refkas pterygium 1.docx

Upload: gilang-irwansyah

Post on 30-Oct-2015

182 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fsfs

TRANSCRIPT

OD PTERIGIUM SIMPLEK GRADE 3 DISERTAI ODS KATARAK IMATUR

REFLEKSI KASUS

Disusun Guna memenuhi Syarat Salah Satu Tugas Formatif Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Mata RST Dr. Soejono Magelang

Disusun Oleh :Ady Try Himawan Zen01208581Pembimbingdr. Dwidjo Pratiknjo, SpMdr. Hari Trilunggono, SpM

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG2012

BAB ISTATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIENNama lengkap: Ny. SAUmur: 60 tahunJenis Kelamin: PerempuanAgama: IslamPekerjaan: PetaniAlamat: Ds. Ngadirejo 14/06 Secang MagelangNo. RM: 075464Tanggal pemeriksaan: 8 Oktober 2012

II. ANAMNESISDilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 8 Oktober 2012 jam 10.30.

Keluhan Utama: Mata Kanan terasa ngganjel, gatal, dan perih disertai pandangan penglihatan kurang jelas.

Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang dengan keluhan mata kanan ngganjel, gatal, perih dan pandangan kedua mata kurang jelas. Pasien juga mengeluhkan kadang-kadang mata merah dan berair. Sekitar +1 tahun yang lalu, pasien merasa timbul benjolan seperti daging tumbuh berwarna putih di mata sebelah kanan dan benjolan tersebut dirasakan semakin lama semakin besar. Pasien adalah seorang petani, pasien mengaku jarang menggunakan topi dan tidak pernah menggunakan kacamata saat bekerja di sawah. Oleh karena pasien sering terpapar angin dan debu, pasien sering kali merasa ada sesuatu yang masuk ke matanya. Sebelumnya penderita belum pernah menggunakan kacamata untuk memperbaiki penglihatannya. Baik saat malam maupun siang hari penglihatannya tetap saja tidak terlalu jelas. Sebelumnya penderita pernah memeriksakan gejala tersebut ke dokter dan diberikan obat namun hasilnya kurang begitu memuaskan. Karena dirasakan sangat mengganggu aktifitas kemudian pasien datang ke poli mata RST Magelang untuk memeriksakan diri.Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat terpapar sinar matahari terus menerus, angin dan debu (+) Riwayat penyakit mata disangkal Riwayat penyakit gula (DM) disangkal Riwayat darah tinggi (hipertensi) disangkal Riwayat memakai kacamata disangkal Riwayat Operasi yang berhubungan dengan mata disangkal Riwayat kelainan mata sejak lahir disangkal Riwayat adanya trauma pada mata seperti mata terkena bahan-bahan kimia, terbentur benda tumpul atau benda tajam disangkalRiwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita sakit seperti pasienRiwayat Sosial Ekonomi: Pasien adalah seorang petani. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas. Kesan ekonomi kurang.

III. PEMERIKSAAN FISIKA. STATUS GENERALISKeadaan Umum: BaikKesadaran: ComposmentisTanda VitalTekanan Darah: 140/80 mmHgNadi: 70 kali/menitPernapasan: 24 kali/menitSuhu: 36C Status gizi: Baik

B. STATUS OFTALMOLOGIGambar: OD OS

1

332Keterangan: 1. OD Injeksi konjungtiva (+)2. OD pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva berwarna putih, di nasal, bentuk segitiga, puncak ke arah kornea.3. ODS kekeruhan pada lensa

OCULUS DEXTER (OD)PEMERIKSAANOCULUS SINISTER (OS)

6/20 S-1,50 6/12Visus6/15 S-1,25 6/12

NBCKoreksiNBC

Gerak bola mata normal, enoftalmus (-), eksoftalmus (-), strabismus (-)Bulbus okuliGerak bola mata normal, enoftalmus (-), eksoftalmus (-), strabismus (-)

Edema (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-),blefarospasme (-), lagoftalmus (-),ektropion (-),entropion (-)

PalpebraEdema (-), hiperemis(-), nyeri tekan (-), blefarospasme (-), lagoftalmus (-),ektropion (-),entropion (-)

Edema (-), injeksi konjungtiva (+), bangunan patologis (+) penonjolan jaringan ikat bentuk segitiga, infiltrat (-)KonjungtivaEdema (-),injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-), bangunan patologis (-), infiltrat (-)

Warna putih dan tidak ikterikSkleraWarna putih dan tidak ikterik

Bulat, edema (-), infiltrat (-), sikatriks (-)KorneaBulat, edema (-), infiltrat (-), sikatriks (-)

Jernih, kedalaman cukup, hipopion (-), hifema (-)Camera Oculi Anterior (COA)Jernih, kedalaman cukup, hipopion (-), hifema (-)

Kripta (+), warna coklat, edema (-), sinekia (-), atrofi (-), iris shadow (+)IrisKripta (+), warna coklat, edema (-), sinekia (-), atrofi (-), iris shadow (+)

Reguler, letak sentral, diameter: 3mm, refleks pupil L/TL: +/+PupilReguler, letak sentral, diameter: 3mm, refleks pupil L/TL: +/+

Keruh LensaKeruh

Tidak dapat dinilaiVitreusTidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilaiRetinaTidak dapat dinilai

+ (Suram)Fundus Refleks+ (Suram)

Tidak dilakukanTIOTidak dilakukan

Epifora (-),lakrimasi (+)Sistem LakrimasiEpifora (-),lakrimasi (-)

V. DIAGNOSA DIFFERENSIALOCULUS DEXTER (OD)OCULUS SINISTER (OS)

i. OD pterigium simpleksii. OD pseudopterigium iii. OD pannusiv. OD pinguekula

i. OD Katarak Imaturii. OD Katarak Matur

i. OS Katarak Imaturii. OS Katarak Matur

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Laboratoriuma. Pemeriksaan Darah Lengkapb. Pemeriksaan GDS, GDP, GDPPVII. DIAGNOSA KERJAOD pterigium simpleks grade 3Dasar diagnosis: OD jaringan Fibrovaskuler menjalar dari nasal ke arah temporal, bentuk segitiga, puncak ke arah kornea, warna lebih merah dibanding jaringan sekitarnya. Jaringan fibrovaskuler menjalar hingga melebihi 2 mm dari kornea namun belum menutupi pupil. OD Injeksi konjungtiva (+), OD lakrimasi (+), Riwayat terpapar debu, angin, sinar matahari terus menerus (+)ODS katarak imaturDasar diagnosis: Terdapat kekeruhan pada sebagian besar lensa dan terjadi pembengkakan lensa sehingga iris terdorong kedepan dan COA menjadi dangkal. Hasil iris shadow test (+). Pada stadium ini terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung hal ini ditandai dengan penderita dapat melihat dengan lebih jelas saat dipakaikan S (-). VIII. TERAPIa. Terapi medikamentosa Inmatrol ED BT IS 3 dd gtt I ODS. Ciprofloxacin 500mg S 2 dd tab 1 Neurodex tabS 1 dd tab 1b. Terapi operatifa. Bare Sklerab. Mc Reynold Opperationc. Amnion Graft / Konjungtiva Graftd. Fibrin Tissue Adhesive (GLUE)e. EKEKf. EKIKg. FACOIX. PROGNOSIS OCULUS DEXTER (OD) OCULUS SINISTER (OS)Quo Ad Visam:Dubia Ad bonamDubia Ad bonamQuo Ad Sanam:Dubia Ad bonamDubia Ad bonamQuo Ad Functionam: Ad bonam Ad bonam Quo Ad Kosmetikam:Ad bonam Ad bonamQuo Ad Vitam:Ad bonamAd bonam

X. USUL DAN SARAN Pasien sebaiknya menggunakan topi dan kacamata saat bekerja untuk mengurangi paparan terhadap sinar matahari. Pasien disarankan untuk kembali lagi berobat apabila masih terasa gejala-gejala (ngganjel dan sepet) pada mata kanan. Memotivasi pasien untuk dilakukan ekstirpasi pterygium. Berikan penjelasan bahwa pada Katarak tidak ada jalan lain selain Operasi agar dapat membantu dalam perbaikan penglihatan kembali. Obat-obatan hanya diberikan sementara untuk mengurangi gejala-gejala yang ada tanpa membantu dalam perbaikan penglihatan kembali.

XI. KOMPLIKASIa. Sebelum operasii. Penurunan penglihatanii. Kemerahan pada mataiii. Iritasiiv. Diplopiab. Setelah operasii. Sikatrik pada korneaii. Pengeringan fokal kornea mata (hal ini sangat jarang terjadi)iii. Infeksiiv. Reaksi material jahitanv. Diplopiavi. Komplikasi yang jarang terjadi, meliputi: perforasi bola mata, perdarahan vitreus atau retinal detachment.XII. RUJUKANDalam kasus ini tidak dilakukan Rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran Lainnya, karena dari pemeriksaan klinis dan laboratorium tidak ditemukan kelainan yang berkaitan dengan Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIPterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterygium akan berwarna merah. Pterygium dapat mengenai kedua mata (Ilyas, 2009).Pterygium merupakan konjungtiva bulbi patologik yang menunjukkan penebalan, berupa lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh menjalar ke dalam kornea, dengan puncak segitiganya di kornea, kaya akan pembuluh darah yang menuju ke arah puncak Pterygium. Kebanyakan Pterygium ditemukan di bagian nasal, dan bilateral. Pada kornea penjalaran Pterygium mengakibatkan kerusakan epitel kornea dan membran Bowman (Perdami, 2002).

B. EPIDEMIOLOGIUmumnya terjadi pada usia 20-30 tahun pada daerah yang beriklim tropis. Di seluruh dunia, terdapat penurunan insidensi pada daerah bagian atas lintang utara dan relatif terjadi peningkatan di bawah garis lintang utara. Hubungan ini terjadi untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat yaitu daerah-daerah elevasi yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini (Juliansyah, 2009).

C. ETIOLOGIPterygium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi (Ilyas, 2009).

D. FAKTOR RISIKOFaktor risiko yang mempengaruhi antara lain : 1. Usia Prevalensi Pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa, tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak (Hamurwono et al., 1984). Tan berpendapat Pterygium terbanyak pada usia 2 dekade dua dan tiga (Tan, 2002). Di RSUD AA tahun 2003-2005 didapatkan usia terbanyak 31 40 tahun, yaitu 27,20%.2. Pekerjaan Pertumbuhan Pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV (Raihana, 2007).3. Tempat tinggal Gambaran yang paling mencolok dari Pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian Pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 30 memiliki risiko penderita Pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan (Tan, 2002). 4. Jenis kelamin Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan (Hamurwono et al., 1984).5. Herediter Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan (Tan, 2002).6. Infeksi Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab Pterygium(Tan, 2002).7. Faktor risiko lainnya Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Pterygium(Tan, 2002).

E. PATOFISIOLOGIPatofisiologi Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan proliferasi jaringan fibrovaskular pada stroma subepitel yang tervaskularisasi, dengan permukaan yang menutupi epitelium. Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan basofilia bila diberi pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin. Jaringan ini juga dapat diwarnai dengan pewarna jaringan elastik akan tetapi bukan jaringan elastik yang sebenarnya oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh elastase (Juliansyah, 2009).

F. KLASIFIKASI DAN GRADEKlasfikasi Pterygium:1. Pterygium simpleks: jika terjadi hanya di bagian nasal atau temporal saja.2. Pterygium dupleks: jika terjadi pada nasal dan temporal.

Grade pada Pterygium:1. Grade 1Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan lesi (ditunjukkan dengan Stocker line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan Pterygium. Lesi/jejas ini asimptomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat meradang (intermitenly inflamed). Jika memakai soft contact lens, gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang luas bersandar pada ujung kepala Pterygium yang sedikit naik/terangkat dan hal ini dapat menyebabkan iritasi.

2. Grade 2Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recunrrent) sehingga diperlukan tindakan pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme.

3. Grade 3Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis). Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan mata (Juliansyah, 2009).

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia derajat pertumbuhan Pterygium dibagi menjadi :a. Derajat I : hanya terbatas pada limbus b. Derajat II : sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm melewati kornea.c. Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm) d. Derajat IV : Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan (Perdami, 2006).

G. TANDA KLINIKBila masih baru, banyak mengandung pembuluh darah, warnanya menjadi merah, kemudian menjadi membran yang tipis berwarna putih dan stasioner. Bagian sentral melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantinkan epitel, juga membran Bowman, dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini mendekati pupil. Biasanya didapat pada orang-orang yang banyak berhubungan dengan angin dan debu, terutama pelaut dan petani. Kelainan ini merupakan kelainan degenerasi yang berlangsung lama. Bila mengenai kornea, dapat menurunkan visus karena menimbulkan astigmat dan juga dapat menutupi pupil, sehingga cahaya terganggu perjalanannya. Pterygium juga dapat meradang dan berwarna merah, terasa mengganjal disertai mata yang berair (Wijana, 1983).

H. DIAGNOSISPterygium dapat berupa berbagai macam perubahan fibrovaskular pada permukaan konjungtiva dan pada kornea. Penyakit ini lebih sering menyerang konjungtiva nasal dan akan meluas ke kornea bagian nasal. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik sering didapatkan berbagai macam keluhan, mulai dari tidak ada gejala yang berarti sampai mata menjadi sangat merah, mata gatal, iritasi, berair, dan pandangan kabur, disertai jejas pada konjungtiva yang membesar.Gambaran klinis bisa dibagi menjadi 2 kategori umum, sebagai berikut :1. Kelompok pasien yang mengalami Pterygium berupa proliferasi minimal dan penyakitnya lebih bersifat atrofi. Pterygium pada kelompok ini cenderung lebih pipih dan pertumbuhannya lambat mempunyai insidensi yang lebih rendah untuk kambuh setelah dilakukan eksisi.2. Pada kelompok kedua,Pterygium mempunyai riwayat penyakit tumbuh cepat dan terdapat komponen elevasi jaringan fibrovaskular. Pterygium dalam grup ini mempunyai perkembangan klinis yang lebih cepat dan tingkat kekambuhan yang lebih tinggi untuk setelah dilakukan eksisi (Juliansyah, 2009).

I. DIAGNOSIS BANDINGa. PseudopterygiumApabila terjadi ulkus kornea atau kerusakan permukaan kornea, dapat terjadi bahwa dalam proses penyembuhan, konjungtiva menutupi luka kornea tersebut, sehingga terlihat seolah-olah konjungtiva menjalar ke kornea.Pada pseudopterygium dapat dimasukkan sonde di bawahnya, dan tidak bersifat progresif.Pseudopterygium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan kecuali sangat mengganggu visus atau alasan kosmetik.

b. PannusMerupakan pertumbuhan pembuluh darah ke dalam sekeliling kornea. Pada individu normal, kornea seharusnya avaskuler, hipoksia lokal kronis (seperti pada penggunaan contact lens berlebihan) atau inflamasi dapat menyebabkan vaskularisasi di sekeliling kornea. Pannus juga dapat terjadi pada penyakit stem cell kornea seperti aniridia.

c. Pinguekula Kelainan ini juga terdapat pada konjungtiva bulbi, baik bagian nasal maupun bagian temporal, di daerah celah kelopak mata. Pinguekula terlihat sebagai penonjolan berwarna putih kuning keabuan berupa hipertrofi, yaitu penebalan selaput lendir.Pada umumnya pinguekula tidak memerlukan pengobatan. Pinguekula yang menunjukkan adanya peradangan, diobati dengan steroid untuk mempercepat redanya peradangan.

J. PENATALAKSANAANPterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila Pterygium meradang, dapat diberikan steroid atau tetes mata dekongestan.Pengobatan Pterygium adalah dengan sikap konservatif. Dapat juga dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau bila Pterygium telah menutupi media penglihatan. Hal-hal ini merupakan indikasi dari operasi pengangkatan Pterygium.Prinsip penanganan Pterygium dibagi 2, yaitu cukup dengan pemberian obat-obatan jika Pterygium masih derajat 1 dan 2, sedangkan tindakan bedah dilakukan pada Pterygium yang melebihi derajat 2. Tindakan bedah juga dipertimbangkan pada Pterygium derajat 1 atau 2 yang telah mengalami gangguan penglihatan (Ilyas, 2009).Lindungilah mata dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat dellen (lekukan kornea) dapat diberikan air mata buatan dalam bentuk salep.Tindakan bedah yang dapat dilakukan dalam kasus Pterygium antara lain adalah:a. Bare SkleraPterygium diangkat, lalu dibiarkan saja. Tindakan ini tidak dilakukan untuk Pterygium progresif karena dapat menimbulkan terjadinya granuloma.

b. Mc Reynold OpperationPuncak Pterygium yang terdapat pada kornea dilepaskan dari dasarnya, sementara bagian yang lain dilepaskan dari konjungtiva bulbi. Bekasnya di kornea dan sklera dibersihkan dan dilakukan elektrokauterisasi untuk menghindari perdarahan. Bila membran tersebut terlalu tebal atau panjang, dapat digunting sebagian untuk kemudian disisipkan di bawah konjungtiva bulbi. Maksudnya agar bila terjadi kekambuhan, tidak masuk ke dalam kornea. Tetapi menurut pengalaman, meskipun telah dioperasi, masih dapat kambuh kembali dengan cepat. Bila sering residif, dapat diberi penyinaran sinar , atau dilakukan eksterpasi dan transplantasi mukosa mulut atau konjungtiva forniks.

c. Amnion Graft / Konjungtiva GraftSetelah Pterygium diambil lalu digraft dari amnion atau selaput mukosa mulut atau konjungtiva bulbi pars superior.Dengan teknik amnion graft ini tingkat rekurensi kasus Pterygium dapat ditekan sebesar sekitar 5%.

d. Fibrin Tissue Adhesive (GLUE)Metode pembuatan fibrin menggunakan teknik dari Hratman dengan modifikasi minor. Sehari sebelum dioperasi, ambil dengan spuit yang diberi heparin 10 l darah vena pasien untuk setiap 100 cm2 kulit yang akan digraft/dibuat flap. Lalu dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Lalu plasma yang terpisah diambil dengan jarum spinal. Seluruh prosedur dilakukan dengan kondisi yang sangat steril. Plasma inilah yang akan menjadi bahan dari fibrinogen dan disimpan di dalam syringe dengan suhu -200oC. konsentrasi dari fibrinogen dalam plasma ini adalah 350-450 mg/100 ml.K. KOMPLIKASIa. Sebelum operasii. Penurunan penglihatanii. Kemerahan pada mataiii. Iritasiiv. Diplopiab. Setelah operasii. Sikatrik pada korneaii. Pengeringan fokal kornea mata (hal ini sangat jarang terjadi)iii. Infeksiiv. Reaksi material jahitanv. Diplopiavi. Conjungtival graft dehiscencevii. Corneal scaringviii. Komplikasi yang jarang terjadi, meliputi: perforasi bola mata, perdarahan vitreus atau retinal detachment.Komplikasi juga dapat terjadi karena terlambatnya dilakukan operasi dengan radiasi beta pada pterygium yaitu terjadinya pengenceran sklera dan kornea (Juliansyah, 2009).

L. PENCEGAHANSecara teoritis adalah dengan memperkecil terpaparnya radiasi UV untuk mengurangi risiko berkembangnya Pterygium, pada individu yang mempunyai risiko lebih tinggi. Pasien disarankan untuk menggunakan kacamata atau topi pelindung dari cahaya matahari.Pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah tropis dan subtropik atau pada pasien yang memiliki aktivitas di luar dengan suatu risiko tinggi terhadap cahaya ultraviolet, misalnya memancing, berkebun, atau pekerja bangunan. Jadi sebaiknya untuk para pekerja lapangan dianjurkan untuk menggunakan kacamata dan topi pelindung.

KATARAK

A. DEFINISIKatarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh.Katarak berasal dari bahasa Yunani cataracta yang berarti air terjun. Asalkata ini mungkin sekali karena pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutupoleh air terjun di depan matanya akibat. Seorang dengan katarak akan melihat benda seperti ditutupikabut. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau keduanya (Ilyas, 2009).

B. KLASIFIKASI KATARAK Berdasarkan waktu perkembangannya katarak diklasifikasikan menjadi katarakkongenital, katarak juvenil dan katarak senilis.1. Katarak kongenital dapat berkembang dari genetik, trauma atau infeksi prenatal dimana kelainan utama terjadi di nukleus lensa. Kekeruhan sebagian pada lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir dan umumnya tidak meluas dan jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa2. Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir.Kekeruhan lensa terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa.Biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai softcataract. Katarak juvenil biasanya merupakan bagian dari satu sediaan penyakit keturunan lain.3. Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Telah diketahui bahwa katarak senilis berhubungan dengan bertambahnya usia dan berkaitan dengan proses penuaan lensa.

Berdasarkan stadiumnya, katarak dibagi menjadi stadium insipien, stadium imatur,stadium matur, dan stadium hipermatur.1. Stadium insipien. Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda),terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis relatif masih jernih. Gambaran ini disebut spokes of a wheelyang nyata bila pupil dilebarkan.2. Stadium imatur. Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Kekeruhan terutama terdapat di bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka inar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat di pupil ada daerah yang terang sebagai refleks pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang gelap,akibat bayangan iris pada lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+)

3. Stadium matur. Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua sinar yangmelalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa. Tak ada bayangan iris. Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Shadow testmembedakan stadium matur dari imatur, dengan syarat harus diperiksa lebih lanjut dengan midriatika,oleh karena pada katarak polaris anterior juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan terletak di daerah pupil. Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya terdapat pada daerah pupil saja. Kadang-kadang, walaupun masih stadium imatur, dengankoreksi, visus tetap buruk, hanya dapat menghitung jari, bahkan dapat lebih buruk lagi1/300 atau satu per tak hingga, hanya ada persepsi cahaya, walaupun lensanya belumkeruh seluruhnya. Keadaan ini disebut vera matur.

4. Stadium hipermatur. Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair, sehingga nukleus lensa turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui pupil, pada daerah yang keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian bawah, dengan warna yang lain daripada bagian yang diatasnya, yaitu kecoklatan. Pada stadium ini juga terjadikerusakan kapsul lensa, yang menjadi lebih permeabel, sehingga isi korteks yang cairdapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang di bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.Pada perjalanan dari stadium I ke stadium IV, dapat timbul suatu keadaan yang disebut intumesensi yaitu penyerapan cairan bilik mata depan oleh lensa sehingga lensamenjadi cembung dan iris terdorong ke depan, bilik mata depan menjadi dangkal. Hal ini tidak selalu terjadi.Pada umumnya terjadi pada stadium II.Selain itu terdapat jenis katarak lain :Katarak rubella : Ditularkan melalui Rubella pada ibu hamilKatarak Brunesen Katarak yang berwarna coklat sampai hitam, terutama pada nucleus lensa Dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi.Katarak Komplikata : Katarak akibat penyakit mata lain seperti radang dan proses degenerasi. Mempunyai tanda khusus yaitu selamanya dimulai di korteks atau dibawah kapsul menuju ke korteks atau dibawah kapsul menuju sentral Pada lensa terlihat kekeruhan titik subkapsular ayng sewaktu-waktu menjadi katarak lamelar.Katarak Diabetik : Akibat adanya penyakit Diabetes Mellitus. Meningkatkan insidens maturasi katarak >> Pada lensa terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsularyang sebagian jernih dengan pengobatan.Katarak Sekunder Adanya cincin Soemmering (akibat kapsul pesterior yang pecah) dan Mutiara Elsching (epitel subkapsular yang berproliferasi)Katarak TraumatikaDapat terjadi akibat trauma mekanik, agen-agen fisik (radiasi, aruslistrik, panas dan dingin) (Ilyas, 2009)

C. PATOFISIOLOGILensa mengandung tiga komponen anatomis yaitu : Nukleus zone sentral Korteks perifer Kapsul anterior dan posterior Sebagian besar katarak terjadi karena suatu perubahan fisik dan perubahan kimia pada protein lensa mata yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh.Perubahan fisik (perubahan pada serabut halus multiple (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar lensa) menyebabkan hilangnya transparansi lensa.Perubahan kimia pada protein inti lensa mengakibatkan pigmentasi progresif sehingga nukleus menjadi kuning atau kecokelatan juga terjadi penurunan konsentrasi glutation dan kalium, peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium serta peningkatan hidrasi lensa. Perubahan ini dapat terjadi karena meningkatnya usia sehingga terjadi penurunan enzim yang menyebabkan proses degenerasi pada lensa. Penyebab pada katarak senilis belum diketahui pasti, namun diduga terjadi karena:a. Proses pada nukleusOleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong ke arah tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi lebih padat (nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan ion kalsium dan sklerosis. Pada nukleus ini kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi lebih hipermetrop. Lama kelamaan nukleus lensa yang pada mulanya berwarna putih menjadi kekuning-kuningan, lalu menjadi coklat dan kemudian menjadi kehitam-hitaman. Karena itulah dinamakan katarak brunesen atau katarak nigra.b. Proses pada korteksTimbulnya celah-celah di antara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan penimbunan kalsium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung dan membengkak, menjadi lebih miop. Berhubung adanya perubahan refraksi ke arah miopia pada katarak kortikal, penderita seolah-olah mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah (Wijana, 1983).

D. GEJALA DAN TANDA1. Pengurangan ketajaman penglihatan secara bertahap2. Pandangan seperti ada kabut atau air terjun3. Silau, sehingga penglihatan di malam hari lebih nyaman dibandingkan siang hari4. Miopia5. Kesulitan membaca bila tidak cukup cahaya6. Sering berganti kacamata(Ilyas, 2009)

E. DIAGNOSISANAMNESIS : Penurunan ketajaman penglihatan secara bertahap (gejala utama katarak) Mata tidak merasa sakit, gatal , atau merah Gambaran umum gejala katarak yang lain seperti :1. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film2. Perubahan daya lihat warna3. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata4. Lampu dan matahari sangat mengganggu5. Sering meminta resep ganti kacamata6. Penglihatan ganda (diplopia)PEMERIKSAAN FISIK MATA1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan2. Melihat lensa dengan penlight dan loopDengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow).Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedangkan bayangan dekat dan kecil dengan pupil terjadi katarak matur.3. Slit lamp4. Pemeriksaan opthalmoskop (sebaiknya pupil dilatasi)(Wijana, 1983)

F. DIAGNOSA BANDING1. Leukokoria2. Oklusi pupil3. Ablasi retina4. Retinoblastoma(Wijana, 1983)

G. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan untuk katarak adalah pembedahan (operasi).Medikamentosa diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang ditimbulkan oleh penyulit misalnya, silau maka pasien dapat menggunakan kacamata.Untuk mengurangi inflamasi dapat diberikan steroid ringan. Dapat pula dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang, suplementasi vitamin A,C,E, serta antioksidan lainnya dengan dosis yang tepat dapat membantu memperlambat progresifitas katarak.Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa dengan isi kapsul lensa atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nucleus) melalui kapsul anterior yang dirobek dengan meninggalkan kapsul posterior.a. Operasi katarak ekstrakapsular atau ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK)Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah gloukoma, mata dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadi katarak sekunder.Tindakan ekstraksi katarak ekstrakapsuler yang terencana dilakukan apabila:1. Kita ragu apakah nukleus lentis sudah terbentuk atau belum.2. Kita mengira badan kaca mencair, misalnya pada miopia tinggi, setelah menderita uveitis.3. Telah terjadi perlengketan luas antara iris dan lensa.4. Pada operasi mata yang lainnya, telah terjadi ablasi atau prolaps badan kaca.5. Setelah operasi mata yang lainnya, timbul penempelan badan kaca pada kornea yang menyebabkan distrofi kornea.6. Terkandung maksud untuk memasang lensa intraokuler buatan.b. Operasi katarak intrakapsular atau ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK)Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi da mudah diputus. Pada tindakan ini tidak akan terjadi katarak sekunder (Ilyas, 2009). Indikasi ekstraksi katarak:1. Pada bayi: kurang dari 1 tahunBila fundus tak terlihat. Bila masih dapat dilihat, katarak dibiarkan saja.2. Pada umur lanjuta. Indikasi klinis: kalau katarak menimbulkan penyulit uveitis atau glaukoma, meskipun visus masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi juga, setelah keadaan menjadi tenang.b. Indikasi visuil: tergantung dari katarak monokuler atau binokuler3. Katarak monokulera. Bila sudah masuk dalam stadium maturb. Bila visus pasca bedah sebelum dikoreksi, lebih baik daripada sebelum operasi4. Katarak binokulera. Bila sudah masuk dalam stadium maturb. Bila visus meskipun telah dikoreksi tidak cukup untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.Macam-macam ekstraksi katarak sesuai konsistensi dari kataraknya:1. Katarak cair: umur kurang dari 1 tahun, dilakukan disisi lensa2. Katarak lembek: umur 1-35 tahun, dilakukan ekstraksi linier/ekstraksi katarak ekstrakapsuler3. Katarak keras: umur lebih dari 35 tahun, dilakukan ekstraksi katarak ekstrakapsulerH. KOMPLIKASI Dislokasi lensa dan subluksasi sering ditemukan bersamaan dengan kataraktraumatic. Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti blok pupil,glaukoma sudut tertutup, uveitis,retinal detachment, rupture koroid, hifema,perdarahan retrobulbar, neuropati optik traumatic

I. PROGNOSISPrognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis, karena adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina.Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.Prognosis penglihatan pasien dikatakan baik apabila: Fungsi media refrakta baikDilakukan dengan melihat kejernihan serta keadaan media refrakta mulai dari kornea, iris, pupil dan lensa melalui lampu sentolop maupun slit lamp. Fungsi makula atau retina baikDilakukan dengan pemeriksaan retpersepsi warna, dengan cara menyorotkan cahaya merah dan hijau di depan mata yang kemudian dengan sentolop cahaya diarahkan ke mata. Fungsi N. Opticus (N.II) baik Fungsi serebral baikDAFTAR PUSTAKA

Hamurwono, G.D., Nainggolan, S.H. 1984. Buku Pedoman Kesehatan Mata dan Pencegahan Kebutaan Untuk Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan. 14-17Ilyas S. 2003.Ilmu Penyakit Mata, Edisi kedua. Jakarta: Balai Penelitian FKUI.Kim, H.H, Mun, H.J. 2008. Conjunctivolimbal Autograft Using a Fibrin Adhesive in Pterygium Surgery. Dalam: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2629906/. Diakses tanggal: 7 Juli 2011.Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). 2006. Editor Tahjono. Dalam panduan manajermen klinik PERDAMI. CV Ondo JakartaRaihana. 2007.Karakteristik penderita pterygium dipoliklinik mata RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari 2003 Desember 2005. Pekanbaru ; FK UNRI.Tan, D.T.H.2002. Ocular Surface Diseases Medical and Surgical Management. New York: Springer. 65 83Vaughan, D.G., 2009, Oftalmologi Umum, Widya Medika: Jakarta.Wijana, N., 1983, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta : 41-42.24