.95. _______, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta.96.97. Sudarsono, 1993, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Rineka Cipta, Jakarta.98.99. Suparman, Eman, 1995, Intisari Hukum Waris Indonesia, Mandar Maju,

Bandung.100.101. Sutedi, Adrian, 2013, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Cetakan

Kelima, Sinar Grafika, Jakarta.102.103. Syarifin, Pipin, 1999, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung.104.105. Tanya, Bernard L. Simanjuntak, Yoan N. Hage, Markus Y, 2010, Teori Hukum,

Genta Publishing, Yogyakarta.106.107. Utrecht, E., 1995, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Cet. VI, P.T. Penerbitan

dan Balai Buku Ichtia, Jakarta.108.109. Voll, Willy D.S., 2013, Dasar-dasar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Sinar

Grafika, Jakarta.110.111. Witanto, D.Y., 2011, Hukum Acara Mediasai dalam Perkara Perdata di

Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut Perma No. 1Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Mandar Maju,Bandung.

112.113. _______, 2013, Hukum Acara Perdata tentang Ketidakhadiran Para Pihak dalam

Proses Berperkara (Gugur dan Verstek), Mandar Maju, Bandung.114.

Page 139: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

139

Peraturan Perundang-undangan dan Putusan Peradilan:1.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2.

3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.4.5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, LN Tahun 1960 Nomor 104, TLN Nomor 2043.6.7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan atas Tanah

beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, LN Tahun 1996Nomor 42, TLN Nomor 3632.

8.9. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013, tentangPerubahan Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,LN Nomor232 Tahun 2013, TLN Nomor 5475.

10. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, tentang Perubahan atas Undang-undangNomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, LN Tahun 2014 Nomor 3,TLN Nomor 5491.

11.12. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah, LN

Tahun 1997 Nomor 59, TLN Nomor 3696.

13. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, tentang Peraturan Jabatan PejabatPembuat Akta Tanah, LN Tahun 1998 Nomor 52, TLN Nomor 3746.

14.15. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008, tentang Persyaratan dan Tata Cara

Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.16.17. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3

Tahun 1997, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

18. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 483 K/Pdt/2006, tanggal8 Agustus 2006

19.20. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2849 K/Pdt/2008, tanggal

13 Juli 201021.22. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 751 PK/Pdt/2011, tanggal

31 Juli 2012

Page 140: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

140

Hasil Penelitian (Tesis dan Disertasi):

Alfons, Maria, 2010, “Implementasi Perlindungan Indikasi Geografis atas Produk-Produk Masyarakt Lokal dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual”,Disertasi, Universitas Brawijaya, Malang.

Baisa, Ibrahim Ghozi, 2013, “Analisis Yuridis Penggolongan Penduduk DalamPembuatan Surat Keterangan Hak Waris Dari Perspektif Hak Asasianusia", Tesis, Program Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya,Malang.

Narsudin, Udin, 2012, “Kewenangan Pembuatan Keterangan Ahli Waris diIndonesia", Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum UniversitasPadjajaran, Bandung.

115. Satriya, Putut Bayu , 2007, “Peranan Balai Harta Peninggalan SemarangDalam Pengelolaan Harta Warisan Anak Yang Belum Dewasa”, Tesis,Program Magister Ilmu Hukum Universitas Katolik, Soegijapranata.

116.Sulistyo, Fenny Hudaya, 2010, “Penggunaan Bentuk Partij Akta Dalam

Pembuatan Surat KeteranganWaris Oleh Notaris”, Tesis, ProgramMagister Notariat Universitas Airlangga, Surabaya.

Syuhada, 2009, “Analisis Hukum Terhadap Kewenangan Balai Harta PeninggalanDalam Pengelolaan Harta Kekayaan Yang Tidak Diketahui Pemilik DanAhliwarisnya (Studi di Balai Harta Peninggalan Medan)”, Tesis, FakultasHukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

117.Wiradi, Woedjoed, 2006, “Akibat Hukum Surat Keterangan Waris Ganda

Terhadap Akta Otentik Yang Telah Dibuat”, Tesis, Program MagisterKenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang.

Ensiklopedia dan Internet:

1. Garner, Bryan A., 2004, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, United States ofAmerica

2.3. Irma Devita, Perbedaan Surat Keterangan Waris dengan Akta Keterangan Hak

Mewaris, http://www.hukumonline.com/klinik diakses terakhir padatanggal 28 Mei 2014.

4.5. Letezia Tobing, Mengenai Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak,

http://www.hukumonline.com/klinik diakses terakhir pada tanggal 28 Mei2014.

6.

Page 141: transition and loading right of afwezig's fixed asset before definitive

141

7. Mas Anienda Tien, Hukum Perdata Dalam Sistim Hukum Nasional,http://elearning.upnjatim.ac.id, diakses terakhir pada tanggal 1 Maret 2014.

8.9. Pusat Bahasa Kemendikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus

versi online/daring (dalam jaringan), http://kbbi.web.id/notaris, diaksesterakhir pada tanggal 28 Mei 2014.

10.11. Sjafruddin, “Tugas Pokok Dan Fungsi Balai Harta Peninggalan Dalam Lingkup

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Dikaitkan DenganPeraturan-Peraturan Pelaksanaan”, www.djpp.depkumham.go.id, diaksesterakhir pada tanggal 28 Mei 2014.