tm skn 1

21
Ana Amalina 1102011024 LI. 1. MM Eritrosit 1.1 Mekanisme Eritropoesis Proses pembentukan eritrosit : a. Rubriblast Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel term sel eritrosit.sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin ya Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-2 mikron. !alam keadaan normal jumlah ru dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1" dari seluruh jumlah sel berinti. b. Prorubrisit Prorubrisit disebut juga normoblast baso#ilik atau eritroblast baso#ilik. Uku dari rubriblast. %umlahnya dalam keadaan normal 1-&" dari seluruh sel berinti $. Rubrisit Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. mengandung kromatin yang kasar dan menebal se$ara tidak teratur, di beberapa tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak in lebih ke$il daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandun biru karena asam ribonukleat )ribonucleic acid-RNA* dan merah karena hem %umlah sel ini dalam sumsum tulang orang de(asa normal adalah 1+-2+". d. etarubrisit el ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. ' ke$il padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. itoplasma telah mengan lebih banyak hemoglobin sehingga (arnanya merah (alaupun masih ada sisa-sisa biru dari R /. %umlahnya dalam keadaan normal adalah -1+". e. Retikulosit Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan pelepasan masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa R /. ebagian ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. e

Upload: ronald-james

Post on 03-Nov-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TM skn 1

TRANSCRIPT

Ana Amalina1102011024

LI. 1. MM Eritrosit1.1 Mekanisme EritropoesisProses pembentukan eritrosit :a. RubriblastRubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel termuda dalam sel eritrosit.sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1% dari seluruh jumlah sel berinti.b. ProrubrisitProrubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4% dari seluruh sel berinti.c. RubrisitRubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20%.d. MetarubrisitSel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10%.e. RetikulositPada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan pelepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang, sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5% retikulosit.f. EritrositEritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5-2,5 mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.

1.2 Faktor-faktor pembentukanProses pembentukan eritrosit :a. Sel induk : CFU-E, BFU-E, normoblast (eritroblast)b. Substansi pembentuk eritrosit: besi, vitamin B12, asam folat, asam amino, tembaga. Besi digunakan untuk pembuatan heme dan kira-kira 65% dari besi berada dalam hemoglobin. Vitamin B12 untuk sintesis DNA dalam pembentukan SDM. Asam folat berfungsi untuk sintesis DNA dan pematangan eritrosit. Tembaga adalah katalis dalam pembentukan hemoglobin. Kobalt adalah mineral dari vitamin B12c. Jumlah eritrosit yang beredar menurun maka sumsum tulang akan menghasilkan lebih banyak eritrositd. Hormon eritropoietin yang dibentuk di ginjal untuk merangsang eritopoeisise. Hormon endrogen untuk menstimulasi eritropoeisisf. Hormon estrogen untuk meghambat eritopoesisg. SitokinEritropoietinEritropoiesis diatur oleh hormone eritropoietin. Hormone ini adalah suatu polopeptida yang sangat terglikosikasi yang terdiri dari 165 asam amino dengan berat molekul 30.400. normalnya 90% hormon ini dihasilkan disel interstisial peritubular ginjal dan 10%nya di hati dan tempat lain. Tidak ada cadangan yang sudah dibentuk sebelumnya, dan stimulus untuk pembentukan eritropoietin adalah tekanan O2 dalam jaringan ginjal. Karena itu produksi eritropoietin meningkat pada keadaan anemia, jika karena sebab metabolic atau structural, Hb tidak dapat melepaskan O2 secara normal, jika O2 atmosfer rendah atau jika gangguan fungsi jantung atau paru atau kerusakan sirkulasi ginjal mempengaruhi pengiriman O2 ke ginjal. Eritropoietin merangsang eritropoiesis dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk eritropoiesis. BFUf dan CFUf lanjut yang mempunyai reseptor eritropoietin terangsang untuk berproliferasi, berdiferensiasi, dan menghasilkan Hb. Proporsi sel eritroid dalam sumsum tulang meningkat dan dalam keadaan kronik, terdapat ekspansi eritropoiesis secara anatomic ke dalam sumsum berlemak dan kadang ke lokasi ekstramedular. Sebaliknya peningkatan pasokan O2 ke jaringan (akibat peningkatan masa sel darah merah atau karena Hb dapat lebih mudah melepaskan O2 dibandingkan normalnya) menurunkan dorongan eritropoietin. Kadar eritropoietin plasma dapat bermanfaat dalam penegakan diagnosis klinis. Kadar eritropoietin tinggi bila tumor yang mensekresi eritropoietin menyebabkan terjadinya polisitemia, tetapi kadarnya rendah pada penyakit ginjal berat atau polisitemia rubra vera.1.3 FungsiBentuk khas eritrosit ini ikut berperan, melalui dua cara, terhadap efisiensi eritrosit melakukan fungsi dalam mengangkut O2 dalam darah. Pertama, bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O2 menembus membran daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang sama. Kedua, tipisnya sel memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling dalam sel dengan eksteriornya. Eritrosit juga mengandung komponen sitoskeletal yang berperan penting dalam menentukan bentuknya, dengan adanya sitoskeletal eritrosit dapat mengalami deformitas pada saat menyelinap satu persatu melalui kapiler yang bahkan bergaris tengah hanya 3 , normalnya eritrosit bergaris tengah 7 8 mikron.Fungsi:a. Eritrosit mentranspor O2 ke seluruh jaringan melalui pengikatan Hb terhadap oksigen.b. Hemoglobin eritrosit berikatan dengan CO2 untuk ditranspor ke paru-paru, tetapi sebagian besar CO2 yang dibawa plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim (karbonat anhidrase) dalam eritrosit memungkinkan sel darah merah bereaksi dengan CO2 untuk membentuk ion bikarbonat. Ion bikarbonat berdifusi keluar dari eritrosit dan masuk ke dalam plasma.c. Eritrosit berperan penting dalam pengaturan pH darah karena ion bikarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asam-basa.d. Ketika eritrosit berada dalam tegangan pembuluh darah yang sempit, eritrosit akan melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar.e. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosotiol saat hemoglobin terdeoksigenasi yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.Eritrosit juga berperan dalam sistem imun. Ketika sel darah mengalami proses lisis oleh akibat patogen atau bakteri, maka Hb pada eritrosit akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.1.4 MorfologiEritrosit matang merupakan suatu cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Eritrosit merupakan sel dengan struktur yang tidak lengkap. Sel ini hanya terdiri atas membran dan sitoplasma tanpa inti sel.Komponen eritrosit terdiri atas: Membran eritrosit Sistem enzim, yang terpenting: dalam Embden Meyerhoff pathway: pyruvate kinase; dalam pentose pathway: enzim G6PD (glucose 6-phosphate dehydrogenase) Hemoglobin: berfungsi sebagai alat angkut oksigenMorfologi: Eritrosit tidak memiliki inti, dipenuhi oleh protein hemoglobin pembawa O2. Eritrosit dikelilingi oleh plasmalema. Membran ini terdiri atas lebih kurang 40% lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid), 50% protein, 10% karbohidrat. Diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lengkungan pada sentralnya dengan diameter 7,65 m. Bentuk bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar bagi difusi O2 menembus membran daripada yang dihasilkan oleh sel bulat dengan volume yang sama. Tipisnya eritrosit memungkinkan O2 berdifusi secara lebih cepat antara bagian paling dalam sel dengan eksteriornya. Kelenturan (fleksibilitas) membran memungkinkan eritrosit berjalan melalui kapiler yang sempit dan berkelok-kelok tanpa mengalami ruptur. Luas daerah pucat biasanya tidak melebihi diameter eritrosit, besarnya sama dengan besar inti limfosit kecil. Eritrosit dengan diameter 9m disebut makrosit, dan yang berdiameter 6m disebut mikrosit. Banyaknya eritrosit dalam berbagai ukuran disebut anisositosis. Rouleaux merupakan suatu kelompok abnormal eritrosit yang saling melekat menyerupai setumpuk koin.Perubahan struktur eritrosit akan menimbulkan kelainan. Kelainan yang timbul karena kelainan membran disebut sebagai membranopati, kelainan akibat gangguan sistem ensim eritrosit disebut ensimopati, sedangkan kelainan akibat gangguan struktur hemoglobin disebut sebagai hemoglobinopati.1.5 Kelainan morfologi dan jumlahKelainan morfologi pada eritrosit dapat mengenai :1. Ukuran eritrosit (size)2. Warna eritrosit (stain)3. Bentuk eritrosit (shape)

Kelainan ukuran eritrosit1. MakrositikDiameter eritrosit ini 9 dan volumenya > 100 fl. Hal ini timbul akibat beberapa mekanisme, yaitu :a. Akibat gangguan sintesis DNA yang diikuti dengan gangguan pembelahan sel, sehingga terbentuk eritrosit yang besar.b. Peningkatan eritropoiesis dimana terbentuk retikulosit lebih banyak.c. Peningkatan jumlah kolesterol dan lesitin pada membrane eritrosit.2. MikrositikDiameter eritrosit < 7 dan volumenya < 80 fl. Eritrosit dengan ukuran kecil ini dapat terjadi pada semua keadaan dimana terdapat gangguan pada pembentukan hemoglobin, seperti :a. Gangguan pada absorpsi, penggunaan dan pelepasan besi. Misalnya pada anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik, dan anemia akibat penyakit kronis.b. Gangguan pada sintesis rantai globin seperti talasemia.3. AnisositosisUkuran eritrosit tidak sama besar dalam satu sediaan apus. Keadaan ini tidak menunjukkan suatu kelainan hematologic yang spesifik.

Kelainan warna eritrosit1. HipokromPada keadaan ini, luas daerah pucat pada bagian tengah eritrosit lebih dari setengah diameter eritrosit. Eritrosit hipokrom dapat dijumpai pada : Anemia defisiensi besi Talasemia Anemia sideroblastik (terdapat gambaran dimorfik) Keracunan timah hitam2. PolikromasiYaitu suatu keadaan dimana pada sediaan apus darah tepi dengan pewarnaan wright banyak ditemui eritrosit polikrom (eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar daripada eritrosit matang dan warnanya kebiruan) yang sebenarnya adalah retikulosit. Polikromasi dapat timbul pada : Perdarahan akut maupun kronik Hemolysis Keadaan regenerative dari proses eritropoiesis

Kelainan bentuk eritrosit1. Sel Target (Target Cell)Eritrosit berbentuk seperti lonceng akibat permukaan eritrosit yang lebih luas daripada eritrosit normal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan wright akan tampak seperti sasaran (target) dimana pada bagian tengah eritrosit tersebut terdapat bagian yang berwarna lebih gelap/merah (yang berisi hemoglobin) dikelilingi daerah yang pucat. Sel sasaran memiliki fragilitas osmotic yang lebih rendah daripada eritrosit normal.2. SferositSel ini berbentuk seperti bola dan pada sediaan apus darah tepi dengan pewarnaan wright akan tampak seperti eritrosit yang lebih kecil daripada eritrosit normal dan tidak terdapat bagian yang pucat di tengahnya, sehingga warnanya tampak lebih gelap. Sferosit mempunyai fragilitas osmotic yang tinggi.3. Ovalosit / EliptositBentuk eritrosit lonjong seperti telur (ovalosit), kadang-kadang dapat lebih gepeng sehingga disebut eliptosit. Mekanisme terbentuknya kelainan ini belum diketahui.4. StomatositBentuknya seperti mangkuk dan pada sediaan apus tampak sebagai eritrosit dengan bagian yang pucat berbentuk seperti celah (tidak bundar). Mekanisme terbentuknya kelainan ini belum diketahui.5. Sel Sabit (Sickle Cell)Sel ini adalah eritrosit yang berubah bentuk menyerupai sabit akibat polimerasi hemoglobin S pada keadaan kekurangan O2. Keadaan ini pada umumnya bersifat reversible.6. AkantositEritrosit ini memiliki 3 sampai 12 duri yang tidak sama panjang pada permukaan membrannya. Ujung duri ini tumpul. Mekanisme terbentuknya kelainan ini belum diketahui, namun pada akantosit diketahui bahwa jumlah kolesterol membrane meningkat dan jumlah lesitin membrane menurun.7. Burr Cell (Echinocyte)Eritrosit ini mempunyai 10-30 duri-duri kecil pada permukaannya. Duri-duri ini berjarak kurang lebih sama antara satu sama lain.8. Helmet CellEritrosit ini berbentuk seperti helm.9. Fragmentosit (Schistocyte)Bentuk eritrosit ini tidak beraturan akibat proses fragmentasi.Burr cell, sel helmet, dan fragmentosit terjadi akibat mekanisme fragmentasi yaitu hilangnya sebagian membrane eritrosit, baik disertai dengan hilangnya hemoglobin atau tidak.10. Tear Drop CellEritrosit berbentuk seperti buah pear atau tetesan air mata. Dapat dijumpai pada mielofibrosis dengan metaplasia myeloid. Diduga berhubungan dengan eritrosit yang mengandung badan inklusi, dimana saat badan inklusi dikeluarkan dari sel terjadi perubahan bentuk tersebut.11. PoikilositosisSuatu istilah yang menunjukkan bentuk eritrosit yang bermacam-macam dalam satu sediaan apus darah tepi.LI. 2. MM Hemoglobin2.1 Struktur

Hemoglobin merupakan pigmen merah pembawa oksigen dalam eritrosit vertebrata, yaitu suatu protein dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin adalah molekul yang berbentuk bulat dan terdiri atas empat subunit. Tiap-tiap subunit mengandung satu gugus heme yang terkonjugasi oleh suatu polipeptida. Heme adalah gabungan protoporfirin (derivate porfirin) dengan besi. Dan ada dua pasang polipeptida di setiap molekul hemoglobin, yaitu globin, yang terdiri atas 2 rantai alfa (masing-masing mengandung 141 residu asam amino) dan 2 rantai beta (masing-masing mengandung 146 residu asam amino). Sepasang rantai globin dikode oleh kromosom 11 (beta) dan kromosom 16 (alfa). Hemoglobin merupakan tetramer yang terdiri dari pasangan dua subunit polipeptida yang berlainan. Huruf Yunani digunakan untuk menamai masing-masing subunit. Komposisi subunit hemoglobin utama adalah 22 (HbA; hemoglobin dewasa normal), 22 (HbF; hemoglobin janin), 2S2 (HbS; hemoglobin sel sabit), dan 22 (HbA2; hemoglobin dewasa minor). Struktur primer rantai ,, pada manusia bersifat tetap.2.2 SintesisSintesis heme terjadi di mitokondria melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi kecepatan reaksi yaitu asam aminolevulinat sintase membentuk asam aminolevulinat/ALA. Dalam reaksi ini glisin mengalami dekarboksilasi. Piridoksal fosfat adalah koenzim untuk reaksi ini yang dirangsang oleh eritropoietin. Dalam reaksi kedua pada pembentukan heme yang dikatalisis oleh ALA dehidratase, 2 molekul ALA menyatu membentuk pirol porfobilinogen. Empat dari cincin-cincin pirol ini berkondensasi membentuk sebuah rantai linear dan mengandung gugus asetil (A) dan propionil (P). Gugus asetil mengalami dekarboksilasi untuk membentuk gugus metil. Kemudian dua rantai sisi propionil yang pertama mengalami dekarboksilasi dan teroksidasi ke gugus vinil, membentuk protoporfirinogen Akhirnya, Jembatan metilen mengalami oksidasi untuk membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin bergabung dengan Fe2+ untuk membentuk heme. Masing- masing molekul heme bergabung dengan satu rantai globin yang dibuat pada poliribosom, lalu bergabunglah tetramer yang terdiri dari empat rantai globin dan heme nya membentuk hemoglobin. Pada saat sel darah merah tua dihancurkan, bagian globin dari hemoglobin akan dipisahkan, dan hemenya diubah menjadi biliverdin. Lalu sebagian besar biliverdin diubah menjadi bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Sedangkan besi dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Pada langkah terakhir jalur ini, besi (sebagai Fe 2+) digabungkan ke dalam protoporfirin IX dalam reaksi yang dikatalisis oleh ferokelatase (dikenal sebagai heme sintase).2.3 FungsiHemoglobin berperan dalam memelihara fungsi transport oksigen dari paru-paru ke jaringan-jaringan. Sel darah merah dalam darah arteri sistemik mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan karbon dioksida (CO2) ke paru-paru. Ketika molekul hemoglobin memuat dan melepas O2, masing-masing rantai globin dalam molekul hemoglobin mendorong satu sama lain. Ketika O2 dilepas, rantai-rantai tertarik-pisah, memudahkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang mengakibatkan rendahnya afinitas molekul untuk O2. Pergerakan ini bertanggung jawab terhadap bentuk sigmoid kurve disosiasi O2 hemoglobin. P 50 (tekanan parsial O2 pada hemoglobin setengah jenuh dengan O2) darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan peningkatan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kiri (P 50 turun) sementara dengan penurunan afinitas untuk O2, kurve bergeser ke kanan (P 50 naik). Normal di dalam tubuh, pertukaran O2 bekerja diantara kejenuhan 95% (darah arteri) dengan tekanan O2 arteri rata-rata 95 mmHg dan kejenuhan 70% (darah vena) dengan tekanan O2 vena rata-rata 40 mmHg. Posisi kurve normal tergantung pada konsentrasi 2,3-DPG, ion H+ dan CO2 dalam sel darah merah dan pada struktur molekul hemoglobin. Konsentrasi tinggi 2,3-DPG, H+ atau CO2, dan adanya hemoglobin tertentu, misalnya hemoglobin sabit (Hb S) menggeser kurve ke kanan sedangkan hemoglobin janin (Hb F) yang tidak dapat mengikat 2,3-DPG dan hemoglobin abnormal tertentu yang langka berhubungan dengan polisitemia menggeser kurve ke kiri karena hemoglobin ini kurang mudah melepas O2 daripada normal. Jadi oksigen binding/dissosiasi dipengaruhi oleh pO2, pCO2, pH, suhu tubuh dan konsentrasi 2,3-DPG.

LI. 3. MM Anemia3.1 DefinisiAnemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan tubuh.Pada anemia terjadi penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Anemia dapat disebabkan oleh penurunan kecepatan eritropoiesis, kehilangan eritrosit berlebihan, atau defisiensi kandungan hemoglobin dalam eritrosit.Anemia merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Definisi anemia :a. Anemia adalah keadaan dimana masa eritrosit dan/atau masa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhu fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.b. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell)

3.2 Klasifikasi0. Klasifikasi morfologik : yang berdasarkan morfologi eritrosit pada pemeriksaan apusan darah tepi atau dengan melihat indeks eritrosit. Dengan pemakaian alat hitung hematologi automatik yang semakin luas maka validitas klasifikasi morfologik ini menjadi lebih baik. A. Anemia hipokromik mikrositer(MCV< 80 fl; MCH,27 pg)1) Anemia defisiensi besi2) Thalassemia3) Anemia akibat penyakit kronik4) Anemia sideroblastikB. Anemia normokromik normositer1) Anemia pasca perdarahan akut2) Anemia aplastik hipoplastik3) Anemia hemolitik- terutama bentuk yang didapat4) Anemia akibat penyakit kronik5) Anemia mieloptisik6) Anemia pada gagal ginjal kronik7) Anemia pada mielofibrosis8) Anemia pada sindrom mielodisplastik9) Anemia pada leukemia akutC. Anemia makrositer(MCV>95 fl)1) Megaloblastika. Anemia defisiensi folatb. Anemia defisiensi vitamin B122) Nonmegaloblastika. Anemia pada penyakit hati kronikb. Anemia pada hipotiroidc. Anemia pada sindroma mielodisplastik0. Klasifikasi etiopatogenesis : yang berdasarkan etiologi dan patogenesis terjadinya anemia.A. Produksi eritrosit menurun1) Kekurangan bahan untuk eritrosita. Besi : anemia defisiensi besib. Vitamin B12 dan asam folat, disebut sebagai anemia megaloblastik2) Gangguan utilisasi besia. Anemia akibat penyakit kronikb. Anemia sideroblastik3) Kerusakan jaringan sumsum tulanga. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak : anemia aplastik / hipoplastikb. Penggantian oleh jaringan fibrotik / tumor : anemia leukoeritroblastik / mieloptisik4) Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahuia. Anemia diseritropoetikb. Anemia pada sindrom mielodisplastikB. Kehilangan eritrosit dari tubuh1. Anemia pasca perdarahan akut2. Anemia pasca perdarahan kronikC. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)1. Faktor ekstrakorpuskulera. Antibodi terhadap eritrosit1. Autoantibodi-AIHA (autoimmune hemolytic anemia)2. Isoantibodi-HDN (hemolytic disease of the newborn)b. Hipersplenismec. Pemaparan terhadap bahan kimiad. Akibat infeksi bakteri/parasite. Kerusakan mekanik2. Faktor intrakorpuskuler a. gangguan membran1. hereditary spherocytosis2. hereditary elliptocytosisb. gangguan enzim 1. defisiensi pyruvate kinase 2. defisiensi G6PD (glucose-6 phosphate dehydrogenase)c. Gangguan hemoglobin 1. hemoglobinopati struktural 2. thalassemiaD. Bentuk campuranE. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas3.3 Pemeriksaan secara umumPemeriksaan fisik :a. Pada kulit : pucat, icterus, kulit telapak tangan kuning seperti jeramib. Purpura : petechiec. Kuku : koilonychiasd. Mata : icterus, konjungtiva pucate. Mulut : ulserasi, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, perdarahan gigi.f. Limfadenopatig. Hepatomegalih. SplenomegalyPemeriksaan penunjanga. Tes penyaring : tes ini dilakukan pada awal setiap kasus anemia. Pemeriksaan ini dapat memastikan adanya anemia dan bentuk morfologi dari eritosit.Pemeriksaan ini meliputi : Kadar hemoglobin dengan cara fotoelektrik sianmethemoglobin dan cara sahli. Cara sianmethemoglobin yaitu hemoglobin diubah menjadi sianmethemoglobin dalam larutan yang berisi kaliumferrisianida dan kalium sianida. Cara ini sangat bagus dan sangat dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin. Sedangkan, cara sahli mengubah hemoglobin menjadi hematin asam dan cara ini kurang baik. Indeks eritrosit yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV) , Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin Consentration (MCHC).MCV : MCH : MCHC : Sedian hapus darah tepi untuk mengatahui sel eritrosit, leukosit dan trombosit.b. Pemeriksaan rutin : untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan adalah : Laju endap darah , pria 10 mm/1 jam dan wanita 20 mm/1 jam. Hitung diferensial Hitung retikulosit normalnya 0,5%-1,5% dari jumlah eritrosit.c. Pemeriksaan sumsum tulang d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : dikerjakan telah mempunyai dugaan diagnosis awal, untuk mengkonfirmasi dugaan diagnosis pemeriksaannya adalah : Anemia defisiensi besi : serum iron,TIBC,saturasi transferin dan feritin serum Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B 12 Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs, elektroforesi Hb. Anemia pada leukimia akut : pemeriksaan sitokimia.e. Pemeriksaan laboratorium nonhematologik: faal ginjal, faal endokrin ,asam urat, faal hati,biakan kuman.f. Pemeriksaan penunjang lain : Biopsi kelenjar yang dilanjutkan pemeriksaan histopatologi. Radiologi : torak,bone survey,USG,skening, limfangiografi Pemeriksaan sitogenetikPemeriksaan biologi molekuler (PCR = Polymerase Chain Reaction,FISH = Fluorescence in situ hybridization).

LI. 4. MM Anemia Defisiensi Besi4.1 DefinisiJenis anemia mikrositik hipokrom yang disebabkan oleh rendahnya atau tidak adanya simpanan besi dan konsentrasi besi serum; terdapat peningkatan porfirin eritrosit bebas, saturasi transferin rendah, transferin meninggi, feritin serum rendah, dan konsentrasi Hb rendah.Gejala-gejalanya antara lain pucat, stomatitis angularis, dan lesi oral oral lainnya, keluhan gastrointestinal, perdarahan dan eksudat retina, dan penipisan serta perapuhan kuku, kadang menimbulkan kuku sendok (koilonichia).4.2 EtiologiAnemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :a. Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, kanker lambung, kanker kolon, diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambangb. Saluran genitalia wanita : menorrhaghia, atau metrorhagiac. Saluran kemih : hematuriad. Saluran napas : hemoptoe2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.Pada orang dewasa, anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identic dengan perdarahan menahun. Factor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan tersebutgastrointestinal, di negara tropic paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menor-metrorhagia.4.3 ManifestasiGejala khas yang dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah : Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna keputihan. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia. Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem, dan lain-lain.Sindrom Plummer-Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.Gejala Penyakit DasarPada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tamabang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.4.4 Patofisiologi / PatogenesisPatogenesis :Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai : iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferrin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferrin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.Patofisiologi :Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb (Gutrie, 186:303).Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya 100/dl)e. Sumsum tulang: menunjukkan hyperplasia normoblastik dengan normoblast kecil-kecil (micronormoblast) dominan.f. Pada lab yang maju dapat diperiksa reseptor transferin: kadar reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi, normal pada anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia.g. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang negative (butir hemosiderin negatif)Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi : antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato-Katz), pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.4.6 Diagnosis1. Anamnesis1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronisb. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat malabsorpsi besic. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa)2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika2. Pemeriksaan fisisa. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopatib. stomatitis angularis, atrofi papil lidahc. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung3. Pemeriksaan penunjanga. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurunb. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositikc. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurund. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkate. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkatUntuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut:Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31% dengan salah satu dari a, b, c, atau d.1. Dua dari tiga parameter dibawah ini :a. Besi serum 350 mg/dlc. Saturasi transferrin