tonsilitis kronis

Upload: fikar-ican

Post on 11-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

blok organ indra UNIZAR

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. TINJAUAN PUSTAKAEmbriologi Tonsil Bakal tonsil timbul pada awal kehidupan fetus. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Selanjutnya cekungan yang terbentuk dibagi menjadi beberapa bagian, yang akan menjadi kripta permanen pada tonsil. Permukaan dalam, atau permukaan yang terpapar, termasuk cekungan pada kripta dilapisi oleh mukosa, sedangkan permukaan luar atau permukaan yang tertutup dilapisi oleh selubung fibrosa yang disebut kapsul (Jhon Jacob Ballenger).

Anatomi TonsilOrofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar anterior faring.Palatum mole terdiri dari otot yang ditunjang oleh jaringan fibrosa dan diluarnya dilapisi oleh mukosa.Penonjolan di median membaginya menjadi 2 (dua) bagian.Bentuk seperti kerucut yang terletak di bagian sentral yang kita kenal dengan uvula. Batas lateral palatum pada setiap sisinya terbagi menjadi pilar anterior dan pilar posterior fausium. Pada pilar anterior teradapat m. palatoglosus. Pilar posterior terdiri m. palatofaringeus. Diantara kedua pilar terdapat celah, tempat kedudukan tonsil fausium. (Yusa Herwanto, 2002) Tonsil fausiumTonsil fausium, masing masing sebuah pada tiap sisi orofaring, adalah jaringan limfoid yang berbentuk seperti buah kenari dibungkus oleh kapsul fibrosa yang jelas. Permukaan sebelah dalam atau permukaan yang bebas, tertutup oleh membran epitel skuamosa berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas dalam kantung atau kripta yang membuka ke permukaan tonsil. Plika triangularis adalah lipatan mukosa yang tipis, terbentang kebelakang dari pilar anterior dan menutupi sebagian permukaan anterior tonsil yang timbul dalam kehidupan embrional. Plika semilunaris (supratonsil) adalah lipatan sebelah atas dari mukosa yang mempersatukan kedua pilar pada pertautannya. Fosa supra tonsilar merupakan celah yang ukurannya bervariasi, juga terletak diatas tonsil dan diantara pilar anterior dan pilar posterior. Tonsil Lingual Tonsil lingual merupakan bentuk yang tidak bertangkai, terletak pada dasar lidah diantara kedua tonsil fausium dan meluas kearahanteroposterior dari papila sirkumvaklata ke epiglottis dipisahkan dari otot-otot lidah oleh suatu lapisan jaringan fibrosa.Tonsil terdiri dari sejumlah penonjolan yang bulat atau melingkar yang mengandung jaringan limfoid dan di sekelilingnya terdapat jaringan ikat. Cincin WaldeyerTonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer dari limfoid, yang mengelilingi faring. Unsur yang lain yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa rosenmuller dibawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius. Kapsul TonsilKapsul tonsil mempunyai trabekula yang berjalan ke dalam parenkim.Trabekula ini mengandung pembuluh darah, sarafsaraf danpembuluh limfe eferen. Kripta TonsilTerdiri dari 820 kripta, biasanya tubular dan hampir selalu memanjang dari dalam tonsil sampai ke kapsul pada permukaan luarnya.Kripta tersebut tidak bercabangcabang tetapi merupakan saluran yang sederhana.Jaringan ikat sub epitel yang terdapat dengan jelas dibawah permukaan epitel segera hilang ketika epitel membentuk kripta. Hal ini menyebabkan selsel epitel dapat menempel pada struktur limfatik tonsil.Sering kali tidak mungkin untuk membuat garis pemisah antara epitel kripta dengan jaringan interfolikuler.Epitel kripta tidak sama dengan epitel asalnya yang menutupi permukaan tonsil, tidak membentuk sawar pelindung yang kompak dan utuh. Fossa TonsilarisPilar anterior berisi m. palatoglosus dan membentuk batas anterior, pilar posterior berisi m.palatofaringeus dan membentuk batas posterior sinus.Palatoglosus mempunyai origo berbentuk seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah.Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun verikal dan diatas melekat pada palatum mole, tuba Eustachius dan pada dasar tenggorok.Otot ini meluas kebawah sampai kedinding atas esophagus.Otot ini lebih penting daripada otot palatoglosus.Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan paltum mole.Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan dinding lateral faring. Dinding luar fosa tonsilaris terdiri dari m. konstriktor faringeus superior.M. konstriktor superior mempunyai serabut melintang yang teratur, membentuk otot sirkularfaring. Fowler dan Todd menggambarkan otot keempat yang dinamakan m.tonsilofaringeus yang dibentuk oleh serabutserabut lateral dari m. palatofaringeus. Otot ini melekat pada kapsul tonsil pada pertemuan lobus atas dan bawah. Sistem Pembuluh Limfe Faring dan TonsilKelenjar limfe menerima pembuluh aferen dari bagian bawah oksipital.Kelenjar limfe ini dibagi oleh eferen yang berjalan menuju bagian atas kelenjar mstoid substernal. Kelenjar mastoid atau kelenjar retroaurikular (biasanya berpasangan) terdapat di dekat insersi m.sternokleidomastoid, menerima pembuluh aferen dari bagian temporal kepala, permukaan dalam telinga dan bagian posterior liang telinga. Aliran pembuluh limfe jaringan tonsil ini tidak mempunyai pembuluh aferen.Aliran limfe dari parenkim tonsil ditampung pada ujung aferen yang terletak pada trabekula.Dari sini menembus kapsula ke otot konstriktor superior pada dinding belakang faring. Beberapa cabang didaerah ini berjalan ke belakang menembus fasia bukofaringeal kemudian kelenjarkelenjar pada daerah leher dan bermuara ke nodus limfatikus leher bagian dalam dibawah otot sternokleidomasoideus. Salah satu dari nodus limfatikus ini terletak disebelah mandibula yang sering juga disebut nodus limfatikus tonsiler, karena sering mengalami pembesaran pada proses infeksi atau proses keganasan tonsil.Sistem Aliran Limfe Leher. Kelenjar limfa jugularis interna superior menerima aliran limfa yang berasal dari daerah palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis, dan supraglotik laring. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa retrofaring, spinalis asesorius, parotis, servikalis superficial, dan kelenjar limfa submandibula (Roezin, 2007).Kelenjar limfa subamndibula, terletak di sekitar kelenjar liur submandibula dan didalam kelenjar liurnya sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar liur submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung, bagian anterior rongga mulut, bagian medial kelopak mata, palatum molle, dan 2/3 depan lidah. Pembuluh limfe mengalirkan limfa ke kelenjar jugularis interna superior (Roezin, 2007). sistem Aliran DarahAliran darah tonsil dan faring berdasarkan dari beberapa cabang sistem karotis eksterna.Beberapa anastomosis tidak hanya dari satu sisi tetapi dari pembuluh darah sisi lainnya.Ujung cabang arteri maksilaris interna, cabang tonsilar arteri fasialis, cabang arteri lingualis bagian dorsal, cabang arteri tiroidea superior dan arteri faringeal yang naik semuanya menambah jaringan anastomosis yang luas. Persarafan dan TonsilTonsil disarafi oleh nervus trigeminus dan glossofaringeus.Nervustrigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sfenopalatina yaitu nervus palatine. Sedangkan nervus glossofaringeus selain mempersarafi bagian tonsil, juga dapat mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding faring.

Fisiologi TonsilTonsila palaitna adalah suatu jaringan limfoid yang terletak difossa tonsilaris dikedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan dipermukaan medial terdapat kripta (Amaruddin T, 2007).Tonsila palatine merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai system pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas.Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel sel fagositik mononuk lear pertama tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen (Farokah, 2005). Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik (Kartika H, 2008).Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan.Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus.Tonsil juga menstimulasi system imun untuk memproduksi antibody untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsillitis (tonsillolith). Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 310 tahun (Amarudin T, 2007). Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang termasuk dalam cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual, tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlachs tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Penetapan ASTO umumnya hanya memberi petunjuk bahwa telah terjadi infeksi oleh Streptokokus. Streptolisin O bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO umumnya berdasarkan sifat ini (Soetarto & Latu, 1981).Patogenesis dan Patofisiologi TonsilitisTerjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptekriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, dropletyang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring teruske tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003).Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag, selsel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil tidak bias membunuh kumankuman semuanya, akibatnya kuman bersarang ditonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003)

1.2. RUMUSAN MASALAH Jelaskan mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan pencegahan dari Tonsilitis

1.3. TUJUAN Dapat mengetahui definisi, etiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan pencegahan dari Tonsilitis.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1.SKENARIOSeorang anak laki-laki berusia 8 tahun, datang ke zePoloklinik Rumah Sakit dengan keluhan demam, nyeri menelan dan disertai pembesaran kelenjar didaerah leher. Keluhan dirasakan kambuh-kambuhan sudah sejak berusia 3 tahun. Pasien mengaku sudah pernah berobat ke puskesmas beberapa kali, tapi tidak ada perubahan. Keluhan lain yang dirasakan adalah suara yang terdengar serak dan tidur pun mendengkur.Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, TD 100/70, RR 20x/menit, nadi 100x/menit, suhu 37.8oC. Inspeksi hidung terdapat mukosa edem, hiperemis, dan beringus. Telinga didapatkan membrane timpani retraksi. Pharynx ditemukan pembesaran tonsil T2-T2 fibrosis, cripte melebar terdapat detritus, adenoid tampak menonjol, hiperemi, plika tonsilaris anterior hiperemis dan mukosa faring hiperemis. Larynx plika vokalis oedem dan hiperemis. Leher terdapat pembesaran kelenjar limfe leher dan nyeri tekan. Pemeriksaan darah didapatkan lekositosis dan LED meningkat serta ASTO (+). Pada pemeriksaan rontgen nasofaring terlihat adenoid membesar. 2.2.TERMINOLOGI Hiperemis adalah peningkatan aliran darah kapiler akibat dilatasi pembuluh arteriol dan artery Retraksi membran tympany adalah tertariknya membran tympani kearah dalam. Detritus adalah hasil penguraian dari leukosit dan bakteri yang telah mati Fibrosis adalah pembentukan jaringan ikat fibrosa yang berlebihan dalam suatu organ atau jaringan dalam sebuah proses reparatif atau reaktif

2.3.KEYWORD- Anak laki usia 8 tahun- keluhan : demam, nyeri telan,pembesaran kelenjar di leher- keluhan kambuh-kambuhan sejak usia 3 tahun- pernah berobat dan tidak ada perubahan- suara serak, tidur mendengkur- KU lemah, TD 100/70 mmHg, RR 20x/menit, nadi 100x/menit, suhu 37,8 derajat C- Pada pemeriksaan: Hidung : mukosa edem, hiperemi, beringus Telinga : membrana timpani retraksi Pharynx : pembesaran tonsil T2-T2 fibrosis, cripte melebar terdapat detritus, adenoid tampak menonjol, hiperemi, plika tonsilaris anterior hiperemeis, mukosa faring hiperemis Larynx : plika vokalis oedem dan hiperemis Leher : terdapat pembesaran kelenkar limfe leher, nyeri tekan. Pemeriksaan ASTO= +, lekositosis, LED meningkat Pemeriksaan rontgen nasofaring terlihat adenoid membesar

2.4.PERMASALAHAN 2.3.1.Bagaimana patofisiologi dari keluhan pasien?2.3.2.Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari pasien dalam kasus?2.3.3.Apa saja diagnosis banding dari keluhan pasien dalam kasus?2.2.4.Bagaimanakah penatalaksanaan dari pasien dalam kasus?

2.4.PEMBAHASANSecara fisiologis, adenoid akan membesar pada usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil dan hilang sendiri pada usia 14 tahun. Anak yang berusia 8 tahun, menjadi predisposisi kejadian hipertrofi adenoid (tonsilla pharyngea). Pada mulanya anak tersebut mengalami infeksi saluran nafas atas (ISPA) disebabkan oleh berbagai etiologi, seperti virus, bakteri, dan alergi. Kemudian sitokin proinflamasi yang dirilis oleh tubuh mengakibatkan terjadinya badan panas, nyeri menelan disebabkan oleh edema mukosa tonsilla palatina dan pharynx, dan pembesaran kelenjar leher terjadi akibat penjalaran infeksi melalui jalur limfogen ke kelenjar limfe terdekat.Keluhan tersebut kumat-kumatan dan diderita sejak umur 3 th, berarti radang tonsil dan pharynx tersebut termasuk proses radang kronis. Penderita sudah berobat ke puskesmas setempat beberapa kali, tapi belum ada perbaikan mungkin dikarenakan ISPA yang berulang sehingga inflamasi pada tonsil dan pharynx juga kembali terjadi secara berulang. Suara serak yang kemudian muncul menandakan bahwa plica vocalis yang hiperemis dan edema terjadi sebagai akibat penjalaran proses inflamasi yang telah sampai pada larynx.Mukosa edem, hiperemi, beringus pada hidung merupakan tanda inflamasi pada hidung yang terjadi akibat ISPA berulang.Membrana timpani retraksi pada telinga terjadi akibat tekanan negative pada cavum tympani sebagai konsekuensi dari obstruksi tuba akibat pembesaran adenoid yang menutup OPTAE di nasopharynx.Pembesaran tonsil T2-T2 fibrosis menandakan tonsillitis yang berulang sehingga dalam proses penyembuhan jaringan berubah menjadi jaringan parut. Tonsilla palatine yang terdapat banyak cripte menyebabkan sisa makanan mudah tersangkut sehingga menjadi predisposisi terjadinya infeksi. Cripte melebar terdapat detritus menjadi penanda sisa-sisa infeksi. Adenoid tampak menonjolmerupakan akibat dari hipertrofi adenoid yang kemudian menutup OPTAE, selain itu terdapat kemungkinan inflamasi akibat penjalaran infeksi yang ditandai oleh hiperemi adenoid. Mukosa faring hiperemis merupakan tanda terjadinya penjalaran infeksi dan inflamasi ke pharynx.Pemeriksaan ASTO= +, menunjukkan bahwa infeksi terjadi akibat bakteri Streptococcus beta haemolyticus yang sering menyebabkan tonsillitis. Lekositosis, LED meningkat menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium yang merujuk kepada proses infeksi. Adanya infeksi meningkatkan system pertahanan tubuh, sehingga terjadi peningkatan leukosit, sehingga kemudian juga meningkatkan jumlah komponen sel darah dalam plasma, sehingga darah lebih cepat mengendap. Dugaan terjadinya hipertrofi adenoid juga semakin kuat karena pada pemeriksaan rontgen nasofaring terlihat adenoid membesar.Penatalaksanaan pasien dalam kasus dapat berupa terapi kausatif, simtomatik, dan suportif atau rehabilitatif. Terapi kausatif dapat berupa antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab dan tonsilektomi. Terapi simtomatik berupa analgesik dan antipiretik, serta terapi suportif berupa obat kumur untuk menjaga kebersihan oral.

2.2.5.DIFFERENTIAL DIAGNOSTIC TONSILITIS AKUTProses patologis tonsillitis akut (Adams, 1997):1. Peradangan biasa daerah tonsila saja.2. Pembentukan eksudat.3. Selulitis tonsilla dan daerah sekitarnya.4. Pembentukan abses peritonsilar.5. Nekrosis jaringan.Tonsillitis ViralGejalanya lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein-Barr (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Tonsilitis BakterialEtiologiKuman grup A Streptococcus haemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, Streptokokus viridian, dan Streptococcus pyogenes (Rusmardjono & Soepardi, 2007).PatofisiologiInfiltrasi bakteri pada lapisan epitel menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit PMN sehingga terbentuk detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri mati, dan epitel yang terlepas. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis. Bila bercak menjadi satu membentuk alur akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus juga dapat melebar membentuk pseudomembran yang menutup tonsil (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Gejala dan TandaMasa inkubasi 2-4 hari. Sering ditemukan nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam tinggi, rasa lesu, nyeri sendi, tidak nafsu makan dan otalgia. Otalgia terjadi karena nyeri alih melalui N. IX. Tonsil tampak membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh pseudomembran. Kelenjar submandibula bengkak dan nyeri tekan (Rusmardjono & Soepardi, 2007).TerapiAntibiotika spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan (Rusmardjono & Soepardi, 2007).KomplikasiPada anak sering menimbulkan otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronchitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, arthritis serta septikemia akibat infeksi v. jugularis interna (sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil mengakibatkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena sleep apnea (Rusmardjono & Soepardi, 2007).

Tonsilolaringitis

BAB IIIDIAGNOSIS

A. TONSILITIS KRONIS1. DefinisiTonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatine yang sifatnya menahun.Tonsilitis kronis dapat berasal dari tonsilitis akut yang dibiarkan saja atau karena pengobatan yang tidak sempurna, dapat juga karena penyebaran infeksi dari tempat lain, misalnya karena adanya secret dari infeksi di sinus dan di hidung (sinusistis kronis dan rhinitis kronik), atau karies gigi.Pada sinusitis kronik dan rhinitis kronik terdapat sekret dihidung yang mengandung kuman penyakit.Sekret tersebut kontak dengan permukaan tonsil. Sedangkan penyebaran infeksinya adalah secara hematogen maupun secara limfogen ke tempat jaringan yang lain. Adapun yang dimaksud kronik adalah apabila terjadi perubahan histologik pada tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotic dan dikelilingi oleh zona selsel radang (Rivai L. dalam Boedi Siswantoro, 2003). Mikroabses pada tonsillitis kronis maka tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organorgan lain,seperti sendi, ginjal, jantung dan lainlain (Mawson S, 1987 dalam Boedi Siswantoro, 2003).Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman didalam tubuh dimana kuman / produk produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan panyakit (Pradono AP, 1978dalam Boedi Siswantoro, 2003). Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi.Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan.Penyebaran jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen.Fokal infeksi secara periodic menyebabkan bakterimia atau toksemia (Ahmad A, 1988dalam Boedi Siswantoro, 2003).Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah.Kuman kuman yang masuk ke dalam aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh.Darah merupakan jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas - batas tertentu untuk membunuh kuman - kuman karena adanya imun respon.Maka dalam tubuh sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit sampai beberapa jam setelah tindakan (Boedi Siswantoro, 2003). Paradise et all (2002) mendapatkan hasil dari 58 penderita yang dilakukan tonsilektomi pada anak anak terbanyak pada kelompok usia 7 - 15 tahun yaitu sebesar 30%. Sedangkan pada penelitian Sing T (2007) yang dilakukan di poli THT Rumah Sakit Sarawak, Malaysia, terdapat sebanyak 657 penderita tonsilitis kronis dan terbanyak pada usia 14 tahun yaitu sebesar 58%. Pada penelitian Sing T (2002) mendapatkan laki laki 342orang (52%) dan wanita 315orang (48%). Farokah (2005) mendapatkan hasil penelitian laki laki 145 orang (48,2%) dan perempuan 156 orang (51,8%).

2. Etiologi Tonsilitis Kronis

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkankerusakan permanen pada tonsilatau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif (Kazzi AA, 2002 ; Arif Mansyoer dkk, 2001). Berdasarkan penelitianyang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak ditemukan pada jaringantonsil adalah Streptococcus hemolyticus. Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob. Pada hasil penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis bakteri penyebab tonsilofaringitis kronis yaitu Streptococcus alpha, Staphylococcus aurius, Streptococcus hemolyticus group A, Enterobacter, Streptococcus pneumonie, Pseudomonas aeroginosa, Klabsiela sp., Escherichea coli, Staphylococcus epidermidis(Suyitno S, Sadeli S, 1995 dalam Farokah 2005). Meskipun tonsilitis kronis dapat disebabkan berbagai bakteri namun streptococcus hemolyticus group A perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit sendi rematik dan glomerulonefritis.

3. Faktor Predisposisi Tonsilitis KronisAdapun faktor predisposisi dari Tonsilitis Kronis yaitu :Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat Higiene mulut yang buruk Pengaruh cuacaKelelahan fisikMerokok Makanan

4. Patofisiologi Proses radang berulang menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga diganti dengan jaringan parut yang mengalami pengerutan sehingga kripti melebar, yang kemudian diisi dengan detritus. Proses ini berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan melekat dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembengkakan kelenjar submandibula (Rusmardjono & Soepardi, 2007).

5. Gejala dan Tanda Klinis Tonsilitis KronisTonsil membesar, permukaan tidak rata, kriptus melebar, diisi oleh detritus. Rasa tenggorok mengganjal, kering, napas berbau (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, kadang kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang meriang. Tanda klinik pada tonsilitis kronis adalah (Primara IW,1999 dalam Boedi Siswantoro, 2003) : Pilar/plika anterior hiperemisKripte tonsil melebarPembesaran kelenjar sub angulus mandibular teraba Muara kripte terisi pusTonsil tertanam atau membesarTanda klinik tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripte melebar dan pembesaran kelenjar sub angulus mandibula. Gabungan tanda klinik yang sering muncul adalah kripte melebar, pembesaran kelenjar angulus mandibula dan tonsil tertanam atau membesar (Boedi Siswantoro, 2003).

6. Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis Kronis

Dari pemeriksaan dapat dijumpai :- Dapat membesar bervariasi.- Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil- Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju- Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, tanda ini merupakan tanda penting untuk menegakkan diagnosa infeksi kronis pada tonsil.

Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar (hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi), terutama pada dewasa, kripte melebar detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula (Aritomoyo D, 1980 dalam Farokah 2005). Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 T4 :T1: batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilaranterior uvula T2: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior uvula sampai jarak anterior uvula T3: batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior uvula sampai jarak pilar anterior uvula T4: batas medial tonsil melewati jarak anterior uvula sampai uvula atau lebih

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale.Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis.Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu secara mikrobiologi.Pemeriksaan dengan antimikroba sering gagal untuk segeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil.Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi anitbiotika yang inadekuat.7. Pengobatan pada Tonsilitis Kronis

Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik.Oleh sebab itu, penanganan yang efektif bergantung pada identifikasibakteri penyebab dalam parenkim tonsil. Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuanterapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes diagnostic yang menjanjikan (Kote Noordhianta, Tonny B S dan Lina Lasminingrum, 2009). Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotic sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis Cephaleksin ditambah Metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononucleosis atau absees), amoksisilin dengan asam clavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis).Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Arsyad Soepardi E dkk, 2007).Kriteria tonsilitis kronis yang memerlukan tindakan tonsilektomi, umumnya diambil berdasarkan frekuensi serangan tonsilitis akut dalam setahun yaitu tonsilitis akut berulang 3 kali atau lebih dalam setahun atau sakit tenggorokan 4 6 kali setahun tanpa memperhatikan jumlah serangan tonsilitis akut. Perlu diketahui, pada tonsilitis kronik, pemberian antibiotik akan menurunkan jumlah kuman patogen yang ditemukan pada permukaan tonsil tetapi ternyata, setelah dilakukan pemeriksaan bagian dalam tonsil paska tonsilektomi, ditemukan jenis kuman patogen yang sama bahkan lebih banyak dari hasil pemeriksaan di permukaan tonsil sebelum pemberian antibiotic (Amarudin T, Christanto A, 1999).

Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Indikasi-indikasi untuk tonsilektomi yang hampir absolut adalah berikut ini (Adams, 1997): Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronik. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma). Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.

Non-indikasi dan kontraindikasi untuk tonsilektomi adalah dibawah ini (Adams, 1997): Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang. Infeksi sistemik atau kronis. Demam yang tidak diketahui penyebabnya. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi. Rhinitis alergika. Asma Diskrasia darah Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh. Tonus otot yang lemah. Sinusitis

8. Komplikasi Tonsilitis Kronis

Komplikasi pada daerah sekitar berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh secara hematogen atau limfogen berupa endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis (Rusmardjono & Soepardi, 2007).

Komplikasi secara kontinuitatum kedaerah sekitar berupa rhinitis kronis, sinusitis dan otitis media. Komplikasi secara hematogen atau limfogen keorgan yang jauh dari tonsil seperti endokarditis, arthiritis, miositis, uveitis, nefritis, dermatitis, urtikari, furunkolitis,dll (Arif Mansyoer dkk, 2001). Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Arsyad Soepardi E dkk, 2007).

9. Prognosa

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif.Menangani gejala gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman.Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.Gejala gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus.Pada kasus kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.

10. Pencegahan

Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang orang yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain.

BAB IVKESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, pasien pada skenario di diagnosis mengalami tonsilitis kronis. Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatine yang sifatnya menahun.Tonsilitis kronis dapat berasal dari tonsilitis akut yang dibiarkan saja atau karena pengobatan yang tidak sempurna.Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkankerusakan permanen pada tonsilatau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif.Adapun faktor predisposisi dari Tonsilitis Kronis yaitu Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat, Higiene mulut yang buruk, Pengaruh cuaca, Kelelahan fisik, Merokok, Makanan. Proses radang berulang menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga diganti dengan jaringan parut yang mengalami pengerutan sehingga kripti melebar, yang kemudian diisi dengan detritus. Proses ini berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan melekat dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembengkakan kelenjar submandibula. Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, kadang kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang meriang. Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar (hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi), terutama pada dewasa, kripte melebar detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula.Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotic sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis Cephaleksin ditambah Metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononucleosis atau absees), amoksisilin dengan asam clavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis).Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.Kriteria tonsilitis kronis yang memerlukan tindakan tonsilektomi, umumnya diambil berdasarkan frekuensi serangan tonsilitis akut dalam setahun yaitu tonsilitis akut berulang 3 kali atau lebih dalam setahun atau sakit tenggorokan 4 6 kali setahun tanpa memperhatikan jumlah serangan tonsilitis akut. Perlu diketahui, pada tonsilitis kronik, pemberian antibiotik akan menurunkan jumlah kuman patogen yang ditemukan pada permukaan tonsil tetapi ternyata, setelah dilakukan pemeriksaan bagian dalam tonsil paska tonsilektomi, ditemukan jenis kuman patogen yang sama bahkan lebih banyak dari hasil pemeriksaan di permukaan tonsil sebelum pemberian antibiotic

DAFTAR PUSTAKA

Boies, Lawrence R dkk. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGCDjaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Telinga Hidung Tenggorokan, cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, E/11. Jakarta: EGC.Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Jakarta: Media Aeskulapius.Moore. Keith L dan Anne R Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : HipokratesSoepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Dan Leher. Jakarta : FKUISudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, E/5. Jakarta: Interna Publishing.

7