tinjauan pustaka dbd

21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue 2.1.1 Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi, terutama Aedes aegypti yang ditunjukkan dengan gejala klinis awal demam tinggi mendadak, lemah dan lesu, timbul bintik-bintik merah pada kulit dan nyeri ulu hati (Depkes RI, 2009). Demam berdarah dengue adalah penyakit virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang hidup di dalam dan disekitar rumah yang sangat berbahaya dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diathesis hemoragik, hemokonsentrasi dan syok sehingga menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat singkat atau dalam beberapa hari akibat penanganan yang terlambat (WHO, 2005). 2.1.2 Epidemiologi

Upload: kabir-muhammad

Post on 13-Dec-2014

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka DBD

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

2.1.1 Definisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi,

terutama Aedes aegypti yang ditunjukkan dengan gejala klinis awal demam tinggi mendadak,

lemah dan lesu, timbul bintik-bintik merah pada kulit dan nyeri ulu hati (Depkes RI, 2009).

Demam berdarah dengue adalah penyakit virus dengue yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti betina yang hidup di dalam dan disekitar rumah yang sangat berbahaya

dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia, diathesis hemoragik, hemokonsentrasi dan syok sehingga

menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat singkat atau dalam beberapa hari

akibat penanganan yang terlambat (WHO, 2005).

2.1.2 Epidemiologi

Hampir semua Negara tropis, virus dengue sangat endemik, salah satunya termasuk

Negara Indonesia. Di Indonesia, kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968.

Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 Provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD

(Widoyono, 2008).

Frekuensi KLB DBD semakin tahun semakin meningkat, daerah yang terserang juga

semakin luas. Berdasarkan data yang ada dapat diidentifikasi terjadinya peningkatan frekuensi

serangan setiap 3–5 tahun sekali dengan jumlah penderita yang lebih besar. Walaupun resiko

kematian diantara penderita DBD (CFR) semakin menurun tetapi jumlah kematian DBD (angka

kematian) semakin meningkat (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Page 2: Tinjauan Pustaka DBD

2.1.3 Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu

arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus

Flavirus dari famili Flaviviridae (Widoyono, 2008).

Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3

atau, DEN-4 yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang

sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya. Nyamuk ini menjadi

infektif ±7 hari sesudah menghisap darah penderita DBD sebelumnya. Selama periode ini,

nyamuk aedes yang telah terinfeksi oleh virus dengue akan tetap infektif dan potensial

menularkan virus dengue kepada manusia yang rentan lainnya (Ginanjar G, 2008).

Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan sangat berhubungan dengan DBD

kasus berat dan yang terbanyak di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

2.1.4 Cara Penularan

Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh interaksi tiga faktor, yaitu sebagai berikut.

1. Faktor penjamu (Target penyakit atau inang), dalam hal ini adalah manusia yang

rentan tertular penyakit DBD.

2. Faktor penyebar (vektor) dan penyebab penyakit (agent). Dalam hal ini adalah virus

DEN tipe 1-4 sebagai agen penyebab penyakit, sedangkan nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus berperan sebagai vektor penyebar penyakit DBD.

3. Faktor lingkungan, yakni lingkungan yang memudahkan terjadinya kontak penularan

penyakit DBD (Budiarto E, 2012).

Penyakit DBD ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina

yang menggigit atau menghisap darah pada pagi sampai sore hari. Ada dua puncak aktifitas

Page 3: Tinjauan Pustaka DBD

menggigit yaitu antara pukul 08.00 sampai 10.00 pagi dan pukul 16.00 sampai 18.00 sore.

Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang

sedang mengalami viremia (terdapat virus didalam darahnya) yaitu beberapa hari saat menjelang

timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir, biasanya berlangsung selama 4–7 hari.

Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama ±7 hari terutama dalam kelenjar air liurnya

sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia, pada saat gigitan berikutnya virus dengue

akan dipindahkan bersama air liur nyamuk dalam tubuh manusia. Virus ini akan berkembang

selama ±7 hari sebelum menimbulkan penyakit (Depkes RI, 2008).

Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama

satu minggu, orang yang didalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit

demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya

atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit, tetapi semua merupakan pembawa virus

dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah

yang ada nyamuk penularnya, sekali terinfeksi nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya

(Widoyono, 2008).

Gambar 2.1: Siklus Penyakit DBD(Sumber : Informasi Umum Demam Berdarah, Depkes RI, Jakarta, 2009).

Page 4: Tinjauan Pustaka DBD

2.1.5 Perantara (Aedes aegypti)

2.1.5.1 Morfologi dan lingkungan hidup nyamuk

Nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran nyamuk

rumah, berwarna hitam dengan bintik–bintik putih. Nyamuk betina memerlukan istirahat 2–3

hari untuk mematangkan telur, nyamuk betina melekatkan telurnya diatas permukaan air dalam

keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Nyamuk betina dapat mengeluarkan

sekitar seratus butir telur setiap kali bertelur dengan ukuran 0,7 mm perbutir, telur dapat bertahan

sampai 6 bulan.

Stadium telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa hidup di dalam air. Pada umumnya telur

akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2–3 hari setelah telur itu terendam air. Stadium jentik

berlangsung 6–8 hari, stadium pupa berlangsung antara 2–4 hari. Perkembangan dari telur

menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu 9 hari. Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup 2–3

bulan (Natadisastra D, 2009).

Gambar 2.2: Siklus Hidup Aedes aegypti (sumber: Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue, Depkes RI, 2006).

2.1.5.2 Tempat perkembangan nyamuk

Page 5: Tinjauan Pustaka DBD

Tempat perkembangan nyamuk Aedes aegypti adalah tempat penampungan air dalam

atau di sekitar rumah atau tempat-tempat umum yang biasanya tidak melebihi jarak 500 meter

dari rumah. Nyamuk ini bersarang dan bertelur di genangan air jernih, bukan di got atau

diselokan kotor, tempat perkembangbiakan nyamuk berupa genangan air yang tertampung

disuatu tempat atau bejana. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak digenangan air yang

langsung berhubungan dengan tanah (Soedarmo, 2005).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), jenis tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti dapat dikelompokkan dalam beberapa tempat yaitu dalam tempat penampungan

air untuk kepentingan sehari-hari, seperti bak mandi, drum, tempayan, ember, gentong dan lain-

lain. Kemudian tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat air

minum burung, vas bunga, kaleng, botol, ban bekas dan plastik bekas. Serta tempat

penampungan alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa,

pohon bambu dan lain-lain.

Pada malam hari nyamuk lebih suka bersembunyi disela-sela pakaian tergantung yang

sudah digunakan, terutama diruang gelap atau lembab, nyamuk ini mampu terbang sampai

radius ± 100 meter dan tergolong antropofilik yaitu suka darah manusia, berbeda dengan

nyamuk lain yang sudah puas menggigit atau menghisap darah satu orang saja, nyamuk Aedes

aegypti ini mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu

singkat sehingga mempercepat terjadinya proses penularan (Syafrudin, 2011).

2.1.6 Patogenesis

Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah manusia

kemudian bereplikasi (memperbanyak diri). Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk

Page 6: Tinjauan Pustaka DBD

antibodi, selanjutnya akan terbentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi

sebagai antigennya.

Komplek antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel

pembuluh darah yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan

permeabilitas kapiler meningkat yang ditunjukan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah

kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan

eritrosit. Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai pendarahan

hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, berak darah), saluran pernafasan (mimisan,

batuk berdarah) dan organ vital (jantung, hati, ginjal) yang sering mengakibatkan kematian

(Widoyono, 2008).

2.1.7 Tanda dan gejala

Gambaran klinis DBD sering kali tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak

biasanya di dapatkan demam dengan ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa mungkin

hanya di dapatkan demam ringan atau gambaran klinis lengkap dengan panas tinggi mendadak,

sakit kepala hebat, sakit bagian belakang kepala, nyeri otot dan sendi serta ruam. Tidak jarang

ditemukan perdarahan kulit, biasanya didapatkan leukopeni atau kadang-kadang trombositopeni

(Mandal, 2008).

Manisfestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa

demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue

(SSD). Fase demam yang dialami pasien biasanya selama 2–7 hari yang diikuti oleh fase kritis

selama 2–3 hari, pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko

untuk terjadi renjatan jika tidak mendapatkan pengobatan adekuat (Sudoyo, 2009).

Page 7: Tinjauan Pustaka DBD

Secara keseluruhan pasien penyakit DBD pada umumnya disertai dengan gejala-gejala

klinis dan kelainan laboratoris sebagai berikut:

Kriteria klinis:

1. Demam tinggi selama 2–7 hari yang dapat mencapai 40oC. Demam sering disertai gejala

tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan

tulang, serta sakit didaerah belakang bola mata (retroorbita) dan wajah yang kemerah-

merahan (flushing).

2. Tanda-tanda perdarahan spontan seperti mimisan, perdarahan gusi, perdarahan pada kulit

seperti tes Rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, muntah darah atau berak darah hitam.

3. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali)

4. Kegagalan sirkulasi darah yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat,

akral dingin, gelisah, tidak sadar dan syok yang dapat menyebabkan kematian.

Kriteria laboratorium:

1. Trombositipenia (<100.000/mm3)

2. Hemokonsentrasi (Ht meningkat >20%)

Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat minimal 2 kriteria

klinis yang positif dan 1 kriteria laboratorium yang positif (Ginanjar G, 2008).

Page 8: Tinjauan Pustaka DBD

2.1.8 Derajat

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Penyakit Demam Berdarah DengueDERAJAT GEJALA

I Demam disertai 2 atau lebih tanda: lemah, lesu, tidak nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, artralgia, nyeri ulu hati ditambah uji bendung positif

II Gejala di atas ditambah perdarahan spontan (ptekiae dan ekimosis, mimisan)

III Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi(kulit dingin dan lembab serta gelisah)

IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak teratur, ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, sianosis .

DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD) Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, 2009.

2.1.9 Pengobatan

Pengobatan yang diberikan bagi penderita penyakit DBD bersifat suportif dengan cara

menggantikan cairan tubuh yang hilang dan istirahat selama demam, pengobatan ditujukan untuk

mencegah penderita DBD masuk masuk ke fase syok. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan

adalah memberi minum sebanyak mungkin, memberi obat penurun panas golongan Antipiretik

dan kompres dengan air hangat. Apabila penderita tidak dapat minum atau muntah-muntah

pasang infus cairan Ringer Laktat atau NaCl dan segera rujuk ke Rumah Sakit. Terapi DBD juga

bersifat simtomatis, yaitu untuk mengurangi keluhan yang timbul seperti nyeri otot, perdarahan

dan sebagainya (Depkes RI, 2005).

Pengobatan DBD ringan sampai sedang (derajat I dan II) harus dengan monitoring yang

ketat kemungkinan terjadinya kebocoran plasma. Penderita dapat dirawat dengan pemberian

cairan intravena selama 12–14 jam.

Page 9: Tinjauan Pustaka DBD

Pasien yang menunjukan kenaikan kadar hematokrit, jumlah trombosit kurang dari

50.000/mm3 atau menunjukkan tanda-tanda perdarahan spontan selain petekiae harus dirawat

inap secara intensif (Kementerian kesehatan RI, 2010).

2.1.10 Upaya pencegahan

Pencegahan DBD dapat dilakukan dengan cara:

1. Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologi)

Kegiatan mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan untuk mencari penderita

lain dan memeriksa angka jentik dalam radius 100 m dari rumah indeks.

2. Pengasapan (fogging)

Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan pengasapan racun serangga, termasuk

racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga.

3. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN )

Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati

hanya nyamuk dewasa saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk

yang baru menetas dari tempat perkembang biakannya. Karena itu cara yang tepat adalah

memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD (pemberantasan sarang nyamuk

demam berdarah dengue) yang dilakukan dengan cara 3M plus yaitu: menguras tempat-tempat

penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat-rapat tempat

penampungan air dan menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-

barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas dan lain-lain.

Selain itu ditambah dengan cara lainnya, seperti: memperbaiki saluran dan talang air yang tidak

lancar, memasang kawat kasa di rumah, pencahayaan dan ventilasi yang memadai, jangan

Page 10: Tinjauan Pustaka DBD

membiasakan menggantung pakaian dalam rumah, tidur menggunakan kelambu dan gunakan

obat nyamuk (bakar, gosok dan lain-lain) untuk mencegah gigitan nyamuk.

4. Larvasidasi

Larvasidasi adalah menaburkan bubuk abate dan ikan-ikan pemakan larva ke dalam

tempat-tempat penampungan air.

5. Penyuluhan tentang gejala awal penyakit, pencegahan dan rujukan penderita (Depkes RI,

2008).

Gambar 2.3: Upaya Pencegahan DBD (Sumber: Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue, Depkes RI, 2006).

2.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD

Ada beberapa faktor yang mempempengaruhi kejadian DBD, antara lain:

Page 11: Tinjauan Pustaka DBD

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam

melakukan penginderaan terhadap suatu ransangan tertentu .pengetahuan kognitif merupakan

dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu ransangan dapat

diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil), merupakan mengingat kembali suatu

materi yang dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (comprehension)

Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi

yang sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari

hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek

yang diketahui.

e. Sintesis (synthesis)

Kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

Page 12: Tinjauan Pustaka DBD

f. Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu matei atau objek tertentu

(Notoatmodjo, 2007).

Sebelum seseorang mengadopsi prilaku, harus terlebih dahulu tahu apa arti atau manfaat

prilaku tersebut bagi dirinya dan keluarganya, sebagai contoh orang yang melakukan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN), apabila dia tahu apa manfaat dan tujuan kesehatan bagi

keluarganya, dan apa bahayanya bila tidak melakukan PSN tersebut. Beberapa indikator untuk

mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan antara lain:

1. Pengetahuan tentang penyakit meliputi

a. Penyebab penyakit

b. Gejala dan tanda-tanda penyakit

c. Bagaimana pengobatan atau kemana mencari pengobatan

d. Bagaimana cara penularannya

e. Bagaimana cara pencegahannya

2. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan

a. Manfaat air besih

b. Pengelolaan sampah yang benar

c. Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2 Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) Sikap (Attitude) merupakan respons tertutup seseorang

terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang-tidak senang, setuju- tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Secara

keseluruhan, sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

Page 13: Tinjauan Pustaka DBD

a. kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek.

b. kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya,

sebagai berikut:

a. Menerima (receiving)

Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.

b. Menanggapi (responding)

Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing)

Memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya dengan segala resiko.

2.2.3 Peran Petugas Kesehatan

Peran petugas kesehatan adalah suatu kegiatan yang diharapkan dari seorang petugas

kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat.

Peran petugas kesehatan terbagi kedalam dua bentuk yaitu partisipasi sosial dan

partisipasi langsung. Partisipasi sosial adalah Partisipasi dalam bentuk pengadaan pelayanan

kesehatan dan peningkatan Partisipasi pengambilan keputusan di tingkat nasional, yaitu terhadap

mereka yang tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan dan tidak mempunyai kekuatan dan

juga tindakan pengawasan program yang dijalankan. Sedangkan partisipasi langsung adalah hal

atau kesadaran keterlibatan langsung tokoh masyarakat dalam program kesehatan yang

Page 14: Tinjauan Pustaka DBD

berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Perilaku petugas kesehatan termasuk juga

undang-undang peraturan dari pusat maupun dari pemerintahan daerah yang terkait dengan

kesehatan, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku sehat kadang-kadang bukan

hanya perlu pengetahuan, sikap positif dan dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan perilaku

(contoh) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan (Notoatmodjo,

2003).

Peran petugas kesehatan memegang penting dalam memberikan penyuluhan akan tetapi

tidak hanya penyuluhan akan tetapi juga diadakannya survei untuk pemberantasan jentik nyamuk

DBD setiap seminggu sekali, petugas kesehatan memegang peranan penting dalam mengatasi

masalah demam berdarah dengue didaerah yang menjadi tempat tugasnya. Adanya genangan-

genangan air merupakan tempat perindukan yang potensial untuk perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti. Kegiatan yang telah dilakukan adalah identifikasi jentik berupa penyemprotan

dan penaburan bubuk abate pada genangan air tersebut, juga dilakukan penyomprotan dalam

rumah dan di Desa-Desa endemis. Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk

mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi

dan penyebaran vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M yaitu

menguras, menutup dan mengubur.