pterygium akibat penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan

21
Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan **Norhidayu binti Mesman 102010393 Kelompok A6 [email protected] **Alamat korespoden: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat 11510. Abstrak Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskuler yang tumbuh dari arah konjunctiva menuju kornea pada sayap konjunctiva bulbi. Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering dan prevalensinya tinggi di daerah berdebu dan kering. Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Namun, faktor resiko yang banyak mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dan dari bahan tertentu di udara. Pekerjaan yang melibatkan sejumlah besar pajanan debu setiap hari dapat meningkatkan resiko terkena pterygium dikenal sebagai penyakit akibat kerja (PAK). PAK adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Skenario

Upload: gerald-lagi-ngantuk

Post on 27-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

kjpoap

TRANSCRIPT

Page 1: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

**Norhidayu binti Mesman

102010393

Kelompok A6

[email protected]

**Alamat korespoden: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna

Utara No 6, Jakarta Barat 11510.

Abstrak

Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskuler yang tumbuh dari arah konjunctiva

menuju kornea pada sayap konjunctiva bulbi. Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi

lebih banyak di daerah iklim panas dan kering dan prevalensinya tinggi di daerah berdebu

dan kering. Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Namun, faktor resiko yang

banyak mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari,

iritasi kronik dan dari bahan tertentu di udara. Pekerjaan yang melibatkan sejumlah besar

pajanan debu setiap hari dapat meningkatkan resiko terkena pterygium dikenal sebagai

penyakit akibat kerja (PAK). PAK adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat

kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.

Skenario

Seorang perempuan, Ny. CT, 41 tahun, datang karena penglihatan mata kanan kabur.

Pendahuluan

Okupasi kesehatan merupakan suatu bidang yang penting untuk membantu mendiagnosis

penyakit akibat kerja (occupational diseases), penyakit berhubungan pekerjaan (work related

diseases) dan penyakit yang diperberat oleh pajanan di tempat kerja. Bekerja dapat

berdampak buruk terhadap kesehatan tetapi dapat juga memberikan keuntungan bagi

kesehatan dan kesejahteraan. Kesehatan seorang pekerja penting agar dapat memberikan hasil

kerja yang lebih produktif. Pekerja dengan gangguan kesehatan dapat memberikan dampak

buruk terhadap diri sendiri maupun teman kerja dan masyarakat.

Page 2: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Pterygium adalah merupakan salah satu penyakit yang dapat berhubungan akibat pajanan di

tempat kerja. Keluhan yang biasanya ditemukan pada pasien pterygium adalah mata merah

dan keluhan gangguan penglihatan. Oleh itu, dalam makalah ini akan dibahas faktor-faktor

yang berhubungan antara penyakit ini dengan pajanan di tempat kerja dengan menggunakan 7

langkah ini yaitu diagnosis klinis, pajanan yang dialami, hubungan pajanan dan penyakit,

jumlah pajanan yang dialami, faktor individu, faktor-faktor lain di luar pekerjaan dan

diagnosis okupasi.

Mendiagnosa penyakit akibat kerja dengan tujuh langkah diagnosa okupasi

Untuk dapat mendiagnosis PAK pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan

sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara

tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai

pedoman:

1. Tentukan diagnosis klinisnya.

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan anamnesis dan pemeriksaan

fisik dan juga harus memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya

dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat

dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

Beberapa komponen riwayat kesehatan yang dapat ditanyakan dalam anamnesis:

Identifikasi data

Mengidentifikasi data pasien seperti ditanyakan nama, usia, pekerjaan, status

menikah, dan alamat tempat tinggal. Sumber riwayat biasanya pasien, tetapi dapat

juga dari anggota keluarga seperti orang tua atau saudara sekandung, teman. Nama

pasien Ny. CT berusia 41 tahun dan bekerja sebagai pedagang mi ayam selama 15

tahun.

Keluhan utama

Satu atau lebih gejala atau kekhawatiran pasien yang menyebabkan pasien mencari

perawatan atau rekam medis. Pada kasus ini, pasien mengadu penglihatan mata

kanannya kabur. Mata kanannya kabur sejak 3 bulan yang lalu.

2 | P a g e

Page 3: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Penyakit saat ini

Menanyakan keluhan utama, bagaimana perkembangan setiap gejala, waktu

terjadinya gejala (kapan mulai dirasakan, sudah berapa lama, seberapa sering gejala

muncul), kondisi saat gejala terjadi (meliputi faktor lingkungan, aktivitas individu,

reaksi emosi, atau keadaan lain yang berperan terhadap timbulnya gejala), faktor yang

meredakan atau memperburuk gejala tersebut.

Pasien mengadu penglihatan mata kanannya makin lama makin kabur, namun mata

kirinya baik-baik sahaja, mata kanan agak merah, gatal, menyangkal adanya

gangguan visus, ada seperti daging di mata kanan pasien.

Riwayat kesehatan masa lalu

Tanyakan riwayat kesehatan pasien selama ini, apakah ada menderita penyakit-

penyakit kronis, ataupun penyakit-penyakit metabolik. Tanyakan juga apakah pasien

ada riwayat alergi obat atau debu.

Pasien menolak adanya penyakit kronis maupun penyakit metabolik, tidak ada

riwayat alergi yang diketahui, namun tempat bekerjanya sering terpapar debu-debu

jalanan.

Riwayat keluarga

Gambaran atau diagram usia dan keadaan kesehatan, usia dan penyebab morbiditas,

yang mungkin terjadi di kalangan ahli keluarga yang pernah terlibat dalam penyakit akibat

kerja. Dokumen yang menunjukan ada atau tidak adanya penyakit khusus dalam keluarga.

Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan

penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami karena menurut penelitian

ada keluarga yang memang berbakat untuk terjadinya pterygium.1

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum: Tampak sakit ringan, Kesadaran: Compos mentis. Dilihat ada seperti

daging berlebihan di mata kanan.

3 | P a g e

Page 4: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Tanda-tanda Vital; Nadi:72x/menit, RR:16x/menit, Tekanan darah: 120/mmHg, Suhu:

360C

Status gizi; Berat badan: 30kg, Tinggi badan: 150cm, IMT: 14,3

2. Pemeriksaan Khusus (Lokal)

Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan di bagian

matanya; kiri dan kanan. Adakah kelainan yang terlihat jelas seperti proptosis, protrusi, mata

merah, asimetri, nistagmus atau ptosis. Dilihat konjungtiva, kornea, iris, pupil dan kelopak

mata.2

Tabel 1: Hasil Pemeriksaan Mata Kiri dan Kanan

Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri

Visus 6/9 6/6

Inspeksi Palpebra Normal Normal

Konjungtiva Keruh sebagian dan tampak jaringan

fibrovaskular berbentuk segitiga pada

sisi nasal yang ujungnya meluas ke

pupil

Normal

Pupil Tidak dapat dinilai Positif (3-4mm), sentral

Kornea Dari bagian nasal, konjungtiva

tertutup karena terdapat lipatan

segitiga dari arah konjungtiva bulbi

Normal

Lensa Normal Normal

COA Jernih Jernih

Pterygium dapat ditegakkan cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan

penunjang biasanya tidak perlu dikerjakan.

2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini.

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerjaadalah esensial

untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan

anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:

a) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara

kronologis,

4 | P a g e

Page 5: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan,

c) Bahan yang diproduksi,

d) Materi (bahan baku) yang digunakan,

e) Jumlah pajanannya,

f) Pemakaian alat perlindungan diri (misal: masker),

g) Pola waktu terjadinya gejala,

h) Informasi mengenai tenaga kerja lain(apakah ada yang mengalami gejala serupa),

i) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label,

dan sebagainya).

Ny. CT menyatakan pekerjaannya sebagai pedagang mi ayam dari jam 7 am hingga 5 pm.

Semasa bekerja tidak ada memakai masker, baru 3 bulan belakangan timbulnya seperti

daging di mata kanannya beserta penglihatannya makin kabur, tidak ada riwayat myopia atau

hypermetropia, tidak pernah berobat sebelumnya.

3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat

bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan

tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat

ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,

perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan

penyakit yangdiderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya). Pajanan yang diterima

dapat dibagi kepada 5 kelompok yaitu, fisik, kimia, biologis, ergonomi dan psikologi. Debu

dan sinar ultraviolet dapat menyebabkan pterygium.

 

4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat

mengakibatkan penyakit tersebut

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka

pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan

membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis

penyakit akibat kerja.

5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi

5 | P a g e

Page 6: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

 Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang

dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan

serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat.

Pendekatan secara individual harus dilakukan agar dapat ditentukan apakah faktor individu

yang menyebabkan pterygium. Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit seperti alergi,

atopi maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya

penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat.

Pasien menolak adanya penyakit-penyakit sebelumnya, mengaku tidak memakai masker

ketika bekerja dan juga tidak ada riwayat memakai kaca mata.

6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit

 Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita

mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Faktor-faktor

lain di luar pekerjaan dapat berupa hobi, kebiasaan seperti merokok, pajanan di rumah atau

pekerjaan sambilan. Dipastikan adakah faktor-faktor ini akan memberi peran untuk

menyebabkan penyakit tersebut. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat

digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja. Berdasarkan skenario, faktor-

faktor lain diluar pekerjaan tidak ditemukan selain dari kebiasaan mengucek mata.

7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan

berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah

disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,

kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal

ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis.1-2

Definisi penyakit akibat kerja (PAK)

PAK adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses

maupun lingkungan kerja. Dengan demikian PAK merupakan penyakit yang artifisial atau

man-made disease. Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk

mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.

6 | P a g e

Page 7: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Oleh karena itu, PAK adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,

proses maupun lingkungan kerja.

Menurut Cherry, 1999 “An occupational disease may be defined simply as one that is caused,

or made worse, by exposure at work”. Di sini menggambarkan bahwa secara sederhana

sesuatu yang disebabkan, atau diperburuk, oleh pajanan di tempat kerja. Atau, “An

occupational disease is health problem caused by exposure to a workplace hazard”

(Workplace Safety and Insurance Board, 2005), Sedangkan dari definisi kedua tersebut,

penyakit akibat kerja adalah suatu masalah kesehatan yang disebabkan oleh pajanan

berbahaya di tempat kerja.

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang

diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan

definisi menyangkut PAK sebagai berikut:

a.  Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang

mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang

pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

b.  Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah

penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan

memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya

penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.

c.  Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working

Populations adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen

penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk

bagi kesehatan

Menurut Keputusan Presiden Nomor  22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993, penyakit

yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau

lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan daftar penyakit yang

diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan

silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu logam keras, penyakit paru

7 | P a g e

Page 8: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan

alveolitis alergika.

Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit

yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.

Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI No 3 tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya menyatakan bahwa  kecelakaan kerja adalah

kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul

karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat

dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yg biasa atau wajar

dilalui.

Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko

mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

Menurut WHO yang membedakan empat kategori PAK, yaitu:

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.

2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma

Bronkogenik.

3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-

faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.

4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada

sebelumnya, misalnya asma.3

Pajanan-pajanan penyakit akibat kerja

Klasifikasi penyebab bahaya kerja dapat dilakukan dengan menetapkan dan mencatat adanya

bahaya secara fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan juga psikososial. Bahaya fisik meliputi

pajanan pada suhu tinggi, pencahayaan yang kurang, bising, tekanan, getaran, sengatan listrik

dan radiasi. Bahaya kimia dapat berbentuk zat padat, cair, setengah padat atau gas. Bahaya

biologis pula dapat diklasifikasikan berdasarkan agens etiologinya seperti virus, bakteri jamur

dan sebagainya. Bahaya ergonomi dilihat pada posisi ketika bekerja dan bahaya psikosial

dapat berupa emosi seperti stress, kelelahan dan lain-lain lagi.1

8 | P a g e

Page 9: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Tabel 2: Pajanan yang dialami oleh Seorang Pedagang Mi Ayam

Urutan kegiatan Bahaya Potensial GangguanKesehatan

RisikoKecelakaan

KerjaFisik Kimia Biologi Ergonomi Psikologi

Mendirikan dan membongkar tenda

Sinar UV,Panas,Bising

Debu

SeranggaBakteriVirusJamur

Posisi Stress

Mata, hidung,tenggorokan,saluranpernafasan,gangguanmuskuloskeletal

Ketimpatenda

Masak mi, buatminum, penyediaan bahan masakan untukmasak mi

Panas,Sinar UV

Debu

SeranggaBakteriVirusJamur

Posisi Statis(berdiri)

Lelah

Mata, hidung, tenggorokan,gangguan muskuloskeletal,gangguan kulit

Tersiram air panas, terpotong jari

Hubungan penyebab dengan penyakit

a) Paparan sinar matahari

Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya

pterygium. Kajian menunjukkan bahawa insidens pterygium meningkat pada individu yang

berada lebih 5 tahun di latitude kurang dari 30o dan individu yang menghabiskan banyak

waktu di lapangan. Hal ini dapat menjelaskan hubungan antara pajanan terhadap sinar

matahari atau UV-B dengan meningkatnya risiko untuk terjadinya pterygium. Indonesia

merupakan negara yang berada di garis khatulistiwa (Latitude 0o - equator), jadi paparan

sinar matahari lebih tinggi berbanding di negara lain. 3

Tabel 3: Pajanan Sinar Matahari berhubungan Latitude dan Lingkungan Pekerjaan

Variables Range Relative risk (95% CI)

Latitude >40 o 1.0

30-39 o 3.0

<40 o 39.5

Tempoh menghabis masa di

lapangan (outdoor)

<50o 1.0

>50 o 5.7

Lingkungan kerja Indoor 1.0

9 | P a g e

Page 10: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Grassy 4.3

Konkrit, sungai, laut dll 10.8

Sumber: Pterygium

Terdapat studi lain yang menginvestigasi prevalensi pterygium yang menunjukkan mata

dominan (sering) terpajan oleh sinar matahari akan lebih cenderung untuk timbulnya

pterygium.3

Coroneo effect menunjukkan bahwa limbus (batas antara kornea dan sklera) yang

fokus terhadap sinar matahari temporal akan menyebabkan radiasi sinar UV ke limbus nasal

akan terjadi. Hal ini dapat menjelaskan kenapa pterygium sering terjadi dibagian nasal.

Gambar 1: Coroneo Effects

b) Iritasi kronik dari lingkungan pekerjaan (debu)

Debu adalah suatu kumpulan yang terditi dari berbagai macam partikel padat di udara yang

berukuran kasar dan tersebar, yang biasa disebut dengan koloid. Debu umumnya berasal dari

gabungan secara mekanik dari material yang berukuran kasar. Debu termasuk ke dalam

substansi yang bersifat toksik (racun).

Debu yang menyebabkan iritasi pada mata dapat terjadi jika terkena paparan secara terus

menerus dan dapat menjejaskan kesehatan mata. Gangguan iritasi pada membran mukosa

mata dan saluran pernafasan diantaranya memperlihatkan gejala seperti mata tampak menjadi

merah, bengkak, menjadi gatal, menangis, bersin dan batuk. Secara patologis, efek iritan

tidak banyak dapat dijelaskan.

10 | P a g e

Nasal Temporal

Page 11: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Pengaruh iritan dari debu yang berbeda tidak spesifik, sehingga keadaan ini tidak dapat

secara langsung dihubungkan dengan pengaruh dari debu. Tetapi secara klinis atau dengan

tes fungsional ataupun pemeriksaan secara morfologis dapat memperlihatkan kasus di mana

efek yang timbul berasal dari debu. Pada kasus yang jarang terjadi, menunjukkan pengaruh

yang akut seperti contohnya penghirupan debu vanadium pentoksida. Lebih-lebih lagi bila

paparan bertahun-tahun, maka akan menimbulkan penyakit jantung non spesifik. Akan tetapi

hal tersebut tidak mutlak sebagai penyebab utama, karena penyakit jantung juga terkait

dengan faktor penyebab lain seperti merokok dan penggunaan tembakau.4,5

Faktor risiko pterygium

1. Usia

Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa

tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Terdapat penelitian yang menunjukkan

pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan tiga.

2. Pekerjaan

Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV. Oleh itu,

semua pekerjaan yang sering terpajan dengan sinar matahari berisiko untuk terkena mata

dengan pterygium.

3. Tempat tinggal

Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini

meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir

menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih

tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya

pada latitude kurang dari 30L memiliki risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar

dibandingkan daerah yang lebih selatan.

4. Herediter

Ada penelitian yang mengatakan bahwa pterygium dipengaruhi oleh faktor herediter yang

diturunkan secara autosomal dominan.

5. Faktor risiko lainnya

11 | P a g e

Page 12: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap

rokok, pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium.3

Penatalaksanaan Pterygium

1.    Konservatif

Penanganan pterygium pada tahap awal adalah berupa tindakan konservatif seperti

penyuluhan pada pasien untuk mengurangi iritasi maupun paparan sinar ultraviolet dengan

menggunakan kacamata anti UV dan pemberian air mata buatan/topical lubricating drops.

2. Operatif

Pada pterygium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata

kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa

penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi

atau mengalami kelainan pada kornea.

Derajat 1: Jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea

Derajat 2: Jika pterygium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm

melewati kornea

Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat

mungkin setelah avulsi pterygium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi

dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjunctiva bagian superior untuk

menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan

hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mngkin, angka

kekambuhan yang rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus

pterigium yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.

Derajat 3: Jika pterygium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran

pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 34 mm)

Derajat 4: Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga menggang

gu penglihatan

12 | P a g e

Page 13: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Pasca operasi pasien diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid sebanyak 3

kali sehari sampai tampak tenang, yaitu sekitar 21 hari.6

Pencegahan terhadap pajanan

Upaya pencegahan terhadap paparan debu dan sinar ultraviolet dari lingkungan di

mana kita berada dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu melalui pengukuran secara teknis

dan pemeriksaan secara medis.

Pengukuran secara teknis terutamanya ditujukan untuk proteksi seseorang khususnya di

tempat kerja. Kondisi lingkungan perlu dikontrol dengan melakukan pengukuran kadar debu

udara untuk jangka waktu tertentu dan dilakukan secara kontinu, khususnya di tempat-tempat

yang berpotensial menghasilkan debu udara sangat penting untuk mengetahui kadarnya

apakah berada di bawah atau di atas nilai ambang batas debu udara. Adapun negara yang

telah mempunyai nilai standard ambang batas debu udara adalah Turki, yaitu untuk nilai

ambang batas daerah pemumikan sebesar 350 mg/m2/hr dan untuk nilai ambang batas daerah

industri sebesar 450 mg/m2/hr.

Selanjutnya usaha supaya konsentrasi/kadar debu tidak melampaui nilai ambang batas, maka

dengan pemasangan alat penyedot udara akan sangat membantu untuk kontrol kadar debu

udara pada suatu ruangan. Untuk proteksi bagi pekerja dengan kondisi lingkungan yang

potensial menghasilkan debu yang banyak, diharuskan memakai alat pelindung diri, terutama

alat pelindung terhadap organ pernafasan sebagai jalan masuknya debu udara ke dalam tubuh.

Penggunaan masker merupakan salah satu alat untuk proteksi diri terhadap debu. Masker

yang digunakan hendaknya disesuaikan ukurannya dengan pekerja yang memakainya,

sehingga pemakaian masker tidak terasa mengganggu aktivitas dan kenyamanan

pemakainnya.

Untuk mengelakkan radiasi sinar matahari yang berlebihan, dapat dipakai sunblock, atau

pakaian yang menutupi kulit. Jangan keluar di waktu-waktu siang karena paparan matahari

pada saat ini adalah maksimum.

Proteksi secara medis dilakukan dengan pemeriksaan status kesehatan seseorang yang

terpapar secara teratur, dan biasanya dilakukan oleh dokter perusahaan. Upaya ini merupakan

suatu langkah untuk mengetahui dan monitor kondisi kesehatan pekerja serta sebagai suatu

deteksi awal terhadap problem kesehatan yang mungkin ditemui.

13 | P a g e

Page 14: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Pemeriksaan status kesehatan tersebut meliputi pemeriksaan secara fisik dan biologis (tes

laboratorium). Pemeriksaan kesehatan yang lengkap akan memberikan bukti yang akurat dari

pekerja yang terpapar sehingga dapat membantu dokter dalam menentukan diagnosa penyakit

yang mungkin timbul akibat kerja.3,7

Kesimpulan

Kesimpulannya, diagnosis okupasi ditegakkan dengan 7 langkah diagnosis penyakit akibat

okupasi. Pasien didiagnosa terkena penyakit pterygium akibat penyakit yang berkaitan

dengan pekerjaan beliau sebagai pedagang mi ayam. Pajanan yang dialami seperti sinar

ultraviolet dan debu diinvestigasi apakah berperan secara langsung atau tidak langsung

dengan kejadian pterygium. Walaubagaimana pun, diagnosa okupasi tidak boleh ditegakkan

dengan mudah tanpa adanya bukti-bukti pajanan yang kaitan antara pajanan dengan penyakit

yang dialami secara sahih.

Daftar pustaka

1. J. Jeyaratnam, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Penerbit buku kedokteran ecg,

Jakarta. 1996; hal.1-17.

14 | P a g e

Page 15: Pterygium Akibat Penyakit Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

2. Jonathan Gleadle. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penerbit erlangga. Jakarta.

2007; h.44-5

3. Suyono, Joko. Deteksi dini penyakit akibat kerja. Penerbit buku kedokteran ecg, Jakarta.

1993; hal. 56-70.

4. Tylor H. Pterygium. Spb academic publishing, The hague. 2000; hal. 15-30

5. Riyadina W. Efek biologis dari paparan debu. Media litbang kesehatan, depkes ri. Vol 1

No 01, 1996. Hal. 10-13.

6. Isselbacher, dkk. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam / gangguan pada

penglihatan dan gerakan bola mata. Edisi 13 (1). Penerbit buku kedokteran ecg. Jakarta.

2008. h. 116-27

7. Harrington M, Gill F. Buku saku kesehatan kerja. Edisi 3. Penerbit buku kedokteran ecg,

Jakarta. 1992;hal. 115-90

15 | P a g e