titrasi potensiometri

5
Flame fotometri merupakan suatu metode yang didasarkan pada penyerapan energi oleh atom. Fotometri nyala berdasarkan pada pengukuran besaran emisi sinar monokromatis spesifik pada panjang gelombang tertentu yang di pancarkan oleh suatu logam alkali atau alkali tanah pada saat berpijar dalam keadaan nyala dimana besaran ini merupakan fungsi dari konsentrasi dari komponen logam tersebut. Metode ini efektif untuk menentukan konsentrasi rendah ion- ion logam seperti Na, K, dan Ca. Unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat dianalisis dengan flame fotometri tetapi tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi. Flame fotometri memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm (Skoog, 1980). Mekanisme yang terjadi pada flame fotometri adalah bila atom logam dibakar seperti pada tes nyala, maka atom logam akan menyerap energi lalu tereksitasi, dan saat berubah ke bentuk dasar sejumlah energi akan dilepaskan. Energy dapat berupa kalor, listrik ataupun cahaya. Misalnya logam natrium menghasilkan pijaran warna kuning, kalium memancarkan warna ungu sedangkan litium memancarkan sinar merah bila dibakar dalam nyala. Besaran intensitas sinar pancaran ini ternyata sebanding dengan tingkat kandungan unsur dalam larutan, sehingga metoda flame fotometer digunakan untuk tujuan kuantitatif dengan mengukur intensitasnya secara relatif. Nyala pembakaran Bunsen dapat digunakan

Upload: dewi-adriana

Post on 04-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

dasar teori titrasi potensiometri

TRANSCRIPT

Page 1: titrasi potensiometri

Flame fotometri merupakan suatu metode yang didasarkan pada

penyerapan energi oleh atom. Fotometri nyala berdasarkan pada pengukuran

besaran emisi sinar monokromatis spesifik pada panjang gelombang tertentu yang

di pancarkan oleh suatu logam alkali atau alkali tanah pada saat berpijar dalam

keadaan nyala dimana besaran ini merupakan fungsi dari konsentrasi dari

komponen logam tersebut. Metode ini efektif untuk menentukan konsentrasi

rendah ion- ion logam seperti Na, K, dan Ca. Unsur-unsur dengan energi eksitasi

rendah dapat dianalisis dengan flame fotometri tetapi tidak cocok untuk unsur-

unsur dengan energi eksitasi tinggi. Flame fotometri memiliki range ukur

optimum pada panjang gelombang 400-800 nm (Skoog, 1980).

Mekanisme yang terjadi pada flame fotometri adalah bila atom logam

dibakar seperti pada tes nyala, maka atom logam akan menyerap energi lalu

tereksitasi, dan saat berubah ke bentuk dasar sejumlah energi akan dilepaskan.

Energy dapat berupa kalor, listrik ataupun cahaya. Misalnya logam natrium

menghasilkan pijaran warna kuning, kalium memancarkan warna ungu sedangkan

litium memancarkan sinar merah bila dibakar dalam nyala. Besaran intensitas

sinar pancaran ini ternyata sebanding dengan tingkat kandungan unsur dalam

larutan, sehingga metoda flame fotometer digunakan untuk tujuan kuantitatif

dengan mengukur intensitasnya secara relatif. Nyala pembakaran Bunsen dapat

digunakan sebagai sumber energi pada metode flame fotometri. Metoda ini

menggunakan foto sel sebagai detektornya dan pada kondisi yang sama digunakan

gas propana atau elpiji sebagai pembakarnya untuk membebaskan air sehingga

yang tersisa hanyalah kandungan logam (Hendayana, 1994).

Atom dapat pada keadaan dasar dan keadaan tereksitasi. Keadaan dasar

menunjukkan elektron pada atom berada pada tingkat energi terendah yang

mungkin ditempatinya. Eksitasi terjadi bila elektron dari atom netral keluar dari

orbitalnya ke orbital yang lebih tinggi. Sesaat setelah tereksitasi, elektron tersebut

akan kembali ke keadaan dasarnya dan proses ini dinamakan emisi. Dalam

keadaan teremisi inilah elektron tesebut akan memancarkan sejumlah sinar

monokromatis tertentu. Detektor akan mendeteksi energi terpancar tersebut.

Energy yang diemisiskan adalah:

E emisi = E eksitasi – E dasar

Page 2: titrasi potensiometri

Dipancarkannya warna sinar yang berbeda-beda oleh tiap-tiap unsur

disebabkan karena tingkat-tingkat energi eksitasi tersebut adalah khas atau

spesifik untuk suatu unsur logam tertentu, maka sinar yang dipancarkan oleh suatu

atom unsur logam tersebut adalah khas pula. Dasar ini digunakan untuk analisa

kualitatif unsur-unsur logam secara reaksi nyala.

Flame fotometer dibedakan menjadi dua yaitu Filter flame fotometer dan

spektro flame fotometer. Filter flame fotometer menggunakan filter pada

monokromatornya dan alat ini digunakan terbatas untuk analisa unsur Na,K dan

Li. Spektro flame fotometer yang berfungsi sebagai monokromatornya adalah

pengatur panjang gelombang baik prisma atau kisi difraksi dan digunakan untuk

analisa unsur K, Ca, Mg, Sr, Ba dan lain-lain. Flame fotometri menggunakan

nyala Bunsen sebagai sumber energi, sedangkan hollow cathode khusus menjadi

sumber energi untuk AAS. Cuplikan yang diukur oleh fotometer nyala adalah

berupa larutan, biasanya air sebagai pelarut. Larutan cuplikan mengalir ke dalam

ruang pengkabutan, karena terisap oleh aliran gas bahan bakar dan oksigen yang

cepat. Berbeda dengan spektroskopi sinar tampak, metode ini tidak

memperdulikan warna larutan (Hendayana, 1995; 231 & 235).

Cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel

yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya

tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan

banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi

dengan konsentrasi diturunkan dari Hukum Lambert yaitu “bila suatu sumber

sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang

diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang

mengabsorbsi”. Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara

eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar

tersebut. Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:

A = log Io / lt = a b c

Dimana:

A = absorbans

lo = intensitas sumber sinar

lt = intensitas sinar yang diteruskan

Page 3: titrasi potensiometri

a = absortivitas molar

b = panjang medium

c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar

(Day & Underwood, 1999).

Proses pengatoman dibagi menjadi Nebulization, Desolvation, Liquifaction,

Vaporization, Atomization Nebulization adalah pembentukan kabut halus menjadi

aerosol. Desolvation adalah penghilangan solvent menjadi garam padat (MX).

Liquifaction adalah pencairan kembali dari garam padat menjadi garam cair.

Vaporization adalah penguapan dari garam cair menjadi garam berbentuk gas.

Atomization adalah garam berbentuk gas terkena energi sampai terlepas dari

senyawanya membentuk atom pada ground state. Jika energi berlebihan sehingga

cukup dan sesuai maka terjadi eksitasi.

Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku.

Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi

panas. Tempratur harus terkendali agar proses atomisasinya sempurna. Kenaikan

tempratur menaikan efisiensi atomisasi. Tenaga radiasi emisi akan menentukan

jumlah atom tereksitasi. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila

tempratut terlalu tinggi. Bahan bakar dan oksidator dimasukan dalam kamar

pencampur kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Nyala akan

dihasilkan. Sampel dihisap masuk ke kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang

dapat melalui baffle. Tetapi hal ini tidak selalu sempurna, karena nyala dapat

tersedot balik ke dalam kamar pencamur sehingga menghasilkan ledakan. Untuk

itu biasanya lebih disukai pembakar dengan lubang yang sempit dan aliran gas

pembakar (Khopkar, 2007;278).