transaksi terapeutik

14
1. Pengertian transaksi terapeutik Transaksi berarti perjanjian atau persetujuan, yaitu hubungan timbal balik antara dua pihak yang bersepakat dalam satu hal. Terapeutik adalah terjemahan dari therapeutic yang berarti ‘dalam bidang pengobatan’. Istilah ini tidak sama dengan therapy atau terapi yang berarti pengobatan. Persetujuan yang terjadi antara dokter dan pasien bukan di bidang pengobatan saja, tetapi lebih luas mencakup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif maupun promotif sehingga persetujuan ini disebut persetujuan terapeutik atau transaksi terapeutik. Dalam bidang pengobatan, para dokter dan masyarakat menyadari bahwa tidak mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu berhasil sesuai dengan yang diinginkan pasien atau keluarga, yang dapat diberikan dokter adalah upaya maksimal. Hubungan dokter dengan pasien ini dalam perjanjian hukum perdata termasuk kategori perikatan berdasarkan daya upaya atau usaha maksimal (inspanningsverbintesnis). Ini berbeda dengan

Upload: amaliakhairani

Post on 17-Dec-2015

169 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

BHBP 6

TRANSCRIPT

1. Pengertian transaksi terapeutikTransaksi berarti perjanjian atau persetujuan, yaitu hubungan timbal balik antara dua pihak yang bersepakat dalam satu hal. Terapeutik adalah terjemahan dari therapeutic yang berarti dalam bidang pengobatan. Istilah ini tidak sama dengan therapy atau terapi yang berarti pengobatan. Persetujuan yang terjadi antara dokter dan pasien bukan di bidang pengobatan saja, tetapi lebih luas mencakup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif maupun promotif sehingga persetujuan ini disebut persetujuan terapeutik atau transaksi terapeutik. Dalam bidang pengobatan, para dokter dan masyarakat menyadari bahwa tidak mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu berhasil sesuai dengan yang diinginkan pasien atau keluarga, yang dapat diberikan dokter adalah upaya maksimal. Hubungan dokter dengan pasien ini dalam perjanjian hukum perdata termasuk kategori perikatan berdasarkan daya upaya atau usaha maksimal (inspanningsverbintesnis). Ini berbeda dengan ikatan yang termasuk kategori perikatan yang berdasarkan hasil kerja (resultaatsverbintnis).Didasarkan Mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehan RI Nomor : 434/MENKES/X/1983 tentang berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia bagi para dokter di Indonesia, maka yang dimaksud dengan transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dan penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial), senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan, dan kekhawatiran makhluk insani.Pada umumnya mulainya hubungan transaksi terapeutik dimulai saat seorang pasien meminta pertolongan kepada dokter untuk mengobati penyakitnya dan dokter menyanggupinya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa transaksi terapeutik merupakan hubungan antara dua subjek hukum yang saling mengikatkan diri didasarkan sikap saling percaya. Transaksi terapeutik merupakan hubungan antara dokter dengan pasien dalam pelayanan medik secara profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan ketrampilan tertentu dibidang kedokteran. Transaksi terapeutik merupakan kegiatan didalam penyelenggaraan praktek dokter berupa pemberian pelayanan medis. Sedangkan pelayanan medis itu sendiri merupakan bagian pokok dari kegiatan upaya kesehatan yang menyangkut sumber daya kesehatan sebagai pendukung penyelenggaraannya, yang harus tetap dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya.

2. Tujuan transaksi terapeutikOleh karena transaksi terapeutik merupakan bagian pokok dari upaya kesehatan yaitu berupa pemberian pelayanan medik yang didasarkan atas keahlian, keterampilan, serta ketelitian, maka tujuannya tidak dapat dilepaskan dari tujuan ilmu kedokteran itu sendiri, sebagaimana tersebut di bawah ini:Pertama, yaitu untuk menyembuhkan penyakit. Dalam hubungan ini, pemberi pelayan medik berkewajiban untuk memberikan bantuan medik yang dibatasi oleh kriterium memiliki kemampuan untuk menyembuhkan, dan dapat mencegah atau menghentikan proses penyakit yang bersangkutan. Secara yuridis ditegaskan dalam Pasal 50 UU No 23 Tahun 1992 bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangannya. Untuk menjamin terselenggaranya kegiatan tersebut, maka setiap tenaga kesehatan termasuk dokter berhak memperoleh perlindungan hukum, sepanjang kegiatan yang dilakukannya sesuai dengan standar profesi dan tidak melanggar hak pasiennya. Adapun standar profesi yang dimaksudkan dalam uraian ini adalah standar pelayanan medik yang disusun oleh IDI, yang selanjutnya digunakan dengan istilah standar medik. Standar medik itu dapat dirumuskan sebagai cara bertindak secara medik dalam peristiwa yang nyata berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Dengan demikian standar medik dapat meliputi lebih dari satu metode pengobatan dan perawatan.Kedua, untuk meringankan penderitaan. Oleh karena tindakan medik yang dilakukan dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien harus secara nyata ditujukan untuk memperbaiki keadaan pasien, atau agar keadaan kesehatan pasien lebih baik dari sebelumnya, maka guna meringankan penderitaan pasien, penggunaan metode diagnostik atau terapeutik yang lebih menyakitkan seharusnya dihindarkan. Ketiga, untuk mendampingi pasien. Di dalam pengertian ini, termasuk juga mendampingi menuju ke kematiannya. Kegiatan mendampingi pasien ini seharusnya sama besarnya dengan kegiatan menyembuhkan pasien. Di dalam dunia kedokteran tidak ada alasan yang menyatakan bahwa kegiatan yang didasarkan keahlian secara teknis merupakan kewajiban yang lebih penting daripada kegiatan untuk mengurangi penderitaan dan kegiatan untuk mendampingi pasien. Oleh karena itu, jika pendidikan ilmu kedokteran kurang memerhatikan masalah kewajiban profesional menurut norma etis dan hukum, maka para dokter yang dihasilkannya cenderung untuk melakukan kegiatan teknis pelayanan medik.

3. Proses transaksi terapeutikOleh karena dalam mengghadapi masalah kesehatannya seseorang tidak dapat menanganinya sendiri, maka diperlukan bantuan atau pertolongan seorang ahli dibidang medik. Akan tetapi banyak masalah kesehatan yang tidak dapat ditangani dan diselesaikan di tempat praktik dokter tetapi harus dilakukan diklinik dengan berobat jalan atau di rumah sakit dengan opname. Ada banyak tenaga kesehatan juga yang harus diurus oleh dokter di rumah sakit sehingga ada berbagai peraturan yang dibuat pihak rumah sakit tersebut.a.Terjadinya Transaksi TerapeutikPada umumnya seseorang yang merasakan adanya gangguan terhadap kesehatannya dan telah berusaha mengatasi gangguan tersebut tetapi tidak berhasil, maka orang tersebut akan berusaha mencari pertolongan. Oleh karena setiap orang bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri maka jika seseorang menggunakan orang lain untuk menolong mengatasi permasalahan kesehatannya, berarti sebagian tanggung jawabnya diserahkan kepada pemberi bantuan. Namun karena yang diminta bantuan itu seorang dokter yang memiliki kemampuan profesional dan terikat pada norma etis dan norma hukum tertentu yang mengatur kewajiban profesionalnya maka sebagai pemberi pertolongan, dokter juga mempunyai kewajiban profesional terlepas dari adanya permintaan pertolongan tersebut. Seharusnya pasien juga akan mendapatkan pertolongan yang sebaik-baiknya didasarkan keahlian, kewenangan, serta ketelitian seorang pemberi jasa profesional dibidang medik. Apalagi sesuai dengan sistem pelayanan kesehatan yang berlaku di indonesia, dokter berkedudukan sebagai abdi negara yang mengemban tugas untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan menggunakan keahlian profesionalnya sehubungan dengan itu, didalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1992 ditegaskan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar propesi dan memenuhi hak pasien. Untuk itu, pasien juga dilibatkan untuk berperan serta sebagai mana ditegaskan dalam pasal 5 undang undang tersebut yaitu berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan keluarga ataupun lingkungannya.b.Syarat Sahnya Transaksi TerapeutikDidalam membuat suatu perjanjian para pihak harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian yaitu : 1. Adanya kata sepakat diantara para pihak. 2. Kecakapan para pihak dalam hukum. 3. Suatu hal tertentu.4. Kausa yang halal. Oleh sebab itu didalam perjanjian diperlukan kata sepakat, sebagai langkah awal sahnya suatu perjanjian yang diikuti dengan syarat-syarat lainnya maka setelah perjanjian tersebut maka perjanjian itu akan berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihaknya hal itu diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UndangUndang bagi mereka yang membuatnya. Disamping kedua asas diatas ada satu faktor utama yang harus dimiliki oleh para pihak yaitu adanya suatu itikad baik dari masing-masing pihak untuk melaksanakan perjanjian. Asas tentang itikad baik itu diatur didalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang berbunyi : Suatu Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pada umumnya, perjanjian atau kontrak telah diterima sebagai sumber dari hubungan antara dokter dan pasien, sehingga transaksi terapeutik disebut pula dengan istilah Perjanjian atau Kontrak Terapeutik. Akan tetapi dengan semakin meningkatnya kepekaan terhadap martabat manusia, maka penataan hubungan antar manusia, termasuk hubungan yang timbul dari transaksi terapeutik juga dihubungkan dengan hak manusia. Hal ini terbukti dari pengakuan secara universal, bahwa perjanjian Terapeutik (transaksi terapeutik) bertumpu pada 2 (dua) macam hak asasi, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination), dan hak untuk mendapatkan informasi (the right to inforrnation). Didasarkan kedua hak tersebut, maka dalam menentukan tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien, harus ada informed consent (persetujuan yang didasarkan atas informasi atau penjelasan), yang di Indonesia diterjemahkan sebagai persetujuan tindakan medis.

c.Akibat dari transaksi teurapeutikAkibat hukum dari suatu perjanjian pada dasarnya lahir dari adanya hubungan hukum karena suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang merupakan suatu bentuk akibat hukum dari suatu perjanjian. Hak dan kewajiban inilah yang kemudian menimbulkan hubungan timbal balik antara para pihak, yaitu kewajiban pihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, begitu pula sebaliknya kewajiban dari pihak kedua merupakan hak bagi pihak pertama. Pada suatu perjanjian para pihak mengikatkan dirinya untuk melaksanakan suatu maksud dan tujuan. Dalam hal ini maka sebaiknya kehati-hatian para pihak diperlukan sebelum menyatakan kehendak untuk menyetujui suatu perjanjian. Jadi harus terlebih dahulu dilihat apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak yang melaksanakan perjanjian tersebut sehingga dikemudian hari apabila terdapat hal-hal yang merugikan salah satu pihak, segala sesuatunya sudah ditetapkan atau disepakati terlebih dahulu.Menurut UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 50 menyebutkan hak dokter atau dokter gigi adalah:1. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;2. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;3. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;4. menerima imbalan jasa.

Pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 52 pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:1. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis2. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;3. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;4. menolak tindakan medis;5. mendapatkan isi rekam medis.

Pasal 53 pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;2. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Sumber:http://ropeg.kemkes.go.id/documents/uu_29_2004.pdfhttp://core.ac.uk/download/pdf/11716888.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21093/3/Chapter%20II.pdf