bab ii tinjauan pustaka a. frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...a....

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968. Sejak saat itu, penyebaran penyakit DBD berlangsung dengan sangat cepat, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 58 kasus dengan jumlah kematian 24 orang, sedangkan dalam 5 tahun terakhir (1997- 2001) jumlah rata- rata kasus dilaporkan sebanyak 40.854 kasus dengan rata- rata kematian 701 orang setiap tahunnya. Pada tahun yang sama setiap 100.000 penduduk, 20-21 orang diantaranya menderita DBD dan setiap 100 penderita, rata- rata meninggal sebanyak 1-2 orang (Dinkes Jateng, 2006). Kejadian luar biasa (KLB) atau wabah masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 1998 terjadi KLB dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang dan merupakan wabah terbesar sejak kasus DBD pertama kali ditemukan di Indonesia dengan 1.411 kematian (CFR=2%). Sedangkan pada KLB 2004 jumlah penderita sejak Januari 2004 berdasarkan pemantauan dan laporan yang diperoleh dari 30 provinsi sampai dengan April

Upload: dotuyen

Post on 03-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue

Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai di Surabaya pada

tahun 1968. Sejak saat itu, penyebaran penyakit DBD berlangsung dengan

sangat cepat, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya

bertambah luas, sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh

provinsi di Indonesia. Pada tahun 1968 jumlah kasus yang dilaporkan

sebanyak 58 kasus dengan jumlah kematian 24 orang, sedangkan dalam 5

tahun terakhir (1997- 2001) jumlah rata- rata kasus dilaporkan sebanyak

40.854 kasus dengan rata- rata kematian 701 orang setiap tahunnya. Pada

tahun yang sama setiap 100.000 penduduk, 20-21 orang diantaranya

menderita DBD dan setiap 100 penderita, rata- rata meninggal sebanyak 1-2

orang (Dinkes Jateng, 2006).

Kejadian luar biasa (KLB) atau wabah masih sering terjadi di berbagai

daerah di Indonesia. Pada tahun 1998 terjadi KLB dengan jumlah penderita

sebanyak 72.133 orang dan merupakan wabah terbesar sejak kasus DBD

pertama kali ditemukan di Indonesia dengan 1.411 kematian (CFR=2%).

Sedangkan pada KLB 2004 jumlah penderita sejak Januari 2004 berdasarkan

pemantauan dan laporan yang diperoleh dari 30 provinsi sampai dengan April

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

2004 adalah sebanyak 58.861 kasus, 669 diantaranya meninggal

(CFR=1,14%) (Dinkes Jateng, 2006).

Menurut Dinas Kesehatan provinsi Jawa Tengah, (2006), jumlah kasus

DBD pada tahun 2007 di Jawa Tengah mencapai 20.565 kasus dengan jumlah

kematian 329 kejadian. Angka kesakitan DBD adalah 6,25/10.000 penduduk

(target nasional kurang dari 2/10.000 penduduk) dan angka kematian sebesar

1, 60% (target nasional kurang dari 1%).

Tabel 2. 1 Angka Kesakitan dan Kematian DBD di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004- 2007

Tahun Penderita Meninggal IR/10.000 CFR (%)2004 9.742 169 3.007 1,73 2005 7.144 181 2,17 2,53 2006 10.924 220 3,39 2,01 2007 20.565 329 6,25 1,60

Sumber: Profil kesehatan Jawa Tengah, 2007

Tabel di atas menggambarkan bahwa angka kejadian (IR) DBD

cenderung meningkat. Akan tetapi angka kematian (CFR) sejak tahun 2005

cenderung mengalami penurunan (Dinkes Jateng, 2007).

B. Demam Berdarah Dengue

1. Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever

(DHF) ialah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes albbopictus. Kedua jenis

nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ditempat

ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar,

2008).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

Menurut Rampengan seseorang di dalam darahnya mengandung

virus Dengue merupakan sumber penular penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai

1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular,

maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung

nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di

berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-

kira satu minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk bersiap

untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam

tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi setiap kali

nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur

melalui saluran alat menggigitnya (proboscis), agar darah yang dihisap

tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari

nyamuk ke orang lain.

2. Tanda dan Gejala DBD

Penyakit ini ditujukan melalui munculnya demam secara tiba-tiba,

disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi otot (myalgias dan arthralgias)

dan ruam. Ruam Demam Berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang,

petekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah, badan pada

beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh.

Selain itu, radang perut juga bisa muncul dengan kombinasi sakit perut,

rasa mual, muntah-muntah/ diare (Wikipedia, 2007).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

Menurut Ginanjar (2008), Kriteria klinis DBD meliputi:

1) Demam tinggi berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari,

yang dapat mencapai 40 derajat celcius. Demam sering disertai gejala

tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan

(malaise), nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang

bola mata (retro orbita), dan wajah yang kemerah-merahan (flushing) .

2) Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi,

perdarahan pada kulit seperti tes Rumppleede(+), ptekiae dan ekimosis,

serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena) .

3) Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).

4) Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang

teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat

disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat

menyebabkan kematian.

3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya DBD

DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B,

dan disebarkan oleh artropoda. Vektor utama DBD ialah Aedes aegypti di

daerah perkotaan dan Aedes albopictus di daerah pedesaan. Nyamuk ini

dapat menyebarkan virus dengue setelah sebelumnya menggigit dan

menghisap darah manusia yang sedang menderita DBD. Berdasarkan

laporan yang ada, virus ini juga dapat ditularkan transovarial sehingga

telur- telur nyamuk ini terinfeksi oleh virus dengue. Virus ini berkembang

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

biak di dalam tubuh nyamuk selama kurang dari 8-10 hari terutama di

dalam kelenjar air ludahnya. Saat nyamuk menggigit manusia, virus ini

akan ditularkan dan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Masa

inkubasi selama kurang lebih 4-6 hari dan orang yang terinfeksi tersebut

dapat menderita demam berdarah dengue (Dinkes, 2006)

Virus Dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk

dalam kelompok B Airthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang

dikenal sebagai genus Flavivirus, Famili Flaviviradae dan mempunyai 4

jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (Departemen

Kesehatan RI, 2003). Keempat serotipe virus Dengue dapat ditemukan di

berbagai daerah di Indonesia. Infeksi dengan salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan

tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain. Serotipe DEN-3

merupakan serotype yang dominan dan banyak berhubungan dengan

kasus berat. Virus Dengue ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti (Kristina, dkk, 2004).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam

Berdarah Dengue, antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan

faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan

respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi

(ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim);

Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial

ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat

ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3, dan 4.

Penelitian terhadap epidemi Dengue di Nicaragua tahun 1998,

menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung

pada daerah geografi dan serotipe virusnya (Dinkes kota Semarang,

2009).

4. Penularan DBD

Menurut Kristina, dkk (2004), penularan DBD trejadi melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus betina yang sebelumnya

membawa virus dalam tubuhnya dari penderita Demam Berdarah lainnya.

Nyamuk Aedes aegypti hidup disekitar rumah dan sering menggigit

manusia pada waktu pagi dan siang hari.

Populasi nyamuk Aedes aegypti biasanya meningkat pada waktu

musim penghujan, karena sarang – sarang nyamuk akan terisi oleh air

hujan. Peningkatan populasi ini edemis. Daerah endemis adalah daerah

yang rawan bersarang nyamuk karena penyebaran nyamuk di daerah

endemis kemungkinan akan semakin meningkat (Departemen Kesehatan

RI, 2006).

a. Morfologi dan lingkungan hidup nyamuk

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika

dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai

dasar warna hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

dan sayapnya. Nyamuk ini senang tingggal di rumah dan hinggap pada

benda-benda yang bergantungan seperti pakaian, kelambu, gorden,

dan lain-lain. Biasanya menggigit di siang hari, mempunyai jarak

terbang 40-100 meter, kalau hinggap badannya mendatar lebih senang

menghisap darah manusia (Kristina dkk, 2004).

Stadium telur, jentik dan kepompong hidup didalam air. Telur

nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran kurang lebih

0,7 mm. Pada umumnya telur itu akan menetas menjadi jentik dalam

waktu 2-3 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasa

berlangsung 6-8 hari, stadium pupa/kepompong berlangsung antara 2-

4 hari. Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa memerlukan

waktu 7-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan

(Ginanjar, 2008).

b. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti

Menurut Rampengan, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti dapat dikelompokkan dalam beberapa tempat yaitu

tempat penampungan air untuk kepentingan sehari-hari, seperti bak

mandi, drum, tempayan, ember, gentong dan lain-lain. Kemudian

tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti

tempat air minum burung, vas bunga, kaleng, botol, ban bekas, dan tas

plastic bekas. Serta tempat penampungan alamiah seperti lubang

pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pohon bambo,

dan lain-lain.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

C. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

1. Definisi PHBS

Menurut Notoatmodjo (2003), Perilaku kesehatan adalah suatu

respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan

sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan , makanan, dan minuman,

serta lingkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklrifikasikan

menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan

bilamana sakit.

b. Perilaku pencarian pengobatan

Menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit dan atau kecelakaan. Dimulai dari mengobati sendiri sampai

mencari pengobatan ke luar negeri.

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut

tidak mempengaruhi kesehatannya.

Menurut Notoatmojdo (2003), perilaku kesehatan dipengaruhi oleh

3 faktor utama yaitu:

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

a. Faktor-faktor predisposisi

Faktor-faktor yang mencakup pengetahuan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan keoercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut oleh masyarakat,

tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dsb.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat

pembuangan sampah, ketersediaan makanan yang bergizi dan

sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti

Puskesmas, rumah sakit, poliklinik, Posyandu, Polindes, pos obat

desa, dokter, mantra, dan bidan desa.

c. Faktor-faktor penguat

Faktor ini meliputi faktor sikap dan faktor perilaku tokoh masyarakat,

tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas kesehatan. Termasuk

juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat

maupun pemerintah daerah yang terkait dan kesehatan.

Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan

dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan

meningkatkan derajat kesehatannya. Perilaku ini meliputi: makan

seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras

dan narkoba, istirahat cukup, mengendalikan stress, perilaku atau gaya

hidup lain yang positif bagi kesehatan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

Perilaku hidup bersih dan sehat adalah perilaku yang berkaitan

dengan upaya atau kejadian seseorang untuk dapat hidup bersih serta

mepertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya (Wuryaningsih,

2000). Menurut pendapat yang lain perilaku sehat merupakan setiap

kegiatan yang dilakukan oleh orang yang merasa sehat untuk mencegah

penyakit atau mendeteksi penyakit sebelum keluarganya gejala

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut Dinkes Kota Semarang, (2008), Perilaku Hidup Bersih

Sehat (PHBS) adalah upaya atau kegiatan untuk meningkatkan derajat

kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Dalam

rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan, PHBS merupakan salah

satu kegiatan yang diharapkan mampu mengukur perubahan perilaku baik

perorangan maupun kelompok yang pada akhirnya menambah

derajat/status kesehatan masyarakat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di

tatanan rumah tangga adalah upaya peningkatan kemampuan dan

kemandirian keluarga untuk hidup sehat.

Sedangkan menurut Dinkes Provinsi Jateng, (2006), secara

khusus dapat dikatakan bahwa PHBS di rumah tangga merupakan suatu

upaya memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar mau dan mampu

melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit dan

melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan secara aktif dalam

gerakan kesehatan masyarakat.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

Menurut Dinkes Jateng (2006), adapun perilaku yang bisa

dilakukan masyarakat untuk upaya pencegahan terjadinya demam

berdarah yaitu dengan cara memberantas nyamuk Aedes Aegepty melalui

beberapa cara sebagai berikut:

a. Fogging (pengasapan)

Nyamuk Aedes Aegepty dapat diberantas dengan fogging racun

serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di

rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena

dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Selama

jentiknya belum dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang baru

menetas dari tempat perkembangbiakannya. Karena itu cara yang tepet

adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk) DBD.

b. PSN DBD

PSN DBD dilakukan dengan cara 3 M, yaitu:

1) Menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu

sekali.

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

3) Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan

barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti

kaleng bekas, plastic bekas, dan lain-lain.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

Selain itu ditambah dengan cara lainnya yang dikenal dengan istilah

3M plus seperti:

1) Ganti vas bunga, minuman burung, dan tempat-tempat lainnya

seminggu sekali.

2) Perbaikan saluran dan talang air yang tidak lancer atau rusak.

3) Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo pohon dan lain-lain

misalnya dengan tanah.

4) Bersihkan atau keringkan tempat-tempat yang menampung air

seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat-

tempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan,

kebun, rumah-rumah kosong, dan lain-lain.

5) Melakukan Larvasidasi, yaitu pembubuhan bubuk pembunuh jentik

(abate atau lainnya) di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di

daerah yang sulit air.

6) Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

7) Pasang kawat kasa di rumah.

8) Pencahayaan dan ventilasi memadai.

9) Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah.

10) Tidur menggungkan kelambu.

11) Gunakan obat nyamuk dan lain-lain untuk mencegah gigitan

nyamuk.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

c. Larvasidasi

Larvasidasi adalah menaburkan bubuk abate dan pembunuh jentik

nyamuk lainnya kedalam tempat-tempat penampungan air. Bila

menggunakan abate disebut abatisasi. Adapun cara-cara melakukan

larvasidasi sebagai berikut:

1) Menggunakan bubuk abate 1 G

Takaran penggunaan bubuk abate 1 G adalah sebagai berikut:

Untuk 100 liter cukup dengan 10 gram bubuk abate 1 G dan

seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok

makan, satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya) berisi

10 gram abate 1G. Selanjutnya tinggal membagikan atau

menambahkannya sesuai dengan banyaknya air yang akan

diabatisasi.

2) Menggunakan altosid 1,3 G

Takaran penggunaan altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk

100 liter air cukup dengan 2,5 gram bubuk altosid 1,3 G atau 5

gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang sudah

tersedia dalam setiap kantong altosid 1,3 G. Bila tidak alat penakar,

gunakan sendok the, satu sendok teh peres berisi 5 gram altosid 1,3

G. Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai

dengan banyaknya air.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

3) Menggunakan sumilarv 0,5 G (DBD)

Takaran penggunaan sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai

berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 0,25 gram bubuk

sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0,5 gram untuk 200 liter air. Gunakan

takaran khusus yang tersedia (sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5

gram).

2. Manfaat PHBS

Menurut Dinkes Jateng (2006), manfaat dari PHBS di rumah

tangga meliputi:

a. Setiap anggota rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak

mudah sakit.

b. Rumah tangga sehat dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota

rumah tangga.

c. Dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya

kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi lain seperti pendidikan

dan usaha lain guna meningkatkan kesejahteraan anggota rumah

tangga.

d. Sebagai salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam

pembangunan bidang kesehatan.

e. Meningkatkan citra pemerintah dalam bidang kesehatan.

f. Dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah yang lain.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

3. Program Pembinaan PHBS

Menurut Dinkes Jateng (2006), tujuan dari program pembinaan

program PHBS tatanan rumah tangga yaitu meningkatkan pengetahuan,

sikap dan perilaku serta kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatan. Adapun langkah-langkah kegiatan pembinaan program PHBS

di tatanan rumah tangga oleh petugas kesehatan di tingkat kabupaten/kota

dan kecamatan secara umum adalah sebagai berikut:

a. Melakukan diseminasi informasi PHBS kepada petugas kesehatan di

tingkat kecamatan/ Puskesmas, lintas program dan lintas sektoral serta

mitra kerja di tingkat kabupaten/kota.

b. Mengarahkan dan memfasilitasi pelaksanaan pengkajian.

c. Memfasilitasi proses penyusunan rencana kegiatan PHBS seperti

menentukan tujuan, menyusun langkah-langkah kegiatan,

pengembangan media dan lain-lain.

d. Membantu proses penilaian PHBS di tatanan rumah tangga.

e. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan PHBS.

Menurut Dinkes Jateng (2006), adapun pola pembinaan PHBS

terdiri dari beberapa tahap yaitu:

a. Tahap Persiapan

Langkah-langkah yang harus diperhatikan tahap persiapan adalah

sebagai berikut:

1) Sosialisasi dan advokasi kesehatan, bertujuan untuk melakukan

diseminasi informasi tentang rencana kegiatan PHBS yang akan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

dilakukan di setiap jenjang administrasi dan sebagai langkah

advokasi singkat kepada pihak-pihak penentu kebijakan di Tingkat

Kabupaten/Kota, sehingga pelaksanaan program PHBS mendapat

dukungan baik berupa dana, kebijakan politis, maupun dukungan

kemitraan.

2) Persiapan sarana, bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan

sarana, baik jenis, jumlah, maupun sumber dana.

3) Persiapan administrasi misalnya surat pemberitahuan kepada

kepala desa untuk persiapan responden, surat undangan

pertemuan, pencatatan dan pelaporan.

4) Persiapan pelaksana, bertujuan untuk menginventarisasi siapa

melakukan apa atau siapa yang bertanggung jawab terhadap

masing-masing kegiatan.

b. Tahap Pengkajian

Pengkajian PHBS dilakukan oleh petugas atau kader di masing-

masing wilayah. Di tingkat kecamatan atau Puskesmas pengkajian

dilakukan terhadap:

1) Pengkajian Masalah Penyakit, dilakukan untuk mengetahui kasus

10 penyakit terbanyak, termasuk penyakit enddemis yang selalu

muncul setiap tahun. Data tersebut diperoleh di Puskesmas,

Puskesmas pembantu atau bidan desa. Pengkajian ini nantinya

berkaitan dengan rencana intervensi yang akan dilaksanakan

setelah dikaitkan dengan kajian masalah PHBS.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

2) Pengkajian Sumber Daya, bertujuan untuk mengetahui keadaan

sumber daya terutama sarana, tenaga, dan dana yang tersedia agar

dapat direncanakan kegiatan yang layak dilaksanakan.

3) Pengkajian PHBS, bertujuan untuk mengetahui apakah perilaku

anggota keluarga pada tatanan rumah tangga telah sesuai dengan

target dari masing-masing indikator yang telah ditetapkan.

Pengkajian ini dilakukan melalui tahap sebagai berikut:

a) Penentuan sampel sesuaikan dengan kemampuan sumber daya

yang ada. Apabila jumlah rumah tangga yang ada terlalu

besar, bisa dilakukan pengambilan data menggunakan metode

yang tepat, sehingga diperoleh hasil yang representative.

b) Pengumpulan data terdiri dari 3 kegiatan yaitu

• Pengkajian kuantitatif, berupa pengumpulan data oleh

petugas atau kader di setiap rumah tangga sasaran, melalui

wawancara dan observasi langsung dengan mengisi

kuesioner.

• Pengkajian kualitatif, dilakukan setelah pengkajian

kuantitatif yang bertujuan untuk menggali lebih dalam

mengenai masalah perilaku yang terjadi. Pengkajian ini

dapat dilakukan melalui wawancara mendalam atau

diskusi kelompok terarah

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

• Pengumpulan data penunjang berupa data geografis, sosial

budaya, demografis. Dari data yang telah dikumpulkan

dilakukan klasifikasi atau strata PHBS rumah tangga.

c. Tahap Perencanaan terdiri dari:

1) Menentukan prioritas masalah ditetapkan berdasarkan prosentase

dari masing-masing indicator PHBS hasil pemetaan. Urutan

besarnya masalah disesuaikan dengan prosentase tiap indicator

yang ada, makin kecil prosentase berarti makin tinggi urutan

prioritas masalahnya.

2) Menentukan tujuan (rumusan masalah) yang akan dicapai sebagai

jawaban untuk mengenai masalah yang ditemukan.

3) Menentukan jenis kegiatan atau intervensi yang akan dilakukan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan berdasarkan prioritas

masalah PHBS.

4) Membuat jadwal kegiatan, pada tahap ini disusun rencana

pelaksanaan kegiatan (POA). Setelah ditentukan intervensi

terpilih, maka dibuat jadwal kegiatan untuk kurun waktu tertentu

misalnya 1 tahun. Rencana ini dibahas pada pertemuan lintas

program, lintas sector untuk mencapai kesepakatan bersama dan

dapat dilaksanakan secara terintegrasi.

d. Tahap Penggerakan Pelaksanaan

Penggerakan pelaksanaan adalah upaya yang dilakukan sesuai dengan

rencana yang telah dibuat, dan kegiatannya merupakan implementasi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

dari intervensi yang terpilih. Dalam melakukan intervensi masing-

masing pelaksana hendaknya:

1) Bertanggung jawab sesuai dengan POA yang telah disepakati

2) Tetap mengadakan koordinasi dan menyesuaikan kegiatan system

pembinaan yang sudah ada dengan lintas program dan sektoral.

3) Melaksanakan strategi advokasi, dukungan suasana, dan

pemberdayaan masyarakat meliputi:

• Pendekatan pemimpin (advokasi), strategi ini ditujukan agar

para pimpinan atau pengambil keputusan mengupayakan

kebijakan atau peraturan yang berorientasi sehat, serta

memberikan dukungan, kemudahan, pengayoman, dan

bimbingan berupa arahan atau peraturan tertulis, dukungan

dana, ataupun dukungan moril, termasuk memberikan

keteladanan.

• Mengembangkan dukungan suasana (sosial support), strategi

ini ditujukan kepada kelompok sasaran sekunder , seperti

kader, petugas kesehatan, lintas program dan sektoral, lembaga

swadaya masyarakat, para pembuat opini masyarakat dan

media masa. Tujuannya adalah agar kelompok ini dapat

mengembangkan atau menciptakan suasana yang mendukung

dilaksanakannya PHBS di rumah tangga.

• Pemberdayaan masyarakat (Empowerment), strategi ini

dilakukan agar kelompok sasaran meningkat pengetahuannya,

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

kesadaran maupun kemampuannya sehingga dapat berperilaku

positif dalam bidang PHBS.

e. Pemantauan dan penilaian

Pemantauan dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh suasana

program telah berjalan dan memberikan hasil seperti yang diharapkan

terhadap perilaku keluarga serta masyarakat atau seberapa jauh

dampak program PHBS telah tercapai. Sedangkan penilaian

dilaksanakan dengan menggunakan instrument yang dirancang sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian dapat dilakukan

terhadap input, proses dan output yang telah dilaksanakan. Penilaian

dilakukan setiap 1 tahun sekali dengan cara melakukan kompilasi

melalui pengkajian seperti pada tahap pertama, hasil pengkajian akhir

tahun dibandingkan dengan hasil pengkajian sebelumnya. Penilaian

bisa dilakukan melalui:

1) Pengkajian ulang tentang strata PHBS masing-masing rumah

tangga yang ada.

2) Analisis laporan rutin.

3) Observasi, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah

kepada para keluarga.

4. Indikator PHBS

Menurut Dinkes Jateng (2006), indikator PHBS tatanan rumah

tangga adalah suatu alat ukur atau merupakan suatu petunjuk yang

membatasi focus perhatian untuk menilai keadaan atau permasalahan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

kesehatan di rumah tangga. Indikator PHBS tatanan rumah tangga

diarahkan pada aspek program prioritas yaitu KIA, Gizi, Kesehatan

Lingkungan, Gaya Hidup dan Upaya Kesehatan Masyarakat. Indikator

PHBS tatanan rumah tangga yang digunakan di Jawa Tengah terdapat 16

variabel, yang terdiri dari 10 indikator Nasional dan 6 indikator local Jawa

Tengah.

a. Indikator Nasional, yaitu:

1) Bagi ibu hamil apakah pertolongan persalinan dilakukan oleh

tenaga atau petugas kesehatan.

2) Bagi rumah tangga yang memiliki bayi, apakah bayinya mendapat

ASI eksklusif selama 0-6 bulan.

3) Anggota rumah tangga mengkonsumsi beraneka ragam makanan

dalam jumlah cukup untuk mencapai gizi seimbang.

4) Anggota rumah tangga menggunakan atau memanfaatkan air

bersih.

5) Anggota rumah tangga menggunakan jamban sehat.

6) Anggota rumah tangga menempati ruangan rumah minimal 9 M

per orang.

7) Anggota rumah tangga menggunakan lantai rumah kedap air.

8) Anggota rumah tangga melakukan aktivitas fisik atau olah raga.

9) Anggota rumah tangga tidak merokok.

10) Anggota rumah tangga menjadi peserta JPK (Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

b. Indikator lokal Jawa Tengah, yaitu:

1) Penimbangan balita.

2) Anggota rumah tangga membuang sampah pada tempat

semestinya.

3) Anggota rumah tangga terbiasa mencuci tangan sebelum makan

dan sesudah BAB (Buang Air Besar).

4) Anggota rumah tangga menggosok gigi minimal 2 kali sehari.

5) Anggota rumah tangga tidak minum miras dan tidak

menyalahgunakan narkoba.

6) Anggota rumah tangga melakukan PSN (Pemberantasan Sarang

Nyamuk). Minimal seminggu sekali.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

D. Kerangka Teori

Faktor Intrinsik a.Kerentanan b.Respon Imun

Faktor Estrinsik 1.Lingkungan a.Geografis 1)Ketinggian dari permukaan laut 2) Curah Hujan 3) Angin 4) Kelembaban 5) Musim b.Demografis 1)Perilaku 2) Sosial ekonomi penduduk 3) Kepadatan mobilitas

Kejadian Demam

Berdarah

Faktor Agen : Virus Dengue

Gambar Kerangka Teori

Dinkes kota semarang 2008

E. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Perilaku Hidup Bersih Sehat

Kejadian Demam Berdarah

Gambar Kerangka Konsep

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi …digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl...A. Frekuensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai

F. Variabel Penelitian

Sebagian variable bebas (independent) adalah perilaku hidup bersih

dan perilaku hidup sehat dan variable terikat (dependent) adalah frekuensi

penyakit demam berdarah di desa Sumberharjo Kabupaten Semarang.

G. Hipotesis

Ada Hubungan antara perilaku hidup bersih sehat dengan frekuensi

kejadian demam berdarah di desa Sembungharjo Semarang.