tinjauan pustaka pterygium case

21
LAPORAN KASUS Identitas Nama : Ny. Y Umur : 48 tahun Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Kemiling, Bandar Lampung Tanggal pemeriksaan : Senin, 23 Maret 2015 Keluhan Utama Pasien merasa di mata kanan terdapat selaput. Keluhan Tambahan Terasa mengganjal, perih bila terpapar angin, kadang terasa gatal dan sering mengeluarkan air mata. Bila terkena matahari terasa silau dan seperti ada pasir sehingga susah membuka mata. Susah membaca jarak jauh. Riwayat Penyakit Sekarang 32 tahun SMRS 23 tahun SMRS 1 minggu SMRS Saat usia 16 tahun os telah merasa ada selaput di bola mata kanannya namun hanya dibagian putih yang dekat dengan hidung. Terasa mengganjal dan sering berair Usia 25 tahun os merasa selaput di mata kanan semakin melebar namun belum sampai ke bagian hitam bola mata. Os juga merasa ada selaput baru di bola mata kiri namun hanya dibagian putih Os merasa semakin terganggu oleh selaput di mata kanannya yang meluas hingga ke daerah yang berwarna coklat. - Terasa mengganjal - Perih bila terpapar angin 1

Upload: yaffie

Post on 09-Apr-2016

18 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pterygium

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : Ny. YUmur : 48 tahunJenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Kemiling, Bandar Lampung Tanggal pemeriksaan : Senin, 23 Maret 2015

Keluhan UtamaPasien merasa di mata kanan terdapat selaput.

Keluhan TambahanTerasa mengganjal, perih bila terpapar angin, kadang terasa gatal dan

sering mengeluarkan air mata. Bila terkena matahari terasa silau dan seperti ada pasir sehingga susah membuka mata. Susah membaca jarak jauh.

Riwayat Penyakit Sekarang

32 tahun SMRS 23 tahun SMRS 1 minggu SMRS

Saat usia 16 tahun os telah merasa ada selaput di bola mata kanannya namun hanya dibagian putih yang dekat dengan hidung. Terasa mengganjal dan sering berair namun os tidak berobat

Usia 25 tahun os merasa selaput di mata kanan semakin melebar namun belum sampai ke bagian hitam bola mata. Os juga merasa ada selaput baru di bola mata kiri namun hanya dibagian putih yang dekat dengan hidung. Terasa mengganjal dan sering berair namun os tidak berobat

Os merasa semakin terganggu oleh selaput di mata kanannya yang meluas hingga ke daerah yang berwarna coklat.- Terasa mengganjal - Perih bila terpapar

angin- Kadang terasa gatal- Sering mengeluarkan

air mata- Bila terkena matahari

terasa silau dan seperti ada pasir sehingga susah membuka mata.

- Susah membaca jarak jauh

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

Riwayat Penyakit Dahulu

- Os mengaku pernah mengalami gangguan konsentrasi .- DM, Hipertensi dan alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu dan kakak pasien mengalami hal yang sama dengan pasien.

Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Neuralgin selama 4 bulan.

Pemeriksaan Fisik

Tanggal Pemeriksaan : 23 Maret 2015 Keadan Umum : Tampak Sakit RinganKesadaran : Compos MentisStatus Lokalis : At regio occuli dekstra

Pemeriksaan Oftalmologi

Dekstra Sinistra

Visus 20/60 20/80

Lapang pandang Normal Normal

Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Palpebra superior Edema (-) Edema (-)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Konjungtiva bulbi Terdapat jaringan vibrovaskular berbentuk segitiga dari arah nasal

Terdapat jaringan vibrovaskular berbentuk segitiga dari arah nasal

Kornea Jaringan vibrivaskular menjorok hingga melampaui limbus (<2mm)

Jaringan vibrivaskular menjorok hingga mencapai limbus

Iris Normal Normal

Pupil Normal Normal

Lensa Jernih Jernih

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

Resume

Seorang perempuan usia 48 tahun dengan keluhan terdapat selaput di mata kanannya sejak 32 tahun yang lalu yang dirasakan semakin meluas dan memberat. Selaput tumbuh dari celah kelopak bagian nasal yang makin lama melebar hingga melampaui kornea.

Semakin lama terasa mengganjal, perih bila terpapar angin, kadang terasa gatal dan sering mengeluarkan air mata. Bila terkena matahari terasa silau dan seperti ada pasir sehingga susah membuka mata. Susah membaca jarak jauh.

Pemeriksaan oftalmologi: VOD 20/60, VOS 20/80, Konjungtiva bulbi terdapat jaringan vibrovaskular berbentuk segitiga dari arah nasal hingga melampaui limbus namun lebih dari 2 mm.

Diagnosis Banding

• Pterygium• Pseudopterigium• Pinguekula

Diagnosis Kerja

Pterygium grade III OD et pterygium grade II OS

Penatalaksanaan

Non Farmakologi - Kurangi paparan ultraviolet- Gunakan kacamata pelindung dari cahaya matahari

 

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

Farmakologi • Pra Bedah = (-)• Bedah • Post Bedah =

Xytrol 6 dd 1 Asam Mefenamat 3 dd 1 Ciprofloxacin 2 dd 1 Methilprednisolon 1 dd 1

Terapi :• Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5

hari, bersamaan dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian tappering off sampai 6 minggu.

• Mitomycin C 0,04% tetes (0,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14hari, bersamaan dengan pemberian dexamethasone.

• Sinar beta• Topikal thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1

tetes/ 3 jam selama 6 minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik chloramphenicol, dan steroid selama 1 minggu.

Prognosis• Quo ad vitam : ad bonam• Quo ad functionam : ad bonam

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sclera di bawahnya.

Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Konjungtiva bulbi superior paling sering mengalami infeksi dan menyebar kebawahnya.

Histologi konjungtiva:

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.

Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.

Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.

2. ANATOMI KORNEA

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung - ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva.Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

Histologi Kornea :Secara histologis, lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan

epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel.1. Lapisan epitel

Tebalnya ±50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonaldidepannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan 16 barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran BowmanTerletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakankolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Jaringan StromaTerdiri atas lamella yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang - kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membran DescementMerupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membranbasalnya.

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40μm.

5. Lapisan EndotelBerasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.

Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan tanpa pupil. Di bawah epitel kornea terdapat membran limitans anterior (membran Bowman) yang berasal dari stroma kornea (substansi propia).Stroma kornea terdiri atas berkas serat kolagen parallel yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan fibroblast gepeng dan bercabang.

Permukaan posterior kornea ditutupi epitel kuboid rendah dan epitel posterior yang juga merupakan endotel kornea.Membran Descement merupakan membran basal epitel kornea dan memiliki resistensi yang tinggi, tipis tetapi lentur sekali.

3. PTERYGIUM Definisi

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas je kornea. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.

Epidemiologi

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.

Faktor Resiko

Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasiultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.

1. Radiasi ultravioletFaktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium

adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting.

2. Faktor GenetikBeberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium

dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

3. Faktor lainIritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea

merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium.. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.

Patogenese

Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran

9

Page 10: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.

Gambaran Klinis Dan Pembagian Pterygium

Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu penglihatan, menyebabkan penglihatan kabur.

Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stoker's line).

Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap. Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterygium.Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe, yaitu :- Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala pterygium (disebut cap pterygium).- Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik. Gangguan terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan astigatisme karena

10

Page 11: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.

Pembagian lain pterygium yaitu :1. Tipe I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi

dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien dengan pemakaian lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.

2. Type II : menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.

3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.

Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm

melewati kornea.3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil

mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3 – 4 mm)

4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.

Diagnosa Banding

Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur. Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguekula.

Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya membentuk sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal degeneration. Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah

11

Page 12: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

melewati bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura interpalpebra yang berbeda dengan true pterygium.

Penatalaksanaan

Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.

Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya gangguan pergerakan bola mata.

Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan. Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :

1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka.

2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek konjungtiva sangat kecil).

3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap konjungtiva digeser untuk menutupi defek.

4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.

5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior, dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan penelitian baru mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.

7. Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi baru dengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.

12

Page 13: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

Komplikasi

Komplikasi pterygium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia. Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epitel di atas pterygium yang ada.

Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft oedem, graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen, granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang terbanyak adalah rekuren pterygium post operasi.

PrognosisPenglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak

nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali.

Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit atau antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva. Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi .Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari.

Teknik Bare Sclera

Operasi dengan menggunakan mikroskop dilakukan dibawah anastesi lokal.

Setelah pemberian anastesi topikal, desinfeksi, dipasang eye spekulum. Lidokain 0,5 ml disuntikkan dibawah badan pterygium dengan spuit 1cc. Dilakukan eksisi badan pterygium mulai dari puncaknya di kornea sampai

pinggir limbus. Kemudian pterygium diekstirpasi bersama dengan jaringan tenon dibawah badannya dengan menggunakan gunting.

Teknik Conjunctival Autograft Setelah pterygium diekstirpasi, ukuran dari bare sclera yang tinggal

diukur. Diambil konjungtiva dari bagian superior dari mata yang sama,

diperkirakan lebih besar 1mm dari bare sclera yang diukur, kemudian diberi tanda.

13

Page 14: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

Area yang sudah ditandai diinjeksikan dengan lidokain, agar mudah mendiseksi konjungtiva dari tenon selama pengambilan autograft.

Bagian limbal dari autograft ditempatkan pada area limbal dari area yang akan digraft.

Autograft kemudian dijahit ke konjungtiva disekitarnya dengan menggunakan vicryl 8.0.

14

Page 15: Tinjauan Pustaka Pterygium Case

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. DSM. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2001.127 – 130.

2. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2000. 31 – 3

3. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum (General Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000. 103-5.

4. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.

15