traktus descenden

22
Traktus Descenden Perintah motorik dari SSP didistribusikan oleh sistem saraf somatis dan otonom. Sistem saraf somatis menyebabkan terjadinya kontraksi otot skelet. Hasil kerja dari sistem saraf somatis merupakan suatu gerakan volunteer. Sistem saraf somatis secara umum melibatkan tiga tingkat neuron yang disebut neuron descendens. Neuron tingkat satu sistem saraf somatis berada di sistem saraf pusat tempat impuls tersebut berasal. Neuron tingkat pertama memiliki badan sel di dalam cortex cerebri atau berada di tempat asal impuls. Neuron tingkat kedua adalah sebuah neuron internuncial (interneuron) yang terletak di medulla spinalis. Akson neuron tingkat kedua pendek dan bersinaps dengan neuron tingkat ketiga di columna grisea anterior. Secara neuroanatomi traktus descendens dibagi menjadi upper motor neuron dan lower motor neuron. Lower motor neuron merupakan motor neuron terakhir yang berhubungan dengan organ efektor (neuron tingakt tiga). Batas keduanya berada di akson neuron tingkat ketiga. Berbagai neuron yang berasal dari upper motor neuron akan bersinaps pada lower motor neuron dan dapat berefek eksitatori ataupun inhibisi. Penamaan traktus descendens secara umum berdasarkan asal dan tempat traktus tersebut berasal, sebagai contoh traktus corticospinalis artinya traktus tersebut berasal dari cortex cerebri dan berakhir di medula spinalis. Secara fungsi klinis traktus descendens dibagi menjadi traktus pyramidalis dan extrapyramidalis. Traktus pyramidalis terdiri dari traktus corticospinal dan traktus corticobulbar. Traktus

Upload: aliydr

Post on 30-Jun-2015

1.625 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Traktus Descenden

Traktus Descenden

Perintah motorik dari SSP didistribusikan oleh sistem saraf somatis dan otonom. Sistem

saraf somatis menyebabkan terjadinya kontraksi otot skelet. Hasil kerja dari sistem saraf

somatis merupakan suatu gerakan volunteer.

Sistem saraf somatis secara umum melibatkan tiga tingkat neuron yang disebut neuron

descendens. Neuron tingkat satu sistem saraf somatis berada di sistem saraf pusat tempat

impuls tersebut berasal. Neuron tingkat pertama memiliki badan sel di dalam cortex cerebri

atau berada di tempat asal impuls. Neuron tingkat kedua adalah sebuah neuron internuncial

(interneuron) yang terletak di medulla spinalis. Akson neuron tingkat kedua pendek dan

bersinaps dengan neuron tingkat ketiga di columna grisea anterior.

Secara neuroanatomi traktus descendens dibagi menjadi upper motor neuron dan lower

motor neuron. Lower motor neuron merupakan motor neuron terakhir yang berhubungan

dengan organ efektor (neuron tingakt tiga). Batas keduanya berada di akson neuron tingkat

ketiga. Berbagai neuron yang berasal dari upper motor neuron akan bersinaps pada lower

motor neuron dan dapat berefek eksitatori ataupun inhibisi. Penamaan traktus descendens

secara umum berdasarkan asal dan tempat traktus tersebut berasal, sebagai contoh traktus

corticospinalis artinya traktus tersebut berasal dari cortex cerebri dan berakhir di medula

spinalis.

Secara fungsi klinis traktus descendens dibagi menjadi traktus pyramidalis dan

extrapyramidalis. Traktus pyramidalis terdiri dari traktus corticospinal dan traktus

corticobulbar. Traktus extrapyramidalis dibagi menjadi lateral pathway dan medial pathway.

Lateral pathway terdiri dari traktus rubrospinal dan medial pathway terdiri dari traktus

vestibulospinal, traktus tectospinal dan traktus retikulospinal. Medial pathway

mengontrol tonus otot dan pergerakan kasar daerah leher, dada dan ekstremitas bagian

proksimal.

1. Traktus Corticospinal

Serabut traktus corticospinal berasal dari sel pyramidal di cortex cerebri. Dua

pertiga serabut ini berasal dari gyrus precentralis dan sepertiga dari gyrus postcentralis.

Serabut desendens tersebut lalu mengumpul di corona radiata, kemudian berjalan

melalui crus posterius capsula interna. Pada medulla oblongata traktus corticospinal

nampak pada permukaan ventral yang disebut pyramids. Pada bagian caudal medulla

oblongata tersebut 85% traktus corticospinal menyilang ke sisi kontralateral pada

decussatio pyramidalis sedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral walaupun akhirnya

akan tetap bersinaps pada neuron tingkat tiga pada sisi kontralateral pada medulla

Page 2: Traktus Descenden

spinalis. Traktus corticospinalis yang menyilang pada ducassatio akan membentuk

traktus corticospinal lateral dan yang tidak menyilang akan membentuk traktus

corticospinal anterior.

Gambar 1 Tractus Corticobulbar2. Traktus Corticobulbar

Serabut traktus corticobulbar mengalami perjalanan yang hampir sama dengan

traktus corticospinal, namun traktus corticobulbar bersinaps pada motor neuron nervus

cranialis III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Traktus corticobulbar menjalankan fungsi

kontrol volunter otot skelet yang terdapat pada mata, dagu, muka dan beberapa otot

pada faring dan leher. Seperti halnya dengan traktus corticospinal, traktus corticobulbar

pun mengalami persilangan namun persilangannya terdapat pada tempat keluarnya

motor neuron tersebut.

3. Medial Pathway

Medial pathway (jalur medial) mempersarafi dan mengendalikan tonus otot dan

pergerakan kasar dari leher, dada dan ekstremitas bagian proksimal. Upper motor

neuron jalur medial berasal dari nukleus vestibularis, colliculus superior dan formasio

retikularis.

Nukleus vestibularis menerima informasi dari N VIII dari reseptor di vestibulum

untuk mengontrol posisi dan pergerakan kepala. Traktus descendens yang berasal dari

Page 3: Traktus Descenden

nukleus tersebut ialah traktus vestibulospinalis. Tujuan akhir dari sistem ini ialah untuk

menjaga postur tubuh dan keseimbangan.

Colliculus superior menerima sensasi visual. Traktus descendens yang berasal

dari colliculus superior disebut traktus tectospinal. Fungsi traktus ini ialah untuk

mengatur refleks gerakan postural yang berkaitan dengan penglihatan.

Formasio retikularis ialah suatu sel-sel dan serabut-serabut saraf yang membentuk

jejaring (retikular). Jaring ini membentang ke atas sepanjang susunan saraf pusat dari

medulla spinalis sampai cerebrum. Formatio reticularis menerima input dari hampir

semua seluruh sistem sensorik dan memiliki serabut eferen yang turun memengaruhi

sel-sel saraf di semua tingkat susunan saraf pusat. Akson motor neuron dari formatio

retikularis turun melalui traktus retikulospinal tanpa menyilang ke sisi kontralateral

yang disebut traktus reticulospinalis pontine serta menyilang maupun tidak dari bagian

medulla oblongata yang disebut traktus reticulospinalis medullaris. Kedua kelompok

serabut ini masuk columna alba anterior. Fungsi dari traktus reticulospinalis ini ialah

untuk menghambat atau memfasilitasi gerakan voluntar dan kontrol simpatis dan

parasimpatis. Traktus ini menjalankan tugasnya dengan mengaktifkan atau

menghambat aktivitas neuron motorik alfa dan gamma serta dalam dugaan otonomik

agar hipotalamus dapat mengatur aliran simpatis dan parasimpatis daerah sacralis.

4. Lateral pathway

Lateral Pathway (Jalur lateral) berfungsi sebagai kontrol tonus otot dan presisi

pergerakan dari ekstremitas bagian distal. Upper motor neuron dari jalur lateral ini

terletak dalam nukleus ruber (merah) yang terletak dalam mesencephalon. Akson motor

neuron dari nukleus ruber ini turun melalui traktus rubrospinal. Pada manusia traktus

rubrospinal kecil dan hanya mencapai corda spinalis bagian cervical.

Neuron-neuron nucleus ruber ini juga menerima impuls aferen dari cortex cerebri

dan cerebellum yang dapat mempengaruhi aktivitas neuron motorik alfa dan gamma

medulla spinalis. Traktus ini memfasilitasi aktivitas otot fleksor dan menghambat

aktivitas otot ekstensor atau antigravitasi .

Lengkung Refleks

Selain oleh traktus dari upper motor neuron, impuls lower motor neuron juga

dipengaruhi oleh lengkung refleks. Refleks adalah suatu respons involunter terhadap

sebuah stimulus. Secara sederhana lengkung refleks terdiri dari organ reseptor, neuron

Page 4: Traktus Descenden

aferen, neuron efektor dan organ efektor. Sebagai contoh ialah refleks patella. Pada otot

terdapat serabut intrafusal sebagai organ reseptor yang dapat menerima sensor berupa

regangan otot, lalu neuron aferen akan berjalan menuju medula spinalis melalui

ganglion posterior medulla spinalis. Akson neuron aferen tersebut akan langsung

bersinaps dengan lower motor neuron untuk meneruskan impuls dan mengkontraksikan

otot melalui serabut ekstrafusal agar tidak terjadi overstretching otot.

Patogenesis Stroke Iskemia

Segala kelainan pada otak yang disebabkan oleh proses patologis pada pembuluh

darah dinamakan penyakit serebrovaskuler. Termasuk dalam kategori ini adalah lesi

dinding pembuluh darah, oklusi lumen pembuluh darah, dan perubahan pada kualitas

darah misalnya peningkatan viskositas darah.

Kelainan otak yang diinduksi oleh penyakit serebrovaskuler yaitu (1) iskemia

dengan atau tanpa infark jaringan saraf di otak (ischemia), atau (2) perdarahan

(hemorrhage). Manifestasi klinik tersering. dari penyakit serebrovaskular adalah stroke

(cerebrovascular accident). Oleh karenanya, stroke diklasifikasikan dalam stroke

iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik dibagi ke dalam stroke trombotik dan

embolik.

Patogenesis iskemia serebral yang menimbulkan stroke iskemik didasarkan pada

pembentukan thrombus yang menyebabkan oklusi arteri yang memvaskularisasi otak.

Sedangkan pada stroke embolik, oklusi dapat berasal dari thrombus yang terlepas

maupun dari gumpalan trombosit yang terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan kuman

karena endokarditis bacterial atau gumpalan darah dan jaringan karena infark mural.

Berbagai factor risiko seperti yang dimiliki pasien dalam kasus yaitu pengidap

DM, hipertensi, dan merupakan perokok pasif mendukung terjadinya plak

aterosklerotik. Penjelasan mengenai hal ini diperlihatkan dalam gambar di bawah ini;

Page 5: Traktus Descenden

Gambar 2 faktor resiko stroke dan mekanismenya

Hiperlipidemia dan factor risiko lain seperti diabetes melitus, hipertensi serta

radikal bebas dari asap rokok diduga menyebabkan jejas endotel, sehingga terjadi

perlekatan trombosit dan monosit serta pengeluaran factor pertumbuhan, termasuk

platelet derived growth factor (PDGF), yang menyebabkan migrasi dan proliferasi otot

polos. Sel otot polos menghasilkan banyak matriks ekstrasel dan kolagen dan

proteoglikan. Sel busa dan plak ateromatosa berasal dari makrofag dan sel otot polos-

dari makrofag via reseptor lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) dan reseptor

penyapu yang mengenali lipoprotein densitas rendah (LDL) termodifikasi (misal, LDL

teroksidasi), dan dari sel otot polos melalui mekanisme yang masih jelas. Lipid

ekstrasel berasal dari perembesan dari lumen pembuluh, terutama apabila terdapat

huperkolesterolemia, dan juga dari sel busa yang mengalami degenerasi. Penimbunan

kolseterol dalam plak seyogianya dipandang sebagai cermin ketidakseimbangan antara

influks dan efluks, dan lipoprotein densitas tinggi (HDL) mungkin membantu

membersihkan kolesterol dan timbunan ini.

Proses pada Gambar 10 kemudian berlanjut seiring waktu pada pasien stroke

iskemik. Sampai suatu ketika terjadi plak aterosklerotik yang sangat luas sehingga

menutupi lumen arteri (arterial occlusion). Oklusi arteri akan memicu pelepasan

glutamate dan menyebabkan iskemia serebral. Glutamat dan iskemia ini memicu

terjadinya influks Ca/Na sehingga terjadi proteolisis. Proteolisis ini menimbulkan

kerusakan pada membrane dan sitoskeleton sel saraf yang berujung pada kematian sel

saraf di otak.

Page 6: Traktus Descenden

Iskemia yang terjadi juga meningkatkan radikal bebas yang diproduksi,

tepatnya saat proses reperfusi. Radikal bebas yang dimaksud termasuk O2- dan OH.

Seperti halnya radikal bebas yang lain, mereka bekerja dengan menghancurkan protein,

asam dan lipids, komponen asam lemak pada fosfolipid membrane, yang berujung pada

perubahan permeabilitas membrane seluler (peroksidasi lipid).

Sumber utama reaktif oksigen terutama dihasilkan dari oksidasi asam

arakhidonat oleh enzim cyclo-oxygenase dan lipooxygenase. Sumber lain dari radikal

bebas adalah sintesis NO oleh NOS, sebuah enzim yang diaktivasi oleh calcium-

calmodulin. Mekanisme ini terutama terjadi pada fase akut dan sub akut iskemia.

Proses ini memicu leukosit dan jenis sel darah putih lainnya untuk mengaktivasi

adhesion molecul (molekul perlekatan) pada endotel.

Fenomena penting lain yang terjadi saat iskemia adalah proses inflamasi itu

sendiri. Bukti terbaru menunjukkan bahwa inflamasi merupakan penyebab kedua

kerusakan saraf otak setelah iskemia serebral. Penarikan leukosit pada daerah yang

mengalami jejas dapat terjadi sekitar 30 menit setelah cedera terjadi. Leukosit tersebut

dapat mengganggu aliran eritrosit dalam mikrovaskuler; fosfolipase yang dihasilkan

dalam leukosit juga dapat memicu pengeluaran zat yang menimbulkan vasokontriksi

dan meningkatkan agregasi platelet (contohnya leukotrien, eikosanoid, prostaglandin,

dan platelet activating factor) dan produk – produk yang dikativasi oleh leukosit

(contohnya proinflammatory cytokines, toxic oxygen metabolites, proteases,

gelatinases dan collagenases) dapat menyebabkan kerusakan jaringan saraf.

Gambar 3 Kaskade Iskemia Serebral

Page 7: Traktus Descenden

Patofisiologi Untuk mengetahui topis pada iskemia serebral yaitu berdasar pada vaskularisasi

otak. Daerah yang mengalami kerusakan akibat iskemia serebral tampak sebagai gejala

dan tanda klinis.

Dalam kasus terdapat tanda klinis berupa hemiparese dekstra, afasia, parese N.VII dan

N. XII, dan hemihipestesia dekstra. Topis untuk tanda klinis ini sesuai dengan daerah

fungsional otak yaitu daerah korteks motorik primer (gyrus precentralis) yang terletak

pada lobus frontalis, area sensorik primer (gyrus postcentralis) yang terletak pada lobus

parietal, daerah Broca (menyebabkan afasia motorik) pada lobus frontalis pars inferior.

Kesemuanya terletak pada hemisfer sinistra. Daerah lobus frontalis dan parietalis

sebagian besar divaskularisasi oleh arteri serebri media.

Hal ini sesuai dengan peta teritori vaskularisasi tiap – tiap arteri pada area otak pada

gambar 12.

Gambar 4 Peta teritori vascularisasi tiap-tiap arteri ada area otak

3. Fungsi vegetatif

Fungsi vegetatif dilakukan oleh sistem saraf outonom. Peranan susunan saraf

outonom adalah :

a. Kehidupan vegetatif

b. Perangai emosional

c. Neurohormonal

Page 8: Traktus Descenden

Susunan saraf outonom dibagi dalam sistem saraf pusat dan perifer. Bagian pusat

susunan saraf outonom mencakup susunan limbik, hipothalamus, dan jaras-jarasnya yang

menghubungi kolumna intermediolateral medula spinalis. Bagian perifer susunan saraf

outonom mencakup saraf spinal torakolumbal (simpatis) dan saraf kranial serta spinal

sacral (parasimpatis).

Peran susunan saraf outonom perifer dalam mengatur dan memelihara kehidupan

vegetatif jelas sekali. Pelaksanaan tugasnya berjalan secara reflektorik. Mekanisme proses

reflektorik tersebut bekerja terutama secara segmental dan sebagian terpengaruh oleh

busur refleks suprasegmental dan supraspinal.

Lintasan aferen saraf outonom :

Reseptor di visera

Serabut aferen

Radix dorsal medua spinalis

Medula spinalis

Funikulus dorsalis/tractus spinothalamikus

Thalamus

Fungsi vegetatif yang dilakukan sistem saraf outonom antara lain refleks miksi dan

defekasi. Fungsi vegetatif mencakup juga pernapasan, suhu tubuh, dan hal-hal lain yang

mengurus metabolisme tubuh. Hipothalamus mempengaruhi aktivitas vegetatif melalui

pusat regulasi suhu tubuh, pusat regulasi minum dan makan.

Hasil pemeriksaan fungsi vegetated dalam kasus adalah normal. Hal ini meunjukkan

bahwa jaras-jaras dan area yang melibatkan susunan saraf outonom bukan merupakan

area lesi.

4. Hemihipestesia

Hemihipestesi adalah hipestesia yang dirasakan sesisi tubuh saja. Hipestesia atau

hipostesia merupakan suatu disestesia mencakup sensitivitas yang menurun secara

abnormal, terutama pada perabaan. Hemihipestesia terjadi karena korteks sensorik primer

tidak menerima impuls sensorik dari belahan tubuh kontralateral. Di klinik,

Page 9: Traktus Descenden

hemihipestesia merupakan gejala utama atau gejala penyerta cerebrovascular disease.

Infark yang mengenai seluruh kapsula interna krus posterior sesisi mengakibatkan

hemiplegi kontralateral yang disertai hemihipestesia kontralateral juga. Infark pada

daerah tersebut terjadi karena penyumbatan a. lentikulostriata. Apabila cabang a.

lentikulostriata yang tersumbat, mungkin bagian ujung belakang kapsula interna krus

posterior saja yang mengalami infark. Pada keadaan tersebut, hemihipestesia kontralateral

merupakan gejala utama, tanpa hemiplegia, karena kawasan tersebut hanya dilintasi

serabut-serabut aferen yang berproyeksi pada bagian sensorik primer dan tidak ada

traktus kortikospinal yang ikut terkena.

5. Skoring stroke

Stroke hemoragik dan non-hemoragik perlu dibedakan karena penatalaksanaan yang

diberikan akan berbeda juga. Kedua jenis stroke tersebut dapat dibedakan dengan

memakai algoritma. Stroke dengan onset < 6 jam biasanya memakai Siriraj Stroke Score,

dan bila onset > 6 jam biasanya memakai alogaritma Gajahmada.

Algoritma Gajahmada

Penderita stroke akut : Penurunan kesadaran

Nyeri kepala

Refelks Babinski

Ketiganya atau dua (+) → Ya → Stroke perdarahan intraserebral

dari ketiganya ada

Tidak

Penurunan kesadaran (+)

Nyeri kepala (-) → Ya → Stroke perdarahan intraserebral

Refleks Babinski (-)

Tidak

Penurunan kesadaran (-)

Nyeri kepala (+)→ Ya → Stroke perdarahan intraserebral

Refleks Babinski (-)

Tidak

Penurunan kesadaran (-)

Nyeri kepala (-)→ Ya → Stroke non hemoragik

Page 10: Traktus Descenden

Refleks Babinski (+)

Tidak

Penurunan kesadaran (-)

Nyrei kepala (-)→ Ya → Stroke non hemoragik

Refleks Babinski (-)

Pada kasus , hasil anamnesis tidak didapatkan nyeri kepala sebelumnya dan pada

pemeriksaan fisik tidak ditemukan penurunan kesadaran dan refleks Babinski. Jadi,

diagnosis etiologik pada kasus adalah stroke iskemik

Tabel 1 Siriraj Stroke Score

No Gejala/tanda Penilaian Indeks Skor

1 Kesadaran 0 komposmentis

1 mengantuk

2 semi

koma-/koma

X 2,5 +

2 Muntah 0 tdak

1 ya

X 2 +

3 Nyeri kepala 0 tidak

1 ya

X 2 +

5 Tekanan darah Diastolik X (10%) +

6 Ateroma

a. DM

b. Angina

pektoris

c. Klaudikasio

intermiten

0 tidak

1 ya

X (-3) -

7 Konstante -12 -12

Hasil : 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik

2. SSS < -1 = Stroke non-hemoragik

6. Hemiparesis/hemiplegia

Hemiparesis merupakan kelemahan otot atau paralysis parsial mengenai satu sisi

tubuh. Pada umumnya kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) melanda sebelah tubuh

sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia, atau hemiparalisis karena lesinya

Page 11: Traktus Descenden

menempati kawasan susunan piramidal sesisi. Ketiga istilah digunakan secara bebas,

walaupun hemiparesis sebenarnya kelumpuhan sesisi badan yang ringan dan hemiplegi

atau hemiparalisis merupakan kelumpuhan sesisi badan yang berat. Hemiplegia yang

melibatkan nervus kranial pada batang otak secara khas dinamakan hemiplegia alternans.

Kelumpuhan UMN dibagi menjadi :

1) Hemiplegi karena hemilesi di korteks motorik primer

i. Hemiparesis dekstra (jika lesi di hemispherium sinistra) atau hemiparesis sinistra

(jika lesi di hemispherium dekstra)

ii. Terdapat perbedaan derajat kelumpuhan antara lengan dan tungkai

iii. Kelumpuhan otot-otot wajah, pengunyah dan penelan

iv. Afasia motorik dan afasia sensorik

v. Hipertoni yang bersifat spastik

vi. Forced crying dan forced laughing

vii. Deviasi konjugat

2) Hemiplegi karena hemilesi di kapsula interna

a. Hemiplegia

b. Rigiditas

c. Atetosis

d. Distonia

e. Tremor

f. Hemianopsia

g. Disartria (pelo)

3) Hemiplegi alternan karena hemilesi pada batang otak

viii. Sindrom hemiplegi alternan di mesenchepalon

ix. Sindrom hemiplegi alternan di pons

x. Sindrom hemiplegi alternan di medula oblongata

4) Tetraplegia/quadriplegia dan paraplegia akibat lesi di medula spinalis di atas tingkat

konus

7. Nervus hipoglossus

Nervus hipoglosus merupakan nervus cranial yang bersifat motorik dan mempersarafi

semua otot instrinsik lidah, m. styloglossus, m. hyoglossus, dan m. genioglossus. Nukleus

hipoglossus terletak dekat line mediana, di bawah lantai ventrikel quartus. Nukleus

menerima serabut corticonuclear dari kedua hemispherium cerebri. Serabut nervus

Page 12: Traktus Descenden

hipoglossus berjalan ke anterior melalui medula oblongata dan muncul pada alur antara

pyramis dan oliva. Nervus ini menyilang fossa cranii posterior dan meninggalkan

tengkorak melalui canalis hipoglossus. Nervus berjalan ke bawah lalu ke depan di dalam

leher, di antara a. carotis interna dan vena jugular interna sampai mencapai pinggir bawah

venter posterior m. digastricus. Nervus hipoglossus kemudian membelok ke depan dan

menyilang arteri carotis interna dan eksterna serta mengait arteri lingualis. Nervus ini

berjalan dalam pinggir posterior m. mylohyoideus yang terletak lateral dari m. hyoglossus

dan kemudian bercabang-cabang ke otot-otot lidah.

Untuk memeriksa keutuhan nervus hipoglossus, pasien diminta menjulurkan lidahnya,

dan jika terdapat lesi LMN, lidah akan berdeviasi kea rah lesi. Lidah pada sisi lesi akan

menjadi lebih kecil akibat atropi, dan fasikulasi dapat menyertai atau mendahului atropi.

Sebagian besar nucleus hipoglossus menerima serabut-serabut kortikonuklear dari

kedua hemispherium serebri. Akan tetapi, nucleus yang mempersarafi m. genioglossus

hanya menerima serabut kortikonuklear dari hemispherium serebri dari sisi kontralateral.

Apabila terdapat lesi pada serabut-serabut kortikonuklear, tidak terjadi atropi atau fibrilasi

lidah. Apabila dkeluarkan, lidah akan berdeviasi ke sisi yang berlawanan dengan lesi.

8. Refleks fisiologik dan patologik

Refleks adalah gerak otot skeletal yang bangkit sebagai jawaban atas suatu

perangsangan. Gerak otot reflektorik yang dapat ditimbulkan pada setiap orang sehat

dinamakan refleks fisiologik.

i. Refleks tendon biceps brachii (fleksi sendi siku ketika mengetuk tendon biceps)

ii. Refleks tendon triceps (ekstensi sendi siku ketika mengetuk tendon triceps)

iii. Refleks tendon brachioradialis (supinasi artikulasio radioulnaris pada saat mengetuk

insersio tendon brachioradialis)

iv. Refleks abdominalis superficialis (kontraksi otot-otot abdomen di bawah kulit yang

digores)

v. Refleks tendon patella (ekstensi sendi lutut ketika memukul tendon patella)

vi. Refleks tendon Achilles (plantar fleksi sendi tumit ketika memukul tendon Achilles-

tendon calcaneus)

Pada kerusakan UMN dapat disaksikan refleks-refleks yang tidak ada pada orang

sehat, dinamakan refleks patologik. Mekanisme refleks patologik belum jelas.

Pada tangan, gerak otot refletorik patologik berupa fleksi jari-jari atas perangsangan

(goresan) terhadap kuku jari tengah dikenal sebagai refleks Trommer Hoffman. Pada kaki,

Page 13: Traktus Descenden

gerak reflektorik patologik berupa gerakan dorsoekstensi ibu jari kaki serta

pengembangan jari-jari kaki lainnya, sebagai jawaban atas penggoresan terhadap bagian

lateral telapak kaki (refleks Babinski) atau kulit sekitar maleolus lateralis (refleks

Chaddock) atau kulit yang menutupi os tibia (refleks Oppenheim), atau atas pijatan pada

betis (refleks Gordon) ataupun atas pijatan pada tendo Achilles (refleks Schaeffer).

9. Higher cortical function MMSE

Tabel 2 Higher cortical function MMSE

No Pemeriksaan 1111 = 4

1 Orientasi

Sebutkan tahun berapa?musim apa?tanggal berapa?bulan apa?

11111 = 5

2 Sebutkan dimana sekarang?negara?profinsi?kota?RS?bagian? 111 = 3

3 Registrasi

Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda dengan antara 1 detik,

dan suruh klien mengulang kembali 3 nama tersebut

Benar = 1

Salah = 0

11111 = 5

4 Perhatian dan kalkulasi

Hitungan dikurangi tujuh sebanyak 5 kali

Missal : 100-7 = 93-7 = 86-7 = 79-7 = 72-7 = 65

11111 = 5

5 Mengngat kembali

Pemeriksa menanyakan ulang benda yang ditanyakan pada soal

no 3, apakah dia bisa mengulang setelah beberapa saat?

111 = 3

6 Menunjukkan 2 benda, misalnya pensil dan arloji. Suruh klien

menyebutkan benda yang ditunjuk

11 = 2

7 Meminta klien mengulang kata “tanpa kalau?dan?atau tetapi?” 1

8 Minta klien untuk melakukan 3 tingkatan pekerjaan

Misal :

Ambil kertas dengan tanganmu

Lipat kertas itu

Letakan kertas itu di lantai

9 Suruh perintah di kertas, dan suruh klien untuk melakukannya 1

10 Minta klien menuliskan suatu kalimat yang mengandung objek

dan subjek yang berhubungan

1

Page 14: Traktus Descenden

11 Buat segilima sama sisi dengan sis 1,5 cm dan minta klien

memperbesar gambar mengkopinya

1

.

10. Tanda-tanda iritasi meningeal

Fotophobia

Kaku kuduk

A. Hubungan Hipertensi dan Stroke

Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting dari semua tipe stroke, baik

stroke infark ataupun hemoragik. Peningkatan risiko terjadi seiring dengan

peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi peningkatan

tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali

setiap peningkatan 10mmHg tekanan darah sistolik. Dan sekitar 50% kejadian stroke

dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah.

Mekanisme patologi yang terjadi pada hipertensi kronis adalah terjadinya

prose degenerative ada otot dan unsure elastic dari dinding arteri. Perubahan

degeneratf ini dan dibarengi dengan beban tekanan darah tinggi dapat membentuk

penggembungan-peggembungan kecil setempat yang disebut aneurisma Charcot-

Bouchard. Aneurisma ini merupakan locus minorus resisten (LMR). Pada lonjakan

tekanan darah sistemik, misalnya sewaktu marah, asaat aktivitas yang mengeluarkan

banyak tenaga, mengejan, dan sebagainya, dapat menyebabkan pecahnya LMR ini

sehingga terjadilah stroke.

B. Hubingan Diabetes Melitus dengan Stroke

Individu dengan DM memiliki risiko lebih tinggi mengalami stroke

dibandingkan dengan individu tanpa DM dengan peningkatan risiko relatif pada

stroke iskemik 1,6 sampai 8 kali dan pada stroke perdarahan 1,02 sampai 1,67 kali.

Dari hubungan tersebut diperoleh pula data bahwa pengendalian dan penurunan kadar

serum gula darah tidak menunjukkan penurunan risiko terjadinya stroke. Namun,

control gula darah mungkin memiliki efek protektif terhadap stroke. Penelitian

prospektif terhadap 3642 pasien diamati selama 10,4 tahun mendapatkan risiko stroke

Page 15: Traktus Descenden

berkurang 12% untuk setiap pengurangan 1% HbA1C, walaupun tidak signifikan

secara statistic (p=0,035).

Terdapat beberapa mekanisme hubungan hiperglikemi dengan stroke.

Pertama, hiperglikemi mungkin secara langsung bersifat tiksik terhadap otak.

Meskipun mekanismenya tidak diketahui secara jelas, akumulasi laktat dan asidosis

intraseluler dalam otak yang iskemik mungkin membemberikan kontribusi. Kedua,

defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya uptake glukosa perifer (yang berarti

meningkatkan jumlah glukosa yang tersedia untuk berdifusi ke dalam otak. Dan

meningkatnay asalm lemak bebas sirkulasi. Ketiga, pasien dengan diagnosis DM yang

mengalami hiperglikemia stress cenderung memiliki abnormalitas gula darah atau

DM yang tidak terdiagnosis ketika tidak dalam keadaan stress. Pasien ini mungkin

mengalami kerusakan iskemik yang lebih besar pada waktu infark sebagai akibat dari

vaskulopati serebral yang mendasari dibandingkan dengan mereka yang tidak

mengalami hiperglikemia stress. Keempat, hiperglikemia mungkn mengganggu blood

brain barrier dan memacu konversi infark hemoragik. Kelima, hiperglikemia stress

mungkin adalah marker luasnya kerusakan iskemik pada pasien stroke.