torch.doc
DESCRIPTION
konsep dasar penyakit penyerta kehamilan yang dapat mengakibatkan gangguan pembentukan janin dan keguguranTRANSCRIPT
DEFINISI
Infeksi TORCH adalah suatu kelompok organisme yang mampu menembus plasenta dan
mempengaruhi perkembangan janin (BoBak, 2004). Kelompok organisme diantaranya ialah
toxoplasmosis, infeksi lain (Hepatitis), virus rubella, cytomegalovirus, dan virus herpes simplex.
Menurut Penyakit TORCH ialah penyakit-penyakit intrauterin atau yang didapat pada masa
perinatal; merupakan singkatan dari T = Toksoplasmosis O = other yaitu penyakit lain misalnya sifilis,
HIV-1dan 2, dan Sindrom Imunodefisiensi Didapat ( Acquired Immune Deficiency Syndrome/AIDS),dan
sebagainya; R = Rubela (campak Jerman); C = Cytomegalovirus; H = Herpes simpleks. Berikut ini akan
dibahas penyakit-penyakit tersebut (Enny Muchlastriningsih, 2006).
PENDAHULUAN
Ibu hamil termasuk dalam kelompok rentan kesehatan selain bayi, balita, ibu bersalin, dan ibu
menyusui sehingga pemerintah mengupayakan pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh
mereka. Pelayanan antenatal (prapersalinan) terhadap ibu hamil meliputi pengukuran tekanan darah,
penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pemberian imunisasi Toxoid tetanus (TT),
pemberian tablet besi (Fe), dan pengukuran fundus uteri.
Pelayanan ini diharapkan minimal diterima ibu hamil sebanyak 4 kali yaitu sekali pada triwulan
pertama dan ke dua serta dua kali pada triwulan ke tiga. Upaya ini belum sepenuhnya berhasil; secara
nasional pelayanan kunjungan baru ibu hamil mencakup 92,72% dan kunjungan ibu hamil minimal 4 kali
75.66%. Imunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan (TT1 dan TT2) tetapi cakupan TT1 baru 85,1%
sedangkan TT2 lebih rendah lagi yaitu 78,1%. Pemberian tablet besi kepada ibu hamil ada 2 paket yaitu
paket Fe1-30 tablet (1 bungkus) dan paket Fe3-90 tablet (3 bungkus), dan cakupannya untuk Fe1 sebesar
77,07% sedangkan Fe3 sebesar 63,45%. Selain itu ibu hamil juga rentan terhadap serangan infeksi baik
infeksi intra uterin maupun perinatal.
EPIDEMIOLOGI
Telah dilakukan pemeriksaan serologis TORCH dengan metode Enzyme Immuno Assay pada ibu
hamil dengan usia kehamilan di bawah 20 minggu, yang datang untuk perawatan antenatal di Poliklinik
Kebidanan RSUP Sanglah Denpasar. Dari 100 sampel yang diambil secara acak pada bulan Maret sampai
dengan Juli 1997, umur ibu termuda 18 tahun dan tertua 40 tahun dengan rata rata 27.07 tahun. Ibu
yang hamil pertama 32 orang (32%), kehamilan kedua 47 orang (47%), kehamilan ke tiga 18 orang (18%)
dan sisanya kehamilan ke empat 3 orang (3%). Seluruhnya (100%) pernah mengalami infeksi salah satu
unsur TORCH dan seluruhnya (100%) tanpa gejala. Untuk toxoplasma IgG positif 21% dan IgM positif 5%.
Untuk rubella IgG positif 73% dan IgM positif 1%. Untuk cytomegalovirus IgG positif 95% dan tak ada IgM
positif. Untuk HSV II IgG positif 56% dan IgM positif 21%.
Didapatkan 2% ibu pernah melahirkan anak cacat, 15% pernah mengalami abortus dan 8%
pernah mengalami anak mati dalam kandungan. Seluruh ibu hamil tidak termasuk kategori kelompok
ekonomi lemah dan 75% mengaku berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kucing, 22%
mengaku suka makan sayur mentah dan sangat sedikit (1%) yang suka makan daging mentah atau
setengah matang. Data ini menunjukkan perlunya perhatian lebih serius pada infeksi TORCH tanpa
gejala pada ibu hamil. Pada penelitian ini belum dapat ditarik kesimpulan tentang hubungan TORCH
dengan faktor perilaku social.
MACAM INFEKSI TORCH
Toksoplasmosis
Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii
dan biasa menyerang binatang menyusui, burung, dan manusia. Pola transmisinya ialah transplasenta
pada wanita hamil, mempunyai masa inkubasi 10-23 hari bila penularan melalui makanan (daging yang
dimasak kurang matang) dan 5-20 hari bila penularannya melalui kucing. Bila infeksi ini mengenai ibu
hamil trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin,
sedangkan bila ibu terinfeksi pada trimester ke tiga 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat
berlangsung selama kehamilan.
Manifestasi klinis
Hepatosplenomegali
Ikterus
Petekie
Meningoensefalitis
Khorioretinitis
Mikrosefali
Hidrosefalus
kalsifikasi intra-kranial
miokarditis
lesi tulang
pneumonia
rash makulopapular
Pencegahan
Dapat dilakukan antara lain dengan cara: memasak daging sampai matang, menggunakan
sarung tangan baik saat memberi makan maupun membersihkan kotoran kucing, dan menjaga agar
tempat bermain anak tidak tercemar kotoran kucing (Enny Muchlastriningsih, 2006).
Dari referensi lain menurut Bobak pada buku ajar keperawatan maternitas tahun 2004 beliau
menjelaskan toksoplasmosis adalah suatu infeksi protozoa yang timbul akibat mengkonsumsi daging
mentah atau tidak mencuci tangan sewaktu menyiapkan daging mentah atau terinfeksi kotoran kucing.
Ibu hamil dengan antibody HIV berisiko karena toksoplasmosis adalah salah satu infeksi oportunistik
yang sering menyertai infeksi HIV. Keberadaan toksoplasmosis dapat ditentukan melalui pemeriksaan
darah dan titer toksplasmosis wanita kelompok risiko harus diperiksa. Infeksi akut pada masa hamil
menimbulkan gejala yang merupai influenza dan limfadenopati. Pengobatan alternative untuk
toksoplasmosis adalah spiramisin sulfa (dan klindamisin untuk wanita yang alergi terhadap sulfa) juga
dipakai (ACOG, 1993).
Sifilis
Penyakit ini disebabkan infeksi Treponema pallidum; dapat akut maupun kronis yang
mempunyai gambaran khas yaitu lesi, erupsi kulit dan mukosa; jangka panjang dapat mengakibatkan lesi
tulang, sistem pencernaan, sistem saraf pusat, dan sistem kardiovaskuler. Penularan biasanya terjadi
karena adanya kontak dengan eksudat infeksius yang berasal dari kulit, membran mukosa, cairan dan
sekret tubuh (darah, ludah, cairan vagina). Penyakit ini dapat ditularkan melalui plasenta sepanjang
masa kehamilan; biasanya respon janin yang hebat akan terjadi setelah pertengahan kedua kehamilan
dengan manifestasi klinik hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis, dan
lesi tulang. Infeksi yang didapat di akhir kehamilan biasanya tidak menyebabkan gejala pada bayi baru
lahir, baru setelah beberapa minggu/bulan kemudian akan ditemukan gejala-gejala: snuffles (kotoran
hidung mukopurulen), ruam makuler besar berwarna tembaga, lesi (plak) sekitar mulut dan anus,
hepatosplenomegali, radang periosteum, Hutchinson’s teeth, saddle nose, saber shins, dan lainnya.
Infeksi penyakit ini juga dapat menyebabkan bayi berat badan lahir rendah, atau bahkan kematian janin
(Enny Muchlastriningsih, 2006).
HIV dan AIDS
Penyakit ini terjadi karena infeksi retrovirus. Pada awalnya infeksi ini menunjukkan gejala yang
tidak spesifik, misalnya limfadenopati, anoreksia, diare kronis, penurunan berat badan, dan sebagainya.
Komplikasi penyakit ini antara lain ialah Pneumocystis carinii pneumonia, chronic enteric
cryptosporidiosis, disseminated strongyloidiasis, dan sebagainya.
Menurut Enny Muchlastriningsih pada jurnal cermin dunia kedokteran tahun 2006 dalam Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. penularan terjadi karena kontak seksual antar manusia
dengan masa inkubasi antara 6 bulan hingga 5 tahun, jika lewat transfusi darah masa inkubasinya rata-
rata 2 tahun. Pada janin penularan terjadi secara transplasenta, tetapi dapat juga akibat pemaparan
darah dan sekret serviks selama persalinan. Kebanyakan bayi terinfeksi HIV belum menunjukkan gejala
pada saat lahir, sebagian anak akan menunjukkan gejala pada umur 12 bulan pertama dan sebagian
lainnya pada umur yang lebih tua.
Gejala yang akan terlihat antara lain: gejala non spesifik, penyakit neurologis progresif
(ensefalopati dengan gejala kelambatan perkembangan atau kemunduran fungsi motorik, kemampuan
intelektual,atau perilaku), pneumonitis interstisial limfoid, infeksi sekunder (infeksi oportunis yaitu
Pneumocystis carinii pneumonia, chronic enteric cryptosporidiosis, disseminated strongyloidiasis, dan
dapat terjadi infeksi bakteri misalnya meningitis, infeksi lainnya misalnya varisela primer yang
mengakibatkan infeksi menyeluruh pada hati, paru, sistem koagulasi, dan otak), kanker sekunder.
Pencegahan
Antara lain dengan cara menghindari kontak seksual dengan banyak pasangan terutama
hubungan seks anal, skrining donor darah lebih ketat, dan pengolahan darah dan produknya dengan
lebih hati-hati.
Rubella
Rubella, yang juga dikenal dengan sebutan campak Jerman, adalah suatu infeksi virus yang
ditransmisi melalui droplet. Demam, ruam, dan limfedema ringan biasanya terlihat pada ibu terinfeksi.
Akibat pada janin lebih serius dan meliputi abortus spontan, anomaly congenital (disebut juga sindrom
rubella congenital), dan kematian. Pencegahan infeksi rubella maternal dan efek pada janin adalah focus
utama program imunisasi rubella ( ACOG, 1992C). vaksinasi ibu hamil di kontraindikasikan karena infeksi
rubella bisa terjadi setelah vaksin diberikan. Vaksin rubella diberikan pada ibu yang tidak imun terhadap
rubella dan mereka dianjurkan memakai kontrasepsi selama miniman 3 bulan setelah vaksinasi (Bobak
dkk, 2004)
Tapi Menurut Enny Muchlastriningsih pada jurnal cermin dunia kedokteran tahun 2006 dalam
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, JakartaPenyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk
famili Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret
orang yang terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa inkubasinya rata-
rata 16-18 hari. Periode prodromal dapat tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah,
demam ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva.
Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubela hanya mengancam janin bila didapat saat
kehamilan pertengahan pertama, makin awal (trimester pertama) ibu hamil terinfeksi rubela makin
serius akibatnya pada bayi yaitu kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau malformasi
kongenital pada sebagian besar organ tubuh (kelainan bawaan): katarak, lesi jantung,
hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningo-ensefalitis, khorioretinitis, hidrosefalus, miokarditis, dan
lesi tulang. Sedangkan infeksi setelah masa itu dapat menimbulkan gejala subklinik misalnya
khorioretinitis bertahun-tahun setelah bayi lahir.
Pencegahan
Antara lain dengan cara isolasi penderita guna mencegah penularan, pemberian vaksin rubela,
dan semua kasus rubela harus dilaporkan ke institusi yang berwenang.
Sitomegalovirus ( Cytomegalovirus=CMV)
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili betaherpesvirus, famili
herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan, sekresi maupun ekskresi tubuh yang terinfeksi
(urine, ludah, air susu ibu, cairan vagina, dan lain-lain). Masa inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu.
Pada kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada bayi, infeksi yang didapat saat
kelahiran akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga hingga ke dua belas; jika didapat pada
masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang berat.
Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat sebagian besar wanita telah
terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak mengakibatkan gejala yang berarti. Tetapi bila
seorang wanita baru terinfeksi pada masa kehamilan maka infeksi primer ini akan menyebabkan
manifestasi gejala klinik seperti infeksi janin bawaan sebagai berikut :
Hepatosplenomegali
Ikterus
Petekie
Meningoensefalitis
khorioretinitis
optic atrophy
mikrosefali
letargia
kejang
hepatitis
jaundice
infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan
kalsifikasi intracranial
Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi psikomotor maupun kehilangan
pendengaran.
Pencegahan
Dapat dilakukan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan terutama sesudah buang air
besar, menghindari transfusi darah pada bayi dari ibu seronegatif dengan darah yang berasal dari donor
seropositif, dan menghindari transplantasi organ tubuh dari donor seropositif ke resipien seronegatif.
Herpes simplex Herpervirus hominis
Penyakit ini disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2 tipe HSV yaitu tipe 1 dan 2.
Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya terjadi pada bayi karena adanya kontak dengan lesi
genital yang infektif; sedangkan HSV tipe 2 merupakan herpes genitalis yang menular lewat hubungan
seksual. HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara imunologi. Masa inkubasi antara 2 hingga 12 hari.
Infeksi herpes superfisial biasanya mudah dikenali misalnya pada kulit dan membran mukosa juga pada
mata (Enny Muchlastriningsih, 2006)
Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus ini
mempunyai kesempatan naik melalui membran yang robek untuk menginfeksi janin. Gejala pada bayi
biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru pada minggu ke dua-
tiga.
Manifestasi kliniknya :
Hepatosplenomegali
Ikterus
Petekie
Meningoensefalitis
Khorioretinitis
Mikrosefali
miokarditis
Pencegahan
Antara lain dengan cara menjaga kebersihan perseorangan dan pendidikan kesehatan terutama
kontak dengan bahan infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung
tangan dalam menangani lesi infeksius