tonsilitis kronis

13
1. Tonsil Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kriptus di dalamnya. Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut : Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus dan arcus glossopharingicus. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva. Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum. Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina, Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin

Upload: lazargport

Post on 23-Jun-2015

1.886 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: tonsilitis kronis

1. Tonsil

Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di

bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel

permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kriptus

di dalamnya.

Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi sebagai berikut :

Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.

Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus

glossopalatinus dan arcus glossopharingicus.

Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.

Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba

auditiva.

Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.

Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina, Tonsilla

pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran

nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin waldeyer. Kumpulan

jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe

pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada

umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu

sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan,

minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis dimana

didaerah faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu bentuknya

tidak datar, sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan demikian

kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan

penyusun cincin waldeyer itu semakin besar.

Page 2: tonsilitis kronis

2. Anatomi Tonsil Palatina

Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari cincin

waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil

pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar

posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas dipermukaan

oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang

tersusun vertical dan di atas melekat pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar

tengkorak. Otot ini meluas ke bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih

penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai

otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior akan

berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring. Adapun struktur

yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah :

Anterior : arcus palatoglossus

Posterior : arcus palatopharyngeus

Superior : palatum mole

Inferior : 1/3 posterior lidah

Medial : ruang orofaring

Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh

jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan

lateral tonsila.

Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-

30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris,

daerah yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil

terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali

makan.

Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat

meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi

hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah

hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada

jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu :

Page 3: tonsilitis kronis

1) Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan

limfa.

2) Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.

3) Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai

stadium.

3. Vaskularisasi dan Aliran Getah Bening

Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna yaitu: a.

maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan a. palatina asenden,

a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina desenden, a. lingualis dengan

cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di

bagian luar m. konstriktor superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole.

Arteri palatina asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior

menuju tonsil. Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian

luar m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim

cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior. Arteri palatina desenden atau a.

palatina posterior atau lesser palatina artery member vaskularisasi tonsil dan palatum mole

dari atas dan membentuk anastomosis dengan a. palatina asenden. vena-vena dari tonsil

membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.

Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju ke rangkaian getah bening servikal

profunda (deep jugular node) bagian posterior di bawah m. sternokleidomastoideus.

Selanjutnya ke kelenjar thoraks dan akhirnya menuju duktuli thorasikus. Infeksi dapat

menuju ke semua bagian tubuh melalui perjalanan aliran getah bening.

4. Innervasi

Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf v melalui ganglion

sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX). Pemotongan pada n. IX

menyebabkan anastesia pada semua bagian tonsil.

5. Imunologi tonsil

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2 % dari

keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah

50%:50%, sedangkan di darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat system imun kompleks

yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrite dan APCs (antigen presenting

Page 4: tonsilitis kronis

cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis

immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel

pembawa IgG.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1.)

menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2.) sebagai organ utama

produksi antibody dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

6. Tonsillitis kronis

Tonsillitis kronis adalah peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil

yang umumnya didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya

sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili dan sebagainya.

Tonsillitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak

jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan membesar

disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila tonsil ditekan keluar

detritus.

6.1. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Organisme penyebab tonsillitis kronis sama dengan tonsillitis akut yaitu beta

hemolitikus streptokokus. Infeksi yang berulang-ulang bias menyebabkan terjadinya

pembesaran tonsil melalui parenchyma atau degenerasi fibroid. Tetapi kadang-kadang

kuman dapat berubah menjadi kuman golongan gram negative.

Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah factor predisposisi timbulnya

tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygine

mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang

tidak adekuat.

6.2. Patologi

Terjadinya proses peradangan yang berulang sehingga selain epitel mukosa juga

jaringan limfoid mengalami pengikisan maka pada proses penyembuhan jaringan limfoid

akan diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kriptus

menjadi lebar. Secara klinis, kriptus ini tampak diisi oleh detritus. Jika proses berjalan

terus yang dapat menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan

Page 5: tonsilitis kronis

jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-anak proses ini dapat disertai dengan

pembesaran kelenjar limfe submandibula.

6.3. Manifestasi klinik

Pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa

kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan

permukaan yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.

Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.) gejala local,

yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit

menelan, 2.) gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam

subfebris, nyeri otot dan persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya

(tonsillitis folikularis kronis), udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa

kronis), tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior

hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak

antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil,

maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnose

tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :

1. Leukosit ↑

2. Hemoglobin ↓

3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas.

6.4. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah :

Page 6: tonsilitis kronis

1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang

menutupi tonsil (tonsillitis membranosa)

a. Tonsillitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang

yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer

antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat

dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3

golongan besar, umum, local dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama

seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu

makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala local

yang tampak berupa tonsi membengkak ditutupi bercak putih kotor yang

makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat

pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat

eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada

jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf

cranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan

serta pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan

kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi.

Pada pemeriksaan tampak membrane putih keabuan di tonsil, uvula, dinding

faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis.

Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.

c. Mononucleosis infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membrane semu yang

menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran

kelenjar limfe leher, ketiak dan region inguinal. Gambaran darah khas yaitu

terdapat leukosit mononucleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain

adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah

merah domba (Reaksi Paul Bunnel).

Page 7: tonsilitis kronis

2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus

a. Faringitis Tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien buruk

karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di tenggorok,

nyeri di telinga (Otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.

b. Faringitis Luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau

tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superficial yang sembuh

disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa

mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

c. Lepra

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian

menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan

timbulnya jaringan ikat.

d. Aktinomikosis Faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa

mengalami ulserasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat

mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superficial, dengan dasar

jaringan granulasi yang lunak.

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri

tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan

serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsy.

6.5. Penatalaksanaan

Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan

pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan

medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan

medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha

untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil

tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang.

Page 8: tonsilitis kronis

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head and

Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :

1. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi

yang adekuat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofacial.

3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas,

sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.

4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

hilang dengan pengobatan.

5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

6. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptokokus beta

hemolitikus.

7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

8. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

6.6. Komplikasi

Komplikasi tonsillitis kronis meliputi komplikasi local dan sistemik.

a. Komplikasi Lokal

Peritonsilitis

Abses pertonsiler (Quinsy)

Abses Parafaringeal

Kista tonsil

Tonsilolith

b. Komplikasi Sistemik yang dapat menyebar secara hematogen dan limfogen.

Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik

Glomerulonefritisarthritis

Nefritis

Iridosiklitis

Dermatitis

Pruritus

Page 9: tonsilitis kronis

Urtikaria

Furunkulosis