toksisitas

44
PERCOBAAN 6 TOKSISITAS AMFETAMIN DAN SIANIDA 1.1 Tujuan Percobaan Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari manifestasi efek dan toksisitas amfetamin. Melihat pengaruh lingkungan terhadap toksisitas amfetamin. Memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis. Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya manifestasi keracunan sianida dan gejala-gejala keracunan sianida. Mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida. Agar mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan antidote yang tepat. 1.2 Tinjauan Pustaka Toksisitas Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun. Pengertian lain yaitu semua subtansi yang 1

Upload: rizka-pratiwi

Post on 09-Aug-2016

420 views

Category:

Documents


71 download

TRANSCRIPT

Page 1: toksisitas

PERCOBAAN 6

TOKSISITAS AMFETAMIN DAN SIANIDA

1.1 Tujuan Percobaan

Mengetahui dan memahami mekanisme kerja yang mendasari

manifestasi efek dan toksisitas amfetamin.

Melihat pengaruh lingkungan terhadap toksisitas amfetamin.

Memahami bahaya penggunaan amfetamin dan obat sejenis.

Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya manifestasi

keracunan sianida dan gejala-gejala keracunan sianida.

Mengerti mekanisme kerja antidotum untuk sianida.

Agar mahasiswa terampil menangani kasus CN dengan memilihkan

antidote yang tepat.

1.2 Tinjauan Pustaka

Toksisitas

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun. Pengertian lain

yaitu semua subtansi yang digunakan, dibuat, atau hasil dari suatu formulasi dan

produk sampingan yang masuk ke lingkungan dan punya kemampuan untuk

menimbulkan pengaruh negative bagi manusia. Keracunan dapat ditimbulkan oleh

zat kimia ( zat industri, obat, kosmetik, BTM), insektisida, tumbuhan ( jamur),

dan hewan (bisa ular/lebah).

Bentuk toksisitas :

a. Toksisitas fisika : dermatitis, kulit kering, kulit pecah, iritasi, demam dll.

Yang disebabkan oleh radiasi.

b. Toksisitas kimia : disebabkan oleh asam kuat, logam merkuri, dll.

1

Page 2: toksisitas

c. Toksisitas fisiologis : yang mempengaruhi ensim dalam metabolisme.

Semua zat adalah racun yang tegantung dari dosis dan lama kontak. Zat

bersifat racun yang berada dalam tubuh belum tentu bersifat racun karena sangat

tergantung dari kadar zat tersebut dalam tubuh. Konsentrasi zat yang kontak

dalam waktu lamam dan tidak menimbulkan efek toksik disebut ambang batas.

Keracunan :

a. Keracunan akut : terjadi segera disebabkan logam, insektisida, obat dll.

b. Keracunan kronis : terjadi dalam waktu lama dan terjadi penimbunan dalam

tubuh. Keracunan kronis dapat menyebabkan kanker,mutagenic, kerusakan

organ, dll.

Toksisitas Amfetamin

Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem

saraf pusat (SSP) stimulan. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat

secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat

berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil.

Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan

suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas,

attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin

meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan jumlah

neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari

saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan

diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,

meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan

menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-

efek tersebut menjadi berlebihan.

2

Page 3: toksisitas

Amfetamin bisa disalah gunakan selama bertahun-tahun atau digunakan

sewaktu-waktu. Bisa terjadi ketergantungan fisik maupun ketergantungan psikis.

Dulu ketergantungan terhadap amfetaamin timbul jika obat ini diresepkan untuk

menurunkan berat badan, tetapi sekarang penyalahgunaan amfetamin terjadi

karena penyaluran obat yang ilegal. Beberapa amfetamin tidak digunakan untuk

keperluan medis dan beberapa lainnya dibuat dan digunakan secara ilegal.

Di AS, yang paling banyak disalahgunakan adalah metamfetamin.

Penyalahgunaan MDMA sebelumnya tersebar luas di Eropa, dan sekarang telah

mencapai AS. Setelah menelan obat ini, pemakai seringkali pergi ke disko untuk

triping. MDMA mempengaruhi penyerapan ulang serotonin (salah satu

penghantar saraf tubuh) di otak dan diduga menjadi racun bagi sistim saraf

Efek Amfetamin

Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi amfetamin

memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh

amfetamin 10 – 15 jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4 – 8 kali

lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh stimulator-stimulator

tersebut mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam tubuh manusia dan

ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh memberikan

“signal” bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi. Berdasarkan ICD-

10 (The International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan oleh amfetamin

diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang menyebabkan

ketergantungan psikologis).

Efek yang ditimbulkan Amphetamine tipikal digunakan untuk

meningkatkan daya kerja dan untuk menginduksi perasaan euforik. Pelajar yang

belajar untuk ujian, pengendara truk jarak jauh, pekerja yang sering dituntut

3

Page 4: toksisitas

bekerja mengejar deadline, dan atlet. Amphetamine merupakan zat yang adiktif.

Jenis obatobatan yang tergolong kelompok amphetamine adalah :

dextroamphetamine (Dexedrin), methamphetamine dan methylphenidate (Ritalin).

Obat tersebut beredar dengan nama jalanan : crack, ecstasy, ice, crystal meth,

speed, shabu shabu.

Gejala Intoksikasi (keracunan), Sindroma intoksikasi amfetamin serupa

dengan intoksikasi kokain, yaitu Takikardia Dilatasi pupil Peninggian atau

penurunan tekanan darah Berkeringat atau menggigil Mual dan muntah

Penurunan berat badan Agitasi atau retardasi psikomotor Kelemahan otot, depresi

pernapasan, nyeri dada, aritmia jantung Konfusi, kejang, diskinesia, distonia,

koma Gejala Putus Obat Kecemasan Gemetar Mood disforik Letargi Fatigue

Mimpi yang menakutkan Nyeri kepala Berkeringat banyak Kram otot dan

lambung Rasa lapar yang tidak pernah kenyang HALUSINOGEN Halusinogen

disebut sebagai psikodelik atau psikotomimetik karena disamping menyebabkan

halusinasi juga menyebabkan hilangnya kontak dengan realitas dan suatu

perluasan serta peninggian kesadaran.

Gejala Amfetamin

Amfetamin meningkatkan kesiagaan (mengurangi kelelahan), menambah

daya konsentrasi, menurunkan nafsu makan dan memperkuat penampilan fisik.

Obat ini menimbulkan perasaan nyaman atau euforia (perasaan senang yang

berlebihan). Beberapa pecandu amfetamin adalah penderita depresi dan mereka

menggunakan efek peningkat-suasana hati dari amfetamin untuk mengurangi

depresinya sementara waktu. Pada atlet pelari, amfetamin bisa memperbaiki

penampilan fisik, perbedaan sepersekian detik bisa menentukan siapa yang

menjadi juara. Para pengemudi truk jarak jauh menggunakan amfetamin supaya

mereka tetap terjaga.

4

Page 5: toksisitas

Selain merangsang otak, amfetamin juga meningkatkan tekanan darah dan

denyut jantung. Pernah terjadi serangan jantung yang berakibat fatal, bahkan pada

atlet muda yang sehat. Tekanan darah bisa sedemikian tinggi sehingga pembuluh

darah di otak bisa pecah, menyebabkan stroke dan kemungkinan menyebabkan

kelumpuhan dan kematian. Kematian lebih mungkin terjadi jika: - MDMA

digunakan dalam ruangan hangat dengan ventilasi yang kurang - pemakai sangat

aktif secara fisik (misalnya menari dengan cepat) - pemakai berkeringat banyak

dan tidak minum sejumlah cairan yang cukup untuk menggantikan hilangnya

cairan.

Orang yang memiliki kebiasaan menggunakan amfetamin beberapa kali

sehari, dengan segera akan mengalami toleransi Jumlah yang digunakan pada

akhirnya akan meningkat sampai beberapa ratus kali dosis awal. Pada dosis

tertentu, hampir semua pecandu menjadi psikostik, karena amfetamin dapat

menyebabkan kecemasan hebat, paranoia dan gangguan pengertian terhadap

kenyataan hidup.

Reaksi psikotik meliputi halusinasi dengar dan lihat (melihat dan

mendengar benda yang sebenarnya tidak ada) dan merasa sangat berkuasa. Efek

tersebut bisa terjadi pada siapa saja, tetapi yang lebih rentan adalah pengguna

dengan kelainan psikiatrik (misalnya skizofrenia).

Gejala yang berlawanan dengan efek amfetamin terjadi jika amfetamin

secara tiba-tiba pengguna akan menjadi lelah atau mengantuk, yang bisa

berlangsung selama 2-3 hari setelah penggunaan obat dihentikan. Beberapa

pengguna sangat cemas dan gelisah. Pengguna yang juga menderita depresi bisa

menjadi lebih depresi jika obat ini berhenti digunakan.

Mereka menjadi cenderung ingin bunuh diri, tetapi selama beberapa hari

mereka mengalami kekurangan tenaga untuk melakukan usaha bunuh diri. Karena

itu pengguna menahun perlu dirawat di rumah sakit selama timbulnya gejala putus

5

Page 6: toksisitas

obat. Pada pengguna yang mengalami delusi dan halusinasi bisa diberikan obat

anti-psikosa (misalnya klorpromazin), yang akan memberikan efek menenangkan

dan mengurangi ketegangan. Tetapi obat anti-psikosa bisa sangat menurunkan

tekanan darah. Biasanya lingkungan yang tenang dan mendukung bisa membantu

pemulihan pengguna amfetamin.

Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup

melalui tabung. Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS,

SS, ubas, ice, Shabu, Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya.

Amfetamin terdiri dari dua senyawa yang berbeda: dextroamphetamine murni and

pure levoamphetamine.dan levoamphetamine murni. Since dextroamphetamine is

more potent than levoamphetamine, pure Karena dextroamphetamine lebih kuat

daripada levoamphetamine, dextroamphetamine juga lebih kuat daripada

campuran amfetamin.

Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin

termasuk rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya diri.

Perasaan ini bisa bertahan sampai 12 jam.

Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah :

Amfetamin

Metamfetamin

Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam)

Toksisitas Sianida

Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan

tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau

berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN).

Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan dengan mencampur asam

dengan garam sianida dan sering digunakan dalam pembakaran plastik, wool, dan

produk natural dan sintetik lainnya. Keracunan hidrogen sianida dapat

6

Page 7: toksisitas

menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk

garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan ataupun bunuh

diri.

Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh,

lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan

oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam

jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala,

mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar

menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan

kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal.

Dosis lethal (LD 50) dari komponen ini adalah sekitar 2 mg/kg, dengan

menelan 50-75 mg dari garam cyanida ini dapat menyebabkan sulit bernafas

dalam waktu beberapa menit. Hallogen cyanida adalah gas yang mengiritasi dan

dapat menyebabkan oedema paru-paru, air mata kelur terus dan hipersalivasi.

Kebanyakan plastik dan serat acrylic dapat mengeluarkan gas cyanida bila

dibakar. Gas tersebut dapat terhisap melalui pernfasan terabsorpsi melalui kulit

dan dapat menyebabkan terjadinya kematian. Sumber lain dari keracunan cyanida

ialah dengan memakan/termakan cyanogenik glycosida yang terdapat dalam biji

dari buaha-buahan tertentu. Amygdalin, adalah salah satu senyawa cyanogenik

glykosida yang terdapat dalam biji buah apel, peach, plum, apricot, cherry dan biji

almond, dimana amygdalin di hidrolisa menjadi hidrogen cyanida.

Mekanisme toksisitas sianida

Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++). Tubuh

yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh

cyanida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim

7

Page 8: toksisitas

cytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-a3 komplek dan sistem

transport elektron. Bilamana cyanida mengikat enzim komplek tersebut, transport

elektron akan terhambat yaitu transport elektron dari cytochrom a3 ke molekul

oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh

sel dan mengikut racun PO2.

Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan

kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam cytochrom dalam siklus respirasi.

Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama proses itu masih

bergantung pada cytochrom oksidase yang merupakan tahap akhir dari proses

phoporilasi oksidatif.

Selama siklus metabolisme masih bergantung pada sistem transport

elektron, sel tidak mampu menggunakan oksigen sehingga menyebabkan

penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik seluler

hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan normal tetapi

sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan keracunan CO dimana

terjadinya jarinngan hipoksia karena kekurangan jumlah oksigen yang masuk. Jadi

kesimpulannya adalah penderita keracunan cyanida disebabkan oleh ketidak

mampuan jaringan menggunakan oksigen tersebut.

Gejala Klinis

Sianida menyebabkan keracunan yang sangat cepat dan dapat menyebabkan

kematian dalam waktu beberapa menit. Terjadinya gejala keracunan cyanida

bergantung pada jenis cyanidanya. Gas hidrogen cyanida adalah paling beracun

dan gejalanya timbul dalam beberapa detik dan kematian terjadi dalam beberapa

menit. Bila garam cyanida termakan, gejalanya tidak cepat terlihat, karena bahan

kimia tersebut diabsorpsi secara lambat. Derajat keparahan bergantung pada

jumlah/dosis yang masuk kedalam tubuh. Gejala yang terlihat pada keracunan

8

Page 9: toksisitas

sedang adalah sebatas pada kelemahan penderita, sakit kepala, mual dan muntah.

Gejala tersebut terjadi dengan cepat dan terlihat tidak spesifik.

Pada umumnya hipoksia seluler yang disebabkan oleh keracunan cyanida

dapat menyebabkan kematian sel, tetapi kekurangan oksigen pada sel tertentu

pada aortik dan karotik adalah penyebab utama dari kematian sel tersebut. Hal ini

menyebabkan gejala piperpnea, yang diikuti dengan dyspnea. Terjadinya nausea

dan vomitus mungkin disebabkan karena iritasi pada mukosa gastro-intestinal

oleh garan cyanida tersebut.

Begitu konsentrasi cyanida dalam darah meningkat, laju respirasi menjadi

lambat (menurun) dan terjadi sesak nafas, tetapi cyanosis biasanya tidak

ditemukan. Konsentrasi cyanida dalam darah meningkat, kekurangan oksigen

pada otak terjadi dan timbul kejang-kejang hipoksia dan kemudian diikuti dengan

kematian karena nafas terhenti

Pengobatan

Pada kejadian keracunan akut sulit dapat ditolong. Pengobatan terutama

ditujukan untuk menurunkan jumlah cyanida yang terikat dalam jaringan.

Antidotum yang dapat digunakan yaitu :

Natrium Tiosulfat

Berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar. Mengkilap

dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33°C.

Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air

dan tidak larut dalam etanol.

Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida

menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase,

yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan

dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan

9

Page 10: toksisitas

uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan

dengan hidroksokobalamin.

Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi

tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti 37 beta-

merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan

sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida

merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya akan

masuk ka mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat mungkin muncul sendiri

pada kasus keparahan ringan sampai sedang, sebaiknya diberikan bersama antidot

lain dalam kasus keracunan parah. Ini juga merupakan pilihan antidot saat

diagnosis intoksikasi sianida tidak terjadi, misalnya pada kasus penghirupan asap

rokok. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsic nontoksik tetapi produk

detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas

pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v.

biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas.

Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida. Antidot

ini diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tidak ada efek samping yang

ditimbulkan oleh tiosulfat, namun tiosianat memberikan efek samping seperti

gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Dosis untuk

anak-anak didasarkan pada berat badan.

Natrium Nitrit

Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi

nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih

tinggi pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial

menyebabkan methemoglobin daripada sitokrom oksidase. Efek samping dari

penggunaan nitrit meliputi pembentukan formasi methemoglobin, vasodilatasi,

hipotensi, dan takikardi. Mencegah pembentukkan formasi yang cepat, monitoring

tekanan darah, dan pemberian dosis yang tepat akan mengurangi terjadinya efek

samping. Ketika dilakukan terapi dengan nitrit, lihat konsentrasi hemoglobin.

10

Page 11: toksisitas

Tetapi jangan menunda terapi ketika menunggu hasil pengukuran kadar

hemoglobin.

Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi

merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida

bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian

akan mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan

detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari

satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5%.

Pemberian dosis tunggal nitrit secara intravena dapat menghasilkan

tingkatmethemoglobin sekitar 20-30%.

1.3 Alat dan Bahan

a. Alat

Jarum suntik

Stopwatch

Timbangan hewan

Meja

Kandang hewan tunggal

b. Bahan

Mencit

Tikus

NaCl fisiologis

Amfetamin

NaCN

Na2S2O3

NaNO2

11

Page 12: toksisitas

1.4 Prosedur Kerja

a. Toksisitas Amfetamin

1) Timbang dan tandai hewan untuk tiap kelompok

2) Hitung VAO untuk masing-masing hewan dan berikan obat secara

ip, untuk kelompok 1,2, dan 3 menggunakan amfetamin dengan

dosis 10 mg/kg BB. Untuk kelompok 1 juga diberi mencit control

dengan pemberian Nacl fisiologis. Kelompok 3, 4, dan 5

menggunakan amfetamin dengan dosis 20 mg/kg BB. Consentrasi

dari obat amfetamin ini adalah 1 mg/mL

3) Setelah dsuntikkan, letakkan diatas meja. Untuk kelompok 1

tersendiri. Untuk kelompok 2 dan 3 digabung dalam satu meja.

Untuk kelompok 4, 5, dan 6 digabung dalam satu meja.

4) Amati dan catat waktu terjadinya manifestasi efek amfetamin pada

hewan percobaan.

5) Bahas hasil percobaan dan ambil suatu kesimpulan.

b. Toksisitas Sianida

1) Timbang dan tandai hewan untuk tiap kelompok

2) Hitung VAO untuk masing-masing hewan.

3) Selanjutnya lakukan hal seperti tercantum pada table

4) Amati gejala yang timbul berdasarkan parameter yang telah

ditentukan,catat waktu timbulnya gejala tersebut

5) Tabelkan hasil percobaan

6) Bahas hasil percobaan dan ambil suatu kesimpulan

7)

12

Page 13: toksisitas

1.5 Hasil dan Pembahasan

Perhitungan :

Perhitungan dosis amfetamin :

Dosis : 10 mg/kgBB

Konsentrasi : 1 mg/ml

BB : 29 g (0,029 kg)

VAO = Berat (kg ) x Dosis (mg /kgBB)

Konsentrasi(mg /ml)

= 0,029 kg x10mg /kgBB

1 mg /ml = 0,29 ml

Perhitungan dosis NaNO2, NaCN, dan Na2S2O3

Dosis : 20 mg/kgBB

Konsentrasi : 20% = 0,2 g/100 ml (2 mg/ml)

BB : 21 g (0,021 kg)

VAO = Berat (kg ) x Dosis (mg /kgBB)

Konsentrasi(mg /ml)

= 0,021 kg x20mg /kgBB

2 mg /ml = 0,21 ml

13

Page 14: toksisitas

a. Hasil

Tabel hasil pengamatan amfetamin :

Parameter I II III IV V VI

Tremor

Konvulsi

Mati

5'10"

5'12"

9'10"

-

8'15"

-

-

Aktivitas motorik ↑

Laju pernapasan ↑

Grooming

Bertengkar

Rangsangan thd bunyi

-

1'4"

1'26"

10'46"

27'30"

3'31"

-

-

-

8'45"

-

1'2"

2'5"

16'1"

17'52"

5'24"

42'40"

-

-

1'13"

4'25"

12'49"

27'55"

18'1"

-

-

-

3'30"

8'14"

1'51"

33'6"

21'2"

1'29"

-

-

3'

7'

22'

29'

19'

-

14

Page 15: toksisitas

Tabel hasil pengamatan sianida :

Parameter I II III IV V VI1' 1'45" -

6'20" 2'51" 2'6'40" 45" -

- 54" 3'45"- 2'52" 3'- 11' -

7'58" 5'57" -- 11' 7'25"- - -2' 30'40" 12'

36' 6'02" -3' 30" -

30'' - 20'36"3' - -3' 5" -- 25' 2'- 56" -- 26'35" 5'30"- 3'40" -

36'20" 2'03" -9'4" 4'42" -

- 5' 5"24'45" 39'52" 10'42"

1' - -13'12" 56" -

19' 31'56" 5'20"- - -- - -- 5'52"- -

17'30" - -- - -- - -- - -

23'20" - -2' - 14'20" -- 41'36" 15'18"

Telinga menempel

Respon sakit berkurang

Urinasi

Kejang

-

52"

Tenang

Nafas sesak

Mencacah perut

Mata redup, ekor pucat

Geliat

Hiperaktif

Mengusap muka

Diam di tempat

Tremor

Perut & dada

Letih nafas & perut

Menggaruk mulut

Gemetaran

Biru, mulut kering

1'

-

10'12"

-

-

-

-

2'

-

7'25"

17'58"

9'52"

-

-

26'50"

-

-

-

1'

3'

8'

24'30"

-

-

-

15'20"

-

29'40"

-

-

9'38"

52"

-

52"-

-

-

-

-

52"

9'47"

52"

19'11"

52"

52"

13'56"

13'37"

15'43"

52"

-

52"

15

Page 16: toksisitas

b. Pembahasan

Pada percobaan ini mencit dibagi menjadi beberapa kelompok. Salah satu

senyawa obat yang saat ini menjadi lebih tren karena penggunaan yang disalah

gunakan adalah amfetamin. Obat ini termasuk yang paling banyak dipakai untuk

mendapatkan efek halusinasi. Tentunya dengan pemakain diatas dosis maksimal.

Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano C≡N. Efek dari

sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu

beberapa menit.

Pada praktikum kali ini menguji toksisitas dua obat sekaligus yakni

toksisitas amfetamin dan juga toksisitas sianida. Dimana pada toksisitas kami

menggunakan 1 ekor mencit dan 1 ekor mencit . Untuk toksisitas amfetamin kami

menggunakan mencit sebagai uji perlakuan, sedangkan untuk toksisitas sianida

kami menggunakan 1 ekor mencit sekaligus sebagai uji perlakuan.

Pertama-tama mencit ditimbang bobot badannya, hal ini dilakukan untuk

perhitungan dosis obat yang nantinya akan diberikan kepada masing-masing

mencit. Kelompok pertama adalah mencit yang hanya diberikan NaCl fisiologis

karena sebagai kelompok kontrol pada praktikum kali ini.

Kelompok yang kedua dan ketiga kelompok mencit yang diberikan obat

amfetamin secara intraperitoneal. Kelompok kedua diberikan obat amfetamin

dosisnya sebanyak 10 mg/kgBB, sedangkan untuk kelompok ketiga diberikan

amfetamin yakni dosisnya sebanyak 10 mg/kgBB juga.

Pada kelompok 4, 5 dan 6 dengan dosis 20 mg/kgBB. Untuk kelompok 2, 3,

5, dan 6 tempatkan hewan percobaan masing-masing dalam satu kandang

sedangkan untuk kelompok 1 dan 4 tempatkan dalam kandang terpisah yang

masing-masingnya berisi satu hewan. Amati dan catat waktu terjadinya

manifestasi efek amfetamin pada percobaan.

16

Page 17: toksisitas

Amfetamin bekerja dengan merangsang susunan saraf pusat melepaskan

katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat dan

menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter entecholamin, termasuk

dopamin. Sehingga neurotransmiter tetap berada dalam sinaps dengan konsentrasi

lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem

saraf akan berpengaruh terhadap perangsangan yang diberikan.

Efek yang ditimbulkan dari amfetamin ini adalah dimana pada susunan saraf

pusat : penyebab utama efek amfetamin barangkali karena pelepasan dopamin

bukan norepinefrin. Amfetamin memacu sumbu serebrospinalis keseluruhan,

korteks, batang otak (sambungan otak) dan medula. Ini meningkatkan kesiagaan,

berkurangnya keletihan, menekan nafsu makan dan insomnia. Pada dosis tinggi

dapat terjadi kejang. Karena efek stimulan pada SSP, amfetamin dan derivatnya

digunakan dalam terapi depresi, hiperaktivitas pada anak, narkolepsi dan pengatur

nafsu makan. Sedangkan pada susunan saraf simpatik : selain kerjanya pada SSP,

amfetamin mempengaruhi sistem adrenergik, memacu reseptor secara tidak

langsung melalui pelepasan norepinefrin.

Amfetamin diabsorbsi sempurna dalam saluran pencernaan, dimetabolisme

hati dan dikeluarkan dalam urine. Penyalahgunaan amfetamin sering

menggunakan obat dengan suntikan intravena atau merokok.

Dan untuk percobaan toksisitas sianida kami masing-masing menggunakan

satu ekor mencit dalam percobaan. Kecuali untuk kelompok 1 dan 4, kelompok

mereka menggunakan 2 mencit. Pada kelompok kami mendapatkan obat NaCN

0,2 % yang dosisnya sebesar 20 mg/kgBB secara oral, dan obat NaNO2 0,2 %

yang dosisnya sebesar 20 mg/kgBB juga secara subkutan, dan Na2S2O3 secara

intraperitoneal.

Setelah diberikan obat pada masing-masing hewan uji diamati parameter

tiap menit apa yang terjadi. Maka didapatlah hasil parameter yang berbeda-beda.

17

Page 18: toksisitas

Karena respon yang terjadi tiap mencit berbeda. Yakni karena pemberian obat

yang berbeda secara oral dan subkutan pada tikus.

Maka didapatlah parameter-parameter yang berbeda tiap mencit kelompok,

parameter yang diamati diantaranya : aktivitas motoric meningkat, laju pernafasan

meningkat, grooming, bertengkar, rangsangan terhadap bunyi, tremor, konvulsi,

nafas sesak, mencacahkan perut, menggaruk mulut, mata redup dan ekor pucat.

Dalam praktikum ini kita harus teliti yang dalam mengamati tiap parameter

yang terjadi pada tikus percobaan, agar tidak salah dalam mengambil data hasil

percobaan, agar kita juga tau apa perbedaan efek dari masing-masing obat yang

digunakan sehingga bermanfaat buat kita semua.

Keracunan sianida berarti meningkatkan keberadaan zat beracun sianida di

sel sasaran, di mana terjadi translokasi sianida dari jalan masuk ke tempat

reseptornya. Hal ini menyebabkan perubahan sianida menjadi produk aktif yang

stabil, sehingga dapat menimbulkan gejala efek toksik mulai dari jantung

berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang bahkan sampai mematikan.

Keadaan ini mengakibatkan gejala efek toksik yang dapat teramati mula bisa

diukur waktunya sejak mencit kehilangan kesadaran, gagal nafas, kejan sampai

saat kematian. Mekanisme yang memperantarai keracunan adalah sianida bereaksi

dengan sejumlah enzim yang mengandung logam, seperti feri sitokrom oksidase.

Karena metabolisme aerob tergantung pada sistem enzim ini, maka jaringan tidak

dapat lagi menggunakan oksigen dan jaringan itu mengalami hipoksia. Sianida

menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada

bagian sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal

akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung. Hasilnya,

selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP

tidak lagi dibentuk, sehingga dapat terjadi gagal nafas, kejang dan akhirnya

mematikan.

18

Page 19: toksisitas

Pemberian antidot untuk keracunan sianida dalam penelitian ini

menggunakan kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit. Sebagai antidotum,

natrium tiosulfat memiliki jarak ketoksikan dosis yang lebih lebar bila

dibandingkan dengan natrium nitrit (dosis yang besar sampai 1125 mg/KgBB

yang pernah dicobakan tidak memberikan efek kematian pada hewan uji). Dosis

yang dipilih berdasarkan dosis terapi antidotum yang akan digunakan dalam

penelitian penawaracunan sianida dengan jalur pemberian secara intraperitoneal.

Pada praktikum ini dosis natrium tiosulfat yang dipilih berdasarkan

orientasi, yaitu dosis yang tidak menyebabkan kematian pada subyek uji mencit

(20 mg/KgBB).

19

Page 20: toksisitas

1.6 Kesimpulan

Obat adalah suatu bahan yang berbentuk padat atau cair atau gas yang

menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan fisik dan atau psykologik

pada tubuh.

Hampir semua obat berpengaruh terhadap sistem saraf pusat. Obat

tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat mempengaruhi pikiran

seseorang yaitu perasaan atau tingkah laku, hal ini disebut obat

psykoaktif.

Obat yang berbahaya yang termasuk dalam kelompok obat yang

berpengaruh pada system saraf pusat(SSP/CNS) adalah obat yang dapat

menimbulkan ketagihan/adiksi(drug addict).

Amfetamin  dan derivatnya yaitu MA (metamfetamin) dan MDMA

(methylene-dioxy-meth-amfetamine).

Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan

katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat

dan menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter

entecholamin, termasuk dopamin.

Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano C≡N.

Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian

dalam jangka waktu beberapa menit.

Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dengan buatan manusia.

Contohnya adalah HCN (Hidrogen Sianida) dan KCN.

Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang

timbul secara progresif.

Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari :

Dosis sianida

Banyaknya paparan

Jenis paparan

Tipe komponen dari sianida

20

Page 21: toksisitas

Strategi pertama yang dilakukan saat terdapat gejala keracunan sianida

adalah :

Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban

berada di dalam ruangan maka  segera keluar dari ruangan.

Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di

dalam ruangan.

21

Page 22: toksisitas

1.7 Jawaban Pertanyaan

1) Jelaskan mekanisme kerja yang mendasari efek farmakologi amfetamin

Jawaban :

Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh amfetamin sebagian besar terlibat

dalam sirkuit otak. Selain itu, neurotransmiter yang terlibat dalam jalur

berbagai hal penting di otak tampaknya menjadi target utama dari

amfetamin. Salah satu neurotransmiter tersebut adalah dopamin , sebuah

pembawa pesan kimia sangat aktif dalam mesolimbic dan mesocortical jalur

imbalan. Tidak mengherankan, anatomi komponen jalur tersebut-termasuk

striatum , yang nucleus accumbens , dan ventral striatum -telah ditemukan

untuk menjadi situs utama dari tindakan amfetamin.

Fakta bahwa amfetamin mempengaruhi aktivitas neurotransmitter khusus di

daerah terlibat dalam memberikan wawasan tentang konsekuensi perilaku

obat, seperti timbulnya stereotip euforia .Amphetamine telah ditemukan

memiliki beberapa analog endogen, yaitu molekul struktur serupa yang

ditemukan secara alami di otak. l- Fenilalanin dan β- phenethylamine adalah

dua contoh, yang terbentuk dalam sistem saraf perifer serta dalam otak itu

sendiri. Molekul-molekul ini berpikir untuk memodulasi tingkat

kegembiraan dan kewaspadaan, antara lain negara afektif terkait.

2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi toksisitas amfetamin

Jawaban :

a. Konsentrasi Obat: Umumnya kecepatan biotransformasi obat

bertambah bila konsentrasi obat meninggi. Hal ini berlaku sampai titik

dimana konsentrasi menjadi sedemikian tinggi sehingga seluruh

molekul enzim yang melakukan metabolisme berikatan terus menerus

dengan obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang konstan.

22

Page 23: toksisitas

b. Fungsi Hati: Pada gangguan fungsi hati, metabolsime dapat

berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi

lebih lemah atau lebih kuat dari yang diharapkan

c. Usia: Pada bayi baru lahir (neonatus) belum semua enzim hati

terbentuk, maka reaksi metabolisme obat lebih lambat (terutama

pembentukan glukoronida antara lain untuk reaksi konjugasi dengan

kloramfenikol, sulfonamida, diazepam, barbital, asetosal, petidin).

Untuk menghindari keracunan maka pemakaian obat-obat ini untuk

bayi sebaiknya dihindari, atau dikurangi dosisnya.Pada orang usia

lanjut banyak proses fisiologis telah mengalami kemunduran antara

lain fungsi ginjal, enzim-enzim hati, jumlah albumin serum berkurang.

Hal ini menyebabkan terhambatnya biotrnasformasi obat yang

seringkali berakibat akumulasi atau keracunan

d. Genetik: Ada orang orang yang tidak memiliki faktor genetika tertentu

misalnya enzim untuk asetilasi sulfonamida atau INH, akibatnya

metabolisme obat-obat ini lambat sekali.

e. Pemakaian Obat lain: Banyak obat, terutama yang bersifat lipofil

(larut lemak) dapat menstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-

enzim hati. Hal ini disebut induksi enzim. Sebaliknya dikenal pula

obat yang menghambat atau menginaktifkan enzim hati disebut

inhibisi enzim.

3) Jelaskan efek apa yang terlihat pada mencit setelah pemberian amfetamin

dan bagaimana gejala keracunan pada amfetamin

Jawaban :

Meningkatkan suhu tubuh, Kerusakan sistem kardiovaskular, Paranoia,

Meningkatkan denyut jantung, Meningkatkan tekanan darah, Menjadi

hiperaktif, Mengurangi rasa kantuk, Tremor, Menurunkan nafsu makan,

Euforia, Mulut kering, Dilatasi pupil, Mual, Sakit kepala, Perubahan

perilaku seksual .

23

Page 24: toksisitas

4) Bila terjadi keracunan, obat apa yang daapat digunakan untuk

mengatasinya? Jelaskan

Jawaban :

Antidotum yaitu zat yang memiliki daya kerja bertentangan dengan

racun, dapat mengubah sifat kimia racun, atau mencegah absorbsi racun.

Jenis antidotum yang digunakan pada keracunan :

a. Keracunan insektisida (alkali fosfat), asetilkolin, muskarin : atropine,

reaktivator kolinesteras (pralidoksin, obidoksin).

b. Keracunan sianida : 4 dimetilaminofenol HCl (4-DMAP) dan natrium

tiosulfat.

c. Keracunan methanol dengan etanol.

d. Keracunan methenoglobin : tionin.

e. Keracunan besi : deferoksamin

f. Keracunan As,Au, Bi, Hg, Ni, Sb : dimerkaprol(BAL =british anti

lewisit).

g. Keracunan glikosida jantung : antitoksin digitalis.

h. Keracunan Au,Cd,Mn,Pb,Zn : kalsium trinatrium pentetat.

5) Jelaskan mekanisme kerja mengapa dengan jalan memperbanyak

ekskresi gejala racun amfetamin dapat dihilangkan !

Jawaban :

Ginjal merupakan organ yang penting untuk ekskresi obat. Obat

diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebbagai metabolit

melalui ginjal dala urine. Obat yang diekskresikan bersama feses berasal

dari :

24

Page 25: toksisitas

a. Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat melalui oral.

b. Obat yang diekskresikan melalui empedu dan tidak direabsorbsi dari

usus.

Obat dapat diekskresikan melalui paru – paru, air ludah, keringat atau

dalam air susu. Obat dalam badan akan mengalami metabolisme dan

ekskresi. Maka dalam penggunaan obat pada pasien perlu diperhatikan

keadaan pasien yang fungsi hati atau ginjalnya tidak normal. Perlu

diketahui apakah obat yang diberikan dapat dimetabolismekan atau tidak,

rute ekskresinya dan sebagainya.Pengeluaran obat dari tubuh melalui

organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam

bentuk asalnya. Ekskresi suatu obat dan atau metabolitnya menyebabkan

penurunan konsentrasi zat berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi

bergantung pada sifat fisikokimia (bobot molekul, harga pKa, kelarutan,

tekanan gas) senyawa yang diekskresi, melalui :

ginjal (dengan urin)

empedu dan usus (dengan feses) atau

paru-paru (dengan udara ekspirasi)

Ekskresi melalui kulit dan turunannya tidak begitu penting. Sebaliknya

pada ibu yang menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya dalam ASI

dapat menyebabkan intoksikasi yang membahayakan bayi.

6) Obat apa yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala

kardiovaskular yang disebabkan amfetamin

7) Apakah semua obat-obat lain yang segolongan dengan asetanilida secara

kimia dan farmakologi mempunyai toksisitas sama dengan asetanilida

dalam dosis yang setara

25

Page 26: toksisitas

8) Mekanisme CN !

Jawaban :

Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe+++).

Tubuh yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi

inaktif oleh cyanida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif

dari dari sistem enzim cytochrom oksidase yang terdiri dari cytochrom a-

a3 komplek dan sistem transport elektron. Bilamana cyanida mengikat

enzim komplek tersebut, transport elektron akan terhambat yaitu

transport elektron dari cytochrom a3 ke molekul oksigen di blok. Sebagai

akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut

racun PO2.Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama

dengan kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam cytochrom dalam

siklus respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama

proses itu masih bergantung pada cytochrom oksidase yang merupakan

tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif.Selama siklus metabolisme

masih bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu

menggunakan oksigen sehingga menyebabkan penurunan respirasi

serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik seluler hipoksia.

Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan normal tetapi

sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan keracunan

CO dimana terjadinya jarinngan hipoksia karena kekurangan jumlah

oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya adalah penderita keracunan

cyanida disebabkan oleh ketidak mampuan jaringan menggunakan

oksigen tersebut.

9) Apakah perbedaan rute pemberina racun dan obat berpengaruh pada efek

toksin CN yang diamati? Jelaskan !

Jawaban: Intravena (IV) :

Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yan sering

dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada

26

Page 27: toksisitas

pilihan. Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh

karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini

memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas

kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat

dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntukkan tidak dapat diambil

kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal.

Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui

kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena

pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan

jaringan-jaringan. Oleh karena it, kecepatan infus harus dikontrol dengan

hati-hati. Perhatiab yang sama juga harus berlaku untuk obat-obat yang

disuntikkan secara intra-arteri.

10) Sebutkan sumber-sumber racun sianida dalam kehidupan sehari-hari

Jawaban :

Sumber racun sianida berasal dari Ketela Pohon Bagian dalam umbinya

berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan

simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan

ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam

sianida yang bersifat meracun bagi manusia.Umbi ketela pohon

merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin

protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong

karena mengandung asam amino metionina.

11) Dalam praktek apakah ada pendekatan untuk mencegah keracunan

seperti yang saudara kerjakan. Jelaskan

Jawaban :

Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi

peracunan, atau dengan kata lain antidotum ialah penawar racun.

Dalam arti sempit, antidotum adalah senyawa yang mengurangi atau

27

Page 28: toksisitas

menghilangkan toksisitas senyawa yang diabsorpsi.Sementara

keracunan adalah masuknya zat yang berlaku sebagai racun, yang

memberikan gejala sesuai dengan macam, dosis, dan cara

pemberiannya

28

Page 29: toksisitas

DAFTAR PUSTAKA

Donatus, A.Imono.2001. Toksikologi Dasar .Yogjakarta:Universitas Gajah Mada

Lu, Frank .1995.Toksikologi Dasar: asas, organ sasaran, dan penilaian risiko.

Penerjem hE-di Nugroho. Jakarta: UI-Press.

Donatus,I.A.1997.Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama Keracunan

BahanBerbahaya, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas

Farmasi. UniversitasGadjah Mada: Yogyakarta

http://id.wikipedia.org/wiki/Diuretik, di akses pada tanggal 26 mei 2014

http://medicastore.com/apotik_online/obat_jantung/obat_diuretik.htm, di akses

pada tanggal 26 mei 2014

Loomis, I.A., 1978, Essentiale of Toxycologi, diterjemahkan oleh Imono Argo

Donatus,Toksikologi Dasar, Edisi III, IKIP Semarang Press, Semarang

Lu, F.C., 1995.Toksikologi Dasar : Asas, Organ Sasaran dan Penilaian

Resiko.diterjemahkan oleh Edi Nugroho, Edisi II. UI Press: JakartaUtama

29