tonsilitis difteri

3
TONSILITIS DIFTERI Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung dan kadang pada kulit, konjungtiva, genitalia, dan telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala-gejala lokal dan sistemik, terutama karena eksotoksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme. Difteri didapat melalui kontak dengan karier atau seseorang yang sedang menderita difteri melalui tetesan air liur akibat batuk, bersin atau berbicara. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun, walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini. Penyakit ini lebih sering terjadi pada individu yang tidak diimunisasi atau imunisasi yang tidak adekuat. Frekuensi tonsilitis difteri sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Gambaran klinik tonsilitis difteri dibagi dalam tiga golongan, yaitu: 1. Gejala umum Seperti gejala infeksi lainnya, yaitu kenaikan suhu tubuh (subfebris), nyeri kepala, penurunan nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan. 2. Gejala local Tampak tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu (pseudo membrane). Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus, dan dapat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat

Upload: gian-oktavianto

Post on 19-Jan-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tonsilitis difteri

TRANSCRIPT

Page 1: Tonsilitis Difteri

TONSILITIS DIFTERI

Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.

Infeksi biasanya terdapat pada faring, laring, hidung dan kadang pada kulit, konjungtiva,

genitalia, dan telinga. Infeksi ini menyebabkan gejala-gejala lokal dan sistemik, terutama

karena eksotoksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme. Difteri didapat melalui

kontak dengan karier atau seseorang yang sedang menderita difteri melalui tetesan air

liur akibat batuk, bersin atau berbicara.

Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan

frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun, walaupun pada orang dewasa masih mungkin

menderita penyakit ini. Penyakit ini lebih sering terjadi pada individu yang tidak

diimunisasi atau imunisasi yang tidak adekuat. Frekuensi tonsilitis difteri sudah

menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak.

Gambaran klinik tonsilitis difteri dibagi dalam tiga golongan, yaitu:

1. Gejala umum

Seperti gejala infeksi lainnya, yaitu kenaikan suhu tubuh (subfebris), nyeri

kepala, penurunan nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri

menelan.

2. Gejala local

Tampak tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin

meluas dan bersatu membentuk membrane semu (pseudo membrane). Membran

ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus,

dan dapat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada

dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangannya,

bila infeksi berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak, sedemikian

besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga

Burgemeester’s hals.

3. Gejala akibat eksotoksin

Akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi

miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan

kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan, dan pada ginjal

menimbulkan albuminuria.

Page 2: Tonsilitis Difteri

Diagnosis tonsillitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan

pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membrane

semu dan didapatkan kuma Corynebacterium diptheriae.

Tonsilitis difteri dapat berlangsung cepat, membrane semu menjalar ke laring

dan menyebabkan gejala sumbatan. Semakin muda usia pasien, semakin cepat juga

timbul komplikasi ini. Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung atau

decompensatio cordis. Komplikasi lain tonsillitis difteri adalah kelumpuhan otot

palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring, serta otot laring sehingga

menimbulkan kesulitan menelan, suara parau, dan kelumpuhan otot-otot pernafasan.

Albuminuria terjadi sebagai akibat komplikasi pada ginjal.

Karena penyakit ini menular, penderita harus diisolasi. Perawatan harus istirahat di

tempat tidur selama kurang lebih 2-3 minggu. Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta

gangguan pernafasan yang progresif hal-hal tersebut merupakan indikasi tindakan

trakeostomi. Anti difteri serum (ADS) harus diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur

dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung umur dan beratnya penyakit. Antibiotik;

penisilin atau eritromisin 25-50 mg/kgBB dibagi daam 3 dosis selama 14 hari. Kortikosteroid

diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat

penyulit miokardiopati toksik dengan dosis 1,2 mg/kgBB/hari. Antipiretik dapat diberikan

sebagai terapi simtomatis.